KARANG DALAM KONTEKS EMPOWERING MASYARAKAT MENTAWAI UNTUK ANAK 9-12 TAHUN
Merpin Saogo Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang diawali adanya potensi dan masalah terkait kurangnya kesadaran masyarakat Mentawai untuk mengkonservasi terumbu karang. Potensi yang peneliti soroti adalah manfaat terumbu karang sebagai pelindung pantai dan tempat tinggal biota laut. Masalah yang peneliti lihat adalah adanya perilaku masyarakat yang mengambil terumbu karang secara sembarangan. Dari hasil analisis kebutuhan guru dan anak di SDK St.Fransiskus Sikabaluan, peneliti mendapatkan data jika mereka membutuhkan buku panduan tentang pentingnya memelihara terumbu karang. Oleh sebab itu, peneliti terdorong mengembangkan prototype buku cerita “ Derita Aat si Gurita Kecil” untuk anak usia 9-12 tahun agar mereka dapat memelihara terumbu karang.
Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development atau R&D). Penelitian ini menggunakan tujuh langkah yang diadopsi dari Sugiyono yang meliputi: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk dan (7) revisi akhir produk. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses pengembangan prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” serta kualitas . prototype tersebut dapat anak 9-12 tahun memiliki persepsi untuk memelihara terumbu karang. Prototype divalidasi oleh seorang validator dengan skor 54 (sangat baik), sehingga layak diuji cobakan.
Uji coba dilakukan di SDK St. Fransiskus Sikabaluan Mentawai kepada 22 siswa. Hasil persepsi siswa setelah mengikuti uji coba adalah 54.54% anak mengerti dampak kerusakan terumbu karang, 68.18% anak mengetahui penyebab rusaknya terumbu karang, serta 72.72% anak termotivasi untuk menjaga kelestarian terumbu karang. Jadi prototype buku tersebut dapat digunakan untuk melakukan pendidikan tentang konsevasi terumbu karang (empowering).
Aged 9-12 Years In whithin the Context of Empowering in the Mentawai Society. Thesis. Yogyakarta: Elementary School Teacher Study Program of Sanata Dharma University.
This research was a research and development that preceded the potential and problems related to lack of awareness of the Mentawai people to conserve coral reefs. The researchers highlight the potential benefits of coral reefs are as protective beach dwelling marine life. Problems that researchers see was the existence of the behavior of the people who takes coral reefs carelessly for building materials and destroy fishing use bomb that destroys coral reefs. Therefore , researchers impelled do research development prototype story books about coral reefs for children aged 9-12 years in the context of empowering the Mentawai society .Thus the prototype can be used for social learning to infuse habit of the importance of tending coral reefs.
This research was a research and development (Research and Development or R & D). This research uses seven steps adopted from Sugiyono which includes: (1) the potential and problems, (2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) a revision of design, (6) test products and (7) the revision of the final product. The purpose of this research was to produce products of prototype story books suffered hen the litle octopus. The prototype validated by a validator with the average of score 54 (very good), So as to be feasible in tested.
The trial was done in the SDK St. Francis Sikabaluan Mentawai to 22 students, on 16-19 June 2015 in inside and outside the room. Results perceptions of students after participating in trials was that students understand the impact of damage to coral reefs (54.54%), determine the cause of the destruction of coral reefs (68.18%), motivated to preserve coral reefs (72.72%). Thus the prototype of the book can be a means to carry out education about coral reef conservation.
i
PENGEMBANGAN PROTOTYPE BUKU CERITA ANAK
TENTANG TERUMBU KARANG DALAM KONTEKS
EMPOWERING MASYARAKAT MENTAWAI
UNTUK ANAK 9-12 TAHUN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
\
Oleh:
Merpin Saogo
NIM: 121134242
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN Skripsi ini dipersembahkan untuk:
1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu setia menyertai dan memberiku kekuatan jasmani dan rohani
2. Kedua orang tua: Bapak Elimar Saogo dan Ibu Nursi Saogo, yang selalu memberikan perhatian, motivasi dan kasih sayang yang tulus.
3. Kelompok Bakti Kasih Kemanusia (KBKK) yang telah memberikan beasiswa dan perhatian kepada peneliti selama studi di PGSD Universitas Sanata Dharma.
4. Seluruh pastor di Mentawai yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada peneliti selama studi di PGSD Universitas Sanata Dharma.
5. Seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan nasehat.
6. Teman-temanku PGSD angkatan 2012 yang turut membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
v MOTTO
Dz
Dunia adalah sebuah buku dan mereka yang tidak
melakukan perjalanan hanya membaca sebuah halaman
dz
.
(Santo Agustinus)
Melibatkan imajinasi bukanlah tambahan manis terhadap
pembelajaran; Keterlibatan ini adalah inti dari pembelajaran
itu sendiri.
(Kieran Egan)
Mungkin aku bukanlah teman yang baik untuk
diajak ngobrol, tetapi aku adalah teman terbaik jika
diajak untuk bekerja.
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 20Januari 2016
Peneliti
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata
Dharma
Nama : Merpin Saogo
Nomor Mahasiswa : 121134242
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENGEMBANGAN
PROTOTYPE
BUKU
CERITA
ANAK
TENTANG
TERUMBU
KARANG
DALAM
KONTEKS
EMPOWERING MASYARAKAT MENTAWAI UNTUK ANAK
9-12 TAHUN.
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma
baik untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam
bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di
internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu ijin dari saya atau
royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal, 20 Januari 2016
Yang menyatakan,
viii ABSTRAK
PENGEMBANGAN PROTOTYPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TERUMBU KARANG DALAM KONTEKS EMPOWERING MASYARAKAT
MENTAWAI UNTUK ANAK 9-12 TAHUN Merpin Saogo
Universitas Sanata Dharma 2016
Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang diawali adanya potensi dan masalah terkait kurangnya kesadaran masyarakat Mentawai untuk mengkonservasi terumbu karang. Potensi yang peneliti soroti adalah manfaat terumbu karang sebagai pelindung pantai dan tempat tinggal biota laut. Masalah yang peneliti lihat adalah adanya perilaku masyarakat yang mengambil terumbu karang secara sembarangan. Dari hasil analisis kebutuhan guru dan anak di SDK St.Fransiskus Sikabaluan, peneliti mendapatkan data jika mereka membutuhkan buku panduan tentang pentingnya memelihara terumbu karang. Oleh sebab itu, peneliti terdorong mengembangkan prototype buku cerita “ Derita Aat si Gurita Kecil” untuk anak usia 9-12 tahun agar mereka dapat memelihara terumbu karang.
Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development atau R&D). Penelitian ini menggunakan tujuh langkah yang diadopsi dari Sugiyono yang meliputi: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk dan (7) revisi akhir produk. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses pengembangan prototype buku cerita “Derita Aat si Gurita Kecil” serta kualitas . prototype tersebut dapat anak 9-12 tahun memiliki persepsi untuk memelihara terumbu karang. Prototype divalidasi oleh seorang validator dengan skor 54 (sangat baik), sehingga layak diuji cobakan.
Uji coba dilakukan di SDK St. Fransiskus Sikabaluan Mentawai kepada 22 siswa. Hasil persepsi siswa setelah mengikuti uji coba adalah 54.54% anak mengerti dampak kerusakan terumbu karang, 68.18% anak mengetahui penyebab rusaknya terumbu karang, serta 72.72% anak termotivasi untuk menjaga kelestarian terumbu karang. Jadi prototype buku tersebut dapat digunakan untuk melakukan pendidikan tentang konsevasi terumbu karang (empowering).
ix ABSTRACT
Saogo, M. 2016. Developing a Prototype of Children Story Book about Coral reef For Children Aged 9-12 Years In whithin the Context of Empowering in the Mentawai Society. Thesis. Yogyakarta: Elementary School Teacher Study Program of Sanata Dharma University.
This research was a research and development that preceded the potential and problems related to lack of awareness of the Mentawai people to conserve coral reefs. The researchers highlight the potential benefits of coral reefs are as protective beach dwelling marine life. Problems that researchers see was the existence of the behavior of the people who takes coral reefs carelessly for building materials and destroy fishing use bomb that destroys coral reefs. Therefore , researchers impelled do research development prototype story books about coral reefs for children aged 9-12 years in the context of empowering the Mentawai society .Thus the prototype can be used for social learning to infuse habit of the importance of tending coral reefs.
