• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan bentuk penyajian Reog Glodogan Dusun Glodogan, Desa Sidomulyo, Kecamatan Bambanglipuro dan Reog Kridha Beksa Lumaksana Dusun Mangiran Desa Trimurti, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan bentuk penyajian Reog Glodogan Dusun Glodogan, Desa Sidomulyo, Kecamatan Bambanglipuro dan Reog Kridha Beksa Lumaksana Dusun Mangiran Desa Trimurti, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN BENTUK PENYAJIAN REOG GLODOGAN

DUSUN GLODOGAN, DESA SIDOMULYO, KECAMATAN BAMBANGLIPURO

DAN REOG KRIDHA BEKSA LUMAKSANA DUSUN MANGIRAN

DESA TRIMURTI, KECAMATAN SRANDAKAN, KABUPATEN BANTUL

Tugas Akhir

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Andri Cahyadi

NIM: 074114022

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

Februari 2013

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pemurah

lagi Maha Penyayang. Berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul Perbandingan Bentuk Penyajian Reog Glodogan dengan Reog

Kridha Beksa Lumaksana. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Sastra di Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan

bantuan baik moril maupun materil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan

ucapan terimakasih kepada :

1. Ibu Tjandrasih, M. Hum selaku pembimbing satu yang dengan tulus dan sabar

memberikan bimbingan, dorongan dan dukungan sejak perencanaan penelitian

sampai dengan skripsi ini selesai.

2. Bapak Herry Antono M. Hum selaku pembimbing dua yang dengan tulus dan

memberikan bimbingan, dorongan dan dukungan sejak perencanaan penelitian

sampai dengan skripsi ini selesai.

3. Dosen-dosen Prodi Sastra Indonesia: I. Praptomo, Baryadi. S.E Peni

Adji,S.S.M.Hum, B. Rahmanto, M.Hum, Yoseph Yapi Tauman, I Dewa Putu

Wijana, Herry Antono, M.Hum, Fr. Tjandrasih Adji, M. Hum, Santoso yang

telah mengajari ilmu sastra selama saya kuliah.

(7)

5. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah meminjamkan buku-buku

untuk kemudahan menyelesaikan skripsi ini

6. Bapak Warsito selaku Pemimpin dan Pembina Reog Kridha Beksa Lumaksana

yang membantu memberikan informasi

7. Mas Purwanto, Mas Tri Widodo dan Bapak Jadi selaku pengurus Reog

Glodogan yang membantu memberikan informasi

8. Bapak dan mamah yang mendoakan serta memberikan dorongan dalam

menyelesaikan skripsi ini

9. Kartika yang telah meminjamkan buku-buku tari, serta memberikan semangat

10.Mas Otok Fitrianto dan Mbak Anik yang telah memberikan dokumentasi reog

11.Kepada semua teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan serta motivasi sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi

penyempurnaan selanjutnya.

Yogyakarta, 31 Januari 2013

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ………. iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… iv

PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS………. v

KATA PENGANTAR ……….. vi

DAFTAR ISI……….. viii

DAFTAR GAMBAR ……… xii

DAFTAR TABEL ………. xvii

DAFTAR ISTILAH……… xviii

ABSTRAK………. xxiii

ABSTRACT……… .xxv

BAB 1 PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang Masalah………. 1

1.2. Rumusan Masalah………... 6

1.3. Tujuan Penelitian……….... 6

1.4. Manfaat Penelitian………..……… 6

1.5. Tinjauan Pustaka……….……... 7

(9)

1.7. Metode Penelitian………... 9

1.8. Sitematika Penyajian……….……. 13

BAB II DESKRIPSI REOG GLODOGAN DENGAN REOG KRIDHA BEKSA LUMAKSANA ………... 14

2.1 Cerita………. 14

2.1.1 Reog Glodogan……….. 14

2.1.2 Reog Kridha Beksa Lumaksana ………... 18

2.2 Susunan Baris ….. ………..……….. 26

2.2.1 Reog Glodogan……….. 27

2.2.2 Reog Kridha Beksa Lumaksana………. 29

2.3 Tata Busana……… 32

2.3.1 Reog Glodogan……… 33

2.3.1.1 Pembatak……… 34

2.3.1.2 Prengutil………. 36

2.3.1.3 Bambangan atau Arjuna………...…….. 36

2.3.1.4 Dewasrani ……….. 36

2.3.1.5 Sentyaki………... 37

2.3.1.6 Burisrawa………. 37

2.3.1.7 Gatotkaca……… 38

2.3.1.8 Suteja……….. 39

(10)

2.3.1.10Antareja………...39

2.3.1.11 Kera Merah……….40

2.3.1.12 Kera Hitam……….40

2.3.1.13 Kera Hijau………..40

2.3.1.14 Kera Kuning………...40

2.3.1.15 Hanoman……… ..41

2.3.1.16 Buto………41

2.3.1.17 Buto Kumbakarna………42

2.3.1.18 Pentul………....42

2.3.1.19 Bejer………...……….…..43

2.3.1.20 Genderuwo………....43

2.3.2 Reog Kridha Beksa Lumaksana………..….44

2.3.2.1 Lembatak……….. 45

2.3.2.2 Penurung……… 45

2.3.2.3 Umbul-umbul………. 46

2.3.2.4 Arjuna, Rama, dan Lesmana………. 47

2.3.2.5 Cakil……….. 47

2.3.2.6 Sentyaki………..48

2.3.2.7 Burisrawa……….. 48

2.3.2.8 Gatotkaca……….. 49

2.3.2.9 Suteja……… 50

(11)

2.3.2.11 Antareja……….. 50

2.3.2.12 Buto……… 51

2.3.2.13 Buto Rucah………. 52

2.3.2.14 Kera Hijau ……….. 52

2.3.2.15 Kera Biru ……….... 53

2.3.2.16 Kera Merah ……….... 53

2.3.2.17 Kera Rucah ……….………...…. 54

2.3.2.18 Hanoman………. 54

2.3.2.19 Buto Kumbakarna……….. 55

2.3.2.20 Sembadra……… 56

2.3.2.21 Sinta……… 56

2.3.2.22 Jatayu……….. 56

2.3.2.23 Kijang Kencana……….. 56

2.3.2.24 Sugriwa………... 56

2.3.2.25 Rahwana………. 57

2.3.2.26 Indrajit……… 57

2.3.2.27 Pentul……….. 57

2.3.2.28 Bejer……… 57

2.4 Tata Rias……….. 58

2.4.1 Tata Rias Realistis……….... 59

2.4.2 Tata Rias non Realistis ………... 62

(12)

2.3.1 Reog Glodogan………..64

2.3.2 Reog Kridha Beksa Lumaksana……….…65

2.6 Alat Musik………69

2.7 Properti……….72

BAB III PERSAMAAN DAN PERBEDAAN REOG GLODOGAN DENGAN REOG KRIDHA BEKSA LUMAKSANA………...74

3.1 Cerita ……….74

3.2 Susunan Baris …………..………...………..75

3.3 Tata Busana………..77

3.4 Tata Rias………82

3.5 Desain Lantai……….………83

3.6 Alat Musik………..84

3.7 Properti………...….85

3.8 Tabel Persamaan dan Perbedaan Reog Glodogan dengan Reog Kridha Beksa Lumaksana……….86

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan………...92

4.2 Saran……….94

DAFTAR PUSTAKA……….….……95

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

Gambar 1: Pertarungan Pembatak melawan Pembatak………...17

Gambar 2: Pemeran Buto yang sedang disadarkan……… .17

Gambar 3: Sembadra mencari kutu Burisrawa………... .26

Gambar 4: Pembatak berada di depan yang memakai kacamata hitam………….… 35

Gambar 5: Pembatak tidak memakai kaca mata hitam...35

Gambar 6: Bambangan………....36

Gambar 7: Arjuna……….. .36

Gambar 8: Sentyaki………...37

Gambar 9: Burisrawa……….…..38

Gambar 10: Gatotkaca………... .37

Gambar 11: Baladewa……….... .39

Gambar 12: Kera merah, hijau, hitam dan kuning………. .41

Gambar 13: Hanoman dan Buto Kumbakarna………..…. .42

Gambar 14: Bejer………43

Gambar 15: Genderuwo………..44

Gambar 16: Genderuwo………..44

Gambar 17: Lembatak………... 45

(14)

Gambar 19: Pembawa Umbul-umbul……….…... 46

Gambar 20: Arjuna ….………….………..47

Gambar 21: Cakil………48

Gambar 22: Burisrawa………49

Gambar 23: Gatotkaca………49

Gambar 24: Baladewa………51

Gambar 25: Buto………..51

Gambar 26: Buto Rucah……….52

Gambar 27: Kera Merah……….53

Gambar 28: Kera Rucah dan Buto………54

Gambar 29: Hanoman………55

Gambar 30: Kumbakarna………...55

Gambar 31: Rias Arjuna Reog Glodogan………..59

Gambar 32: Rias Arjuna Reog Kridha Beksa Lumaksana……….60

Gambar 33: Rias Pembatak Reog Glodogan……….60

Gambar 34: Rias Lembatak ReogWayang Kridha Beksa Lumaksana………...60

Gambar 35: Rias Gatotkaca Reog Glodogan ………60

Gambar 36: Rias Gatotkaca Reog Glodogan ………60

Gambar 37: Rias Gatotkaca Reog Kridha Beksa Lumaksana………...60

Gambar 38: Rias Baladewa Reog Glodogan ………61

Gambar 39: Rias Baladewa Reog Kridha Beksa Lumaksana……….…61

(15)

