• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITUR DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT (STUDI PADA BANK BCA CABANG DIPONEGORO MEDAN) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITUR DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT (STUDI PADA BANK BCA CABANG DIPONEGORO MEDAN) SKRIPSI"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITUR DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT

(STUDI PADA BANK BCA CABANG DIPONEGORO MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

Mitra Sejati Ginting 140200409

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 9

(2)
(3)

ABSTRAK Mitra Sejati Ginting*)

OK. Saidin**)

Puspa Melati Hasibuan***)

Pengguna kartu kredit, diantaranya debitur selaku pemegang kartu kredit sudah tidak mampu lagi melakukan pembayaran. Debitur selaku pengguna kartu yang seperti ini sudah mulai tertunggak pembayarannya, dan mulai tercatat dalam blacklist Bank Indonesia. Permasalahan dalam penelitian ini adalah perjanjian penerbitan kartu kredit antara debitur dengan kreditur pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan. Akibat hukum wanprestasi yang dilakukan debitur dalam perjanjian kartu kredit pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan.

Penyelesaian hukum akibat wanprestasi yang dilakukan debitur dalam perjanjian kartu kredit pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris. Sumber data meliputi dua jenis yaitu sumber data primer dan data sekunder. Teknik dan alat pengumpulan data pada penelitian ini observasi dan wawancara. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

Perjanjian penerbitan kartu kredit, perjanjian penerbitan kartu kredit dapat digolongkan dalam perjanjian pinjam meminjam dan perjanjian melakukan pekerjaan dan penggunaan kartu kredit dapat digolongkan dalam perjanjian jual beli dan perjanjian penanggungan, dimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaran Usaha Perusahaan Pembiayaan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 tanggal 22 Maret 2016, tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2013 tentang Rincian Jenis Data Dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data Dan Informasi Yang Berkaitan Dengan Perpajakan. Akibat hukum wanprestasi yang dilakukan debitur dalam perjanjian kartu kredit pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan, menjadi tanggung jawab pemegang kartu kredit dan penerbit kartu kredit maka pihak Bank BCA memberikan sanksi denda akan keterlambatan tersebut dan pihak debitur dalam hal ini wajib untuk membayar denda beserta bunga yang turut serta di dalamnya. Akibat hukum yang timbul apabila pihak debitur dalam hal ini melaksanakan prestasi yang tidak boleh dilakukan, maka pihak Bank BCA sesuai dengan yang dituangkan dalam perjanjian kreditnya maka pihak Bank BCA melakukan pemblokiran terhadap kartu kredit milik debitur disertai penagihan terhadap debitur tersebut. Penyelesaian hukum dari Bank BCA selaku penerbit kartu kredit terhadap tindakan wanprestasi dalam kartu kredit yang dilakukan oleh pemegang di Bank BCA dijalankan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kartu kredit yaitu dengan cara musyawarah melalui mediasi.

(4)

ABSTRACT

Mitra Sejati Ginting *) OK Saidin **)

Puspa Melati Hasibuan ***)

Credit card users, including debtors as credit card holders are no longer able to make payments. Debtors as card users like this have started to be overdue in payments, and have begun to be recorded in the Bank Indonesia blacklist. The problem in this study is the credit card issuance agreement between the debtor and the creditor at the Bank BCA Diponegoro Branch Medan. The legal consequences of defaults made by the debtor in the credit card agreement at the Bank BCA Branch Diponegoro Medan. Legal settlement due to default by the debtor in the credit card agreement with Bank BCA Diponegoro Branch Medan.

This type of research is empirical legal research. Data sources include two types, namely primary data sources and secondary data. Data collection techniques and tools in this study were observations and interviews. Data analysis in this study uses qualitative methods.

Credit card issuance agreements, credit card issuance agreements can be classified in lending and borrowing agreements and agreements to carry out work and use of credit cards can be classified in buying and selling agreements and underwriting agreements, which are stipulated in Bank Indonesia Regulation No. 14/2 / PBI / 2012 dated January 6, 2012 concerning Amendments to Bank Indonesia Regulation Number 11/11 / PBI / 2009 concerning the conduct of card payment instruments. Financial Services Authority Regulation (POJK) No. 1 / POJK.07 / 2013 concerning Consumer Protection in the Financial Services Sector. Financial Services Authority Regulation (POJK) No. 29 / POJK.05 / 2014 concerning Conducting Financing Company Businesses. Regulation of the Minister of Finance Number 39 / PMK.03 / 2016 dated March 22, 2016, concerning the Fifth Amendment to the Regulation of the Minister of Finance Number 16 / PMK.03 / 2013 concerning Details of Data and Information Types and Procedures for Submitting Data and Information Related to Taxation. As a result of legal defaults committed by debtors in credit card agreements with Bank BCA Diponegoro Branch Medan, is the responsibility of credit card holders and credit card issuers, the Bank BCA imposes a penalty for the delay and the debtor in this case is obliged to pay fines and interest participate in it. Legal consequences arising if the debtor in this case performs an achievement that may not be carried out, then the Bank of BCA in accordance with what was stipulated in the credit agreement, the Bank has blocked the debtor's credit card accompanied by billing the debtor. Legal settlement from Bank BCA as the issuer of credit cards for defaults on credit cards carried out by holders at Bank BCA is carried out in accordance with the provisions contained in the credit card agreement, namely by means of deliberation through mediation.

Keywords: Default, Debtor, Credit Card Agreement

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , karena atas berkat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dengan kemampuan yang ada menyelesaikan tugas menyusun skipsi ini. Sudah merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa bahwa dalam menyelesaikan studi untuk mencapai gelar kesarjanaan menyusun skripsi dalam hal ini penulis memilih judul “ Akibat Hukum Wanprestasi Yang Dilakukan Debitur Dalam Perjanjian Kartu Kredit (Studi Pada Bank Bca Cabang Diponegoro Medan)”

Penulis menyadari bahwasanya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk mendekati kesempurnaan didalam skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan.

Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan dan kemanfaatannya.

Kedua Orang Tua penulis yang tercinta, ayahanda Arjuna Ginting dan Ibunda Dementa br Pinem dan keluarga besar Amsal Ginting (Aband), Dewinta Sinulingga (Kakak), Dodos Ginting (Abang), Thesa Barus (Abang) serta Aman Ginting (Adik) yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam mendidik dan membimbing anaknya untuk menjadi orang yang berhasil, dan juga tiada hentinya mencari rezeki dari terbit fajar hingga terbenam matahari untuk menafkahi keluarga dan membiayai pendidikan penulis hingga saat ini, serta

(6)

keluarga besar penulis yang telah memberikan motivasi hingga saat ini, terima kasih atas do‟a yang tiada henti.

Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang secara langsung ataupun yang tidak langsung telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini maupun selama penulis menempuh perkuliahan, khususnya kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya membimbing penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H, M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya membimbing penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Fakultas Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Syamsul Rizal, S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Rosmalinda, S.H, LLM, selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis.

(7)

8. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 9. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan pelayanan administrasi yang baik selama proses akademik penulis.

10. PT. Bank BCA Cabang Diponegoro Medan yang telah memberikan kesempatan dan waktunya untuk memberikan data yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Terima Kasih penulis kepada seluruh rekan-rekan perkuliahan saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak dan semoga kritik dan saran yang telah diberikan mendapatkan balasan kebaikan berlipat dari Tuhan Yang Maha Esa dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum di negara Republik Indonesia.

