• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA DESTILATOR SHEEL TUBE DENGAN PRODUKSI MINYAK JAHE (Ginger oil) SKRIPSI OLEH : RAHMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KINERJA DESTILATOR SHEEL TUBE DENGAN PRODUKSI MINYAK JAHE (Ginger oil) SKRIPSI OLEH : RAHMI"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA DESTILATOR SHEEL TUBE DENGAN PRODUKSI MINYAK JAHE (Ginger oil)

SKRIPSI

OLEH :

RAHMI 1522060241

PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE KEPULAUAN

2019

(2)

2

(3)

3

(4)

4

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama mahasiswa : Rahmi

NIM : 15 22 06 02 41

Program Studi : Agroindustri D-IV

Perguruan Tinggi : Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis dengan judul “Kinerja Destilator Sheel Tube denga produksi Minyak Jahe (Ginger Oil)”, adalah benar hasil karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari oenulis lain telah dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada politeknik pertanian negeri pangkep.

Pangkep, Agustus 2019 Yang menyatakan

Rahmi

(5)

5

KATAPENGANTAR

Puji dan rasa syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT berkat segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Kinerja Destilator Shell Tube dengan Produksi Minyak Jahe (Ginger Oil)”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi pada program studi Agroindustri Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Mappiare, Ibunda Sanatiah, kakak dan adik tercinta serta segenap keluarga dan semua pihak terutama kepada Bapak Ilham Ahmad, S.T., M.T selaku dosen pembimbing 1 dan Ibu Zulfitriany Dwiyanti Mustaka, S.P., M.P, selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan arahan maupun bimbingan yang sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktu yang ditentukan.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. H. Darmawan, M.P, selaku direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

2. Bapak Dr. Andi Ridwan Makkulawu, S.T, M.Si, selaku ketua jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.

3. Ibu Zulfitriany Dwiyanti Mustaka, S.P., M.P, selaku ketua Program Studi Agroindustri.

4. Bapak, Ibu dosen dan staf Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.

5. Bapak, Ibu dosen dan staf Program Studi Agroindustri..

6. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Agroidustri angkatan VII

7. Pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

(6)

6 Penulis sangat berharap semoga laporan tugas akhir ini dapat memberikan manfaat ilmu dan informasi kepada segenap pembaca. Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih banyak kekurangan, dengan demikian kritik, saran masukan yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan laporan ini.

Pangkep, Agustus 2019

Penulis

(7)

7

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAK ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan ... 3

1.4. Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Jahe... 4

2.1.1 Komposisi Kimia jahe ... 5

2.1.2 Jenis-jenis Jahe ... 6

2.1.3 Khasiat dan Manfaat Jahe ... 7

2.2. Minyak Atsiri ... 8

2.3. Minyak Jahe ... 10

2.4. Standar Mutu Minyak Jahe ... 11

(8)

8

2.5. Proses Penyulingan Minyak Atsiri... 12

2.6. Mekanisme Kinerja Sistem Penyulingan Minyak Atsiri ... 12

... 2.6.1 Penyulingan dengan Air ... 13

... 2.6.2 Penyulingan dengan Air dan Uap ... 14

... 2.6.3 Penyulingan dengan Uap ... 14

2.7. Peralatan Penyulingan minyak Atsiri... 15

... 2.7.1 Ketel Suling ... 16

... 2.7.2 Pendingin (Kondensor) ... 18

... 2.7.3 Pemisah Minyak (Separator) ... 20

2.8. Kehilangan Energi pada Destilator ... 21

... 2.8.1 Konduksi ... 21

... 2.8.2 Konveksi ... 21

... 2.8.3 Radiasi... 22

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat ... 23

3.2. Alat dan Bahan ... 23

3.3. Metode Penelitian ... 23

3.4. Perhitungan Rendemen ... 24

3.5. Parameter Pengamatan ... 24

3.6. Analisis Efisiensi Energi Peralatan Penyulingan ... 25

3.7. Diagram Alir Proses Penyulingan ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Volume Destilat ... 29

4.2. Waktu Pencapaian Suhu 100oC ... 30

4.3. Rendemen ... 31

4.4. Efisiensi Energi ... 32

V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 35

5.2. Saran ... 35

(9)

9 DAFTAR PUSTAKA ... 36 LAMPIRAN ... 38 RIWAYAT HIDUP ... 45

(10)

10

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. KomposisiKimia Jahe ... 5 Tabel 2.Karakteristik dari Jenis-jenis Jahe ... 7 Tabel 3. Syarat Mutu MInyak Jahe ... 11

(11)

11

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Prototipe Ketel Suling ... 17

Gambar 2. Dandang Biasa... 18

Gambar 3. Dandang Modifikasi ... 18

Gambar 4. Kondensor ... 19

Gambar 5. Alat Proses Penyulingan Minyak Atsiri ... 20

Gambar 6. Alur Proses Penyulingan Minyak Jahe... 28

Gambar 7. Grafik Volume Destilat ... 29

Gambar 8. Grafik Waktu Pencapaian Suhu 100oC ... 30

Gambar 9. Grafik Rendemen ... 31

Gambar 10. Energi yang Dihasilkan Bahan Bakar ... 33

Gambar 11. Kehilangan Energi Panas ... 34

(12)

12

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Volume Destilat ... 39

Lampiran 2. Waktu Pencapaian Suhu 100oC ... 39

Lampiran 3. Rendemen Penyulingan ... 40

Lampiran 4. Konsumsi Bahan Bakar ... 41

Lampiran 5. Kehilangan Energi Panas pada Destilator ... 42

Lampiran 6. Dokumentasi penelitian ... 43

(13)

13

ABSTRAK

Minyak jahe adalah salah satu produk unggulan Indonesia dalam

perdagangan minyak atsiri di dunia.Minyak jahe digunakan sebagai komponen pewangi dalam produk-produk kosmetik, termasuk sabun, detergen, cream, lotion dan parfum. Penelitian ini adalah penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan minyak atsiri.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui volume destilat yang dihasilkan selama proses penyulingan, mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu 100oC pada alat destilator sheel tube, serta mengetahui rendemen yang dihasilkan setiap tube. Metode yang digunakan yaitu metode uap dan air dengan menggunakan destilator tanpa tube, 1 tube, 2 tube, dan 3 tube.

Volume destilat yang dihasilkan paling banyak adalah pada tube 3 dengan jumlah volume 12.460 ml, dan yang paling sedikit pada destilator tanpa tube yaitu 8.460 ml. Waktu yang paling cepat untuk mencapai suhu 1000 C yaitu pada tube 3 selama 1 jam 18 menit, sedangkan waktu yang paling lama dalam mencapai suhu 1000 C yaitu destilator tanpa tube selama 2 jam 25 menit. Renedemen yang dihasilkan dengan bahan baku 8.000 g dihasilkan paling rendah tanpa tube 0,1%

dan rendemen tertinggi pada tube 2 dan tube 3 yaitu 0,25. Hal ini menunjukkan bahwa proses penyulingan minyak atsiri paling bagus menggunakan destilator tube 3. Semakin banyak tube pada destilator semakin banyak pula rendemen yang dihasilkan serta proses penyulingannya lebih efisien.