This research was a research and development (Research and Development or R & D). This research uses seven steps adopted from Sugiyono which includes: (1) the potential and problems, (2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) a revision of design, (6) test products and (7) the revision of the final product. The purpose of this research was to produce products of prototype story books suffered hen the litle octopus. The prototype validated by a validator with the average of score 54 (very good), So as to be feasible in tested.
The trial was done in the SDK St. Francis Sikabaluan Mentawai to 22 students, on 16-19 June 2015 in inside and outside the room. Results perceptions of students after participating in trials was that students understand the impact of damage to coral reefs (54.54%), determine the cause of the destruction of coral reefs (68.18%), motivated to preserve coral reefs (72.72%). Thus the prototype of the book can be a means to carry out education about coral reef conservation.
x PRAKATA
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (TYME),
karena atas berkat dan rahmatnya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
PENGEMBANGAN PROTOTYPE BUKU CERITA ANAK TENTANG TERUMBU KARANG DALAM KONTEKS EMPOWERING MASYARAKAT MENTAWAI UNTUK ANAK 9-12 TAHUN. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Peneliti menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu serta memberikan
motivasi dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai. Pada kesempatan ini, peneliti
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rohandi, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma
2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., SS., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.
3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan saran, kritik, dorongan, semangat, waktu, pikiran, dan tenaga untuk
xi
4. Wahyu Wido Sari, S.Si., M. Biotech., Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan kritik, saran, semangat, waktu, pikiran dan tenaga untuk
membimbing peneliti dalam menyelesaikan skrispi.
5. Seluruh dosen dan staff karyawan Universitas Sanata Dharma yang telah
memberikan pelayanan prima selama perkuliahan.
6. Antonius Samino, S.Ag selaku Kepala Sekolah SDK St.Fransiskus Sikabaluan
yang sudah mengijinkan peneliti dalam melakukan penelitian demi
terselesaikannya skripsi ini.
7. Para guru dan seluruh siswa-siswi SDK St.Fransiskus Sikabaluan yang sudah
membantu peneliti demi terselesaikannya skripsi ini.
8. Validator yang berkenan memvalidasi produk skripsi ini dengan memberikan
komentar dan saran demi perbaikan kualitas produk yang dikembangkan peneliti.
9. Mespin Zulian Samaloisa dan Agustinus Aris, teman penelitian kolaboratif, yang
sama-sama berjuang serta saling menyemangati dan memberikan masukan
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
10. Kelompok Bakti Kasih Kemanusiaan (KBKK) yang telah memberikan perhatian,
kasih sayang, dan cinta kepada peneliti selama studi di PGSD Universitas Sanata
Dharma.
11. Romo Madya Utama, SJ sebagai bapak rohani peneliti yang telah mendampingi
xii
12. Semua pastor yang berkarya di Mentawai yang selalu memberikan dukungan dan
doa yang tulus.
13. Kedua orang tuaku tercinta (Bapak Elimar Saogo dan Ibu Nursi Saogo) yang
selalu memberikan doa, perhatian, dan kasih sayang yang tulus.
14. Kakak Yosfrial Saogo dan seluruh keluarga yang memberikan dukungan dan
nesehat;
15. Sahabat terdekat Rena Christiani yang selalu memberikan semangat dan
dukungan kepada peneliti saat menyelesaikan skripsi ini.
16. Teman-temanku PGSD angkatan 2012 yang turut membantuku dalam
menyelesaikan skripsi ini.
17. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah
memberikan doa, dukungan, dan semangat hingga skripsi ini terselesaikan
dengan baik.
18. Almamater peneliti: Universitas Sanata Dharma
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan
keterbatasan. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Yogyakarta, 20 Januari 2016
Peneliti,
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
1.5 Definisi Operasional ... 6
1.6 Spesifikasi Produk yang Diharapkan ... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... 9
2.1 Kajian Pustaka ... 9
2.1.1 Kepulauan Mentawai ... 9
2.1.1.1 Geografis Sikabaluan ... 9
2.1.1.2 Latar Belakang Penduduk Mentawai ... 10
2.1.1.3 Latar Belakang Pendidikan Masyarakat Mentawai ... 12
2.1.2 Terumbu Karang sebagai Salah Satu Sumber Daya Alam Mentawai ... 14
xiv
2.1.2.2 Manfaat Terumbu Karang ... 18
2.1.2.3 Penyebab dan Bahaya Kerusakan Terumbu Karang ... 19
2.1.3 Pendidikan sebagai Sarana Empowering ... 21
2.1.3.1 Pendidikan Empowering ... 21
2.1.3.2 Empowering dalam Pembelajaran ... 24
2.1.4 Perkembangan Anak Usia 9-12 Tahun ... 27
2.1.4.1 Psikologi Perkembangan Anak Usia 9-12 Tahun ... 27
2.1.4.2 Ciri Sosiologis Anak Usia 9-12 Tahun ... 29
2.1.5 Peran Media Pembelajaran dalam Konteks Pendidikan Empowering ... 30
2.1.5.1 Pengertian Media ... 30
2.1.5.2 Media Pembelajaran ... 32
2.1.5.3 Media Cetak ... 33
2.1.5.4 Pengertian Buku Cerita Bergambar ... 37
2.2 Penelitian yang Relevan ... 39
2.3 Kerangka Berpikir ... 42
2.4 Pertanyaan Penelitian ... 44
BAB III METODE PENELITIAN ... 46
3.1 Jenis Penelitian ... 46
3.2 Setting Penelitian ... 46
3.2.1 Tempat Penelitian... 46
3.2.2 Subjek Penelitian ... 46
3.2.3 Objek Penelitian ... 47
3.2.4 Waktu Penelitian ... 47
3.3 Prosedur Pengembangan ... 47
3.3.1 Potensi dan Masalah ... 49
3.3.2 Pengumpulan Data ... 49
3.3.3 Desain Prototype ... 49
3.3.4 Validasi Desain ... 50
3.3.5 Revisi Desain ... 51
3.3.6 Uji Coba Produk ... 51
3.3.7 Revisi Akhir Produk ... 51
3.4 Instrumen Penelitian ... 52
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 61
3.6 Teknik Analisi Data ... 61
xv
4.1 Hasil Penelitian ... 64
4.1.1 Prosedur Pengembangan Prototype Buku Cerita ... 64
1. Potensi dan Masalah ... 64
2. Pengumpulan Data ... 66
3. Desain Produk ... 73
4. Validasi Desain ... 77
5. Revisi Desain ... 81
6. Uji Coba Produk ... 83
a. Uji Coba Produk Tanggal 16 Juni 2015 ... 83
b. Uji Coba Produk Tanggal 17 Juni 2015 ... 85
7. Revisi Akhir Produk ... 87
4.1.2 Deskripsi Kualitas Prototype Buku Cerita ... 90
4.2 Pembahasan ... 92
1. Prototype Berisi Informasi Tentang Manfaat Terumbu Karang ... 92
2. Prototype Menjadi Sarana Pendidikan Cinta lingkungan Hidup Demi Masa Depan Mentawai yang Lebih Baik. ... 93
3. Prototype Dikembangkan dalam Bentuk Buku Cerita Bergambar yang Sesuai dengan Karakteristik Anak Usia 9-12 Tahun. ... 95
4. Prototype Tersebut Menginspirasi Guru tentang Pentingnya Mengintegrasikan Pendidikan Cinta Lingkungan di Tengah Masyarakat Mentawai ... 97
5. Kelebihan dan Kelemahan Prototype Buku ... 99
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 100
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Pra Penelitian untuk Anak... 52
Tabel 3.2 Lembar Pertanyaan Pra Penelitian untuk Anak ... 53
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Pra Penelitian untuk Guru ... 54
Tabel 3.4 Lembar Pertanyaan Pra Penelitian untuk Guru ... 54
Tabel 3.5 Instrumen Penelitian Persepsi Siswa terhadap Kualitas Prototype Buku Cerita ... 55
