• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI KINERJA ALAT ANGKUT TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis Jacq) SECARA MEKANIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UJI KINERJA ALAT ANGKUT TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis Jacq) SECARA MEKANIS"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

SECARA MEKANIS

SKRIPSI

OLEH:

FAHRIJAL NASUTION

130308017/KETEKNIKAN PERTANIAN

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UJI KINERJA ALAT ANGKUT TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis Jacq)

SECARA MEKANIS

SKRIPSI

OLEH:

FAHRIJAL NASUTION

130308017/KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)
(5)

Panitia Penguji : Dr. Taufik Rizaldi, STP, MP Nazif Ichwan, STP, M.Si

Riswanti Sigalingging, STP, M.Si, Ph.D Sulastri Panggabean, STP, M.Si

Adian Rindang, STP, M.Si

(6)

ABSTRAK

FAHRIJAL NASUTION: Uji Kinerja Alat Angkut Tandan Buah Segar Kelapa

Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Secara Mekanis, dibimbing oleh TAUFIK RIZALDI dan NAJIF ICHWAN.

Berdasarkan beberapa aktifitas yang berhubungan dengan sistem pemanenan buah sawit, ditemukan permasalahan dalam hal pengangkutan buah sawit dari dalam lahan ke tempat pengumpul hasil. Pemilihan alat angkut yang digunakan untuk pengangkutan dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama alat angkut, keterbatasan waktu dan tenaga yang selama ini menjadi hambatan, sehingga perlu dikaji penggunaan alat angkut tandan buah segar kelapa sawit (elaeis guineensis jacq) secara mekanis yang efektif untuk pengumpulan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit.

Penelitian ini bertujuan menguji kinerja untuk menentukan kapasitas angkut dan kebutuhan tenaga alat angkut tandan buah segar kelapa sawit (elaeis guineensis jacq) secara mekanis. Penelitian ini menggunakan dua faktor yaitu beban muatan (50 kg, 100 kg, dan 150 kg) dan kecepatan (1 m/det, 1.5 m/det dan 2 m/det). Parameter yang diamati adalah kapasitas kerja alat, dan konsumsi bahan bakar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas kerja terbesar adalah 8,75 ton/jam dengan muatan 150 kg pada kecepatan 2 m/det dan terkecil adalah 1,73 ton/jam dengan muatan 50 kg pada kecepatan 1 m/det. Konsumsi bahan bakar terbesar adalah 92 ml dengan muatan 150 kg pada kecepatan 2 m/det dan terkecil adalah 58,33 ml dengan muatan 50 kg pada kecepatan 1 m/det.

Kata kunci: Uji Kinerja Alat, Kapasitas Kerja Alat, Konsumsi Bahan Bakar.

(7)
(8)

ABSTRACT

FAHRIJAL NASUTION: Performance Test Of Mechanical Fresh Fruit Bunch Transporter Of Palm Oil (Elaeis Guineensis Jacq), Supervised by TAUFIK RIZALDI and NAJIF ICHWAN.

Based on several activities related to the palm fruit harvesting system, there are problems in the transportation of palm fruits from inside the field to the collecting place. The selection of transportation equipment used for transportation is influenced by several factors, especially conveyance, time and energy constraints which have been the obstacles, so it is necessary to examine the use of the means of mechanically effective transporting fruit fresh bunches of oil palm (elaeis guineensis jacq) for the collection of Fresh Fruit Bunches (FFB) of oil palm.

This study was aimed to test the performance and to determine the carrying capacity and the need for transport personnel of fresh fruit bunches of oil palm (Elaeis Guineensis Jacq) mechanically. This study used two factors:

loads (50 kg, 100 kg, and 150 kg) and speed (1 m / s, 1.5 m / s and 2 m / s). The parameters observed were the working capacity of the apparatus, and the fuel consumption. The results showed that the highest working capacity was 8.75 tons / hour with a load of 150 kg at a speed of 2 m / s and the lowest was 1.73 tons / h with a load of 50 kg at a speed of 1 m / s. The highest fuel consumption was 92 ml with a load of 150 kg at a speed of 2 m / s and the lowest was 58.33 ml with a load of 50 kg at a speed of 1 m / s.

Keywords: Equipment Performance Test, Equipment Working Capacity, Fuel Consumption.

(9)
(10)

RIWAYAT HIDUP

Fahrijal Nasution, lahir di Sei Berombang pada tanggal 05 Juni 1995, anak dari Bapak Zulpan Nasution dan Ibu Paridah. Penulis merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Panai Hilir pada tahun 2013 dan diterima di Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan pada tahun 2013.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Badan Kenaziran Musholla (BKM) Al Mukhlisin Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penulis juga merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Labuhan Batu Raya (HIPMA LBR).

Pada tahun 2016, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN III Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Aek Nabara Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.

(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Uji Kinerja Alat Angkut Tandan Buah Segar Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Secara Mekanis” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Taufik Rizaldi, STP, MP selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Bapak Nazif Ichwan, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar, pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian, ayah, ibu serta seluruh keluarga yang telah memberi dukungan moril maupun materil, termasuk teman-teman yang membantu penulisan Skripsi ini. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Skripsi ini berguna bagi kita semua.

Medan, April 2019

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit ... 6

Kriteria Buah Panen ... 6

Pemanenan Kelapa Sawit ... 8

Pengangkutan Tandan Buah Segar Kelapa Sawit ... 10

Spesifikasi dan Mekanisme Kerja Alat ... 10

Komponen Alat Angkut TBS Kelapa Sawit ... 11

Kerangka Alat ... 11

Bak Penampung ... 12

Motor Penggerak ... 12

Roda ... 12

Tempat Pijakan Operator ... 12

Kemudi ... 13

Gearbox ... 13

Analisis Ekonomi ... 13

Biaya Pemakaian Alat... 13

Break even point ... 16

Net present value ... 17

Internal rate of return ... 18

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Metode Penelitian... 19

Persiapan Penelitian ... 20

Prosedur Penelitian... 20

Parameter Penelitian... 20

Kapasitas Kerja Alat ... 20

Kebutuhan Bahan Bakar ... 21

Analisis Ekonomi ... 21

(13)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Kinerja Alat Angkut TBS ... 23

Kapasitas Kerja Alat ... 23

Kebutuhan Bahan Bakar ... 35

Analisis Ekonomi ... 35

Biaya Alat Pengangkut TBS ... 36

Break even point ... 36

Net present value ... 37

Internal rate of return ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 38

Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40 LAMPIRAN

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

No Hal 1. Kriteria kematangan TBS, persyartan mutu dan komposisi panen ideal... 8 2. Hasil pengujian kapasitas kerja alat (ton/jam) dan Konsumsi Bahan Bakar pada

beban muatan 50 kg dengan kecepatan yang bervariasi... 24 3. Hasil pengujian kapasitas kerja alat (ton/jam) dan Konsumsi Bahan Bakar pada

beban muatan 100 kg dengan kecepatan yang bervariasi ... 27 4. Hasil pengujian kapasitas kerja alat (ton/jam) dan Konsumsi Bahan Bakar pada

beban muatan 150 kg dengan kecepatan yang bervariasi ... 31

(16)

DAFTAR GAMBAR

No Hal 1. Grafik hubungan kecepatan terhadap kapasitas kerja alat dan konsumsi bahan

bakar pada muatan TBS 50 kg ... 26 2. Grafik hubungan kecepatan terhadap kapasitas kerja alat dan konsumsi bahan

bakar pada muatan TBS 100 kg ... 29 3. Grafik hubungan kecepatan terhadap kapasitas kerja alat dan konsumsi bahan

bakar pada muatan TBS 150 kg ... 33

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Flowchart Pelaksanaan Penelitian ... 43

2. Gambar Teknik Alat ... 44

3. Perhitungan Kapasitas Kerja Alat (ton/jam) ... 47

4. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar (l/jam) ... 52

5. Analisis Ekonomi (Rp/kg)... 62

3. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian ... 70

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegiatan panen menjadi hal penting dalam pengelolaan tanaman kelapa sawit. Menurut Pramudji dkk. (2004) dan Chairunisa (2008) panen adalah pekerjaan penting di perkebunan kelapa sawit karena langsung menjadi sumber pemasukan uang ke perusahaan melalui penjualan minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS). Kegiatan panen meliputi pemotongan TBS (Tandan Buah Segar), pengumpulan dan pengangkutan. Sasaran utama pekerjaan potong buah yaitu mencapai produksi/ton TBS per hektar yang tinggi, biaya per kg yang rendah dan mutu produksi yang baik berupa Asam Lemak Bebas (ALB) atau Free Fatty Acid (FFA) yang rendah (Pahan, 2006). Berkaitan dengan hal tersebut, Lubis (1992) menyatakan bahwa keberhasilan panen dan produksi sangat tergantung pada bahan tanaman yang dipergunakan, manusia (pemanen) dengan kapasitas kerjanya, peralatan yang dipergunakan untuk panen, kelancaran transportasi serta faktor pendukung lainnya seperti organisasi panen yang baik, keadaan areal, insentif yang disediakan dan lain-lain.