Kata Kunci : Destilator, Minyak Atsiri ,Penyulingan, Rendemen Minyak Atsiri.

(14)

14

ABSTRACT

Ginger oil is one of Indonesia's superior products in the trading of essential oils in the world. Ginger oil is used as a fragrance component in cosmetic products, including soaps, detergents, creams, lotions and perfumes. This research is a study that aims to produce essential oils.

This study aims to determine the volume of distillate produced during the distillation process, find out the time needed to reach 100oC on the shell tube destilator device, and determine the yield produced by each tube, and determine the efficiency of the energy coming out of the wall and the flute kettle cap. The method used is the method of steam and water using a destilator without a tube, 1 tube, 2 tubes, and 3 tubes.

The most distillate volume produced is in tube 3 with a volume of 12.460 ml, and the least on the destilator without a tube which is 8.460 ml. The fastest time to reach a temperature of 100o C is in tube 3 for 1 hour 18 minutes, while the longest time reaches 100o C, which is a tube without distillator for 2 hours 25 minutes. The yield produced with 8.0000 g of raw material was produced at the lowest without a tube of 0.1% and the highest yield in tube 2 and tube 3 was 0.25%. This shows that the distillation process of essential oils is best using a destilator tube 3. The more tubes on the destilator the more the yield produced and the distilation process is more efficient.

Keywords: Destilator, Distillation, Essential Oil, Essential Oil Rendition.

(15)

15

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangsa Indoesia adalah bangsa yang kaya akan rempah-rempah, sehingga bangsa Indonesia dikenal di dunia internasional. Adapun rempah- rempah itu berasal dari tanaman- tanaman seprerti jahe, nilam, cengkeh, pala, kapulaga, sereh wangi, mawar, dan lain-lain.Secara internasional rempah-rempah dari tanaman ini dibuat sebagai obat-obatan atau bumbu dapur, minuman, dan makanan kecil.

selain itu digunakan sebagai bahan industri, parfum, minuman, obat-obatan, kosmetik, dan makanan. Dari semua di atas terdapat olahan lebih lanjut yang terpenting dalam rangka industri yaitu minyak atsiri dan oleoresin. Minyak atsiri biasa disebut minyak terbang karena sifatnya nudah menguap. Salah satu tanaman penghasil minyak atsiri adalah jahe (Zingiber officinale roscoe) telah lama dikenal dan tumbuh baik di Indonesia (Khairani, 2012)

Jahe merupakan tanaman rimpang yang banyak tersebar di daerah Asia.

Berdasarkan data dari FAO tahun 2002 menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang menghasilkan jahe terbesar ke tiga setelah India dan China. Menurut PBS (Badan Pusat Statistik) Provinsi Jawa Tengah, produktivitas jahe mencapai 30 ton per tahun. Rimpang jahe dimanfaatkan sebagai rempah-rempah dan minuman penghangat badan. Rimpang jahe merupakan bagian yang sering dimanfaatkan karena banyak mengandung minyak atsiri dan oleoresin yang bermanfaat bagi kesehatan sehingga rimpang memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Setyawan, 2002).

Minyak atsiri jahe banyak digunakan dalam berbagai bidang industri, seperti industri parfum, kosmetik, essence, farmasi dan flavoring agent. Biasanya, minyak atsiri yang berasal dari rempah digunakan sebagai flavoring agentmakanan. Bahkan dewasa ini sedang dikembangkan metode penyembuhan penyakit dengan aromatheraphy, yaitu dengan menggunakan minyak atsiri yang berasal dari tanaman. Selain itu, minyak atsiri dari beberapa jenis tumbuhan bersifat aktif biologis sebagai anti bakteri dan anti jamur sehingga dapat

(16)

16 digunakan sebagai bahan pengawet pada makanan dan sebagai antibiotik alami (Supardan. et all, 2009).

Ma’mun, seorang Peneliti Muda dari Balittro yang khusus menangani minyak atsiri mengemukakan bahwa minyak jahe di Indonesia belum banyak dikenal. Hal tersebut disampaikaannya dalam penelitian yang berjudul

“Karakteristik Minyak Atsiri Potensial”. Di pasar Eropa, harga minyak jahe asal India sebesar US $ 105/Kg, dan asal Cina US $ 42/Kg. Padahal minyak jahe banyak digunakan sebagai komponen pewangi dalam produk-produk kosmetik termasuk sabun, detergen, krim, lotion, dan parfum. Selain itu, minyak jahe juga banyak digunakan dalam pembuatan minuman ringan, makanan beku, dan permen. Lebih lanjut, Ma’mun yang menjabat sebagai Penyusunan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk minyak atsiri menyatakan bahwa minyak jahe bersifat analgesik, antioksidan, antiseptik, stimulan, bersifat antibakteri, serta banyak dipakai dalam aromaterapi.

Minyak atsiri lazim juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau minyak terbang. Minyak atsiri merupakan senyawa, yang pada umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga dengan cara penyulingan dengan uap. Meskipun kenyataan untuk memperoleh minyak atsiri dapat juga diperoleh dengan cara lain seperti dengan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik maupun dengan cara dipress atau dikempa dan secara enzimatik (Sastrohamidjojo, 2004).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu proses penyulingan dengan uap dan air atau dengan cara dikukus. Bahan yang digunakan yaitu Jahe.

Karena alat penyulingan yang digunakan adalah hasil modifikasi yaitu 1 tube, 2 tube, 3 tube, dan tanpa tube, maka dilakukanlah penelitian tentang analisis alat penyulingan minyak atsiri dengan menggunakan destilator biasa dan destilator shell tube untuk mengetahui perlakuan mana yang bagus untuk dikembangkan.

Bahan bakar yang digunakan yaitu berupa tabung LPG.

(17)

17 1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penyulingan dengan menggunakan destilator tanpa tube, 1 tube, 2 tube, dan 3 tube terhadap peningkatan kualitas minyak jahe yang dihasilkan.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan waktu yang diperlukan untuk menghasilkan suhu 100oC pada alat destilator sheel tube.

2. Menentukan volume destilat yang dihasilkan selama proses penyulingan.

3. Mengevaluasi rendemen yang dihasilkan setiap tube 1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menghasilkan suhu 100oC pada alat destilator sheel tube.

2. Mengetahui Volume yang dihasilkan selama proses penyulingan.

3. Mengetahui rendemen yang dihasilkan pada setiap tube.

(18)

18

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jahe

Jahe (Zingiber officinale), adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama zingeron. Jahe atau ginger merupakan tanaman salah satu jenis tanaman rempah-rampahan yang telah dikenal lama manfaat dan khasiatnya di Indonesia. Jahe merupakan tanaman yang banyak memiliki manfaat antara lain sebagai jamu atau obat-obatan, bahan baku industry makanan dan minuman, bumbu masakan, minyak wangi, dan kosmetik (Munadi dan Salim, 2017)

Tanaman jahe emprit (Zingiber officinale) telah lama dikenal dan tumbuh baik di negara kita. Jahe emprit merupakan salah satu rempah-rempah penting.