Medan, November 2019 Penulis,

Mitra Sejati Ginting NIM: 140200409

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Tinjauan Kepustakaan ... 9

E. Keaslian Penulisan ... 14

F. Metode Penelitian ... 17

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II PERJANJIAN PENERBITAN KARTU KREDIT ANTARA KREDITUR DENGAN DEBITUR PADA BANK BCA CABANG DIPONEGORO MEDAN ... 23

A. Sejarah Perkembangan Kartu Kredit ... 23

B. Para pihak yang terlibat dalam Perjanjian Penerbitan Kartu Kredit ... 27

C. Keabsahan Perjanjian Penerbitan Kartu Kredit ... 32

D. Perjanjian Penerbitan Kartu Kredit Antara Kreditur Dengan Debitur Pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan .... 39

(9)

BAB III AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITUR DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT PADA

BANK BCA CABANG DIPONEGORO MEDAN ... 47

A. Prosedur Penerbitan Kartu Kredit Pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan ... 47

B. Akibat Hukum Wanprestasi Yang Dilakukan Debitur Dalam Perjanjian Kartu Kredit Pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan ... 54

C. Perlindungan Hukum Yang Diperoleh masing-masing Pihak Apabila Terjadi Permasalahan Dalam Penggunaan Kartu Kredit... 58

BAB IV PENYELESAIAN HUKUM AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITUR DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT... 63

A. Gambaran umum Bank BCA Cabang Diponegoro Medan ... 63

B. Bentuk Wanprestasi dalam Perjanjian Kartu Kredit... 69

C. Penyelesaian Hukum Bank BCA Cabang Diponegoro Medan Terhadap Debitur Yang Wanprestasi ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era teknologi informansi dan komunikasi mempengaruhi sistem transaksi dengan munculnya alat pembayaran menggunakan kartu salah satunya kartu kredit. Istilah credit card dalam Bahasa Indonesia kartu kredit yaitu gaya hidup dan bagian dari komunitas masyarakat untuk dapat dikatakan modern dalam tata kehidupan sebuah kota yang beranjak menuju metropolitan (cosmopolitan). Kartu kredit merupakan kartu yang diterbitkan oleh bank selaku penerbit yang dapat digunakan pemakainya dalam berbagai jenis transaksi keuangan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan masyarakat akan kartu kredit dalam melakukan transaksi keuangan menunjukkan perkembangan yang begitu mengembirakan di Indonesia, namun penggunaan kartu kedit tetap mengacu tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.1

Era digitalisasi bisnis kartu kredit sangat diminati oleh semua kalangan masyarakat, sehingga tidak heran apabila bank berlomba-lomba mengeluarkan jenis kartu kredit dengan berbagai bermacam-macam fasilitas dan kemudahan diberikan kepada pemegang kartu kredit, sehingga berdampak persaingan antar bank itu sendiri. Istilah kredit dalam kehidupan sehari-hari yaitu pinjam dari bank untuk kemudian membayarkanya kembali dalam jangka waktu tertentu dengan cara mencicil dengan imbalan berupa bunga.2

1 Johannes Ibrahim, Kartu Kredit Dilematis Antar Kontrak dan Kejahatan, (Bandung:

Refika Aditama, 2004), hlm. 7

2 Ibid, hlm. 6

(11)

Persamaan kehendak dalam perjanjian kredit akan menimbulkan perikatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tentang bagaimana syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu persetujuan dari mereka yang mengikatkan dirinya. Perjanjian kredit didahului adanya persamaan kehendak untuk mengikatkan dirinya, kemudian pihak lainnya juga memberikan pernyataan penerimaan penawaran atas perjanjian yang dilakukan tersebut. Perjanjian kredit ini dua subjek hukum yang mempunyai kehendak dan dapat menyatakan kehendaknya agar tujuan dibuatnya suatu perjanjian dapat tercapai.3

Produk yang dikeluarkan oleh bank salah satunya kartu kredit. Kartu kredit yaitu kartu yang dikeluarkan oleh bank selaku penerbit (issuer), digunakan oleh pemegang kartu (card holder) berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah sebagai pengganti uang tunai dan pihak penerima seperti para merchant yang telah ditentukan oleh bank selaku penerbit kartu kredit tersebut juga dapat diuangkan oleh pemiliknya di berbagai tempat seperti bank-bank di Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang tersebar di berbagai tempat yang strategis seperti dipusat perbelanjaan, hiburan, perkantoran, fasilitas public dan pasar.4

Perjanjian kartu kredit antara bank selaku pihak penerbit dengan pihak pemegang kartu kredit ini sama dengan perjanjian kredit umumnya dilakukan oleh pihak bank, dimana hutang akan dibayar kembali dengan cara cicil dan akan dibayar kembali sekaligus pada waktu penagihan dalam kasus pembayaran tunai.

3 V. Komalawati, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Teraupetik, (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 11

4

(12)

Berdasarkan ketentuan KUHPerdata, maka perjanjian antara pihak penerbit tergolong kedalam bentuk perjanjian “Pinjam Pakai Habis”, sebagaimana diatur pada Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1773 KUHPerdata.

Pemakaian kartu kredit mulai banyak dipergunakan di seluruh dunia yaitu dengan menggunakan sistem franchise. Sistem ini penerbit dapat menerbitkan kartu kepada pemegangnya seperti yang dilakukan Visa dan Master. Bank dalam sistem franchise berfungsi sebagai penerbit kartu kredit. Bank perantara yakni yang bertugas untuk menerima slip pembayaran atas penjual barang/jasa dan membayarnya kepada penjual tersebut, dan meneruskan slip pembayaran kembali.5

Penggunaan kartu kredit yang dirasa lebih aman, nyaman dan praktis dengan berbagai fungsinya yang semakin bertambah, menjadikan kartu kredit ini semakin berkembang pesat, khususnya daerah perkotaan dimana banyak terdapat fasilitas publik dan layanan masyarakat seperti pusat perbelanjaan, pasar, perhotelan, restoran, tempat hiburan dan lain sebagainya. Kartu kredit sebagai alat pembayaran yang sah pada zaman modern ini, pemegang kartu cukup dengan

“menggesek” kartu untuk mendebit nilai transaksi yang diinginkan.

Perkembangan lembaga keuangan dan pesatnya pembangunan, dan adanya kemudahan dalam bertransaksi merupakan kebutuhan pokok dan penting menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari, sehingga banyak masyarakat ingin menggunakan kartu kredit tersebut.6

5 Munir Fuady, Hukum Pembiayaan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hlm 182.

6 Johannes Ibrahim. Op.Cit., hlm 16

(13)

Pengggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran untuk melakukan belanja di mana dilakukan dengan cara bank akan melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada merchant sesuai dengan jumlah transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit setelah bank penerbit kartu kredit melakukan pembayaran terhadap pemegang kartu kredit tersebut, maka pemegang kartu kredit bertanggung jawab untuk membayar kepada bank penerbit kartu kredit atas jumlah transaksi yang tercantum dalam jumlah tagihan dan tagihan dilakukan setiap bulan dengan melalui billing statement ke alamat pemegang kartu kredit atau melalui email. 7

Perjanjian pemegang kartu dan syarat-syarat penggunaan sebagaimana diterbitkan Bank BCA adalah perjanjian baku. Perjanjian baku yakni perjanjian yang isinya telah dibuat pihak kreditur dalam bentuk akta-akta tertentu, ketika kontrak tersebut ditandatangani pihak debitur hanya mengisikan data-data informatif tanpa perubahan sedikitpun, sehingga biasanya perjanjian baku berat sebelah, dimana pihak kreditur tidak dapat bernegosiasi terhadap isi akta tersebut.