Gambar 41: Rias Sentyaki Reog Kridha Beksa Lumaksana………..61

Gambar 42: Rias Burisrawa Reog Glodogan……….62

Gambar 43: Rias Burisrawa Reyog Kridha Beksa Lumakasana………62

Gambar 44: Rias Hanoman Reog Glodogan………..62

Gambar 45: Rias Hanoman Reog Kridha Beksa Lumaksana……….62

Gambar 46: Buto Kumbakarna Reog Glodogan……….63

Gambar 47: Buto Kumbakarna Reog Kridha Beksa Lumaksana………63

Gambar 48: Buto Reog Glodogan………...63

Gambar 49: Tata rias Buto Reog Kridha Beksa Lumaksana………...63

Gambar 50: Desain T terbalik atau lurus ………...65

Gambar 51: Desain lingkaran kecil……….65

Gambar 52: Desain lingkaran besar………65

Gambar 53: Desain lurus……….67

Gambar 54: Desain lingkaran besar……….67

Gambar 55: Desain lingkaran kecil……….67

Gambar 56: Desain angka delapan………..67

Gambar 57: Desain miring………..67

Gambar 58: Desain berhuruf A………...67

Gambar 59: Desain lengkung………..68

Gambar 60: Desain berbentuk panah………..68

Gambar 61: Desain variasi lurus satu….……….68

(16)

Gambar 63: Desain variasi lurus dua ………...68

Gambar 64: Desain berhuruf V……….68

Gambar 65: Desain berbentuk segitiga………69

Gambar 66: Pemusik Reog Glodogan……….…………71

Gambar 67: Sebagian Alat Musik Reog Kridha Beksa Lumakasna………..…...…..71

Gambar 68: Japan………....72

(17)

DAFTAR TABEL

Hlm

Tabel 1: Alat musik Reog Glodogan dan Reog Kridha Beksa Lumaksana……. 70

Tabel 2: Persamaan Reog Glodogan dan Reog Kridha Beksa Lumaksana……. 86

(18)

DAFTAR ISTILAH

Angklung : Alat musik yang terbuat dari bambu. Cara memainkannya

yaitu angklung digoyangkan

Bende atau kempul : Alat musik yang berbentuk bundar dengan warna keemasan.

Bende mirip gong, tetapi ukurannya lebih kecil.

Cara memainkannya dipukul dengan kayu yang telah dikasih

karet.

Binggel : Aksesoris gelang berwarna keemasan yang digunakan di kaki

oleh tokoh putra

Boro :Aksesoris dari kain saten yang berbentuk kotak panjang.

Di-pakai di bawah perut sebelah kanan dan kiri yang diselipkan

dari pinggang

Bracotan : Berbentuk mulut kera, Buto, Jathayu dan lain sebagainya

Brengos : Kumis palsu

Bulu kaki : Aksesoris yang digunakan oleh Hanoman Reyog Wayang

Kridha Beksa Lumaksana

Buntal : Aksesoris dari wol yang digunakan di pinggang seperti ekor,

(19)

Dadan hitam : Tiruan dari jambang yang digunakan di dada

Dadan kera : Akseseoris yang digunakan di dada khusus tokoh kera karena

menyerupai bulu kera

Deker kaki : Aksesoris seperti gelang yang berbentuk segitiga, dipakai di

pergelangan kaki

Deker tangan : Aksesoris yang berbentuk segitiga digunakan di pergelangan

tangan yang terbuat dari bahan bludru

Dhogdog : Alat musik yang seperti bedug, tetapi ukurannya lebih kecil.

Cara memainkannya dipukul dengan kayu yang telah dilapisi

karet di bagian ujungnya

Draperi : Aksesoris yang digunakan di bawah jarik sebelah kiri

Drum :Alat musik dari Eropa. Cara memainkannya dipukul dengan

stik yang terbuat dari kayu

Endong panah : Tempat menyimpan anak panah

Gimbal : Rambut gimbal yang dikenakan tokoh-tokoh Buto

Iket lembaran : Hiasan di kepala yang terbuat dari kain cinde yang berbentuk

persegi panjang

(20)

Irah-irahan gelung keling: Mahkota yang dipakai di kepala khusus tokoh putri

Irah-irahan tropong : Mahkota khusus raja

Jamang : Hiasan kepala yang berbentuk pipih memanjang.

Janaka : salah satu nama Arjuna

Kace : Berbentuk setengah lingkaran dipakai di leher yang terbuat

dari bahan bludru

Kalung susun : Aksesoris yang dipakai di bagian leher, berbentuk bulan sabit,

dipakai oleh Sembadra

Kamus timang : Ikat pinggang khusus putra

Kaweng :Aksesoris yang digunakan menyilang di badan, terbuat dari

bahan kain cinde

Kenyungan :Mahkota yang digunakan khusus tokoh Kera Rucah

Kendang :.Alat musik tabuh meyerupai bedug, tetapi ukurannya lebih

kecil dan kedua sisinya dapat dimainkannya

Japan : Alat musik tradisional bagian dari Gamelan yang bentuk

hampir sama dengan kempul, tetapi lebih besar sedikit

(21)

Kecrek : Alat musik tradisional bagian dari Gamelan yang

menghasilkan bunyi “crek-crek”. Terbuat dari lempengan besi

yang berbentuk segi empat

Klat bahu : Aksesoris yang digunakan di lengan

Klinting :Berbentuk bulat yang terbuat dari tembaga yang berbunyi

“klinting”. Dipakai di kaki kiri dan kanan. Klinting hampir

mirip dengan lonceng yang berbentuk bulat.

Kotang Antrakusuma: Rompi khusus yang dipakai oleh Antareja dan Gatotkaca

Mekak : Perlengkapan busana khusus putri yang menutupi bagian

dada

Oren : Rambut panjang

Probo : Aksesoris yang dipakai di punggung khusus raja. Bentuk

probo menyerupai sayap yang sedang menutup

Rampek : Terbuat dari bahan kain yang khusus dipakai di bagian celana

oleh tokoh Buto

(22)

Segitiga hitam : Berbentuk segitiga yang berbentuk hitam, dipakai menutupi

badan khusus tokoh Buto dan kera rucah Reog Kridha Beksa

Lumaksana

Serbe :Aksesoris yang dipakai menyilang pada bagian badan.

Digunakan oleh tokoh putri seperti Sembadra dan Sinta

Slepe :Ikat pinggang khusus putri

Stagen cinde : Kain bermotif cinde yang digunakan mengencangkan perut

sebelum memakai kamus timang

Sumping : Aksesoris yang dikenakan di bagian telinga

Songkok :Mahkota yang dipakai di bagian kepala oleh Pembatak atau

Lembatak dan Penurung atau Prenggutil

Uncal :Aksesoris khusus putra yang letaknya menutup bagian

kemaluan. Pada zaman dahulu uncal adalah sebagai senjata

(23)

ABSTRAK

Cahyadi, Andri. 2013. Perbandingan Bentuk Penyajian Reog Glodogan Dusun

Glodogan, Desa Sidomulyo, Kecamatan Bambanglipuro dan Reog Kridha Beksa Lumaksana Dusun Mangiran, Desa Trimurti, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, DIY. Skripsi Strata 1 (S-1). Program Studi Sastra Indonesia. Fakultas

Sastra. Universitas Sanata Dharma.

Umumnya, reog yang diketahui adalah Reog Ponorogo, padahal terdapat berbagai macam jenis reog selain Reog Ponorogo, salah satunya adalah Reog Wayang di Kab Bantul, DIY. Banyak kelompok reog yang tergolong dalam jenis Reog Wayang. Dari sekian banyak kelompok reog, peneliti memilih dua kelompok, yakni Reog Glodogan dan Reog Kridha Beksa Lumaksana sebagai sampel perbandingan.

Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana deskripsi bentuk penyajian Reog Glodogan dan Reog Kridha Beksa Lumaksana? Bagaimana persamaan dan perbedaan bentuk penyajian Reog Glodogan dan Reog Kridha Beksa Lumaksana? Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, mendeskripsikan bentuk penyajian Reog Glodogan dan Reog Kridha Beksa Lumaksana. Kedua, membandingkan persamaan dan perbedaan bentuk penyajian Reog Glodogan dan Reog Kridha Beksa Lumaksana.

Dalam mengumpulkan data metode yang digunakan adalah metode wawancara dan observasi. Metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode kualitatif. Analisis data melalui tiga tahap: open coding, axial coding dan selective

coding.. Setelah itu, data-data tersebut dianalisis menggunakan teori komparatif.

(24)

Kelompok Reog Kridha Beksa Lumaksana: bentuk penyajiannya bercerita tentang Hanoman Obong (Ramayana) dan Burisrawa Rante (Mahabarata). Tidak terdapat adegan kesurupan dalam penyajiannya. Dari segi tata busana dan rias meniru sesuai kesenian wayang orang gaya Surakarta. Desain lantai bervariasi dengan bermacam-macam jenis: lurus, dua lingkaran kecil, lingkaran besar, miring, berbentuk panah, berbentuk huruf A, berbentuk huruf X, variasi lurus satu, dan variasi lurus dua. Alat musik beraneka ragam dari tradisional dan modern. Alat musik tradisional, Terdiri dari yaitu kendang, kempul, kecrek, dhogdog, japan dan

angklung. Serta alat musik modern, yaitu drum. Properti yang dipakai berupa

pedang, keris, panah, kawat api, api unggun, selendang panjang, dan bendera identitas

(25)

ABSTRACT

Cahyadi, Andri. 2013. The Comparison of Performance Form of Reog Glogogan

in Glodogan Hamlet, Sidomulyo Village, Bambanglipuro District and Reog Kridha Beksa Lumaksana in Mangiran Hamlet, Trimurti Village, Srandakan District, Bantul, DIY. Thesis Strata 1 (S-1). Indonesian Literature Study Program.