Rimpangnya sangat luas dipakai, antara lain sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula dan barbagai minuman. Jahe emprit juga digunakan dalam industri obat, minyak wangi dan jamu tradisional. Berdasarkan ukuran dan warna rimpangnya, dikenal paling tidak terdapat 3 varietas jahe emprit, yaitu jahe emprit besar (disebut juga jahe emprit gajah atau jahe emprit badak), jahe emprit kecil (jahe emprit emprit), dan jahe emprit merah (jahe emprit sunti) (Martsiano, 2014).

Sifat khas jahe emprit disebabkan adanya minyak atsiri dan oleoresin jahe emprit. Aroma harum jahe emprit disebabkan oleh minyak atsiri, sedangkan oleoresinnya menyebabkan rasa pedas. Diantara ketiga varietas jahe emprit tersebut, yang paling banyak dan paling sering digunakan dalam pengolahan minyak atsiri dari rimpang jahe emprit adalah jenis jahe emprit kecil atau yang sering disebut jahe emprit emprit. Kegunaan minyak atsiri jahe emprit antara lain digunakan untuk antiseptik, antispasmodik, aprodisiak, karminatif, diaforetik, ekspektoran dan masih banyak lagi fungsi lainnya (Martsiano, 2014).

Umbi jahe emprit memiliki beberapa bagian diantaranya kulit bagian luar, kortex bagian luar, kortex bagian dalam, endodermis, glandula minyak dan bundle viscular. Pada jaringan kortex terdapat glandula minyak sebagai sumber minyak

(19)

19 atsiri. Kandungan utama minyak emprit adalah Zingiberen dengan total kandungan 30% - 35%. Senyawa ini juga mempengaruhi kualitas yang dihasilkan.

Perbedaan perlakuan antara bahan baku basah dan kering juga berakibat pada kandungan kimia yang berbeda pula. Pada bahan baku kering ditemukan zingiberen dan curcumen sedangkan jahe emprit basa atau segar tidak didapati curcumen (Martsiano, 2014).

2.1.1 Komposisi Kimia Jahe

Jahe memiliki beberapa kandungan kimia yang berbeda. Faktor yang dapat mempengaruhi kandungan kimia jahe yaitu jenis jahe, unsur tanah, umur panen, dan pengolahan rimpang jahe. Komponen yang terkandung dalam jahe yaitu air 80,9%, protein 2,3%, lemak 0,9%, mineral 1-2%, serat 2-4%, dan karbohidrat 12,3%.

Tabel 1. Komposisi Kimia Jahe dalam 100 g

Komponen Jumlah

Kalori (kal) 51

Protein (g) 1,5

Lemak (g) 1,0

Karbohidrat (g) 10,1

Kalsium (mg) 21

Fosfor (mg) 39

Besi (mg) 4,3

Vitamin A (SI) 30

Thiamin (mg) 0,02

Niasin (mg) 0,8

Vitamin C (mg) 4

Serat kasar (g) 7,53

Total abu (g) 3,70

Kalum (mg) 57,0

Air (g) 86,2

Sumber: Depkes RI, 2000

(20)

20 Jahe memiliki kandungan minyak menguap (volatile oil), minyak tidak menguap (non volatile oil), dan pati. Minyak yang menguap disebut minyak atsiri.

Minyak tersebut banyak dimanfaatkan dibidang pangan. Minyak atsiri berwarna kuning, sedikit kental, dan merupakan senyawa pemberi aroma khas pada jahe.

Minyak tidak menguap disebut oleoresin yang merupakan senyawa pemberi rasa pedas dan pahit (Setiawan, 2015).

2.1.2 Jenis-Jenis Jahe

Terdapat tiga jenis jahe yang dapat ditemukan di Indonesia. Tiga jenis jahe tersebut dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna kulit rimpangnya.

1. Jahe Merah (Zingiber offisinale rubrum)

Jahe merah atau juga sering disebut dengan jahe sunti merupakan salah satu jenis jahe dengan ciri rimpangnya yang kecil, berwarna kemerahan, dan seratnya kasar. Jenis jahe ini memiliki rasa yang sangat pedas dengan aroma yang tajam. Kandungan minyak atsiri jahe merah sekitar 2,58 - 3,90% dari berat kering. Karena itulah, jahe ini biasanya dibudidayakan untuk memproduksi minyak jahe. Di daerah Jawa, jahe merah banyak dimanfaatkan sebagai obat-obatan, sedangkan di daerah luar Jawa penggunaannya lebih ke bumbu masak.

2. Jahe Putih Kecil (Zingiber offisinale amarum)

Jahe putih kecil memiliki rimpang yang lebih besar dari jahe merah, berwarna putih dengan serat yang lembut. Jahe yang memiliki nama lain jahe emprit ini memiliki bentuk yang agak pipih dan aroma yang kurang tajam daripada jahe merah.

Umumnya, jahe putih kecil digunakan sebagai rempah-rempah, minuman, penyedap masakan, serta sebagai bahan produksi minyak atsiri.

Selain itu, jahe ini biaasa digunakan dalam industri jamu. Kandungan minyak atsiri jahe putih kecil 1,5 - 3,5% atas dasar berat kering.

3. Jahe Putih Besar

Jahe yang lebih dikenal dengan sebutan jahe badak (Jawa Barat), jahe ganyong (Kuningan), jahe kapur (Jawa Timur) atau jahe gajah (Sumatera) ini

(21)

21 merupakan salah satu jenis jahe yang memiliki ciri khas rimpangnya yang jauh lebih besar dan gemuk dari dua jenis jahe sebelumnya. Di sisi lain, aroma dan rasa dari jahe ini kurang tajam. Jahe putih besar banyak dimanfaatkan sebagai bahan sayur, masakan, minuman, permen, dan rempah.

Kandunngan minyak atsiri jahe ini sekitar 0,18 – 1,66% atas dasar berat keringnya.

Pemanenan dari jahe putih besar biasanya dibagi menjadi jahe muda dan jahe tua. Jahe muda dipanen saat umur tiga hingga empat bulan (non fiber ginger) yang biasanya diolah menjadi asianan jahe. Jahe tua dipanen saat umur delapan hingga sepuluh bulan. Jahe tua ini digolongkan menjadi rimpang besar untuk jahe segar dan rimpang kecil untuk dijadikan bumbu masak, jahe kering, ataupun jahe bubuk.

Tabel 2. Karakteristik dari Jenis-jenis Jahe

Bagian tanaman Jahe Putih Besar Jahe Putih Kecil Jahe Merah Struktur rimpang Besar berkuku Kecil berlapis Kecil berlapis Warna irisan Putih kekuningan Putih kekuningan Jingga muda

hingga merah Berat per rimpang

(kg) 0,18-2,08 0,10-1,58 0,20-1,40

Diameter rimpang (cm)

8,47-8,50 3,27-4,05 4,20-4,26

Kadar minyak

atsiri (%) 0,82-1,66 1,50-3,50 2,58-3,90

Kadar pati (%) 55,10 54,70 44,99

Kadar serat (%) 6,89 6,59 -

Kadar abu (%) 6,60-7,57 7,39-8,90 7,46

Sumber: Setiawan (2015)

2.1.3 Khasiat dan Manfaat Jahe

Jahe segar dan jahe kering banyak digunakan sebagai bumbu masak atau pemberi aroma pada makanan kecil dan sebagainya. Jahe muda bahkan dapat dimakan mentah sebagai lalab atau diolah menjadi jahe awet yang berupa jahe asin, jahe dalam sirup atau jahe Kristal. Berdasarkan penelitian, aksi farmakologi

(22)

22 jahe antara lain mencegah mual dan postoperative nausea dengan mekanisme aksi meningkatkan motilitas pada gastrointestinal (Phillips et al dalam Rahayu, 2010). Aksi farmakologi yang lain adalah hiperemesis gravidarum (Fischer and Rasmussen et al dalam Rahayu, 2010), muntah yang diinduksi oleh kemoterapi (Meyer et al dalam Rahayu, 2010) dan osteoarthritis (Altman and Marcussen dalam Rahayu, 2010).