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman yang paling berkembang pesat di seluruh daerah tropis lembab. Alasan utama untuk peningkatan produksi minyak sawit, karena permintaan untuk minyak nabati dan biofuel meningkat.

Kebijakan pemerintah yang menguntungkan di negara produsen, serta potensi produksi unggul dalam sektor perkebunan. Lebih dari 85% produksi minyak sawit berasal dari Indonesia dan Malaysia, keduanya menawarkan agroekoteknologi yang menguntungkan. Tanaman kelapa sawit adalah salah satu jenis tanaman

(20)

2

perkebunan yang menduduki posisi penting dalam sektor pertanian umumnya dan khususnya sektor perkebunan. Hal ini disebabkan karena dari sekian banyak tanaman yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia.

Kelapa sawit merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang hidup di daerah perkebunan sangat menggantungkan hidupnya dari perkebunan kelapa sawit.

Adanya perkebunan kelapa sawit dapat mendorong roda perekonomian masyarakat yang berada disekitarnya. Namun, dalam beberapa hal seperti teknis serta mekanisasi untuk mendukung sektor perkebunan di Indonesia masih belum cukup berkembang. Sehingga, peningkatan produksi masih harus dibarengi dengan peningkatan luas lahan yang cukup besar. Salah satu faktor yang menentukan tingkat produktifitas kelapa sawit yaitu pada proses panen. Proses panen kelapa sawit erat kaitannya antara pemanen, peralatan yang digunakan, dan lingkungan kerja pada saat panen. Kesesuaian diantara tiga elemen tersebut berpengaruh terhadap tingkat produktifitas dan efisiensi pada proses pemanenan.

Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) sebagai salah satu komoditas pertanian memiliki sifat mudah rusak, baik fisik maupun mikrobiologis. Apabila tidak diberikan perlakuan dengan benar, maka TBS yang telah dipanen akan mengalami penurunan kualitas dalam jumlah yang besar.

Parameter mutu yang sering dijadikan pedoman dalam industri kelapa

sawit biasanya adalah kadar air dan asam lemak bebas (ALB) (Tim Penulis PS, 1997). ALB yang diinginkan dari minyak sawit tersebut adalah

dengan kandungan yang rendah. Hal lain yang sangat berpengaruh terhadap

(21)

kualitas minyak sawit mentah (CPO) adalah kesegaran TBS yang diterima pabrik.

Penurunan kualitas minyak pada buah sawit terbesar, terjadi antara 12 sampai 20 jam setelah panen.

Produk olahan yang bermutu rendah maka akan dihargai rendah pula oleh pasar, sehingga secara langsung berdampak terhadap keuntungan. Salah satu yang dapat menyebabkan penurunan mutu TBS adalah kondisi restrain (belum olah) yang terlalu lama. Dengan adanya penjadwalan transportasi yang baik, maka kondisi restrain TBS tepat saat selesai panen dan saat pengangkutan dapat diminimumkan.

Pengumpulan TBS kelapa sawit pasca pemanenan sebelum dibawa ke pabrik terlebih dahulu dikumpulkan pada TPH yang ada. Alat yang selama ini digunakan oleh petani kelapa sawit yaitu gerobak sorong (angkong). Penggunaan angkong sudah lazim dilakukan oleh petani kelapa sawit dalam mengumpulkan TBS. Pemilihan alat angkut yang digunakan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama kondisi jalan yang dilalui, sehingga perlu dikaji penggunaan alat angkut tandan buah segar kelapa sawit secara mekanis bermesin yang efektif untuk pengumpulan TBS kelapa sawit.

Penelitian ini adalah lanjutan dari penelitian sebelumnya. Alat pengangkut tandan buah segar kelapa sawit secara mekanis yang di uji merupakan Disain dan Simulasi oleh Thomas H. Panjaitan dan selanjutnya dirancang oleh Muhammad Marashoki Harahap Mahasiswa Program Studi Keteknikan Pertanian. Alat angkut TBS kelapa sawit ini memiliki fungsi untuk mengangkut TBS dari dalam lahan ke jalan, mempercepat proses pengangkutan TBS pada lahan sawit dan

(22)

4

mempermudah pengangkutan serta tidak memakan waktu yang lama dengan sedikit tenaga yang digunakan. Alat ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan perkebunan yaitu keterbatasan waktu dan tenaga yang selama ini menjadi hambatan dalam pengolahan kelapa sawit.

Penjelasan menunjukan bahwa alat transportasi memegang peranan penting dalam perkebunan kelapa sawit terutama pada proses panen untuk mengangkut TBS dari titik panen sampai ke pabrik. Jika alat transportasi mengalami hambatan maka pabrik akan terhambat operasinya dan buah akan banyak yang tertinggal di lapangan atau akan ada buah yang diinapkan di lapangan, hal ini akan menyebabkan banyaknya kehilangan hasil. Pahan (2006) menyatakan, pada pengelolaan kebun kelapa sawit, faktor transportasi mendapat perhatian khusus. Keterlambatan pengangkutan TBS ke pabrik akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas dan memengaruhi proses pengolahan, kapasitas olah, dan mutu produk akhir.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menguji kinerja untuk menentukan kapasitas angkut dan kebutuhan tenaga alat angkut tandan buah segar kelapa sawit (elaeis guineensis jacq) secara mekanis.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis, sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(23)

2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai alat angkut tandan buah segar kelapa sawit secara mekanis.

3. Bagi masyarakat, untuk membantu masyarakat dalam pengembangan alat angkut tandan buah segar kelapa sawit secara mekanis yang lebih mudah dan inovatif.

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) adalah salah satu dari beberapa famili palma yang menghasilkan minyak nabati yang disebut minyak sawit (palm oil). Banyak tanaman lain yang dapat dijadikan sumber minyak nabati, seperti kelapa, kacang tanah, kedele, biji bunga matahari. Dari sekian banyak tanaman yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit adalah penyumbang minyak nabati terbesar di dunia (Setyohadi, 2006).

Kriteria Buah Panen

Kriteria buah panen merupakan tanda-tanda yang diperlukan untuk menentukan waktu panen yang tepat sehingga rendemen dan kualitas minyak hasil panen berada dalam kondisi terbaik. Kriteria umum buah yang layak dipanen adalah matang, artinya buah telah mengalami perubahan warna dari gelap (hitam atau ungu) menjadi jingga atau kemerahan dan sudah melepas brondol.

Pemanenan atau pengawas lapangan harus dapat memperkirakan berapa kilogram TBS yang akan dipanen berdasarkan kelompok umur tanaman atau penampakan visualnya. Kriteria matang buah panen adalah sebagai berikut:

1. Matang satu blok areal dengan kerapatan 1:2 (satu tandan matang pada dua batang tanaman), buah yang telah matang adalah 60%. Artinya, jika dalam areal seluas 20 hektar terdapat 2.860 batang kelapa sawit (populasi 143 pohon per hektar), maka jumlah tandan buah matang adalah 1.430 tandan. Dari 1.430 tandan buah tersebut 60%-nya atau 858 tandan telah matang panen dan siap panen.

(25)

2. Matang Panen Batang

Jika dalam satu batang tanaman terapat setidaknya satu tandan buah besar (lebih dari 3 kg) yang matang dan siap panen, tandan yang matang tersebut disebut matang panen batang.

3. Matang Panen Tandan

Tandan buah kelapa sawit (TBS) dapat dikatakan matang jika warnanya telah berubah dari gelap (hitam atau ungu tua) menjadi kemerahan atau jingga.

Selain itu, dalam satu kilogram TBS telah mendapat dua brondol yang terlepas dari tandannya

(Hadi, 2004).

Pemanenan buah dalam keadaan lewat matang akan mempengaruhi kadar asam lemak bebas atau free fatty acid (ALB/FFA). Hal itu tentu akan merugikan sebab pada buah yang terlalu masak kandungan minyaknya berubah menjadi ALB sehingga akan menurunkan mutu minyak. Lagi pula, buah yang terlalu masak lebih muda terserang hama dan penyakit. Sebaliknya pemanenan pada buah yang

mentah akan menurunkan kandungan minyak, walaupun ALB-nya rendah (Dadin, 2002).

Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di pabrik sangat dipengaruhi perlakuan sejak awal panen dilapangan. Faktor penting yang cukup berpengaruh adalah kematangan buah yang dipanen dan cepat tidaknya pengangkutan buah ke pabrik. Dalam hal ini, pengetahuan tentang derajat kematangannya mempunyai arti yang penting sebab jumlah dan mutu minyak yang diperoleh nantinya sangat ditentukan oleh faktor ini. (Fauzi dkk., 2008).

(26)

8

Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan Asam Lemak Bebas (ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB (asam lemak bebas) lebih tinggi. Sebaliknya jika pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang, maka selain kadar ALB-nya rendah, rendemen minyaknya yang diperoleh juga rendah. Disinilah pengetahuan mengenai kriteria matang panen berdasarkan jumlah brondolan yang jatuh sangat berperan cukup penting dalam menentukan derajat kematangan buah kelapa sawit saat panen (Dadin, 2002).

Berdasarkan hal tersebut diatas, dikenal ada beberapa fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi tersebut sangat mempengaruhi mutu panen buah kelapa sawit, termasuk juga kualitas minyak sawit yang dihasilkan saat panen pada fraksi TBS yang dapat kita lihat pada tabel berikut:

Tabel 1.Kriteria kematangan TBS, persyartan mutu dan komposisi panen ideal No Fraksi Kematangan Buah luar

membrondol

Komposisi panen ideal

1 00 Sangat mentah Tidak ada Tidak boleh ada

2 0 Mentah 0-12,5% Tidak boleh ada

3 1 Kurang matang 12,5-25% Maksimal 20%

4 2&3 Matang 25-75% Minimal 68%

5 4&5 Lewat matang 75-100% Maksimal 12%

Sumber : PKS Aek Nabara Selatan Pemanenan Kelapa Sawit

Panen merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kualitas dan kuantitas produksi. Kegiatan panen merupakan kegiatan yang sangat berpengaruh kepada kualitas hasil minyak. Alat angkut yang tepat dapat membantu mengatasi

kerusakan buah selama pengangkutan (Pahan 2006). Menurut Pramudji dkk. (2004) panen adalah pekerjaan penting di perkebunan kelapa sawit

(27)

karena langsung menjadi sumber pemasukan uang ke perusahaan melalui penjualan minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS).

Berkaitan dengan hal tersebut, Lubis (1992) menyatakan bahwa keberhasilan panen dan produksi sangat tergantung pada bahan tanaman yang dipergunakan, manusia (pemanen) dengan kapasitas kerjanya, peralatan yang dipergunakan untuk panen, kelancaran transportasi serta faktor pendukung lainnya seperti organisasi panen yang baik, keadaan areal, insentif yang disediakan dan lain-lain.

Adapun faktor penentu keberhasilan panen adalah kesiapan sarana dan prasarana, kriteria matang panen dan manajemen panen (rotasi dan sistem panen).

Sistem panen juga mempengaruhi hasil akhir dari kegiatan panen TBS. Secara umum, sistem panen ini terbagi menjadi sistem ancak giring dan ancak tetap.

Ancak panen adalah luasan tertentu dari areal tanaman dimana kegiatan panen dilaksanakan oleh satu pemanen. Ancak tetap merupakan ancak yang diberikan kepada pemanen untuk diselesaikan pada hari tersebut tanpa ada perpindahan dan akan dikerjakan terus menerus oleh pemanen yang sama pada setiap rotasi.

Keuntungan menerapkan ancak tetap yaitu, ancak terjaga kondisi pohonnya, ancak terjaga bersih, buah memungkinkan terpanen tuntas, bila terdapat kesalahan maka pelacakan akan mudah serta pemanen memiliki rasa tanggung jawab karena merasa memiliki ancak tersebut. Kekurangannya bila musim panen rendah, pemanen sulit mendapatkan target janjang sehingga biaya panen akan tinggi, buah akan terlambat diangkut ke pabrik karena pemanen mengumpulkan hasil ke TPH bila panen sudah selesai, serta kemungkinan buah mentah dipanen tinggi (Sinaga, 2011).

(28)

10

Kegiatan pemanenan terdiri dari kegiatan pemotongan pelepah penyangga, pemotongan tangkai buah, pembuangan pelepah yang dipotong, pengumpulan brondolan dan TBS, serta pengangkutan brondol dan TBS ke tempat pengumpulan hasil (THP). Pengangkutan TBS memiliki tujuan mengirim TBS dan brondolan ke pabrik dalam keadaan baik melalui penanganan secara hati-hati dan menjaga jadwal pengiriman TBS dan buah secara tepat, sehingga pabrik kelapa sawit dapat bekerja secara optimal (Chairunisa 2008).

Pengangkutan Tandan Buah Segar Kelapa Sawit

Pengangkutan TBS memiliki tujuan mengirim TBS dan brondolan ke pabrik dalam keadaan baik melalui penanganan secara hati-hati dan menjaga jadwal pengiriman TBS dan buah secara tepat, sehingga pabrik kelapa sawit dapat bekerja secara optimal (Chairunisa, 2008). Menurut Pramudji dkk. (2004) prinsip dasar dari pengangkutan adalah melakukan evakuasi TBS dari lapangan ke PKS secepat-cepatnya (maksimal 24 jam), sesegar-segarnya dan sebersih-bersihnya.

Transport buah merupakan mata rantai dari tiga faktor yaitu panen, pengolahan dan pengangkutan. Ketiga faktor ini merupakan faktor terpenting dan saling mempengaruhi. Pengelolaan transport buah memiliki enam sasaran yang harus dicapai. Keenam sasaran tersebut yaitu meningkatkan kualitas TBS, meningkatkan produktivitas kendaraan, menjaga agar asam lemak bebas (ALB) produksi harian 3%, kapasitas dan kelancaran pengolahan di pabrik, keamanan TBS di lapang serta cost (Rp/kg TBS) transport yang minimal.

Spesifikasi dan Mekanisme Kerja Alat

Ketika membawa muatan, kapasitas alat angkut TBS yang dibawa adalah 150 Kg (± 8 tandan sawit), tergantung medan yang dilewatinya. Umumnya satu

(29)

tandan sawit memiliki panjang 50 cm dan lebar 30 cm dengan berat rata-rata 18 kg. Metode penyusunan TBS yang digunakan ada berlapis, rapih, dan tegak, sehingga dimensi bak TBS yang dirancangkan akan disesuaikan dengan dimensi dari tandan sawit. Penentuan ketebalan plat yang akan digunakan membuat bak menggunakan asumsi bagian yang terbesar terkena beban yaitu pada bagian dasar bak, maka tebal dari plat besi yang dibutuhkan. Bahan utama yang digunakan untuk rangka adalah besi U. Besi U yang digunakan memiliki ketebalan 2 mm (Panjaitan, 2017).

Kecepatan maju dari alat pengangkut TBS ini bergantung dari kecepatan putar dari roda penggerak. Acuan kecepatan maju alat pengangkut TBS yang direncanakan adalah 6-10 km/jam. Kecepatan alat pengangkut TBS ini diasumsikan yaitu 8 km/jam atau setara dengan 2,2 m/s. Slip yang terjadi pada roda diasumsikan 20 % sehingga kecepatan maju alat pengangkut TBS yaitu 2,75 m/s. Diameter roda yang digunakan adalah 380 mm (Panjaitan, 2017).

Mekanisme kerja alat ini adalah TBS dimasukkan dalam bak penampung dengan kapasitas pengangkutan 150 kg, kemudian alat angkut digerakkan oleh motor penggerak, untuk mempercepat proses pengangkutan.

Komponen Alat Angkut TBS Kelapa Sawit Kerangka Alat

Kerangka alat berfungsi sebagai pendukung komponen lainnya yang terbuat dari besi. Bahan utama yang digunakan untuk rangka adalah besi U. Besi U yang digunakan memiliki ketebalan 2 mm.

(30)

12

Bak Penampung

Bak penampung berfungsi sebagai penampung TBS kelapa sawit yang akan dibawa ke tempat pengumpulan hasil (TPH). Berat sawit yang akan dibawa pada alat pengangkut TBS adalah 150 Kg atau sekitar 8 tandan sawit.

Motor Penggerak

Motor penggerak adalah motor yang dapat mengubah tenaga panas hasil dari suatu pembakaran menjadi tenaga mekanik. Daya yang dibutuhkan sebagai sumber tenaga maju alat pengangkut TBS ini yaitu putaran motor penggerak.

