• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Gajah (Zingiber Officinale Roscoe Var. Officinale) Dan Rimpang Jahe Merah (Zingiber Officinale Roscoe Var. Amarum) Menggunakan Alat Stahl

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Gajah (Zingiber Officinale Roscoe Var. Officinale) Dan Rimpang Jahe Merah (Zingiber Officinale Roscoe Var. Amarum) Menggunakan Alat Stahl"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe var. officinale) DAN RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe var. amarum) MENGGUNAKAN ALAT STAHL

TUGAS AKHIR

OLEH:

YUDHI PERMANA NIM 092410019

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “PENETAPAN KADAR MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe var. officinale) DAN RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe var. amarum) MENGGUNAKAN ALAT STAHL”. Tugas akhir ini di ajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Analis Farmasi dan Makanan pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama menyusun Tugas Akhir ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Ayahanda Irawan dan Ibunda Zulina dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa restu dan motivasi sehingga Tugas Akhir ini selesai.

Penulis juga banyak mendapat bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

(4)

3. Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing. yang telah membimbing dan memberikan nasehat serta perhatiannya hingga selesainya Tugas Akhir ini.

4. Seluruh dosen/staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. 5. Ibu Ir. Novira Dwi Santi Artsiwi selaku Kepala Unit Pelayanan Teknis

Daerah Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (UPTD. BPSMB) Medan.

6. Ibu Dra. Lisni dan Ibu Darmawati selaku penyelia laboratorium, Bapak Ferry Harryanto, S.T., selaku analis dan koordinator praktek kerja lapangan yang banyak membantu dalam pengerjaan di Laboratorium Minyak Nabati dan Rempah-rempah di UPTD. BPSMB Medan.

Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Medan, Mei 2012 Penulis,

(5)

PENETAPAN KADAR MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe var. officinale) DAN RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe var. amarum) MENGGUNAKAN ALAT STAHL

Abstrak

Jahe merupakan salah satu tanaman obat komersial yang sudah banyak dikenal masyarakat. Minyak atsiri merupakan salah satu komponen utama minyak jahe yang memiliki banyak khasiat sebagai obat batuk, peluruh angin, dan antiemetik. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kadar minyak atsiri pada jahe gajah dengan jahe merah dan mengetahui mutu dari minyak tersebut.

Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan menggunakan metode destilasi air menggunakan alat Stahl, sedangkan pengujian mutu minyak jahe dilakukan mengunakan alat piknometer untuk bobot jenis, refraktometer untuk indeks bias, dan polarimeter untuk nilai putaran optik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jahe gajah mengandung minyak atsiri 1,7242 %, bobot jenis 0,8726, indeks bias 1,4856, dan nilai putaran optik -17°. Hasil untuk jahe merah mengandung minyak atsiri 2,2056 %, bobot jenis 0,8859, indeks bias 1,4869, dan nilai putaran optik -21°. Dari kedua hasil yang diperoleh untuk kadar minyak atsiri, bobot jenis, indeks bias, dan putaran optik semuanya berada pada rentang yang memenuhi persyaratan SNI 06-1312-1998 untuk minyak jahe.

(6)

DAFTAR ISI

2.2.1 Sifat-Sifat Minyak Atsiri ... 11

2.2.2 Fungsi Minyak Atsiri ... 12

2.2.3 Metode Isolasi Minyak Atsiri ………... 13

2.2.4 Penggolongan Minyak Atsiri ……….. . 16

(7)

2.3.1 Bobot Jenis ... 18

2.3.2 Indeks Bias ... 18

2.3.3 Putaran Optik ... 19

2.3.4 Spesifikasi Kadar Minyak Atsiri dan Mutu Minyak Jahe ... 19

3.3 Penetapan Kadar Minyak Atsiri Menurut SNI ... 22

3.3.1 Prosedur Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Gajah ... 22

3.3.2 Prosedur Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah ... 22

3.4 Penetapan Indeks Bias Menurut SNI ... 22

3.4.1 Prosedur Penetapan Indeks Bias Rimpang Jahe Gajah… ... 22

3.4.2 Prosedur Penetapan Indeks Bias Rimpang Jahe Merah……….. 23

3.5 Penetapan Bobot Jenis Menurut SNI ……… 23

3.5.1 Prosedur Penetapan Bobot Jenis Rimpang Jahe Gajah……… 23

3.5.2 Prosedur Penetapan Bobot Jenis Rimpang Jahe Merah……….. 24

3.6 Penetapan Nilai Putaran Optik Menurut SNI ……… 24

3.6.1 Prosedur Penetapan Nilai Putaran Optik Rimpang Jahe Gajah ……….. 24

(8)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil……… . 25 4.2 Pembahasan ……… . 25

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Spesifikasi Syarat Mutu Minyak Jahe Menurut SNI ... 19 Tabel 2. Data Hasil Minyak Atsiri Jahe Gajah Selama 3 hari