Pada Clinical Studies on Ginger ada dua study yang menerangkan bahwa jahe memiliki efektifitas seperti metoclopramide untuk mengurangi postoperative nausea (Bone et al dalam Rahayu, 2010). Jahe merah yang memiliki rasa yang panas dan pedas, terbukti berkhasiat dalam menyembuhkan berbagai penyakit, yaitu untuk pencahar (laxative), peluruh masuk angin, antimabuk (antiemetik), sakit encok (rheumatism), sakit pinggang (lumbago), pencernaan kurang baik (dyspepsia), radang tenggorokan (bronchitis), asma, sakit demam (fevers), pelega tenggorokan.

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka.Istilah esential dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni tanpa pencemaran, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua (Gunawan dan Mulyani 2004).

Umumnya minyak atsiri merupakan pemberi bau yang khas, atau disebut minyak eteris, minyak menguap atau essential oil yaitu bahan aromatis alam yang berasal dari tumbuhan. Ciri minyak atsiri antara lain mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai tanaman penghasilnya dan bersifat larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri pada suhu kamar berbentuk cairan berwarna kuning- kecoklatan hingga kuning muda sampai kemerahan dan mempunyai densitas lebih kecil dari air (Sumarni, 2008).

(23)

23 Minyak eteris atau minyak atsiri adalah istilah yang digunakan untuk minyak yang mudah menguap dan diperoleh dari tanaman dengan cara penyulingan uap. Definisi ini, dimaksudkan untuk membedakan minyak atau lemak dengan minyak atsiri yang berbeda tanaman penghasilnya. Dalam kelompok ini dicantumkan pula minyak yang mudah menguap dengan metode ekstraksi yaitu menggunakan penyulingan uap. Minyak atsiri merupakan salah satu hasil dari sisa proses metabolisme dalam tanaman yang terbentuk, karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air. Minyak tersebut disintesis dalam sel kelenjar pada jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak terpentin dari pohon pinus (Lutony, et all, 1994).

Minyak atsiri, minyak mudah menguap atau minyak terbang merupakan campuran dari senyawa yang berwujud cairan atau padatan yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam. Penyulingan dapat di defenisikan sebagai proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran yang terdiri dari atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap mereka atau berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen senyawa tersebut (Sastrohamidjojo, 2004).

Minyak atsiri terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (0) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan belerang (S) (Hulan, 2004). Pada umumnya komponen kimia dari minyak atsiri terdiri dari campuran hidrogen dan turunannya yang mudah menguap dan diperoleh dari tanaman dengan cara penyulingan uap mengandung oksigen disebut dengan terpen atau terpenoid. Terpen merupakan persenyawaan hidrogen tidak jenuh dan satuan terkecil dari molekulnya disebut isoprene (Guenther, 1987).

Menurut kataren (1985) minyak atsiri dapat diekstrak dengan 4 cara yaitu, penyulingan (destillator), pengepresan (pressing), ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), dan ekstraksi dengan lemak padat (enfleurasi).

Umunya metode yang paling sering digunakan adalah penyulingan. Minyak atsiri dalam industry digunakan untuk pembuatan kosmetik, parfum, antiseptik, obat-

(24)

24 obatan, flavouring agent dalam bahan pangan atau minuman dan sebagai pencampur rokok kretek.

2.3 Minyak Jahe

Minyak jahe pada umumnya dihasilkan dari penyulingan rimpang jahe kering. Harga minyak jahe asal India di pasar Eropa sebesar US $ 105/Kg, dan asal Cina US $ 42/Kg (Ma’mun, 2006). Sementara minyak jahe Indonesia belum banyak dikenal. Minyak jahe digunakan sebagai komponen pewangi dalam produk-produk kosmetik, termasuk sabun, detergen, cream, lotion dan parfum.

Batas maksimum penggunaan minyak jahe dalam parfum 0,4%. Minyak jahe, oleoresin, dan ekstrak jahe banyak digunakan dalam pembuatan minuman ringan (seperti gingerale, cola), dalam minuman beralkohol (seperti liqueur dan bitter), makan beku, dan permen. Disamping itu minyak jahe digunakan juga sebagai obat rematik, sakit gigi, obat malaria, obat flu, obat batuk, infeksi, dan lain-lain.

Minyak jahe bersifat analgesik, antioksidan, antiseptik, stimulan dan bersifat anti bakteri serta banyak dipakai dalam aromaterapi (Ma’mun, 2006)

Untuk penggunaan tertentu, dewasa ini dikenal juga minyak jahe yang berasal dari jahe segar. Minyak jahe segar berbeda aroma dan komposisi kimianya dari minyak jahe kering. Hasil penelitian Menon et all (2007) menunjukkan bahwa perlakuan pengeringan pada jahe dapat menyebabkan perubahan pada komponen minyak jahe kering dan minyak jahe segar berbeda, antara lain dalam minyak jahe kering terdapat zingiberen dan curcumen sedangkan dalam minyak jahe segar tidak terdapat curcumen.

Hasil penyulingan di Balittro menunjukkan bahwa rendemen minyak dari jahe kering asal Jawa tengah rata-rata 3,10%, sedangkan rendemen rata-rata minyak jahe segar 1,0%. Dalam penggunaannya sebagai komponen formula parfum, minyak jahe biasa dicampur dengan minyak cendana, minyak mawar, minyak nilam, minyak jeruk, minyak akar wangi, dan minyak atsiri lainnya.

Minyak atsiri jahe banyak digunakan dalam berbagai bidang industri, seperti industri parfum, kosmetik, essence, farmasi dan flavoring agent. Biasanya, minyak atsiri yang berasal dari rempah digunakan sebagai flavoring

(25)

25 agentmakanan. Bahkan dewasa ini sedang dikembangkan metode penyembuhan penyakit dengan aromatheraphy, yaitu dengan menggunakan minyak atsiri yang berasal dari tanaman. Selain itu, minyak atsiri dari beberapa jenis tumbuhan bersifat aktif biologis sebagai anti bakteri dan anti jamur sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet pada makanan dan sebagai antibiotik alami (Supardan. et all, 2009).

2.4 Standar Mutu Minyak Jahe Berdasarkan SNI

Di Indonesia, pengolahan minyak jahe sebagai produk primer telah distandardisasi oleh Badan Standar Nasional (BSN) dengan mengeluarkan dokumen Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan nomor SNI 06-1312-1998.

