• Tidak ada hasil yang ditemukan

EMBOLISASI DENGAN BALON PADA CAROTID CAVERNOUS FISTULA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EMBOLISASI DENGAN BALON PADA CAROTID CAVERNOUS FISTULA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

1 LAPORAN KASUS

DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT MENCAPAI DERAJAT PPDS I RADIOLOGI

EMBOLISASI DENGAN BALON PADA

CAROTID CAVERNOUS FISTULA

OLEH : dr. Huda El Adha NIM : 10/310822/PKU/12181 PEMBIMBING : dr. Sudarmanta, Sp.Rad (K) RI BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UGM / RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

(2)

2 HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

EMBOLISASI DENGAN BALON PADA

CAROTID CAVERNOUS FISTULA

Telah dipresentasikan pada tanggal Oleh :

dr. Huda El Adha NIM : 10/310822/PKU/12181

Telah diperiksa dan disetujui oleh : Pembimbing

dr. Sudarmanta, Sp.Rad (K) RI

Mengetahui :

Kepala Bagian Radiologi KPS PPDS I Radiologi

DR.dr. Lina Choridah, Sp.Rad (K) dr. Bambang Purwanto Utomo, Sp. Rad

(3)

3 DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ………... i

Halaman Pengesahan ………... ii

Daftar Isi ……….. iii

I. PENDAHULUAN ……… 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 3

A. ANATOMI PEMBULUH DARAH SEREBRAL... 3

B. ARTERI CAROTIS EKSTERNA... 7

C. SIRKULASI KOLATERAL OTAK... 8

D. VENA OTAK... 10

E. CAROTID CAVERNOUS FISTULA (CCF)... 13

III. LAPORAN KASUS ………...…… 18

IV. PEMBAHASAN ……… 20

V. KESIMPULAN ………...……. 25

DAFTAR PUSTAKA ……….. 26 LAMPIRAN

(4)

4 BAB I

PENDAHULUAN

Carotid-cavernous fistules ( CCF ) adalah suatu hubungan abnormal yang

spontan atau dapatan antara arteri karotis yang memiliki tekanan tinggi dengan sistem vena kavernosa yang memiliki tekanan rendah.1,2,3,4,5,6,7 Pembuluh darah arteri yang bertekanan tinggi mencoba masuk ke sinus kavernosus, maka aliran balik vena sinus kavernosus menjadi terhambat. Hal ini akan menyebabkan pembengkakan pembuluh darah yang berakibat edema dan kemerahan pada mata di sisi yang sama.7 CCF dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi (langsung atau dural), etiologi (traumatic atau spontan) serta berdasarkan kecepatan aliran darah ( tinggi atau rendah). CCF biasanya unilateral, meskipun kadang-kadang terjadi secara bilateral.8

CCF dapat disebabkan oleh karena trauma kapitis, ruptur dari aneurisma intrakavernosa, trauma durante operasi atau luka dari kelainan pembuluh darah. Insidensi CCF rendah tetapi merupakan salah satu komplikasi trauma yang paling fatal. Diagnosa dini dan terapi yang tepat dapat mencegah morbiditas dan mortalitas.7 Diagnosa penyakit ini ditegakkan dengan Digital substation

angiography ( DSA ) merupakan metode pemeriksaan baku standar untuk

mengkonfirmasi CCF sebelum dilakukan terapi. Metode ini merupakan pemeriksaan yang paling akurat. Selain itu CCF dapat ditegakkan dengan MRA dan CT – Angiography. DSA memiliki kelemahan karena bersifat invasif. Sedangkan pemeriksaan MRA dan CTA bersifat noninvasif dan cukup aman

(5)

5

tetapi kurang dapat menampilkan dengan tepat ukuran dan lokasi fistulanya.9 Pemeriksaan DSA tersebut selain mendiagnosis CCF juga dapat dilakukan terapi berupa endovascular intervension baik menggunakan balon maupun koil untuk menutup hubungan abnormal antara sinus kavernosus dengan arteri karotis.8

Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk lebih memahami gambaran arteriografi pada kasus CCF serta pemasangan balon pada penderita CCF, sehingga diharapkan angka morbiditas dan mortalitas dapat diturunkan.

(6)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI PEMBULUH DARAH SEREBRAL

Arteri karotis komunis kanan merupakan cabang pertama arteri brakiosefalika atau arteri inominata dan arteri karotis komunis kiri merupakan cabang kedua arkus aorta. Masing – masing arteri karotis berjalan dalam karotis sheath , lateral kolumna vertebralis, dan bercabang di level vertebra servikal 3 – 5. Pada percabangan tersebut, arteri karotis interna berada di posterolateral dari arteri karotis eksterna.10,11,12

Arteri karotis interna mensuplai sirkulasi anterior dan arteri vertebralis serta arteri basilaris mensuplai sirkulasi posterior. Arteri karotis eksterna mensuplai struktur ekstrakranial di kepala dan leher serta meninges.10,11,12

1. SIRKULASI ANTERIOR a. Arteri karotis interna

Terdapat 7 segmen yaitu C1 ( ICA servikal), C2 (petrosus ), C3 ( laserum ), C4 ( kavernosus ), C5 ( klinoid ), C6 ( oftalmika ), C7 ( communicating ) (Gambar 2). Segmen C1 (servical) berjalan ke superior di dalam ruang karotis dan memasuki kanal karotis di basis kranii ( pars pertrosal tulang temporal ). Segmen C2 (petrosus) berada di dalam kanal karotis tulang temporal, keluar dari kanal karotis melalui apeks petrosus, cabangnya adalah arteri

(7)