Tabel 3.6 Instrumen Validasi Produk... 57
Tabel 3.7 Lembar Validitas Kuesioner kepada Anak ... 58
Tabel 3.8 Lembar Validitas Kuesioner kepada Guru ... 60
Tabel 3.9 Skala Likert ... 62
Tabel 4.1 Data Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak... 67
Tabel 4.2 Hasil Rekapan Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak ... 68
Tabel 4.3 Data Kuesioner Pra Penelitian untuk Guru ... 69
Tabel 4.4 Hasil Rekapan Kuesioner Pra Penelitian untu Guru ... 70
Tabel 4.5 Pedoman Kelayakan Pra Penelitian untuk Anak ... 71
Tabel 4.6 Hasil Validasi Instrumen Pra Penelitian untuk Anak... 72
Tabel 4.7 Pedoman Kelayakan Pra Penelitian untuk Guru ... 72
Tabel 4.8 Hasil Validasi Instrumen Pra Penelitian untuk Guru ... 72
Tabel 4.9 Presentase Respon Anak dan Guru dalam Mengisi Kuesioner ... 73
Tabel 4.10 Validasi Ahli dari Produk Awal ... 77
Tabel 4.11 Pedoman Kelayakan Prototype ... 79
Tabel 4.12 Validasi Ahli dari Produk yang Sudah Direvisi ... 79
Tabel 4.13 Pedoman Kelayakan Prototype ... 80
Tabel 4.14 Analisis Instrumen Persepsi Siswa terhadap Kualitas Prototype Buku Cerita ... 90
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Bagan Penelitian yang Relevan ... 42
Gambar 3.1 Prosedur Pengembangan ... 48
Gambar 4.1 Desain Cover Prototype Buku Cerita ... 75
Gambar 4.2 Desain Awal Prototype Buku Cerita ... 76
Gambar 4.3 Perbaikan Cover ... 81
Gambar 4.4 Perbaikan Efek Warna yang Cerah ... 82
Gambar 4.5 Perbaikan Bahasa dalam Penulisan ... 82
Gambar 4.6 Pembacaan Prototype Buku Cerita di Kelas ... 84
Gambar 4.7 Kegiatan di Luar Kelas Tanggal 16 Juni 2015 ... 85
Gambar 4.8 Kegiatan di Luar Kelas Tanggal 17 Juni 2015 ... 86
Gambar 4.9 Produk Akhir setelah Revisi ... 87
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1: Kisi-Kisi Instrumen Pra-Penelitian untuk Anak dan Guru ... 105
Lampiran 2: Lembar Pertanyaan Pra Penelitian untuk Anak ... 106
Lampiran 3: Lembar pertanyaan Pra Penelitian untuk Guru ... 110
Lampiran 4: Lembar Validitas Kuesioner kepada Anak ... 114
Lampiran 5: Lembar Validitas Kuesioner kepada Guru ... 116
Lampiran 6: Lembar Kuesioner Validasi Buku oleh Ahli Kelautan dan Perikanan ... 118
Lampiran 7: Instrumen Penelitian Persepsi Siswa Terhadap Kualitas Prototype Buku Cerita “Derita Aat Si Gurita Kecil” untuk Anak Usia 9-12 Tahun ... 122
Lampiran 8: Presensi Kehadiran Uji Coba Produk ... 126
Lampiran 9: Tabel Jadwal Penelitian ... 128
Lampiran 10: Foto Kegiatan Uji Coba di Dalam Kelas ... 129
1 BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3)
tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) spesifikasi produk yang diharapkan, dan
(6) definisi operasional.
1.1. Latar Belakang Masalah
Sikabaluan merupakan salah satu pusat kecamatan di Pulau Siberut yang
disebut dengan Kecamat Siberut Utara. Warga Sikabaluan bermukim tidak jauh dari
tepi pantai, sehingga banyak warga menggantungkan hidup mereka sebagai nelayan.
Sikabaluan yang juga bagian dari Pulau Siberut memiliki sebaran terumbu karang
yang indah dengan berbagai ukuran. Keberadaan terumbu karang menjadi faktor
melimpahnya jenis biota laut yang hidup disekitar terumbu karang tersebut. Kondisi
seperti ini, dengan banyaknya terumbu karang yang hidup memenuhi hampir seluruh
bibir pantai memungkin para nelayan tidak kesulitan dalam mencari ikan. Banyak
jenis ikan karang dengan berbagai bentuk dan ukuran bisa dilihat dan diambil sebagai
sumber protein bagi masyarakat Sikabaluan. Selain itu, keadaan ekosistem terumbu
karang dengan kehidupan di dalamnya menyajikan pemandangan yang indah yang
dapat dijadikan sebagai tempat wisata bawah laut.
Berdasarkan pengamatan peneliti sebagai warga masyarakat di Pulau Siberut,
peneliti melihat bahwa masyarakat di sana kurang menyadari arti pentingnya
kondisi sangat memprihatinkan atau yang mengalami kerusakan. Kerusakan terjadi
karena ulah masyarakat yang mencari ikan dengan melakukan pengeboman ikan,
sehingga terumbu karang mengalami kerusakan dan beberapa biota laut yang hidup di
sekitar terumbu karang menjadi mati. Selain itu, beberapa masyarakat cenderung
melakukan eksploitasi terhadap terumbu karang dengan tujuan bisnis sebagai bahan
bangunan, akibatnya terumbu karang tidak dapat optimal untuk menjadi peredam
gelombang yang besar. Gelombang besar dengan mudah langsung menerjang ke arah
daratan, sehingga garis pantai mengalami abrasi atau pergeseran ke arah darat.
Menurut Supriyono (2010: 4-7), terumbu karang sebagai salah satu kekayaan hayati
laut memiliki banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat di sekitar pantai, seperti:
melindungi pantai dari hempasan ombak, tempat tinggal dan menyediakan makanan
bagi biota laut (ikan, kepiting, gurita, dll), sumber obat-obatan, sebagai sumber bibit
budi daya dan penunjang kegiatan pendidikan dan penelitian.
Berdasarkan gagasan tersebut, peneliti mencari data-data awal tentang
pemahaman anak usia 9-12 tahun dan guru di SDK St.Fransiskus Sikabaluan, yang
terdapat di Pulau Siberut. Data-data yang peneliti gali melalui kuesioner adalah
tentang: (1) manfaat terumbu karang bagi masyarakat, (2) bahaya jika merusak
terumbu karang, (3) upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mengkonservasi
terumbu karang, (4) sarana yang diperlukan untuk menyadarkan atau memberdayakan
(empowering) masyarakat tentang pentingnya mengkonservasi terumbu karang.
Berdasarkan hasil kuesioner yang peneliti dapatkan dari 22 anak kelas IV-V
anak mengetahui bahwa terumbu karang diambil untuk dijual, 86.36% anak melihat
ada terumbu karang yang mengalami kerusakan di laut, 86.36% anak mengetahui
terumbu karang rusak karena ada kebiasaan masyarakat yang mengambilnya untuk
dijadikan bahan bangunan, 95.45% anak mengatakan bahwa terumbu karang
memiliki manfaat melindungi pantai dari hempasan ombak dan juga tempat tinggal
bagi biota laut, 100% anak menjawab bahwa mereka memerlukan buku tentang
pentingnya memelihara terumbu karang.
Hasil kuesioner yang dibagikan kepada 14 guru di SD St.Fransiskus
Sikabaluan pada bulan Februari 2015 adalah: 71.43% guru mengetahui terumbu
karang bisa dijadikan sumber ekonomis, 85.71% guru melihat kondisi terumbu
karang di Sikabaluan mengalami kerusakan, 85.71% guru mengetahui ada kebiasaan
masyarakat yang mengeksploitasi terumbu karang secara liar untuk bahan bangunan,
92.86% guru menjawab tidak pernah mendapat penyuluhan tentang cara memelihara
terumbu karang, dan 100% guru memerlukan buku tentang pentingnya memelihara
terumbu karang.
Data-data tersebut menjadi acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian
pengembangan dalam menyusun sebuah prototype buku cerita tentang terumbu
karang di Mentawai berjudul “Derita Aat si Gurita Kecil”. Tokoh utamanya adalah
seekor gurita kecil yang diberi nama Aat. Selain mudah diingat dan lucu, nama Aat
juga sangat terkenal di tengah masyarakat. Aat adalah nama seorang pemuda yang
sangat dekat dengan banyak orang. Meski sudah dewasa, kondisi fisik tidak
berusia lima belas tahun. Aat bekerja sebagai tukang angkat mesin boat. Senyum dan
cara berbicaranya yang sedikit gagap membuatnya disenangi oleh banyak orang.