Kepada debitur dalam perlaksanaan perjanjian baku diberkan akta oleh pihak kreditur, pihak debitur tidak mempunyai kesempatan untuk bernegoisasi dan berada hanya pada posisi “take it or leave it”.8

Kartu kredit sebagai salah satu alat pembayaran yang sah mempunyai fasilitas yang berbeda dibandingkan dengan alat pembayaran tunai. Sebagai alat pembayaran kartu kredit merupakan instrumen baru dalam dunia perdagangan

7 Ch. Gatot Wardoyo, Sekitar Klausul-Klausul Perjanjian Kredit Bank, Bank dan Manajemen, (Jakarta: Citra Kreasi, 2005), hlm. 76

8

(14)

yang merupakan surat-surat berharga yang mempunyai nilai uang. Surat-surat berharga ini secara konseptual dapat dibedakan menjadi surat berharga dan surat yang berharga.9

Perjanjian ini dibuat dalam bentuk akta oleh pihak bank selaku pihak penerbit yang memuat beberapa dokumen misalnya informasi permohonan, syarat dan ketentuan, informasi tentang prosedur dan prosedur penggunaan kartu kredit, yang kesemuanya yaitu bagian tidak terpisahkan dalam bentuk akta. Pemegang kartu hanya tinggal memilih menyetujui atau menolak isi perjanjian tersebut. 10 Perjanjian kartu kredit ini menerbitkan kartu kredit yang dapat dimanfaatkan pemegangnya untuk membayarkan barang/jasa perjanjian kartu kredit ini mengacu pada perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata.11

Permasalahan yang timbul dalam perjanjian kartu kredit berbeda dengan kredit perbankan lainnya yang memiliki perjanjian yang lebih mengikat dengan adanya unsur jaminan, sehingga dalam memprosesnya kartu kredit membutuhkan perhatian yang lebih, khususnya dalam penerbitan kartu kredit sesuai dalam aplikasi. Permasalahan yang timbul dalam perjanjian kartu kredit terhadap kreditur yaitu adanya penyalahgunaan kartu kredit yang dilakukan oleh pihak yang tidak ada hubungannya dalam penerbitan kartu kredit, mengakibatkan kerugian bank selaku penerbit serta pemegang kartu kredit. Debitur merasa keberatan apabila dalam penagihan kartu kredit macet dilakukan dengan

9 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Surat Berharga, (Jakarta: Djambatan, 2001), hlm.5.

10 Gunawan Widjaja, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 53

11Johannes Ibrahim, Op.Cit, hlm 20

(15)

menggunakan dept collector dalam proses penagihannya. Debitur ada yang merasa tidak nyaman, merasa hak asasinya dilanggar, dan tidak menyukai perlakuan dept collecetor yang berkata kasar atau bahkan berlaku yang tidak sopan, bahkan bisa berlaku kasar atau tidak menyenangkan. Para dept collector tersebut hanya melaksanakan tugasnya, namun di sisi lain dept collector dihadapkan dengan kondisi debitur yang diluar dugaan kondisi para petugas penagih hutang tersebut.12

Permasalahan lain yang timbul dalam pengguna kartu kredit, diantaranya debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya, debitur selaku pemegang kartu kredit sudah tidak mampu lagi mencicil tagihan, debitur selaku pengguna kartu yang seperti ini sudah mulai tertunggak pembayarannya. Sehingga pihak kreditur melakukan melalui penagihan melalui dept collector. 13

Wanprestasi (ingkar janji) akan berakibat timbulnya kerugian bagi pihak kreditur, guna menuntut ganti rugi yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi (ingkar janji). Pihak yang wanprestasi (ingkar janji) memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian.

Pasal 1340 ayat (1) KUHPerdata yang dinyatakan bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat hanya berlaku di antara para pihak yang membuatnya. Ini berarti bahwa setiap perjanjian, hanya membawa akibat berlakunya ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut.

12 Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib

13

(16)

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan Akibat Hukum Wanprestasi Yang Dilakukan Debitur dalam Perjanjian Kartu Kredit (Studi Pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang penulis

sampaikan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perjanjian penerbitan kartu kredit antara debitur dengan kreditur

pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan?

2. Bagaimana akibat hukum wanprestasi yang dilakukan debitur dalam perjanjian kartu kredit pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan?

3. Penyelesaian hukum akibat wanprestasi yang dilakukan debitur dalam perjanjian kartu kredit pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perjanjian penerbitan kartu kredit antara debitur dengan kreditur pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan.

2. Untuk mengetahui akibat hukum wanprestasi yang dilakukan debitur dalam perjanjian kartu kredit pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan.

3. Untuk mengetahui penyelesaian hukum akibat wanprestasi yang dilakukan debitur dalam perjanjian kartu kredit pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan

(17)

Adapun manfaat penelitian ini, dapat dibedakan menjadi dua yaitu manfaat teoritis dan praktis, berikut penjelasannya di bawah ini:

1. Manfaat teoritis

Dengan adanya penelitian tersebut diharapkan dapat menambah pengetahuan serta informasi mengenai akibat hukum wanprestasi yang dilakukan debitur dalam perjanjian kartu kredit.

2. Manfaat praktis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap masyarakat pada umumnya tentang akibat hukum wanprestasi (ingkar janji) yang dilakukan debitur dalam perjanjian kartu kredit, terutama dalam hal terjadinya wanprestasi (ingkar janji) pada permasalahan dalam wanprestasi yang dilakukan debitur dalam perjanjian kartu kredit.

D. Tinjauan Kepustakaan 1. Wanprestasi

Kesepakatan para pihak merupakan dasar dalam perjanjian yang akan menimbulkan prestasi, apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi dalam perjanjian akan menimbulkan wanprestasi (ingkar janji) jika memang debitur dapat membuktikan bukan, disebabkan keadaan memaksa (overmach). Perkataan wanprestasi (ingkar janji) berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Wanprestasi (ingkar janji) yakni suatu keadaan yang disebabkan kelalaian

(18)

atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam disepakati dalam perjanjian tersebut.14

Wanprestasi (ingkar janji) adalah istilah yang dipakai dalam hukum perbankan dan hukum dagang yang kemudian didefinisikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena debitur baik, karena kesengajaan atau kelalaian.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa wanprestasi (ingkar janji) yaitu perbuatan lalai sebagai wujud dari tidak memenuhi perikatan. Bentuk-bentuk wanprestasi yang sering didengar, antara lain:

a) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.

b) Melaksanakan apa yang disepakati tetapi tidak sebagaimana mestinya.

c) Melakukan apa yang dijanjikannya, akan tetapi terlambat.

d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.15

Pelaksanaan perjanjiaan sebagaimana Pasal 1234 KUHPerdata, yang dinyatakan bahwa “tiap-tiap perikatan memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. 16

2. Perjanjian

Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda yakni overeenkomst.17 Perjanjian disering juga disebut dengan istilah persetujuan. Suatu perjanjian adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Disamping itu perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji kepada

14 Nindyo Pramono, Hukum Komersil, (Jakarta: Pusat Penerbitan UT, 2003), hlm.221.

15 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta:Intermasa,2009), hlm 1

