• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Budaya Menginang Terhadap Karies Gigi Pada Masyarakat Talaga Paca, Kecamatan Tobelo Selatan, Halmahera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Budaya Menginang Terhadap Karies Gigi Pada Masyarakat Talaga Paca, Kecamatan Tobelo Selatan, Halmahera Utara."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH BUDAYA MENGINANG TERHADAP KARIES GIGI PADA MASYARAKAT TALAGA PACA, KECAMATAN TOBELO SELATAN,

HALMAHERA UTARA

Adrian Waery, 2012. Pembimbing I : July Ivone dr., MKK., M.Pd., Ked. Pembimbing II: Vinna Kurniawati S., drg., M.Kes.

Masyarakat Talaga Paca percaya bahwa budaya menginang dapat mencegah karies gigi. Diketahui daun sirih (Piper betle Linn), mengandung kandungan minyak atsiri yang berfungsi sebagai zat antibakteri yang dapat mencegah gigi berlubang, bau mulut dan radang pada gusi. Pinang juga memiliki kandungan flavanoid senyawa polifenol yang dapat menghambat pembentukan karies gigi.

Maksud dari penelitian ini untuk memanfaatkan kebudayaan menginang masyarakat Tobelo sebagai pencegahan terhadap karies gigi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh budaya menginang terhadap kejadian karies gigi masyarakat Talaga Paca dan mengetahui efek daun sirih (Piper betle Linn) serta bahan menginang lainnya dalam mencegah karies gigi.

Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode analitik observasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini menyangkut pengujian hipotesis terhadap perbandingan kejadian karies gigi pada masyarakat yang melakukan budaya menginang terhadap yang tidak menginang. Analisis data menggunakan uji-T tidak berpasangan dengan α = 0,05

Hasil penelitian menunjukan perbedaan bermakna antara kelompok masyarakat yang melakukan budaya menginang terhadap kelompok masyarakat yang tidak melakukan budaya menginang. Rerata jumlah karies gigi kelompok masyarakat yang menginang 1,6 yaitu lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak menginang 8,65. Dari uji-T tidak berpasangan didapatkan p = 0,000 menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok.

Simpulan hasil penelitian yaitu terdapat pengaruh kebudayaan menginang terhadap karies gigi.

(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF THE CULTURE OF BETEL CHEWING ON CARIES IN ON THE CITIZENS OF TALAGA PACA IN THE SUB-DISTRICT OF SOUTH

TOBELO, NORTH HALMAHERA

Adrian Waery, 2012. Tutor I : July Ivone, dr., MKK., M.Pd., Ked. Tutor II: Vinna Kurniawati S., drg., M.Kes.

People of Talaga Paca, believe that the culture of betel chewing can prevent dental caries. Piper Betle Linn is known contains essential oils that function as an antibacterial agent to prevent cavities, bad breath and gums inflamed. Nut also contains flavanoids that can inhibit dental caries.

The purpose of this study is to use the betel nut culture of the people of Tobelo as a preventative for tooth decay. The aim of this study is to discover the effect of the betel nut culture on the tooth cavities of the citizens of Talaga Paca and also to discover the effect of the leaf of the betel nut vine (Piper betle Linn) on prevention of tooth decay there.

The writing used the scientific method of observational analysis together with a cross sectional method. This study tested the hypothesis by comparing the incidence of tooth cavities in the population that have the culture of chewing betel nut against the population that does not use betel nut. The analysis of the data will be T-test not paired with α = 0.05

The results of the study showed that there is a difference between the group that did the culture of betel chewing and the group that did not. The average incidence of tooth decay in the group that did betel chewing is 1.6 and lower than those who did not used betel nut which has an incidence of 8.65. From this T-test not paired results in p = 0.000 which shows a significant difference between the two groups.

In summary the result of the study is that the betel nut culture on tooth decay and the source of phenol in the betel nut plant has an anti-bacterial effect which results in the prevention of tooth decay.

