• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan prototype buku cerita anak tentang terumbu karang dalam konteks empowering masyarakat mentawai untuk anak 9-12 tahun.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan prototype buku cerita anak tentang terumbu karang dalam konteks empowering masyarakat mentawai untuk anak 9-12 tahun."

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

KARANG DALAM KONTEKS EMPOWERING MASYARAKAT MENTAWAI UNTUK ANAK 9-12 TAHUN

Merpin Saogo Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang diawali adanya potensi dan masalah terkait kurangnya kesadaran masyarakat Mentawai untuk mengkonservasi terumbu karang. Potensi yang peneliti soroti adalah manfaat terumbu karang sebagai pelindung pantai dan tempat tinggal biota laut. Masalah yang peneliti lihat adalah adanya perilaku masyarakat yang mengambil terumbu karang secara sembarangan. Dari hasil analisis kebutuhan guru dan anak di SDK St.Fransiskus Sikabaluan, peneliti mendapatkan data jika mereka membutuhkan buku panduan tentang pentingnya memelihara terumbu karang. Oleh sebab itu, peneliti terdorong mengembangkan prototype buku cerita “ Derita Aat si Gurita Kecil” untuk anak usia 9-12 tahun agar mereka dapat memelihara terumbu karang.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development atau R&D). Penelitian ini menggunakan tujuh langkah yang diadopsi dari Sugiyono yang meliputi: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk dan (7) revisi akhir produk. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses pengembangan prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” serta kualitas . prototype tersebut dapat anak 9-12 tahun memiliki persepsi untuk memelihara terumbu karang. Prototype divalidasi oleh seorang validator dengan skor 54 (sangat baik), sehingga layak diuji cobakan.

Uji coba dilakukan di SDK St. Fransiskus Sikabaluan Mentawai kepada 22 siswa. Hasil persepsi siswa setelah mengikuti uji coba adalah 54.54% anak mengerti dampak kerusakan terumbu karang, 68.18% anak mengetahui penyebab rusaknya terumbu karang, serta 72.72% anak termotivasi untuk menjaga kelestarian terumbu karang. Jadi prototype buku tersebut dapat digunakan untuk melakukan pendidikan tentang konsevasi terumbu karang (empowering).

(2)

Aged 9-12 Years In whithin the Context of Empowering in the Mentawai Society. Thesis. Yogyakarta: Elementary School Teacher Study Program of Sanata Dharma University.

This research was a research and development that preceded the potential and problems related to lack of awareness of the Mentawai people to conserve coral reefs. The researchers highlight the potential benefits of coral reefs are as protective beach dwelling marine life. Problems that researchers see was the existence of the behavior of the people who takes coral reefs carelessly for building materials and destroy fishing use bomb that destroys coral reefs. Therefore , researchers impelled do research development prototype story books about coral reefs for children aged 9-12 years in the context of empowering the Mentawai society .Thus the prototype can be used for social learning to infuse habit of the importance of tending coral reefs.

This research was a research and development (Research and Development or R & D). This research uses seven steps adopted from Sugiyono which includes: (1) the potential and problems, (2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) a revision of design, (6) test products and (7) the revision of the final product. The purpose of this research was to produce products of prototype story books suffered hen the litle octopus. The prototype validated by a validator with the average of score 54 (very good), So as to be feasible in tested.

The trial was done in the SDK St. Francis Sikabaluan Mentawai to 22 students, on 16-19 June 2015 in inside and outside the room. Results perceptions of students after participating in trials was that students understand the impact of damage to coral reefs (54.54%), determine the cause of the destruction of coral reefs (68.18%), motivated to preserve coral reefs (72.72%). Thus the prototype of the book can be a means to carry out education about coral reef conservation.

(3)

i

PENGEMBANGAN PROTOTYPE BUKU CERITA ANAK

TENTANG TERUMBU KARANG DALAM KONTEKS

EMPOWERING MASYARAKAT MENTAWAI

UNTUK ANAK 9-12 TAHUN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

\

Oleh:

Merpin Saogo

NIM: 121134242

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN Skripsi ini dipersembahkan untuk:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu setia menyertai dan memberiku kekuatan jasmani dan rohani

2. Kedua orang tua: Bapak Elimar Saogo dan Ibu Nursi Saogo, yang selalu memberikan perhatian, motivasi dan kasih sayang yang tulus.

3. Kelompok Bakti Kasih Kemanusia (KBKK) yang telah memberikan beasiswa dan perhatian kepada peneliti selama studi di PGSD Universitas Sanata Dharma.

4. Seluruh pastor di Mentawai yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada peneliti selama studi di PGSD Universitas Sanata Dharma.

5. Seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan nasehat.

6. Teman-temanku PGSD angkatan 2012 yang turut membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

(7)

v MOTTO

Dz

Dunia adalah sebuah buku dan mereka yang tidak

melakukan perjalanan hanya membaca sebuah halaman

dz

.

(Santo Agustinus)

Melibatkan imajinasi bukanlah tambahan manis terhadap

pembelajaran; Keterlibatan ini adalah inti dari pembelajaran

itu sendiri.

(Kieran Egan)

Mungkin aku bukanlah teman yang baik untuk

diajak ngobrol, tetapi aku adalah teman terbaik jika

diajak untuk bekerja.

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 20Januari 2016

Peneliti

(9)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata

Dharma

Nama : Merpin Saogo

Nomor Mahasiswa : 121134242

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGEMBANGAN

PROTOTYPE

BUKU

CERITA

ANAK

TENTANG

TERUMBU

KARANG

DALAM

KONTEKS

EMPOWERING MASYARAKAT MENTAWAI UNTUK ANAK

9-12 TAHUN.

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

baik untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di

internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu ijin dari saya atau

royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal, 20 Januari 2016

Yang menyatakan,

(10)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTYPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TERUMBU KARANG DALAM KONTEKS EMPOWERING MASYARAKAT

MENTAWAI UNTUK ANAK 9-12 TAHUN Merpin Saogo

Universitas Sanata Dharma 2016

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang diawali adanya potensi dan masalah terkait kurangnya kesadaran masyarakat Mentawai untuk mengkonservasi terumbu karang. Potensi yang peneliti soroti adalah manfaat terumbu karang sebagai pelindung pantai dan tempat tinggal biota laut. Masalah yang peneliti lihat adalah adanya perilaku masyarakat yang mengambil terumbu karang secara sembarangan. Dari hasil analisis kebutuhan guru dan anak di SDK St.Fransiskus Sikabaluan, peneliti mendapatkan data jika mereka membutuhkan buku panduan tentang pentingnya memelihara terumbu karang. Oleh sebab itu, peneliti terdorong mengembangkan prototype buku cerita “ Derita Aat si Gurita Kecil” untuk anak usia 9-12 tahun agar mereka dapat memelihara terumbu karang.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development atau R&D). Penelitian ini menggunakan tujuh langkah yang diadopsi dari Sugiyono yang meliputi: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk dan (7) revisi akhir produk. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses pengembangan prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” serta kualitas . prototype tersebut dapat anak 9-12 tahun memiliki persepsi untuk memelihara terumbu karang. Prototype divalidasi oleh seorang validator dengan skor 54 (sangat baik), sehingga layak diuji cobakan.

Uji coba dilakukan di SDK St. Fransiskus Sikabaluan Mentawai kepada 22 siswa. Hasil persepsi siswa setelah mengikuti uji coba adalah 54.54% anak mengerti dampak kerusakan terumbu karang, 68.18% anak mengetahui penyebab rusaknya terumbu karang, serta 72.72% anak termotivasi untuk menjaga kelestarian terumbu karang. Jadi prototype buku tersebut dapat digunakan untuk melakukan pendidikan tentang konsevasi terumbu karang (empowering).

(11)

ix ABSTRACT

Saogo, M. 2016. Developing a Prototype of Children Story Book about Coral reef For Children Aged 9-12 Years In whithin the Context of Empowering in the Mentawai Society. Thesis. Yogyakarta: Elementary School Teacher Study Program of Sanata Dharma University.

This research was a research and development that preceded the potential and problems related to lack of awareness of the Mentawai people to conserve coral reefs. The researchers highlight the potential benefits of coral reefs are as protective beach dwelling marine life. Problems that researchers see was the existence of the behavior of the people who takes coral reefs carelessly for building materials and destroy fishing use bomb that destroys coral reefs. Therefore , researchers impelled do research development prototype story books about coral reefs for children aged 9-12 years in the context of empowering the Mentawai society .Thus the prototype can be used for social learning to infuse habit of the importance of tending coral reefs.