Faculty of Literature. Sanata Dharma University.

Generally, reog that known is Reog Ponorogo, but actually there are many different types of Reog besides Reog Ponorogo. One of which is Puppet Reog in Bantul district, Yogyakarta. Many Reog groups belong to Puppet Reog type. Of the many groups of Reog, researcher selected two groups, namely Reog Glodogan and Reog Kridha Beksa Lumaksana as the comparison sample.

The formulations of the issues raised in this research are as follows: How is the form description of Reog Glodogan and Reog Kridha Beksa Lumaksana performance? How is the similarities and differences in performance form of Reog Glodogan and Reog Kridha Beksa Lumaksana? Thus, the objectives of this research are as follows: First, is to describe the form of Reog Glodogan dan Reog Kridha Beksa Lumaksana performance. Second, is to compare the similarities and differences of Reog Glodogan and Reog Kridha Beksa Lumaksana performance form.

In collecting data, the methods used are interview and observation. The method used for data analysis is qualitative. Data analysis is through three stages: open coding, axial coding, and selective coding. Afterwards, the data are analyzed using the comparative theory.

(26)

dhogdog, and kecrek. Floor design used is the basic design that is straight, two small

circles and big circles. Properties used are swords, identity flags and red-white flag.

Group of Reog Kridha Beksa Lumaksana: performance form tells the story of

Hanuman Obong (Ramayana) and Buriswara Rante (Mahabharata). There is no

possession scene in the performance. The wardrobe and makeup imitate the style of Surakarta puppet arts. Floor design varies with different types, straight, two small circles, big circle, tilt, arrow-shaped, A-shaped, X-shaped, straight one variation, and two straight variations. Musical instruments are diverse from traditional to modern. Traditional musical instrument consists of namely kendang, kempul, kecrek, dhogdog,

japan dan angklung. As well as modern instrument, namely drums. Properties used

are sword, dagger, crossbow, fire wire, bonfires, long scarf and identity flag.

(27)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Seni tari merupakan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan

gerak-gerak ritmis yang indah (Soedarsono, 1987:3). Seni tari mempunyai peran

penting dalam kehidupan masyarakat. Melalui tari masyarakat dapat

mengeksperikan jiwanya. Selain itu, tari dapat berkomunikasi dengan penghayat

dan penikmatnya melalui media gerak.

Tari-tarian di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tari rakyat,

tari klasik dan tari kreasi baru.

Tari rakyat adalah tari yang lahir serta berkembang di kalangan rakyat. Bentuk peyajiannya sederhana dan terkadang meniru dari tari lainnya Tari klasik adalah tari yang berasal dan berkembang di dalam istana. Bentuk penyajiannya mencapai kristalisasi keindahan yang tinggi. Selain itu, tari klasik mempunyai ciri-ciri yaitu terdapat standarisasi dalam penyajiannya. Tari kreasi adalah bentuk garapan baru dari bentuk-bentuk tari tradisi yang berkembang di masyarakat. Bentuk tarian ini bermunculan sebagai ungkapan rasa kebebasan setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 (Soedarsono, 1972:78).

Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada salah satu tari rakyat yang

berasal dari DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta). DIY mempunyai empat jenis

tari rakyat, yaitu jathilan dan reog, tayuban, slawatan, dan drama tari rakyat

(Soedarsono, 1976:10). Dari empat jenis tari-tarian rakyat yang ada di

(28)

Jathilan dan reog digolongkan menjadi satu jenis tari karena reog

bermula dari jathilan. Kemunculan reog di DIY berkaitan dengan perkembangan

jathilan. Dalam perkembangannya jathilan, menambahkan karakter tokoh

Barongan atau Genderuwo, Pentul, Tembem (Bejer) dan Dhadak Merak.

jathilan dalam perkembangan yang lebih lanjut lagi ialah hadirnya tokoh tokoh yang unik sekali yang berwujud binatang mitologi yang disebut reog. Reog ini ditarikan oleh seorang laki-laki yang menggunakan selubung berbentuk kepala singa yang bermakhkota yang berbentuk gunungan yang di daerah Ponorogo disebut dhadhak merak (Soedarsono, 1976:12).

Selanjutnya, reog mulai dikenal sebagai bentuk tari tersendiri. Merujuk

dari pendapat masyarakat Bantul yang pada umumnya membedakan antara reog

dengan jathilan, maka penulis memisahkan antara jathilan dengan reog.

“Pertunjukan jathilan bertema peperangan yang biasanya berdasarkan cerita

Panji, dan dengan penampilan tokoh reog ini lazim disebut dengan istilah reog

saja” (Soedarsono, 1976:12). Selain itu, kuda kepang yang menjadi ciri khas

jathilan, serta Dhadak Merak tidak lagi dipakai dalam pertunjukan reog

(1976:12).

Definisi reog, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia IV (Dendy,

2008:1116) memiliki dua makna. Makna pertama mengacu kepada ciri-ciri Reog

Ponorogo; ”Tarian tradisional di arena terbuka yang berfungsi sebagai hiburan

rakyat, mengandung unsur magis, penari utama adalah orang berkepala singa

dengan hiasan bulu merak, ditambah beberapa penari bertopeng dan berkuda

(29)

Makna kedua, definisi reog mengacu kepada ciri-ciri reog yang berada di

Jawa Barat: "Reog berarti juga seni tradisional sebagai hiburan rakyat

(masyarakat) dengan lagu-lagu segar yang diiringi calung, diselingi sindiran atau

pujian dalam bentuk humor”.

Definisi reog dalam KBBI IV tidak mencakup seluruh reog yang berada di

Indonesia karena hanya mengacu kepada Reog Ponorogo dan Reog Jawa Barat.

Sementara masih banyak reog yang belum tercatat dalam KBBI IV, salah satunya

adalah reog khas Bantul, DIY.

Di Bantul terdapat dua jenis reog, yaitu Reog Wayang dan Reog Prajurit

(Warsito, wawancara pribadi, November 2011). Dari dua jenis reog tersebut,

penulis akan membahas Reog Wayang. Reog Wayang dipilih sebagai bahan

penelitian; pertama, saat ini Reog Wayang berkembang pesat di Bantul

dibandingkan Reog Prajurit. Kedua, Reog Wayang dapat sebagai ekonomi kreatif

masyarakat Bantul.

Pentingnya Reog Wayang sebagai bahan penelitian karena Reog Wayang

merupakan Hak Kekayaaan Intelektual (HaKI) kesenian masyarakat Bantul,

DIY. Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) merupakan kekayaan tidak berwujud

(intangible) hasil olah pikir atau kreativitas manusia yang menghasilkan suatu

ciptaan atau invensi di bidang seni, sastra, ilmu pengetahuan dan teknologi yang

mempunyai manfaat ekonomi (Eddy Damian,2004:2). Oleh karena itu, penelitian

ini untuk mengenalkan sekaligus menyatakan bahwa reog tidak hanya Reog

(30)

Reog Wayang merupakan tari rakyat yang bentuk penyajiannya hasil tiruan

dari beberapa tari yang telah ada sebelumnya, yaitu jathilan, wireng pethilan, dan

wayang orang. Tokoh Pembatak, Genderuwo, alat musik serta kesurupan

merupakan unsur jathilan yang dipakai jathilan pada saat itu. Tata busana, tata

rias, dan gerak meniru wayang orang. Susunan baris yang menggolongkan

barisan hitam dan putih meniru dari wireng pethilan.

Reog Wayang adalah tari berkelompok atau berpasangan yang bercerita

tentang pertarungan tokoh-tokoh ksatria dari cerita Ramayana dan Mahabarata.

Bentuk penyajian Reog Wayang tergolong sederhana dan fleksibel.

Kesederhanaan itu tampak pada tata busana, tata rias, dan gerak tari, alat musik

dan cerita. Unsur tata busana, tata rias, dan gerak tari meniru wayang orang gaya

Surakarta atau pun Yogyakarta, tetapi dalam kenyataannya unsur tersebut tidak

persis sama dengan wayang orang gaya Surakarta atau pun Yogyakarta. Cerita

yang digunakan adalah sekumpulan fragmen pertarungan yang diambil dari

berbagai episode Ramayana dan Mahabarata. Alat musik yang digunakan Reog

Wayang hanya sebagian dari alat musik gamelan yakni kendang, japan, kempul,

dan kecrek. Dalam perkembangannya, Reog Wayang saat ini menambahkan alat

musik modern, yaitu drum. Sementara itu, Kefleksibelan yang dimaksud adalah

tempat dan waktu pertunjukannya. Reog Wayang dapat digelar di halaman rumah

warga, lapangan, atau tempat terbuka lainnya yang memadai. Selain itu, dari segi

(31)

Menurut fungsinya, Reog Wayang termasuk tari rakyat yang berfungsi

sebagai hiburan. Reog Wayang digelar apabila ada yang memesan atau nanggap.

Umumnya, digelar dalam acara bersih desa, sunatan, hari kemerdekaan,

syukuran, lebaran, dan ulang tahun.

Pesatnya perkembangan Reog Wayang di Bantul, memunculkan banyak

kelompok reog. Berdasarkan penelitian penulis terdapat lebih dari delapan

kelompok reog yang tergolong dalam jenis Reog Wayang. Di antaranya adalah

kelompok Reog Glodogan, Reog Mudo Prakoso, Reog Kridha Beksa Lumaksana,

Reog Gagak Rimang, Reog Bhineka Muda, Reog Sanden, Reog Kridha Bhakti

Lumampah, dan Reog Sekar Budaya.Tiap-tiap kelompok reog tersebut memiliki

bentuk penyajian yang berbeda.

