• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya setiap aspek dalam kehidupan manusia tidak lepas dari simbol, simbol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya setiap aspek dalam kehidupan manusia tidak lepas dari simbol, simbol"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Simbol

Pada dasarnya setiap aspek dalam kehidupan manusia tidak lepas dari simbol, simbol sebagai bentuk manusia untuk menyampaikan hal lainnya. Salah satu kebutuhan pokok manusia, seperti dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolis atau penggunaan lambang (Mulyana, 2008, p. 92) ). Penggunaan simbol oleh manusia sebagai pembeda manusia dengan makhluk lain karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang menggunakan simbol. Ernest Cassirer mengatakan bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum (Mulyana, 2008, p. 92). Simbol dapat berupa banyak bentuk baik kata, tanda, lukisan, gerak tubuh, ekspresi dan sebagainya. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek makna yang disepakati bersama (Mulyana, 2008, p.

92).

Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang (Mulyana, 2008, p. 92) . Manusia tidak dapat dipisahkan dengan simbol, simbol sebagai alat atau praktik dalam kehidupan manusia. Manusia melihat lambang atau tanda memiliki nilai dan tujuan, serta norma untuk membatasi perilaku manusia, dan sebagai sebuah representasi dalam memahami dunianya. Adanya simbol yang digunakan manusia mampu mengembangkan Bahasa dan bagaimana manusia dalam berhubungan. Susanne K. Langger menyatakan bahwa substansi dari sebuah tindakan merupakan simbolisasi oleh manusia dalam buku berjudul Philosophy in New Key (1954).

(2)

Simbol sebagai bentuk perwakilan dalam setiap aktivitas manusia. Simbol bekerja secara kompleks yakni dimana seseorang berpikir mengenai sesuatu yang terpisah dari kehadiran segera suatu benda. Menurut Langer binatang dalam kehidupannya diatur oleh perasaan (feeling) mereka sedangkan dalam kehidupan manusia membutuhkan lebih dari itu yakni simbol, konsep dan bahasa. Binatang memberikan respon terhadap tanda, sedangkan manusia membutuhkan lebih dari sekedar tanda yakni simbol. Simbol ada dalam konsep yang dibangun manusia di dalam pikirannya. Dillistone menyebutkan bahwa fungsi simbol merangsang daya imajinasi, dengan menggunakan sugesti, asosiasi dan relasi (Dilistone, 1986). Simbol memiliki kemampuan dalam mengartikulasikan bentuk dari sebuah perasaan yang diproyeksikan dalam menyampaikan pesan emosional dan perseptif (Van Roo, 1972, p. 623). Dalam hal ini seni, mitos, dan ritual termasuk dalam bentuk ungkapan perasaan manusia yang sangat subjektif dibandingkan kata dalam bahasa yang digunakan manusia.

Simbol ada dalam pikiran manusia, pikiran manusialah yang membentuk simbol bagaimana manusia merepresentasikan sesuatu. Manusia menganggap kebutuhan akan simbol sebagai hal yang penting, sama pentingnya dengan kebutuhan pada air dan makan. Manusia mengarahkan dunia fisik dan sosial melalui simbol dan maknanya. Mulyana mengungkapkan bahwa lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang lain yang didasarkan pada kesepakatan (Mulyana, 2008, p. 92). Artinya simbol pada dasarnya tidak menunjukkan suatu yang bukan dirinya seindiri, atau luar dari sesuatu itu. Hampir semua bagian dalam kehidupan manusia adalah simbol, bagaimana setiap manusia merepresentasikan sesuatu berdasarkan apa yang telah disepakati bersama. Lambang adalah salah satu kategori tanda (Mulyana, 2008, p. 92) . Tanda sebagai stimulus yang menandakan kehadiran sesuatu, maka simbol adalah sebuah ide atau konsep tentang suatu hal tanpa harus benar-benar hadir dan

(3)

menampakkan bentuknya (Adam dan Galanes, 2003, p. 51). Makna sebenarnya ada dalam kepala manusia, bukan terletak pada simbol, manusialah sebagai pemberi makna dalam simbol. Dengan kata lain, sebenarnya tidak ada hubungan yang alami antara lambang dengan referent (objek yang dirujuknya) (Mulyana, 2008, p. 97).

Victor Turner mengutarakan bahwa “Makna simbol tidaklah sama sekali tetap, makna- makna baru dapat saja ditambahkan oleh kesepakatan kolektifpada bagian-bagian simbol yang lama” (Dilistone, 1986, p. 114). Dalam hal ini simbol memunculkan konsep atas sesuatu bukan dalam bentuk aslinya. Dimana simbol yang bersifat diskursif dapat berubah makna dari satu makna ke makna yang lain. Makna yang diberikan dari suatu simbol dapat berubah seiring berjalannya waktu. Simbol secara fleksibel dapat merubah makna sekaligus. Contohnya pada warna kulit, pada zaman Veblen kulit berwarna coklat tua pada bule, warna coklat tua menandakan bahwa orang tersebut sering bekerja di luar rumah atau bekerja di ladang, namun sekarang warna kulit coklat dinilai karena sering liburan dan menikmati panas matahari dengan berjemur. Pemaknaan terhadap sesuatu juga dapat berubah dari waktu ke waktu.