This research was a research and development (Research and Development or R & D). This research uses seven steps adopted from Sugiyono which includes: (1) the potential and problems, (2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) a revision of design, (6) test products and (7) the revision of the final product. The purpose of this research was to produce products of prototype story books suffered hen the litle octopus. The prototype validated by a validator with the average of score 54 (very good), So as to be feasible in tested.

The trial was done in the SDK St. Francis Sikabaluan Mentawai to 22 students, on 16-19 June 2015 in inside and outside the room. Results perceptions of students after participating in trials was that students understand the impact of damage to coral reefs (54.54%), determine the cause of the destruction of coral reefs (68.18%), motivated to preserve coral reefs (72.72%). Thus the prototype of the book can be a means to carry out education about coral reef conservation.

(12)

x PRAKATA

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (TYME),

karena atas berkat dan rahmatnya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

PENGEMBANGAN PROTOTYPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TERUMBU KARANG DALAM KONTEKS EMPOWERING MASYARAKAT MENTAWAI UNTUK ANAK 9-12 TAHUN. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu serta memberikan

motivasi dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai. Pada kesempatan ini, peneliti

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma

2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., SS., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan saran, kritik, dorongan, semangat, waktu, pikiran, dan tenaga untuk

(13)

xi

4. Wahyu Wido Sari, S.Si., M. Biotech., Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan kritik, saran, semangat, waktu, pikiran dan tenaga untuk

membimbing peneliti dalam menyelesaikan skrispi.

5. Seluruh dosen dan staff karyawan Universitas Sanata Dharma yang telah

memberikan pelayanan prima selama perkuliahan.

6. Antonius Samino, S.Ag selaku Kepala Sekolah SDK St.Fransiskus Sikabaluan

yang sudah mengijinkan peneliti dalam melakukan penelitian demi

terselesaikannya skripsi ini.

7. Para guru dan seluruh siswa-siswi SDK St.Fransiskus Sikabaluan yang sudah

membantu peneliti demi terselesaikannya skripsi ini.

8. Validator yang berkenan memvalidasi produk skripsi ini dengan memberikan

komentar dan saran demi perbaikan kualitas produk yang dikembangkan peneliti.

9. Mespin Zulian Samaloisa dan Agustinus Aris, teman penelitian kolaboratif, yang

sama-sama berjuang serta saling menyemangati dan memberikan masukan

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

10. Kelompok Bakti Kasih Kemanusiaan (KBKK) yang telah memberikan perhatian,

kasih sayang, dan cinta kepada peneliti selama studi di PGSD Universitas Sanata

Dharma.

11. Romo Madya Utama, SJ sebagai bapak rohani peneliti yang telah mendampingi

(14)

xii

12. Semua pastor yang berkarya di Mentawai yang selalu memberikan dukungan dan

doa yang tulus.

13. Kedua orang tuaku tercinta (Bapak Elimar Saogo dan Ibu Nursi Saogo) yang

selalu memberikan doa, perhatian, dan kasih sayang yang tulus.

14. Kakak Yosfrial Saogo dan seluruh keluarga yang memberikan dukungan dan

nesehat;

15. Sahabat terdekat Rena Christiani yang selalu memberikan semangat dan

dukungan kepada peneliti saat menyelesaikan skripsi ini.

16. Teman-temanku PGSD angkatan 2012 yang turut membantuku dalam

menyelesaikan skripsi ini.

17. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah

memberikan doa, dukungan, dan semangat hingga skripsi ini terselesaikan

dengan baik.

18. Almamater peneliti: Universitas Sanata Dharma

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan

keterbatasan. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 20 Januari 2016

Peneliti,

(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Definisi Operasional ... 6

1.6 Spesifikasi Produk yang Diharapkan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

2.1 Kajian Pustaka ... 9

2.1.1 Kepulauan Mentawai ... 9

2.1.1.1 Geografis Sikabaluan ... 9

2.1.1.2 Latar Belakang Penduduk Mentawai ... 10

2.1.1.3 Latar Belakang Pendidikan Masyarakat Mentawai ... 12

2.1.2 Terumbu Karang sebagai Salah Satu Sumber Daya Alam Mentawai ... 14

(16)

xiv

2.1.2.2 Manfaat Terumbu Karang ... 18

2.1.2.3 Penyebab dan Bahaya Kerusakan Terumbu Karang ... 19

2.1.3 Pendidikan sebagai Sarana Empowering ... 21

2.1.3.1 Pendidikan Empowering ... 21

2.1.3.2 Empowering dalam Pembelajaran ... 24

2.1.4 Perkembangan Anak Usia 9-12 Tahun ... 27

2.1.4.1 Psikologi Perkembangan Anak Usia 9-12 Tahun ... 27

2.1.4.2 Ciri Sosiologis Anak Usia 9-12 Tahun ... 29

2.1.5 Peran Media Pembelajaran dalam Konteks Pendidikan Empowering ... 30

2.1.5.1 Pengertian Media ... 30

2.1.5.2 Media Pembelajaran ... 32

2.1.5.3 Media Cetak ... 33

2.1.5.4 Pengertian Buku Cerita Bergambar ... 37

2.2 Penelitian yang Relevan ... 39

2.3 Kerangka Berpikir ... 42

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

3.1 Jenis Penelitian ... 46

3.2 Setting Penelitian ... 46

3.2.1 Tempat Penelitian... 46

3.2.2 Subjek Penelitian ... 46

3.2.3 Objek Penelitian ... 47

3.2.4 Waktu Penelitian ... 47

3.3 Prosedur Pengembangan ... 47

3.3.1 Potensi dan Masalah ... 49

3.3.2 Pengumpulan Data ... 49

3.3.3 Desain Prototype ... 49

3.3.4 Validasi Desain ... 50

3.3.5 Revisi Desain ... 51

3.3.6 Uji Coba Produk ... 51

3.3.7 Revisi Akhir Produk ... 51

3.4 Instrumen Penelitian ... 52

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 61

3.6 Teknik Analisi Data ... 61

(17)

xv

4.1 Hasil Penelitian ... 64

4.1.1 Prosedur Pengembangan Prototype Buku Cerita ... 64

1. Potensi dan Masalah ... 64

2. Pengumpulan Data ... 66

3. Desain Produk ... 73

4. Validasi Desain ... 77

5. Revisi Desain ... 81

6. Uji Coba Produk ... 83

a. Uji Coba Produk Tanggal 16 Juni 2015 ... 83

b. Uji Coba Produk Tanggal 17 Juni 2015 ... 85

7. Revisi Akhir Produk ... 87

4.1.2 Deskripsi Kualitas Prototype Buku Cerita ... 90

4.2 Pembahasan ... 92

1. Prototype Berisi Informasi Tentang Manfaat Terumbu Karang ... 92

2. Prototype Menjadi Sarana Pendidikan Cinta lingkungan Hidup Demi Masa Depan Mentawai yang Lebih Baik. ... 93

3. Prototype Dikembangkan dalam Bentuk Buku Cerita Bergambar yang Sesuai dengan Karakteristik Anak Usia 9-12 Tahun. ... 95

4. Prototype Tersebut Menginspirasi Guru tentang Pentingnya Mengintegrasikan Pendidikan Cinta Lingkungan di Tengah Masyarakat Mentawai ... 97

5. Kelebihan dan Kelemahan Prototype Buku ... 99

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 100

(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Pra Penelitian untuk Anak... 52

Tabel 3.2 Lembar Pertanyaan Pra Penelitian untuk Anak ... 53

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Pra Penelitian untuk Guru ... 54

Tabel 3.4 Lembar Pertanyaan Pra Penelitian untuk Guru ... 54

Tabel 3.5 Instrumen Penelitian Persepsi Siswa terhadap Kualitas Prototype Buku Cerita ... 55

Tabel 3.6 Instrumen Validasi Produk... 57

Tabel 3.7 Lembar Validitas Kuesioner kepada Anak ... 58

Tabel 3.8 Lembar Validitas Kuesioner kepada Guru ... 60

Tabel 3.9 Skala Likert ... 62

Tabel 4.1 Data Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak... 67

Tabel 4.2 Hasil Rekapan Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak ... 68