Dengan alasan itulah, peneliti menggunakan nama Aat sebagai nama tokoh utama
dalam cerita. Keberadaan nama Aat yang akrab di tengah masyarakat dan juga mudah
diingat oleh anak-anak, akan membuat anak-anak semakin tertarik untuk membaca
buku cerita tersebut. Maka dari itu, buku tersebut tidak hanya membuat anak tertarik
untuk membaca karena Aat sebagai tokoh utama, tetapi lebih dari itu dapat dijadikan
sebagai panduan supaya anak-anak di Sikabaluan sedini mungkin menyadari
pentingnya mengkonservasi terumbu karang (empowering). Konsep empowering ini
peneliti maksudkan untuk merealisasikan ide dari Sastrapratedja (2013:14) tentang
pentingnya pendidikan yang dapat memberdayakan atau membantu orang agar dapat
mengambil tanggung jawab atas kehidupannya, dan berefleksi atas tindakannya.
Dalam konteks ini, tanggung jawab yang hendak ditanamkan pada anak-anak di
Sikabaluan adalah tentang pentingnya merawat terumbu karang. Oleh sebab itu
penelitian ini berjudul “Pengembangan Prototype Buku Cerita Tentang Terumbu Karang dalam Konteks Empowering Masyarakat Mentawai untuk Anak 9-12 Tahun”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana langkah-langkah pengembangan prototype buku cerita
“Derita Aat si Gurita Kecil” untuk anak 9-12 tahun dalam konteks
1.2.2 Bagaimana kualitas prototype buku cerita dapat membantu anak 9-12
tahun memiliki persepsi untuk memelihara terumbu karang dalam
konteks empowering cinta lingkungan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian pengembangan prototype buku cerita tentang terumbu
karang ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.3.1 Mendeskripsikan langkah-langkah pengembangan prototype buku cerita
anak terhadap konservasi terumbu karang untuk anak 9-12 tahun dalam
konteks empowering masyarakat Mentawai.
1.3.2 Mendeskripsikan kualitas prototype buku cerita membantu persepsi
anak 9-12 tahun tentang pentingnya mencintai lingkungan sekitar
(empowering). 1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada
masyarakat Sikabaluan di Kepulauan Mentawai agar dapat
mengkonservasi terumbu karang.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Peneliti
Mampu melakukan penelitian pengembangan dengan
anak SD usia 9-12 tahun di Sikabaluan agar dapat memelihara
terumbu karang.
b. Guru
Guru mendapatkan salah satu sarana berupa buku cerita yang
dapat digunakan dalam proses pembelajaran di kelas IV-VI SD agar
anak dapat memelihara terumbu karang.
c. Siswa
Mendapatkan salah satu sumber bacaan berupa buku cerita
yang mampu merangsang imajinasinya tentang kehidupan biota laut
yang bergantung pada terumbu karang. Dengan demikian mereka
termotivasi memelihara terumbu karang.
1.5 Definisi Operasional a. Prototype
Prototype adalah model dari suatu produk sesungguhnya yang
akan dikembangkan. Model ini harus bersifat representative dari
produk akhirnya.
b. Buku cerita bergambar
Buku cerita bergambar adalah buku cerita dengan dengan narasi
singkat yang disertai gambar sebagai ilustrasi yang memberikan efek
c. Terumbu Karang
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang
bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut
.zooxanthellae
d. Anak usia 9-12 tahun
Menurut Piaget, anak usia 9-12 sedang berada berada pada
tahap operasional konkrit umumnya mampu berpikir logis, mampu
memperhatikan lebih dari satu dimesi sekaligus dan juga dapat
menghubungkan suatu dimensi dengan dimensi yang lain, kurang
egosentris, dan belum bisa berpikir abstrak.
e. Empowering
Kegiatan yang dapat memberdayakan atau membantu orang
agar dapat mengambil tanggung jawab atas kehidupannya, dan
berefleksi atas tindakannya. Dalam konteks ini, tanggung jawab yang
hendak ditanamkan pada anak-anak di Sikabaluan adalah tentang
pentingnya merawat terumbu karang.
f. Mentawai
Mentawai merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari
beberapa pulau besar. Pulau yang paling besar ada empat, yakni Pulau
Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan.
Keempat pulau tersebut selain pulau terbesar juga pulau yang
terumbu karang, rumput laut, berbagai jenis ikan dan hasil hutan.
Kekayaan tersebut menjadi sumber mata pencaharian masyarakat
Mentawai pada umumya.
1.6 Spesifikasi Produk yang Diharapkan
Spesifikasi produk yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
1. Prototype berupa buku cerita anak berjudul “Derita Aat si Gurita Kecil”
2. Prototype buku cerita terdiri dari cover, kata pengantar, daftar isi, 20 gambar disertai narasi singkat, evaluasi dan kepustakaan.
3. Tokoh utama dalam buku bernama Aat karena merupakan nama salah
seorang pemuda yang memiliki postur tubuh seperti anak-anak yang
terkenal di Mentawai, mudah diingat dan lucu.
4. Buku tersebut berisi informasi tentang pentingnya terumbu karang
bagi kehidupan biota laut.
5. Dalam setiap gambar ada narasi singkat berbahasa Indonesia yang
dapat membantu anak untuk mengimajinasikan isi cerita.
6. Prototype buku berisi evaluasi untuk mengetahui persepsi anak tentang
9 BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan diuraikan (1) Kajian Pustaka, (2) Penelitian yang Relevan
dan (3) Kerangka berpikir.
2.1Kajian Pustaka
2.1.1 Kepulauan Mentawai
Mentawai merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari empat pulau besar
dan puluhan pulau kecil. Di antara empat pulau besar tersebut, pulau yang paling
besar adalah Pulau Siberut dengan luas 4.480 km² (mentawaikab.bps diakses 10
November 2015). Kepulauan Mentawai merupakan sebuah Kabupaten di Propinsi
Sumatera Barat. Posisi Mentawai berada pada jarak 150 km sebelah barat lepas pantai
Pulau Sumatera. Mentawai terdiri dari 213 pulau dengan 4 pulau utama yaitu Siberut,
Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan. Beribukota di Tuapejat, Kabupaten Mentawai.
Penelitian ini dilaksanakan di Sikabaluan yang merupakan pusat salah satu kecamatan
di Pulau Siberut. Sikabaluan merupakan pusat kecamatan Siberut Utara yang letaknya
tidak jauh dari tepi pantai.
2.1.1.1Geografis Sikabaluan
Sikabaluan merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Siberut Utara,
Kabupaten Kepulauan Mentawai. Memiliki salah satu kekayaan laut yakni terumbu
karang yang tersebar di seluruh tepi pantai Sikabaluan, tetapi terumbu karang yang
kamajuan teknologi yang tidak diimbangi dengan pengetahuan. Penyebab banyaknya
terumbu karang yang mengalami kerusakan, sebagian besar karena diambil oleh
masyarakat setempat untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Berdasarkan
pengamatan peneliti sebagai warga masyarakat Mentawai, peneliti melihat bahwa
tidak hanya masyarakat disana yang kurang menyadari arti pentingnya terumbu
karang tetapi hampir semua masyarakat Mentawai pada umumnya. Didesak dengan
kemajuan zaman masyarakat beralih dari pembangunan rumah dari kayu menjadi
berbahan beton. Rumah-rumah yang baru dibangun biasanya memiliki pondasi yang
bahan utamanya adalah terumbu karang. Selain rumah, pembangunan jalan dan
jembatan rabat beton biasanya membutuhkan karang untuk bahan bangunan tersebut.
Maka bisa dibayangkan seberapa banyak terumbu karang yang diambil oleh
masyarakat Mentawai untuk memenuhi kebutuhan pembangunan tersebut. Padahal
mereka menyadari bahwa terumbu karang merupakan rumah bagi ikan dan biota laut
lainnya yang hidup di terumbu karang, tapi ketidak pahaman resiko dari rusaknya
terumbu karang masyarakat tetap saja mengambili terumbu karang.