7

vidian beranastomosis dengan arteri karotis eksterna dan arteri

kortikotimpani yang mensuplai telinga tengah. Segmen C3 (laserum) merupakan segmen kecil dari apeks petrosus di atas foramen laserum menuju ke sinus kavernosus. Segmen C4 (kavernosus) mempunyai cabang yaitu trunkus meningohipofiseal yang mensuplai hipofisis, tentorium dan duramater klivus , cabang yang lain adalah trunkus inferolateral yang mensuplai duramater sinus kavernosus. Segmen C5 (klinoid) memasuki ruangan subaraknoid dekat posesus klinoid anterior. Segmen C6 (oftalmika) berjalan dari cincin duramater distal di klinoid superior sampai di

bawah arteria communicating posterior. Segmen C7

(communicating) berjalan di bagian bawah arteria communicating posterior sampai arteria karotis interna terminal yang kemudian bercabang menjadi arteri serebri anterior dan arteri serebri media.10,11,12

b. Arteri serebri anterior

Arteri serebri anterior dibagi dalam 3 segmen anatomis yaitu A1 ( segmen horizontal / precommunicating ) , A2 ( segmen vertikal / postcommunicating ), dan A3 ( distal ) (Gambar 3). Segmen A1 berjalan di bawah lobus frontal di atas N. optikus dan kiasma optikus untuk bergabung dengan segmen A1 kontralateral melalui arteri communicating anterior, memberikan cabang arteri lentikulostriata medial, arteri rekuren Huebner merupakan cabang

(8)

8

terbesar yang bisa berasal dari segmen A1 maupun A2. Segmen A2 berjalan ke atas memberikan cabang frontapolar dan pada level genu korpus kalosum bercabang menjadi arteri kalosomarginal dan arteri perikalosal yang merupakan segmen A3. Cabang kortikal arteri kalosomarginal mensuplai lobus frontal medial, dan cabang kortikal arteri perikalosal mensuplai lobus parietal medial. 10,11,12

c. Arteri serebri media

Arteri serebri media dibagi dalam 4 segmen anatomi yaitu M1 ( segmen horisontal ), M2 ( segmen insular ), M3 ( operkular ), M4 ( kortikal ) (Gambar 4). Arteri lentikulostriata medial dan lateral merupakan cabang perforating M1 yang mensuplai ganglia basalis dan regio kapsula. Segmen M1 berjalan di dalam fissure Sylvii dan memberikan cabang arteri temporalis anterior sebelum bercabang menjadi 2 – 3 trunkus utama ( segmen M2 ). Cabangnya berjalan di frontoparietal dan operkula temporal ( segmen M3 ). Segmen M4 mensuplai permukaan lateral hemisfer serebri. 10,11,12

2. SIRKULASI POSTERIOR a. Sistem vertebro-basilar

Arteri vertebralis kanan kiri merupakan cabang pertama arteri subklavia, kemudian memasuki foramen transversarium vertebra servikal 6 berjalan ke atas melengkung ke lateral dan medial di sekitar arkus anterior atlas di belakang massa lateralis, memasuki duramater dan ruang subaraknoid di level foramen

(9)

9

magnum, bersatu dengan arteri vertebralis kontralateral di belakang

klivus dan di depan pons menjadi arteri basilaris. Setelah memasuki ruang kranium, masing – masing arteri vertebralis memberikan cabang arteri serebelar posterior inferior ( PICA ) (Gambar 5). Arteri vertebralis kanan kiri tidak sama ukurannya dimana biasanya arteri vertebralis kiri lebih besar daripada kanan.10,11,12

Arteri basilaris berjalan ke superior di anterior permukaan pons memberikan cabang arteri serebelar anterior inferior dan arteri serebelar superior dan posterior di kedua sisi.

b. Arteri serebri posterior

Arteri serebri posterior yang terbagi menjadi 4 segmen anatomis yaitu P1 ( segmen precommunicating ) sebelum bergabung dengan arteri communicating posterior untuk menjadi P2 ( segmen ambien ) dan P3 ( segmen quadrigeminal ) serta P4 ( segmen terminal ) yang memberikan cabang oksipital dan temporal inferior. Arteri communicating posterior memberikan cabang arteri thalamoperforata dan segmen P1 memberikan cabang arteri thalamoperforata posterior dan arteri thalamogenikulata. Arteri koroidal posterior medial berasal dari segmen P2 melewati midbrain ke superior di atas thalamus untuk mencapai ventrikel 3. Cabang kortikal berasal dari segmen P2 ( arteri temporalis anterior dan posterior ) dan membentuk segmen P4. 10,11,12

(10)

10 B. ARTERI KAROTIS EKSTERNA

Arteri karotis eksterna merupakan percabangan dari arteri karotis komunis pada regio midservikal. Bagian proksimal dari arteri ini berjalan anteromedial dari arteri karotis interna, namun selaras berjalan naik dan kemudian arteri ini menuju posteromedial untuk mensuplai bagian-bagian wajah. Arteri karotis eksterna mempunyai sembilan cabang utama, yaitu ; (1) Arteri tiroid superior, mensuplai darah untuk laring dan bagian-bagian tiroid; (2) Arteri pharyngeal asending, mensuplai darah untuk meningen, telinga tengah, nervus kranial bawah, dan nervus servikal bagian atas; (3) Arteri lingualis, mensuplai darah untuk lidah dan faring ; (4) Arteri fasialis, mensuplai darah untuk wajah, palatum, dan faring; (5) Arteri oksipitalis, mensuplai darah untuk bagian muskulokutaneus dari SCALP dan leher; (6) Arteri auricularis posterior, mensuplai darah untuk SCALP, kavum timpani, pinna, dan glandula parotis; (7) Arteri maksilaris, merupakan cabang terbesar yang mempunya tiga bagian mayor yang masing-masingnya mempunyai cabang-cabang sendiri, cabang paling pentingnya adalah arteri meningen media yang sering terjadi laserasi pada truma kepala dan mengakibatkan epidural hematom; (8) Arteri fasialis transversum, yang bersama arteri fasialis mensuplai darah untuk area buccal; (9) Arteri temporalis superfisialis, merupakan cabang terkecil yang mensuplai darah 1/3 depan dari SCALP dan bagian wajah.11