Tabel 4.3 Data Kuesioner Pra Penelitian untuk Guru ... 69

Tabel 4.4 Hasil Rekapan Kuesioner Pra Penelitian untu Guru ... 70

Tabel 4.5 Pedoman Kelayakan Pra Penelitian untuk Anak ... 71

Tabel 4.6 Hasil Validasi Instrumen Pra Penelitian untuk Anak... 72

Tabel 4.7 Pedoman Kelayakan Pra Penelitian untuk Guru ... 72

Tabel 4.8 Hasil Validasi Instrumen Pra Penelitian untuk Guru ... 72

Tabel 4.9 Presentase Respon Anak dan Guru dalam Mengisi Kuesioner ... 73

Tabel 4.10 Validasi Ahli dari Produk Awal ... 77

Tabel 4.11 Pedoman Kelayakan Prototype ... 79

Tabel 4.12 Validasi Ahli dari Produk yang Sudah Direvisi ... 79

Tabel 4.13 Pedoman Kelayakan Prototype ... 80

Tabel 4.14 Analisis Instrumen Persepsi Siswa terhadap Kualitas Prototype Buku Cerita ... 90

(19)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Bagan Penelitian yang Relevan ... 42

Gambar 3.1 Prosedur Pengembangan ... 48

Gambar 4.1 Desain Cover Prototype Buku Cerita ... 75

Gambar 4.2 Desain Awal Prototype Buku Cerita ... 76

Gambar 4.3 Perbaikan Cover ... 81

Gambar 4.4 Perbaikan Efek Warna yang Cerah ... 82

Gambar 4.5 Perbaikan Bahasa dalam Penulisan ... 82

Gambar 4.6 Pembacaan Prototype Buku Cerita di Kelas ... 84

Gambar 4.7 Kegiatan di Luar Kelas Tanggal 16 Juni 2015 ... 85

Gambar 4.8 Kegiatan di Luar Kelas Tanggal 17 Juni 2015 ... 86

Gambar 4.9 Produk Akhir setelah Revisi ... 87

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1: Kisi-Kisi Instrumen Pra-Penelitian untuk Anak dan Guru ... 105

Lampiran 2: Lembar Pertanyaan Pra Penelitian untuk Anak ... 106

Lampiran 3: Lembar pertanyaan Pra Penelitian untuk Guru ... 110

Lampiran 4: Lembar Validitas Kuesioner kepada Anak ... 114

Lampiran 5: Lembar Validitas Kuesioner kepada Guru ... 116

Lampiran 6: Lembar Kuesioner Validasi Buku oleh Ahli Kelautan dan Perikanan ... 118

Lampiran 7: Instrumen Penelitian Persepsi Siswa Terhadap Kualitas Prototype Buku Cerita “Derita Aat Si Gurita Kecil” untuk Anak Usia 9-12 Tahun ... 122

Lampiran 8: Presensi Kehadiran Uji Coba Produk ... 126

Lampiran 9: Tabel Jadwal Penelitian ... 128

Lampiran 10: Foto Kegiatan Uji Coba di Dalam Kelas ... 129

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3)

tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) spesifikasi produk yang diharapkan, dan

(6) definisi operasional.

1.1. Latar Belakang Masalah

Sikabaluan merupakan salah satu pusat kecamatan di Pulau Siberut yang

disebut dengan Kecamat Siberut Utara. Warga Sikabaluan bermukim tidak jauh dari

tepi pantai, sehingga banyak warga menggantungkan hidup mereka sebagai nelayan.

Sikabaluan yang juga bagian dari Pulau Siberut memiliki sebaran terumbu karang

yang indah dengan berbagai ukuran. Keberadaan terumbu karang menjadi faktor

melimpahnya jenis biota laut yang hidup disekitar terumbu karang tersebut. Kondisi

seperti ini, dengan banyaknya terumbu karang yang hidup memenuhi hampir seluruh

bibir pantai memungkin para nelayan tidak kesulitan dalam mencari ikan. Banyak

jenis ikan karang dengan berbagai bentuk dan ukuran bisa dilihat dan diambil sebagai

sumber protein bagi masyarakat Sikabaluan. Selain itu, keadaan ekosistem terumbu

karang dengan kehidupan di dalamnya menyajikan pemandangan yang indah yang

dapat dijadikan sebagai tempat wisata bawah laut.

Berdasarkan pengamatan peneliti sebagai warga masyarakat di Pulau Siberut,

peneliti melihat bahwa masyarakat di sana kurang menyadari arti pentingnya

(22)

kondisi sangat memprihatinkan atau yang mengalami kerusakan. Kerusakan terjadi

karena ulah masyarakat yang mencari ikan dengan melakukan pengeboman ikan,

sehingga terumbu karang mengalami kerusakan dan beberapa biota laut yang hidup di

sekitar terumbu karang menjadi mati. Selain itu, beberapa masyarakat cenderung

melakukan eksploitasi terhadap terumbu karang dengan tujuan bisnis sebagai bahan

bangunan, akibatnya terumbu karang tidak dapat optimal untuk menjadi peredam

gelombang yang besar. Gelombang besar dengan mudah langsung menerjang ke arah

daratan, sehingga garis pantai mengalami abrasi atau pergeseran ke arah darat.

Menurut Supriyono (2010: 4-7), terumbu karang sebagai salah satu kekayaan hayati

laut memiliki banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat di sekitar pantai, seperti:

melindungi pantai dari hempasan ombak, tempat tinggal dan menyediakan makanan

bagi biota laut (ikan, kepiting, gurita, dll), sumber obat-obatan, sebagai sumber bibit

budi daya dan penunjang kegiatan pendidikan dan penelitian.

Berdasarkan gagasan tersebut, peneliti mencari data-data awal tentang

pemahaman anak usia 9-12 tahun dan guru di SDK St.Fransiskus Sikabaluan, yang

terdapat di Pulau Siberut. Data-data yang peneliti gali melalui kuesioner adalah

tentang: (1) manfaat terumbu karang bagi masyarakat, (2) bahaya jika merusak

terumbu karang, (3) upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mengkonservasi

terumbu karang, (4) sarana yang diperlukan untuk menyadarkan atau memberdayakan

(empowering) masyarakat tentang pentingnya mengkonservasi terumbu karang.

Berdasarkan hasil kuesioner yang peneliti dapatkan dari 22 anak kelas IV-V

(23)

anak mengetahui bahwa terumbu karang diambil untuk dijual, 86.36% anak melihat

ada terumbu karang yang mengalami kerusakan di laut, 86.36% anak mengetahui

terumbu karang rusak karena ada kebiasaan masyarakat yang mengambilnya untuk

dijadikan bahan bangunan, 95.45% anak mengatakan bahwa terumbu karang

memiliki manfaat melindungi pantai dari hempasan ombak dan juga tempat tinggal

bagi biota laut, 100% anak menjawab bahwa mereka memerlukan buku tentang

pentingnya memelihara terumbu karang.

Hasil kuesioner yang dibagikan kepada 14 guru di SD St.Fransiskus

Sikabaluan pada bulan Februari 2015 adalah: 71.43% guru mengetahui terumbu

karang bisa dijadikan sumber ekonomis, 85.71% guru melihat kondisi terumbu

karang di Sikabaluan mengalami kerusakan, 85.71% guru mengetahui ada kebiasaan

masyarakat yang mengeksploitasi terumbu karang secara liar untuk bahan bangunan,

92.86% guru menjawab tidak pernah mendapat penyuluhan tentang cara memelihara

terumbu karang, dan 100% guru memerlukan buku tentang pentingnya memelihara

terumbu karang.

Data-data tersebut menjadi acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian

pengembangan dalam menyusun sebuah prototype buku cerita tentang terumbu

karang di Mentawai berjudul “Derita Aat si Gurita Kecil”. Tokoh utamanya adalah

seekor gurita kecil yang diberi nama Aat. Selain mudah diingat dan lucu, nama Aat

juga sangat terkenal di tengah masyarakat. Aat adalah nama seorang pemuda yang

sangat dekat dengan banyak orang. Meski sudah dewasa, kondisi fisik tidak

(24)

berusia lima belas tahun. Aat bekerja sebagai tukang angkat mesin boat. Senyum dan

cara berbicaranya yang sedikit gagap membuatnya disenangi oleh banyak orang.