Tanda sebagai bagian dari simbol, tanda ada karena manusia memberikan simbol atas sesuat SR Swiaatecka menjelaskan bahwa simbol pada dasarnya mengambil bagian dalam apa yang diwakilinya dan dengan demikian memiliki keterkaitan yang menjadikan itu menjadi simbol itu lain dari pada yang lain (Dilistone, 1986, p. 60) . Simbol mengarah pada konsep atas sesuatu bukan pada objeknya secara langsung. Selain itu menurut Dillistone, simbol tidak mengambil bagian dalam realitas atau sesuatu yang ditunjuk itu (Dilistone, 1986, p. 60) . Tanda dan objek memiliki hubungan asosiasi yang sederhana dimana saat tanda diperlihatkan maka akan merujuk pada objeknya secara langsung. Misalnya, langit yang mendung maka setelahnya akan hujan. Langit yang mendung menandakan akan segera turun hujan, hujan ada karena langit

(4)

mendung. Susanne juga menjelaskan perbedaan antara simbol dan tanda, mengatakan “symbol are not proxy for their objects, but are vehicles for the conception of object” (Susanne Langer, 1954, p. 49).

2.2 Teori Interaksi simbolik

Aktivitas manusia dalam hubungan dan tindak sosial di lingkungannya menjadi dasar bagi manusia untuk memahami dan memaknai tentang sesuatu yang terjadi pada dirinya. Carter dan Fuller menyatakan bahwa interaksi adalah hal yang sangat penting, karena interaksi sendiri berfungsi sebagai proses pembentuk sebuah kelompok sosial dan masyarakat (Ahmadi, 2005) . Teori interaksi simbolik menekankan pada dua hal, 1) manusia dalam masyarakat tidak pernah lepas dari interaksi social, 2) interaksi sosial dalam masyarakat diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol tertentu yang cenderung dinamis. Soeprapto menjelaskan bahwa teori interaksi simbolik mengasumsikan bahwa individu-individu melalui aksi dan interaksinya yang komunikatif, dengan memanfaatkan simbol-simbol bahasa serta isyarat lainnya –yang akan mengkonstruk masyarakatnya, (Ahmadi, 2005) . Selain itu menurut Fisher, interaksi simbolik adalah teori yang melihat realitas sosial yang diciptakan manusia (Ahmadi, 2005). Setiap bentuk interaksi sosial dimulai dan berakhir dengan mempertimbangkan diri manusia (Ahmadi, 2005) . Manusia untuk berinteraksi dalam masyarakat sosial harus memahami dirinya sendiri untuk dapat memahami orang lain.

Pada interaksi sosial manusia dijadikan stimulus bagi manusia lain. Interaksi sosial erat kaitannya dengan simbol yang digunakan. Simbol yang digunakan dalam berinteraksi memiliki makna, tujuan, dan sikap yang diproduksi lawan bicara dan dikembalikan lagi oleh penerima pesan. Apabila manusia tidak memahami simbol dalam berinteraksi maka komunikasi bisa disebut tidak efektif. Littlejohn menyatakan bahwa seorang manusia tidak berjalan sendirian

(5)

tetapi berlandaskan pada makna atas tindakan dan simbol yang dipelajari dalam hubungan interaksinya dengan manusia lain (Ahmadi, 2005). Simbol yang digunakan dalam interaksi sosial disepakati bersama baik dalam skala besar maupun kecil. Simbol yang digunakan dapat berupa Bahasa, tulisan, karya seni, dan sebagainya.

Pemaknaan simbol dalam interaksi sosial tidak lepas dari bagaimana manusia merepresentasikan sesuatu berdasarkan apa yang dipikirkan. Blumer berpendapat tanggapan seseorang, tidak dibuat secara langsung atas tindakan itu, tetapi didasarkan atas “makna” yang diberikan (Ahmadi, 2005) . Herbert George Blumer merupakan pelopor dari Mazhab Chicago mengenai interaksi simbolik. Menurut Blumer manusia tidak dapat diteliti seperti pada benda mati. Blumer lebih menekankan pada pengamatan peneliti, seorang peneliti harus memahami nilai pada setiap orang, terlibat secara langsung pada pengalamannya, dan memiliki empati pada pokok materi.

Interaksi didasarkan atas penggunaan simbol, penafsiran, dan penemuan makna tindakan orang lain. Menurut Blumer, actor akan memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan, dan mentransformasikan makna sesuai situasi dan kecenderungan tindakannya, (Basrowi dan Sukidin, 2002). Selain itu Blumer mengatakan bahwa individu bukan dikelilingi oleh lingkungan objek- objek potensial yang mempermainkan dan membentuk perilakunya, sebaliknya ia membentuk objek-objek itu (Ahmadi, 2005) . Maksudnya, dalam proses komunikasi yang sedang berjalan individu mengetahui sesuatu, menilai, memberi makna dan memberi tindakan dalam konteks social.

Dalam pemikiran Blumer, terdapat tiga premis utama yakni (Ahmadi, 2005):

(6)

1. Manusia bertindak berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu bagi mereka.

2. Makna itu diperoleh dari interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain.

3. Makna-makna tersebut disempurnakan pada proses interaksi sosial yang sedang berlangsung.

Blumer dikenal kritis dalam gagasannya mengenai teori ilmu alam. Blumer berpendapat teori variabel tidak cocok digunakan untuk meneliti manusia. Selain itu Blumer juga menjelaskan bahwa objek menjadi sebuah objek melalui proses pemikiran simbolis manusia.