16 Junaidi Ganie A. Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm 67

17 Leli Joko Suryono, Pokok-pokok Perjanjian Indonesia, (Yogyakarta:LP3M UMY, 2014), hlm 43

(19)

seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.18 Pasal 1313 dinyatakan bahwa “Perjanjian merupakan suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang atau lebih lainnya”. Perjanjian dalam arti sempit merupakan suatu persetujuan dengan mana dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal yang bersifat kebendaan dibidang harta kekayaan.19 Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain untuk melaksanakan sesuatu hal yang telah diperjanjikan.20

Perjanjian yaitu suatu perbuatan atau tindakan hukum yang terbentuk dengan tercapainya kata sepakat yang merupakan pernyataan kehendak bebas dari dua orang (pihak) atau lebih, di mana tercapainya kata sepakat tersebut tergantung dari para pihak yang menimbulkan akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas beban pihak yang lain atau kepentingan pihak yang satu dan atas beban pihak yang lain atau timbal balik dengan mengindahkan ketentuan perundang-undangan.21

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa merupakan suatu perjanjian dapat menjadi suatu perbuatan hukum jika ada kata sepakat kedua belah pihak.

18 Subekti., Op.Cit., hlm 29

19 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hlm 290

20 Subekti, Op.Cit., hlm.84

21

(20)

3. Perjanjian Kartu Kredit

Istilah kartu kredit diadopsi kata credit card, yaitu kata majemuk, yang terjadi dari dua kata yang masing-masing mempunyai pengertian dan arti yang berbeda, dalam pengertian yang tidak sepadan serta berbeda pula pengertiannya secara harafiahnya.22

Kartu kredit (credit card) yaitu jenis kartu yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran transaksi jual beli barang atau jasa, dimana pelunasan atau pembayarannya dapat dilakukan sekaligus atau dengan cara mencicil sejumlah minimum tertentu. Jumlah cicilan tersebut dihitung dari nilai saldo tagihan ditambah bunga bulanan. Tagihan pada bulan lalu termasuk bunga (retail interest) merupakan pokok pinjaman pada bulan berikutnya.23

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa alat pembayaran pengganti uang tunai dalam bentuk kartu yang diterbitkan oleh bank untuk memudahkan para debiturnya bertransaksi.

Sumber hukum utama kartu kredit adalah perjanjian pinjam pakai habis dan perjanjian jual beli bersyarat sebagaimana diatur dalam Buku III KUH Perdata. Perjanjian kartu kredit yaitu salah satu bentuk perjanjian khusus yang tunduk pada ketentuan Buku III KUH Perdata. Perjanjian penerbitan kartu kredit antara penerbitan dan pemegang kartu dapat digolongkan ke dalam “perjanjian pinjam pakai habis” yang diatur dalam Pasal 1754-1773 KUH Perdata (verbruiklening).

22 Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 2010), hlm.395.

23 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 208.

(21)

Perjanjian dalam penerbitan kartu kredit berbeda dengan perjanjian yang lain jika ditinjau dari segi hukum, sebab memiliki persamaan yang tersendiri dengan perjanjian lainnya. Adapun pendirian perusahaan yang bergerak dalam usaha kartu kredit didasarkan aturan hukum yang berlaku Pasal 6 huruf I Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (Undang-Undang Perbankan) yang mengatur salah satu usaha Bank adalah melakukan usaha kartu kredit, Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dalam Pasal 2 ayat (1) yang dinyatakan bahwa salah satu lembaga pembiayaan adalah kartu kredit, selanjutnya Pasal 1 angka 7 yang dimaksud dengan perusahaan kartu kredit adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam rangka pembelian barang/jasa dengan menggunakan kartu kredit, yaitu bank, perusahaan pembiayaan.24

Kartu kredit diterbitkan oleh bank penerbit atau lembaga pengelola kartu kredit guna kepentingan pemegang kartu dan dapat digunakan oleh pemegangnya sebagai alat pembayaran yang sah secara kredit. Kartu kredit merupakan sebuah kartu yang umumnya dibuat dari bahan plastik, dengan dibubuhkan identitas dari pemegang dan penerbitnya bersifat magnetis yang memberikan hak kepada siapa kartu ini diisukan untuk menandatangani tanda pelunasan pembayaran harga dari suatu jasa atau barang-barang yang dibeli di tempat tertentu, yang pembayarannya dapat dilakukan sekaligus atau angsuran pada jangka waktu tertentu.25

24 Munir Fuady, Op.Cit., hlm 91

25

(22)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas yang ada di Indonesia tidak ditemukan judul tersebut di atas baik secara fisik maupun online, namun ada beberapa judul terkait dengan perjanjian kartu kredit, seperti di bawah ini:

Mohammad Zen Wijanaka. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (2008), dengan judul penelitian Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Kartu Kredit Dalam Transaksi e-commerce. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah:

1. Hukum mengatur transaksi e-commerce.

2. Kontrak elektronik sama kekuatan hukumnya dengan kontrak tertulis.

3. Hukum memberi perlindungan bagi pemilik kartu kredit dalam transaksi e- commerce.

Kesimpulan hukum yang mengatur transaksi e-commerce diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata serta Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Perjanjian elektronik pada dasarnya sama seperti perjanjian tertulis seperti termaktub dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Nurul Putri. Fakultas Hukum Universitas Lampung Bandar Lampung (2017), dengan judul penelitian Perlindungan Hukum Pemegang Kartu Kredit

(23)

Berkaitan Dengan Peretasan Kartu Kredit (Studi Kasus PT. BankMandiri Tbk Teluk Betung Bandar Lampung). Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini 1. Hubungan hukum antara penerbit dan pemegang kartu kredit dalam peretasan

kartu kredit.

2. Perlindungan hukum bagi pemegang kartu kredit berkaitan dengan peretasan kartu kredit.

3. Upaya hukum dari pemegang kartu kredit untuk menyelesaikan pelanggaran hak tersebut

Kesimpulan dalam penelitian hubungan hukum antara bank dan pemegang kartu kredit yaitu hubungan yang diatur dengan hukum perjanjian. Hukum perjanjian diatur tentang apa yang menjadi hak dan kewajiban dari kedua belah pihak, yaitu pihak bank dan pihak pemegang kartu kredit. Bank selaku pelaku usaha wajib memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang kartu kredit.

Alfin Oktavianus Sianipar. Fakultas Hukum Universitas Jember (2013), dengan judul penelitian Aspek hukum perjanjian penerbitan kartu kredit dengan suku bunga melebihi ketentuan batas maksimum suku bunga kartu kredit. Adapun permasalahan dalam penelitian ini :

1. Aspek hukum perjanjian penerbitan kartu kredit 2. Pengaturan batas maksimum suku bunga kartu kredit

3. Upaya penyelesaian jika terjadi sengketa antara penerbit kartu kredit dengan pengguna kartu kredit terhadap penetapan suku bunga yang melebihi ketentuan batas maksimum dalam perjanjian penerbitan kartu kredit.