Untuk dapat mengetahui persamaan dan perbedaan bentuk penyajian Reog

Wayang berdasarkan kelompok reog, maka penulis akan menggunakan penelitian

komparatif. Penulis memilih dua kelompok reog yang telah dipaparkan di

paragraf sebelumnya, yaitu Reog Glodogan dan Reog Kridha Beksa Lumaksana

sebagai bahan penelitian perbandingan atau komparatif.

Terdapat tiga alasan, penulis memilih kedua kelompok reog tersebut.

Pertama, memiliki karakterisitik yang berbeda dalam bentuk penyajian. Kedua,

dari segi jarak wilayah tidak berdekatan, sekitar 20 KM. Reog Glodogan berada

di Dusun Glodogan, sedangkan Reog Kridha Beksa Lumaksana yang berada di

Dusun Mangiran. Ketiga, Reog Kridha Beksa Lumaksana adalah salah satu reog

(32)

Penelitian ini akan membahas cerita, susunan baris, tata busana, tata rias,

desain lantai, alat musik dan properti pada Reog Glodogan dan Reog Kridha

Beksa Lumaksana. Sementara itu, gerakan tari tidak dibicarakan di sini karena

gerakan tari dapat dibicarakan secara sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana deskripsi bentuk penyajian Reog Glodogan dan Reog

Kridha Beksa Lumaksana?

1.2.2 Bagaimana persamaan dan perbedaan bentuk penyajian Reog

Glodogan dan Reog Kridha Beksa Lumaksana?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mendeskripsikan Reog Glodogan dan Reog Kridha Beksa Lumaksana

1.3.2 Menjelaskan persamaan dan perbedaan bentuk penyajian Reog

Glodogan dan Reog Kridha Beksa Lumaksana

1.4 Manfaat Peneliltian

Penelitian ini memberikan manfaat, baik teoritis maupun praktis. Manfaat

teoritis, penelitian memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu budaya,

dalam teori komparatif budaya. Selain itu, hasil penelitian ini dapat sebagai

dokumentasi mengenai klasifikasi kesenian Reog Wayang di Kabupaten Bantul.

(33)

masyarakat Bantul yakni Reog Wayang. Selain itu, penelitian ini mendukung

promosi dalam peningkatan pariwisata di Kabupaten Bantul, DIY.

1.5 Tinjauan Pustaka

Sejauh penelusuran peneliti dari pustaka cetak sampai dengan pustaka

digital belum ada yang membahas perbandingan bentuk penyajian dari satu

jenis Reog Wayang, yakni kelompok Reog Glodogan dengan Reog Kridha

Beksa Lumaksana. Karya tulis atau skripsi memang ada yang membahas Reog

Kridha Beksa Lumaksana, yaitu Fitrianto Otok dari Prodi Pendidikan Seni Tari

UNY. Skripsi tersebut berjudul Perkembangan Bentuk Penyajian Reyog

Wayang Kridha Beksa Lumaksana di Dusun Mangiran, Desa Trimurti,

Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul.

Dalam skripsi Fitrianto Otok membahas perkembangan bentuk penyajian

Reog Kridha Beksa Lumaksana. Perkembangan cerita, susunan baris, ragam

gerak, tata busana, desain lantai, tata rias dan properti. Pembahasan

perkembangan tersebut masih terdapat kekurangan. Misalnya, tidak dijelaskan

cerita yang digunakan oleh Reog Kridha Beksa Lumaksana adalah Burisrawa

Rante, Hanoman obong.

Fokus penelitian skripsi Fitrianto Otok berbeda dengan penelitian ini.

Dalam penelitian ini lebih memfokuskan perbandingan bentuk penyajian

(34)

Skripsi Fitrianto membahas perkembangan bentuk penyajian Reog Kridha

Beksa Lumaksana.

1.6 Kerangka Teori

Komparatif adalah membandingkan dua kebudayaan atau lebih dengan

diidentifikasi persamaan dan perbedaannya secara mendalam. Menurut Gopala

(via Koentjaraningrat, 1990:3), dalam ilmu antropologi sedikitnya ada empat

macam penelitian komparatif, yaitu:

(1) Penelitian komparatif dengan tujuan menyusun sejarah kebudayaan manusia secara inferensial, (2) penelitian komparatif untuk menggambarkan suatu proses perubahan kebudayaan, (3) penelitian komparatif untuk taxonomi kebudayaan, dan (4) penelitian komparatif untuk menguji korelasi-korelasi antar unsur, antar pranata, dan antar gejala kebudayaan, guna membuat generalisasi-generalisasi mengenai tingkah-laku manusia pada umumnya.

Penelitian komparatif menyusun sejarah secara inferensial yaitu membahas

evolusi kebudayaan manusia atau mengenai sejarah difusi unsur-unsur kebudayaan

di berbagai daerah di muka bumi (Koentjaranirat, 1990:3). Penelitian komparatif

untuk menggambarkan suatu proses perubahan kebudayaan melalui metode

diakronik dan sinkronik. Metode komparatif diakronik adalah mengumpulkan data

etnografi dalam suatu komuniti tertentu, lalu diulang beberapa tahun kemudian

pada suatu komuniti yang sama. Metode komparatif Sinkronik adalah

(35)

etnik yang sama, tetapi komuniti yang satu tertutup dan satunya terbuka bumi

(Koentjaranirat, 1990:4).

Komparatif taksonomi atau klasifikasi kebudayaan adalah penelitian yang

mengklasifikasikan aneka ragam kebudayaan berdasarkan penggolongan dari jenis

kebudayaan tertentu (Koentjaranirat, 1990:13). Komparatif taksonomi menurut

F. Eggan yaitu tentang taksonomi kebudayaan di daerah yang persebarannya

terbatas (via Koentjaraningrat, 1990:11). Konsep itu disebut dengan istilah daerah

kebudayaan atau culture area. Berbeda dengan penelitian komparatif Tylor yaitu

penelitian untuk menguji korelasi dengan tujuan menguji korelasi-korelasi dan

memantapkan generalisasi mengenai kaitan unsur-unsur tersebut.

1.7Metode Penelitian

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode observasi dan metode wawancara.

Metode observasi atau pengamatan adalah suatu penelitian secara sistematis yang

menggunakan indera manusia (Endraswara, 2006:133). Observasi dapat

digolongkan menjadi pengamatan berperan serta dan pengamatan tidak berperan

serta (2006:136). Pengamatan berperan serta, berarti pengamat (pengamat)

budaya ikut terlibat baik pasif maupun aktif ke dalam tindakan budaya,

sedangkan pengamatan tidak berperan serta peneliti berada di luar aktifitas

(36)

Dalam hal ini, peneliti menggunakan pengamatan berperan serta ikut

membaur ke dalam masyarakat kebudayaan. Menonton pada saat diselenggarakan

Reog Glodogan maupun Reog Kridha Beksa Lumaksana, tetapi peneliti tidak ikut

menjadi penari Reog karena membutuhkan latihan yang tidak sebentar. Selain itu,

penari dikhususkan masyarakat pedukuhan Glodogan atau Mangiran.

Metode wawancara adalah metode yang dipakai dalam suatu penelitian

yang bertujuan menggali keterangan atau data yang dibutuhkan dari informan

(Endraswara, 2006:155). Metode ini merupakan suatu pembantu utama dari

metode observasi. Dalam mengumpulkan data dari informan, peneliti akan

membentuk dua macam pertanyaan, yaitu subtansif dan teoritik (2006:152).

Pertanyaan subtansif merupakan pertanyaan yang berupa persoalan khas yang

terkait dengan aktifitas budaya Reog Glodogan dan Reog Kridha Beksa

Lumaksana, sedangkan pertanyaan teoritis berkaitan dengan makna dan fungsi

kedua reog tersebut.

Untuk mendapatkan hasil data maksimal memerlukan teknik yang

mendukung kedua metode tersebut. Teknik yang digunakan adalah teknik

pencatatan yang berupa pencatatan berdasarkan ingatan peneliti, pencatatan

secara tertulis, alat perekam audio, alat perekam visual (foto), alat perekam audio

visual (video). Teknik ini digunakan supaya data-data yang telah diperoleh tidak

(37)

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis data penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang berupa deskripsi mendalam

mengenai Reog Glodogan dan Reog Kridha Beksa Lumaksana. Analisis bersifat

terbuka, open endeed, dan induktif yang artinya analisis bersifat longgar, tidak

kaku, dan tidak statis (Endraswara, 2010:174). Analisis data induktif bertujuan

untuk memperjelas informasi yang masuk mengenai Reog Glodogan dan Reog

Kridha Beksa Lumaksana melalui proses unitisasi dan katagorisasi. Unitisasi

adalah data mentah diolah secara sistematis menjadi unit-unit, sedangkan

katagorisasi adalah upaya untuk membuat identifikasi atau memilah-milih

sejumlah unit supaya akurat dan jelas.

Dalam menganalisis data-data tersebut melalui tiga tahap. Tahap pertama

adalah tahap open coding yaitu peneliti berusaha memperoleh data

sebanyak-banyaknya variasi data yang terkait dengan topik peneltian (Endraswara,

2010:175). Peneliti memperoleh data-data yang terkait dengan Reog Glodogan

dan Reog Kridha Beksa Lumaksan. Setelah itu, dilakukan proses memerinci data

yang masuk dari observasi dan wawancara di Pedukuhan Glodogan, memeriksa

data-data tersebut, membandingkan antara data yang satu dengan data yang lain,

mengkonseptualisasikan data, dan mengkatagorikan sesuai isi data.