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Maksud dan Tujuan ... 3

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 3

1.4.1 Manfaat Akademis ... 3

1.4.2 Manfaat Praktis ... 4

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 4

1.5.1 Kerangka Pemikiran ... 4

1.5.2 Hipotesis Penelitian ... 6

(4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebudayaan ... 7

2.1.1 Budaya Menginang ... 7

2.2 Histologi dan Anatomi Gigi ... 11

2.2.1 Histologi gigi ... 11

2.2.2 Anatomi Gigi ... 15

2.2.2.1 Permukaan – permukaan Gigi ... 17

2.2.2.2 Jenis – jenis Gigi Permanen ... 19

2.3 Karies Gigi ... 26

2.3.1 Etiologi Karies Gigi ... 27

2.3.1.1. Faktor Penjamu ... 28

2.3.1.2 Faktor Agen ... 29

2.3.1.3 Faktor Substrat atau Diet ... 30

2.3.1.4 Faktor Waktu ... 31

2.3.2 Klasifikasi Karies Gigi ... 32

2.3.3 Patogenesis Karies ... 33

2.3.4 Prevalensi Karies Gigi... 36

2.3.5 Pencegahan Karies Gigi ... 37

2.4 Efek Tradisi Menginang Terhadap Karies Gigi ... 40

2.4.1 Sirih ... 41

2.4.1.1 Taksonomi Sirih ... 41

2.4.1.2 Kandungan Kimia Sirih... 43

2.4.2 Pinang ... 46

2.4.2.1 Taksonomi Pinang ... 46

2.4.2.2 Kandungan Kimia Pinang ... 47

(5)

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian ... 50

3.1.1 Kriteria Sampel Penelitian ... 50

3.1.2 Besar Sampel Penelitian51 3.1.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 51

3.2 Desain Penelitian ... 51

3.2.1 Metode Penelitian ... 51

3.2.2 Variabel Penelitian ... 52

3.2.2.1 Variabel Independen ... 52

3.2.2.2 Variabel Dependen ... 52

3.2.3 Definisi Operasional Variabel ... 52

3.3. Instrumen Penelitian... 52

3.4 Pengumpulan Data ... 53

3.5 Teknik Analisis Data. ... 53

3.5.1 Identitas Responden ... 53

3.5.2 Pemeriksaan Intra Oral ... 54

3.5.2.1 Alat dan Bahan yang Digunakan ... 54

3.5.2.2 Cara Kerja Penelitian ... 54

3.6 Prosedur Penelitian... 56

3.7 Metode Analisis ... 56

3.8 Hipotesis Statik ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 57

4.2 Pembahasan ... 58

4.3 Uji Hipotesis Penelitian... 59

4.3.1 Hipotesis Penelitian ... 59

4.3.2 Hal – hal yang Mendukung ... 59

(6)

4.3.4 Uji Hipotesis... 60

4.3.5 Simpulan ... 60

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 61

5.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN ... 66

(7)

DAFTAR GAMBAR

2.1.1 Upacara Menginang pada Prosesi Pernikahan Adat ... 10

2.2.1 Histologi Gigi dengan Tubulus Dentin ... 16

2.2.2 Permukaan Gigi ... 18

2.2.3 Bentuk dan Posisi Gigi Permanen ... 26

2.2.4 Gigi yang Mengalami Karies ... 27

2.2.5 Etiologi Karies Gigi ... 28

2.2.6 Patogenesis Terjadinya Karies ... 36

2.3.1 Seorang Wanita yang Sedang Menginang ... 41

2.3.2 Tanaman Sirih ... 45

2.3.3 Pohon Pinang ... 48

2.3.4 Buah Pinang ... 48

(8)

DAFTAR TABEL

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 ( Form Pemerikasaan Fisik Gigi) ... 69

LAMPIRAN 2 ( Format Pemeriksaan Intra Oral) ... 71

LAMPIRAN 3 ( Informed Consent) ... 72

LAMPIRAN 4 ( Gambar Penelitian) ... 73

LAMPIRAN 5 (Data Tabel Statistik) ... 74

LAMPIRAN 6 ( Lampiran Hasil Olah Data SPSS) ... 76

(10)

67

LAMPIRAN 1

Form Pemeriksaan Fisik Gigi.