(11)

11 C. SIRKULASI KOLATERAL DI OTAK

1. Kolateralisasi Eksterna ke Interna

Ketika arteri karotis interna mengalami stenosis, darah dialihkan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna ke dalam arteri karotis interna di distal stenosis, memungkinkan kelanjutan perfusi ke otak. Arteri fasialis dan arteri temporalis superfisialis, misalnya dapat membentuk hubungan anastomosis dengan arteri oftalmika melalui arteri angularis; aliran retrograde di arteri oftalmika kemudian membawa darah kembali ke sifon karotikum. Kolateral ke arteri oftalmika juga dapat disuplai oleh arteri bukalis. Hubungan anastomosis eksterna ke interna lebih lanjut terdapat diantara arteri faringea asendens dan ramus meningealis arteri karotis interna. Arteri-arteri tersebut, biasanya terlalu kecil untuk terlihat melalui angiografi, secara bersama-sama disebut trunkus inferolateralis.13

2. Kolateralisasi Karotis Eksterna ke Vertebralis

Cabang-cabang arteri karotis eksterna dan arteri vertebralis yang menyuplai otot-otot servikal dan leher secara anastomosis berhubungan pada berbagai titik. Cabang arteri karotis eksterna yang paling penting pada hal ini adalah arteri oksipitalis. Kolateral dapat terbentuk pada kedua arah; oklusi arteri vertebralis di proksimal dapat dikompensasi oleh darah dari rami nukhales arteri oksipitalis, sedangkan oklusi arteri karotis komunis atau arteri karotis interna di proksimal dapat di kompensasi oleh darah yang memasuki sirkulasi

(12)

12

anterior dari cabang-cabang otot arteri vertebralis melalui arteri oksipitalis. Seperti contoh lainnya, jika oklusi arteria karotis komunis di proksimal telah menghentikan sirkulasi arteri serebral baik interna maupun eksterna, darah dari arteri vertebralis dapat mengalir di arteri karotis eksterna secara retrogrard turun ke bifurkasio karotidis, dan kemudian naik lagi melalui arteri karotis interna, mengembalikan perfusi di teritori arteri karotis interna.13

3. Sirkulus Arteriosus Wilisi

Arteri-arteri serebral berhubungan satu sama lain melalui susunan pembuluh darah berbentuk seperti lingkaran di dasar otak yang dikenal sebagai sirkulus wilisi. Interkoneksi ini memungkinkan kelanjutan perfusi jaringan otak bahkan jika salah satu pembuluh darah besar mengalami stenosis atau oklusi. Sirkulus ini sendiri terdiri dari segmen pembuluh darah besar dan arteri yang disebut arteri komunikans yang menghubungkan satu pembuluh besar dengan lainnya. Berjalan dari satu sisi lingkaran dari anterior ke posterior, kita dapat menemukan arteri komunikans anterior, segmen proksimal (A1) arteri serebri anterior, segmen distal arteri karotis interna, arteri komunikans posterior, segmen proksimal (P1) arteri serebri posterior, dan basilar tip. Penurunan aliran darah di pembuluh darah besar akibat stenosis yang berkembang lambat di bawah sirkulus Willisi biasanya dapat dikompensasi oleh peningkatan aliran kolateral di sekitar sirkulus, sehingga infark hemodinamik tidak terjadi. Namun, ada

(13)

13

banyak variasi anatomis sirkulus Willisi dengan salah satu atau beberapa segmen arteri penyusunnya mengalami hypoplasia atau tidak ada. Kombinasi yang tidak menguntungkan antara stenosis pembuluh darah besar dan varian anatomis sirkulus Willisi yang tidak memungkinkan aliran kolateral yang adekuat dapat menimbulkan infark hemodinamik.13

4. Anastomosis Kalosal

Sirkulasi serebri anterior dan posterior secara anastomosis berhubungan dengan arteri kalosal. Karena itu, bila arteri serebri anterior teroklusi, darah dari arteri serebri posterior dapat terus menyuplai regio sentral.13

5. Anastomosis Leptomeningeal

Lebih lanjut, cabang-cabang arteri serebri anterior, arteri serebri posterior, dan arteri serebri media secara anastomosis berhubungan satu sama lain melalui arteri-arteri piamater dan

arachnoid. Juga terdapat anastomosis leptomeningeal yang

menghubungkan cabang ketiga arteri serebeli utama.13

D. VENA OTAK

1. Vena Otak Superfisial dan Profunda

Vena-vena otak , tidak seperti vena pada bagian tubuh lainnya, tidak berjalan bersama dengan arteri. Teritori arteri serebri media tidak sama dengan area drainase vena serebral. Darah vena dari parenkim otak melewati ruang subarachnoid dan ruang subdural di dalam vena

(14)

14

kortikal yang pendek yang memiliki anatomi relatif sama : vena-vena tersebut meliputi vena anastomotika superior (Trolard), vena dorsalis superior serebri, vena media superfisialis serebri, dan vena anastomotika inferior (Labbe) pada permukaan lateral lobus temporalis.13

Darah vena dari regio otak yang dalam, termasuk ganglia basalis dan thalamus, mengalir ke sepasang vena interna serebri dan sepasang vena basalis Rosenthlm. Vena interna serebri terbentuk oleh penggabungan vena-vena septum pelusidum (vena septalis) dengan vena talamostriata. Keempat vena ini, dari kedua sisi, bergabung di belakang splenium untuk membentuk vena magna serebri Galen. Dari sini, darah vena mengalir ke sinus rektus mengalir ke dalam sinus rektus dan kemudian kedalam gabungan sinus (confluens sinuum,

torcular Heropii), yang merupakan pertautan sinus rektus, sinus

sagitalis superior, dan sinus trasversus kedua sisi.13

2. Sinus Dura

Vena-vena superfisialis dan profunda serebri mengalir ke dalam sinus venosus kranialis yang terbentuk oleh lipatan ganda membrane dura dalam. Sebagian besar drainase vena dari konveksitas serebral berjalan dari depan ke belakang di sinus sagitalis superior, yang berjalan digaris tengah di sepanjang perlekatan falks serebri. Pada titik di belakang kepala tempat falks serebri bergabung dengan tentorium, sinus sagitalis superior bergabung dengan sinus rektus, yang