Secara Duplo ... 29 Tabel 3. Data Hasil Minyak Atsiri Jahe Merah Selama 3 hari

Secara Duplo. ... 30 Tabel 4. Data Hasil Indeks Bias Minyak Jahe Gajah dan Jahe Merah…… 31

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Gajah…… 29 Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah ……. 30 Lampiran 2. Penetapan Indeks Bias Minyak Jahe Gajah dan Jahe

Merah... 31 Lampiran 3. Penetapan Bobot Jenis Minyak Jahe Gajah dan Jahe

Merah………. 32 Lampiran 4. Penetapan Nilai Putaran Optik Minyak Jahe Gajah dan

(11)

PENETAPAN KADAR MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe var. officinale) DAN RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe var. amarum) MENGGUNAKAN ALAT STAHL

Abstrak

Jahe merupakan salah satu tanaman obat komersial yang sudah banyak dikenal masyarakat. Minyak atsiri merupakan salah satu komponen utama minyak jahe yang memiliki banyak khasiat sebagai obat batuk, peluruh angin, dan antiemetik. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kadar minyak atsiri pada jahe gajah dengan jahe merah dan mengetahui mutu dari minyak tersebut.

Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan menggunakan metode destilasi air menggunakan alat Stahl, sedangkan pengujian mutu minyak jahe dilakukan mengunakan alat piknometer untuk bobot jenis, refraktometer untuk indeks bias, dan polarimeter untuk nilai putaran optik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jahe gajah mengandung minyak atsiri 1,7242 %, bobot jenis 0,8726, indeks bias 1,4856, dan nilai putaran optik -17°. Hasil untuk jahe merah mengandung minyak atsiri 2,2056 %, bobot jenis 0,8859, indeks bias 1,4869, dan nilai putaran optik -21°. Dari kedua hasil yang diperoleh untuk kadar minyak atsiri, bobot jenis, indeks bias, dan putaran optik semuanya berada pada rentang yang memenuhi persyaratan SNI 06-1312-1998 untuk minyak jahe.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu tanaman obat komersial yang sudah banyak dikenal masyarakat dan berupa tumbuhan rumpun berbatang lunak yang berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Maka dari itu bangsa Cina dan India disebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai minuman, bumbu masak, dan obat tradisional (Hapsoh, 2010).

Tanaman Jahe di dunia tersebar di daerah tropis, di benua Asia dan Kepulauan Pasifik. Akhir-akhir ini jahe dikembangkan di Jamaica, Brazil, Hawai, Afrika, India, China, Jepang, Filipina, Australia, Selandia Baru, Thailand, dan Indonesia. Jahe tumbuh di Indonesia ditemukan di semua wilayah Indonesia yang ditanam secara monokultur dan Polikultur (Hapsoh, 2010).

Daerah utama produsen Jahe di Indonesia adalah Jawa Barat (Sukabumi, Sumedang, Majalengka, Cianjur, Garut, Ciamis, dan Subang), Banten (Lebak, dan Pandeglang), Jawa Tengah (Magelang, Boyolali, Salatiga), Jawa Timur (Malang, Probolinggo, Pacitan), Sumatera Utara (Simalungun), Bengkulu dan lain-lain (Hapsoh, 2010).

(13)

yang berbau harum khas jahe, berkhasiat mencegah dan mengobati mual dan muntah, misalnya karena mabuk kendaraan atau pada wanita yang hamil muda. Juga rasanya yang tajam merangsang nafsu makan, serta membantu fungsi jantung (Hapsoh, 2010).

Di pasaran terjadi perbedaan harga jual terhadap rimpang jahe gajah dengan rimpang jahe merah, perbedaan harganya hampir mencapai dua kali lipat antara harga jual rimpang jahe gajah dengan jahe merah. Maka penulis berniat untuk membuktikan bahwa kandungan minyak atsiri yang ada pada jahe merah lebih tinggi dari jahe gajah sehingga memang layak jika harga jualnya lebih tinggi dari jahe gajah.

(14)

1.2. Tujuan dan Manfaat 1.2.1. Tujuan

Tujuan Tugas Akhir ini adalah:

a. Untuk mengetahui kadar minyak atsiri pada rimpang jahe gajah dan rimpang jahe merah.

b. Untuk mengetahui mutu minyak atsiri pada rimpang jahe gajah dan rimpang jahe merah.

1.2.2. Manfaat

Manfaat Tugas Akhir ini adalah:

a Minyak jahe dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional untuk industri farmasi.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jahe 2.1.1 Habitat

Jahe dapat tumbuh pada daerah tropis dengan ketinggian tempat antara 0-1,700 m di atas permukaan laut. Jahe memerlukan suhu tinggi serta curah hujan yang cukup saat masa pertumbuhannya. Suhu tanah yang ideal yaitu antara 25-30°C. Untuk mendapatkan hasil rimpang yang baik, tanah harus dalam keadaan gembur sehingga member kesempatan akar tersebut berkembang dengan normal. Tanaman ini tidak tahan genangan air sehingga irigasinya harus selalu diperhatikan (Hapsoh, 2011).