Nama Responden :

Jenis Kelamin :

Tempat/tanggal lahir :

Umur :

Alamat :

Pertanyaan :

1. Berapa sering anda mengosok gigi dalam sehari?

>3 kali dalam sehari

3 kali dalam sehari

2 kali sehari

1 kali sehari

Tidak pernah

2. Apakah anda merokok / tidak?

Ya, berapa banyak dalam sehari ? ………... Tidak

3. Kapan biasanya anda mengosok gigi? (bisa lebih dari 1)

Saat bangun tidur

Saat mau tidur

Sehabis makan

Sebelum makan

Lain-lain………...

4. Bagaimana pola makan anda dalam keseharian? (Banyak mengkonsumsi makanan

yang mengandung gula / tidak)

Ya

(11)

68

5. Apakah anda melakukan tradisi menginang? (jika jawaban ya, lanjutkan sampai

pertanyaan no 10!)

Ya

Kadang – kadang saja, jelaskan!...

Tidak

6. Sudah berapa lama anda melakukan tradisi budaya menginang?

7. Kapan biasanya anda melakukan kegiatan menginang?

sebelum makan

setelah makan

8. Bahan – bahan apa saja yang anda gunakan dalam melakukan budaya menginang?

9. Berapa sering anda melakukan budaya menginang dalam :

Sehari :

Seminggu :

Sebulan :

10. Apakah anda pernah mengalami rasa sakit pada gigi?

Ya, berapa kali, Kapan? ...

Tidak pernah.

11. Apakah anda memiliki riwayat penyakit pribadi? Sebutkan!

Ttd, Supervisor

(12)

69

LAMPIRAN 2

(13)

70

LAMPIRAN 3

Informed Consent Responden

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : ...

Usia : ...

Jenis Kelamin: ...

Alamat : ... ... ... ...

Menyetujui tindakan pendataan oleh saudara Adrian Waery, dalam melengkapi tugas akhirnya sebagai seorang mahasiswa.

Dalam hal ini saya bersedia diwawancarai yang kemudian diikuti tindakan pemeriksaan kebersihan gigi yang lebih khususnya berhubungan dengan gigi

berlubang pada masyarakat.

Adapun persetujuan ini saya ambil tanpa adanya pengaruh dari kelompok lain,

dengan tujuan ingin membantu. Setiap prosedur telah dijelaskan dengan terperinci dan sangat jelas.

Talaga Paca, ……….. 2012.

(14)

71

[image:14.612.117.296.526.662.2]

LAMPIRAN 4

Gambar Penelitian

. Pemeriksaan intra oral.

Informed consent dengan wawancara kebiasaan menginang.

(15)

72

LAMPIRAN 5

Data Tabel Statistik.

Data Tabel Masyarakat yang menginang.

No sampel

Status Total Karies

Mean (Rata – rata) X1 or X2

(16)

73

Data Tabel Kelompok Masyarakat yang Tidak Menginang.

No sampel

Status Total

Karies Mean X1 or X2

(17)

74

LAMPIRAN 6

(18)

75

LAMPIRAN 7

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keanekaragaman floristik di kawasan timur Indonesia beserta keanekaragaman

budayanya cukup menarik, namun belum banyak yang diungkapkan termasuk di

kabupaten Tobelo (Halmahera Utara). Kebiasaan menginang sudah dilakukan oleh

masyarakat Indonesia secara luas sejak zaman dahulu, baik di Jawa, Sumatra,

Sulawesi, Maluku maupun di Papua (Hamzuri dkk, 1997).