(15)

15

berjalan di garis tengah di sepanjang perlekatan tentorium dan membawa darah dari region otak yang dalam. Darah vena dari sinus sagitalis superior dan sinus rektus kemudian didistribusikan ke kedua sinus tranversus di dalam torcular Herophili (“winepress of

Herophilus”, dari Herophilus of Alexandria) : dari masing-masing

sinus tranversus, darah mengalir ke dalam sinus sigmoideus, yang kemudian berlanjut di bawah foramen jugulare sebagai vena jugularis interna. Sinus umumnya asimetris, dan ada beberapa variasi anatomis pola drainase vena di regio torcular.13

Darah dari otak tidak hanya mengalir ke sistem jugularis interna tetapi juga melalui pleksus pterigoideus, ke dalam sistem vena viserokranium. Sinus kavernosus, yang terbentuk oleh lipatan ganda duramater di dasar tengkorak, juga mengalirkan sebagian darah vena dari regio basal otak. Sinus ini terutama menerima darah dari lobus temporalis dan dari orbita (melalui vena oftalmika inferior dan vena oftalmika superior). Vena tersebut mengalir ke beberapa kanal vena. Salah satu di antaranya adalah sinus sigmoideus, yang dihubungkan dengan sinus kavernosus oleh sinus petrosus superior dan inferior. Sebagian darah juga memasuki pleksus pterigoideus.13

Peningkatan tekanan vena yang patologis di sinus kavernosus, misalnya, yang disebabkan oleh ruptur aneurisma arteri karotis interna intrakavernosus, menyebabkan perubahan aliran vena tersebut, menimbulkan kemosis dan eksoftalmos.16

(16)

16 E. CAROTID CAVERNOUS FISTULA (CCF)

Carotid-cavernous fistule ( CCF ) adalah suatu hubungan atau

komunikasi abnormal yang spontan atau dapatan antara sistem arteri karotis yang memiliki tekanan tinggi dengan sistem vena kavernosa yang memilki tekanan rendah.1,2,3,4,5,6,7 CCF dikategorikan secara luas menjadi dua yaitu direk dan indirek. Direk CCF didefinisikan sebagai keadaan dimana terdapat hubungan langsung (direk) antara arteri karotis dan sinus kavernosus. Indirek CCF didefinisikan sebagai hubungan antara cabang meningeal arteri karotis interna atau eksterna dengan sinus kavernosus.14,15

CCF oleh Barrow dkk berdasarkan gambaran anatomi spesifik pada angiografi diklasifikasikan menjadi tipe A, B, C dan D. Tipe A adalah fistula direk antara arteri karotis interna dengan sinus kavernosus. Tipe B adalah adanya fistula indirek antara cabang meningeal arteri karotis interna dengan sinus kavernosus. Tipe C adalah adanya fistula indirek antara cabang meningeal arteri karotis eksterna dengan sinus kavernosus. Tipe D adalah fistula indirek antara cabang meningeal arteri karotis eksterna dan interna dengan sinus kavernosus.6,15 Sultan ahmad menjabarkan klasifikasi Barrow dengan versi yang berbeda yaitu tipe1, tipe 2, tipe 3 dan tipe 4 dengan definisi tipe 1 identik dengan tipe A, tipe 2 identik dengan tipe B, tipe 3 identik dengan tipe C dan tipe 4 identik dengan tipe D. Tipe A sering disebut juga direk shunt sedangkan tipe B, C dan D sering disebut dural atau indirek CCF. Direk CCF memberikan gambaran high flow sedangkan indirek memberikan gambaran low flow.6,15

(17)

17

Klasifikasi CCF berdasarkan pendekatan etiopatologi dibagi menjadi 4 tipe. Tipe 1 adalah direk CCF oleh karena trauma atau ruptur spontan arteri karotis interna oleh karena kolagenopati. Tipe 2 adalah CCF yang disebabkan oleh rupturnya aneurisma arteri karotis interna. Tipe 3 adalah CCF tipe dural dimana terdapat hubungan antara cabang meningeal arteri karotis interna dan atau karotis eksterna dengan sinus kavernosus. Tipe 4 adalah akibat gabungan antara tipe direk dan indirek.6

Penyebab tersering CCF adalah trauma yaitu sekitar 70 % sampai 90 % kasus. Direk CCF yang spontan terjadi pada keadaan defisiensi kolagen misalnya Ehler-Danlas Syndrome. Tipe indirek ( klasifikasi Barrow tipe B, C dan D ) sangat jarang disebabkan oleh trauma biasanya terjadi spontan, paling sering mengenai wanita usia dewasa muda kemungkinan akibat hipertensi sekunder atau faktor hormonal yang berhubungan dengan kehamilan dan menopause.6 Sinus kavernosus mengalirkan darah ke bulbus jugularis melalui sinus petrosus superior dan inferior. Vena regio serebri media aspek superfisialis mengalirkan darah melalui sinus sphenoparietalis kemudian ke sinus kavernosus. Vena optalmika superior dan inferior mengalirkan darah dari orbita ke sinus kavernosus. Adanya fistula memberikan aliran abnormal dengan resistensi rendah antara arteri karotis yang memiliki tekanan tinggi dan sistem vena dengan tekanan rendah. Jika penambahan aliran darah tidak bisa dikompensasi oleh vena basilar dan sinus petrosus, maka peningkatan tekanan intrasinus kavernosus disalurkan ke vena optalmika superior dan