(24)

Kesimpulan dalam penelitian batas maksimum suku bunga kartu kredit diatur di dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.14/34/DASP tanggal 27 November 2012 perihal Batas Maksimum Suku Bunga Kartu Kredit. Untuk penekanan terkait besarnya nominal batas suku bunga terdapat di angka (1) Surat Edaran Bank Indonesia No.14/34/DASP yang menyatakan bahwa Batas maksimum suku bunga Kartu Kredit yang wajib diterapkan oleh Penerbit Kartu Kredit adalah sebesar 2,95 persen (dua koma sembilan puluh lima persen) per bulan atau 35,40 persen (tiga puluh lima koma empat puluh persen) per tahun. Jika bank penerbit menentukan bunga kartu kredit yang melebihi ketentuan Surat Edaran tersebut, maka akibat hukumnya sebagaimana diatur Pasal 38 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/2/PBI/2012 berupa sanksi administratif seperti teguran, denda, penghentian sementara atau sebagian atau seluruh kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), dan/atau pencabutan izin penyelenggaraan kegiatan APMK

Kiki Yunitasari Saras Putri Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (2016), dengan judul penelitian Kartu Kredit Dan Debitur (Studi Tentang Hubungan Hukum Antara Bank dan Pemegang Kartu Kredit Di Kantor Cabang Utama Bank BCA Surakarta). Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Hubungan hukum antara bank penerbit dengan pemegang kartu kredit dalam perjanjian penerbitan kartu kredit di BCA.

2. Permasalahan yang akan timbul di dalam melakukan transaksi dengan menggunakan kartu kredit.

(25)

3. Perlindungan hukum yang diperoleh masing-masing pihak apabila terjadi permasalahan dalam penggunaan kartu kredit.

Kesimpulan penelitian ini adalah bank selaku penerbit akan melakukan penagihan kartu kredit kepada pemegang kartu kredit sesuai dengan nota transaksi atau sales slip. Pemegang kartu yang menerima tagihan tersebut akan melakukan pembayaran sesuai dengan nota transaksi/sales slip. Penerbit akan mengeluarkan tagihan kartu kredit pada hari yang telah ditentukan dalam satu bulan, pemegang kartu kredit harus membayar sebelum masa tenggang berakhir, selebihnya, denda keterlambatan harus dibayar.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian digunakan guna menjamin terungkapnya suatu kebenaran ilmiah, proses penelitian ini membutuhkan metode-metode yang tepat, karena hal tersebut digunakan sebagai pedoman dalam rangka mengadakan penelitian termasuk analisis dari data-data hasil penelitian tersebut. Metode penelitian merupakan faktor yang penting dalam proses penulisan skripsi dan merupakan cara utama yang digunakan penulis untuk mencapai tujuan dan objek yang dibahas dalam penelitian. Metode yang tepat, dalam menggunakan metode diharapkan dapat menggunakan alur pemikiran yang berurutan dalam usaha mencapai pengkajian. Metode yang dimaksud isini adalah jenis penelitian, sifat penelitian, pendekatan masalah, sumber hukum, analisa bahan hukum, sehingga dapat ditarik kesimpulan.

1. Jenis penelitian

(26)

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini yaitu penelitian empiris. Penelitian empiris yaitu penelitian yang dilakukan melalui studi kasus (lapangan) yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti yang bersifat yuridis dan didasarkan atas fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penelitian.26

2. Sifat penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang menggambarkan masalah yang terjadi pada masa sekarang dan sedang berlangsung, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan apa yang terjadi saat penelitian dilakukan.27

3. Pendekatan masalah

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu memecahkan masalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis yang dimaksudkan adalah hukum dilihat sebagai norma atau das sollen, disebabkan dalam melakukan pembahasan masalah dalam penelitian ini menggunakan bahan-bahan hukum. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif.28 Penelitian kualitatif yaitu penelitian untuk memahami permasalahan yang dialami oleh subjek secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2010), hlm. 41

27 Ibid

28Hadari Nawawi. Penelitian Terapan, (Yogyakarta:Gajah Mada University Press, 2005), hlm 63

(27)

dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.29 Pendekatan empiris adalah dengan melihat hukum sebagai kenyataan sosial, kultural atau das sein, karena dalam penelitian ini data yang digunakan data primer yang diperoleh langsung melalui wawancara kepada informan yang berkompeten.

4. Sumber data

Data yang dikumpulkan guna menunjang hasil penelitian adalah data primer dan data sekunder yang dapat didefinisikan sebagai berikut:

a. Data primer. Data primer yaitu data yang didapat secara langsung dari sumber pertama yaitu melalui wawancara yang tentunya berkaitan dengan pokok permasalahan. Peneliti mengkaji dan meneliti sumber data yang diperoleh dari hasil penelitian di Bank BCA Cabang Diponegoro Medan. Wawancara dilakukan kepada Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan Debitur KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019.

b. Data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, pendapat para ahli hukum, dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1) Bahan hukum primer yaitu data yang diperoleh dari sumber aslinya yang berupa undang-undang yang memiliki otoritas tinggi yang bersifat mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat. Penelitian ini bahan hukum primer terdiri atas: Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

29

(28)

Perbankan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaran Usaha Perusahaan Pembiayaan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer yang diperoleh dari studi kepustakaan berupa literature-literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian berupa pendapat para ahli, buku jurnal hukum, buku-buku hukum dan artikel.

3) Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, kamus Bahasa Indonesia, majalah, surat kabar dan ensiklopedia berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.

5. Analisis data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, artinya menguraikan data yang diolah secara rinci kedalam bentuk kalimat-kalimat (deskritif). Analisis kualitatif yang dilakukan bertitik tolak dari analisis empiris, yang dalam pendalamannya dilengkapi dengan analisis normatif. Kesimpulan

(29)

secara dedukatif, didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini dapat tersusun secara teratur dan berurutan sesuai apa yang hendak dicapai dan dimaksud dengan judul skripsi tersebut. Skripsi ini terdiri atas lima bab, dimana antara bab satu dengan bab lainnya saling terkait. Sistematika skripsi berjudul Akibat Hukum Wanprestasi Yang Dilakukan Debitur dalam Perjanjian Kartu Kredit (Studi Pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan), seperti berikut ini:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan,

keaslian penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II PERJANJIAN PENERBITAN KARTU KREDIT ANTARA DEBITUR DENGAN KREDITUR PADA BANK BCA CABANG DIPONEGORO MEDAN

Bab ini berisikan sejarah perkembangan kartu kredit. Para pihak yang terlibat dalam perjanjian penerbitan kartu kredit. Keabsahan perjanjian kartu kredit. Perjanjian penerbitan kartu kredit antara debitur dengan kreditur pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan

(30)

BAB III AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITUR DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT PADA BANK BCA CABANG DIPONEGORO MEDAN

Bab ini berisikan Prosedur Penerbitan Kartu Kredit Pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan. Akibat hukum wanprestasi yang dilakukan debitur dalam perjanjian kartu kredit pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan. Perlindungan hukum yang diperoleh masing-masing pihak apabila terjadi permasalahan dalam penggunaan kartu kredit.

BAB IV PENYELESAIAN HUKUM AKIBAT HUKUM WANPRESTASI

YANG DILAKUKAN DEBITUR DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT PADA BANK BCA CABANG DIPONEGORO MEDAN

Bab ini berisikan gambaran umum Bank Central Asia (BCA).

Faktor penyebab wanprestasi dalam perjanjian kartu kredit dan Penyelesaian Hukum Bank BCA Cabang Diponegoro Medan terhadap Debitur Yang Wanprestasi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, penulis memuat tentang kesimpulan singkat tentang hal-hal yang telah dibahas pada bab sebelumnya, serta saran–saran yang dianggap perlu.