Dengan alasan itulah, peneliti menggunakan nama Aat sebagai nama tokoh utama

dalam cerita. Keberadaan nama Aat yang akrab di tengah masyarakat dan juga mudah

diingat oleh anak-anak, akan membuat anak-anak semakin tertarik untuk membaca

buku cerita tersebut. Maka dari itu, buku tersebut tidak hanya membuat anak tertarik

untuk membaca karena Aat sebagai tokoh utama, tetapi lebih dari itu dapat dijadikan

sebagai panduan supaya anak-anak di Sikabaluan sedini mungkin menyadari

pentingnya mengkonservasi terumbu karang (empowering). Konsep empowering ini

peneliti maksudkan untuk merealisasikan ide dari Sastrapratedja (2013:14) tentang

pentingnya pendidikan yang dapat memberdayakan atau membantu orang agar dapat

mengambil tanggung jawab atas kehidupannya, dan berefleksi atas tindakannya.

Dalam konteks ini, tanggung jawab yang hendak ditanamkan pada anak-anak di

Sikabaluan adalah tentang pentingnya merawat terumbu karang. Oleh sebab itu

penelitian ini berjudul “Pengembangan Prototype Buku Cerita Tentang Terumbu Karang dalam Konteks Empowering Masyarakat Mentawai untuk Anak 9-12 Tahun”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana langkah-langkah pengembangan prototype buku cerita

“Derita Aat si Gurita Kecil” untuk anak 9-12 tahun dalam konteks

(25)

1.2.2 Bagaimana kualitas prototype buku cerita dapat membantu anak 9-12

tahun memiliki persepsi untuk memelihara terumbu karang dalam

konteks empowering cinta lingkungan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian pengembangan prototype buku cerita tentang terumbu

karang ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1.3.1 Mendeskripsikan langkah-langkah pengembangan prototype buku cerita

anak terhadap konservasi terumbu karang untuk anak 9-12 tahun dalam

konteks empowering masyarakat Mentawai.

1.3.2 Mendeskripsikan kualitas prototype buku cerita membantu persepsi

anak 9-12 tahun tentang pentingnya mencintai lingkungan sekitar

(empowering). 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada

masyarakat Sikabaluan di Kepulauan Mentawai agar dapat

mengkonservasi terumbu karang.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Peneliti

Mampu melakukan penelitian pengembangan dengan

(26)

anak SD usia 9-12 tahun di Sikabaluan agar dapat memelihara

terumbu karang.

b. Guru

Guru mendapatkan salah satu sarana berupa buku cerita yang

dapat digunakan dalam proses pembelajaran di kelas IV-VI SD agar

anak dapat memelihara terumbu karang.

c. Siswa

Mendapatkan salah satu sumber bacaan berupa buku cerita

yang mampu merangsang imajinasinya tentang kehidupan biota laut

yang bergantung pada terumbu karang. Dengan demikian mereka

termotivasi memelihara terumbu karang.

1.5 Definisi Operasional a. Prototype

Prototype adalah model dari suatu produk sesungguhnya yang

akan dikembangkan. Model ini harus bersifat representative dari

produk akhirnya.

b. Buku cerita bergambar

Buku cerita bergambar adalah buku cerita dengan dengan narasi

singkat yang disertai gambar sebagai ilustrasi yang memberikan efek

(27)

c. Terumbu Karang

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang

bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut

.zooxanthellae

d. Anak usia 9-12 tahun

Menurut Piaget, anak usia 9-12 sedang berada berada pada

tahap operasional konkrit umumnya mampu berpikir logis, mampu

memperhatikan lebih dari satu dimesi sekaligus dan juga dapat

menghubungkan suatu dimensi dengan dimensi yang lain, kurang

egosentris, dan belum bisa berpikir abstrak.

e. Empowering

Kegiatan yang dapat memberdayakan atau membantu orang

agar dapat mengambil tanggung jawab atas kehidupannya, dan

berefleksi atas tindakannya. Dalam konteks ini, tanggung jawab yang

hendak ditanamkan pada anak-anak di Sikabaluan adalah tentang

pentingnya merawat terumbu karang.

f. Mentawai

Mentawai merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari

beberapa pulau besar. Pulau yang paling besar ada empat, yakni Pulau

Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan.

Keempat pulau tersebut selain pulau terbesar juga pulau yang

(28)

terumbu karang, rumput laut, berbagai jenis ikan dan hasil hutan.

Kekayaan tersebut menjadi sumber mata pencaharian masyarakat

Mentawai pada umumya.

1.6 Spesifikasi Produk yang Diharapkan

Spesifikasi produk yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

1. Prototype berupa buku cerita anak berjudul “Derita Aat si Gurita Kecil”

2. Prototype buku cerita terdiri dari cover, kata pengantar, daftar isi, 20 gambar disertai narasi singkat, evaluasi dan kepustakaan.

3. Tokoh utama dalam buku bernama Aat karena merupakan nama salah

seorang pemuda yang memiliki postur tubuh seperti anak-anak yang

terkenal di Mentawai, mudah diingat dan lucu.

4. Buku tersebut berisi informasi tentang pentingnya terumbu karang

bagi kehidupan biota laut.

5. Dalam setiap gambar ada narasi singkat berbahasa Indonesia yang

dapat membantu anak untuk mengimajinasikan isi cerita.

6. Prototype buku berisi evaluasi untuk mengetahui persepsi anak tentang

(29)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan diuraikan (1) Kajian Pustaka, (2) Penelitian yang Relevan

dan (3) Kerangka berpikir.

2.1Kajian Pustaka

2.1.1 Kepulauan Mentawai

Mentawai merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari empat pulau besar

dan puluhan pulau kecil. Di antara empat pulau besar tersebut, pulau yang paling

besar adalah Pulau Siberut dengan luas 4.480 km² (mentawaikab.bps diakses 10

November 2015). Kepulauan Mentawai merupakan sebuah Kabupaten di Propinsi

Sumatera Barat. Posisi Mentawai berada pada jarak 150 km sebelah barat lepas pantai

Pulau Sumatera. Mentawai terdiri dari 213 pulau dengan 4 pulau utama yaitu Siberut,

Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan. Beribukota di Tuapejat, Kabupaten Mentawai.

Penelitian ini dilaksanakan di Sikabaluan yang merupakan pusat salah satu kecamatan

di Pulau Siberut. Sikabaluan merupakan pusat kecamatan Siberut Utara yang letaknya

tidak jauh dari tepi pantai.

2.1.1.1Geografis Sikabaluan

Sikabaluan merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Siberut Utara,

Kabupaten Kepulauan Mentawai. Memiliki salah satu kekayaan laut yakni terumbu

karang yang tersebar di seluruh tepi pantai Sikabaluan, tetapi terumbu karang yang

(30)

kamajuan teknologi yang tidak diimbangi dengan pengetahuan. Penyebab banyaknya

terumbu karang yang mengalami kerusakan, sebagian besar karena diambil oleh

masyarakat setempat untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Berdasarkan

pengamatan peneliti sebagai warga masyarakat Mentawai, peneliti melihat bahwa

tidak hanya masyarakat disana yang kurang menyadari arti pentingnya terumbu

karang tetapi hampir semua masyarakat Mentawai pada umumnya. Didesak dengan

kemajuan zaman masyarakat beralih dari pembangunan rumah dari kayu menjadi

berbahan beton. Rumah-rumah yang baru dibangun biasanya memiliki pondasi yang

bahan utamanya adalah terumbu karang. Selain rumah, pembangunan jalan dan

jembatan rabat beton biasanya membutuhkan karang untuk bahan bangunan tersebut.

Maka bisa dibayangkan seberapa banyak terumbu karang yang diambil oleh

masyarakat Mentawai untuk memenuhi kebutuhan pembangunan tersebut. Padahal

mereka menyadari bahwa terumbu karang merupakan rumah bagi ikan dan biota laut

lainnya yang hidup di terumbu karang, tapi ketidak pahaman resiko dari rusaknya

terumbu karang masyarakat tetap saja mengambili terumbu karang.

2.1.1.2Latar Belakang Penduduk Mentawai

Masyarakat Mentawai dalam keadaan asalnya hidup dalam kesatuan sosial

ekonomi yang sederhana, berdasarkan persamaan derajat, tidak ada kelompok

pemimpin dan budak dikalangan mereka. Tanah yang subur dan kaya akan alam

membuat masyarakat Mentawai dengan mudah mendapatkan makanan hasil ladang

atau kebun dan hasil laut. Pada zaman dahulu, cara hidup masyarakat Mentawai

(31)

berasal dari jenis pohon, sungai, bukit, gunung, hutan atau tempat tertentu dimana

orang pertama dari Uma menemukan lokasi tersebut sebelum uma lain dan lokasi

uma bermukim (Darmanto, 2009: 134). Masyarakat Mentawai menganut sistem kekeluargaan patrilineal, dimana interaksi sosial berpusat pada Uma yang memiliki

kekuasaan tertinggi dalam lingkar budaya Mentawai. Sementara kosmologi

masyarakat Mentawai sangat dipengaruhi oleh cara pandang dunianya (Arat

Sabulungan). Dalam perspektif agama Mentawai tersebut, makhluk hidup dan alam

raya disekitarnya memiliki roh (simagre).