2.1.2 Morfologi a. Rimpang/akar

Rimpang bercabang tidak teratur umumnya kearah vertikal, kulit berbentuk sisik tersusun melingkar dan berbuku-buku, warna kuning coklat sampai merah tergantung dari jenisnya. Daging berwarna kuning cerah, berserat, aromatis, mengandung metabolit sekunder (Syukur, 2001).

b. Batang

(16)

hijau tua. Batang biasanya basah dan banyak mengandung air, sehingga tergolong tanaman herba (Paimin, 2000).

c. Daun

Daun jahe berbentuk lonjong dan lancip menyerupai daun rumput-rumputan besar. Daun itu berselingan dengan tulang daun sejajar sebagaimana tanaman monokotil lainnya. Pada bagian atas, daun lebar dengan ujung agak lancip, bertangkai pendek, berwarna hijau tua agak mengkilap. Sementara bagian bawah berwarna hijau muda dan berbulu halus. Panjang daun sekitar 5-25 cm dengan lebar 0,8-2,5 cm. Tangkainya berbulu atau gundul dengan panjang 5-25 cm dan lebar 1-3 cm. Ujung daun agak tumpul dengan panjang lidah 0,3-0,6 cm. Bila daun mati maka pangkal tangkai tetap hidup dalam tanah, lalu bertunas dan menjadi rimpang akar baru (Tjitrosoepomo, 1994).

d. Bunga

(17)

berwarna lembayung berbintik-bintik berlekuk 3, bakal buah tenggelam, beruang 3 yang dapat dibuahi hanya sebuah sedangkan sebuah benang sari lain telah berubah bentuk menjadi daun (Tjitrosoepomo, 1994).

Taksonomi Tanaman Jahe

Menurut Paimin, (2000), Taksonomi tanaman jahe sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinale Roscoe

Ciri morfologis famili ini merupakan herba aromatik dengan rimpang tebal yang sangat menonjol. Rimpang ini kaya akan minyak atsiri, tersimpan dalam sel khas. Daun tersusun spiral atau berseling dengan pelepah di sekeliling batang. pelepah ini tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk struktur mirip batang yang mendukung batang asli yang agak lemah (Heinrich dkk., 2010).

2.1.3 Jenis-jenis Tanaman Jahe

(18)

1. Jahe putih besar/Jahe gajah/Jahe Badak (Zingiber officinale var. officinale) Varietas jahe ini banyak ditanam di masyarakat dan dikenal dengan nama

Zingiber officinale var. officinale. Batang jahe gajah berbentuk bulat, berwarna

hijau muda, diselubungi pelepah daun, sehingga agak keras. Ukuran rimpangnya lebih besar dan gemuk jika dibandingkan jenis jahe lainnya. Jika diiris rimpang berwarna putih kekuningan. Berat rimpang berkisar 0,18-1,04 kg. Jenis jahe ini bisa di konsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun olahan (Hapsoh, 2010).

Akar jahe gajah ini memiliki serat yang sedikit lembut dengan kisaran panjang akar 4,53-6,30 cm dan diameter mencapai kisaran 4,53-6,30 mm. Rimpang memiliki aroma yang tajam dan rasanya kurang pedas. Kandungan minyak atsiri pada jahe gajah 0,82-1,66% (Hapsoh, 2010).

2. Jahe Putih/Jahe Emprit (Zingiber officinale var. rubrum)

(19)

dapat mencapai 20 cm dengan lebar daun rata-rata 25 cm. Kandungan minyak atsiri 1,5-3,5%. Kandungan minyak atsirinya lebih besar daripada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas (Hapsoh, 2010).

3. Jahe Merah atau Jahe Sunti (Zingiber officinale var. amarum)

Jahe merah mempunyai nama latin Zingiber officinale var. amarum, memiliki rimpang dengan bobot antara 0,5-0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang jahe merah, kecil berlapis-lapis dan daging rimpangnya berwarna merah jingga sampai merah, ukuran lebih kecil dari jahe emprit. Diameter rimpang dapat mencapai 4 cm daan tingginya antara 5,26-10,40 cm. Susunan daun terletak berselang-seling teratur, berbentuk lancet dan berwarna hijau muda hingga hijau tua. Panjang daun dapat mencapai 25 cm dengan lebar antara 27-31 cm. Kandungan minyak atsiri sebesar 2,58-3,90%. Jahe merah mempunyai kegunaan yang paling banyak jika dibandingkan jenis jahe yang lain yang merupakan bahan penting dalam industri jamu tradisional (Hapsoh, 2010).