Besarnya daya motor penggerak ini dipengaruhi oleh besarnya nilai koefisien tahan gelinding roda pada lahan sawit, beban alat pengangkut TBS beserta muatan dan kecepatan acuan yang direncanakan.

Roda

Kecepatan maju dari alat pengangkut TBS ini bergantung dari kecepatan putar dari roda penggerak. Acuan kecepatan maju alat pengangkut TBS yang dirancang adalah 6-10 km/jam. Kecepatan alat pengangkut TBS ini diasumsikan yaitu 8 km/jam atau setara dengan 2,2 m/s. Slip yang terjadi pada roda diasumsikan 20 % sehingga kecepatan maju alat pengangkut TBS yaitu 2,75 m/s.

Tempat Pijakan Operator

Tempat pijakan operator berfungsi sebagai pijakan operator serta peralatan yang dibawanya. Tempat pijakan operator terbuat dari bahan yang sama dengan bak penampung yaitu besi dengan ukuran panjang 60 cm, dan lebar 40 cm. Untuk mencari ketebalan plat yang akan digunakan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang sama dengan mencari ketebalan plat pada bak penampung.

(31)

Kemudi

Kemudi berfungsi untuk mengatur arah alat dengan cara membelokkan roda depan dan roda belakang. Pengoperasian kemudi alat pengangkut TBS dilakukan oleh tangan. Parameter perancangan disesuaikan dengan daerah kerja

operator meliputi jarak siku tangan-ujung jari tangan, dan jarak siku tangan-telapak kaki.

Gearbox

Gearbox atau transmisi adalah salah satu komponen utama motor yang disebut sebagai sistem pemindah tenaga. Transmisi berfungsi untuk memindahkan dan mengubah tenaga dari motor yang berputar yang digunakan untuk memutar sepindel mesin maupun melakukan gerakan feeding. Pemilihan gearbox berdasarkan perhitungan putaran dari motor penggerak dan putaran yang dibutuhkan untuk disalurkan menuju roda penggerak.

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat diperhitungkan. Untuk menilai kelayakan finansial, diperlukan semua data yang menyangkut aspek biaya dan penerimaan usaha tani (Soeharno, 2007).

Biaya Pemakaian Alat

Ada dua kelompok biaya pemakaian alat atau mesin (alsin) yang umum dibicarakan, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Jumlah biaya tetap tidak

(32)

14

dipengaruhi oleh jam kerja alsin, sedangkan biaya tidak tetap sangat dipengaruhi oleh kegiatan alsin.

Pengukuran biaya pemakaian alat dilakukan dengan cara menjumlahkan biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya pokok).

BP = [ + BTT]C ...(1) Dimana :

BP = biaya pokok (Rp/satuan produksi) BT = total biaya tetap (Rp/tahun) BTT = total biaya tidak tetap (Rp/jam) x = total jam kerja per tahun (jam/tahun) C = kapasitas alat (jam/satuan produksi) 1. Biaya Tetap

Dalam beberapa literatur tidak banyak perbedaan dalam mengelompokkan biaya tetap. Lazimnya biaya tetap itu terdiri dari biaya penyusutan, biaya bunga modal, biaya asuransi, biaya pajak dan biaya gedung atau gudang. Masing-masing jenis biaya ini ada cara perhitungannya baik dengan rumus atau dengan pendekatan penelitian (pengalaman).

Biaya tetap terdiri dari :

- Biaya penyusutan (metode garis lurus)

D

=

………(2)

Dimana :

D = Biaya penyusutan (Rp/tahun)

P = Nilai awal (harga beli/pembuatan) alsin (Rp)

(33)

S = Nilai akhir alsin (10% dari P) (Rp) n = Umur ekonomi (tahun)

- Biaya bunga modal dan asuransi, perhitungannya digabungkan, besarnya:

I =

………..(3)

Dimana :

i = Total persentase bunga modal dan asuransi (17% pertahun).

I = Total bunga modal dan asuransi (Rp/tahun) P = Harga awal mesin (Rp)

N = Umur ekonomis (tahun) - Biaya pajak

Di negara kita belum ada ketentuan besar pajak secara khusus untuk mesin-mesin dan peralatan pertanian, namun beberapa literatur menganjurkan bahwa biaya pajak alsin pertanian diperkirakan sebesar 2%

pertahun dari nilai awalnya.

- Biaya gudang/gedung

Biaya gudang atau gedung diperkirakan berkisar antara 0,5-1%, rata-rata diperhitungkan 1% nilai awal (P) pertahun.

2. Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap terdiri dari :

- Biaya perbaikan dapat dihitung dengan Persamaan :

Biaya reparasi = ... (4)

Dimana :

(34)

16

P = Nilai awal (harga beli/pembuatan) alsin (Rp) S = Nilai akhir alsin (10% dari P) (Rp)

- Biaya karyawan/operator yaitu biaya untuk gaji operator. Biaya ini tergantung kepada kondisi lokal, dapat diperkirakan dari gaji bulanan atau gaji pertahun dibagi dengan total jam kerjanya (Giatman, 2006).

Break Even Point

Break even point (analisis titik impas) umumnya berhubungan dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing) dan selanjutnya dapat berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap sama dengan nol (Waldiyono, 2008).

Break even point merupakan suatu gambaran kondisi penjualan produk yang harus dicapai untuk melampaui titik impas. Proyek dikatakan impas bila jumlah hasil penjualan produknya pada periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung sehingga proyek tersebut tidak mengalami kerugian dan mengalami keuntungan.

Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan.

Untuk menentukan produksi titik impas (BEP) maka dapat digunakan rumus sebagai berikut:

(35)

N = ………..………...(5) Dimana:

N : jumlah produksi minimal untuk mencapai titik impas (Kg) F : biaya tetap per tahun (rupiah)

R : penerimaan dari tiap unit produksi (harga jual) (rupiah) V : biaya tidak tetap per unit produksi. VN = total biaya tidak

tetap per tahun (rupiah/unit).

Net Present Value

Net present value (NPV) adalah selisih antara present value dari investasi nilai sekarang dari penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Identifikasi masalah kelayakan finansial dianalisis dengan menggunakan metode analisis finansial dengan kriteria investasi. NPV adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Secara singkat dapat dirumuskan

CIF – COF ≥ 0 ...(6) Dimana:

CIF = cash in flow (Rp) COF = cash out flow (Rp).

Kriteria NPV yaitu:

- NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan

- NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi usaha tidak menguntungkan - NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang

dikeluarkan (Giatman, 2006).

(36)

18

Internal Rate of Return

Internal rate of return atau tingkat pengembalian internal merupakan parameter yang dipakai apakah suatu usaha tani mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Kriteria layak atau tidak layak bagi usaha tani bila IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku saat usaha tani itu diusahakan dengan meminjam uang (biaya) dari bank pada saat nilai netto sekarang (NPV = 0) (Soekartawi, 1995).

Internal rate of return adalah suatu tingkatan discount rate, pada discount rate dimana diperolah B/C ratio = 1 atau NPV = 0. Harga IRR dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

IRR = i1 - (i1 – i2) ……….(7) Dimana:

i1 = suku bunga bank paling atraktif i2 = suku bunga coba-coba

NPV1 = NPV awal pada i1

NPV2 = NPV pada i2

(Kastaman, 2006).

(37)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2017 di PTPN II Tandem Hulu Binjai, Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, bahan bakar minyak (bensin atau solar).

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat angkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit secara mekanis, sedangkan alat-alat yang mendukung penelitian meliputi alat tulis, Handphone dengan aplikasi waze GPS, timbangan, tajok, meteran, gelas ukur, stopwatch, tali plastik, kamera.

Metode Penelitian

Alat angkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit secara mekanis akan diuji di lapangan untuk mengetahui kinerja alat. Pengambilan data dengan menggunakan dua faktor, yaitu faktor beban muatan (kg) yang terdiri atas 3 taraf yaitu beban muatan 50 kg (B1), beban muatan 100 kg (B2), dan beban muatan 150 kg (B3). Faktor kecepatan mesin yang terdiri atas 3 taraf, yaitu 1 m/det (V1), 1,5 m/det (V2) dan 2 m/det (V3). Dengan demikian terdapat 9 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan, sehingga total terdapat 27 satuan percobaan.

(38)

20

Persiapan Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan lokasi pengujian, berupa lintasan (jalan) perkebunan dengan jarak tempuh 100 m.