(18)

18

inferior. Adanya aliran ini memberikan manifestasi klinis berupa kongesti vena, proptosis, pembengkakan palpebral, ulserasi kornea, eksoftalmus yang berdenyut, khimosis, glaukoma sekunder (9%) dan gangguan perfusi retina (30%) dengan gangguan visual (85%) dan hilangnya kemampuan melihat secara total (25%). Terjadinya diplopia diakibatkan adanya efek massa di dalam sinus kavernosus yang menyebabkan hipertensi vena dan edema muscular. Diplopia neuropati juga bisa terjadi akibat iskemia pembuluh darah yang memvaskularisasi nervus kranialis. Gejala dan tanda CCF tergantung ukuran, durasi, lokasi dan rute aliran vena ( draining vein

) dan jarang manifestasi klinis muncul beberapa saat setelah trauma.

Manifestasi klinis biasanya muncul setelah beberapa hari atau beberapa minggu sesudah trauma.6 Kejadian hipertensi vena pada kortek serebri jarang ditemukan dan meningkatkan resiko perdarahan intraserebri dan perdarahan subarachnoid dimana terjadi pada 6 % pasien. Fistula dengan kaliber yang besar dapat memberikan gambaran klinis yang akut dan berat. Arterial steal dapat menyebabkan hipoperfusi retina optik dan neuropati nervus kranialis III, IV, V dan VI dapat pula terjadi iskemia yang luas area serebrovaskuler besar tertentu yaitu pada pasien dengan sirkulasi kolateral yang kurang baik akibat aterosklerosis atau kelainan kongenital berupa sirkulus wilisi yang tidak terbentuk komplit. Indirek fistula memberikan gambaran klinis yang lebih ringan dengan perjalanan lambat bila dibandingkan dengan direk fistula.6

(19)

19

Digital substraction angiography (DSA) merupakan standar

referensi untuk mendiagnosa CCF. Pemeriksaan yang lain yang digunakan pada saat ini adalah Computed Tomography Angiography (CTA) dan

Magnetic Resonance Angiography (MRA). CTA dan MRA berguna untuk

melihat adanya jejas parenkim serebri, edema dan perubahan pada bola mata meliputi proptosis, dilatasi vena optalmika, bulging sinus kavernosus dan penebalan muskulus ekstraorbita.15

Insidensi CCF jarang terjadi tetapi merupakan salah satu komplikasi trauma yang penting. Diagnosis dini dan terapi yang sesuai penting untuk mencegah morbiditas dan mortalitas. Pilihan terapi telah diteliti beberapa dekade terakhir ini meliputi cara pendekatan endovaskuler dan pendekatan bedah. Terapi endovaskuler dengan pemasangan balon silikon atau tranversus coil embolization dinilai aman dan efektif. Pembedahan memiliki resiko yang tinggi meskipun dilakukan oleh tangan yang sudah ahli. Manajemen optimal CCF membutuhkan kerjasama antara ahli neurologi, ahli bedah saraf, ahli neuro-optalmologi dan ahli intervensional radiologi.6 Pemasangan balon silikon untuk penutupan CCF paling sering dilakukan. Balon dimasukkan melalui rute arteri dikembangkan pada daerah fistula guna menjaga patensi arteri karotis interna dan menutup fistula.15 Embolisasi koil merupakan teknik alternatif ketika pemasangan balon tidak berhasil. Prosedur ini dilakukan melalui rute vena melalui vena femoralis, kateter dimasukkan secara

(20)

20

selektif mencapai vena optalmika superior atau vena fasialis. Setelah mencapai sinus kavernosus koil dapat diberikan untuk menutup fistula.15

(21)

21 BAB III

LAPORAN KASUS

Dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 19 tahun dengan keluhan utama kelopak mata kanan atas menonjol. Pasien masuk melalui Instalasi Gawat Darurat RS Dr. Sardjito Yogyakarta (RSS) pada tanggal 8 oktober 2014 dengan riwayat post kecelakaan lalu lintas tiga tahun yang lalu, sempat tidak sadarkan diri selama lima hari. Kelopak mata kanan lama kelamaan semakin menonjol dan membesar sampai dengan sekarang. Status pemeriksaan jasmani didapatkan tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 81 kali/menit, respirasi 15 kali/menit dan suhu 36,8 C. Pemeriksaan status oftalmologi pada mata kanan ditemukan kelainan visus 2/60 disertai proptosis dan bruit, sedangkan mata kiri normal. Pemeriksaan penunjang laboratorium berupa fungsi hati, fungsi ginjal serta hematologi menunjukkan hasil yang normal.

Pasien tersebut memunyai riwayat pemeriksaan radiologi sebelumnya. Tanggal 6 september 2013 di sebuah rumah sakit di Surakarta dilakukan pemeriksaan CT scan kepala menggunakan kontras dengan permintaan klinis AVM post trauma arteri palpebra superior dextra. Hasil CT scan tersebut menyokong gambaran AVM arteri ophtalmica kanan cabang dari arteri carotis interna kanan yang menyebabkan protusi orbita kanan, venektasi vena jugularis interna, sigmoid sinus, transversal sinus dan superior sagital sinus kanan. Pasien dengan hasil tersebut kemudian melanjutkan pemeriksaan ke RSS. Pemeriksaan radiologi berikutnya dilakukan di RSS pada tanggal 9 mei 2014 dengan diagnosis CFF OD suspect post trauma, pemeriksaan tersebut berupa arteriografi carotis.