2.1.4 Budidaya Tanaman Jahe

Menurut Hapsoh, (2011), cara budidaya Tanaman Jahe sebagai berikut: a) Penyiapan Lahan

(20)

b) Penyiapan Benih

Untuk benih digunakan rimpang yang berasal dari tanaman cukup tua, yaitu umurnya antara 9-12 bulan. Rimpang jahe yang akan dibuat benih dipotong-potong. Ukuran rimpang untuk bibit antara 50-80 gram. Untuk menjaga agar bekas potongan tidak busuk maka pada bekas sayatan ditaburi abu gosok. Selanjutnya rimpang ditunaskan selama 1-3 minggu pada media tumpukan jerami padi. Media jerami disiram rutin dan jangan dibiarkan sampai kering.

c) Penanaman

Potongan rimpang yang sudah bertunas dimasukkan kedalam lubang tanam yang telah disiapkan dengan mata tunas dihadapkan ke atas kemudian ditutup dengan tanah halus. Setelah itu permukaan ditutup dengan jerami agar pertumbuhan gulma terhambat dan permukaan tanah tetap terjaga kelembabannya.

2.1.5 Sistem Panen Tanaman Jahe

(21)

menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena tingginya kadar air (Hapsoh, 2011).

2.1.6 Kandungan Kimia Jahe

Rimpang jahe mengandung 1-3% minyak atsiri, yang kandungan kimia utamanya adalah Zingiberen dan β-bisabolen. Rasa pedas dan tajam dihasilkan oleh campuran senyawa fenolat yang disebut gingerol, gingerdiol, gingerdion, dihidrogingerdion, dan shogaol. Shogaol dihasilkan dari proses dehidrasi dan degradasi gingerol serta terbentuk selama pengeringan dan ekstraksi. Shogaol lebih pedas dan tajam daripada gingerol, yang faktanya bahwa jahe kering lebih pedas dari jahe segar (Heinrich dkk., 2010).

2.1.7 Manfaat Jahe

Jahe terkenal menghasilkan efek menghangatkan jika dimakan, dan sifat dasarnya yang berbau tajam merangsang reseptor-reseptor termogenik. Efek farmakologis paling pentingnya yaitu penggunaannya untuk mencegah gejala gejala gastrointestinal pada mabuk perjalanan dan mual pascaoperasi, serta vertigo dan mual pagi hari pada kehamilan, dan terdapat bukti klinis khasiat jahe pada kondisi ini. Konsumsi jahe juga telah dilaporkan memiliki efek bermanfaat meringankan nyeri dan frekuensi sakit kepala migrain (Heinrich dkk., 2010).

(22)

obat nyeri sendi dan otot karena rematik, tonikum, serta obat batuk (Syukur, 2001).

Gingerol pada jahe bersifat sebagai antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah sehingga dapat mencegah tersumbatnya pembuluh darah yang menjadi penyebab utama penyakit Stroke, dan serangan jantung (Hapsoh, 2010).

Jahe juga dapat menurunkan tekanan darah dengan cara merangsang pelepasan hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah, akibatnya darah mengalir lebih cepat dan lancar serta memperingan kerja jantung dalam memompa darah (Hapsoh, 2010).

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap pada suhu kamar di udara terbuka, minyak eteris, atau minyak essensial yang mewakili bau dari tanaman asalnya (Gunawan dkk., 2004), dan merupakan campuran dari senyawa yang berwujud cairan atau padatan yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam (Sastrohamidjojo, 2004).

2.2.1 Sifat-sifat Minyak Atsiri

Menurut Gunawan, (2004), Adapun sifat-sifat dari minyak atsiri ialah : 1. Tersusun dari bermacam-macam komponen senyawa.

(23)

3. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika terasa di kulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya.

4. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar matahari, dan panas karena terdiri dari berbagai macam komponen penyusun.

5. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air. 6. Sangat mudah larut dalam pelarut organik.

2.2.2 Fungsi Minyak Atsiri

a. Fungsi Minyak Atsiri bagi Tanaman

(24)

b. Fungsi Minyak Atsiri bagi Manusia

Minyak atsiri sebagai bahan pewangi dan penyedap, antiseptik internal atau eksternal, dan sebagai bahan analgesik. Minyak atsiri mempunyai sifat membius, dan merangsang. Disamping itu beberapa jenis minyak atsiri lainnya dapat digunakan sebagai obat cacing. Minyak atsiri juga membantu pencernaan dengan merangsang saraf sekresi sehingga dengan mencium bau-bauan tertentu, maka akan keluar cairan getah sehingga rongga mulut dan lambung menjadi basah. Kegunaan lain dari minyak atsiri adalah sebagai bahan pewangi kosmetik (Guenther, 1987).

2.2.3 Metode Isolasi Minyak Atsiri

Isolasi atau penyulingan dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap atau berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen senyawa tersebut (Sastrohamidjojo, 2004).

Metode Isolasi Minyak Atsiri

Menurut Gunawan, (2004), Minyak atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode yang lazim digunakan sebagai berikut :

1. Metode destilasi terhadap bagian tanaman yang mengandung minyak. Dasar dari metode ini adalah memanfaatkan perbedaan titik didih.