(31)

BAB II

PERJANJIAN PENERBITAN KARTU KREDIT ANTARA DEBITUR DENGAN KREDITUR PADA BANK BCA CABANG

DIPONEGORO MEDAN

A. Sejarah Perkembangan Kartu Kredit

Amerika Serikat pertama kali menggunakan kartu kredit yaitu pada dekade 1920-an, yang diberikan oleh Department Store besar kepada para pelanggannya.

Tujuannya guna mengidentifikasi pelanggannya yang ingin berbelanja tetapi dengan pembayaran bulanan. Karena itu, kartu kredit seperti ini berbentuk kartu pembayaran lunas (charge card), yang dibayar bulanan setelah ditagih dan tanpa kewajiban membayar bunga bagi pelanggannya. Sehingga para pihaknya hanya 2 (dua) pihak saja, yaitu pertama toko sebagai penerbit, sedangkan pihak kedua adalah pelanggan sebagai pemegang kartu kredit.30

Tujuan dari pembuatan kartu tersebut agar konsumen menjadi lebih loyal terhadap toko tersebut dan terciptanya sistem manajemen yang ideal sehingga pemilik toko mengetahui data-data konsumen. Masyarakat diperkenalkan kepada sebuah sistem pembayaran kredit yang diprakarsai oleh institusi perbankan pada tahun 1946. Sistem ini dikenal dengan nama "Charge-It" dan diperkenalkan oleh seorang bankir bernama John Biggins dari Flatbush National Bank of Brooklyn yang bertujuan guna memudahkan debitur bank tersebut dalam bertransaksi dengan toko-toko atau merchant-merchant yang juga menjadi debitur di bank tersebut. Jadi merchant-merchant haruslah menyerahkan slip bukti transaksi di mana nanti bank baru akan menagih kepada debiturnya yang menggunakan

30

(32)

fasilitas "Charge-It" ini. Dengan begitu debitur harus memiliki rekening atau dana di bank tersebut.31

Berawal pada tahun 1949 secara tidak sengaja ketika seorang pengusaha bernama Frank McNamara melupakan dompetnya setelah acara makan malam di sebuah restoran ternama. Saat tagihan datang dirinya baru menyadari bahwa dompetnya tertinggal. Frank Mc.Namara memulai debutnya untuk mencari solusi pengganti uang tunai atau dompet yang mungkin juga sering kali dialami oleh konsumen-konsumen restoran lainnya. Frank McNamara pada tahun 1950, bersama rekannya, Ralph Schneider, kembali ke restoran tersebut dengan menggunakan sebuah kartu pembayaran yang unik. Inilah cikal bakal kartu kredit yang dikenal hingga saat ini. Perkembangan selanjutnya disebut dengan diners club card. Semuanya bermula dari diners club yang saat itu adalah jenis kartu

"charge card". Charge Card yang berarti kartu tunda sehingga dalam hal ini konsumen dapat menunda pembayaran pada saat bertransaksi, tetapi pada bulan berikutnya konsumen harus membayar penuh. Charge Card pada mulanya terbuat dari bahan baku kertas dalam pembuatannya.32

Sejak tahun 1951 masyarakat Amerika Serikat mulai menggunakan charge card, ketika itu digunakanlah plastik sebagai bahan bakunya seperti bentuk sekarang ini. American Express pada tahun 1958, mengeluarkan kartu kreditnya yang disebut AMEX. Disusul kemudian oleh Bank of America mengeluarkan kartu kreditnya yaitu Visa. Pemerintah Amerika pada tahun 1970-an, mengeluarkan regulasi kebijakan mengenai aturan dan penggunaan kartu kredit.

31Fitri Rahayu. A. Perkembangan Kartu Kredit di Indonesia. Jurnal Manajemen Vol.1, No.1, 2011, hlm 6

32 Ibid

(33)

Sejak saat itu, perusahaan kartu kredit berkembang pesat hingga keseluruh dunia.33

Akhirnya berkembanglah berbagai macam kartu kredit dan menerobos batas negara, seiring dengan arus globalisasi dan perkembangan teknologi dan komunikasi. Perkembangan yang pesat terhadap pemakaian kartu kredit tersebut tidak terkecuali juga di Indonesia. 34

Sistem pembayaran yang menggunakan kartu yang dikenal dengan Dinners Club. Sistem baru relatif lebih aman dan praktis. Penggunaan kartu sebagai alat pembayaran kemudian berkembang semakin luas dan diikuti oleh penerbit kartu yang lain seperti Visa Card dan Master Card. Di negara-negara yang telah maju dan telah lama menggunakan kartu plastik dalam perekonomian, kegiatan perusahaan kartu diatur secara khusus dalam undang-undang.

Perkembangan kartu untuk transaksi keuangan mulai berkembang di Indonesia pada tahun 1980 an.35

Pelopor pengembangan usaha kartu kredit di Indonesia dilakukan oleh Citibank dan Bank Duta. Dewasa ini jenis kartu kredit yang beredar semakin luas seperti Master Card, Visa BCA Card, Dinner Club, Kassa Card dan Amex Card.

Khusus untuk Dinner dan Kassa Card merupakan kartu kredit yang bukan dikeluarkan oleh bank, akan tetapi perusahaan pembiayaan seperti Dinner Jaya Indonesia untuk kartu Dinner dan PT Kassa Multi Finance untuk kartu Kassa.36

33 Ibid, hlm 6-7

34 Johannes Ibrahim, Op.Cit., hlm 22

35 Sigit Triandaru dan Totok Budisanto, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi 2, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 256

36

(34)

Pengelola khusus bergerak di bidang kartu kredit adalah PT. Diners Jaya Indonesia. Diners Club diterbitkan oleh PT. Diners Club Indonesia, sejak 1988 berada di gedung Rajawali, punya 225 pegawai yang tersebar di beberapa kota Indonesia.37 Perkembangan bisnis kartu kredit di Indonesia kini makin semarak.

Hal ini terlihat dari terus bertambahnya jenis kartu kredit yang diterbitkan, meningkatnya jumlah debitur, dan melonjaknya jumlah kartu kredit beredar maupun nilai transaksinya dalam enam tahun terakhir (2005–2010). Jika pada tahun 2005 jumlah kartu kredit yang beredar di Indonesia tercatat 8,34 juta kartu dengan nilai transaksi Rp 51,67 triliun, pada tahun 2009 jumlah kartu beredar telah menjadi 13,41 juta kartu dengan nilai transaksi Rp 137,25 triliun.

Akhir tahun 2010, jumlah kartu kredit beredar di Indonesia diprediksi akan mencapai sekitar 14,15 juta kartu dengan nilai transaksi sekitar Rp 157,48 triliun.