Dalam teori mengenai interaksi sosial, tindakan dipengaruhi dan dibentuk berdasarkan lingkungan serta budaya yang mengitarinya. Manusia melakukan interaksi sosial berdasarkan pada makna yang telah ditetapkan, dan yang berkembang pada lingkungan sosial itu. Joel M. Charon (1979) mendefinisikan interaksi sebagai aksi sosial bersama, individu individu berkomunikasi satu sama lain mengenai apa yang mereka lakukan dengan mengorientasikan kegiatannya kepada dirinya masing masing” (Ahmadi, 2005). Artinya dalam berkomunikasi manusia berperan sebagai penerima dan pemberi pesan sehingga dapat memahami simbol-simbol yang digunakan. Selain itu untuk dapat memahami simbol yang digunakan saat berinteraksi perlu memahami simbol itu berdasarkan pengalam sendiri. Interaksi simbolik menekankan pada interpretasi individu atau subjektivitas masing-masing pelaku komunikasi dengan mempertimbangkan perspektif dan pengalaman pribadi mereka.

2.3 Komunikasi Massa

(7)

Berbicara mengenai komunikasi massa, maka banyak definisi teori dari beberapa ahli.

Komunikasi massa merupakan komunikasi yang memanfaatkan media massa sebagai chanel atau saluran penyebar informasi. Komunikasi massa merupakan proses komunikasi yang sangat kompleks, dimana dalam proses produksi dan penyebaran pesan kepada khalayak yang besar, heterogen, dan anonim dengan menggunakan saluran atau media. Bittner mendefinisikan komunikasi massa yaitu pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (Imran, 2013) . Wright 2008 menjelaskan tiga ciri komunikasi massa (Nurhalima, 2018):

1. Komunikasi massa memiliki audience yang besar, heterogen dan anonim.

2. Pesan direncanakan untuk disebarkan secara serempak, umum, dan sifatnya sementara.

3. Komunikator dalam hal ini cenderung beroperasi atau berada dalam sebuah organisasi yang komplek dan biasanya membutuhkan biaya.

Komunikasi massa mengkaji tentang media massa, pesan dan feedback atau efek yang ditimbulkan. Selain itu Daryanto juga mendukung teori dengan menjelaskan peran media massa bagi khalayak. Bagaimana media dilain sisi sebagai proses dimana pesan dicari, digunakan dan dikonsumsi oleh khalayak. Salah satu model komunikasi yang fokus pada efek komunikasi adalah Model komunikasi massa Melvin DeFleur. Dalam teori yang dikemukakan DeFleur teori ini menggambarkan lebih kompleks mengenai komunikasi massa. DeFleur menjelaskan kaitan komunikasi massa dengan makna dari pesan yang diterima dan diciptakan, komunikasi “pesan” diubah menjadi pesan yang kemudian diubah oleh transmisi menjadi sebuah informasi dan disalurkan melalui sebuah saluran atau media. DeFleur mengungkapkan pentingnya kesamaan atau hubungan antara

(8)

koresponden sehingga menciptakan kesamaan makna. Dalam bagan model DeFleur telah menggambarkan dengan lengkap fenomena komunikasi massa.

Gambar 2.1 Model. Melvin DeFleur1

Dalam teori yang di kembangkan oleh Melvin DeFleur dan Sandra Ball-Rokeach memfokuskan perhatiannya pada kondisi struktur suatu masyarakat yang mengatur kencendrungan terjadinya suatu efek media massa (Burhan, 2006 ) . Teori ini berangkat dari anggapan bahwa media massa sebagai system informasi yang memiliki peran penting dalam proses pemeliharaan, perubahan dan konflik pada struktur sosial masyarakat, baik kelompok maupun individu dalam aktivitas sosial. Masyarakat modern menjadi ketergantungan pada media massa sebagai sumber informasi, edukasi dan aksi atau reaksi apa yang terjadi dalam masyarakat.

Sandjaja 2002 membahas lebih lanjut mengenai jenis-jenis efek dari teori ini. tiga efek yang dejalskan adalah sebagai berikut: a) Kognitif, menciptakan atau menghilangkan

1Gambar model Malvin DeFleur, sumber google

(9)

ambiguitas, pembentukan sikap, agenda setting, perluasan system keyakinan masyarakat, penegasan atau penjelasan nilai-nilai; b) Afektif, menciptakan ketakutan atau kecemasan, dan meningkatkan atau menurunkan dukungan moral; c) Behavioral, mengaktifkan atau menggerakkan atau meredakan, pembentukan isu tertentu atau penyelesaiannya, menjangkau atau menyediakan strategi untuk suatu aktivitas serta menyebabkan perilaku dermawan (Burhan, 2006 ). Tiga pokok yang di komponen media massa menurut Malvin DeFleur dan Ball-Rokeach adalah audience, system media dan system sosial.