(25)

3. Metode pengepresan atau pemerasan. Metode ini hanya bisa dilakukan terhadap simplisia yang mengandung minyak atsiri dalam kadar yang cukup besar. Bila tidak, nantinya hanya habis dalam proses pemerasan. 4. Metode perlekatan bau dengan menggunakan media lilin (enfleurage).

Metode ini disebut juga metode enfleurage. Cara ini memanfaatkan aktivitas enzim yang diyakini masih terus aktif selama sekitar 15 hari sejak bahan minyak atsiri dipanen.

1. Metode Destilasi

Diantara metode-metode isolasi yang paling lazim digunakan adalah metode destilasi. Beberapa metode destilasi yang populer dilakukan diberbagai perusahaan industri penyulingan minyak atsiri, antara lain sebagai berikut :

a. Metode destilasi uap (langsung dari bahannya tanpa menggunakan air). Metode ini paling sesuai untuk bahan tanaman yang kering dan untuk minyak-minyak yang tahan pemanasan (tidak mengalami perubahan bau dan warna saat dipanaskan),

(26)

1. Bahan tanaman langsung direbus dalam air.

2. Bahan tanaman langsung masuk air, tetapi tiak direbus. Dari bawah dialirkan uap air panas.

3. Bahan tanaman ditaruh di bejana bagian atas, sementara uap air dihasilkan oleh air mendidih dari bawah dandang.

4. Bahan tanaman ditaruh dalam bejana tanpa air dan disemburkan uap air dari luar bejana.

2. Metode Penyarian

Metode penyarian digunakan untuk minyak-minyak atsiri yang tidak tahan pemanasan, seperti cendana. Kebanyakan dipilih metode ini karena kadar minyaknya di dalam tanaman sangat rendah/kecil. Bila dipisahkan dengan metode lain, minyaknya akan hilang selama proses pemisahan. Pengambilan minyak atsiri menggunakan cara ini diyakini sangat efektif karena sifat minyak atsiri yang larut sempurna di dalam bahan pelarut nonpolar.

3. Metode Pengepresan atau Pemerasan

Metode pemerasan/pengeprasan dilakukan terutama untuk minyak-minyak atsiri yang tidak tahan pemanasan seperti minyak jeruk (citrus). Juga terhadap minyak-minyak atsiri yang bau dan warnanya berubah akibat pengaruh pelarut penyari. Metode ini juga hanya cocok untuk minyak atsiri yang rendemennya relatif besar.

4. Metode Enfleurage

(27)

beberapa jenis bunga yang setelah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa hari/minggu, misalnya bunga melati, Jasminum sambac, sehingga perlu perlakuan yang tidak merusak aktivitas enzim tersebut secara langsung (Gunawan dkk., 2004). 2.2.4 Penggolongan Minyak Atsiri

Menurut Gunawan, (2004), Komponen minyak atsiri adalah senyawa yang bertanggung jawab atas bau dan aroma yang karakteristik serta sifat kimia dan fisika minyak. Demikian pula peranannya sangat besar dalam menentukan khasiat suatu minyak atsiri sebagai obat. Atas dasar perbedaan komponen penyusun tersebut maka minyak atsiri dibagi menjadi beberapa golongan sebagai berikut :

1. Minyak atsiri Hidrokarbon Contohnya :

a) Minyak terpentin dari tanaman bermarga pinus (famili Pinaceae) antara lain Pinus palustris Miller, Pinus maritima Lamarck, Pinus longifolia Roxb, Pinus merkusii L.

b) Minyak cubebae dari hasil penyulingan buah Piper cubeba Linn. (Kemukus, famili Piperaceae).

Kegunaannya sebagai peluruh air seni, asma, karminatif, ekspektoran, dan stimulan.

2. Minyak atsiri Alkohol

(28)

Kegunaannya sebagai Bahan pewangi (corrigen odoris), kolagoga dan ekspektoransia.

3. Minyak atsiri Fenol

Contohnya : Minyak cengkeh yang diperoleh dari bunga dan daun tanaman Eugenia caryophyllata atau Syzigium caryophyllum (famili Myrtaceae).

Kegunaannya sebagai antiseptik, obat mulas, menghilangkan rasa mual dan muntah.

4. Minyak atsiri Eter Fenol

Contohnya : Minyak adas yang berasal dari hasil penyulingan buah Pimpinella anisum atau Foeniculum vulgare (famili Apiaceae atau

Umbelliferae).

Kegunaannya sebagai pelengkap sediaan obat batuk, bahan parfum, serta menutupi bau tidak enak pada sediaan farmasi (korigen odoris).

5. Minyak atsiri Oksida

Contohnya : Minyak kayu putih yang diperoleh dari isolasi daun Melaleuca Leucadendron L. (famili Myrtaceae).

Kegunaannya sebagai obat gosok, meredakan kembung (Karminativum), obat berbagai penyakit kulit ringan (gatal, digigit serangga), serta baunya untuk menetralkan rasa mual, pusing, dan mabuk perjalanan.