Menginang atau menyirih adalah istilah yang dipakai untuk menyebut kebiasaan

mengunyah paduan daun sirih, pinang dan kapur. Asal usul dari tradisi menyirih tidak

diketahui dengan pasti sejak kapan tradisi ini dimulai, akan tetapi diperkirakan sudah

ada sejak kurang lebih 2000 tahun silam. Tradisi ini diperkirakan berasal dari

kebudayaan India. Selain dari India, sirih juga sudah lama dikenal oleh masyarakat di

Asia – Tenggara, seperti di Malaysia, tanaman ini disebut ‘sireh’ dan kemudian menyebar ke Indonesia. Bukti arkeologi tertua ditemukan pada ‘Gua Roh’ di bagian utara – barat Thailand, yang diperkirakan sisa – sisa tanaman ini berusia sejak 10.000

SM (Rooney F. Dawn, 1995).

Kebiasaan ini juga berfungsi sebagai salah satu cara untuk merawat gigi.

Diketahui bahwa daun sirih (Piper betle Linn), mengandung kandungan minyak atsiri

yang berfungsi sebagai zat antibakteri. Masyarakat Indonesia sudah sejak lama

mengenal daun sirih sebagai bahan untuk menginang dengan keyakinan bahwa daun

sirih dapat menguatkan gigi, menyembuhkan luka-luka kecil di mulut,

menghilangkan bau mulut, menghentikan pendarahan gusi, dan sebagai obat kumur.

Daun sirih juga digunakan sebagai antimikroba terhadap Streptococcus mutans yang

merupakan bakteri yang paling sering mengakibatkan kerusakan pada gigi (Hardiani

Dyah Astuti dkk., 2007)

Komponen utama minyak atsiri terdiri dari fenol dan senyawa turunannya. Salah

(20)

2

kuat. Senyawa polifenol tersebut dapat menghambat aktivitas enzim

glukosiltransferase dari Streptococcus mutans ( Dhika T.S., 2007).

Fenol merupakan zat pembaku daya antiseptic obat lain sehingga daya antiseptik

dinyatakan dengan koefisien fenol. Obat ini bukan antiseptic yang kuat. Banyak obat

lain yang mempunyai daya antiseptik yang kuat. Dalam kadar 0,01-1%, fenol bersifat

bakteriostatik. Larutan 1,6% bersifat bakterisid, yang dapat megadakan koagulasi

protein (Rianto Setiabudy, 2007).

Senyawa fenol memang telah dikenal dan telah lama digunakan sebagai bahan

antiseptik, disinfektan, dan bahan pengawet, Fenol bekerja dengan menginduksi

kebocoran progresif dari struktur intraseluler bakteri, termasuk pelepasan ion K yang

merupakan langkah pertama kerusakan membran bakteri (Gerald McDonnell, 1999).

Buah pinang juga memiliki efek antibakteri. Biji buah pinang mengandung

alkaloid, seperti arekolin (C8H13NO2), arekolidine, arekain, guvakolin, guvasine dan

isoguvasine, tanin, flavan, senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin, minyak atsiri,

serta garam. Biji buah pinang mengandung proantosianidin, yaitu suatu tannin

terkondensasi yang termasuk dalam golongan flavonoid. Proantosianidin mempunyai

efek antibakteri, antivirus, antikarsinogenik, anti-inflamasi, anti-alergi, dan

vasodilatasi. Alkaloida seperti arekaina dapat mengakibatkan adiksi dan bersifat

racun sehingga dapan menimbulkan sensasi tenang saat dikunyah (Abdul R.F, 2008).

Selain itu, kapur sirih yang digunakan bersama-sama pinang dan sirih juga

memiliki kandungan kalsium yang sangat tinggi, yang mampu mencegah proses

demineralisasi gigi dan juga bersifat alkalis yang berperan untuk menjaga

keseimbangan pH mulut (Sudirman, 2010).