Roh memiliki empat bagian dalam pandangan orang Mentawai yaitu sebagai

berikut: (1) roh yang ada di tubuh manusia atau mahkluk hidup (Simagre); (2) roh

yang telah meninggalkan tubuh manusia atau benda mati (Ketcat); (3) kumpulan

roh-roh leluhur orang Mentawai yang meninggal, masih hidup seperti manusia tetapi

dalam dimensi yang berbeda secara umum (Ukkui), biasanya roh ini suka mendiami

hutan belantara; (4) roh jahat yang berasal dari daging dan tulang orang mati (Pitto’)

(Darmanto, 2009: 135). Bertepatan dengan penelitian ini, peneliti menggunakan kata

roh-roh yang mengacu pada pengertian roh yang ketiga. Oleh karenanya, masyarakat

Mentawai berkewajiban untuk menjaga keseimbangan/keserasian antara roh dan

hutan untuk terhindar dari penyakit. Kepercayaan mengenai roh dan bagaimana

menjaga keseimbangan alam, merupakan prinsip dasar yang melandasi kehidupan

orang Mentawai termasuk dalam pemenuhan kehidupan ekonomi.

Kehidupan ekonomi masyarakat Mentawai masih menggantungkan diri

(32)

ilmu dan teknologi semakin pesat, namun sebagian besar masyarakat Mentawai

belum bisa mengelola hasil alam dengan baik dan bijaksana karena keterbatasan

pengetahuan dan banyak masyarakat yang tingkat pendidikannya masih rendah.

Secara umum, masyarakat Sikabaluan hidup dengan hasil nelayan, bercocok tanam,

buruh, kulih bangunan dan beberapa berprofesi PNS.

2.1.1.3Latar Belakang Pendidikan Masyarakat Mentawai

Ditinjau dari segi pendidikan, masyarakat Mentawai masih memiliki tingkat

pendidikan yang rendah. Kesadaran akan pentingnya pendidikan belum ada

dikarenakan pengaruh budaya lokal yang masih sangat kental dengan kondisi alam

yang sangat menguntungkan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Darmanto (2009:

145) bahwa makananan pokok orang Mentawai telah disediakan oleh sagu

(Metroxylon sago) dan keladi (Colocasia esculenta). Sagu dan tunas keladi tumbuh dengan pesat di rawa-rawa berair yang dibudidayakan setegah liar atau tanpa

memerlukan perawatan secara intensif dari penduduk. Mata pencaharian utama

mereka adalah meramu sagu, berburu dan nelayan. Setiap anak laki-laki sejak kecil

sudah diajarkan untuk berburu sehingga kelak ketika sudah dewasa setiap anak

laki-laki tersebut mengetahui cara berburu yang baik. Dengan latar belakang budaya

seperti ini, pendidikan bukan hal yang menjadi prioritas. Hal ini juga dipertegas oleh

Darmanto (2009: 145) bahwa kehidupan orang Mentawai yang bergantung dengan

kekayaan alam, terbukti bahwa masyarakat Mentawai hanya bekerja dalam kurun

(33)

Hal inilah yang melatar belakangi rendahnya kesadaran orang Mentawai

terhadap pendidikan. Pandangan orang Mentawai terhadap pendidikan sering

disamaartikan dengan mempermudah untuk mencukupi kebutuhan ketika sudah

mendapatkan pekerjaan sesuai dengan tingkat pendidikan. Sehingga pandangan ini

terus menerus dipegang hingga sekarang karena untuk sekedar kebutuhan makanan

tidak perlu susah payah bahkan sampai harus sekolah.

Di beberapa kampung ada beberapa orangtua yang sampai saat ini masih buta

huruf. Jika disimpulkan bahwa para orangtua yang hidup di desa-desa pada umumnya

hanya sekolah dari kelas I-V SD atau paling tinggi tamat SD. Tingkat pendidikan

yang rendah membuat mereka tidak berkompeten dalam mengelola kekayaan hayati

yang ada di kepulauan Mentawai. Buktinya adalah mereka yang menjadi petani hanya

sekedar mengetahui menanam dan memanen, yang menjadi nelayan hanya tahu

memancing, membom tanpa mengetahui akibat dari tindakannya, dan sebagian dari

pedagang mengeksploitasi terumbu karang dengan menjualnya sebagai bahan

bangunan dan hiasan.

Upaya untuk memajukan pendidikan pun terus dilakukan, namun tidak sedikit

juga persoalan yang muncul dalam meningkatkan mutu pendidikan. Pertama, yang

ditandai dengan kurangnya jumlah tenaga guru. Di beberapa sekolah masih terdapat

tenaga guru tamatan SMA yang dengan secara suka rela mengabdikan diri sebagai

honorer demi pendidikan anak-anak bangsa yang ada di Mentawai. Kedua, kurangnya

tenaga guru yang berkualitas dan memiliki komitmen untuk mengajar. Banyaknya

(34)

menyelesaikan urusan administrasi, seolah-olah lebih penting memenuhi urusan

administrasi ketimbang anak-anak yang sangat membutuhkan pelajaran. Ketiga,

buruknya fasislitas yang dimiliki sekolah. Hal ini ditandai dari sarana dan prasarana,

mulai dari kurangnya ruang kelas, kekurangan mobiler, alat peraga pembelajaran,

buku-buku sumber belajar yang memadai. Keempat, tingginya angka putus sekolah.

Seperti diketahui, banyaknya anak-anak Mentawai yang belum mengenal pendidikan

dan anak-anak yang putus sekolah karena faktor ekonomi. Masalah-masalah tersebut

menunjukkan belum baiknya pengelolaan pendidikan di Mentawai. Di samping itu,

didukung dengan kondisi letak geografis yang terletak di kepulauan menjadikan

Mentawai sulit dijangkau. Selain itu tidak adanya pembangunan sarana transportasi

dan komunikasi yang memadai menjadi tantangan terbesar bagi para penggiat

pendidikan.

Maka dari itu, pendidikan sangat penting bagi masyarakat Mentawai.

Diharapkan dengan adanya pendidikan akan dapat memberikan gambaran

pengetahuan bagi masyarakat untuk mengelolah sumber hayati yang ada dengan baik.

Mereka tidak lagi semata-mata hanya melihat keberadaan terumbu karang sebagai

batu yang keras yang bisa digunakan untuk bahan bangunan, tetapi mengetahui juga

betapa pentingnya terumbu karang bagi biota laut dan kehidupan disekitarnya.

2.1.2 Terumbu Karang sebagai Salah Satu Sumber Daya Alam Mentawai 2.1.2.1Definisi Terumbu Karang

Secara umum, istilah terumbu karang menggambarkan suatu kumpulan

(35)

air laut yang jernih dan relatif dangkal (Saputra, 2006 dalam Alikodra, 2012: 210).

Supriyono (2010: 4,6,7) juga mejelaskan beberapa devinisi terumbu karang, terumbu

karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan

alga yang disebut zooxanthellae. Dari asal katanya, istilah terumbu karang tersusun

atas dua kata, yaitu terumbuh dan karang. Dua kata tersebut apabila berdiri sendiri

akan memiliki makna yang jauh berbeda bila kedua kata tersebut digabungkan. Istilah

terumbu karang sendiri sangat jauh berbeda dengan karang terumbu, karena yang satu

menunjukkan suatu ekosistem dan kata yang lain menunjukkan suatu komunitas.

Berikut ini adalah definisi singkat dari terumbu, karang, karang terumbu, dan

terumbu karang.

1. Terumbu (Reef)

Terumbu merupakan endapan masif batu kapur (Limestone), terutama

kalsium karbonat (Ca2CO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan

karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur seperti alga berkapur

dan Mollusca.

Terumbu dapat pula diartikan sebagai konstruksi batu kapur biogenis yang

menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut,

terumbuh adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau

pesisir didekat permukaan air

(36)

Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo

Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO. Hewan karang Tunggal

biasanya disebut polip.