6. Minyak atsiri Ester

(29)

Kegunaannya sebagai korigen odoris, bahan pewangi, bahan parfum, dalam sediaan farmasi, industri permen dan minuman.

2.3 Parameter Mutu Minyak Atsiri 2.3.1 Bobot Jenis

Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri . Dari seluruh sifat fisika- kimia, nilai bobot jenis sudah sering dicantumkan dalam pustaka. Nilai BJ minyak atsiri berkisar antara 0,696-1,188 pada 15°C. Piknometer adalah alat penetapan bobot jenis yang praktis dan tepat digunakan. Bentuk kerucut piknometer bervolume sekitar 10 ml, dilengkapi dengan sebuah termometer dan sebuah kapiler dengan gelas penutup (Guenther, 1987).

2.3.2 Indeks Bias

Indeks bias merupakan perbandingan sudut sinar datang dengan sudut sinar pantul. Jika cahaya melewati media kurang padat ke media lebih padat, maka sinar akan membelok atau “membias” dari garis normal. Jika e adalah sudut sinar

pantul, dan i sudut sinar datang, maka menurut hukum pembiasan. Dimana n adalah indeks bias media kurang padat, dan N, indeks bias media lebih padat. Refraktometer adalah alat yang tepat dan cepat untuk menetapkan nilai indeks bias. Dari beberapa tipe refraktometer maka yang dianggap paling baik adalah refraktometer pulfrich dan Abbe (Guenther,1987).

2.3.3 Putaran Optik

(30)

tersebut. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam sinar atau cahaya yang dipolarisasikan mempunyai sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotatory) atau ke kiri (laevorotatory). Sifat optis aktif suatu minyak ditentukan dengan polarimeter, dan nilainya dinyatakan dalam derajat rotasi. Banyak tipe polarimeter yang dapat digunakan dan yang paling sering digunakan untuk mengukur putaran optik minyak atsiri adalah half-shadow instrument, tipe l Lippich. Sudut rotasi tergantung dari sifat cairan, panjang tabung yang dilalui sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan dan suhu. Arah perputaran bidang polarisasi (rotasi) biasanya menggunakan tanda (+) untuk menunjukkan dextrorotation (rotasi ke arah kanan, sesuai dengan perputaran jarum jam), dan tanda (-) untuk levorotation (rotasi ke kiri,yaitu berlawanan dengan arah jarum jam) (Guenther, 1987).

2.3.4 Spesifikasi Kadar Minyak Atsiri dan Syarat Mutu Minyak Jahe Tabel 1. Spesifikasi Syarat Mutu Minyak Jahe Menurut SNI 06-1312-1998

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

(31)

BAB III METODE

3.1 Tempat Pengujian

Pengujian dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Dinas Perindustrian dan Perdagangan Medan, Jalan STM Nomor 17.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan adalah neraca analitik kalibrasi (AND GR-202) , labu alas bulat (Duran Schott) kapasitas 1000 ml, alat Stahl (Duran Schott), heating mantle (Barnstead Electrothermal), pendingin balik, refraktometer (Carlzeiss

Jena), cahaya natrium / lampu, penangas air (HAAKE K10) yang dipertahankan pada suhu 25°C ± 0,2°C, piknometer (Duran Schott) 10 ml, termometer yang telah distandarkan, polarimeter (Carlzeiss Jena) dengan Cahaya natrium, dan tabung polarimeter.

3.2.2 Bahan

(32)

3.3 Penetapan Kadar Minyak Atsiri Menurut SNI 01-3395-1994 3.3.1 Prosedur Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Gajah

Ditimbang seksama 40 gram sampel lalu masukkan kedalam labu alas bulat kapasitas 1000 ml secara kuantitatif, bila perlu menggunakan air. Tambahkan 500 ml larutan Natrium Klorida 10%. Ke dalam trap tambahkan dengan air suling. Panaskan labu dengan kecepatan destilasi 30 tetes per menit selama 6 – 7 jam sesudah mendidih. Bila telah terlihat tidak lagi ada penambahan volume minyak, penyulingan dihentikan. Dinginkan labu pada suhu kamar sampai lapisan minyak terlihat dengan jelas. Kemudian dibaca volume minyak sampai ketelitian 0,1 ml. Untuk menghitung kadar minyak atsiri dapat menggunakan rumus berikut:

Kadar minyak atsiri

x 100 = . . . %

(Data perhitungan dan hasil dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 30) 3.3.2 Prosedur Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah

Prosedur yang dilakukan sama seperti prosedur diatas.