2.1.1.2Latar Belakang Penduduk Mentawai
Masyarakat Mentawai dalam keadaan asalnya hidup dalam kesatuan sosial
ekonomi yang sederhana, berdasarkan persamaan derajat, tidak ada kelompok
pemimpin dan budak dikalangan mereka. Tanah yang subur dan kaya akan alam
membuat masyarakat Mentawai dengan mudah mendapatkan makanan hasil ladang
atau kebun dan hasil laut. Pada zaman dahulu, cara hidup masyarakat Mentawai
berasal dari jenis pohon, sungai, bukit, gunung, hutan atau tempat tertentu dimana
orang pertama dari Uma menemukan lokasi tersebut sebelum uma lain dan lokasi
uma bermukim (Darmanto, 2009: 134). Masyarakat Mentawai menganut sistem kekeluargaan patrilineal, dimana interaksi sosial berpusat pada Uma yang memiliki
kekuasaan tertinggi dalam lingkar budaya Mentawai. Sementara kosmologi
masyarakat Mentawai sangat dipengaruhi oleh cara pandang dunianya (Arat
Sabulungan). Dalam perspektif agama Mentawai tersebut, makhluk hidup dan alam
raya disekitarnya memiliki roh (simagre).
Roh memiliki empat bagian dalam pandangan orang Mentawai yaitu sebagai
berikut: (1) roh yang ada di tubuh manusia atau mahkluk hidup (Simagre); (2) roh
yang telah meninggalkan tubuh manusia atau benda mati (Ketcat); (3) kumpulan
roh-roh leluhur orang Mentawai yang meninggal, masih hidup seperti manusia tetapi
dalam dimensi yang berbeda secara umum (Ukkui), biasanya roh ini suka mendiami
hutan belantara; (4) roh jahat yang berasal dari daging dan tulang orang mati (Pitto’)
(Darmanto, 2009: 135). Bertepatan dengan penelitian ini, peneliti menggunakan kata
roh-roh yang mengacu pada pengertian roh yang ketiga. Oleh karenanya, masyarakat
Mentawai berkewajiban untuk menjaga keseimbangan/keserasian antara roh dan
hutan untuk terhindar dari penyakit. Kepercayaan mengenai roh dan bagaimana
menjaga keseimbangan alam, merupakan prinsip dasar yang melandasi kehidupan
orang Mentawai termasuk dalam pemenuhan kehidupan ekonomi.
Kehidupan ekonomi masyarakat Mentawai masih menggantungkan diri
ilmu dan teknologi semakin pesat, namun sebagian besar masyarakat Mentawai
belum bisa mengelola hasil alam dengan baik dan bijaksana karena keterbatasan
pengetahuan dan banyak masyarakat yang tingkat pendidikannya masih rendah.
Secara umum, masyarakat Sikabaluan hidup dengan hasil nelayan, bercocok tanam,
buruh, kulih bangunan dan beberapa berprofesi PNS.
2.1.1.3Latar Belakang Pendidikan Masyarakat Mentawai
Ditinjau dari segi pendidikan, masyarakat Mentawai masih memiliki tingkat
pendidikan yang rendah. Kesadaran akan pentingnya pendidikan belum ada
dikarenakan pengaruh budaya lokal yang masih sangat kental dengan kondisi alam
yang sangat menguntungkan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Darmanto (2009:
145) bahwa makananan pokok orang Mentawai telah disediakan oleh sagu
(Metroxylon sago) dan keladi (Colocasia esculenta). Sagu dan tunas keladi tumbuh dengan pesat di rawa-rawa berair yang dibudidayakan setegah liar atau tanpa
memerlukan perawatan secara intensif dari penduduk. Mata pencaharian utama
mereka adalah meramu sagu, berburu dan nelayan. Setiap anak laki-laki sejak kecil
sudah diajarkan untuk berburu sehingga kelak ketika sudah dewasa setiap anak
laki-laki tersebut mengetahui cara berburu yang baik. Dengan latar belakang budaya
seperti ini, pendidikan bukan hal yang menjadi prioritas. Hal ini juga dipertegas oleh
Darmanto (2009: 145) bahwa kehidupan orang Mentawai yang bergantung dengan
kekayaan alam, terbukti bahwa masyarakat Mentawai hanya bekerja dalam kurun
Hal inilah yang melatar belakangi rendahnya kesadaran orang Mentawai
terhadap pendidikan. Pandangan orang Mentawai terhadap pendidikan sering
disamaartikan dengan mempermudah untuk mencukupi kebutuhan ketika sudah
mendapatkan pekerjaan sesuai dengan tingkat pendidikan. Sehingga pandangan ini
terus menerus dipegang hingga sekarang karena untuk sekedar kebutuhan makanan
tidak perlu susah payah bahkan sampai harus sekolah.
Di beberapa kampung ada beberapa orangtua yang sampai saat ini masih buta
huruf. Jika disimpulkan bahwa para orangtua yang hidup di desa-desa pada umumnya
hanya sekolah dari kelas I-V SD atau paling tinggi tamat SD. Tingkat pendidikan
yang rendah membuat mereka tidak berkompeten dalam mengelola kekayaan hayati
yang ada di kepulauan Mentawai. Buktinya adalah mereka yang menjadi petani hanya
sekedar mengetahui menanam dan memanen, yang menjadi nelayan hanya tahu
memancing, membom tanpa mengetahui akibat dari tindakannya, dan sebagian dari
pedagang mengeksploitasi terumbu karang dengan menjualnya sebagai bahan
bangunan dan hiasan.
Upaya untuk memajukan pendidikan pun terus dilakukan, namun tidak sedikit
juga persoalan yang muncul dalam meningkatkan mutu pendidikan. Pertama, yang
ditandai dengan kurangnya jumlah tenaga guru. Di beberapa sekolah masih terdapat
tenaga guru tamatan SMA yang dengan secara suka rela mengabdikan diri sebagai
honorer demi pendidikan anak-anak bangsa yang ada di Mentawai. Kedua, kurangnya
tenaga guru yang berkualitas dan memiliki komitmen untuk mengajar. Banyaknya
menyelesaikan urusan administrasi, seolah-olah lebih penting memenuhi urusan
administrasi ketimbang anak-anak yang sangat membutuhkan pelajaran. Ketiga,
buruknya fasislitas yang dimiliki sekolah. Hal ini ditandai dari sarana dan prasarana,
mulai dari kurangnya ruang kelas, kekurangan mobiler, alat peraga pembelajaran,
buku-buku sumber belajar yang memadai. Keempat, tingginya angka putus sekolah.
Seperti diketahui, banyaknya anak-anak Mentawai yang belum mengenal pendidikan
dan anak-anak yang putus sekolah karena faktor ekonomi. Masalah-masalah tersebut
menunjukkan belum baiknya pengelolaan pendidikan di Mentawai. Di samping itu,
didukung dengan kondisi letak geografis yang terletak di kepulauan menjadikan
Mentawai sulit dijangkau. Selain itu tidak adanya pembangunan sarana transportasi
dan komunikasi yang memadai menjadi tantangan terbesar bagi para penggiat
pendidikan.
Maka dari itu, pendidikan sangat penting bagi masyarakat Mentawai.
Diharapkan dengan adanya pendidikan akan dapat memberikan gambaran
pengetahuan bagi masyarakat untuk mengelolah sumber hayati yang ada dengan baik.
Mereka tidak lagi semata-mata hanya melihat keberadaan terumbu karang sebagai
batu yang keras yang bisa digunakan untuk bahan bangunan, tetapi mengetahui juga
betapa pentingnya terumbu karang bagi biota laut dan kehidupan disekitarnya.
2.1.2 Terumbu Karang sebagai Salah Satu Sumber Daya Alam Mentawai 2.1.2.1Definisi Terumbu Karang
Secara umum, istilah terumbu karang menggambarkan suatu kumpulan
air laut yang jernih dan relatif dangkal (Saputra, 2006 dalam Alikodra, 2012: 210).
