• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KANKER PAYUDARA

SKRIPS

I

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

Diajukan oleh :

Yustina Permanawati

F 100 050 056

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

1

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena penyakit kanker dewasa ini terus meningkat dan telah merenggut banyak nyawa. Berita itu dapat dilihat di media massa baik itu media cetak maupun elektronik. Membayangkan menderita kanker tentu sangat

menakutkan bagi seseorang. Tetapi memang ada alasan yang cukup kuat untuk takut, karena penyakit kanker merupakan penyebab kedua kematian di Amerika

Serikat di samping penyakit jantung, dan penyebab kematian ke enam di Indonesia. Banyak jenis kanker yang bisa dihindari, yaitu dengan deteksi dini serta pencegahan-pencegahan, sehingga angka kejadian kanker bisa dikurangi

(Dalimartha,2004). Akan tetapi pemahaman masyarakat yang masih rendah dan rasa takut terhadap kanker menjadi salah satu penyebab mengapa penderita kanker

baru memeriksakan penyakitnya setelah memasuki stadium lanjut.

Menurut WHO (World Health Organization) kanker merupakan masalah penyakit utama di dunia. Kasus kanker baru tiap tahun didiagnosis 7 juta, 50%

terdapat di negara-negara berkembang, dan 5 juta orang meninggal akibat kanker. Data prevalensi menunjukkan14 juta penduduk mendapat kanker . Di

negara-negara maju orang yang meninggal akibat kanker terdapat 67% pada laki-laki dan 59% pada perempuan. Di seluruh dunia 8% kematian disebabkan oleh kanker, sedang di negara-negara yang telah berkembang seperti Eropa angka itu jauh lebih

(3)

menurut catatan Departemen Kesehatan penderita kanker setiap tahunnya diperkirakan 100 penderita baru diantara 100.000 penduduk. Dengan jumlah

penduduk 200 juta, maka diperkirakan setiap tahunnya ditemukan sekitar 200.000 penderita kanker baru di Indonesia (Mer dalam Susanto, 2008).

Kanker ada beberapa jenis, diantaranya adalah kanker serviks, kanker ovarium, kanker endometrium, kanker prostat, kanker testis, kanker tiroid, kanker hati, kanker paru, kanker tulang, kanker kulit, dan kanker payudara (Mangan,

2003). Salah satu jenis kanker yang dibahas dalam penelitian ini adalah kanker payudara. Kanker payudara adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan

payudara. Kanker ini bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara (Mardiana, 2004). Kanker payudara merupakan penyakit yang paling ditakuti oleh kaum wanita di Indonesia.

Kanker payudara merupakan kanker kedua penyebab kematian setelah kanker mulut rahim atau leher rahim.

Payudara adalah salah satu dari ciri-ciri seks sekunder yang mempunyai arti penting bagi wanita, tidak hanya sebagai salah satu identitas bahwa ia seorang wanita melainkan mempunyai nilai tersendiri baik dari segi biologis, psikologis,

psikoseksual maupun psikososial (Hawari, 2004). Payudara merupakan salah satu organ yang menjadi identitas kesempurnaan seorang wanita. Jika organ tersebut

terserang kanker maka kesempurnaan seorang wanita menjadi berkurang (Mardiana, 2004).

Kanker payudara merupakan 1-3 persen penyebab kematian pada wanita di

(4)

bahwa kanker payudara sebagai pembunuh nomor 2 setelah kanker leher rahim dan kasusnya terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Di Amerika Serikat

terdapat 180.000 kasus baru per tahun, di Netherlands terdapat 91 kasus baru setiap 100.000 penduduk dan di Indonesia sendiri diperkirakan 10 dari 100.000

penduduk terkena kanker payudara (Idh dalam Susanto, 2008). Penderita penyakit kronis biasanya memiliki perasaan takut, cemas, dan khawatir hal ini umumnya ditunjukkan pada penderita kanker (Purba, 2006). Kanker dalam

pertumbuhannya tidak terbatas pada organ tempat asalnya tumbuh, tetapi dapat menyebar ke organ-organ lainnya dalam tubuh serta sangat membahayakan dan

bila tidak segera diobati, cepat atau lambat akhirnya akan mematikan penderita. Tidak dapat dipungkiri bahwa sampai saat ini kanker payudara masih sangat ditakuti oleh wanita. Hal ini wajar karena kanker payudara merupakan

penyebab utama kematian. Belum ada data statistik yang akurat di Indonesia, namun data yang terkumpul dari rumah sakit menunjukkan bahwa kanker

payudara memiliki presentasi tertinggi di antara kanker lainnya pada wanita. Di Amerika Serikat 44.000 pasien meninggal karena penyakit ini setiap tahunnya, sedangkan di Eropa lebih dari 165.000. Setelah menjalani perawatan, sekitar 50%

pasien kanker payudara stadium akhir hanya bertahan hidup selama 18-30 bulan (Ariestanie, 2008).