(Data perhitungan dan hasil dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 31) 3.4 Penetapan Indeks Bias Menurut SNI 06-1312-1998

3.4.1 Prosedur Penetapan Indeks Bias Rimpang Jahe Gajah

(33)

(Hasil analisa dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 32)

3.4.2 Prosedur Penetapan Indeks Bias Rimpang Jahe Merah Prosedur yang dilakukan sama seperti prosedur diatas. (Hasil analisa dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 32) 3.5 Penetapan Bobot Jenis Menurut SNI 06-1312-1998 3.5.1 Prosedur Penetapan Bobot Jenis Rimpang Jahe Gajah

Piknometer dicuci dan dibersihkan, kemudian dicuci berturut-turut dengan etanol dan dietil eter. Bagian dalam piknometer dikeringkan dengan arus udara kering dan disisipkan tutupnya. Piknometer didiamkan dalam lemari timbang selama 30 menit dan timbang (m). Piknometer diisi dengan air suling yang telah dididihkan pada suhu 25°C. Sambil menghindari adanya gelembung-gelembung udara. Piknometer dicelupkan ke dalam penangas air pada suhu 25°C ± 0,2°C selama 30 menit dan disisipkan penutupnya piknometer dikeringkan. Piknometer didiamkan dalam lemari timbang selama 30 menit, kemudian ditimbang dengan isinya (m1). Piknometer tersebut dikosongkan, kemudian dicuci dengan etanol dan

(34)

Bobot jenis

Dimana :

m : massa dalam gram piknometer kosong

m1 : massa dalam gram piknometer berisi air pada 25°C

m2 : massa dalam gram piknometer berisi contoh 25°C

(Data perhitungan dan hasil dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 33) 3.5.1 Prosedur Penetapan Bobot Jenis Rimpang Jahe Merah

Prosedur yang dilakukan sama seperti prosedur diatas.

(Data perhitungan dan hasil dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 33) 3.6 Penetapan Nilai Putaran Optik Menurut SNI 06-1312-1998 3.6.1 Prosedur Penetapan Nilai Putaran Optik Rimpang Jahe Gajah

Nyalakan sumber cahaya dan tunggu sampai diperoleh kilauan maksimum sebelum alat digunakan. Tentukan titik nol pembacaan skala dengan tabung berisi air suling pada suhu 25°C. Isi tabung polarimeter dengan cairan contoh yang bersuhu 25°C hingga penuh, hindarkan terbentuk gelembung udara didalam tabung. Letakkan tabung yang telah berisi contoh ke dalam alat polarimeter. Baca putaran optik pada cakram skala.

(Hasil analisa dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 35)

3.6.2 Prosedur Penetapan Nilai Putaran Optik Rimpang Jahe Merah Prosedur yang dilakukan sama seperti prosedur diatas.

(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil penetapan kadar minyak atsiri dan pemeriksaan mutu minyak Jahe gajah dan minyak Jahe merah yang dilaksanakan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar Balai di Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah ini.

Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Mutu Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah No. Sampel Kadar Minyak Standar Nasional Indonesia yang menetapkan nilai 0,8720-0,8890 sebagai rentang nilai dari bobot jenis minyak Jahe.

(36)

Dari tabel juga dapat dilihat kadar minyak atsiri yang ada pada Jahe gajah sebesar 1,7 % dan pada Jahe Merah sebesar 2,2 %, dimana hasil tersebut juga memenuhi nilai Standar Nasional Indonesia yaitu minimal 1,5%.

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa kadar minyak atsiri pada Jahe merah lebih besar daripada kadar minyak atsiri Jahe gajah. Kadar minyak atsiri dengan nilai 1,7 % (Jahe gajah) dan 2,2 % (Jahe merah).

Hasil yang diperoleh pada pemeriksaan beberapa parameter spesifikasi mutu minyak Jahe gajah dan Jahe merah adalah memenuhi persyaratan mutu menurut Standar Nasional Indonesia. Dimana hasil yang diperoleh berada di rentang ataupun berada di bawah kadar maksimal yang dipersyaratkan Standar Nasional Indonesia. Nilai tersebut meliputi : Bobot Jenis dengan nilai 0,8726 (Jahe gajah) dan 0,8859 (Jahe merah), indeks bias dengan nilai 1,4856 (Jahe gajah) dan 1,4869 (Jahe merah), Putaran optik dengan nilai -17° (Jahe gajah) dan -21° (Jahe merah).

5.2 Saran

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1998). Minyak Jahe SNI 06-1312-1998. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Hal. 2-6.

Anonim. (1994). Cassia Indonesia SNI 01-3395-1994. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Hal. 8-9.

Guenther, E. (1987). Minyak Atsiri Jilid I (Terjemahan). Jakarta: Penerbit UI-press. Hal. 132-134.

Gunawan, D., dan Sri, M. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 106-112, 114-121, 126.

Hapsoh, dan Hasanah, Y. (2010). Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. Medan: Penerbit USU-press. Hal. 45-48.

Hapsoh, Hasanah, Y., dan Julianti, E. (2010). Budidaya dan Teknologi Pascapanen Jahe. Medan: Penerbit USU-press. Hal. 1-5, 14-18, 27,57-59.

Heinrich, M., Joanne, B., Simon, G., Elizabeth, M. (2010). Farmakognosi dan Fitoterapi. Jakarta: Penerbit EGC. Hal. 49-50, 235-236.