(22)

22

Hasil arteriografi carotis yaitu sesuai gambaran CCF dextra direct dengan stealing

phenomen. Tanggal 10 Oktober 2014 dilakukan tintakan intervensional radiologi

berupa embolisasi CCF dextra menggunakan balon dengan hasil post tindakan sudah tak tampak fistula dari arteri karotis interna dextra ke sinus kavernosus dan aliran ke arteri cerebri anterior dextra serta arteri cerebri media lancar. Kurang lebih sembilan jam setelah tindakan pasien mengedan untuk buang air dan kemudian pasien merasakan kelopak atas mata kanan kembali bengkak, kemudian esok harinya dilakukan foto kepala AP dan Lateral untuk melihat proyeksi balon tampak masih di proyeksi sinus kavernosus. Tanggal 12 Oktober 2014 dilakukan USG doppler konfirmasi dengan hasil CFM tampak warna aliran bercampur pada vena di palpebra maupun retro orbita yang mengindikasikan terbukanya kembali

(23)

23 BAB IV

PEMBAHASAN

Carotid Cavernous Fistula (CCF) merupakan hubungan yang tidak normal

antara arteri karotis dengan sinus kavernosus. Sekitar 70 % sampai 90% etiologi CCF adalah dari trauma basis kranii yang mengakibatkan robekan pada arteri karotis di dalam sinus kavernosus.16 Sinus kavernosus merupakan kompleks plexus dari sistema vena di dalam dura terletak bersebelahan dengan sinus sphenoidalis dan meluas dari sulcus foramen orbitalis ke apex tulang petrosus diantara periosteal dan lapisan meningeal dura.17 Batas-batas dari sinus cavernosus adalah pada batas atap terdapat procesus clinoidalis anterior dan posterior, uncus lobus temporalis, arteria carotis interna, N III dan IV. Dasar sinus terdapat great wing tulang spenoidalis. Dinding lateral terdapat dura, lobus temporalis, N III, IV, Va dan Vb. Dinding medial terdapat dura diatas spenoidalis, sella tursica, pituataria dan sinus spenoidalis. Dinding anterior terdapat ujung medial fisura orbital superior, vena Ophthalmica dan orbita. Dinding posterior terdapat dura fosa posterior, sinus petrosus superior dan inferior, pedunkulus serebri.17

Anatomi sinus kavernosus sungguh unik sebab hanya di lokasi tersebut arteri secara utuh melalui struktur vena. Sinus cavernosus menerima darah dari vena ophthalmica superior dan inferior. Seluruh sinus cavernosus di bungkus oleh jalinan filamen jaringan ikat untuk menghindadari aliran irreguler yang melewati sinus. Setelah masuk ke sinus cavernosus darah di alirkan melalui; sinus

(24)

24

sphenoparietalis, sinus petrosal superior, plexus basilaris dan plexus pterygoideus. Pada bagian anterior dan posterior sinus cavernosus kanan dan kiri di hubungkan oleh sinus circularis.18

Kurang lebih 75% CCFs telah dilaporkan akibat trauma cerebral yang biasanya di sebabkan oleh kecelakaan bermotor, perkelahian dan terjatuh mungkin juga berhubungan dengan fractur dasar tengkorak atau tulang wajah yang mengakibatkan luka tembus atau tidak. CCFs tipe A seperti pada pasien kasus ini , biasanya terjadi pada pria dewasa muda dan umumnya berhubungan dengan trauma.18,19

Keluhan pasien berupa kelopak mata bengkak dengan riwayat trauma kepala , serta pemeriksaan fisik di dapatkan proptosis dan penurunan visus sesuai dengan literatur. CCFs biasanya memberikan gejala trias khemosis yaitu; pulsatif, exopthalmus dan bruit okuler.18,20 Dan pasien biasanya datang berobat dengan keluhan pada mata seperti; mata merah, diplopia, bruit, gangguan visus, mata bengkak dan mungkin nyeri pada wajah.19 Pada pemeriksaan opthalmologi mungkin ditemukan: proptosis, pembengkakan pada kelopak mata, pulsasi pada mata dapat terlihat atau teraba, bruit okuler, konjunctivitis arterialisasi dan khemosis, exposure keratopathy, dilatasi vena retina, optic disc swelling, perdarahan intraretinal, perdarahan vitreous, retinopathy proliperatif, oklusi vensa central retina, peningkatan tekanan intraokuler, glaucoma neovascular, glaucoma sudut tertutup (kasus jarang; peningkatan tekanan vena orbital mengakibatkan iris dan khoroid kongesti dan bergesernya iris-lensa diafragma kearah depan).19

(25)

25

Penegakan diagnosis pada pasien dengan modalitas radiologi sangat penting sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. CT scan angiografi memegang peranan yang cukup penting karena merupakan lini pertama untuk diagnosis CCF dan tidak invasif.15 Gambaran CT scan pada pasien ini menunjukkan secara jelas gambaran CCF, hal tersebut sesuai dengan literatur dimana pada fase arteri sudah terlihat enhancing pada sinus kavernosus. Gambaran vena seperti pelebaran vena ophthalmic superior dapat juga terlihat, begitu pula drainase vena disekitarnya seperti sinus intercavernosa, pleksus basilar, sinus petrosal, sinus sphenoparietal dan sinus paracaverna.15

Penanganan segera pada traumatic CCF (type A) diperlukan , karena kesembuhan secara spontan sangat jarang terjadi, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kebutaan permanen dan atau perdarahan otak.21 Sering kali diagnosa CCF sangat terlambat sehingga penanganan menjadi terlambat juga yang akan menyebabkan terjadi gangguan penglihatan yang permanen. Padahal dengan kemajuan tehnologi CCF dapat ditangani tanpa melalui bedah (open surgery), cukup menutup fistula hanya dengan balloon detachable ,Michael MHT et al melaporkan angka keberhasilan mencapai 75 % mempertahankan patensi carotis interna .22

Diagnostik CCF dilakukan dengan angiografi cerebral via arteri femoralis dalam bius lokal ,dengan dan tanpa penekanan sisi lesi dari karotis interna untuk menentukan lokasi ,ukuran , arus ,drainase vena yang terlibat serta berfungsinya arteri communicant anterior dan posterior dari circulus Wilisi. Embolisasi dilakukan dengan GoldBal detachable balloon latex ( Balt Montmorency ,

(26)

26

France) , dengan ukuran balon sesuai dengan ukuran fistula yang didapat

(GoldBal 1 – 4).