3. Karang Terumbu

Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang

hermatipik (hermatypic coral). Jadi, berbeda dengan batu karang yang

merupakan benda mati.

4. Terumbu Karang

Merupakan ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh

biota laut penghasil kapur (CaCO) khususnya jenis-jenis karang batu dan

alga berkapur, bersam-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya

seperti jenis-jenis Mollusca, Crustacea, Echinodermata, Polichaeta,

Porifera, dan Tunicata, serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan

sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton.

Terumbu karang adalah struktur hidup yang besar dan tertua di dunia. Untuk

sampai ke kondisi yang sekarang, terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun

lamanya. Bukti-bukti fosil menunjukkan terumbu karang sebagai fenomena yang

sangat primitif. Tahap pertama evolusi terumbu karang terjadi kira-kira 500 juta

tahun lalu. Terumbu karang pertama ini sudah lama punah, terumbu karang modern

hasil evolusi muncul sejak lebih dari 50 juta tahun lalu. Biasanya, waktu yang

(37)

Sedangkan terumbu karang yang ada saat ini merupakan terumbu karang yang

berkembang dalam episode waktu sekitar 5.000 tahun atau kurang.

Terumbu karang yang hidup di perairan laut dangkal memiliki dua sistem

perkembangbiakan yaitu berkembangbiak secara seksual (kawin)-antara individu

polip jantan dan individu polip betina dan juga dapat memperbanyak diri sendiri

tanpa melalui perkawinan yaitu dengan membelah diri (Guntur, 2011: 41). Untuk

perkembangbiakan secara seksual, satu polip karang keras dapat mengeluarkan sel

telur ke air, dan polip yang lain dapat melepaskan sel sperma ke air. Di dalam air sel

telur dan sel sperma akan melebur menjadi satu dan membentuk larva (planula),

yakni calon atau benih polip karang keras yang baru. Setelah menjalani hidup seperti

plankton selama 1 bulan, larva karang keras akan menuju dasar laut dan mencari

substrat untuk menempel. Setelah larva karang keras menempel, ia akan berusaha

menjadi satu polip karang keras. Kemudian dari satu polip karang keras ini, ia

kembali berkembang biak secara membelah diri dan bertunas (aseksual) sehingga

terbentuklah koloni karang yang keras yang baru (Wulandari, 2009: 43). Selain

proses perkembangbiakan di atas terumbu karang juga membutuhkan banyak aspek

atau faktor pendukung dalam mempertahankan hidupnya. Saputra (2006) dalam

Alikodra (2012: 212) menjelaskan bahwa dalam mempertahankan hidupnya terumbu

karang memiliki beberapa persyaratan hidup diantaranya; (1) cahaya matahari yang

cukup, (2) suhu yang berkisar 25-300C, (3) salinitas yang sesuai yakni antara 27-40

promil, (4) kejernihan air, (5) pergerakan air, dan (6) substrat dasar yang keras dan

(38)

sebagai daerah tropis sangat baik bagi perkembangbiakan terumbu karang. Jadi, wajar

bila di kepulauan Mentawai tersebar banyak terumbu karang dengan beragam jenis

dan ukuran.

2.1.2.2Manfaat Terumbu Karang

Terumbu karang mempunyai nilai dan arti penting baik dari segi sosial,

ekonomi maupun budaya masyarakat kita. Hampir sepertiga penduduk Indonesia

yang tinggal di pesisir menggantungkan hidup dari perikanan laut dangkal. Begitupun

dengan masyarakat Mentawai yang pada umumnya tinggal di pesisir pantai dari

setiap pulau yang berpenghuni.

Di samping itu terumbu karang mempunyai nilai penting sebagai pendukung

dan penyedia bagi perikanan pantai termasuk didalamnya sebagai penyedia bahan dan

tempat berbagai hasil laut. Berikut ini beberapa manfaat dari terumbu karang yang

dapat dirasakan oleh manusia atau pun makhluk hidup laut lainnya menurut

Supriyono (2010: 7) yaitu: .

1. Perlindungan pantai dari hempasan ombak

2. Tempat tinggal dan berkembang biak bagi ikan karang

3. Menyediakan sumber protein bagi masyarakat

4. Menyediakan makanan, tempat tinggal, dan perlindungan bagi biota laut

5. Menyediakan lapangan kerja melalui perikanan dan pariwisata

(39)

7. Sebagai sumber bibit budi daya dan penunjang kegiatan pendidikan dan

penelitian.

Melihat dari banyaknya manfaat terumbu karang bagi kehidupan masyarakat

Mentawai, perlu adanya kesadaran untuk menjaga terumbu karang agar tetap terawat

dan tidak rusak. Karena ada banyak dampak yang terjadi jika terumbu karang sampai

rusak atau hancur dan bahkan tidak hanya generasi sekarang yang terkena dampak

kerusakan tersebut melainkan juga generasi Mentawai selanjutnya yang mungkin

hanya bisa mendengar melalui cerita.

2.1.2.3Penyebab dan Bahaya Kerusakan Terumbu Karang

Menurut Burke dalam Sudiono (2008: 39) menyatakan bahwa terdapat

beberapa penyebab kerusakan terumbu karang yaitu: (1) pembangunan di wilayah

pesisir yang tidak dikelolah dengan baik, (2) aktivitas di laut antara lain dari kapal

dan pelabuhan termasuk akibat langsung dari pelemparan jangkar kapal, (3)

penebangan hutan dan perubahan tata guna lahan yang menyebabkan peningkatan

sedimentasi, (4) penangkapan ikan-ikan secara berlebihan yang memberikan dampak

terhadap keseimbangan yang harmonis di dalam ekosistem terumbu karang, (5)

penangkapan ikan dengan menggunakan racun dan bom, dan (6) perubahan iklim

global.

Bahaya pengikisan terumbu karang bagi pantai merupakan sebuah bencana

bagi masyarakat yang hidup di daerah tepi pantai khususnya bagi pantai itu sendiri

dan biota laut. Melihat dari fungsinya terumbu karang memiliki manfaat seperti

(40)

a. Bagi Pantai

Alikodra (2012: 208) mengungkapkan bahwa selain potensi

biologinya yang termasuk tinggi, terumbu karang juga berperan sebagai

pelindung wilayah pesisir dari ancaman gelombang pasang. Ini membuktikan

bahwa terumbu karang melindungi pantai serta aktivitas penduduk yang

berada di sekita pantai. Selain itu juga menjaga kestabilan garis pantai agar

tidak bergeser akibat abrasi.

b. Bagi Biota Laut

Terumbu karang merupakan habitat alami bagi berbagai biota laut.

Seperti udang, berbagai jenis ikan dan sejenisnya. Karenanya, sangat keliru

jika ada yang dengan sengaja merusak dan mengambili terumbu karang untuk

tujuan memenuhi kebutuhan individu atau kelompok dengan cara menjual

atau menggunakan sebagai bahan bangunan.

Iyam (2006: 20) mengungkapkan bahwa terumbu karang bermanfaat

sebagai tempat hidupnya ikan-ikan yang banyak dibutuhkan manusia untuk

pangan, seperti ikan-ikan kerapu, ikan baronang, ikan hias, gurita, tripang dan

lain-lain. Alikodra (2012: 219) menjelaskan bahwa konsep pengelolaan

ekosistem terumbu karang atau ekosistem lainnya dan siapa pun

pengelolanya, yang penting diperhatikan adalah jangan terjebak pada

paradigma enviromentalis dangkal. Artinya hanya berhubungan dengan

pengendalian dan manajemen lingkungan demi kepentingan manusia,

(41)

1985 dalam Alikodra, 2012: 219) yang berakar pada persepsi realitas yang

melampaui kerangka ilmiah hingga mencapai suatu kesadaran intuitif tentang

kesatuan semua kehidupan.

Pengertian ini sebagai modus kesadaran di mana individu merasa

terkait dengan kosmos secara keseluruhan bukan hanya ekosistem terumbu

karang. Maka menjadi jelaslah bahwa kesadaran ekologis itu juga menjadi

benar-benar bersifat spiritual. Gagasan manusia individual yang terkait

dengan kosmos terungkap dalam akar agama (Saputra, 2006) dalam Alikodra

(2012: 219). Untuk itu sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk

menjaga keseimbangan alam, agar tercipta sebuah keharmonisan hidup dalam

setiap aspek kehidupan yang akan kita jalani.

Belum ada kata terlambat untuk menyelamatkan terumbu karang.