Prosedur Penelitian

1. Disediakan alat dan bahan

2. Ditentukan lokasi dan diukur jarak lintasan

3. Disususun TBS ketempat pengumpulan hasil sementara

4. Dilakukan penimbangan TBS untuk beban 50 kg, 100 kg dan 150 kg 5. Dimasukkan TBS kedalam bak penampung alat

6. Dihidupkan alat angkut TBS

7. Dioperasikan alat sesuai pada kecepatan yang diatur sebesar 1 m/det, 1,5 m/det, dan 2 m/det

8. Dilakukan pengamatan parameter

Parameter Penelitian

1. Kapasitas Kerja Alat (kg/jam)

Kapasitas kerja alat dilakukan untuk menghitung berapa beban yang dapat diterima, dengan menggunakan Persamaan:

……...……….……(8) Dimana :

Q = kapasitas kerja alat (kg/jam), m = beban (kg),

t = waktu yang dibutuhkan untuk pengangkutan tandan sawit (jam).

(39)

2. Kebutuhan Bahan Bakar (l/jam)

Kebutuhan bahan bakar dilakukan untuk menghitung jumlah konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan dengan menggunakan Persamaan:

………..………(9) Dimana:

KBB = Kebutuhan Bahan Bakar (l/jam) BB = Konsumsi Bahan Bakar (l) t = Waktu (detik).

3. Analisis Ekonomi (Rp/kg) 1. Biaya Alat Angkut

Perhitungan biaya alat angkut dilakukan dengan cara menjumlahkan biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap, atau lebih dikenal dengan biaya pokok. Hal ini dapat dihitung berdasarkan Persamaan (1).

a. Biaya Tetap

Biaya tetap terdiri dari:

1. Biaya penyusutan (metode garis lurus), dapat dihitung berdasarkan Persamaan (2)

2. Biaya bunga modal dan asuransi, dapat dihitung berdasarkan Persamaan (3) 3. Biaya pajak, diperkirakan bahwa biaya pajak adalah 2% per tahun dari nilai

awalnya

4. Biaya gudang/gedung, diperkirakan berkisar antara 0,5-1%, rata-rata diperhitungkan 1% dari nilai awal (P) per tahun.

b. Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap terdiri dari:

(40)

22

1. biaya bahan bakar (Rp/liter)

2. biaya perbaikan alat, dapat dihitung dengan Persamaan (4)

3. biaya operator tergantung pada kondisi lokal, dapat diperkirakan dari gaji bulanan atau gaji per tahun dibagi dengan total jam kerjanya.

2. Break Even Point

Manfaat perhitungan titik impas (break even point) adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan. Untuk menentukan produksi titik impas (BEP) maka dapat dihitung berdasarkan Persamaan (5).

3. Net Present Value

Identifikasi masalah kelayakan finansial dianalisis dengan metode analisis finansial dengan kriteria investasi. Net present value adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Hal ini dapat dihitung berdasarkan Persamaan (6), dengan kriteria

- NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan

- NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi usaha tidak menguntungkan - NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang

dikeluarkan.

4. Internal Rate of Return

Untuk mengetahui kemampuan memperoleh kembali investasi yang sudah dikeluarkan dapat dihitung dengan menggunakan IRR. Hal ini dapat dihitung berdasarkan Persamaan (7).

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Kinerja Alat Angkut TBS

Uji kinerja alat angkut tandan buah segar kelapa sawit merupakan suatu cara yang dilakukan pada saat pengoprasian alat di lahan perkebunanan untuk mengetahui performa alat yang dirancang serta kebutuhan bahan bakar yang dikonsumsi. Kecepatan maju alat diatur sebesar 1 m/det, 1,5 m/det dan 2 m/det.

Berat beban yang diangkut yaitu 50 kg, 100 kg dan 150 kg pada lahan yang datar (0), dengan jarak tempuh 100 m.

Prinsip kerja alat pengangkut tandan buah segar dengan kapasitas angkut, yaitu dengan mengisi tandan buah kelapa sawit dengan berat 150 kg, bahan bakar yang digunakan pada alat ini adalah bensin. Tandan di susun di dalam bak hingga mencapai berat maksimalnya yaitu 150 kg, kemudian operator akan mengemudikan alat dengan berdiri di posisi yang telah ditentukan. Keseimbangan operator dalam mengemudikan alat ini sangat dibutuhkan untuk mengendalikan alat agar tetap seimbang hingga sampai ke tujuan. Kemudian tandan dikeluarkan dengan membuka pintu pada bak dan tanda kelapa sawit dikeluarkan dari bak.

Kapasitas Kerja Alat

Kapasitas kerja alat menunjukkan produktivitas alat selama pengoperasian dilahan sawit tiap satuan waktu. Kapasitas kerja alat juga didefenisikan sebagai kemampuan alat dan mesin dalam menghasilkan suatu produk persatuan waktu.

Dalam hal ini kapasitas kerja alat dihitung dari jarak yang ditempuh alat dengan waktu yang dibutuhkan selama proses pengangkutan (jam). Data kapasitas kerja alat dapat dilihat dari Tabel di bawah ini:

(42)

24

Tabel 2. Hasil pengujian kapasitas kerja alat (ton/jam) dan konsumsi bahan bakar (l/jam) pada beban muatan TBS 50 kg dengan kecepatan yang bervariasi:

Kecepatan (v)

Muatan (kg)

Jarak (m)

Waktu (detik)

Kapasitas kerja alat (ton/jam)

Konsumsi bahan bakar

(ml)

Konsumsi bahan bakar

(l/jam)

V1 = 1 m/s

U1 50 100 103,53 1,74 57 1,98

U2 50 100 104,34 1,73 60 2,07

U3 50 100 104,20 1,73 58 2,00

Rata-rata 50 100 104,02 1,73 58,33 2,02

V2 = 1,5 m/s

U1 50 100 67,36 2,67 67 3,58

U2 50 100 66,48 2,71 69 3,73

U3 50 100 68,01 2,65 66 3,49

Rata-rata 50 100 67,28 2,68 67,33 3,60

V3 = 2 m/s

U1 50 100 54,15 3,32 70 4,65

U2 50 100 53,43 3,37 72 4,85

U3 50 100 52,48 3,43 75 5,14

Rata-rata 50 100 53,35 3,37 72,33 4,88

Tabel 2 menunjukkan bahwa kapasitas kerja tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 1 m/s (V1) dengan perlakuan muatan 50 kg terdapat pada ulangan pertama yaitu 1,74 ton/jam, sedangkan kapasitas kerja terendah diperoleh pada kecepatan alat 1 m/s (V1) dengan perlakuan muatan 50 kg terdapat pada ulangan ketiga yaitu 1,73 ton/jam dengan rata-rata kapasitas kerja 1,73 ton/jam. Kapasitas kerja tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 1,5 m/s (V2) dengan perlakuan muatan 50 kg terdapat pada ulangan kedua yaitu 2,71 ton/jam, sedangkan kapasitas kerja terendah diperoleh pada kecepatan alat 1,5 m/s (V2) dengan perlakuan muatan 50 kg terdapat pada ulangan ketiga yaitu 2,65 ton/jam dengan rata-rata kapasitas kerja 2,68 ton/jam. Kapasitas kerja tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 2 m/s (V3) dengan perlakuan muatan 50 kg terdapat pada ulangan

(43)

ketiga yaitu 3,43 ton/jam, sedangkan kapasitas kerja terendah diperoleh pada kecepatan alat 2 m/s (V3) dengan perlakuan muatan 50 kg terdapat pada ulangan pertama yaitu 3,32 ton/jam dengan rata-rata kapasitas kerja 3,37 ton/jam (Tabel 2).

Konsumsi bahan bakar tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 1 m/s dengan perlakuan muatan 50 kg terdapat pada ulangan kedua yaitu 60 ml dengan waktu angkut 104,34 detik, sedangkan konsumsi bahan bakar terendah diperoleh pada kecepatan alat 1 m/s dengan perlakuan muatan 50 kg terdapat pada ulangan pertama yaitu 57 ml dengan waktu angkut 103,53 detik dengan rata-rata konsumsi bahan bakar 58,33 ml. Konsumsi bahan bakar tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 1,5 m/s dengan perlakuan muatan 50 kg terdapat pada ulangan kedua yaitu 69 ml dengan waktu angkut 66,48 detik, sedangkan konsumsi bahan bakar terendah diperoleh pada kecepatan alat 1,5 m/s dengan perlakuan muatan 50 kg terdapat pada ulangan ketiga yaitu 66 ml dengan waktu angkut 68,01 detik dengan rata-rata konsumsi bahan bakar 67,33 ml. Konsumsi bahan bakar tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 2 m/s dengan perlakuan muatan 50 kg terdapat pada ulangan ketiga yaitu 75 ml dengan waktu angkut 52,48 detik, sedangkan konsumsi bahan bakar terendah diperoleh pada kecepatan alat 2 m/s dengan perlakuan muatan 50 kg terdapat pada ulangan pertama yaitu 70 ml dengan waktu angkut 54,15 detik dengan rata-rata konsumsi bahan bakar 72,33 ml (Tabel 2).