Tahap kedua adalah tahap axial coding yaitu hasil yang diperoleh dari open

coding diorganisir kembali berdasarkan katagori, serta dikembangkan ke arah

(38)

antar katagori atau unsur bentuk penyajian dari kedua reog. Data mengenai Reog

Glodogan dan Reog Kridha Beksa Lumaksana diorganisir berdasarkan katagori,

kemudian dianalisis hubungan antar katagori tersebut.

Tahap ketiga adalah tahap selective coding penulis tinggal

mengklasifikasikan katagori inti beserta kaitannya dengan katagori lainnya

(Endraswara, 2010:176). Katagori inti ditemukan melalui perbandingan

hubungan katagori dengan menggunakan model paradigma. Tahapan ini akan

memudahkan peneliti untuk memberi makna pada setiap katagori. Pada tahap ini

peneliti mengklasifikasikan unsur bentuk penyajian Reog Glodogan dengan

Reog Kridha Beksa Lumaksana. Selanjutnya dibandingkan tiap katagori, supaya

mendapat persamaan dan perbedaan yang dimiliki kedua reog.

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Penyajian data hasil analisis data menggunakan metode deskripsi.

Deskripsi adalah tulisan yang tujuannya memberikan perincian atau detail

tentang objek yang diteliti (Semi, 2003:41) dan pemaparan dengan kata-kata secara jelas (Sugono, 2008:347). Hasil penelitian ini akan dipaparkan dengan

kata-kata yang jelas dan detail, serta menggunakan tabel dan gambar untuk

memudahkan pembaca.

(39)

1.8 Sistematika Penyajian

Skripsi ini dibagi menjadi empat bab. Bab pertama berisi pendahuluan

yang berfungsi sebagai pengantar. Bab satu akan dibagi menjadi delapan subbab

yang berisi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika

penyajian.

Bab dua membahas deskripsi bentuk penyajian Reog Glodogan dan Reog

Kridha Beksa Lumaksana. Bab ini dibagi menjadi tujuh subbab yang berisi:

cerita, susunan baris, tata busana, tata rias, desain lantai, alat musik, dan

properti.

Bab tiga membahas persamaan dan perbedaan bentuk penyajian Reog

Glodogan dengan Reog Kridha Beksa Lumaksana. Bab ini dibagi menjadi

delapan subbab yang berisi: cerita, susunan baris, tata busana, tata rias, desain

lantai, alat musik, properti, dan tabel persamaan dan perbedaan bentuk

penyajian Reog Glodogan dengan Reog Kridha Beksa Lumaksana.

Bab empat berfungsi sebagai penutup skripsi. Bab ini terdiri dua subbab

(40)

 

BAB II

DESKRIPSI BENTUK PENYAJIAN REOG GLODOGAN

DAN REOG KRIDHA BEKSA LUMAKSANA

2.1 Cerita

Penyajian atau pertunjukan Reog Glodogan maupun Reog Kridha Beksa

Lumaksana berdasarkan dari cerita Ramayana dan Mahabarata. Cerita yang diangkat

oleh Reog Glodogan adalah pethilan atau fragmen sekumpulan pertarungan antar

tokoh ksatria yang diambil dari berbagai cerita. Cerita yang diangkat oleh Reog

Kridha Beksa Lumaksana adalah Hanoman Obong (Ramayana) dan Burisrawa Rante

(Mahabarata).

2.1.1 Reog Glodogan

Dalam cerita Reog Glodogan terdapat pertarungan yang tidak sesuai dengan

versi asli cerita. Pertarungan tersebut adalah pertarungan Burisrawa melawan para

kera. Apabila merujuk pada cerita asli, Burisrawa tidak ikut andil dalam pertarungan

tersebut karena berbeda cerita. Burisrawa adalah karakter tokoh dari cerita

Mahabarata, sedangkan para kera berasal dari Ramayana. Lawan Burisrawa

sesungguhnya adalah Sentyaki dalam Perang Bharatayudha, yang ditampilkan juga

(41)

2.1.1.1 Sinopsis Reog Glodogan

Secara perlahan Pentul dan Bejer memasuki arena panggung sambil menari,

diikuti penari lainnya di belakang. Mereka membentuk dua baris. Satu baris

beranggotakan ksatria-ksatria jahat dan satu baris lagi beranggotakan ksatria baik.

Para ksatria menari bersama-sama sebagai tari pembuka.

Selesai dengan tarian pembuka, tokoh ksatria mulai bertarung satu persatu.

Pertarungan pertama dimulai dari masing-masing pemimpin barisan ksatria, yaitu

Pembatak melawan Pembatak. Sementara para ksatria bertarung, Pentul dan Bejer

menyemangati ksatria yang dipilihnya. Pertarungan mereka berakhir dengan

seimbang.

Pertarungan kedua, Arjuna melawan Dewasrani. Pertarungan tersebut diambil

dari cerita Mahabarata. Pertarungan yang bermula karena Dewasrani merebut istri

Arjuna, yakni Dresenala. Tidak terima Arjuna pun datang ke istana Dewasrani untuk

mengambil kembali Dresenala, maka terjadilah pertarungan yang berakhir pada

kekalahan Arjuna.

Pertarungan ketiga, Gatotkaca melawan Suteja. Pertarungan tersebut adalah

pertarungan yang memperebutkan wilayah kekuasaan, diambil dari cerita

Mahabarata. Suteja tidak terima sebagian wilayah kekuasaannya diambil oleh

Gatotkaca yang sebenarnya menjadi hak Gatotkaca. Dibutakan kekuasaan, Suteja pun

(42)

Pertarungan keempat, Antareja melawan Baladewa. Pertarungan tersebut

adalah pertarungan yang sebenarnya belum terjadi, yang diambil dari cerita

Mahabarata. Pertarungan tersebut tertulis di kitab Jitabsara yang berisi tentang

skenario Perang Bharatayuda. Dalam kitab tersebut Antareja berada di pihak

Pandawa bertarung melawan Baladewa yang dipihak Kurawa. Pertarungan tersebut

mengakibatkan kematian Baladewa, tetapi tidak terjadi karena Antareja telah mati

menjelang perang. Kematian Antereja dijebak oleh Sri Krisna yang tidak ingin

Antareja membunuh kakaknya yaitu Baladewa.

Pertarungan kelima, Sentyaki melawan Burisrawa. Pertarungan tersebut

diambil dari cerita Mahabarata. Sentyaki bersekutu dengan Pandawa, sedangkan

Burisrawa bersekutu dengan Kurawa dalam Perang Bharatayudha. Hasil pertarungan

Dimenangkan oleh Sentyaki.

Pertarungan terakhir adalah Buto melawan kethe atau kera. Pertarungan

tersebut diambil dari cerita Ramayana yang berkisah tentang peperangan Rama dan

kera melawan Buto. Dalam pertarungan Buto dan kera, dapat secara bersamaan dan

satu persatu. Selain pertarungan Buto, terkadang Burisrawa ikut bertarung melawan

kera. Hasil pertarungan tersebut tidak begitu jelas yang menjadi pemenangnya karena

(43)

Gambar 1: Pertarungan Pembatak melawan Pembatak

(44)

2.1.2 Reog Kridha Beksa Lumaksana

Reog Kridha Beksa Lumaksana tidak menyajikan cerita Hanoman Obong atau

Ramayana secara lengkap. Hanoman Obong adalah nama judul salah satu fragmen

dalam cerita Ramayana. Judul itu dipakai karena cerita tersebut memfokuskan

terhadap tokoh Hanoman, meskipun begitu dalam cerita versi Reog Kridha Beksa

Lumaksana menampilkan sebagian besar cerita Ramayana. Bagian cerita yang

dihilangkan adalah sayembara Sinta, Sarkapanaka menggoda Lesmana, pertarungan

Subali melawan Sugriwa dan Rama, serta berbagai pertarungan antara kera dengan

para petinggi Buto (raksasa) (baca Ramayana).

Penghilangan bagian cerita tersebut dilakukan karena hanya mengambil

intisari cerita. Selain itu, apabila disajikan secara lengkap waktu yang dibutuhkan

tidak cukup dalam satu malam (Warsito, wawancara pribadi, Februari 2012).

Misalnya, sendaratari Ramayana yang dibawakan di Candi Prambanan membutuhkan

waktu empat hari, bahkan pernah dalam enam hari (Soedarsono dan Tati Narawati,

2011:262).

2.1.2.1 Sinopsis Hanoman Obong

Para penari memasuki panggung secara perlahan dengan membentuk dua

baris. Sesampainya di panggung para penari duduk sambil menunggu instruksi dari

tembangan Pentul dan Bejer, kemudian mereka pun menari bersama-sama sebagai

tari pembuka yang menjadi ciri khas reog. Setelah selesai semua penari ke belakang

(45)

membawa obor untuk menyalakan api di sekitar panggung yang menandakan cerita

akan dimulai. Selesai menyalakan Buto dan kera kembali ke belakang panggung

diikuti Lembatak.

Cerita diawali ketika Rama, Lesmana, dan Sinta sedang berada di hutan. Sinta

melihat kijang kencana yang sangat menarik. Berulang kali Sinta mencoba

menangkapnya, tetapi selalu gagal. Dia pun meminta bantuan Rama untuk

menangkapnya. Sebelum pergi mengejar kijang kencana, Rama memerintahkan

Lesmana untuk menjaga Sinta.

Kijang kencana begitu lincah, sehingga Rama kesulitan untuk menangkapnya.