Budaya menginang dipercaya dapat mencegah karies gigi. Hal ini disebabkan

karena adanya pengaruh dari kandungan bahan-bahan menginang yang membantu

mencegah karies gigi. Karies gigi adalah penyakit kronis regresif dari struktur gigi,

dimana gigi mengalami demineralisasi. Penyebab karies gigi bermacam-macam,

(21)

3

menyangkut masalah waktu karena memerlukan waktu yang lama dalam

perkembangannya.

Atas dasar penelitian-penelitan sebelumnya tentang manfaat daun sirih (Piper

betle linn) yang memiliki kandungan fenol serta efektif digunakan sebagai bahan

antiseptik, peneliti tertarik untuk membandingkan efek tradisi menginang dan tidak

menginang terhadap karies gigi masyarakat Desa Talaga Paca Kabupaten Tobelo

Selatan yang mempercayai tradisi menginang dapat mengurangi karies gigi pada

masyarakat.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan

identifikasi masalah :

- Apakah terdapat pengaruh budaya menginang masyarakat Tobelo terhadap

karies gigi.

1.3. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini untuk memanfaatkan kebudayaan menginang

masyarakat Tobelo sebagai pencegahan terhadap kejadian karies gigi.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh budaya menginang terhadap

kejadian karies gigi masyarakat Talaga Paca.

1.4. Manfaat Karya Tulis Ilmiah

1.4.1 Manfaat Akademis

Memberikan informasi tambahan mengenai efek dari budaya menginang yang

dapat mempengaruhi karies gigi masyarakat sekaligus sebagai sumber informasi

(22)

4

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai manfaat menginang sebagai salah satu alternatif yang aman dalam

mencegah terbentuknya karies gigi pada masyarakat.

1.5. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1.5.1. Kerangka Pemikiran

Tradisi menginang adalah budaya mengunyah buah pinang, bersamaan dengan

kapur-sirih, dan sirih yang dilakukan di dalam kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan

menginang merupakan kebudayaan turun-temurun yang telah ada di Indonesia sejak

abad ke-6. Budaya ini memiliki banyak manfaat diantara pergaulan masyarakat

Indonesia, mulai dari mempererat hubungan antara masyarakat, budaya menginang

juga sering digunakan dalam upacara-upacara keagamaan maupun upacara

pernikahan (Siti Susiarti, 2005).

Selain itu, budaya menginang dipercaya dapat menjadikan gigi lebih kuat dan

mencegah terjadinya karies gigi. Hal ini disebabkan karena adanya efek dari

kandungan sirih (Piper betle Linn) yang merupakan salah satu bahan pokok dalam

menginang, dipercaya berfungsi sebagai zat antiseptik yang mampu menekan

pertumbuhan dari Streptococcus mutans sebagai bakteri yang diduga menjadi

penyebab utama karies gigi (Hardini Dyah Astuti, dkk., 2007).

Karies gigi adalah penyakit infeksi yang merusak struktur keras pada gigi yang

menyebabkan gigi berlubang. Jika tidak ditangani, penyakit ini dapat menyebabkan

nyeri, tanggalnya gigi, infeksi, sepsis, dan bahkan kematian (Dorland, W.A.

Newman, 2006).

Bukan hanya daun sirih, pinang (Areca catechu) juga terbukti memiliki efek

antibakteri yang dapat mengurangi karies gigi. Biji pinang mengandung 0,3 – 0,6%

kandungan alkaloid, dan juga mengandung red tannin 15%. Alkaloid merupakan

(23)

5

Karies gigi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : faktor agen, faktor

penjamu (host), faktor substrat atau diet, dan faktor waktu. Faktor agen berhubungan

dengan bakteri-bakteri yang dapat menginduksi karies gigi yang biasanya merupakan

flora normal mulut. Faktor penjamu berhubungan dengan kondisi saliva, bentuk, dan

susunan gigi-geligi masing-masing individu, maupun struktur jaringan keras yang

membentuk permukaan gigi. Faktor diet berhubungan dengan pola kebiasaan makan

masing-masing individu, sedangkan faktor waktu berhubungan dengan lamanya

pajanan faktor risiko terhadap proses pembentukan karies gigi (Cawson R.A. dan

Oedel, 2008).