(44)

26

Gambar 1. Grafik hubungan kecepatan terhadap kapasitas kerja alat dan konsumsi bahan bakar pada muatan TBS 50 kg

Gambar 1 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan kapasitas kerja alat untuk muatan TBS 50 kg. Beban muatan dan kecepatan alat pada setiap perlakuan mempengaruhi kapasitas kerja alat pengangkut ini. Dari jumlah total tersebut beban muatan yang diangkut yaitu 50 kg pada kecepatan 1 m/s berhasil mengangkut TBS kelapa sawit rata-rata sebesar 1,73 ton/jam, pada kecepatan 1,5 m/s sebesar 2,68 ton/jam dan pada kecepatan 2 m/s menyumbang hasil angkutan sebesar 3,37 ton/jam. Dalam hal ini terjadi peningkatan dikarenakan alat yang dioperasikan berjalan dengan kecepatan yang berbeda-beda dengan muatan yang sama. Semakin besar kecepatan alat maka kapasitas kerja alat akan semakin besar, dan sebaliknya jika semakin kecil kecepatan maka kapasitas kerja alat akan semakin kecil. Hal tersebut disebabkan karena kapasitas pengangkutan dipengaruhi oleh kecepatan maju dari alat. Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafiah (1995) yang

(45)

menyatakan bahwa kapasitas alat dapat diperbesar atau diperkecil dengan mengubah jumlah kecepatan putaran mesin (rpm) pada suatu alat.

Gambar 1 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan konsumsi bahan bakar untuk muatan TBS 50 kg sebesar 4,88 l/jam pada kecepatan 2 m/s.

Konsumsi bahan bakar dihitung dengan menghitung waktu yang diperlukan selama alat dioperasikan dengan jarak tempuh 100 meter. Pemkaian bahan bakar mengalami peningkatan disebabkan karena kecepatan alat bertambah besar, Secara umum, faktor yang mempengaruhi konsumsi bahan bakar adalah kecepatan. Pada kecepatan yang semakin meningkat maka pemakaian bahan bakar semakin meningkat.

Tabel 3. Hasil pengujian kapasitas kerja alat (ton/jam) dan konsumsi bahan bakar (l/jam) pada beban muatan TBS 100 kg dengan kecepatan yang bervariasi:

Kecepatan (v)

Muatan (kg)

Jarak (m)

Waktu (detik)

Kapasitas kerja alat (ton/jam)

Konsumsi bahan bakar

(ml)

Konsumsi bahan bakar

(l/jam) V1 = 1 m/s

U1 100 100 105,51 3,41 64 2,18

U2 100 100 104,48 3,45 65 2,23

U3 100 100 104,20 3,46 64 2,21

Rata-rata 100 100 104,73 3,44 64,33 2,20

V2 = 1,5 m/s

U1 100 100 73,30 4,91 71 3,48

U2 100 100 72,46 4,97 70 3,47

U3 100 100 73,15 4,93 69 3,39

Rata-rata 100 100 72,97 4,93 70 3,44

V3 = 2 m/s

U1 100 100 55,10 6,53 73 4,76

U2 100 100 55,43 6,49 74 4,80

U3 100 100 54,57 6,59 72 4,74

Rata-rata 100 100 55,03 6,53 73 4,76

(46)

28

Tabel 3 menunjukkan bahwa kapasitas kerja tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 1 m/s (V1) dengan perlakuan muatan 100 kg terdapat pada ulangan ketiga yaitu 3,46 ton/jam, sedangkan kapasitas kerja terendah diperoleh pada kecepatan alat 1 m/s (V1) dengan perlakuan muatan 100 kg terdapat pada ulangan pertama yaitu 3,41 ton/jam dengan rata-rata kapasitas kerja 3,44 ton/jam.

Kapasitas kerja tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 1,5 m/s (V2) dengan perlakuan muatan 100 kg terdapat pada ulangan kedua yaitu 4,97 ton/jam, sedangkan kapasitas kerja terendah diperoleh pada kecepatan alat 1,5 m/s (V2) dengan perlakuan muatan 100 kg terdapat pada ulangan pertama yaitu 4,91 ton/jam dengan rata-rata kapasitas kerja 4,93 ton/jam. Kapasitas kerja tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 2 m/s (V3) dengan perlakuan muatan 100 kg terdapat pada ulangan ketiga yaitu 6,59 ton/jam, sedangkan kapasitas kerja terendah diperoleh pada kecepatan alat 2 m/s (V3) dengan perlakuan muatan 100 kg terdapat pada ulangan kedua yaitu 6,49 ton/jam dengan rata-rata kapasitas kerja 6,53 ton/jam (Tabel 3).

Konsumsi bahan bakar tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 1 m/s dengan perlakuan muatan 100 kg terdapat pada ulangan kedua yaitu 65 ml dengan waktu angkut 104,48 detik, sedangkan konsumsi bahan bakar terendah diperoleh pada kecepatan alat 1 m/s dengan perlakuan muatan 100 kg terdapat pada ulangan ketiga yaitu 64 ml dengan waktu angkut 104,20 detik dengan rata-rata konsumsi bahan bakar 64,33 ml. Konsumsi bahan bakar tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 1,5 m/s dengan perlakuan muatan 100 kg terdapat pada ulangan pertama yaitu 71 ml dengan waktu angkut 73,30 detik, sedangkan konsumsi bahan bakar terendah diperoleh pada kecepatan alat 1,5 m/s dengan perlakuan muatan 100 kg

(47)

terdapat pada ulangan ketiga yaitu 69 ml dengan waktu angkut 73,15 detik, dengan rata-rata konsumsi bahan bakar 70 ml. Konsumsi bahan bakar tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 2 m/s dengan perlakuan muatan 100 kg terdapat pada ulangan kedua yaitu 74 ml dengan waktu angkut 55,43 detik. Sedangkan konsumsi bahan bakar terendah diperoleh pada kecepatan alat 2 m/s dengan perlakuan muatan 100 kg terdapat pada ulangan ketiga yaitu 72 ml dengan waktu angkut 54,57 detik dengan rata-rata konsumsi bahan bakar 73 ml (Tabel 3).

Gambar 2. Grafik hubungan kecepatan terhadap kapasitas kerja alat dan konsumsi bahan bakar pada muatan TBS 100 kg

Gambar 2 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan kapasitas kerja alat untuk muatan TBS 100 kg. Beban muatan serta kecepatan alat pada setiap perlakuan mempengaruhi kapasitas kerja alat pengangkut ini. Dari jumlah total tersebut beban muatan yang diangkut yaitu 100 kg pada kecepatan 1 m/s berhasil mengangkut TBS kelapa sawit rata-rata sebesar 3,44 ton/jam, pada kecepatan 1,5 m/s sebesar 4,93 ton/jam dan pada kecepatan 2 m/s menyumbang hasil angkutan

(48)

30

sebesar 6,53 ton/jam. Dalam hal ini terjadi peningkatan kapasitas kerja alat disebabkan karena alat yang dioperasikan berjalan dengan kecepatan yang berbeda-beda, serta jumlah muatan TBS kelapa sawit yang diangkut. Jumlah beban muatan yang besar sangat mempengaruhi kapasitas kerja suatu alat. Hal ini sesuai dengan pendapat Islam dan Sattar (1997) mengatakan bahwa kapasitas kerja akan semakin besar bila jumlah muatan suatu alat besar dan waktu angkut yang dibutuhkan kecil. Kecepatan putaran mesin tertinggi dan jumlah muatan terbesar menghasilkan kapasitas kerja pengangkutan terbesar pada alat angkut TBS kelapa sawit ini. Yuswar (2004), mengatakan bahwa kecepatan maju merupakan salah satu metode untuk meningkatkan kapasitas kerja alat pertanian yaitu dengan menambah kecepatan maju berarti meningkatkan kapasitas kerja alat.