Berdasarkan dokumen tersebut, minyak jahe merupakan minyak atsiri yang diperoleh dengan cara penyulingan rimpang jahe Zingiber officinale dengan syarat mutu sebagai berikut (Standar Nasional Indonesia, 1998). Staandar mjutu minyak jahe untuk kualitas ekspor dapat dianalisa menurut kriteria fisik yang berdasarkan:

bobot jenis, indeks bias, ataupun secara kimia: bilangan ester setelah esitilasi, bilangan asam, bilangan ester, dan minyak lemah.

Tabel 3. Syarat mutu minyak jahe

Karakteristik Satuan Standar Internasional

Bobot jenis (25°C) - 0,8720-0,8890

Indeks bias (25°C) - 1,4853-1,4920

Putaran optik - (-32°) - (-14°)

Bilangan ester setelah

esitilasi mg KOH/g Maks 90

Bilangan asam mg KOH/g Maks 2

Bilangan ester mg KOH/g Maks 15

Minyak lemah - Negatif

Sidik jari - sesuai datar

Sumber. Standar Nasional Indonesia, 1998

(26)

26 2.5 Proses Penyulingan Minyak Atsiri

Penyulingan adalah salah satu cara untuk mendapatkan minyak atsiri dengan cara mendidihkan bahan baku yang dimasukkan ke dalam ketel hingga terdapat uap yang diperlukan atau dengan cara mengalirkan uap jenuh (saturated or superheated) dari ketel pendidih air ke dalam ketel penyuling (Hieronymus 1990).

Penyulingan merupakan proses pemisahan komponen berupa cairan atau padat dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan titik uapnya. Metode penyulingan biasanya dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air (Rochim 2009).

Minyak atsiri minyak mudah menguap atau minyak terbang merupakan campuran dari senyawa yang berujud cairan atau padatan yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam. Penyulingan dapat didefenisikan sebagai proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran yang terdiri dari dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap atau berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen senyawa tersebut.

2.6 Mekanisme Kinerja Sistem penyulingan

Penyulingan dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan komponen- komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap atau berdasarkan perbedaan titik didih komponen- komponen senyawa tersebut. Titik didih didefinisikan sebagai suhu pada tekanan atmosfer atau pada tekanan tertentu dimana suatu cairan berubah menjadi uap.Suatu cairan yang terdiri dari beberapa senyawa atau komponen maka masing-masing memiliki titik didih yang berbeda, maka cairan tersebut memiliki kisaran titik didih. Proses penyulingan sangat penting diketahui oleh penyuling minyak atsiri. Pada dasarnya terdapat dua jenis penyulingan, yaitu :

 Penyulingan suatu campuran yang berwujud cairan yang tidak saling bercampur, hingga membentuk dua fasa atau dua lapisan. Keadaan ini terjadi pada pemisahan minyak atsiri dengan uap air yang sering disebut juga hirdrodestilasi.

(27)

27

 Penyulingan suatu cairan yang tercampur sempurna hingga hanya membentuk satu fasa. Pada keadaan ini pemisahan minyak atsiri menjadi beberapa komponennya, sering disebut fraksinasi tanpa menggunakan uap air (Sastrohamidjojo, 2004).

Ada 3 macam sistem penyulingan dalam industri pengolahan minyak atsiri yaitu :

2.6.1 Penyulingan dengan air

Menyuling minyak atsiri dengan air merupakan cara yang tertua bangsa mesir dan india kuno telah melakukan penyulingan dengan air sekarang pun masih dilakukan oleh petani tradisional.

Prinsip kerja penyulingan dengan air adalah sebagai berikut: ketel penyuling diisi air sampai volumenya hampir separuh, lalu dipanaskan, sebelum air mendidih, bahan baku dimasukkan ke dalam ketel penyulingan (Hieronymus, 1990)

Pada sistem penyulingan dengan air, bahan yang akan disuling langsung kontak dengan air mendidih. Bahan yang akan disuling langsung melayang atau seluruhnya dapat tenggelam dalam air, hal ini tergantung pada berat jenis dan banyaknya bahan yang berada dalam ketel penyuling. Oleh karena itu sistem ini sangat baik digunakan untuk penyulingan bahan yang dapat bergerak bebas dalam air mendidih. Apabila bahan tersebut disuling dengan uap, maka akan terjadi penggumpalan dan uap tidak dapat menembus sel-sel dari bahan secara merata (Sastrohamidjojo, 2004).

Penyulingan air mempunyai beberapa keuntungan yaitu alatnya yang cukup praktis dan dapat mengeksraksi minyak dari bahan yang berbentuk bubuk dan bahan yang mudah menggumpal. Selain itu penyulingan dengan air juga mempunyai kelemahan yaitu ekstraksi tidak dapat berlangsung sempurna walaupun dirajang dan komponen minyak yang bertitik didih tinggi dan bersifat larut dalam air tidak dapat menguap secara sempurna, sehingga minyak yang tersuling mengandung komponen tidak lengkap (Guenther, 1947).

(28)

28 2.6.2 Penyulingan dengan Air dan Uap

Penyulingan minyak atsiri dengan cara ini memang sedikit lebih maju dan produksi minyaknya pun relatife lebih baik. Prinsip kerja dari penyulingan macam ini adalah sebagai berikut : ketel penyulingan diisi air sampai pada batas saringan.

Bahan baku diletakkan diatas saringan, sehingga tidak berhubungan langsung dengan air yang mendidih, tetapi akan berhubungan dengan uap air (Hieronymus 1990).

Menurut Tan (1962), penyulingan minyak atsiri untuk jenis tanaman semak dan daun sebaiknya dilakukan dengan metode penyulingan uap dan air (water and steam distillation). Cara penyulingan uap dan air merupakan penyulingan dengan tekanan uap rendah yang tidak menghasilkan uap dengan cepat sehingga panjangnya waktu penyulingan menjadi hal yang sangat penting, artinya hal tersebut baik jika ditinjau dari mutu dan rendemen minyak yang dihasilkan.

Keuntungan penyulingan dengan uap dan air, yaitu uap air selalu jernih, basah dan tidak terlalu panas, bahan berhubungan dengan uap saja, tidak dengan air mendidih. Kelemahan penyulingan dengan uap dan air, yaitu tidak dapat menghasilkan minyak dengan cepat, karena tekanan uap yang dihasilkan relatif rendah, untuk mendapat rendemen minyak yang tinggi, perlu waktu penyulingan yang panjang.

2.6.3 Penyulingan dengan Uap

Penyulingan minyak atsiri secara langsung dengan uap memerlukan biaya yang cukup besar. Karena harus disisipkan dua buah ketel, dan sebagian besar peralatan terbuat dari stainless steel (SS) dan mild steel (MS), walaupun memerlukan biaya besar, kualitas minyak atsiri yang dihasilkan memang jauh lebih sempurna.

Prinsip kerja penyulingan seperti ini hampir sama dengan cara menyuling dengan air dan uap (indirect destilation), namun antara ketel uap dan ketel penyuling harus terpisah. Ketel uap yang berisi air yang dipanaskan, lalu uapnya dialirkan ke ketel penyulingan yang berisi bahan baku. Partikel-partikel minyak

(29)

29 pada bahan baku terbawa bersama uap dan dialirkan ke alat pendingin.