2.4 Komunikasi Nonverbal

Komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang bentuk penyampaian pesannya dalam bentuk simbol atau lambang. Dalam setiap berinteraksi manusia tidak akan bisa lepas dari komunikasi baik verbal maupun nonverbal. Bahkan terkadang manusia lebih banyak menggunakan komunikasi nonverbal daripada verbal. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang penyampaian pesannya di isyaratkan dalam bentuk simbol. Lambang, gestur, mimik, warna, sentuhan, bau-bauan dan lain-lain. Larry A Samover dkk menjelaskan bahwa komunikasi non-verbal meliputi semua stimulus non-verbal dalam sebuah situasi komunikasi yang dihasilkan, baik oleh sumbernya maupun penggunaannya dalam lingkungan dan yang memiliki nilai pesan yang potensional untuk menjadi sumber atau penerima (Larry A, 2010, p. 294). Komunikasi nonverbal adalah segala bentuk komunikasi yang di isyaratkan.

Beberapa bentuk komunikasi nonverbal yaitu sentuhan, gestur, mimik wajah, bau- bauan, warna, sandi, simbol, pakaian, dan intonasi suara. Bentuk-bentuk komunikasi nonverbal sebagai berikut:

(10)

a. Sentuhan, komunikasi yang menggunakan sentuhan dapat berupa berjabat tangan, ciuman, mengelus-elus, pukulan dan lain-lain.

b. Gerakan, komunikasi menggunakan gerakan tubuh ini, seperti menggelengkan kepala, mengangguk untuk mengatakan iya atau menunjukkan perasaan.

c. Vokalik, vokalik atau paralanguage merupakan unsur nonverbal yang berfokus pada cara bicara. Seperti nada suara, nada bicara, cepat-lambat, keras-lembut, intonasi dan lain-lain.

d. Kronemik, dalam komunikasi nonverbal kronemik mempelajari penggunaan waktu dalam berkomunikasi. Penggunaan waktu meliputi durasi yang cocok bagi suatu aktivitas.

2.5 Fungsi Komunikasi Nonverbal

Fungsi komunikasi nonverbal adalah menunjang pada proses komunikasi verbal.

Komunikasi nonverbal pada dasarnya untuk memastikan bahwa makna sebenarnya dari pesan-pesan verbal dapat dimengerti. Mark L. Knapp menyebut terdapat lima fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal (Kusumawati, 2016):

a. Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal.

Contohnya: setelah saya mengatakan iya, saya mengangguk.

b. Substitusi, mengganti lambang-lambang verbal. Contohnya misalnya mengangguk untuk mengatakan iya.

c. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna lain terhadap pesan verbal.

d. Komplemen, melengkapi atau memperkaya pesan verbal.

e. Aksentuasi, menegaskan pesan verbal.

(11)

2.6 Jenis-Jenis Komunikasi Nonverbal

Rahmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut (Kusumawati, 2016):

a. Pesan Kinesik, pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh, yang terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, gestural, dan postural.

b. Pesan fasial, komunikasi nonverbal yang menggunakan mimik wajah.

c. Pesan Gestural, komunikasi nonverbal dengan bantuan anggota tubuh seperti tangan, mata, untuk mengkomunikasikan suatu makna.

d. Pesan Postural, pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang disampaikan adalah: a. Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan tidak sukaan terhadap individu lain. Seperti postur yang condong ke arah lawan bicara; b. Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Kita dapat membayangkan postur orang yang tinggi hati didepan kita; c.

Responsiveness individu dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positif maupun negatif.

e. Pesan proksemik, disampaikan melalui pengaturan jarak atau ruang.

f. Pesan artifactual, pesan komunikasi yang ditampilkan melalui penampilan tubuh, pakaian dan kosmetik.

g. Pesan paralinguistik, pesan komunikasi nonverbal yang berfokus pada cara pengucapan pesan verbal bisa seperti nada suara, intonasi, keras-kecil cepat-pelan.

(12)

h. Pesan sentuhan, pesan komunikasi nonverbal dengan kulit sebagai penerima pesan membedakan emosi yang disampaikan. Sentuhan dengan emosi dapat dibedakan, sedih, senang, marah, bercanda dan lain-lain.

i. Bau-bauan, penggunaan bau-bauan dalam berkomunikasi dapat mengidentifikasi keadaan emosi individu.

2.7 New Media

Menurut West and Turner New media pada dasarnya merupakan teknologi yang berbasis komputer antara lain internet, email, telepon seluler, dan kabel digital (Wiryanto, 2004) . New media adalah produk dari revolusi pada media komunikasi. New media atau media baru sebagai bagian dari konvergensi media, konvergensi media adalah era dimana media lama menyesuaikan atau mengikuti tuntutan dari media baru. Kemunculan new media merupakan bentuk dari perkembangan internet. Hal ini tidak lepas dari perkembangan teknologi pada awal tahun 2000-an. Era new media lebih dikenal dengan era dimana segala hal mulai masuk dunia digital atau digitalisasi. Pada era new media informasi tidak hanya berupa pesan teks lagi namun sudah beralih ke arah visualisasi.