Gambar 2 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan konsumsi bahan bakar untuk muatan TBS 100 kg sebesar 4,76 l/jam pada kecepatan 2 m/s dengan jarak tempuh 100 m. Hal ini disebabkan karena semakin besar kecepatan serta muatan TBS kelapa sawit yang diangkut maka kebutuhan bahan bakar untuk proses pembakaran semakin lebih besar. Pada penelitian ini konsumsi bahan bakar semakin besar saat alat mengangkut TBS kelapa sawit dengan muatan yang lebih besar serta kecepatan maju alat semakin besar pula. Menurut Pramuhadi (2004) penambahan beban muatan dan kecepatan memerlukan pembakaran yang lebih besar sehingga konsumsi bahan bakar pada suatu alat semakin besar selain itu tanjakan yang dilalui juga mempengaruhi konsumsi bahan bakar.

(49)

Tabel 4. Hasil pengujian kapasitas kerja alat (ton/jam) dan konsumsi bahan bakar (l/jam) pada beban muatan TBS 150 kg dengan kecepatan yang bervariasi:

Kecepatan (v)

Muatan (kg)

Jarak (m)

Waktu (detik)

Kapasitas kerja alat (ton/jam)

Konsumsi bahan bakar

(ml)

Konsumsi bahan bakar

(l/jam) V1 = 1 m/s

U1 150 100 109,27 4,94 88 2,89

U2 150 100 106,52 5,06 86 2,90

U3 150 100 108,41 4,99 88 2,92

Rata-rata 150 100 108,06 4,99 87,33 2,90

V2 = 1,5 m/s

U1 150 100 84,34 6,41 90 3,84

U2 150 100 83,15 6,49 92 3,98

U3 150 100 82,50 6,54 90 3,92

Rata-rata 150 100 83,33 6,48 90,66 3,91

V3 = 2 m/s

U1 150 100 63,23 8,54 93 5,29

U2 150 100 61,51 8,78 91 5,32

U3 150 100 60,42 8,94 92 5,48

Rata-rata 150 100 61,72 8,75 92 5,36

Tabel 4 menunjukkan bahwa kapasitas kerja tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 1 m/s (V1) dengan perlakuan muatan 150 kg terdapat pada ulangan kedua yaitu 5,06 ton/jam, sedangkan kapasitas kerja terendah diperoleh pada kecepatan alat 1 m/s (V1) dengan perlakuan muatan 150 kg terdapat pada ulangan pertama yaitu 4,94 ton/jam dengan rata-rata kapasitas kerja 4,99 ton/jam.

Kapasitas kerja tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 1,5 m/s (V2) dengan perlakuan muatan 150 kg terdapat pada ulangan ketiga yaitu 6,54 ton/jam, sedangkan kapasitas kerja terendah diperoleh pada kecepatan alat 1,5 m/s (V2) dengan perlakuan muatan 150 kg terdapat pada ulangan pertama yaitu 6,41 ton/jam dengan rata-rata kapasitas kerja 6,48 ton/jam. Kapasitas kerja tertinggi

(50)

32

diperoleh pada kecepatan alat 2 m/s (V3) dengan perlakuan muatan 150 kg terdapat pada ulangan ketiga yaitu 8,94 ton/jam, sedangkan kapasitas kerja terendah diperoleh pada kecepatan alat 2 m/s (V3) dengan perlakuan muatan 150 kg terdapat pada ulangan pertama yaitu 8,54 ton/jam dengan rata-rata kapasitas kerja 8,75 ton/jam (Tabel 4).

Konsumsi bahan bakar tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 1 m/s dengan perlakuan muatan 150 kg terdapat pada ulangan pertama yaitu 88 ml dengan waktu angkut 109,27 detik. Sedangkan konsumsi bahan bakar terendah diperoleh pada kecepatan alat 1 m/s dengan perlakuan muatan 150 kg terdapat pada ulangan kedua yaitu 86 ml dengan waktu angkut 106,52 detik dengan rata- rata konsumsi bahan bakar 87,33 ml. Konsumsi bahan bakar tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 1,5 m/s dengan perlakuan muatan 150 kg terdapat pada ulangan kedua yaitu 92 ml dengan waktu angkut 83,15 detik, sedangkan konsumsi bahan bakar terendah diperoleh pada kecepatan alat 1,5 m/s dengan perlakuan muatan 150 kg terdapat pada ulangan ketiga yaitu 90 ml dengan waktu angkut 82,50 detik dengan rata-rata konsumsi bahan bakar 90,66 ml. Konsumsi bahan bakar tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 2 m/s dengan perlakuan muatan 150 kg terdapat pada ulangan pertama yaitu 93 ml dengan waktu angkut 63,23 detik, sedangkan konsumsi bahan bakar terendah diperoleh pada kecepatan alat 2 m/s dengan perlakuan muatan 150 kg terdapat pada ulangan kedua yaitu 91 ml dengan waktu angkut 61,51 detik dengan rata-rata konsumsi bahan bakar 92 ml (Tabel 4).

(51)

Gambar 3. Grafik hubungan kecepatan terhadap kapasitas kerja alat dan konsumsi bahan bakar pada muatan TBS 150 kg

Gambar 3 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan kapasitas kerja alat untuk muatan TBS 150 kg. Beban muatan serta kecepatan alat pada setiap perlakuan mempengaruhi kapasitas kerja alat pengangkut ini. Dari jumlah total tersebut beban muatan yang diangkut yaitu 150 kg pada kecepatan 1 m/s berhasil mengangkut TBS kelapa sawit rata-rata sebesar 4,99 ton/jam, pada kecepatan 1,5 m/s sebesar 6,48 ton/jam dan pada kecepatan 2 m/s menyumbang hasil angkutan sebesar 8,75 ton/jam. Kapasitas kerja alat pada beban muatan TBS kelapa sawit 150 kg lebih banyak yang diangkut dari pada beban muatan 50 kg. Hal ini terjadi karena faktor jumlah beban muatan pada suatu alat mempengaruhi hasil dari total angkutan yang diangkut oleh alat tersebut. Semakin besar kecepatan alat serta beban muatan yang diangkut untuk mengangkut TBS kelapa sawit, maka akan menghasilkan kapasitas yang semakin besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Yunus (2004), mengatakan bahwa jika kecepatan semakin besar maka kapasitas

(52)

34

kerja pun akan semakin besar. Pada penelitian ini, kapasitas kerja semakin tinggi saat kecepatan alat semakin besar.

Gambar 3 memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan konsumsi bahan bakar untuk muatan TBS 150 kg sebesar 5,36 l/jam pada kecepatan 2 m/s dengan jarak tempuh 100 m. Hal ini disebabkan karena alat yang dioperasikan mengalami penambahan beban muatan TBS kelapa sawit yang diangkut serta kecepatan maju alat sehingga mengalami peningkatan konsumsi bahan bakar. Pada penelitian ini penentuan kecepatan maju alat sangat mempengaruhi kebutuhan bahan bakar pada suatu mesin. Kecepatan maju alat menyebabkan jumlah waktu angkut yang dibutuhkan berbeda-beda untuk pengangkutan beban dengan muatan yang sama.

Semakin banyak waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengangkutan yang artinya mesin harus dalam kondisi hidup yang lebih lama dibandingkan dengan waktu angkut yang lebih sedikit, sehingga membutuhkan konsumsi bahan bakar yang lebih banyak pula. Banyak faktor yang mempengaruhi konsumsi bahan bakar. Semakin besar putaran mesin berputar maka akan semakin besar jumlah bahan bakar yang digunakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Heywood (1988), yang berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi laju konsumsi bahan bakar ini secara garis besar dibagi dalam empat kelompok yaitu kendaraan, lingkungan, pengemudi, dan kondisi lalu lintas. Variabel utama dalam lalu lintas meliputi kecepatan, jumlah berhenti, dan percepatan. Tingkat agresifitas pengemudi terlihat dari tingkat kecepatan dan percepatan yang akan mempengaruhi laju konsumsi bahan bakar yang dipergunakan.

(53)

Kebutuhan Bahan Bakar

Konsumsi bahan bakar adalah banyaknya bahan bakar yang dipakai selama proses pembakaran berlangsung. Bahan bakar yang digunakan pada penelitian yaitu premium. Penggunaan premium ini diharapkan akan mengoptimalkan kinerja mesin, mengurangi kerusakan dan yang lebih penting lagi akan dapat mengefisiensikan penggunaan bahan bakar. Konsumsi bahan bakar diperoleh dari volume penambahan dibagi dengan waktu tempuh alat.

Konsumsi bahan bakar diukur dengan cara mengisi tangki bahan bakar hingga penuh sebelum alat beroperasi, setelah alat selesai beroperasi, tangki diisi kembali hingga penuh seperti semula. Banyaknya bahan bakar yang diisi kembali merupakan pemakaian bahan bakar selama alat beroperasi. Data hasil pengujian konsumsi bahan bakar (l/jam) terhadap kecepatan yang bervariasi dapat dilihat pada tabel 2, 3 dan 4.