Streptococcus mutans diduga sebagai bakteri penyebab utama karies gigi. Bakteri

ini dipercaya dapat mengganggu keseimbangan asam pada rongga mulut.

Streptococcus mutans memiliki kemampuan untuk memfermentasi sukrosa dan

mensintesis glukan dengan enzim glukosiltrasferase yang kemudian menghasilkan

senyawa asam laktat. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan pH mulut di bawah

5,5. Penurunan pH mulut ini akan mengakibatkan proses demineralisasi menjadi lebih

cepat daripada remineralisasi, sehinga dapat mengakibatkan terjadinya karies gigi

(Cawson R.A. and Owdel, 2008).

Efek dari bahan menginang dipercaya dapat menurunkan resiko karies gigi, yang

mana daun sirih (Piper Betel Linn) dan buah pinang (Areca catechu) sebagai bahan

pokok menginang dipercaya memiliki kandungan fenol dan flavanoid yang terbukti

dapat mengontrol pertumbuhan koloni bakteri dalam mulut sehingga sering

digunakan sebagai terapi ataupun pencegahan karies gigi pada masyarakat.

Komponen yang terurai dari daun sirih (Piper betle Linn) menurut Supartiah

(1985) yaitu eugenol (26,8%-42,5%), eugenol metal eter (8,2% - 15,85%) kariofilen

(6,2% - 11,9%), kavikol (5,1% - 8,2%) dan antifungi karvakol (4,8%) (Hardiani Dyah

Astuti, dkk., 2007).

Berdasarkan efek dari bahan-bahan menginang yang telah dijelaskan di atas, dan

adanya keprcayaan bahwa budaya menginang mampu mempengaruhi aktifitas bakteri

(24)

6

penelitian ini diharapkan adanya korelasi antara dampak budaya menginang terhadap

kejadian karies gigi di masyarakat Desa Talaga Paca Kecamatan Tobelo Selatan,

Kabupaten Halmahera Utara.

1.5.2 Hipotesis Penelitian

Kebiasaan menginang dapat menurunkan angka kejadian karies gigi.

1.6 Lokasi dan Waktu.

Penelitian dilakukan di Desa Talaga Paca Kecamatan Tobelo Selatan, Kabupaten

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul R.F. 2008 Tanaman Obat Berkhasiat Penggobatan

http://tanamandanobat.com/Pinang.hmtl.Diakses pada tanggal 11 Agustus

2011.

Amurwani D.L. 2012. Kebiasaan Menginang pada Masyarakat Kalimantan Timur.

Dalam Harian Umum Pelita. http://www.pelita.or.id/baca.php?id=2452. 12

Oktober 2012

Anang Hermawan, 2007. Pengaruh Ekstrak daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap

Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan Metode

Difusi Disk. Universitas Airlangga : Surabaya.

Ane Agustina Suwargiani. 2008. Indeks def-t dan DMF-t Masyarakat Desa Cipondoh

dan Desa Mekarsari Kecamatan Tirtamulya Kabupaten Kerawang.

http://resources.unpad.ac.id. 05 desember 2012.

Atep Hairudin. 2012. Khasiat Tanaman Pinang.

http://cloud.papua.go.id/id/kesehatan/info/Pages/Khasiat-Pinang-Muda.aspx

Aulia Hazah, 2008. Tari Pasambahan. Dalam : http://forum.detik.com/. [diakses pada

31 desember 2012].

Avinaninansia. 2011. Sirih Pinang : Budaya yang Mengancam Kesehatan?

http://avinaninasia.wordpress.com. 13 Desember 2011.