Penerimaan informasi atau pesan oleh khalayak tidak lagi pasif, dimana khalayak hanya sebagai subjek penerima pesan. Namun pada era new media khalayak lebih interaktif dalam menerima pesan. Seperti yang dikemukakan oleh Rice 1984, bahwa media baru sebagai teknologi komunikasi yang memungkinkan atau memfasilitasi pengguna untuk melakukan aktivitas antara pengguna dan informasi. Konsep media baru mengarah pada kemudahan khalayak dalam menerima, mengakses, menyebarkan dan membuat berita yang didukung oleh teknologi digital. Menurut Croteau dan Hoynes (2003), “Kita menyaksikan evolusi jaringan interkoneksi universal audio, video dan komunikasi teks yang berbasis

(13)

elektronik yang semuanya telah mengaburkan perbedaan antara komunikasi antar personal dan massa, juga antar komunikasi publik, dan privat”. menurut mereka media baru berhasil merubah (1) makna jarak geografis, (2) kemungkinan peningkatan volume komunikasi secara besar-besaran, (3) memungkinkan peningkatan kecepatan komunikasi, (4) memberikan kesempatan bagi terjadinya komunikasi interaktif, (5) memungkinkan bentuk komunikasi, yang sebelumnya terpisah dan tumpang tindih, kini dapat melakukan interkoneksi (Liliweri, 2017).

New media sebagai bentuk revolusi dari media komunikasi, dimana media baru dikenal sebagai era dimana segala bentuk komunikasi mengarah ke perubahan digitalisasi.

Menurut Nicholas Gane dan David Beer (2008) new media memiliki enam karakteristik sebagai berikut (Nasrullah, Teori dan Riset Media Cyber , 2016):

1. Network

Network sebagai karakteristik kunci dalam new media, dimana segala bentuk komunikasi telah terhubung ke jaringan internet.

2. Interaktif

Khalayak tidak hanya sebagai penerima pesan secara pasif, namun perubahan media ini memberikan masyarakat peluang untuk memberikan respon atau pemaknaan pada pesan yang diterima. Manovich (2001) menjelaskan bahwa konsep interaktif telah mengaburkan batasan-batasan fisik maupun sosial (Nasrullah, Teori dan Riset Media Cyber , 2016).

3. Informasi

(14)

Pada era new media khalayak memiliki peluang memperoleh pesan atau informasi sebanyak mungkin, selain itu adanya internet juga memungkinkan khalayak untuk membuat, mengolah, dan menyebarkan informasi secara bebas.

4. Interface

Adanya internet memungkinkan komunikasi tatap muka, karakteristik ini memberikan kemudahan bagi khalayak ingin berkomunikasi secara tatap muka.

Komunikasi tatap muka memungkinkan adanya feedback atau umpan balik secara langsung dan cepat.

5. Archive

Sebagai media yang telah terhubung ke jaringan internet, khalayak dapat mengakses data sebanyak mungkin karena media mempublish data-data dari berbagai sumber di platform resmi mereka.

6. Simulation

Simulasi atau hyperreality merupakan fase dimana masyarakat tidak dapat membedakan antara yang nyata dan maya. Adanya media baru membuat masyarakat semakin menjauhi realitas, sehingga menciptakan dunia baru yaitu dunia maya atau virtual. Karakteristik ini dapat menjadi point positif maupun negatif bagi kemunculan new media.

2.8 Media Sosial

Dewasa ini hampir semua orang telah memiliki smartphon, yang telah terhubung dengan jaringan internet. Internet sebagai bentuk nyata dari perkembangan teknologi

(15)

menghadirkan media baru dalam berkomunikasi yakni sosial media. Sebagai revolusi dari media komunikasi, media sosial memberikan peluang masyarakat untuk berinteraksi dengan mudah. Adanya media sosial mengaburkan batasan ruang dan waktu, dimana masyarakat dapat berkomunikasi dengan cara tatap muka. Berbicara mengenai media sosial tentunya kita harus memahami definisi dari media sosial, istilah media sosial tersusun dari dua kata, yakni “media” dan “sosial”. “Media” diartikan sebagai alat komunikasi. Sedangkan kata

“sosial” diartikan sebagai kenyataan sosial bahwa setiap individu melakukan aksi yang memberikan kontribusi kepada masyarakat (Nurfitri, 2017).

Media sosial sebagai bentuk komunikasi yang memanfaatkan jejaring sosial, memudahkan masyarakat dalam mengakses, membuat, dan membagikan informasi. Media sosial sendiri digunakan sebagai alat komunikasi dalam proses sosial, maka tidak heran jika media sosial memberikan dampak pada kehidupan sosial masyarakat. Nasrullah menjelaskan kehadiran media sosial dan semakin berkembangnya jumlah pengguna dari hari ke hari memberikan fakta yang menarik betapa kekuatan internet bagi kehidupan (Nasrullah, MEDIA SOSIAL, PERSPEKTIF KOMUNIKASI, BUDAYA, DAN SOSIOTEKNOLOGI.

Bandung:, 2015) . Hal ini juga tidak lepas dari jumlah pengguna media sosial di Indonesia, berdasarkan laporan terbaru We Are Social, pada tahun 2020 jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 175,4 juta pengguna. Angka ini menunjukkan kenaikan yang signifikan dari tahun sebelumnya yakni sebesar 17% atau sekitar 25 juta pengguna (Haryanto, 2020).

2.9 Jenis - Jenis Media Sosial

Beberapa jenis media sosial yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut:

(16)

1. Facebook

Media sosial yang pertama kali diluncurkan pada tahun 2004 ini pertama kali bernama The Facebook. Facebook, Inc. adalah sebuah layanan jejaring sosial yang berkantor di pusat Menlo Park, California, Amerika Serikat yang didirikan oleh Mark Zuckerberg (Anindya, 2020) . Facebook sebagai media sosia yang memungkinkan pengguna untuk berkomunikasi dengan orang dari berbagai belahan dunia. Semakin berkembangnya teknologi sekarang ini, facebook terus menyesuaikan diri dengan kebutuhan pengguna.