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat diperhitungkan. Umumnya setiap investasi bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Namun ada juga investasi yang bukan bertujuan untuk keuntungan, misalnya investasi dalam bidang sosial kemasyarakatan atau investasi untuk kebutuhan lingkungan, tetapi jumlahnya sangat sedikit.

Dengan analisis ekonomi ini juga akan diperoleh hasil apakah alat ini dapat menunjang produksi pengolahan kelapa sawit dan dapat memperoleh

(54)

36

peningkatan hasil produksi sehingga alat ini layak untuk di produksi secara massal.

Biaya Alat Pengangkut TBS

Biaya alat pengangkut TBS merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap setiap proses pengangkutan, biaya pengangkut TBS ini sudah mencakup biaya modal, biaya perbaikan, biaya operator, dan biaya bahan bakar, sehingga dengan mengetahui biaya alat pengangkut yang harus dikeluarkan maka kita dapat menentukan berapa biaya (upah) yang akan dibayarkan oleh konsumen untuk setiap kali penyemaian benih padi dalam proses pengangkutan per kg. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh biaya untuk alat pengangkut TBS sebesar 5,9247631/kg.

Break Even Point

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan di peroleh nilai BEP yang diperoleh alat ini akan mencapai titik impas apabila telah melakukan pengengkutan sebanyak 654.561,5 ton/tahun. Menurut Waldyono (2008), analisis titik impas umumnya berhubungan dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang digunakan dapat membiayai sendiri (self financing), dan selanjutnya dapat berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini keuntungan awal dianggap nol. Manfaat perhitungan titik impas adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi

(55)

Net Present Value

Net Present Value (NPV) adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Dalam menginvestasikan modal dalam penambahan alat pada suatu usaha maka NPV ini dapat dijadikan salah satu alternatif dalam analisis financial.

Dari percobaan dan data yang diperoleh pada penelitian dapat diketahui besarnya NPV dengan suku bunga 7,5% adalah Rp 110.725.522/tahun dan dengan suku bunga bank coba-coba 12% adalah Rp 101.217.736/tahun. Hal ini berarti usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar ataupun sama dengan nol. Menurut pernyataan Giatman (2006) yang menyatakan bahwa kriteria NPV yaitu:

- NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan

- NPV < 0, berarti sampai dengan n tahun investasi usaha tidak menguntungkan

- NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan.

Internal rte of return

Hasil yang didapat dari perhitungan IRR adalah sebesar 52,5225%. Usaha ini masih layak dijalankan apabila bunga pinjaman bank tidak melebihi 52,5225%

jika bunga pinjaman di bank melebihi angka tersebut maka usaha ini tidak layak lagi dijalankan. Semakin tinggi bunga pinjaman di bank maka keuntungan yang diperoleh dari usaha ini semakin kecil.

(56)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Rata-rata kapasitas kerja tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 2 m/s dengan muatan 150 kg sebesar 8,75 ton/jam. Rata-rata kapasitas kerja terendah diperoleh pada kecepatan alat 1 m/s dengan muatan 50 kg sebesar 1,73 ton/jam.

2. Rata-rata konsumsi bahan bakar tertinggi diperoleh pada kecepatan alat 2 m/s dengan muatan 150 kg yaitu 92 ml sedangkan rata-rata konsumsi bahan bakar terendah diperoleh pada kecepatan alat 1 m/s dengan muatan 50 kg sebesar 58,33 ml.

3. Kecepatan kerja dan kapasitas kerja memiliki hubungan yang linear.

4. Kecepatan kerja dan konsumsi bahan bakar memiliki hubungan yang linear.

5. Biaya pokok untuk alat angkut TBS kelapa sawit sebesar 5,9247631/kg.

6. Alat ini akan mencapai nilai break even point jika alat telah mengangkut bahan sebanyak 654.561,5 jam/tahun.

7. Bila ingin diusahakan, penggunaan alat ini dianggap layak karena memiliki NPV yang dihasilkan > 0 yaitu sebesar Rp 110.725.522/tahun dengan suku bunga 7,5% dan Rp 101.217.736/tahun dengan suku bunga coba-coba 12%.

8. Internal rate of return pada alat ini adalah sebesar 52,5225%

(57)

Saran

1. Untuk meningkatkan kapasitas kerja alat pengangkut TBS perlu menjaga keseimbangan dan kestabilan gas.

2. Diharapkan pada penelitian selanjutnya saat melakukan pengujian alat sebaiknya dilakukan dengan jarak lintasan yang jauh, agar dapat ditentukan konsumsi bahan bakar.

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Chairunisa, C., 2008. Pengelolaan Tenaga Kerja Panen dan Sistem Pengangkutan Tandan Buah Segar Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Mustika PT.Sajang Heulang Minamas Plantation Kalimantan Selatan.

Agronomi IPB, Bogor.

Dadin., 2002. Pengelolaan Pemanenan Kelapa Sawit (Elueis Guineensis Jacq.) Di Kebun Bangun Bandar PT. Socfindo Medan, Sumatera Utara. Skripsi.

Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Euler, M., V. Krishna, S. Schwarze, H. Siregar dan M. Qaim, 2017. Oil Palm Adoption Household Welfare And Nutrition Among Smallholder Farmers In Indonesia. World Development (93):219–235.

Fadhil, R., Mustaqimah, B. S. Putra, Syafriandi, A. Lubis, A. Qudri, dan M. Fikri, 2015. Performance Evaluation Of Motorized Wheelbarrow To Transport Fresh Fruits Bunch Of Palm Oil (Elaeis Guineensis Jacq).

Jurnal Agrotekno (17):2-4.

Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti, I. Setyawibawa, dan R. Hartono. 2008. Kelapa Sawit.

Penebar Swadaya, Jakarta.

Giatman, M., 2006. Ekonomi Teknik. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hadi, M. M., 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Adicita Karya Nusa, Yogyakarta.

Hanafiah, K. A., 1995. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Harahap, M. M, 2018. Rancang Bangun Alat Pengangkut Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Secara Mekanis. Jurusan Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Heywood, J.B., 1988. Internal Combustion Engine Fundamentals. Edition, Mcraw Hill, Inc.

Islam, M.N., dan M.A. Sattar, 1997. Selection of Power Tillers for Bangladesh Farmers, Agricultural Mechanization in Asia, Africa and Latin America (AMA), Vol. 28, No. 4: 18-20.

Kastaman, R., 2006. Analisis Kelayakan Ekonomi Suatu Investasi. Kanisius, Tasikmalaya.

Gambar

Gambar 1. Grafik  hubungan kecepatan terhadap kapasitas kerja alat dan  konsumsi bahan bakar pada muatan TBS 50 kg
Gambar 2. Grafik  hubungan kecepatan terhadap kapasitas kerja alat dan  konsumsi bahan bakar pada muatan TBS 100 kg
Gambar 3. Grafik  hubungan kecepatan terhadap kapasitas kerja alat dan  konsumsi bahan bakar pada muatan TBS 150 kg

Referensi

Dokumen terkait

Rata-rata produksi tandan buah segar per pokok produktif kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel. Gambar 5 adalah gambar hasil dari rata-rata produksi di

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan elastisitas transmisi harga tandan buah segar (TBS) Kelapa Sawit di perdesaan kabupaten Asahan khususnya kecamatan Bandar Pasir

Penanganan Tandan Buah Segar Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pra Pengolahan di Kebun Ujan Mas, PT.. Cipta Futura,

Pengamatan yang dilakukan pada kegiatan magang di perkebunan kelapa sawit antara lain: kapasitas panen per orang, waktu tunggu TBS di TPH, pengangkutan tandan

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan elastisitas transmisi harga tandan buah segar (TBS) Kelapa Sawit di perdesaan kabupaten Asahan khususnya kecamatan Bandar Pasir

Pengelolaan suatu perkebunan kelapa sawit mengacu pada pengeloaan tanaman agar dapat meningkatan produktivitas tandan buah segar kelapa sawit (TBS). Unsur- unsur

DAMPAK APLIKASI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LAND AppLtCATtON ) TERHADAP KEANEKARAGAMAN BENTHOS, PLANKTON DAN PRODUKSI.. TANDAN BUAH SEGAR KELAPA

Judul : Perbaikan Subsoil Dengan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Media Tanam Pembibitan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Menyatakan bahwa semua data dan informasi