Berkovitz B.K.B., Holland G.R., Moxham B.J. 2006. Oral Anatomy, Hystology and

(26)

63

Brooks Geo F., Butel Janet S., Morse Stephen A. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz,

Melnick, dan Adelberg. ed. 23. Jakarta: EGC. hal. 199-200.

Carranza FA, Newman MG, Takei HH. Clinical Periodontology 9th ed. Philadelphia:

W.B. Saunders Company; 2002, p.98-101.

Cawson R.A., Odell E.W. 2008. Oral Pathology and Oral Medicine. 8th ed. London:

Elsevier. p. 41-43, 49, 51-53

Daniel S. Wibowo, Widjaja Paryana. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. ed. 1.

Yokyakarta: Graha Ilmu. Hal. 546-547.

Dhika T.S., Gunawan Wibisono, Helmia Farida. 2007. Perbandingan Efek

Antibakterial Berbagai Konsentrasi Daun Sirih (Piper betle Linn) Terhadap

Streptococcus Mutans. http://eprints.undip.ac.id/22407/1/dhika.pdf. Diakses

tanggal 25 november 2012.

Dida Sadariska. 2010. Kebudayaan. http://didasadariksa.wordpress.com. 11

November, 2012.

Dorlan W.A. Newman, 2000. Kamus Kedokteran DORLAN, ed. 29. EGC, Jakarta,

hal 356.

Dostalova Tatjana, Seydlova Michaela. 2010, Dentistry and Oral Diseases for

Medical Students. Grada Publishing, Fotobanka, page 48.

Edi Meiyanto. 2012. Pinang (Areca catechu L) http://www.ccrc.farmasi.ugm.ac.id/.

12 November, 2012.

Eroschenko Victor P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional.

(27)

64

Gartner L. P., Hiatt J. L., 2001. Collor Textbook of Histology, 2nd ed. Sauders,

Philadelphia, page 366 – 374

Ghom, A.G. 2007. Text Book of Oral Medicine. New Delhi :Jaypee Brothers

Publisher.

Hamzuri, M. Husni, dan T. R. Siregar (ed.). 1997. Budaya Menginang di Daerah

Irian Jaya, Maluku dan Sulawesi. Jakarta: Direktorat Permuseuman,

Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

R.I.

Hardiani Dyah Astuti, Fransiskus Wijaya Praba, Irma Yudith Ayu, Budi Oetomo

Roeslan, Loes Sjahrudin.2007. Efek Aplikasi Topikal Laktoferin dan Piper

Betle Linn pada Mukosa Mulut Terhadap Perkembangan Karies. Majalah

Ilmiah Kedokteran gigi. Universitas Triskti vol. 22 p. 1-4.

http://www.itd.unair.ac.id. 2006. Diakses pada 23 November 2012.

http://www.app.dundee.ac.uk/tuith/Articles/rt03.htm . Diakses pada 23 November

2012.

J.D.Manson, B.M. Eley. Alih bahasa: S.Anastasia. Buku Ajar Periodonti.

Jakarta;1993.

Juli Rahmadani rambe. 2011. Lirih Sirih. Dalam SUMUT POST.

http://www.hariansumutpos.com/2011/10/15703/lirih-sirih 05 oktober 2011.

Junqueira L. C., Carneiro J. 2003. Basic Histology, 10th ed. Lange, New York, page

294 – 299.

McDonnell Gerald and Russell A.Denver. 1999. Antiseptics and Disinfectants:

(28)

65

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC88911/. Diakses pada 25

Desember 2012

Mursito, B. dan Heru P., 2002. Tanaman Hias Berkhasiat Obat.. Jakarta Penebar

Swadaya. halaman 59-60.

Nuni Widagdo. 2011. Antropologi (Arti kata, Unsur, dan Wujud Kebudayaan).

Jakarta. Universitas Mercu Buana.