Apakah ini menunjukkan penduduk Indonesia yang makin makmur atau tingkat konsumtif penduduk Indonesia yang tinggi? Jawabannya karena kartu kredit semakin populer sebagai alat pengganti uang tunai bahkan telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat modern di Indonesia. Selain dipicu oleh perkembangan gaya hidup masyarakat di kota-kota besar, pertumbuhan bisnis kartu kredit ini juga ditunjang oleh beragamnya program menarik yang ditawarkan perusahaan penerbit, mengikuti selera dan kebutuhan debitur yang makin bervariasi. Berbagai tawaran kartu kredit yang menarik saat ini banyak

37 Y. Sri Susilo, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: Salemba Empat, 2010, hlm, 170.

(35)

bertebaran di sejumlah media cetak, elektronik, media online, dan juga melalui layanan Short Message Service (SMS).38

Kartu kredit di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan pada tahun 2010 hingga April 2017. Hal ini terjadi disebabkan bertambahnya jenis kartu kredit yang diterbitkan, meningkatnya jumlah debitur, dan melonjaknya jumlah kartu kredit yang beredar maupun nilai transaksinya dalam 7 tahun terakhir (2010-2017). Jika pada tahun 2010 jumlah kartu kredit yang beredar di Indonesia 13.574.673 unit dan pada April 2017 mencapai 17.661.935 unit. Jumlah kartu kredit mengalami penurunan sebesar 4.3% yaitu 17.661.935 pada April 2017 hingga September 2017 yang hanya 16.905.319 unit.39

Jumlah kartu kredit beredar per akhir Februari 2019, berdasarkan data Bank Indonesia, beredar sebanyak 17,15 juta kartu, turun dari Februari 2018 sebanyak 17,43 juta kartu beredar. Bank Indonesia, naik/turunnya jumlah kartu kredit dikarenakan terdapat kebijakan di beberapa bank penerbit untuk menghapus kepemilikan kartu dari pengguna yang sudah tidak aktif atau tidak dapat memenuhi kewajiban yang ditentukan.40 Peraturan yang mengatur mengenai kartu kredit adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.41

38 Fitri Rahayu. A, Op.Cit, hlm 12

39Pranoto. Eksistensi Kartu Kredit Dengan Adanya Electronic Money (e-money) Sebagai Alat Pembayaran Yang Sah. Privat Law. Vol : 6 No: 1 Tahun 2018, hlm 27.

40Komarul Hidayat https://keuangan.kontan.co.id/news/gesekan-bisnis-kartu-kredit-di- awal-tahun-mulai-kencang/diakses tanggal 1 November 2019

41 Siaga Yoze Rosario, Penyelesaian Sengketa Tagihan Kartu Kredit Yang Tidak Pernah Dimohonkan Oleh Konsumen Kepada PT. Bank negara indonesia (Persero), Tbk. Kantor Wilayah

(36)

B. Para Pihak yang terlibat dalam Perjanjian Penerbitan Kartu Kredit Perjanjian penerbitan kartu kredit hampir sama dengan perjanjian kredit bank, dimana tagihan akan dibayar kembali secara angsur/cicil pada kartu kredit (dalam arti sempit), dan akan dibayar kembali sekaligus pada waktu penagihan dalam kartu pembayaran tunai. Untuk dapat diterbitkannya sebuah kartu kredit, dibutuhkan unsur-unsur, antara lain sebagai berikut:

1. Unsur kepercayaan, merupakan hal yang prinsip dalam penerbitan kartu kredit. Penerbit kartu dalam menilai kelayakan dari pemohon mempertimbangkan kelayakan berdasarkan kelengkapan data yang diserahkan oleh pemohon bersama dengan aplikasi atau formulir yang telah ditanda- tanganinya.

2. Unsur waktu, penerbitan kartu kredit baik untuk pemegang kartu kredit maupun kartu tambahan dalam tenggang waktu yang diperjanjikan, umumnya 12 (dua belas) bulan.

3. Unsur prestasi, baik pihak bank maupun pemegang kartu kredit secara timbal balik memberikan prestasi. Bank akan merekomendasikan setiap penggunaan ataupun penarikan tunai yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit sesuai dengan fasilitas kredit yang diperjanjikan. Sedangkan pemegang kartu kredit harus membayar biaya-biaya.

4. Unsur risiko, penerbitan kartu kredit memiliki risiko tinggi, dikarenakan dalam pemberian fasilitas kredit umumnya tidak disyaratkan adanya agunan.

(37)

Bank sangat berisiko, jika tidak dikaitkan secara cross collateral dengan fasilitas kredit yang dimiliki pada Bank tersebut.42

Transaksi yang dilakukan dengan menggunakan kartu kredit melibatkan berbagai pihak yang saling berkepentingan. Masing-masing pihak satu sama lain terikat perjanjian baik tentang hak maupun kewajibannya. Pihak-pihak yang terlibat ini pada akhirnya akan membentuk suatu sistem kerja kartu kredit itu sendiri.43 Pihak-pihak dalam hubungan kartu kredit yaitu subjek yang berperan dalam hubungan hukum penerbitan kartu kredit dan penggunaan kartu kredit.

Pihak-pihak tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penerbit (Issuer)

Pihak penerbit kartu kredit dapat berupa bank yang mendapat izin atau lisensi dari perusahaan card international, seperti visa card dan master Card.

Bank-bank yang mendapat izin ini di Indonesia antara lain adalah Bank Niaga, Bank BCA, Bank Mandiri, Bank Internasional Indonesia, Citibank, dan lain sebagainya; lembaga keuangan non bank yang khusus bergerak di bidang penerbitan kartu kredit; lembaga keuangan yang selain bergerak di dalam penerbitan kartu kredit juga bergerak di bidang kegiatan-kegiatan keuangan lainnya.44

2. Pemegang kartu kredit (cardholder)

Pemegang kartu kredit yakni orang yang namanya tercantum dalam kartu kredit tersebut. Kartu kredit pihak pemegang kartu kredit (cardholder) dapat

42 Johannes Ibrahim, Op.Cit, hlm. 11

43

(38)

membeli barang dan jasa di tempat-tempat yang menerima penggunaan kartu kredit tersebut.45

Pemegang kartu (cardholder) yaitu seseorang yang telah diberi kepercayaan oleh Bank Penerbit untuk menggunakan kartu kredit dalam melakukan transaksi dengan Merchant yang telah ditetapkan oleh Bank Penerbit.

Seseorang memiliki kartu kredit dengan mempertimbangkan kemanfaatannya yaitu:

a. Praktis dan nyaman. Praktis disebabkan pemegang katu tidak perlu memegang uang tunai, sedangkan kenyamanan terjamin karena pemegang kartu tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan uang pada saat.

Pembayaran karena dengan kartu kredit yang bersangkutan dapat memanfaatkan fasilitas kredit yang diberikan.

b. Pembayaran dapat dilakukan dengan secara penuh (full payment) atau dengan mengangsur dan membayar terlebih dahulu pembayaran minimal (minimum payment).

c. Pemegang kartu mencerminkan status sosial tertentu, dikarenakan tidak semua orang dapat memiliki kartu kredit.

3. Penjual yang menerima kartu kredit (merchant)

Penjual yang menerima kartu kredit (merchant) adalah mereka yang membuat perjanjian dengan pihak penerbit kartu kredit dan merupakan pihak yang menerima pemakaian kartu kredit guna melakukan transaksi.46 Terlihat bahwa kartu kredit merupakan kredit tanpa jaminan, adapun syarat yang diminta bank

45 Kasmir, Op.Cit, hlm. 178

46 Sunaryo., Loc.Cit

(39)

untuk memperoleh kartu kredit pada umumnya yang bersangkutan merupakan debitur bank dan memiliki rekening koran serta suatu saldo minimum yang jumlahnya berbeda-beda, hal ini tergantung ketentuan dari bank yang bersangkutan dimana rekening koran dan saldo minimum ini kedudukannya bukanlah sebagai jaminan.