Kelincahan kijang kencana, membuat Rama curiga, maka dia memanahnya. Seketika

kijang kencana berubah ke wujud aslinya yang ternyata adalah jelmaan Cakil atau

Kala Marica. Cakil menyamar diperintah oleh Rahwana untuk menjauhkan Rama dari

Sinta.

Sementara di sisi lain, Sinta mengkhawatirkan keadaan Rama. Lesmana

diperintahnya untuk melihat keadaan Rama. Dengan berat hati Lesmana pergi.

Sebelum pergi, Lesmana membuat lingkaran dengan krisnya, supaya Sinta aman dari

marabahaya. Rahwana yang sejak tadi melihat gerak-gerak Sinta dan Lesmana,

merubah wujudnya menjadi seorang kakek. Rahwana berpura-pura meminta

pertolongan Sinta. Ketika Sinta keluar dari lingkaran, Rahwana langsung

membawanya pergi.

Rama masih bertarung melawan Cakil. Beberapa kali serangan Cakil dapat

(46)

andalannya. Dia mampu menghindar serangan keris, lalu membalikan keris Cakil

hingga Cakil tertusuk kerisnya sendiri. Dengan sempoyangan Cakil pergi. Lesmana

datang menghampiri Rama, tetapi Rama langsung marah karena Sinta ditinggal

sendiri. Mereka pun langsung mencari pergi mencari Sinta

Jatayu yang sedang terbang mendengar teriakan minta tolong Sinta. Dia pun

mencoba menolong Sinta. Pertarungan sengit antara Rahwana dan Jatayu tidak

terelakan. Jatayu mampu mengalahkan Rahwana, tetapi berkat ajian Pancasona yaitu

ketika mati jika tubuhnya menyentuh tanah, maka akan hidup kembali. Pertarungan

tersebut menguras energi Jatayu. Akhirnya Jatayu dikalahkan oleh Rahwana.

Rama dan Lesmana masih mencari Sinta ke segala penjuru hutan. Di dalam

perjalanan mereka menemukan seekor burung garuda sedang terluka yaitu Jatayu.

Jatayu menceritakan kejadian tersebut kepada mereka, bahwa Rahwana menculik

Sinta. Belum selesai bercerita Jatayu keburu menemui ajalnya. Mereka menggelar

doa untuk Jatayu supaya diterima sang pencipta.

Sugriwa yang telah ditolong Rama mengalahkan kakaknya Subali bersedia

membantu menyerang Rahwana. Sebelum memulai peperangan Rama mencari

seorang duta. Hanoman dipilih menjadi duta ke kerajaan Alengka yang dipimpin

Rahwana. Rama memberikan cincin kepada Hanoman, supaya Sinta mengerti bahwa

Hanoman adalah utusan Rama.

Terpilihnya Hanoman sebagai duta ke Istana Alengka, membuat Anggada

atau kera merah iri kepada Hanoman. Anggada mengamuk, Hanoman yang kebetulan

(47)

pasukan kera datang. Rama memisahkan pertarungan mereka, kemudian mereka pun

berdamai.

Hanoman berangkat ke Istana Alengka. Di dalam perjalanan Hanoman

bertemu Buto Milkataksini sang penguasa samudra. Milkataksini menghalangi

perjalanan Hanoman, maka terjadilah pertarungan antara Milkataksini dengan

Hanoman. Diawal pertarungan Hanoman kalah, tetapi Hanoman dapat membalikan

keadaan, sehingga Milkataksini dapat dikalahkannya. Kemudian Hanoman

melanjutkan perjalanannya.

Sesampainya di Alengka Hanoman mencari-cari Sinta. Setelah menemukan,

dia memberikan cincin Rama kepada Sinta. Cincin itu masih muat di jari Sinta yang

tandanya Sinta masih suci. Sebelum pulang Hanoman ingin memberikan pelajaran

kepada para raksasa, maka dia pun mulai merusak istana Alengka. Setelah puas

mengacaukan Alengka, Hanoman berpura-pura mengalah dari Indrajid, anak

Rahwana.

Dalam kondisi dirantai, Hanoman dibawa oleh Indrajit ke hadapan Rahwana.

Tiba-tiba Hanoman melepas rantai yang melilitnya, lalu menyerang Rahwana.

Rahwana dengan cepat membalas serangan hingga Hanoman terpental. Kumbakarna

langsung mencegah Rahwana yang ingin membunuh Hanoman. Sekalipun

Kumbakarna mencegah, Rahwana tetap ingin membunuh Hanoman, maka

Kumbakarana pun diusir oleh Rahwana dari istananya.

Selepas kepergian Kumbakarna, Rahwana memerintahkan Indrajit supaya

(48)

Api yang tadinya digunakan untuk membakarnya justru membakar sebagian Istana

Alengka.

Peperangan antara kerajaan Alengka dengan pasukan Rama telah dimulai.

Rahwana geram karena banyak pasukan yang mati serta sanak keluarganya. Dia

memerintahkan Indrajit untuk membangunkan Kumbakarna untuk berperang. Indrajit

berangkat menuju peristarahatan Kumbakarna. Sesampainya di sana, Indrajit

mencoba membangunkannya dengan susah payah. Setelah Kumbakarna bangun,

Indrajit mengajak Kumbakarna untuk menghadap Rahwana.

Rahwana menyuruh Kumbakarna bergabung dalam perang, Kumbakarna

menolak karena tindakan kakaknya, yaitu Rahwana telah salah dengan bertindak

menculik Sinta. Pada akhirnya, Kumbakarna terjun ke medan perang, tetapi bukan

karena membela Rahwana yang telah menculik Sinta. Dia berperang untuk membela

bangsa Buto atau raksasa yang dibantai di medan pertempuran.

Para kera termasuk Hanoman dan Sugriwa menyerang Kumbakarna secara

bersamaan, tetapi mereka bukan tandingannya. Kemudian Kumbakarna dikeroyok

para kera rucah, sedikitpun dia tidak terluka. Lesmana turun ke medan pertempuran

untuk melawan Kumbakarna. Panah Lesmana dilesatkan ke arah tangan kanan, lalu

tangan kiri Kumbukarna hingga, tetapi Kumbakarna masih melawan para kera. Panah

Lesmana dilesatkan lagi ke arah kaki kanan. Terakhir Rama dan Lesmana memanah

Kumbakarna bersamaan, sehingga Kumbakarna gugur di medan perang.

Melihat adiknya yang telah tewas, Rahwana pun mengirimkan Indrajit untuk

(49)

kepayahan karena tenaga mulai habis, Indrajit yang melihat Rama langsung

menyerang dengan panah Kalabardani, tetapi tidak mempan. Lesmana melepaskan

panahnya ke arah Indrajit, hingga tewas seketika.

Rahwana akhirnya turun ke medan pertempuran. Dia menghabisi banyak kera.

Para kera tidak sanggup melawanannya, termasuk Hanoman dan Sugriwa. Lesmana

pun ikut bertarung, tetapi tidak sanggup melawan Rahwana. Rama turun tangan

menghadapi Rahwana. Berkali-kali Rahwana mati, tetapi seketika itu juga dia bangkit

lagi karena ajian Pancasona dan Rawaranteknya. Rama pun sempat dikalahkan.

Akhirnya Rama mengeluarkan panah sakti yang bernama Kiyai Dangu. Panah itu

dilesatkan, tetapi tidak membunuh Rahwana, hanya melukai terus menerus, hingga

Rahwana mengalami kesakitan terus menerus.

Kekalahan Rahwana disambut gembira oleh para kera termasuk Sinta. Sinta

yang telah menderita berada di tangan Rahwana ingin segera kembali ke pelukan

Rama, tetapi Rama meragukan bahwa Sinta masih suci. Untuk membuktikan bahwa

Sinta masih suci dibuat upacara pembuktian kesucian, yaitu dengan Sinta terjun ke

dalam api yang membara. Apabila Sinta terbakar berarti sudah tidak suci. Sinta pun

menceburkan dirinya ke dalam api. Kobaran api tidak mampu membakar Sinta yang

menandakan bahwa masih Suci. Rama pun datang menjemput Sinta dari api

penyucian.

(50)

2.1.2.2 Sinopsis Burisrawa Rante

Adegan dibuka dengan Burisrawa mengejar Sembadra. Burisrawa jatuh cinta

kepada Sembadra yang tak lain adalah istri Arjuna. Sembadra berkali-kali

menghindar darinya lalu keluar dari panggung diikuti Burisrawa di belakangnya.

Setelah Burisrawa dan Sembadra keluar, para ksatria yang lain masuk panggung

membentuk dua baris untuk menari bersama-sama.

Para penari ke pinggir panggung, kecuali Lembatak, Penthul dan Bejer.

Pertarungan diawali dengan pertarungan antar Lembatak masing-masing barisan.

Pentul dan Bejer mendukung dan menyemangati ksatria yang dipilihnya. Pentul

berpihak pada barisan kumpulan ksatria yang berwatak kurang baik, sedangkan Bejer

berpihak pada barisan kumpulan ksatria yang berwatak baik. Setelah pertarungan

Lembatak, giliran pethilan Janaka melawan Cakil sebagai penutup yang menandakan

akan memasuki cerita Burisrawa Rante.

Cerita diawali ketika Sembadra sedang sendirian, kemudian Burisrawa

mendatangi Sembadra. Burisrawa menggoda Sembadra melalui dialog yang

diucapkan Pentul. Berkali-kali Sembadra menghindar, tetapi Burisrawa terus

mendekatinya. Sembadra yang terus menghindar membuat Burisrawa kesal. Tanpa

sengaja Burisrawa pun membunuh Sembadara.