Bila circulus Wilisi baik , main carotid artery yang bersangkutan dapat diembolisasi; bila tidak maka harus diusahakan agar hanya fistula yang diembolisasi . Detachable balloon yang dipakai pada pasien ini adalah GoldBal 2 dan berhasil dipasang pada fistula. Embolisasi direct CCF menggunakan balloon detachable mempunyai tingkat keberhasilan sebesar 80 % dengan arteri carotis interna dapat dipertahankan patensinya , 55 % antaranya adalah traumatic CCF.22 Penyebab kegagalan dari terapi ini karena masuknya balon terlalu kecil ke sebuah vena atau karena spikula tulang yang dapat menusuk balon tersebut. Balon sendiri berfungsi hanya sebagai sebuah penyumbat dari fistula. Komplikasi umumnya sangat jarang . Komplikasi dapat terjadi akibat tehnik kateterisasi antara lain disekting arteri carotis, lepasnya trombus atau embolus, lepasnya balloon detachable yang dini atau pecahnya balon , reaksi alergi terhadap bahan kontras atau latex dari balon .

Evaluasi post embolisasi yang direkomendasikan adalah pemeriksaan USG karena bersifat non invasif dan memungkinkan untuk dilakukan evaluasi secara terus menerus, sedangkan penggunaan foto kepala pada kasus ini sebagai evaluasi dimaksudkan untuk melihat letak proyeksi balon. USG transkranial berguna untuk melihat masih adakah pelebaran vena opthalmica superior dan gambaran CFM mosaik sampai retro orbital disertai dengan perubahan spektral

doppler karena langsung berhubungan dengan arteri carotis interna.23 Evaluasi pada pasien kasus ini juga dilakukan ultrasonografi dengan hasil didapatkan

(27)

27

gambaran mosaik pada CFM vena opthalmica superior maupun di retro orbita. Gambaran spektral analisis juga diperlukan untuk penegakan diagnosis CCF, potongan transtemporal dapat memperlihatkan mosaic flow di sinus kavernosus dengan spektral high-velocity dengan low-resistance turbulent flow. Transorbital ultrasounografi memperlihatkan pelebaran vena opthalmica superior dengan

arterialized reverse-flow direction, sedangkan transforaminal memperlihatkan

(28)

28 BAB V

KESIMPULAN

Dilaporkan sebuah kasus embolisasi dengan menggunakan balon pada pasien Carotid Cavernous Fistula (CCF). Modalitas radiologi yang dipergunakan pada kasus ini adalah CT scan angiografi, Intervensional Radiologi, Foto Kepala dan Ultrasonografi.

Gambaran CT scan angiografi kepala mendukung hasil arteriografi carotis yaitu direk CCF. Embolisasi dengan menggunakan balon mempunyai tingkat keberhasilan yang cukup tinggi, tetapi pada pasien ini mengalami kebocoran berdasarkan hasil evaluasi dari pemeriksaan ultrasonografi meskipun gambaran balon pada foto polos masih mengembang di proyeksi sinus kavernosus.

(29)

29 DAFTAR PUSTAKA

1. Karanan B, Dev J. Carotid-Cavernous Fistule: Various Presentation and Treatment Approaches: Result in 25 cases. Journal of Clinical and Diagnostic Research 2010; 4:2790-6

2. Ahmad S, Khalil M, Malik TG, Shafique MM, Farooq K. Carotid-Cavernous Sinus Fistula with Non-Pulsatile Exopthalmus. J. Opthamol 2007;23(4):227-30

3. Halbach van V, Hieshima B, Highasida RT, Reicher M. Carotid-Cavernous Fistule: Indication for Urgent Treatment. AJR 1987;149:587-93

4. Lore F, Polito E, Cerase A, Braco S, Lofredo A, Pichierri P, et al. Clinical case Seminar. Carotid Cavernous Fistula in Patient with Garves Opthalmopathy. J Clin Endocrinol Metabolisme 2003;88(8):3487-90

5. Razeghnejad MR, Tehrani MJ. Sudden Onset and Blinding Spontaneus Direct Carotid-Cavernous Fistula. J Opthalmic Vis 2011;6(1):50-53

6. Swonkeen H, Bova D, Origitano TC, Petruzelli GJ, Leonetti JP. Case report. Carotid-Cavernous Fistulas: Pathogenesis and Routes of Approach to Endovaskular Treatment. Skull Base 2001;11(3):207-18

7. Bhatti A, Raza S, Bari E, Enam A, Hag T, Sajjad Z. Traumatic Carotid-Cavernous Fistula: Clinical Presentation and Outcome. Pak J Neurology Sci 2007;2(4):213-16

8. Miller NR. Diagnosis and management of dural carotid-cavernous sinus fistulas. Neurosurg Focus 2007;23:13.

(30)

30

9. Coscun O, Hamon M, Catroux G, Gosme L, Courtheoux P, Theron J. Carotid-Cavernous Fistulae: Diagnosis with Spiral CT Angiography. ANJR 2000;21:712-16

10. Uflacker R . Atlas of Vascular Anatomy : An Angiographic Approach, 2nd Edition. Sao Paolo, Lippincott Williams & Wilkins 2007 : 6-69

11. Harnsberger R, Osborn AG, Ross J, Mc Donald A. Diagnostic and Surgical Imaging Anatomy, 1st Edition. Canada, Amirsys 2002 : 274-363