Kerusakan dapat dihindari jika ada pendidikan cinta lingkungan yang

diberikan kepada masyarakat Sikabaluan, dengan begitu masyarakat

disadarkan akan tanggungjawabnya untuk memelihara lingkungan. Kegiatan

yang membuat masyarakat menjadi tahu akan pentingnya menjaga lingkungan

dan sadar akan tanggungjawabnya untuk menjaganya inilah yang disebut

empowering.

2.1.3 Pendidikan sebagai Sarana Empowering 2.1.3.1Pendidikan Empowering

Kata empowerment dan empower diterjemahkan dalam bahasa Indonesia

(42)

English Dictionery dalam Prijono dan Pranarka (1996:3) mengandung dua pengertian

yaitu : pengertian pertama adalah to give power or authority to, dan pengertian kedua

berarti to give ability to or enable. Dalam pengertian pertama diartikan sebagai

memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak

lain. Sedangkan dalam pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan

kemampuan atau keberdayaan.

Pendidikan menurut Rechey (Noor Syam, 2003: 3-4) dalam bukunya, Planing

for Teaching, an Introduction, menjelaskan bahwa pendidikan adalah:

The term education refers to the broad function of preserving the life of the group through bringing new members into its shared concern. Education is thus a far broader process than that which occurs in schools. It is an essensial social activity by which cummunities continue to exist. In complex communities, this function is specialized and institutionalized in formal education, but there is always the education outside the school with

which the formal process in related”.

Richey dalam bukunya „Planning for teaching, an Introduction to Education‟

menjelaskan istilah „pendidikan‟ berkenaan dengan fungsi yang luas dari

pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga

masyarakat yang baru (generasi baru) bagi penuaian kewajiban dan tanggung

jawabnya di dalam masyarakat.

Pendidikan merupakan suatu kegiatan secara sadar dan disengaja, penuh

tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul

interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan (Soedijarto, 2008:

260). Kedewasaan yang dimaksud disini ialah aspek pengetahuan (kognitif), sikap

(43)

di dalam diri siswa guna bekal hidup layak di tengah masyarakat. Akan tetapi

kesemuanya harus dipulangkan kepada satu karakteristik, yaitu keterlibatan

intelektual emosional siswa-siswa dalam pembelajaran yang bersangkutan: asimilasi

dan akomodasi kognitif dalam pencapaian pengetahuan; perbuatan serta pengalaman

langsung terhadap balikannya (feed-back) dalam pembentukan keterampilan motorik

maupun kognitif dan sosial; dan penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam

pembentukan sikap dan nilai (Isjoni dkk,2012:50).

Hakikat pendidikan itu sendiri adalah untuk mengejar pencapaian kualitas

hidup yang tinggi para peserta didiknya. Untuk itu pendidikan juga harus didesain

sedemikian rupa agar peserta didik mampu memaknai setiap pembelajaran dengan

baik.

Pendidikan empowering munurut Sastrapratedja (2013: 14) pemberdayaan

atau empowerment dapat diartikan sebagai kekuatan atau keberdayaan. Dalam istilah

powerment, power diartikan sebagai (1) daya untuk berbuat (power to), (2) kekuatan

bersama (power-with), dan (3) kekuatan dari dalam (power-within). Power-to adalah

kekuatan yang kreatif, yang membuat seseorang mampu melakukan sesuatu. Hal ini

merupakan aspek individual dari pemberdayaan, yaitu membantu orang agar ia

memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, memecahkan masalah, bekerja

dan membangun berbagai keterampilan dan pengetahuan.

Pendidikan empowering menurut jurnal yang berjudul “Does Education

(44)

Education may increase women’s bargaining power within their

households because it endows them with knowledge, skills, and resources to make life choices that improve their welfare (Duflo, 2012; Lundberg & Pollak, 1993). Estimation of the effects of education on empowerment,

however, is difficult because women’s preferences, family background, and

community characteristics that affect both education and empowerment may

be unobserved”.

Perkiraan efek pendidikan pemberdayaan sulit karena preferensi perempuan,

latar belakang karakteristik keluarga, dan masyarakat yang mempengaruhi baik

pendidikan dan pemberdayaan mungkin tidak teramati (Duflo dalam Sari, 2014: 34).

Jika karakteristik teramati berkorelasi dengan pendidikan dan pemberdayaan

perempuan, perkiraan paling biasa persegi efek pendidikan akan menjadi biasa.

Kesimpulan dari definisi tersebut, peneliti menyimpulkan pengertian

pendidikan tersebut dalam paradigma pendidikan sebagai humanisasi yang ditulis

oleh Sastrapratedja bahwa pendidikan merupakan usaha untuk membantu

membangun power-with, kekuatan bersama, yaitu agar peserta didik membangun

solidaritas atas dasar komitmen pada tujuan dan pengertian yang sama untuk

memecahkan permasalahan yang dihadapi guna menciptakan kesejahteraan bersama.

Dapat dikatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk menciptakan suatu caring

society, suatu komunitas persaudaraan yang memperhatikan kepentingan semua pihak. Yang lebih penting lagi adalah bahwa pendidikan bertujuan membangun

power-within, yaitu kekuatan spritual yang ada dalam diri peserta didik. Power-within

(45)

manusia dan penghargaan terhadap martabat manusia dan nilai-nilai yang mengalir

dalam martabat itu.

2.1.3.2Empowering dalam Pembelajaran

Empowering dalam kegiatan pembelajaran bisa terjadi dalam bentuk apa pun.

Seperti dalam penelitian ini, kegiatan empowering dalam pembelajaran dapat berupa

hadirnya buku cerita yang memberikan pesan tentang sesuatu hal. Dalam buku

tersebut diceritakan bahwa kerusakan terumbu karang akan menyebabkan penderitaan

bagi biota laut. Jika biota laut punah, maka masyarakat Mentawai pun akan

kehilangan salah satu sumber pangan (ikan, gurita, udang, dan lain-lain). Buku cerita

tersebut diharapkan dapat memotivasi anak-anak di Sikabaluan juga di kepulauan

Mentawai pada umumnya, untuk mengkonservasi terumbu karang. Dengan demikian

anak-anak dapat menjadi generasi pembaharu yang sungguh memahami tentang

pentingnya memiliki kebiasaan menjaga terumbu karang. Inilah yang dimaksud

dengan konsep pendidikan empowering/pemberdayaan Sastrapratedja (2013:14),

yaitu pendidikan yang dapat membantu orang agar dapat mengambil tanggung jawab

atas kehidupannya, dan berefleksi atas tindakannya. Aktivitas belajar siswa tidak

hanya berpaku pada lingkungan sekolah atau di dalam kelas tapi juga di lingkungan

luar sekolah. Bagi anak-anak, alam yang terbentang adalah semesta bermain dan

belajar (Farida, et al. 2012). Lingkungan sekolah bukan satu-satunya tempat belajar

anak. Dengan melangkah ke luar kelas, bahkan keluar sekolah, pengalaman dan

pengetahuan anak-anak akan berkembang lebih luas. Di luar kelas, anak-anak

(46)

belajar yang mengandung nilai filosofis, teoritis, dan praktis. Dapat kita pahami

bahwa dalam proses pembelajaran merujuk pada segala peristiwa (events) yang bisa

memberikan pengaruh langsung terjadinya belajar pada manusia (Kurniawan, 2014:

27).

Pembelajaran yang berkutat di kelas dan lingkungan sekolah secara terus

menerus bisa membosankan bagi anak-anak. Petualangan yang terbuka akan

memantikkan kegembiraan, menghidupkan semangat, dan membuat belajar lebih

menyenangkan. Outdoor learning efektif untuk pengembangan karakter dan wawasan

anak, karena merupakan miniatur dari kehidupan yang sesungguhnya sesuai dengan

konsep pemberdayaan (empowering) dalam upaya perubahan dan pertumbuhan dalam

diri peserta didik dan perilaku yang tidak selalu mengutamakan perkembangan

kognitif semata tetapi kepada peningkatan kemampuan individual untuk membentuk

atau mengorganisir terus menerus hubungannya dengan dunia internal dan eksternal.