Lutony, T. L. (2002). Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 1-3, 5-10.

Paimin, F. B. (2000). Budidaya Pengolahan dan Perdagangan Jahe. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 4-8, 10-17.

Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press. Hal. 1,3,8-10.

Syukur, C. (2001). Agar Jahe Berproduksi Tinggi. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 3-7.

Syukur, C. dan Hernani. (2001). Budidaya Tanaman Obat Komersial. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 43-48.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1998). Minyak Jahe SNI 06-1312-1998. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Hal. 2-6.

Anonim. (1994). Cassia Indonesia SNI 01-3395-1994. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Hal. 8-9.

Guenther, E. (1987). Minyak Atsiri Jilid I (Terjemahan). Jakarta: Penerbit UI-press. Hal. 132-134.

Gunawan, D., dan Sri, M. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 106-112, 114-121, 126.

Hapsoh, dan Hasanah, Y. (2010). Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. Medan: Penerbit USU-press. Hal. 45-48.

Hapsoh, Hasanah, Y., dan Julianti, E. (2010). Budidaya dan Teknologi Pascapanen Jahe. Medan: Penerbit USU-press. Hal. 1-5, 14-18, 27,57-59.

Heinrich, M., Joanne, B., Simon, G., Elizabeth, M. (2010). Farmakognosi dan Fitoterapi. Jakarta: Penerbit EGC. Hal. 49-50, 235-236.

Lutony, T. L. (2002). Minyak Atsiri. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 1-3, 5-10.

Paimin, F. B. (2000). Budidaya Pengolahan dan Perdagangan Jahe. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 4-8, 10-17.

Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press. Hal. 1,3,8-10.

Syukur, C. (2001). Agar Jahe Berproduksi Tinggi. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 3-7.

Syukur, C. dan Hernani. (2001). Budidaya Tanaman Obat Komersial. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 43-48.

(40)

Lampiran 1

Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Gajah: Tabel 2. Data Hasil Minyak Atsiri Jahe Gajah

Sampel Berat sampel Volume minyak terbaca

1 40,2885 g 0,7 ml

(41)

Penetapan Kadar Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah: Tabel 3. Data Hasil Minyak Atsiri Jahe Merah

Sampel Berat sampel Volume Minyak terbaca

1 40,4902 g 0,9 ml

Kadar Minyak Atsiri rata-rata 2,2283%

3

(42)

Lampiran 2

Penetapan Indeks Bias Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah Tabel 4. Data Hasil Indeks Bias Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah

No. Sampel Hasil Persyaratan SNI

1 Minyak Jahe Gajah 1,4856 1,4853 – 1,4920

(43)

Lampiran 3

Penetapan Bobot Jenis Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah Bobot jenis

Bobot jenis Jahe gajah = 0,8726

10,7010

Bobot jenis jahe merah = 0,8859

(44)

Tabel 5. Data Hasil Bobot Jenis Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah

No. Sampel Hasil Bobot jenis Persyaratan SNI

1 Minyak Jahe Gajah 0,8726 0,8720 – 0,8890

(45)

Lampiran 4

Penetapan Nilai Putaran Optik Minyak Jahe Gajah dan Jahe Merah Tabel 6. Data Hasil Putaran Optik Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah

No. Sampel Pembacaan Hasil Persyaratan SNI

1 Minyak Jahe Gajah 163°- 180° -17° (-32°) (-14°)

Gambar

Tabel 1. Spesifikasi Syarat Mutu Minyak Jahe Menurut SNI 06-1312-1998
Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Mutu Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah
Tabel 4. Data Hasil Indeks Bias Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah
Tabel 5. Data Hasil Bobot Jenis Minyak Jahe Gajah dan Minyak Jahe Merah
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui aktivitas sitotoksik ekstrak etanol rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) dan jahe merah (Zingiber officinale Roscoe var rubrum) terhadap sel

Hal ini berarti kemungkinan bahan uji yang dapat meningkatkan frekuensi climbing sebagai parameter aprodisiaka adalah minyak atsiri jahe merah meskipun efeknya tidak

karena dengan petunjuk dan pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul identifikasi komponen kimia dan potensi kombinasi minyak atsiri jahe gajah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan kimia minyak atsiri jahe gajah dan mengetahui potensi minyak atsiri jahe gajah sebagai bahan pengawet alami

Hal ini menunjukkan bahwa semua konsentrasi minyak atsiri jahe merah yang diuji pada percobaan memiliki efek antifungal terhadap Candida

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE EMPRIT (Zingiber officinale Rosc.) DAN UJI AKTIVITAS

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui rasio pelarut n-heksan terhadap serbuk jahe merah yang menghasilkan ekstrak minyak atsiri jahe merah dengan rendemen yang

Sayangnya dalam penelitian ini, rimpang yang disuling tidak dapat dipastikan asalnya dan dibuat sebagai komposit jahe gajah, jahe merah dan jahe emprit, sehingga tidak