(Hieronymus, 1990)

Penyulingan dengan uap pada dasarnya hanya dengan mengalirkan uap yang bertekanan tinggi. Pada cara ini ketel perebus air dipisahkan dari ketel penyuling, yakni ketel yang berisi bahan. Uap air yang dihasilkan pada ketel perebus air, dialirkan pada sebuah pipa kedalam ketel penyuling. Bahan yang disuling diletakkan di atas piringan yang berlubang-lubang di dalam ketel. Piringan boleh lebih dari satu dan disusun secara bertingkat. Cara untuk memudahkan bergeraknya uap air ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu harus disediakan ruang kosong antara bahan yang terletak pada piringan dibawahnya dengan piringan di atasnya, antara piringan yang terletak pada susunan yang paling bawah dan alas ketel harus ada ruang yang kosong sebagai tempat penampungan uap air yang dihasilkan oleh ketel perebus. Uap jernih yang dihasilkan (dengan tekanan lebih dari 1 atmosfir) di alirkan ke dalam ketel penyulingan. Bersamaan dengan uap air ini, minyak atsiri akan ikut terbawa, selanjutnya pipa penyalur disalurkan melalui ketel ketiga yang berfungsi sebagai kondensor. Setelah mengalami proses kondensasi, campuran minyak dan air kemudian dicampur pada bak pemisah campuran, dengan adanya perbedaan berat jenisnya maka air dapat dipisahkan dari minyak. Penyulingan dengan cara ini akan menghasilkan minyak yang bermutu tinggi (Sudaryani, dkk, 1998).

2.7 Peralatan Penyulingan

Cara penyulingan dan penanganan bahan baku dapat mempengaruhi rendemen dan mutu minyak nilam yang dihasilkan. Namun demikian bahan yang digunakan dalam pembuatan peralatan-peralatan penyulingan juga mempunyai peranan dalam mempengaruhi mutu minyak hasil sulingan.Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan peralatan penyulingan adalah logam yang digunakan untuk tempat bahan dan pipa pendingin (Harris, 1993).

Logam yang digunakan untuk bahan peralatan penyulingan harus tidak bereaksi dengan uap air dan uap minyak. Bila bereaksi atau bersenyawa, hasil minyak akan rusak dan tidak laku dijual. Logam yang terbukti tidak bereaksi atau

(30)

30 bersenyawa dengan minyak atsiri adalah baja tahan karat (stainless steel) dan kaca tahan panas. Logam-logam lainnya seperti : alumunium, tembaga, timah putih, besi biasa, dan seng ada yang bereaksi dengan minyak atsiri tertentu, ada yang tidak, bergantung pada jenis minyak yang disuling (Harris, 1993). Menurut Rusli (2003), bahan konstruksi alat suling akan mempengaruhi mutu minyak terutama dalam karakteristik warnanya. Alat penyulingan dari bahan plat besi tanpa galvanis akan menghasilkan minyak yang berwarna gelap dan keruh karena karat.

Menurut Ketaren (1985), peralatan yang biasanya digunakan dalam penyulingan terdiri atas : ketel uap, ketel suling, bak pendingin (kondensor) dan labu pemisah minyak (florentine flask). Penyulingan dengan sistem uap dan air tidak menggunakan ketel uap. Peralatan-peralatan inilah yang menjadi salah satu faktor penentu rendemen minyak atsiri yang dihasilkan.

2.7.1 Ketel Suling

Ketel penyulingan berfungsi sebagai wadah atau bejana untuk menempatkan bahan tanaman yang akan disuling. Dalam ketel tersebut terdapat air atau uap yang berhubungan dengan bahan tanaman dan menguapkan minyak atsiri yang terkandung didalamnya. Ketel suling berbentuk silinder yang memiliki diameter yang hampir sama atau sedikit lebih kecil dari tingginya (Sastrohamidjojo, 2004).

Pada penyulingan dengan air dan uap, sebaiknya ukuran diameter sama dengan ukuran tingginya. Hubungan antara tinggi dan diameter ketel yang digunakan tergantung dari sifat porositas bahan yang diolah. Ketel yang berukuran tinggi baik untuk bahan yang bersifat kamba, sedangkan ketel yang lebih rendah baik untuk bahan yang bersifat kompak.

Ketel suling dilengkapi dengan penutup yang dapat ditutup rapat dan saringan atau dasar semu diatas dasar ketel suling untuk penyulingan dengan uap dan air. Pada tutup dipasang pipa untuk mengalirkan uap ke kondensor (Ketaren, 1985).

(31)

31 Pada penyulingan yang dirancang sketsa ketel suling dapat dilihat pada Gambar 1. dibawah ini.

A C

B E G

D

F

Gambar 1. Prototipe ketel suling Keterangan :

A : Pengukur tekanan E : Tutup ketel B : Pengukur suhu F : Kaki ketel suling C : Pipa penghubung ketel ke kondensor G : Katup pengatur uap D : Ketel suling

Ketel suling yang digunakan terbuat dari stainless steel berbentuk silinder dengan diameter 44,5 cm dan tinggi 100,5 cm. Berat yang dapat diisikan yakni hingga 8 kg dan volume yang dapat diisikan air adalah 57 liter. Selain itu ketel suling ini dilengkapi dengan tutup ketel yang dilengkapi dengan 10 buah mur dan baut serta karet pada bagian atas ketel untuk mencegah kebocoran saat penyulingan berlangsung. Tutup ketel mempunyai pipa yang disambungkan pada kondensor. Selain itu di dalam ketel suling dipasang suatu dandang yang berada 50 cm diatas dasar ketel suling yang berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan bahan yang akan disuling sehingga air yang mendidih tidak kontak langsung dengan bahan yang disuling. Dandang bersifat tidak permanen sehingga bisa dilepaskan dari ketel suling untuk mempermudah pembersihan ketel suling.

Saringan terbuat dari plat stainless steel yang berlubang, pada bagian tengah terdapat bagian yang menjadi tumpuan untuk mengangkat rak yang terbuat dari

(32)

32 kawat. Dandang yang digunakan pada penyulingan ini ada dua jenis yakni dandang biasa dan dandang modifikasi, sketsa dandang yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. Selain itu ketel suling dilengkapi dengan Manometer untuk mengetahui tekanan uap dan termometer untuk mengetahui suhu di dalam ketel suling.

Pipa penghubung antara ketel dan pendingin diletakkan pada bagian atas tutup ketel. Pipa yang menghubungkan ketel dan kondensor terbuat dari stainless steel dengan panjang 108,5 cm dan diameter 2,3 cm.

Gambar 2. Dandang biasa Gambar 3. Dandang modifikasi 2.7.2 Pendingin (Kondensor)

Kondensor adalah peralatan pindah panas yang digunakan untuk mengubah uap menjadi fase cair dengan menghilangkan panas laten yang dimiliki uap.

Proses pendinginan dilakukan dengan menggunakan zat cair yang lebih dingin yang disebut pendingin (McCabe, 1986). Kondensor adalah alat yang berupa bak atau tabung silinder dan di dalamnya terdapat pipa lurus atau berbentuk spiral yang berfungsi untuk menguapkan uap menjadi bentuk cair. Kondensor terdiri atas beberapa tipe yaitu : lingkaran (coil), segi empat, zigzag, dan banyak pipa (multitubular) (Rusli dan Sofyan, 2003).