Facebook saat ini tidak hanya sekedar sebagai alat komunikasi bertukar pesan, lebih luas facebook sebagai ruang berbagi informasi, jual beli, promosi, dan hingga kejahatan lewat dunia maya. Facebook sendiri masuk kedalam daftar media sosial paling populer di Indonesia, pada sepanjang april 2020 facebook menempati urutan pertama sebagai media sosial terpopuler di seluruh dunia dengan jumlah pengguna sebanyak 2, 5 miliar (Databoks, 2018).

2. Youtube

Media sosial untuk berbagai video ini termasuk dalam media sosial dengan pengguna terbanyak di dunia, bahkan dalam jangka waktu hanya dua bulan jumlah pengguna youtube sebanyak 2 miliar orang (Gunawan, 2019). Situs berbagai video ini diluncurkan pertama kali pada 14 Februari 2005 dengan video pertama dengan judul “Me at the zoo”. Youtube terus berkembang hingga sekarang, banyak fitur- fitur baru yang ditawarkan. Tidak hanya berbagi video, namun sekarang kita dapat melakukan siaran langsung. Selain itu beberapa tahun belakangan ini muncul tren

(17)

baru di youtube yang kita kenal dengan Vlog atau video blog. Vlog adalah video blog berisi kegiatan sehari-hari orang, yang di bagikan di youtube dan akan mendapatkan upah dengan perhitungan seberapa banyak penonton dan adsense youtube.

3. Instagram

Pertama kali diluncurkan pada 2010, instagram pun masuk sebagai salah satu media sosial paling populer menempati urutan kelima dengan jumlah pengguna instagram saat ini mencapai 1 miliar orang (databoks, Ini Media Sosial Paling Populer Sepanjang April 2020, 2020) . Media sosial berbagai foto dan video ini sangat populer dikalangan anak remaja maupun dewasa, tidak hanya sebagai media berbagai foto dan video saat ini banyak yang menggunakan instagram sebagai media bisnis yang dikenal dengan istilah online shop.

4. Twitter

Sama halnya dengan facebook, twitter merupakan media sosial berbagai pesan teks yang jumlah penggunanya di seluruh dunia mencapai 166 juta. Media sosial twitter pertama kali diluncurkan pada tahun 2006, yang didirikan oleh Evan Williams, jack Dorsey, Christopher “Biz” Stone,dan Noah Glass dengan berkantor pusat di San Francisco, California (RAA, 2016) . Pada tahun 2016 jumlah pengguna Indonesia menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara dengan jumlah pengguna twitter terbesar yang sebanyak 24.3 juta pengguna (databoks, Indonesia Pengguna Twitter

(18)

Terbesar Ketiga di Dunia, 2016) . Jumlah ini lebih sedikit dari jumlah pengguna facebook, namun jumlah pengguna saat ini terus meningkat dikarenakan twitter terus berbenah, dan masyarakat beranggapan bahwa twitter sebagai media sosial dengan tingkat keterpercayaan informasi dan kecepatan akses informasi dari pada media sosial lainnya.

2.10 Reception Theory Stuart Hall

Kajian teori resepsi Stuart Hall membahas mengenai bagaimana khalayak memaknai sebuah pesan yang diterima. Khalayak memiliki andil besar dalam pemaknaan terhadap teks media. Stuart Hall 1947, analisis resepsi memfokuskan pada perhatian penerimaan individu serta responnya dalam proses komunikasi massa (decoding), yang berarti pada proses penerimaan dan pemaknaan yang kemudian menciptakan respons pada khalayak media secara mendalam atas teks media, dan bagaimana individu menginterpretasikan isi media dengan pengetahuan dan pengalaman pribadi mereka.

Menurut Meenakshi Gigi 2006 pembahasan dalam teori pemaknaan (reception), analisis resepsi berkaitan dengan studi mengenai makna, produksi serta pengalaman khalayak akan kaitannya berinteraksi dengan teks media. Dalam hal ini kesamaan latar belakang komunikator dan komunikan memberikan pengaruh yang besar dalam memberikan pemaknaan pada teks media. apa yang dikenal dalam dalam Reception Research dalam studi media adalah terkait dengan budaya dan Birmingham Centre, meskipun kemudian menunjukkan bahwa teori resepsi memiliki akar lainnya (Adia Titania Supriyatma, 2019).

Kajian resepsi melihat bagaimana khalayak memaknai teks media berdasarkan budaya

(19)

setempat. Pemaknaan ini tidak selalu dapat diterima oleh masyarakat, masyarakat dapat menerima atau menolak sesuai dengan budaya yang mereka pegang.

Dalam kajian resepsi Stuart Hall mengenal dua premis yang menjadi dasar dari analisis resepsi yakni encoding-decoding. Dalam proses penerimaan pesan akan diawali dengan decoding yang dimana proses ini berlawanan dengan encoding. Decoding adalah kegiatan untuk menerjemahkan atau menginterpretasikan pesan-pesan fisik ke dalam suatu bentuk yang memiliki arti bagi penerima. Menurut Hall dalam sebuah pemaknaan memungkinkan adanya variasi dari interpretasi.