Jasad Sembadra dilarung agar mengetahui siapa yang membunuhnya.

Gatotkaca ditugaskan untuk mengawasi keberadaan Sembadra. Antareja yang sedang

mencari bapaknya melihat Sembadra, dia pun menghampirinya. Seketika Gatotkaca

(51)

Sembadra hidup kembali berkat air Prawitasari atau air kehidupan dari

Antareja, lalu dia memisahkan pertarungan mereka. Dia menjelaskan bahwa yang

membunuh adalah Burisrawa. Gatotkaca bekerja sama dengan Antareja pergi

menemui Burisrawa. Antareja merubah wujudnya menjadi Sembadra. Burisrawa

senang melihat Sembadra datang ke tempatnya. Sembadra mengajukan diri

mencarikan kutu di rambut gimbal Burisrawa. Ketika mencari kutu, Gatotkaca

memukul kepala Burisrawa hingga kesakitan. Burisrawa kaget karena pukulannya

seperti lelaki, tetapi ketika dilihat ke belakang yang mencari kutu masih Sembadra.

Berkali-kali kepalan tangan Gatotkaca dan Antareja dilontarkan ke kepala Burisrawa.

Burisrawa menyadari bahwa sedang dikerjai. Burisrawa pun bertarung dengan

Antareja dan Gatotkaca. Kera rucah dan Buto rucah masuk panggung sebagai

ilustrasi yang menggambarkan rantai yang diterbangkan oleh Antareja dan Gatotkaca.

(52)

Gambar 3: Sembadra mencari kutu Burisrawa

2.2 Susunan Baris

Susunan baris digunakan sebagai pembuka pementasan reog, berisikan semua

penari atau sebagian besar penari yang akan tampil. Susunan baris terbagi menjadi

dua kelompok barisan. Barisan ksatria yang melambangkan hitam atau berwatak

kurang baik dan putih atau berwatak baik. Tokoh ksatria yang melambangkan putih

adalah Arjuna, Gatotkaca, Jatayu, Antareja, Hanoman, Kera Merah, Kerah Kuning,

Kera Hitam, Sentyaki, Sembadra. Tokoh-tokoh yang melambangkan hitam adalah

(53)

tokoh ksatria tersebut dipasangkan sesuai lawan bertarung atau yang bertentangan

dalam cerita. Contoh: Arjuna – Cakil dan Kera – Buto.

Susunan urutan baris berdasarkan kedudukan atau jabatan tokoh dalam cerita

(Warsito, September 2012). Pentul dan Bejer sebagai penasihat dan pamong yang di

bagian depan, tetapi dalam barisan ksatria posisi terdepan terhitung mulai dari

Lembatak atau Pembatak. Lembatak di bagian depan adalah pemimpin barisan.

Khusus susunan bagian paling belakang yakni Hanoman dan Kumbakarna bukan

berdasarkan kedudukan, melainkan ksatria andalan dari masing-masing barisan.

2.2.1 Reog Glodogan

Reog Glodogan mempunyai dua susunan barisan. Susunan pertama adalah

susunan yang terdapat tokoh Dewasrani, sedangkan susunan baris kedua tidak

terdapat Dewasrani, digantikan dengan tokoh Bambangan. Bambangan merupakan

simbolisasi dari tokoh ksatria berwajah tampan yang serba halus dalam segala hal,

meliputi: perilaku, cara berbicara, isi ucapan, dan budi pekertinya. Tokoh-tokoh

ksatria yang termasuk Bambangan di antaranya adalah Sumantri, Rama, Lesmana,

Janaka (Arjuna), dan Abimanyu. Kedua susunan tersebut setiap pertunjukannya

hanya digunakan salah satu dari kedua susunan baris.

Dalam susunan baris masing-masing tokoh mempunyai fungsi dalam

pertunjukan. Pentul dan Bejer berfungsi sebagai pamong dan pencerita dengan cara

menembang. Pembatak berfungsi sebagai pemimpin barisan yang mengatur

(54)

pertunjukan. Prenggutil berfungsi sebagai pembawa bendera merah putih dan bendera

identitas Reog Glodogan. Fungsi Bambangan untuk memperindah atau sebagai

penghias Reog. Arjuna sampai dengan Buto Kumbakarna berfungsi sebagai ksatria

yang bertarung.

Selain tokoh-tokoh yang termuat dalam susunan baris, ada tokoh yang tidak

termasuk dalam susunan barisan, yaitu Genderuwo atau Barongan. Tidak dimasukan

dalam susunan baris karena Genderowo berfungsi sebagai penjaga jalannya

pertunjukan dari penonton yang memasuki panggung pertunjukan.

2.2.1.1 Susunan Pertama

Barisan Putih Barisan Hitam

Pentul Bejer Pamong dan pencerita

Pembatak Pembatak Pemimpin barisan

Prenggutil Prenggutil Pembawa bendera

Janaka Dewasrani

Gathotkaca Suteja

Antareja Baladewa

Sentyaki Burisrawa Berperang antar ksatria

Kera Hitam Buto

Kera Kuning Buto

Kera Hijau Buto

Kera Merah Buto

(55)

2.2.1.2 Susunan Kedua

Barisan Putih Barisan Hitam

Pentul Bejer Pamong dan pencerita

Pembatak Pembatak Pemimpin barisan   Prenggutil Prenggutil Pembawa bendera

Bambangan Bambangan

Bambangan Bambangan Penghias

Bambangan Bambangan

Gathotkaca Suteja

Antareja Baladewa

Sentyaki Burisrawa

Kera Hitam Buto Berperang antar Ksatria

Kera Kuning Buto

Kera Hijau Buto

Kera Merah Buto

Kera putih atau Hanoman Buto Kumbakarna

2.2.2 Reog Kridha Beksa Lumaksana

Reog Kridha Beksa Lumaksana mempunyai dua susunan baris, yaitu susunan

baris Hanoman Obong dan Burisrawa Rante. Dalam susunan baris Hanoman Obong

karakter tokoh-tokohnya sesuai dengan cerita tersebut. Berbeda dalam susunan baris

(56)

Burisrawa Rante. Misalnya Buto dan kera yang merupakan bagian dari cerita

Ramayana.

Tokoh ksatria yang terdapat di kedua susunan baris tidak semuanya termasuk

dalam susunan baris. Dalam cerita Burisrawa Rante, tokoh Sembadra dan Sinta

dalam cerita Hanoman Obong tidak termasuk menjadi bagian susunan baris-berbaris.

Kedua, tokoh putri tidak termasuk karena tidak cocok dari segi gerak. Selain itu,

masih ada yang belum termasuk susunan baris dalam cerita Hanoman Obong, yakni

Indrajit, Kera Rucah dan Buto Rucah. Tokoh-tokoh tersebut tidak diikutsertakan

karena panggung yang disediakan tidak mencukupi.

Masing-masing tokoh mempunyai fungsi dalam pertunjukan. Pentul dan Bejer

berfungsi sebagai pencerita dan pengisi suara tokoh. Dalam cerita Burisrawa Rante,

Lembatak berfungsi sebagai pemimpin barisan yang mengatur perpindahan desain

lantai pada bagian tari pembuka. Selain itu, Lembatak adalah ksatria yang bertarung

pertama. Arjuna dan Cakil sebagai ksatria yang bertarung setelah Lembatak.

Penurung berfungsi sebagai pembawa bendera identitas Reog Kridha Beksa

Lumaksana. Umbul-umbul sebagai pembawa bendera panjang yang berfungsi untuk

menghalangi Burisrawa mengejar Sembadra. Kera Rucah dan Buto Rucah berfungsi

untuk membantu merantai Burisrawa. Burisrawa berfungsi menggoda, membunuh

Sembadra serta bertarung melawan Antareja dan Gatotkaca. Antareja dan Gatotkaca

berfungsi sebagai ksatria yang memerangi Burisrawa. Tokoh Sentyaki, Suteja,

Baladewa, Kera Merah, Kera Hijau, Kera Biru, Kera Merah, Buto dan Kumbakarna

(57)

Susunan baris dalam cerita Hanoman obong fungsi tokoh Pentul, Bejer,

Lembatak dan Penurung sama dengan cerita Burisrawa Rante. Tokoh Rama sampai

dengan Buto Kumbakarna berfungsi sebagai ksatria yang bertarung sesuai dalam

cerita yang telah dipaparkan di bagian sinopsis.

2.2.2.1 Cerita Hanoman Obong

Barisan Putih Barisan Hitam

Pentul Bejer Pamong dan pencerita

Lembatak Lembatak Pemimpin barisan

Penurung Penurung Pembawa bendera

Rama Cakil atau Kalamarica

Lesmana Rahwana

Jatayu Kijang Kencana

Kera merah Buto Milkataksini

Sugriwa Buto Berperang antar ksatria

Kera Biru Buto

Kera Hitam Buto

Kera Kuning Buto

(58)

2.2.2.2 Cerita Burisrawa Rante

Barisan Putih Barisan Hitam

Pentul Bejer Pamong dan pencerita

Lembatak Lembatak Pemimpin barisan

Penurung Penurung Pembawa bendera panji

Umbul-umbul Umbul-umbul

Umbul-umbul Umbul-umbul Pembawa bendera

Umbul-umbul Umbul-umbul

Arjuna Cakil

Sentyaki Burisrawa

Gatotkaca Suteja

Antareja Baladewa Berperang antar ksatria

Kera Hijau Buto

Kera Biru Buto

Kera Merah Buto

Kera Rucah (kecil) Buto Rucah (kecil)

Kera Putih atau Hanoman Buto Kumbakarna

2.3 Tata Busana

Tata busana adalah segala sandangan dan perlengkapan yang dikenakan dalam

pentas (Harymawan. 1988: 127). Fungsi tata busana dalam tari adalah untuk

mendukung tema atau isi dan untuk memperjelas peranan. Fungsi fisik busana

(59)

sebagai penutup atau pelindung tubuh. Secara estetik tata busana merupakan unsur

keindahan dan keserasian bagi tubuh penari dalam menambah daya tarik.