Salah satu kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar kelas adalah

conseravtion scout: program pengenalan konservasi lingkungan pada anak (conservation scout) pernah dilakukan oleh Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar

(PGSD) kepada anak-anak usia dini dan sekolah dasar (3-12 tahun). Tujuan dari

program ini adalah untuk menanamkan pendidikan karakter cinta lingkungan pada

anak-anak. Davis dalam Sari (2014: 34) menuliskan bahwa hubungan antara anak

dengan alam sekitarnya merupakan landasan yang penting untuk membangun

(47)

penjelajah alami. Mereka mengobservasi dan meneliti lingkungan di sekitar mereka

secara alami dan belajar darinya (learning by doing).

Kegiatan jalan-jalan di pantai dan membaca buku cerita tentang terumbu

karang serta conseravtion scout merupakan kegiatan pembelajaran empowering yang

bertujuan untuk menanamkan sikap atau karakter cinta lingkungan kepada anak-anak

sebagai generasi peduli lingkungan. Menanam bakau merupakan salah satu cara

untuk menumbuhkan kesadaran kepada anak-anak betapa pentingnya menjaga dan

melestarikan terumbu karang untuk kelangsungan hidup semua mahkluk hidup.

Selain dari menanam bakau, masyarakat khususnya anak-anak sekolah dasar di

Mentawai harus diajarkan untuk tidak membuang sampah sembarangan. Dengan

begitu anak turut ambil bagian dalam menjaga kelestarian lingkungan dan akan

memiliki cinta terhadap lingkungan.

Kesadaran anak untuk ambil bagian dalam menjaga lingkungan merupakan

bentuk tanggungjawab mereka sebagai pionir untuk memelihara lingkungan yang

dalam hal ini adalah terumbu karang. Maka penting bagi guru atau oarang tua

memberikan pendidikan cinta lingkungan sedini mungkin yaitu pada saat anak mulai

mengikuti pendidikan sekolah dasar.

2.1.4 Perkembangan Anak Usia 9-12 Tahun

2.1.4.1Psikologis Perkembangan Anak Usia 9-12 Tahun

Piaget (Suparno, 2001: 25) berpendapat bahwa pemikiran kanak-kanak

berbeda pada masing-masing tingkatan. Ia membagi perkembangan pemikiran

(48)

operasional konkret, dan operasional formal. Setiap tahap tersebut memiliki tugas

perkembangan kognitif yang harus diselesaikan. Dalam penelitian ini, peneliti akan

membahas perkembangan anak usia 9 hingga 12 tahun yang berada pada tahap

operasional konkret.

Piaget (Djiwandono, 2002:73) menjelaskan bahwa anak-anak yang berada

pada tahap operasional konkrit umumnya mampu berpikir logis, mampu

memperhatikan lebih dari satu dimesi sekaligus dan juga dapat menghubungkan suatu

dimensi dengan dimensi lain, kurang egosentris, dan belum bisa berpikir abstrak. Dari

penjelasan tersebut peneliti melihat adanya satu sisi perkembangan yang bisa

dimanfaatkan yakni adalah kemampuan untuk menghubungkan dimensi satu dengan

dimensi lain. Kemampuan ini merupakan daya imajinasi yang tinggi.

Peneliti melihat bahwa pada usia 9-12 tahun anak memiliki kemampuan untuk

cepat beradaptasi dengan lingkungan bermain, dan mudah mengikuti pola dinamika

belajar yang menyenangkan. Pada tahap ini anak-anak juga senang dengan hal-hal

yang berbau cerita dan mewarnai gambar. Masa anak merupakan suatu fase yang

sangat penting dan berharga, serta merupakan masa pembentukan dalam periode

kehidupan manusia (a noble and malleable phase of human life). Oleh karenanya

masa anak sering dipandang sebagai masa emas (golden age) bagi penyelenggaraan

pendidikan. Masa anak merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan

individu karena pada fase inilah terjadinya peluang yang sangat besar untuk

(49)

Hal inilah yang menjadi alasan peneliti untuk mengembangkan prototype

buku cerita tentang terumbu karang untuk menyadarkan anak-anak tentang

pentingnya memelihara terumbu karang di kepulauan Mentawai serta membantu

persepsi siswa anak 9-12 tahun tentang pentingnya mencintai lingkungan sekitar.

2.1.4.2Ciri Sosiologis Anak Usia 9-12 Tahun

Erikson (Nuryanti, 2008: 25) menyatakan delapan tahap perkembangnan

Psikologi Sosial Anak yang dimana pada usia sekolah dasar anak pada tahap empat

yaitu Industry vs Inferiority (tekun versus rasa rendah diri). Tahap ini kira-kira dilalui

ketika anak melaui usia sekitar 6 sampai 12 tahun. Pada tahap ini anak-anak

mempelajari keterampilan yang lebih formal, seperti: (a) berhubungan dengan teman

sebaya berdasar pada aturan-aturan tertentu, (b) berkembang dari pola bermain yang

bebas menuju permainan yang menggunakan aturan dan memerlukan kerjasama

kelompok, dan (c) menguasai materi pelajaran sosial, membaca, dan matematika.

Berdasarkan pendapat dan penejelasan tersebut, peneliti mengembangkan sebuah

prototype buku cerita untuk anak supaya dapat memahami pelajaran sosial dan

membaca. Prototype buku tersebut dapat dibaca bersama-sama atau secara pribadi

yang kemudian diceritakan kepada sesama temannya, dengan begitu buku tersebut

dapat menjadi sarana untuk melatih keterampilan berhubungan dengan teman. Selain

itu, buku tersebut dapat membantu anak mengasah keterampilan membaca yang

sekaligus melatih anak mengembangkan imajinasinya terhadap peristiwa-peristiwa

(50)

Kesempatan inilah yang menginspirasi peneliti membuatkan sebuah buku cerita

yang memberikan dorongan bagi anak Mentawai, mengarahkan rasa percaya dan rasa

aman serta inisiatif yang tinggi untuk melindungi kekayaan alamnya seperti terumbu

karang.

Anak usia sekolah dasar masih sangat mudah dibentuk pola pikir dan karakter

akan cinta terhadap lingkungan. Seperti yang dinyatakan oleh Piaget dan Kohlberg

(Gunarsa dan Yulia, 2008: 69) bahwa anak usia 6-12 tahun mengalami tahap

perkembangan moral secara teratur mulai dari kosep „tingkahlaku baik‟ sebagai suatu

tindakan yang khusus seperti „patuh pada ibu‟ dilanjutkan tahap konsep selajutnya

„mencuri adalah salah‟ sampai dengan kejujuran, hak milik, keadilan dan kehormatan.

Pada masa ini, pada anak juga terdapat dorongan untuk melakukan

perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain.

Buku cerita yang dalam hal ini sebagai media untuk menyadarkan anak

merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk empowering. Buku cerita

bisa digunakan di dalam kelas atau di luar kelas. Peran media yang efektif inilah

memungkinkan anak bisa mengembangkan imajinasinya tidak hanya di dalam kelas

tetapi juga di luar kelas.

2.1.5 Peran Media Pembelajaran Dalam Konteks Pendidikan Empowering 2.1.5.1Pengertian Media

Munadi (2008: 6) menyatakan bahawa kata media berasal dari Bahasa Latin,

yakni medius (tengah atau perantara). Perantara yang berarti yang mengantarkan atau

Gambar

gambar yang disertai narasi pendek dan juga evaluasi.
Gambar 2.1. Bagan Penelitian yang Relevan
Gambar 3.1 Prosedur Pengembangan
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Pra-Penelitian untuk Anak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian tersebut, masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengembangan materi ajar berupa buku cerita rakyat yang sesuai dengan kebutuhan siswa

Kegiatan membaca buku cerita dalam pengembangan kemampuan literasi dasar anak dalam penelitian ini akan diamati dan juga digali melalui metode wawancara dan observasi, yang

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan limpahan kasih, rahmat, dan berkatNya, sehingga skripsi yang berjudul Pengembangan Prototipe Buku

Oleh sebab itu, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian untuk mengembangkan “ Prototipe buku panduan praktikum sifat-sifat dan penjernihan air dalam konteks

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkat-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “ Pengembangan Prototipe Buku

Berdasarkan gagasan tersebut, peneliti mencari data-data awal tentang pemahaman guru dan anak usia 9-12 tahun di Sikabaluan, Kecamatan Siberut Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai:

Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan buku cerita bergambar Layanilah dan Cintailah, maka dapat disimpulkan: 1). Pengembangan Buku Cerita Bergambar yang

Adapun rumusan masalah dari tugas akhir ini adalah bagaimana merancang buku cerita interaktif tentang tokoh Alkitab yang efektif untuk anak-anak sehingga dapat meningkatkan