Beberapa bank mensyaratkan bagi pemegang kartu kredit yang tidak memiliki rekening koran di bank tersebut, untuk menyediakan deposito sebagai jaminan. Syarat seperti ini boleh saja diadakan dan berlaku bagi kedua belah pihak, karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka47, maksud dari sistem terbuka adalah orang bebas membuat perjanjian dalam bentuk apapun atau tidak terikat pada bentuk-bentuk perjanjian yang telah ada di dalam KUHPerdata, asalkan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilan yang berlaku.48

Keleluasan dan kebebasan dalam menggunakan sangat dibatasi kepada jenis kartu kredit yang dimilikinya. Setiap jenis kartu kredit memiliki keunggulan dan kekurangannya. Oleh karena itu, debitur harus pandai memilih kartu kredit yang sesuai dengan keinginannya. Jenis-jenis kartu kredit yang ada pada saat ini dilihat dari berbagai sisi, yaitu:

1. Dilihat dari segi fungsi a. Charge card

Charge card yaitu kartu kredit di mana pemegang kartu harus melunasi semua penagihan yang terjadi atau dirinya sekaligus pada saat jatuh tempo.

47 Retnowulan Sutantio, Kapita Selekta Hukum Ekonomi Dan Hukum Perbankan: Seri Varia Yustisia 1, (Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Cab. Mahkamah Agung RI, 1996, hlm 18.

48

(40)

Misalnya debitur melakukan suatu transaksi senilai Rp. 500.000,- maka pada saat jatuh tempo pembayaran harus dilakukan atas seluruh nilai transaksi tersebut dan dapat dicicil.

b. Credit card

Credit card yaitu suatu sistem di mana pemegang kartu dapat melunasi penagihan yang terjadi atas dirinya sekaligus atau secara angsuran pada saat jatuh tempo. Jenis kartu ini pembayarannya dapat dicicil asal memenuhi ketentuan minimal yang harus dipenuhi dan bisanya besarnya minimal 10 persen dari nilai tagihan.

c. Debit card

Debit card yaitu kartu kredit yang pembayaran atas penagihan debitur melalui pendebitan atas rekening yang ada di bank di mana pada saat membuka kartu. Dengan pendebitan tersebut, maka sejumlah uang debitur yang sesuai dengan minimal transaksi berkurang dan dikreditkan kepada rekening pedagang tempat debitur belanja.49

d. Cash card

Cash card, yaitu kartu yang berfungsi sebagai alat penarikan tunai pada ATM maupun langsung di Teller bank. Namun, pembayaran cash ini tidak dapat dilakukan diluar bank

e. Check guarantee

Check guarantee yaitu kartu yang digunakan sebagai jaminan dalam penarikan cek dan dapat pula digunakan untuk menarik uang tunai

49 Kasmir, Op.Cit.,hlm 302

(41)

2. Berdasarkan wilayah a. Kartu lokal

Kartu lokal merupakan kartu kredit yang hanya dapat dilakukan dalam suatu wilayah tertentu misalnya di seluruh wilayah negara Indonesia.

Contohnya jenis kartu kredit ini adalah Bank BCA Card.

b. Kartu internasional

Kartu internasional yaitu kartu kredit yang dapat dilakukan lintas negara atau dapat digunakan seluruh negara. Contohnya jenis kartu ini adalah visa card, master card, Dinner Card atau American Card.50

C. Keabsahan Perjanjian Kartu Kredit

Undang-Undang Perbankan menentukan pemberian kredit harus diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam, namun tidak ada ketentuan lanjut mengenai bagaimana bentuk dari perjanjian kredit tersebut.

Praktiknya, perjanjian kredit seringkali merupakan perjanjian baku.51 Bank biasanya mempunyai form tersendiri dan di sana-sini dilakukan perubahan seperlunya. Meskipun demikian, semua syarat dan kondisinya (terms and conditions) sudah bersifat baku. Debitur hanya dalam posisi menerima atau tidak perjanjian kredit tersebut. Apabila menerima semua syarat dan ketentuan dalam perjanjian kredit, maka debitur harus menandatanganinya. Sebaliknya, bila debitur menolak, kreditur tidak perlu menandatangani perjanjian kredit tersebut. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata mencerminkan asas kebebasan bagi para pihak untuk dapat menentukan isi perjanjian. Namun, masih ada pertentangan pendapat

50 Ibid

51

(42)

mengenai apakah perjanjian baku memenuhi asas konsensualisme dan asas kebebasan berkontrak atau tidak. Perjanjian dengan klausul baku dianggap tidak memenuhi asas kebebasan berkontrak karena dibuat oleh satu pihak, sehingga pihak lainnya tidak dapat mengemukakan kehendak secara bebas.52

Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa keabsahan perjanjian diantaranya adanya kata kesepakatan kedua belah pihak, kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, adanya objek dan adanya kuasa yang halal. Pasal 1338 KUHPerdata dinyatakan “Bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan- alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

Persyaratan tersebut di atas berkenaan baik mengenai subjek maupun objek perjanjian. Persyaratan yang pertama dan kedua berkenaan dengan subjek perjanjian. Persyaratan yang ketiga dan keempat berkenaan dengan objek perjanjian. Pembedaan kedua persyaratan tersebut dikaitkan pula dengan masalah batal demi hukumnya (nieteg, null and void, void ab initio) dan dapat dibatalkannya (vernietigbaar, voidable) suatu perjanjian. Perjanjian yang batal demi hukum adalah perjanjian yang sejak semula sudah batal, hukum menganggap perjanjian tersebut tidak pernah ada. Perjanjian yang dapat

52 Ibid

(43)

dibatalkan adalah sepanjang perjanjian tersebut belum atau tidak dibatalkan pengadilan, maka perjanjian yang bersangkutan masih terus berlaku.53

Tiap-tiap perjanjian mempunyai dasar pembentukannya. Ilmu hukum mengenal empat unsur pokok yang harus ada agar suatu perbuatan hukum dapat disebut dengan perjanjian yang sah. Keempat unsur tersebut selanjutnya digolongkan ke dalam dua unsur pokok yang menyangkut subjek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subjektif) dan dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian (unsur objektif). Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji dan kecakapan dari pihak yang melaksanakan perjanjian. Unsur objektif meliputi keberadaan objek yang diperjanjikan dan objek tersebut harus sesuatu yang diperkenankan menurut hukum. “Tidak dipenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap unsur subjektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur objektif)”.54

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah ada kata sepakat atau ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh

53 R.M. Panggabean. Keabsahan Perjanjian dengan Klausul Baku. Jurnal Hukum No. 4 Vol. 17 Oktober 2010, hlm 164

54

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Sebagaimana konsep bangunan tradisional Sunda lainnya, satu-satunya rumah adat Cikondang ini juga mengutamakan material bangunan yang berbahan alami yang diambil

´(PEDK Kakung mulai perjalan jauhnya meniti tangga apa yang disebut sebagai tangga priyayi sekian tahun silam. Perjalan itu dimulainya waktu beliau menyelesaikan

Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab

khusus yakni: 1) Bagaimanakah pola asuh orang tua pada anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak-kanak Swasta Katolik Karya Yosef Pontianak? 2) Bagaimanakah kecerdasan sosial

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir yang berjudul “ : Rancang Bangun

Erma Dwi Hastiningrum. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober 2015. Tujuan dari penelitian ini adalah:

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah- Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Tengah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9

Dapat di simpulkan bahwa partisipasi merupakan suatu yang sangat penting dalam meningkatkan tata kelola pemerintahan desa, akan tetapi kesadaran masyarakat dalam