Prima Hidayaningtias. 2008. Perbandingan Efek Antibakteri Air Seduhan Daun Sirih

(Piper Betle Linn) Terhadap Streptococcus mutans Pada Waktu Kontak dan

Konsentrasi yang Berbeda. http://eprints.undip.ac.id/24283/1/Prima.pdf., 12

Maret 2012.

Rianto Setiabudy. 2007. Pengantar Anti Mikroba. Dalam Rianto Setiabudy.

Farmakologi dan Terapi. ed. 5. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal 585.

Rooney F. Dawn. 1995. Betel Chewing in South-East Asia. In: centre National de la

Recherche Scientifique (CNRS). Lyon.

Setiawan Dalimartha. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 4. Jakarta :

Puspaswara, Anggota Ikapi. h. 32-36.

Siti Susiarti. 2005. Jenis-Jenis Pengganti Pinang dan gambir dalam Budaya

Menginang Masyarakat di Kawasan Taman Nasional Wasur Merauke, Papua.

Dalam : Biodiversitas LIPI, Bogor, Volume 6, nomor 3 Hal. 217 - 219

http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0603/D060316.pdf. 21 November

2012.

Staples George W., Bevaqua Robert. F. 2006. Areca catechu.in Species Profiles for

(29)

66

Stephen H. Abrams. 2006.

http://www.oralhealthgroup.com/news/focus-on-dental-

caries-management--beyond-extension-for-prevention-to-minimal-intervention/1000201997/. Diakses pada tanggal 24 Januari 2013.

Sturdevant Clifford. 2000. Art and Since of Operative Dentistry. 4th ed. St. Louis:

Mosby p. 76-79

Sudirman, Hendra Budianto, N.A. Zavy Sulthani, Iswahyuni Wati, Ika Lestari. 2010.

Pemanfaatan Kapur Sirih Sebagai Deodoran Alternatif Pencegah Terjadinya

Bau Badan. Dalam Program Kreativitas, Universitas Negeri Malang.

The World Oral Health Report 2003: Continuous improvement of oral health in the

21st century - the approach of the WHO Global Oral Health Programme,

released by the World Health Organization. (accessed on August 15, 2006).

Vikash Chandra. 2011. International Journal of Pharmaceutical research and

Development. Piper betel : Phytochemistry, Traditional Use and

Pharmacological Activity-A review. Lucknow.

Woelfel Julian B., Scheid Rickne C. 2007. Dental Anatomy. 7th ed. Baltimore:

lippincott Williams & Wilkins. p. 114-115, 119, 145-146, 149, 172-173,

191-193, 230-231.

Young B., Health J. W. 2002. Wheather’s Functional Histology, 4th ed. Churchhill

Gambar

Gambar Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

memiliki 2 unsur yang sama dengan lembaga profesi lainnya, yaitu unsur.. Alturistic (diabdikan untuk kepentingan orang banyak) dan tidak

Bertitik tolak terhadap permasalahan yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah, penulis tertarik untuk mengangkat kasus dari fenomena tersebut dengan judul

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) terdapat perbedaan prestasi belajar aspek kognitif siswa antara penggunaan metode TGT dan TAI pada materi pokok sistem

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah proses dan hasil belajar, yang dimaksud proses disini adalah keaktifan siswa sedang hasil belajar yaitu aspek

Pelaksanaan studio tugas akhir ini berlangsung sejak April-Juni 2016 dengan judul Gereja Universal dan Fasilitas Retret dengan Pendekatan Metafisika di Bandungan.. Dengan adanya

Perilaku melanggar tata tertib sekolah sering kali disebut juga perilaku tidak disiplin terhadap tata tertib sekolah. Melalui analisa data dapat disimpulkan bahwa perilaku

Untuk meraih pangsa pasar yang besar, maka kualitas produk, harga, dan sikap konsumen merupakan strategi yang dapat digunakan, namun hal itu juga harus diikuti

Dalam mengumpulkan data untuk penulisan proposal skripsi ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1) Sumber data yang dikumpulkan