12. Grainger RG, Allison DJ. Skull and Brain : Methods of Examination and Anatomy. Diagnostic Radiology : A Textbook of Medical Imaging, 5th Edition. Philadelphia, Churcill Livingstone 2008 : 1245-70

13. Baehr M. Diagnostik neurologi Duus : Anatomi, fisiologi, tanda, gejala.Alih bahasa alifa dimanti. Editor bahasa Indonesia : Wita.J.Suwono.Ed.4. Jakarta,EGC 2010 : 385-91

14. Chen CC, Chang PCT, Shy CG, Chen WS, Hung HC. CT Angiography in Evaluation of Carotid-Cavernous Fistula Prior to Embolization: A Comparison and Techniques. ANJR 2005;26:2349-56

15. Coscun O, Hamon M, Catroux G, Gosme L, Courtheoux P, Theron J. Carotid-Cavernous Fistulae: Diagnosis with Spiral CT Angiography. ANJR 2000;21:712-16

16. Chaudhry IA, Elkhamry SM, Bosley TM. Carotid Cavernous Fistula : Ophthalmological Implications. Middle East Afr J Ophthalmol. 2009; 16(2) : 57-63

(31)

31

17. Lane B, Moseley I.F and Stevens J.M : The skull and brain. Methods of examination diagnosic approach. Diagnostic Radiology, A Textbook of Medical Imaging, Garainger & Allison’s 3th Edition, Volume 3 . 1997

18. Koenigsberg A.R : Carotid-cavernous Fistula. Emedicine, December 13, 2002.

19. Scott I.U : Fistula, Carotid Cavernous. Emedicine, Last Updated: February 4, 2005.

20. Kobayashi N. et al : Endovaskuler Treatment Strategy for Direct Carotis-Cavernous Fistula Resulting from Rupture of Intracavernous Carotid Aneurysms. AJNR Neuroradiol 2003; 24:1789-96

21. Halbach VV, Higashida RT, Hieshima GB, Hardin CW, Yang PJ. Transvenous embolization of direct carotid cavernous fistulas. AJNR Am J Neuroradiol 1988;9:741–7

22. Michael MHT, Cheng-Y C, Jen-H C, Jiing-F L, Chao-B L, Shing-S C, Feng-C Feng-C and Wan-YG . Double-balloon Technique for Embolization of Feng-Carotid Cavernous Fistulas . AJNR Am J Neuroradiol 2000; 21:1753–6

23. Chen YW, Jeng JS, Liu HM, Hwang BS, Lin WH, Yip PK. Carotid and Transcranial Color-Coded Duplex Sonography in Different Types of Caroid Cavernous Fistula. Stroke 2000;3:701-6

(32)

32 LAMPIRAN

a.

b.

(33)

33

Gambar 2 : Skema diagram anatomi dari vaskularisasi di dasar kepala (tampak superior). 1. Vena oftalmikus superior, 2. Sinus intercavernosus anterior, 3. Vena oftalmikus inferior, 4. pleksus pterygoideus, 5. Vena meningeal media, 6. Sinus petrosal superior, 7. Sinus petrosal inferior, 8. Pleksus venosus basilaris, 9. Sinus transversus, 10. sinus intercavernosus posterior, 11. sinus cavernosus, 12. sinus sphenoparietal. 9

Gambar 3 : CT scan potongan coronal, tampak gambaran vena optalmikus superior kiri yang membesar dan berkelok-kelok (panah). (Imaging of Orbital Trauma. RadioGraphics, 28. October 2008; 1729-39)

(34)

34

a. b.

c.

Gambar 4 : Laki-laki 16 tahun dengan klinis exoptalmos, bruit, tinnitus setelah trauma. (a) CT scan potongan axial tampak dilatasi vena periorbital dan vena opthalmikus superior kiri dan dilatasi sinus cavernosus kiri. (b) CT potongan sagital tampak gambaran hubungan antara a. Carotis interna segmen cavernosus dengan sinus cavernosus (panah). (c) angiografi a. Carotis interna kiri, potongan lateral tampak gambaran carotid cavernous fistula. Kubal WS. (Imaging of Orbital Trauma. RadioGraphics, 28. October 2008; 1729-39)

(35)

35

Gambar 5: Gambaran CCF pada CTA Pasien

Gambar 6 : Hasil Arteriografi di RSS : sesuai gambaran CCF dextra direct dengan stealing phenomen.

(36)

36

Gambar 7 : hasil post tindakan sudah tak tampak fistula dari arteri carotis interna dextra ke sinus cavernosus dan aliran ke arteri cerebri anterior dextra serta arteri cerebri media lancar.

Gambar

Gambar 1: (a) dan (b) Skematis anatomi sinus cavernosus  9
Gambar  3  :  CT  scan  potongan  coronal,  tampak  gambaran  vena  optalmikus  superior  kiri  yang  membesar  dan  berkelok-kelok  (panah)
Gambar  4  :  Laki-laki  16  tahun  dengan  klinis  exoptalmos,  bruit,  tinnitus  setelah  trauma
Gambar 6 : Hasil Arteriografi di RSS : sesuai gambaran CCF dextra direct dengan  stealing phenomen
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Darah arterial untuk suplai otak masuk ke dalam rongga kranial melalui 2 pasang pembuluh darah yang besar yaitu arteri karotis interna, yang merupakan cabang dari common

Aorta Abdominalis pada bagian ujung bercabang menjadi Arteri Coccigea yang berfungsi mensuplai sepanjang ekor dan biasanya digunakan untuk mengambil darah pada

 Arteri koroner kanan dan cabang-cabangnya membawa darah ke atrium kanan, ventrikel kanan dan bagian dinding belakang dari ventrikel kiri..  Arteri koroner kiri dan cabang2nya

• Arteri mesenterica superior Suplai darah pd bagian distal duodenum, jejenum, ileum , caecum, appendiks, colon ascenden dan sebagian besar colon transversum • Arteri mesenterica