Supriyono (2010: 4,6,7) juga mejelaskan beberapa devinisi terumbu karang, terumbu
karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan
alga yang disebut zooxanthellae. Dari asal katanya, istilah terumbu karang tersusun
atas dua kata, yaitu terumbuh dan karang. Dua kata tersebut apabila berdiri sendiri
akan memiliki makna yang jauh berbeda bila kedua kata tersebut digabungkan. Istilah
terumbu karang sendiri sangat jauh berbeda dengan karang terumbu, karena yang satu
menunjukkan suatu ekosistem dan kata yang lain menunjukkan suatu komunitas.
Berikut ini adalah definisi singkat dari terumbu, karang, karang terumbu, dan
terumbu karang.
1. Terumbu (Reef)
Terumbu merupakan endapan masif batu kapur (Limestone), terutama
kalsium karbonat (Ca2CO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan
karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur seperti alga berkapur
dan Mollusca.
Terumbu dapat pula diartikan sebagai konstruksi batu kapur biogenis yang
menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut,
terumbuh adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau
pesisir didekat permukaan air
Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo
Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO. Hewan karang Tunggal
biasanya disebut polip.
3. Karang Terumbu
Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang
hermatipik (hermatypic coral). Jadi, berbeda dengan batu karang yang
merupakan benda mati.
4. Terumbu Karang
Merupakan ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh
biota laut penghasil kapur (CaCO) khususnya jenis-jenis karang batu dan
alga berkapur, bersam-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya
seperti jenis-jenis Mollusca, Crustacea, Echinodermata, Polichaeta,
Porifera, dan Tunicata, serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan
sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton.
Terumbu karang adalah struktur hidup yang besar dan tertua di dunia. Untuk
sampai ke kondisi yang sekarang, terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun
lamanya. Bukti-bukti fosil menunjukkan terumbu karang sebagai fenomena yang
sangat primitif. Tahap pertama evolusi terumbu karang terjadi kira-kira 500 juta
tahun lalu. Terumbu karang pertama ini sudah lama punah, terumbu karang modern
hasil evolusi muncul sejak lebih dari 50 juta tahun lalu. Biasanya, waktu yang
Sedangkan terumbu karang yang ada saat ini merupakan terumbu karang yang
berkembang dalam episode waktu sekitar 5.000 tahun atau kurang.
Terumbu karang yang hidup di perairan laut dangkal memiliki dua sistem
perkembangbiakan yaitu berkembangbiak secara seksual (kawin)-antara individu
polip jantan dan individu polip betina dan juga dapat memperbanyak diri sendiri
tanpa melalui perkawinan yaitu dengan membelah diri (Guntur, 2011: 41). Untuk
perkembangbiakan secara seksual, satu polip karang keras dapat mengeluarkan sel
telur ke air, dan polip yang lain dapat melepaskan sel sperma ke air. Di dalam air sel
telur dan sel sperma akan melebur menjadi satu dan membentuk larva (planula),
yakni calon atau benih polip karang keras yang baru. Setelah menjalani hidup seperti
plankton selama 1 bulan, larva karang keras akan menuju dasar laut dan mencari
substrat untuk menempel. Setelah larva karang keras menempel, ia akan berusaha
menjadi satu polip karang keras. Kemudian dari satu polip karang keras ini, ia
kembali berkembang biak secara membelah diri dan bertunas (aseksual) sehingga
terbentuklah koloni karang yang keras yang baru (Wulandari, 2009: 43). Selain
proses perkembangbiakan di atas terumbu karang juga membutuhkan banyak aspek
atau faktor pendukung dalam mempertahankan hidupnya. Saputra (2006) dalam
Alikodra (2012: 212) menjelaskan bahwa dalam mempertahankan hidupnya terumbu
karang memiliki beberapa persyaratan hidup diantaranya; (1) cahaya matahari yang
cukup, (2) suhu yang berkisar 25-300C, (3) salinitas yang sesuai yakni antara 27-40
promil, (4) kejernihan air, (5) pergerakan air, dan (6) substrat dasar yang keras dan
sebagai daerah tropis sangat baik bagi perkembangbiakan terumbu karang. Jadi, wajar
bila di kepulauan Mentawai tersebar banyak terumbu karang dengan beragam jenis
dan ukuran.
2.1.2.2Manfaat Terumbu Karang
Terumbu karang mempunyai nilai dan arti penting baik dari segi sosial,
ekonomi maupun budaya masyarakat kita. Hampir sepertiga penduduk Indonesia
yang tinggal di pesisir menggantungkan hidup dari perikanan laut dangkal. Begitupun
dengan masyarakat Mentawai yang pada umumnya tinggal di pesisir pantai dari
setiap pulau yang berpenghuni.
Di samping itu terumbu karang mempunyai nilai penting sebagai pendukung
dan penyedia bagi perikanan pantai termasuk didalamnya sebagai penyedia bahan dan
tempat berbagai hasil laut. Berikut ini beberapa manfaat dari terumbu karang yang
dapat dirasakan oleh manusia atau pun makhluk hidup laut lainnya menurut
Supriyono (2010: 7) yaitu: .
1. Perlindungan pantai dari hempasan ombak
2. Tempat tinggal dan berkembang biak bagi ikan karang
3. Menyediakan sumber protein bagi masyarakat
4. Menyediakan makanan, tempat tinggal, dan perlindungan bagi biota laut
5. Menyediakan lapangan kerja melalui perikanan dan pariwisata
7. Sebagai sumber bibit budi daya dan penunjang kegiatan pendidikan dan
penelitian.
Melihat dari banyaknya manfaat terumbu karang bagi kehidupan masyarakat
Mentawai, perlu adanya kesadaran untuk menjaga terumbu karang agar tetap terawat
dan tidak rusak. Karena ada banyak dampak yang terjadi jika terumbu karang sampai
rusak atau hancur dan bahkan tidak hanya generasi sekarang yang terkena dampak
kerusakan tersebut melainkan juga generasi Mentawai selanjutnya yang mungkin
hanya bisa mendengar melalui cerita.
2.1.2.3Penyebab dan Bahaya Kerusakan Terumbu Karang
Menurut Burke dalam Sudiono (2008: 39) menyatakan bahwa terdapat
beberapa penyebab kerusakan terumbu karang yaitu: (1) pembangunan di wilayah
pesisir yang tidak dikelolah dengan baik, (2) aktivitas di laut antara lain dari kapal
dan pelabuhan termasuk akibat langsung dari pelemparan jangkar kapal, (3)
penebangan hutan dan perubahan tata guna lahan yang menyebabkan peningkatan
sedimentasi, (4) penangkapan ikan-ikan secara berlebihan yang memberikan dampak
terhadap keseimbangan yang harmonis di dalam ekosistem terumbu karang, (5)
penangkapan ikan dengan menggunakan racun dan bom, dan (6) perubahan iklim
global.
Bahaya pengikisan terumbu karang bagi pantai merupakan sebuah bencana
bagi masyarakat yang hidup di daerah tepi pantai khususnya bagi pantai itu sendiri
dan biota laut. Melihat dari fungsinya terumbu karang memiliki manfaat seperti
a. Bagi Pantai
Alikodra (2012: 208) mengungkapkan bahwa selain potensi
biologinya yang termasuk tinggi, terumbu karang juga berperan sebagai
pelindung wilayah pesisir dari ancaman gelombang pasang. Ini membuktikan
bahwa terumbu karang melindungi pantai serta aktivitas penduduk yang
berada di sekita pantai. Selain itu juga menjaga kestabilan garis pantai agar
tidak bergeser akibat abrasi.
b. Bagi Biota Laut
Terumbu karang merupakan habitat alami bagi berbagai biota laut.
Seperti udang, berbagai jenis ikan dan sejenisnya. Karenanya, sangat keliru
jika ada yang dengan sengaja merusak dan mengambili terumbu karang untuk
tujuan memenuhi kebutuhan individu atau kelompok dengan cara menjual
atau menggunakan sebagai bahan bangunan.