Menurut Bernasconi et al dalam Fatahna (2005), perpindahan panas yang baik pada alat-alat penukar panas dapat dicapai dengan mengatur perbedaan suhu yang besar antara bahan dan media pendingin, laju alir yang besar dari bahan dan media pendingin, permukaan penukar panas yang bersih dan luas permukaan perpindahan panas yang besar serta dinding yang tipis.

(33)

33 Cara pengembunan uap yang paling sempurna adalah dengan mengalirkan air pendingin berlawanan arah dengan aliran uap minyak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memasukkan air pendingin dari bagian bawah kondensor dan dikeluarkan dari bagian atas dengan demikian distilat yang keluar benar-benar berbentuk cairan (Harris, 1993).

Sketsa kondensor yang dirancang pada penyulingan dapat dilihat pada Gambar 4:

A

B C

E

F G

Gambar 4. Kondensor Keterangan :

A : Pipa penghubung kondensor dengan ketel suling B : Kondensor

C : Pipa uap

D : Pipa air pendingin keluar E : Pipa air pendingin masuk F : Pipa destilat

G : Kaki penyangga kondensor

D

(34)

34 Alat proses penyulingan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.

Gambar 5. Alat Proses Penyulingan Minyak Atsiri 2.7.3 Pemisah Minyak (Separator)

Menurut Lutony dan Rahmawati (1994), penampung hasil kondensasi adalah alat untuk menampung distilat yang keluar dari kondensor lalu memisahkan minyak dari air suling. Jumlah air suling selalu lebih besar dari jumlah minyak, dalam hal ini diperlukan agar air suling tersebut terpisah dengan baik dari minyak atsiri.

Pemisahan minyak dan air dapat terjadi karena perbedaan bobot jenis. Jika bobot jenis minyak lebih kecil dari satu, maka minyak akan berada di atas lapisan air sedangkan apabila bobot jenis minyak lebih dari satu, maka minyak akan berada pada bagian dasar separator. Dengan demikian perlu direkayasa alat pemisah untuk menampung hasil minyak atsiri yang lebih berat atau lebih ringan dari air. Pada penyulingan air serta penyulingan uap dan air maka air suling yang telah dipisahkan dari separator dapat dikembalikan ke dalam ketel suling untuk digunakan pada proses berikutnya. Proses penyulingan yang berkesinambungan ini disebut kohobasi (Sastrohamidjojo, 2004).

(35)

35 2.8 Kehilangan Energi Pada Proses Penyulingan

Energi dikenal dalam berbagai bentuk, beberapa diantaranya yang dijumpai dalam bidang teknik kimia adalah : energi dalam, energi kinetik, energi potensial, energi mekanis, dan panas. Hampir semua operasi yang dijalankan untuk proses penyulingan melibatkan pembangkitan, penyerapan, dan kehilangan energi dalam bentuk panas. Energi berupa panas dapat berpindah dari dari suatu sistem ke lingkungannya atau sebaliknya. Ilmu perpindahan panas adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana energi dalam bentuk panas berpindah dari suatu zat ke zat lain yang suhunya lebih rendah (Kamil dan Pawito, 1983). Terdapat 3 tipe perpindahan panas yaitu konduksi, konveksi dan radiasi.

2.8.1 Konduksi

Perpindahan energi panas secara konduksi adalah perpindahan energi panas melewati massa yang tidak bergerak. Elektron-elektron bebas dari atom-atom benda yang dilaluinya memegang peranan penting dalam perpindahan energi panas secara konduksi. Molekul-molekul zat yang dilewati energi panas secara konduksi tidak berpindah, maka perpindahan energi panas secara konduksi hanya terjadi dalam zat padat. Zat-zat yang banyak mengandung elektron bebas mudah dialiri panas seperti tembaga, alumunium, besi baja dan lain sebagainya (Kamil dan Pawito,1983).

2.8.2 Konveksi

Aliran energi panas secara konveksi disertai oleh perpindahan massa zat yang dilaluinya. Perpindahan panas secara konveksi terjadi pada zat cair dan gas.

Perpindahan panas secara konveksi merupakan gabungan antara perpindahan panas secara konduksi dan perpindahan massa. Cara energi panas berpindah dinamakan konveksi bebas atau sering disebut juga konveksi alami tetapi jika perpindahan panas tersebut berlangsung karena paksaan suatu alat seperti blower, kipas, pompa dan lain sebagainya, perpindahan energi panas tersebut dinamakan konveksi paksa (Kamil dan Pawito, 1983).

(36)

36 2.8.3 Radiasi

Pancaran (radiasi) adalah perpindahan kalor melalui gelombang dari suatu zat ke zat lain. Perpindahan kalor radiasi terjadi dengan perantara foton dan juga gelombang elektromagnet. Apabila sejumlah energi kalor menimpa suatu permukaan, sebagian akan dipantulkan, sebagian akan diserap kedalam bahan dan sebagian akan menembus bahan. Setiap benda diatas temperatur nol absolut memancarkan energi dalam bentuk radiasi. Tingkat radiasi yang dipancarkan tergantung pada suhu benda tersebut. Konstanta ε menggambarkan kapasitas suatu benda mengabsorbsi dan memancarkan radiasi (Kamil dan Pawito, 1983).

(37)

37

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2019.Penelitian dilakukan di laboratorium Workshop Agroindustri Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, Sulawesi Selatan.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat yang di gunakan dalam penelitian ini meliputi destilator, kondensor, kompor, thermometer, gelas ukur besar, gelas piala, stopwatch, timbangan digital, ember, baskom, botol sebagai penampung minyak, dan corong pemisah.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jahe dan air. jahe didapatkan di Pasar Terong Makassar sebanyak ±8 kg dan air sebanyak 38 liter dalam satu kali penyulingan. Terdapat juga bahan pendukung seperti gas LPG 3 kg sebagai bahan bakar.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan yaitu metode penyulingan menggunakan sistem penyulingan uap dan air yaitu dengan cara dikukus dan tanpa udara atau vakum.

Prinsip penyulingan dengan cara ini adalah dengan menggunakan tekanan uap rendah. Pada cara ini bahan tidak berhubungan dengan air. Bahan diletakkan diatas piringan. Piringan dibuat dari plat atau seng yang diberi lubang (seperti ayakan), dan terletak beberapa sentimeter diatas air didalam ketel. Setelah air mendidih, uap air akan keluar melalui lubang-lubang piringan dan terus mengalir melalui sela-sela bahan. Bersama uap air ini akan ikut terbawa minyak atsiri yang terkandung dalam bahan. Uap air yang timbul disalurkan melalui pipa, dan selanjutnya masuk ke ketel pendingin. Dalam ketel pendingin ini uap air berkondensasi menjadi air dan minyak. Campuran antara minyak dan air ditampung pada bak pemisah cairan, karena perbedaan berat jenisnya air akan

(38)

38 terpisah dari minyak, yaitu turun kebawah permukaan minyak, selanjutnya air dan minyak ini dipisahkan (Sudaryani, dkk, 1998).