Selain sebagai penyebab kematian terbesar bagi wanita, kanker payudara sangat ditakuti karena payudara bagi wanita bukan hanya organ yang memiliki fungsi biologis semata melainkan juga memiliki fungsi psikologis dan psikososial.

(5)

melainkan juga merupakan daya tarik seksual seorang wanita dan merupakan daerah erogen yang amat peka untuk membangkitkan birahi (sensasi-sensasi

sensual). Oleh karena itu, operasi pengangkatan payudara sebagai salah satu prosedur pengobatan terhadap kanker payudara dapat menimbulkan dampak

psikologis yang besar bagi seorang wanita. Berbagai ketakutan akan timbul dalam benak mereka. Perasaan bahwa diri tak lagi sempurna sebagai wanita, ketakutan bahwa suami atau pasangan mereka akan berselingkuh dan meninggalkan mereka yang tidak ”utuh” lagi, dan kecemasan menghadapi operasi

seringkali membuat mereka berpikir seribu kali sebelum memutuskan untuk

melakukan operasi pengangkatan payudara. Hal tersebut mengakibatkan sebagian besar wanita memilih untuk mencari jalan alternatif yang tidak mengharuskan mereka melakukan operasi pengangkatan. Sayangnya, kebanyakan dari mereka

yang mencari jalan alternatif justru menghabiskan waktu dan pada akhirnya mereka kembali ke rumah sakit dengan stadium yang sudah lanjut dan prognosis

yang buruk hingga mempersulit upaya pengobatan (Hawari, 2004). Ada tiga fase reaksi emosional penyandang kanker ketika mengetahui bahwa penyakit yang dideritanya sudah stadium lanjut. Fase pertama, penyandang kanker akan

merasakan shock mental ketika dirinya diberitahu tentang penyakitnya, yaitu kanker. Pada fase kedua, penyandang kanker akan diliputi rasa takut dan depresi.

Dan pada fase ketiga, akan muncul raksi penolakan dan kemurungan, tidak yakin bahwa dirinya menderita kanker. Terkadang penyandang kanker menjadi panik dan melakukan hal-hal yang tidak berarti dan sia-sia. Setelah fase ini berlalu,

(6)

jalan hidupnya telah berubah. Sebagian penyandang kanker telah berpikir dan merasa lebih realitis dan mempercayakan sepenuhnya kepada dokter untuk

kelanjutan pengobatan (Hawari, 2004).

Sarafino (dalam Smet,1994) mengatakan bahwa perubahan dalam

kehidupan merupakan salah satu pemicu stres. Sarafino dan Taylor (dalam Smet, 1994) mengatakan bahwa keadaan stres dapat menghasilkan perubahan, baik secara fisiologis maupun psikologis, yang mengakibatkan berkembangnya suatu

penyakit. Stres juga secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesakitan dengan cara merubah pola perilaku individu. Hal ini jelas menunjukkan adanya keadaan

stres akan memperburuk kondisi kesehatan penderita dan menurunkan kualitas hidupnya.

Bertolak dari kenyataan bahwa stres yang dialami seseorang ternyata lebih

disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang tidak menyenangkan dalam menghadapi stresor kehidupan, kecenderungan berpikir seseorang baik positif

maupun negatif akan membawa pengaruh terhadap penyesuaian dan kehidupan psikisnya. Menurut Prihartanti (2004), bagi sebagian individu, peristiwa-peristiwa hidup yang sering dirasakan sebagai peristiwa yang menekan dapat

mengakibatkan terjadinya gangguan emosional, seperti depresi atau kecemasan yang berlebihan. Namun bagi sebagian individu yang lain bisa saja tidak terjadi

gangguan psikologis dan justru akan mengalami pertumbuhan pribadi. Menurutnya pemahaman mengenai sifat kehidupan akan membawa seseorang pada pengembangan tujuan hidup yang meliputi aspek psikologis, sosial, dan

(7)

Dalam memandang kehidupan, seseorang biasanya selalu terfokus pada sisi negatif dari kehidupannya sehingga tiada rasa syukur dan menimbulkan

ketidakpuasan dalam dirinya (Myers dan Diener dalam Lewis dan Jones, 2002). Seiring dengan kebutuhan masyarakat untuk melihat kehidupan lebih positif dan

optimis maka penelitian psikologi menggunakan paradigma psikologi positf pun semakin berkembang dan mulai banyak dilakukan. Perkembangan psikologi positif tentu menggembirakan, sebab dapat mengubah stigma yang ada dalam

masyarakat bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit kejiwaan. Bahasan dalam psikologi positif yang marak dibicarakan akhir-akhir ini adalah

kesejahteraan subjektif (subjective well-being), kesejahteraan emosi (emotional well-being), dan kesejahteraan psikologis (psychological well-being).

Individu yang mempunyai tingkat kesejahteraan subjektif yang tinggi pada

umumnya memiliki sejumlah kualitas yang mengagumkan (Diener, Suh, dan Oishi, 1997). Individu ini akan lebih mampu mengontrol dirinya dan menghadapi

berbagai peristiwa dalam hidup dengan lebih baik. Namun individu dengan kesejahteraan subjektif yang rendah akan memandang rendah hidupnya dan menganggap peristiwa yang terjadi sebagai hal yang tidak menyenangkan

sehingga muncul emosi yang tidak menyenangkan seperti kecemasan, depresi, dan kemarahan (Myers dan Diener dalam Hidayati, 2008).