Iyam (2006: 20) mengungkapkan bahwa terumbu karang bermanfaat
sebagai tempat hidupnya ikan-ikan yang banyak dibutuhkan manusia untuk
pangan, seperti ikan-ikan kerapu, ikan baronang, ikan hias, gurita, tripang dan
lain-lain. Alikodra (2012: 219) menjelaskan bahwa konsep pengelolaan
ekosistem terumbu karang atau ekosistem lainnya dan siapa pun
pengelolanya, yang penting diperhatikan adalah jangan terjebak pada
paradigma enviromentalis dangkal. Artinya hanya berhubungan dengan
pengendalian dan manajemen lingkungan demi kepentingan manusia,
1985 dalam Alikodra, 2012: 219) yang berakar pada persepsi realitas yang
melampaui kerangka ilmiah hingga mencapai suatu kesadaran intuitif tentang
kesatuan semua kehidupan.
Pengertian ini sebagai modus kesadaran di mana individu merasa
terkait dengan kosmos secara keseluruhan bukan hanya ekosistem terumbu
karang. Maka menjadi jelaslah bahwa kesadaran ekologis itu juga menjadi
benar-benar bersifat spiritual. Gagasan manusia individual yang terkait
dengan kosmos terungkap dalam akar agama (Saputra, 2006) dalam Alikodra
(2012: 219). Untuk itu sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk
menjaga keseimbangan alam, agar tercipta sebuah keharmonisan hidup dalam
setiap aspek kehidupan yang akan kita jalani.
Belum ada kata terlambat untuk menyelamatkan terumbu karang.
Kerusakan dapat dihindari jika ada pendidikan cinta lingkungan yang
diberikan kepada masyarakat Sikabaluan, dengan begitu masyarakat
disadarkan akan tanggungjawabnya untuk memelihara lingkungan. Kegiatan
yang membuat masyarakat menjadi tahu akan pentingnya menjaga lingkungan
dan sadar akan tanggungjawabnya untuk menjaganya inilah yang disebut
empowering.
2.1.3 Pendidikan sebagai Sarana Empowering 2.1.3.1Pendidikan Empowering
Kata empowerment dan empower diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
English Dictionery dalam Prijono dan Pranarka (1996:3) mengandung dua pengertian
yaitu : pengertian pertama adalah to give power or authority to, dan pengertian kedua
berarti to give ability to or enable. Dalam pengertian pertama diartikan sebagai
memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak
lain. Sedangkan dalam pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan
kemampuan atau keberdayaan.
Pendidikan menurut Rechey (Noor Syam, 2003: 3-4) dalam bukunya, Planing
for Teaching, an Introduction, menjelaskan bahwa pendidikan adalah:
“The term education refers to the broad function of preserving the life of the group through bringing new members into its shared concern. Education is thus a far broader process than that which occurs in schools. It is an essensial social activity by which cummunities continue to exist. In complex communities, this function is specialized and institutionalized in formal education, but there is always the education outside the school with
which the formal process in related”.
Richey dalam bukunya „Planning for teaching, an Introduction to Education‟
menjelaskan istilah „pendidikan‟ berkenaan dengan fungsi yang luas dari
pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga
masyarakat yang baru (generasi baru) bagi penuaian kewajiban dan tanggung
jawabnya di dalam masyarakat.
Pendidikan merupakan suatu kegiatan secara sadar dan disengaja, penuh
tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul
interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan (Soedijarto, 2008:
260). Kedewasaan yang dimaksud disini ialah aspek pengetahuan (kognitif), sikap
di dalam diri siswa guna bekal hidup layak di tengah masyarakat. Akan tetapi
kesemuanya harus dipulangkan kepada satu karakteristik, yaitu keterlibatan
intelektual emosional siswa-siswa dalam pembelajaran yang bersangkutan: asimilasi
dan akomodasi kognitif dalam pencapaian pengetahuan; perbuatan serta pengalaman
langsung terhadap balikannya (feed-back) dalam pembentukan keterampilan motorik
maupun kognitif dan sosial; dan penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam
pembentukan sikap dan nilai (Isjoni dkk,2012:50).
Hakikat pendidikan itu sendiri adalah untuk mengejar pencapaian kualitas
hidup yang tinggi para peserta didiknya. Untuk itu pendidikan juga harus didesain
sedemikian rupa agar peserta didik mampu memaknai setiap pembelajaran dengan
baik.
Pendidikan empowering munurut Sastrapratedja (2013: 14) pemberdayaan
atau empowerment dapat diartikan sebagai kekuatan atau keberdayaan. Dalam istilah
powerment, power diartikan sebagai (1) daya untuk berbuat (power to), (2) kekuatan
bersama (power-with), dan (3) kekuatan dari dalam (power-within). Power-to adalah
kekuatan yang kreatif, yang membuat seseorang mampu melakukan sesuatu. Hal ini
merupakan aspek individual dari pemberdayaan, yaitu membantu orang agar ia
memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, memecahkan masalah, bekerja
dan membangun berbagai keterampilan dan pengetahuan.
Pendidikan empowering menurut jurnal yang berjudul “Does Education
“Education may increase women’s bargaining power within their
households because it endows them with knowledge, skills, and resources to make life choices that improve their welfare (Duflo, 2012; Lundberg & Pollak, 1993). Estimation of the effects of education on empowerment,
however, is difficult because women’s preferences, family background, and
community characteristics that affect both education and empowerment may
be unobserved”.
Perkiraan efek pendidikan pemberdayaan sulit karena preferensi perempuan,
latar belakang karakteristik keluarga, dan masyarakat yang mempengaruhi baik
pendidikan dan pemberdayaan mungkin tidak teramati (Duflo dalam Sari, 2014: 34).
Jika karakteristik teramati berkorelasi dengan pendidikan dan pemberdayaan
perempuan, perkiraan paling biasa persegi efek pendidikan akan menjadi biasa.
Kesimpulan dari definisi tersebut, peneliti menyimpulkan pengertian
pendidikan tersebut dalam paradigma pendidikan sebagai humanisasi yang ditulis
oleh Sastrapratedja bahwa pendidikan merupakan usaha untuk membantu
membangun power-with, kekuatan bersama, yaitu agar peserta didik membangun
solidaritas atas dasar komitmen pada tujuan dan pengertian yang sama untuk
memecahkan permasalahan yang dihadapi guna menciptakan kesejahteraan bersama.
Dapat dikatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk menciptakan suatu caring
society, suatu komunitas persaudaraan yang memperhatikan kepentingan semua pihak. Yang lebih penting lagi adalah bahwa pendidikan bertujuan membangun
power-within, yaitu kekuatan spritual yang ada dalam diri peserta didik. Power-within
manusia dan penghargaan terhadap martabat manusia dan nilai-nilai yang mengalir
dalam martabat itu.
2.1.3.2Empowering dalam Pembelajaran
Empowering dalam kegiatan pembelajaran bisa terjadi dalam bentuk apa pun.
Seperti dalam penelitian ini, kegiatan empowering dalam pembelajaran dapat berupa
hadirnya buku cerita yang memberikan pesan tentang sesuatu hal. Dalam buku
tersebut diceritakan bahwa kerusakan terumbu karang akan menyebabkan penderitaan
bagi biota laut. Jika biota laut punah, maka masyarakat Mentawai pun akan
kehilangan salah satu sumber pangan (ikan, gurita, udang, dan lain-lain). Buku cerita
tersebut diharapkan dapat memotivasi anak-anak di Sikabaluan juga di kepulauan
Mentawai pada umumnya, untuk mengkonservasi terumbu karang. Dengan demikian
anak-anak dapat menjadi generasi pembaharu yang sungguh memahami tentang
pentingnya memiliki kebiasaan menjaga terumbu karang. Inilah yang dimaksud
dengan konsep pendidikan empowering/pemberdayaan Sastrapratedja (2013:14),
yaitu pendidikan yang dapat membantu orang agar dapat mengambil tanggung jawab
atas kehidupannya, dan berefleksi atas tindakannya. Aktivitas belajar siswa tidak
hanya berpaku pada lingkungan sekolah atau di dalam kelas tapi juga di lingkungan
luar sekolah. Bagi anak-anak, alam yang terbentang adalah semesta bermain dan
belajar (Farida, et al. 2012). Lingkungan sekolah bukan satu-satunya tempat belajar
anak. Dengan melangkah ke luar kelas, bahkan keluar sekolah, pengalaman dan
pengetahuan anak-anak akan berkembang lebih luas. Di luar kelas, anak-anak
belajar yang mengandung nilai filosofis, teoritis, dan praktis. Dapat kita pahami
bahwa dalam proses pembelajaran merujuk pada segala peristiwa (events) yang bisa
memberikan pengaruh langsung terjadinya belajar pada manusia (Kurniawan, 2014:
27).