Keuntungan penyulingan dengan uap dan air,yaitu:

1) Uap air selalu jernih, basah dan tidak terlalu panas.

2) Bahan berhubungan dengan uap saja, tidak dengan air mendidih.

Kelemahan penyulingan dengan uap dan air,yaitu:

1) Tidak dapat menghasilkan minyak dengan cepat, karena tekanan uap yang relatif rendah.

2) Untuk mendapat rendemen minyak yang tinggi, perlu waktu penyulingan yang panjang

3.4 Perhitungan Rendemen

Rendemen adalah perbandingan jumlah (kuantitas) yang dihasilkan dari ekstraksi tanaman aromatik. Rendemen menggunakan satuan (%). Semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan menandakan nilai minyak atsiri yang dihasilkan semakin banyak pula.

Kualitas minyak yang dihasilkan biasanya berbanding terbalik dengan jumlah rendemen yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan maka semakin rendah mutu yang didapatkan.

Rumus yang digunakan untuk menghitung rendemen yaitu:

Rendemen (%) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑢𝑙𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛𝑥 100 3.5 Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan dalam penelitian ini yaitu:

1. Waktu Pencapaian Suhu 100oC

Menentukan berapa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu 100oC pada proses pembuatan minyak jahe menggunakan destilator shell tube.

2. Volume Distilat yang dihasilkan

Berapa banyak distilat yang dihasilkan dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan distilat tersebut.

(39)

39 3. Rendemen yang dihasilkan

Membandingkan jumlah yang dihasilkan dari penyulingan dandang biasa dengan dandang modifikasi dari volume destilatnya.

4. Efisiensi Energi

Efisiensi energi ini mencakup penentuan energi yang dihasilkan bahan bakar dan menghitung kehilangan energi panas pada destilator.

3.6 Analisis Efisiensi Energi Peralatan Penyulingan

Analisis energi selama proses penyulingan meliputi kehilangan energi konveksi alamiah energi yang dihasilkan kompor LPG tidak seluruhnya digunakan untuk penyulingan, tetapi ada sebagian panas yang hilang ke lingkungan melalui dinding ketel suling dan tutup ketel suling.

a. Kehilangan energi dinding ketel suling

Kehilanagan energi melalui dinding ketel suling dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini :

Qk = h Ak (Tok – Tu) ………... (1) Dimana :

Qk = Panas yang hilang melalui dinding ketel suling, Kj h = Koefisien konveksi udara lingkungan, W/m2K Ak = Luas permukaan dinding ketel, m2

Tok = Suhu dinding luar ketel, K Tu = Suhu udara lingkungan, K Nilai h dapat dicari dengan persamaan : h =𝑁𝑁𝑢𝐿 𝑘

𝑘 ………... (2)

Dimana :

NNu = Angka Nusselt

k = Konduktivitas panas udara lingkungan, W/mK Lk = Tinggi ketel suling, m

(40)

40 Menurut McCabe (1986), NNu pada silinder tegak dapat dicari dengan persamaan :

NNu = 0,59 ( NGrNPr)0,25 ……… (3) Nilai NGr dapat dicari dengan persamaan :

𝑁𝐺𝑟 =𝐿3𝜌2 𝜇𝛽 𝑔 ∆𝑇2 ………... (4) Dimana :

L3 = Tinggi dinding ketel suling, m ρ2 = Densitas udara, kg/m3

β = Koefisien ekspansi termal, 1/K g = Percepatan gravitasi, m/s

ΔT = Perbedaan suhu permukaan dinding ketel suling dan udara, K

µ2 = viskositas udara, kg/m s Nilai Npr dapat dicari dengan persamaan :

𝑁𝑃𝑟 =𝐶𝑃𝑘 𝜇 ………... (5) Dimana :

Cp = Kalor spesifik udara, Joule/kg °C µ = Viskositas udara, kg/m s

k = Konduktifitas panas udara lingkungan, W/mK

b. Kehilangan energi melalui tutup ketel suling

Kehilangan energi melalui tutup ketel suling dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:

Qt = h At(Tot – Tu) ………... (1) Dimana :

Qt = Panas yang hilang melalui pipa, kj

h = Koefisien konveksi udara lingkungan, W/m2K Ak = Luas permukaan dinding ketel, m2

Tot = Suhu dinding luar dinding ketel, K Tu = Suhu udara lingkungan, K

(41)

41 Nilai h dapat dicari dengan persamaan :

h =𝑁𝐷𝑁𝑢 𝑘

𝑜𝑝 ………... (2)

Dimana :

NNu = Angka Nusselt

K = Konduktivitas panas udara lingkungan, W/mK Dop = Tinggi ketel suling, m

Menurut McCabe (1986), NNu pada plat horizontal yang di panaskan menghadap ke atas dapat dicari dengan persamaan :

NNu = 0,54 ( NGrNPr)0,25 ……....……….(3) Nilai NGr dapat dicari dengan persamaan :

𝑁𝐺𝑟 =𝐷3𝜌2 𝜇𝛽 𝑔 ∆𝑇2 ………... (4) Dimana :

D3 = Diameter tutup ketel, m ρ2 = Densitas udara, kg/m3

β = Koefisien ekspansi termal, 1/K g = Percepatan gravitasi, m/s

ΔT = Perbedaan suhu permukaan dinding ketel suling dan udara, K

µ2 = Viskositas udara, kg/m s Nilai Npr dapat dicari dengan persamaan :

𝑁𝑃𝑟 =𝐶𝑃𝑘 𝜇 ………... (5) Dimana :

Cp = Kalor spesifik udara, Joule/kg °C µ = Viskositas udara, kg/m s

k = Konduktifitas panas udara lingkungan, W/mK

(42)

42 Penampungan Destilat

(minyak+air)

Pemisahan minyak-air

Minyak Jahe Jahe

Perajangan

Penimbangan

Penyulingan (±7 jam) 3.7 Diagram Alir Proses Penyulingan Minyak Atsiri

Gambar 6. Diagram Alir Proses Penyulingan Minyak Jahe

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat memeriksa kadar minyak atsiri pada rimpang jahe gajah dan jahe merah menggunakan metode destilasi uap untuk memperoleh hasil

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas antibakteri minyak atsiri rimpang jahe merah terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans

Pada sampel rimpang jahe, juga dilakukan analisa minyak atsiri dan pengujian ini dianggap penting dikarenakan minyak atsiri diketahui memiliki beragam manfaat akan tetapi di

SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ” Formulasi Gel Minyak Atsiri Rimpang Jahe (Zingiber

METODE PENGAMBILAN MINYAK JAHE DENGAN VARIASI JUMLAH PENAMBAHAN SOLVENT DAN SUHU DALAM RIMPANG JAHE MERAH.. MENGGUNAKAN EKSTRAKSI

Diperoleh komponen kimia minyak atsiri yang berbeda baik jenis maupun jumah dari rimpang tanaman jahe yang diintroduksi dengan FMA disbanding tanaman tanpa

Semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri pada repelan minyak atsiri kombinasi rimpang temulawak dan rimpang jahe dengan basis cold cream menyebabkan daya sebar

Laporan praktikum yang berisi tentang penetapan kadar minyak atsiri pada rimpang jahe menggunakan metode destilasi