2.10.1 Encoding dan Decoding Model

Tercetusnya kajian Reception Research dalam kajian komunikasi massa mengarah pada kegiatan encoding decoding Stuart Hall dalam wacana televisi. Stuart Hall (1997) mengkritisi sebuah tulisan yang berjudul “Encoding and Decoding Television Discourse”

melalui kritikan inilah lahir kajian Reception Research. Hall melakukan penyegaran dalam kajian ini dengan mengubah konsep ke arah yang lebih dinamis dengan memperhatikan proses produksi dan pihak - pihak yang terkait. Stuart Hall membagi premi-premis dalam pemaknaan khalayak terhadap pesan media menjadi tiga yakni sebagai berikut (Adia Titania Supriyatma, 2019):

1. Dominant-Hegemonic Position

Audience dalam posisi ini memaknai sebuah tayangan serta meng-decode sesuai dengan makna pesan yang disampaikan media. Dalam posisi ini khalayak menerima pesan sesuai dengan kode budaya dominan yang ada dalam masyarakat.

Media dalam posisi ini harus mengetahui budaya dominan seperti apa yang

(20)

berlaku. Jika khalayak menginterpretasikan pesan sesuai dengan cara yang media kehendaki maka media, pesan dan khalayak menggunakan ideologi dominan yang sama. Artinya dalam hal ini pandangan komunikator dan komunikan seleras.

2. Negotiated Position

Dalam posisi ini khalayak tidak serta merta menerima pesan yang ada, khalayak secara mungkin saja menerima ideologi namun menolak penerapannya dalam kasus-kasus tertentu. Khalayak mungkin menerima ideologi dominan yang bersifat umum, namun mereka akan melakukan pengecualian dalam penerapannya yang disesuaikan dengan aturan budaya setempat (Susanti, 2014).

3. Oppositional Position

Pada posisi ini khalayak menolak makna pesan yang disampaikan oleh media, khalayak memaknai pesan menggunakan dengan cara mereka berpikir. Pada posisi ini khalayak paham akan makna konotasi dan denotasi sebagai abstarksi pesan yang dibuat (Adia Titania Supriyatma, 2019). Namun mereka menunjukan sikap yang bertolak belakang dari isi pesan . Dalam hal ini khalayak beranggapan ada acuan yang lebih relevan dari apa yang media berikan.

2.11 Mandiq Bekawin

Mandiq Bekawin merupakan salah satu ritual budaya dalam prosesi pernikahan suku sasak Lombok. Mandiq dalam Bahasa Indonesia artinya “Mandi” dan “Bekawin”

artinya “menikah” yakni prosesi siraman yang dilakukan setelah calon pengantin mengucapkan ijab Kabul atau telah sah menjadi pasangan suami istri. Pada upacara siraman di daerah lain yang biasanya dilakukan sebelum calon pengantin sah menjadi

(21)

suami istri maka berbeda dengan prosesi siraman yang dilakukan dalam prosesi Mandiq Bekawin yakni setelah pengantin sah menjadi suami istri dimata hukum. Upacara siraman seperti ini telah berlangsung sejak dahulu di pulau Lombok khususnya masyarakat suku Sasak desa Lenek Lombok Timur. Prosesi Mandiq Bekawin merupakan salah satu dari banyaknya rangkaian dalam prosesi pernikahan suku sasak.

Mandiq Bekawin diartikan sebagai upacara peresmian sepasang pengantin baru dalam hukum adat. Pengantin baru diwajibkan untuk melakukan prosesi Mandiq Bekawin, prosesi ini dilakukan oleh keluarga pengantin dan disaksikan oleh masyarakat sekitar tempat tinggal mereka. Prosesi Mandiq Bekawin dalam masyarakat Lenek, dilakukan setelah kedua mempelai sah menjadi sepasang suami istri oleh negara. Prosesi Mandiq Bekawin dilakukan oleh keluarga kedua mempelai yang dianggap tetua atau dihormati dalam keluarga. Dalam prosesi Mandiq Bekawin, acara akan dilakukan di halaman rumah mempelai pria, dengan disaksikan masyarakat sekitar dan diiringi lantunan sholawat sepanjang acara. Kedua mempelai akan disuruh duduk di atas Lamak (alas) dari tikar dan kain (dapat menggunakan sarung atau kain sesekan). Sebelum kedua mempelai disiram, ada beberapa rangkaian perosesi yang dilakukan yakni Beboreh, Lelanger, dan Mesui. Beboreh dalam Bahasa Indonesia artinya luluran, bahan-bahan dari Beboreh yakni terdiri dari kunyit dan beras yang telah dihaluskan.

Kemudian Lelanger dalam Bahasa Indonesia artinya shampoan, bahan-bahan Lelanger yakni kemiri yang telah disangrai dan otak nyiur (bagian bunga kelapa).

Lelanger akan di baluri di rambut sebelum kemudian disiram dengan air yang telah dicampur dengan bunga tujuh rupa. Terakhir yakni Mesui, adalah bahan yang digunakan

(22)

untuk apus (masker), digunakan setelah prosesi Mandiq Bekawin selesai. Selain beberapa prosesi diatas, penggunaan wadah dalam prosesi ini juga amat diperhatikan.