Pembelajaran yang berkutat di kelas dan lingkungan sekolah secara terus
menerus bisa membosankan bagi anak-anak. Petualangan yang terbuka akan
memantikkan kegembiraan, menghidupkan semangat, dan membuat belajar lebih
menyenangkan. Outdoor learning efektif untuk pengembangan karakter dan wawasan
anak, karena merupakan miniatur dari kehidupan yang sesungguhnya sesuai dengan
konsep pemberdayaan (empowering) dalam upaya perubahan dan pertumbuhan dalam
diri peserta didik dan perilaku yang tidak selalu mengutamakan perkembangan
kognitif semata tetapi kepada peningkatan kemampuan individual untuk membentuk
atau mengorganisir terus menerus hubungannya dengan dunia internal dan eksternal.
Salah satu kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar kelas adalah
conseravtion scout: program pengenalan konservasi lingkungan pada anak (conservation scout) pernah dilakukan oleh Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar
(PGSD) kepada anak-anak usia dini dan sekolah dasar (3-12 tahun). Tujuan dari
program ini adalah untuk menanamkan pendidikan karakter cinta lingkungan pada
anak-anak. Davis dalam Sari (2014: 34) menuliskan bahwa hubungan antara anak
dengan alam sekitarnya merupakan landasan yang penting untuk membangun
penjelajah alami. Mereka mengobservasi dan meneliti lingkungan di sekitar mereka
secara alami dan belajar darinya (learning by doing).
Kegiatan jalan-jalan di pantai dan membaca buku cerita tentang terumbu
karang serta conseravtion scout merupakan kegiatan pembelajaran empowering yang
bertujuan untuk menanamkan sikap atau karakter cinta lingkungan kepada anak-anak
sebagai generasi peduli lingkungan. Menanam bakau merupakan salah satu cara
untuk menumbuhkan kesadaran kepada anak-anak betapa pentingnya menjaga dan
melestarikan terumbu karang untuk kelangsungan hidup semua mahkluk hidup.
Selain dari menanam bakau, masyarakat khususnya anak-anak sekolah dasar di
Mentawai harus diajarkan untuk tidak membuang sampah sembarangan. Dengan
begitu anak turut ambil bagian dalam menjaga kelestarian lingkungan dan akan
memiliki cinta terhadap lingkungan.
Kesadaran anak untuk ambil bagian dalam menjaga lingkungan merupakan
bentuk tanggungjawab mereka sebagai pionir untuk memelihara lingkungan yang
dalam hal ini adalah terumbu karang. Maka penting bagi guru atau oarang tua
memberikan pendidikan cinta lingkungan sedini mungkin yaitu pada saat anak mulai
mengikuti pendidikan sekolah dasar.
2.1.4 Perkembangan Anak Usia 9-12 Tahun
2.1.4.1Psikologis Perkembangan Anak Usia 9-12 Tahun
Piaget (Suparno, 2001: 25) berpendapat bahwa pemikiran kanak-kanak
berbeda pada masing-masing tingkatan. Ia membagi perkembangan pemikiran
operasional konkret, dan operasional formal. Setiap tahap tersebut memiliki tugas
perkembangan kognitif yang harus diselesaikan. Dalam penelitian ini, peneliti akan
membahas perkembangan anak usia 9 hingga 12 tahun yang berada pada tahap
operasional konkret.
Piaget (Djiwandono, 2002:73) menjelaskan bahwa anak-anak yang berada
pada tahap operasional konkrit umumnya mampu berpikir logis, mampu
memperhatikan lebih dari satu dimesi sekaligus dan juga dapat menghubungkan suatu
dimensi dengan dimensi lain, kurang egosentris, dan belum bisa berpikir abstrak. Dari
penjelasan tersebut peneliti melihat adanya satu sisi perkembangan yang bisa
dimanfaatkan yakni adalah kemampuan untuk menghubungkan dimensi satu dengan
dimensi lain. Kemampuan ini merupakan daya imajinasi yang tinggi.
Peneliti melihat bahwa pada usia 9-12 tahun anak memiliki kemampuan untuk
cepat beradaptasi dengan lingkungan bermain, dan mudah mengikuti pola dinamika
belajar yang menyenangkan. Pada tahap ini anak-anak juga senang dengan hal-hal
yang berbau cerita dan mewarnai gambar. Masa anak merupakan suatu fase yang
sangat penting dan berharga, serta merupakan masa pembentukan dalam periode
kehidupan manusia (a noble and malleable phase of human life). Oleh karenanya
masa anak sering dipandang sebagai masa emas (golden age) bagi penyelenggaraan
pendidikan. Masa anak merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan
individu karena pada fase inilah terjadinya peluang yang sangat besar untuk
Hal inilah yang menjadi alasan peneliti untuk mengembangkan prototype
buku cerita tentang terumbu karang untuk menyadarkan anak-anak tentang
pentingnya memelihara terumbu karang di kepulauan Mentawai serta membantu
persepsi siswa anak 9-12 tahun tentang pentingnya mencintai lingkungan sekitar.
2.1.4.2Ciri Sosiologis Anak Usia 9-12 Tahun
Erikson (Nuryanti, 2008: 25) menyatakan delapan tahap perkembangnan
Psikologi Sosial Anak yang dimana pada usia sekolah dasar anak pada tahap empat
yaitu Industry vs Inferiority (tekun versus rasa rendah diri). Tahap ini kira-kira dilalui
ketika anak melaui usia sekitar 6 sampai 12 tahun. Pada tahap ini anak-anak
mempelajari keterampilan yang lebih formal, seperti: (a) berhubungan dengan teman
sebaya berdasar pada aturan-aturan tertentu, (b) berkembang dari pola bermain yang
bebas menuju permainan yang menggunakan aturan dan memerlukan kerjasama
kelompok, dan (c) menguasai materi pelajaran sosial, membaca, dan matematika.
Berdasarkan pendapat dan penejelasan tersebut, peneliti mengembangkan sebuah
prototype buku cerita untuk anak supaya dapat memahami pelajaran sosial dan
membaca. Prototype buku tersebut dapat dibaca bersama-sama atau secara pribadi
yang kemudian diceritakan kepada sesama temannya, dengan begitu buku tersebut
dapat menjadi sarana untuk melatih keterampilan berhubungan dengan teman. Selain
itu, buku tersebut dapat membantu anak mengasah keterampilan membaca yang
sekaligus melatih anak mengembangkan imajinasinya terhadap peristiwa-peristiwa
Kesempatan inilah yang menginspirasi peneliti membuatkan sebuah buku cerita
yang memberikan dorongan bagi anak Mentawai, mengarahkan rasa percaya dan rasa
aman serta inisiatif yang tinggi untuk melindungi kekayaan alamnya seperti terumbu
karang.
Anak usia sekolah dasar masih sangat mudah dibentuk pola pikir dan karakter
akan cinta terhadap lingkungan. Seperti yang dinyatakan oleh Piaget dan Kohlberg
(Gunarsa dan Yulia, 2008: 69) bahwa anak usia 6-12 tahun mengalami tahap
perkembangan moral secara teratur mulai dari kosep „tingkahlaku baik‟ sebagai suatu
tindakan yang khusus seperti „patuh pada ibu‟ dilanjutkan tahap konsep selajutnya
„mencuri adalah salah‟ sampai dengan kejujuran, hak milik, keadilan dan kehormatan.
Pada masa ini, pada anak juga terdapat dorongan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain.
Buku cerita yang dalam hal ini sebagai media untuk menyadarkan anak
merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk empowering. Buku cerita
bisa digunakan di dalam kelas atau di luar kelas. Peran media yang efektif inilah
memungkinkan anak bisa mengembangkan imajinasinya tidak hanya di dalam kelas
tetapi juga di luar kelas.
2.1.5 Peran Media Pembelajaran Dalam Konteks Pendidikan Empowering 2.1.5.1Pengertian Media
Munadi (2008: 6) menyatakan bahawa kata media berasal dari Bahasa Latin,
yakni medius (tengah atau perantara). Perantara yang berarti yang mengantarkan atau