Konsep kesejahteraan subjektif menurut Diener, Suh, dan Oishi (1997) yaitu evaluasi yang dilakukan seseorang terhadap kehidupannya yang bersifat kognitif dan afektif. Evaluasi bersifat kognitif meliputi bagaimana seseorang

(8)

kegembiraan, kasih sayang serta jarang merasakan emosi negatif seperti kesedihan dan amarah. Sedangkan evaluasi bersifat afefktif yaitu bagaimana individu

bereaksi terhadap suatu kejadian dalam hidupnya.

Hal-hal yang dapat mempengaruhi kesejahteraan subjektif dibagi menjadi

dua, yaitu faktor utama dan faktor pendukung. Faktor utama adalah segala kebutuhan dan harapan dalam diri seseorang yang dapat membuatnya melakukan tindakan dan akan merasa puas jika dia dapat memenuhi kebutuhan dalam dirinya

dan mencapai harapan yang dicita-citakannya. Sedangkan dukungan sosial dan pengalaman hidup merupakan faktor pendukung yang mempengaruhi

kesejahteraan subjektif seseorang. Lewis dan Jones (2002) menyatakan bahwa kesejahteraan subjektif dipengaruhi oleh harapan dalam kehidupan, nilai yang dipercayai sebagai pribadi dan pengalaman hidup yang dialami dalam kehidupan.

Kesejahteraan subjektif pada penyandang kanker payudara ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengelola perasaan yang kurang atau bahkan tidak

menyenangkan menjadi perasaan yang menyenangkan. Menjadikan penyakit yang ada dalam dirinya sebagai suatu proses hidup yang harus dijalani, dan berusaha untuk tetap optimis dalam menghadapi penyakitnya. Untuk itu

diperlukan dukungan yang positif dari lingkungan sosial penyandang kanker payudara untuk mencapai kesejahteraan subjektif.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah yang penulis temukan disini adalah: ” Bagaimana Kesejahteraan Subjektif pada

(9)

melakukan penelitian dengan judul: Kesejahteraan Subjektif pada Penyandang Kanker Payudara.

B. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan Kesejahteraan Subjektif pada Penyandang Kanker Payudara.

C. Manfaat Penelitian

Penulis berharap agar data empirik yang diperoleh dari hasil penelitian ini bisa memberikan manfaat bagi:

1. Pimpinan RSUD Dr. Moewardi Surakarta, untuk memberikan informasi

kepada karyawan tentang pentingnya pemberian harapan kepada pasien kanker payudara, serta upaya apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan

semangat hidup penyandang kanker payudara;

2. Dokter spesialis dan perawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pentingnya pemberian

harapan kepada pasien kanker payudara, serta upaya apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan semangat hidup penyandang kanker payudara;

(10)

4. Keluarga, memberikan wacana mengenai bagaimana pengaruh keluarga bagi penyandang kanker dan bagaimana sebaiknya keluarga menyikapi anggota

keluarga lain yang menyandang kanker payudara;

5. Masyarakat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wacana bagi

masyarakat dalam menyikapi penyandang kanker payudara;

Referensi

Dokumen terkait

1) Penelitian yang dilakukan oleh Hana Yunita (2010) Hubungan antara Manajemen Diri dengan Tingkat Kecemasan pada Penderita Hipertensi. Pada penelitian ini subyek

Bagian pertama tentang pendekatan dalam kajian etika komunikasi yaitu pendekatan kultural guna menganalisis perilaku pelaku profesi komunikasi dan pendekatan strukrural

Saya hanya bisa berandai: kalaupun ada yang berniat menyebut nama Siauw Giok Tjhan dalam sejarah Indonesia saat itu, tentunya akan dicatat sebagai salah satu kriminal

thuringiensis H-14 strain lokal yang telah dibiakkan dalam buah kelapa menunjukkan penurunan kepadatan larva Anopheles sp dan Culex sp serta efektivitas yang tidak

KEEMPAT : Taman di Perairan Teluk Moramo di Provinsi Sulawesi Tenggara sebagaimana dimaksud diktum KETIGA dengan batas koordinat sebagaimana tercantum dalam

Siklus II Pelaksanaan penelitian tindakan kelas menggunakan Model projek dalam pembelajaran menulis descriptive bahasa inggris diharapkan dapat meningkatkan keterampilan

Tingkat pencemaran tanah ditentukan oleh peruntukan tanah, jenis tanah, jumlah bahan kimia dalam tanah (alamiah), jumlah partikel tanah, jenis tanah, jumlah bahan kimia

Gambar 2 adalah hasil konsultasi pada sistem pakar identifikasi hama kelapa sawit yang menampilkan hasil konsultasi user berupa identifikasi hama yang menyerang tanaman