Biasanya wadah yang digunakan adalah bahan yang terbuat dari kuningan, masyarakat Lombok menyebutnya Bokor. Sebagai penutup dari prosesi Mandiq Bekawin, mempelai biasanya membagikan uang koin kepada masyarakat yang menonton acara Mandiq Bekawin ini dengan cara kedua mempelai melemparkan uang koin, yang tak lupa yakni kedua mempelai maupun anggota keluarga mempelai akan menyiram penonton yang menyaksikan prosesi dengan air atau disebut Nenarseq sebagai bentuk suka cita.

Namun tidak semua orang melakukan Nenarseq, karena sebagian berpendapat Nenrseq atau menyiram penonton itu tidak etis.

2.12 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Rizky Santoso ini mengambil judul

“ANALISIS RESEPSI MAHASISWA PERGURUAN TINGGI NEGERI SURABAYA TENTANG BERITA HOAKS DI MEDIA SOSIAL”. Pada penelitian ini berfokus pada pesan yang disampaikan dalam video dan posisi audience menurut teori analisis resepsi Stuart Hall. Teori yang dipakai pada penelitian ini adalah teori encoding-decoding Stuart Hall, dimana Hall membaginya kedalam tiga premis yakni Dominant-Hegemonic Position, Negotiated Position, dan Oppositional Position. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan, satu informan berada posisi Dominan position. Yakni informan terkena pengaruh dari penyebaran berita hoaks dan menyebar konten berita ini. Empat orang lainnya berada pada posisi Negotoated Position yakni, mahasiswa mencari keberana informasi dengan mencari dari rujukan lain yang lebih terpercaya, dan lima orang berada pada posisi

(23)

Oppositional position yakni, mahasiswa melakukan perlawanan dengan informasi hoaks yang mereka terima dengan komentar langsung di akun berita hoaks (Santoso, 2018).

Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti, yakni pada objek yang dipilih. Untuk penelitian sebelumnya meneliti tentang budaya Mukbang, maka peneliti mengambil objek budaya Mandiq Bekawin suku Sasak Lombok. Selain itu dalam penelitian sebelumnya lebih terfokus pada makna video mukbang bagi remaja, sedangkan untuk penelitian ini peneliti akan menganalisis makna simbol dalam video Mandiq Bekawin.

2. Penelitian yang dilakukan Tri Agung Mahendra dengan judul “Persepsi Masyarakat Desa Maron Terhadap Simbol Komunikasi Senjata Celurit Madura”. Penelitian ini berfokus pada simbol komunikasi dalam senjata celurit dari Madura, dan bagaimana masyarakat Desa Maron memaknai simbol komunikasi dari senjata celurit. Pada penelitian ini juga menggunakan teori resepsi dari Stuart Hall, dimana peneliti mencari posisi khalayak. Dari tiga informan yang telah ditentukan maka didapatkan hasil penelitian. Bahwa senjata celurit sebagai bentuk jati diri dan sebagai bentuk pengingat untuk menjaga kehormatan diri sendiri dan keluarga.

Selain itu senjata celurit sebagai identitas diri, bahwa mereka adalah masyarakat Madura dan juga karena kecintaan pada senjata celurit dapat dijadikan sebagai koleksi.

Perbedaan pada penelitian yang akan dilakukan peneliti dengan penelitian diatas adalah. Bahwa objek dari penelitian ini langsung kepada jenis senjatanya dan tidak melalui media, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti, objek penelitian

(24)

adalah video pada prosesi adat Mandiq Bekawin suku Sasak Desa Lenek Lombok Timur. Selain itu subjek pada penelitian ini juga berbeda, yakni pada penelitian sebelumnya dilakukan di desa Maron Pujon Kidul Batu Malang. Sedangkan pada penelitian ini akan dilakukan di desa Lenek kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.

2.13 Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan garis besar penelitian yang akan diteliti, dalam penelitian ini akan memfokuskan pada bagaimana khalayak memaknai simbol-simbol nonverbal yang terdapat dalam tayangan video prosesi Mandiq Bekawin suku sasak Desa Lenek Lombok Timur. Dan posisi khalayak dalam penelitian ini apakah di posisi Dominant, negotiated atau oppositional.

Gambar

Gambar 2.1 Model. Melvin DeFleur 1

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan data-data dalam penelitian yang lengkap mengenai pemikiran serta hasil dari ktritis A. Hasan terhadap kitab Bulughul Maram serta beberapa karyanya

Dengan adanya dinding pantul, penonton yang berada di susut > 60° sumber bunyi dapat menerima bunyi dengan besar yang sama dengan bunyi yang di dengar penerima

Pada akhir penyajian mata kuliah ini mahasiswa akan dapat menguasai dengan benar tentang cara perancangan percobaan, analisis dan1. interpretasinya, serta dapat menyusun sebuah

kepada ken"ataan bahwa pemberian panas "ang !ukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan menginakti$kan en%im. Selain itu makanan men#adi lebih aman karena

Tujuan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat sesuai permasalahan mitra adalah untuk : 1) dapat menampung cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao sehingga

Tema yang dipilih dalam tugas akhir ini ialah pemberdayaan, dengan judul Pemberdayaan Persatuan Orangtua Peduli Anak Berkebutuhan Khusus (POPA) dalam Meningkatkan Kesejahteraan

Secara random, 33 ekor mencit dibagi 3 kelompok yaitu 11 ekor mencit kelompok kontrol, 11 ekor mencit kelompok perlakuan 1 yang diberi paparan asap rokok dan injeksi aquades 0,2 ml,