2.3.1 Reog Glodogan

Tata busana Reog Glodogan adalah campuran antara busana wayang orang

gaya Surakarta dan Yogyakarta. Campuran tata busana tersebut karena tidak berani

menyamai kraton Yogyakarta. Selain itu, tergantung biaya, penari serta tempat

penyewaan busana (Purwanto, wawancara pribadi, 18 Juli 2012).

Reog Glodogan belum mempunyai busana sendiri, sehingga tergantung biaya

operasional dan tempat penyewaan. Biaya sangat mempengaruhi dalam berbusana,

karena busana yang dikenakan terkadang menjadi sederhana. Maksud dari

sederhana adalah busana tidak sesuai dengan busana reog atau tidak lengkap.

Ketidaklengkapan dalam tata busana karena dua hal; biaya tidak mencukupi, dan

busana yang dibutuhkan tidak tersedia di tempat penyewaan.

Tergantung penari karena penari kurang percaya diri ketika pentas. Terdapat

dua faktor yang membuat penari kurang percaya diri. Pertama, peran yang

dimainkan. Peran yang dimainkan berkaitan dengan fungsi dan susunan baris suatu

tokoh. Tokoh Pembatak berfungsi sebagai pemimpin barisan yang berada di depan.

Kendala yang dialami Reog Glodogan terletak pada pemeran tokoh Pembatak.

Untuk menutupi rasa kurang percaya diri, pemeran biasanya menggunakan kaca

mata hitam yang sebenarnya bukan bagian dari tata busana Pembatak (lihat gambar

(60)

Kedua, fisik penari yang berkaitan dengan tata busana. Tata busana dalam

beberapa tokoh Reog seperti Arjuna, Baladewa, Sentyaki di bagian badan tidak

memakai busana atau bertelanjang dada. Untuk menutupi bagian badannya,

biasanya penari memakai kaos polos atau singlet (lihat gambar 3 dan 4) (Purwanto,

wawancara pribadi, 18 Juli 2012).

Penggunaan kaca mata hitam, kaos atau kaos singlet pada dasarnya bukan

bagian dari tata busana reog yang tidak boleh dipakai dalam pentas. Pengecualian

ini dibuat sebab kondisi SDM Reog Glodogan tidak memungkinkan. Tri Widodo,

penari senior reog, menjelaskan bahwa busana yang bukan bagian reog sebenarnya

tidak diperbolehkan, tetapi yang diutamakan terlebih dahulu adalah warga

mempunyai keinginan untuk belajar Reog (wawancara pribadi, 29 Juni 2012).

3.3.1.1 Tokoh Pembatak

Tata busana Pembatak: songkok, sumping, kace hitam, rompi hitam, kaca

mata hitam (terkadang), klat bahu, sarung tangan putih, stagen, kamus timang, boro,

sampur berwarna kuning atau merah (tergantung tempat penyewaan) celana cinde

(61)

Gambar 4: Pembatak memakai kacamata hitam (depan)

(62)

3.3.1.2 Tokoh Prenggutil

Tata busana Prenggutil: songkok, sumping, kalung, rompi hitam, klat bahu,

sarung tangan putih, stagen cinde, kamus timang, boro, sampur kuning atau merah

(tergantung tempat penyewaan) celana hitam, jarik, dan kaos kaki putih.

3.3.1.3 Tokoh Bambangan atau Arjuna

Tata busana Bambangan: irah-irahan gelung, sumping, mekak (perempuan),

kace hitam, kaos, endong panah (Arjuna), deker tangan, stagen, kamus timang, boro,

jarik, klat bahu, sampur kuning, celana cinde, dan kaos kaki putih.

Gambar 6: Bambangan Gambar 7: Arjuna

3.3.1.4 Tokoh Dewasrani

Tata busana Dewasrani: irah-irahan gelung, sumping, kace hitam, klat bahu,

deker tangan, stagen cinde, kamus timang, boro, jarik, sampur, celana cinde hitam,

(63)

3.3.1.5 Tokoh Sentyaki

Tata busana Sentyaki: irah-irahan gelung, sumping, klat bahu, kace hitam

,kaos singlet, deker tangan, stagen, kamus timang, boro, jarik, sampur, celana cinde

merah, sampur, dan kaos kaki putih.

Gambar 8: Sentyaki

2.3.1.6 Tokoh Burisrawa

Tata busana Burisrawa: irah-irahan Burisrawa, rambut gimbal, bracokan

Burisrawa, baju merah, celana merah, probo terbalik, kamus timang, stagen, boro,

(64)

Gambar 9: Burisrawa

2.3.1.7 Tokoh Gatot Kaca

Tata busana Gatotkaca: irah-irahan gelung, sumping, klat bahu, deker tangan

probo,kotang antrakusuma, deker tangan, stagen, kamus timang, boro, jarik, sampur,

dan kaos kaki putih.

Gambar 10: Gatotkaca

(65)

Tata busana Suteja: irah-irahan tropong, sumping, klat bahu, kace, deker

tangan, probo, stagen, kamus timang, boro, jarik, sampur, celana cinde hijau, dan

kaos kaki putih.

2.3.1.9 Tokoh Baladewa

Tata busana Baladewa: irah-irahan tropong, sumping ,klat bahu, kace hitam,

simbar dada, kaos singlet, deker tangan, stagen, kamus timang, boro, jarik, sampur

merah, celana cinde merah, dan kaos kaki putih.

Gambar 11: Baladewa

3.3.1.10 Tokoh Antereja

Tata busana Anterja: irah-irahan gelung, sumping, klat bahu, kace hitam,

deker tangan, rompi biru atau hijau, probo, kamus timang, boro, jarik, celana panjang

hijau, dan kaos kaki putih.

(66)

Tata busana Kera Merah: irah-irahan Kera Merah, topeng kera merah, dadan

kera, sarung tangan putih, kaos lengan panjang merah, stagen, kamus timang, boro,

jarik, celana panjang merah, kaos kaki putih, dan kliting.

2.3.1.12 Tokoh Kera Hitam

Tata busana Kera Hitam: irah-irahan Kera Hitam, topeng kera hijau, dadan

kera, kaos lengan panjang hitam, sarung tangan hitam, stagen, kamus, boro, jarik,

celana panjang hitam, kaos kaki putih, dan kliting.

2.3.1.13 Tokoh Kera Hijau

Tata busana Kera Hijau: irah-irahan Kera Hijau, topeng kera hijau, dadan

kera, deker tangan, kaos lengan panjang hijau, sarung tangan putih, stagen, kamus

timang, boro, jarik, celana panjang hijau, kaos kaki putih, dan kliting.

2.3.1.14 Tokoh Kera Kuning

Tata busana Kera Kuning: irah-irahan Kera kuning, topeng kera kuning,

dadan kera, deker tangan, sarung tangan putih, kaos lengan panjang kuning, stagen,

(67)

Gambar 12: kera merah, hijau, hitam dan kuning

2.3.1.15 Tokoh Kera Putih atau Hanoman

Tata busana Hanoman: irah-irahan Hanoman, topeng Hanoman, dadan kera,

deker tangan, kaos lengan panjang putih, sarung tangan putih, celana panjang putih,

stagen, kamus timang, boro, jarik, kaos kaki putih, dan klinting.

2.3.1.16 Tokoh Buto

Tata busana Buto: irah-irahan kethon biasa, topeng Buto, baju merah, sarung

tangan putih, celana merah, stagen cinde merah, kamus timang, boro, jarik,sampur

(68)

Gambar 13: Hanoman dan Buto Kumbakarna

2.3.1.17 Tokoh Buto Kumbakarna

Tata busana Kumbukarna: irah-irahan tropong, topeng Buto Kumbakrna,

sumping, baju merah, sarung tangan putih, probo, celana merah, stagen, kamus

Gambar

Gambar 1: Pertarungan Pembatak melawan Pembatak
Gambar 3: Sembadra mencari kutu Burisrawa
Gambar 5: Pembatak tidak memakai kacamata hitam
Gambar 6: Bambangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Strain gauge 1 dipasang pada permukaan serat tekan balok yang berfungsi untuk mendapatkan nilai regangan pada baja tulangan tekan (ɛs’), 1 strain gauge

Berikut dapat dilihat perancangan antarmuka menu akun saya dari pembangunan aplikasi pemesanan online di CV. Dhisal Amanah pada yang tercantum gambar III.66 dibawah

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan berakhirnya masa penjelasan, maka peserta calon penyedia telah memahami seluruh Dokumen Pengadaan yang kami

- Edema di kapiler terjadi bila terjadi peningkatan permeabilitas dinding kapiler yang memungkinkan lebih banyak protein plasma keluar dari kapiler ke cairan intersitium di

Roda keberanian adalah roda media interaktif tantangan yang di buat sebagai tahapan kampanye yang saling berhubungan dengan buku stiker yang bertujuan untuk meningkatkan

Desain halaman forum diskusi admin pada knowledge management system tentang layanan ekspor dan import adalah sebagai berikut :. Home Pengumuman Forum Diskusi

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 197 Tahun 2013 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil Badan Standardisasi Nasional

SEBAGAI PENGGERAK PENYELENGGARAAN KEPEMERINTAHAN YANG BAIK DAN PROFESIONAL.. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN,