• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

231

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA

SISWA KELAS V

Jalu Adi Prasetyo1), Henny Dewi Koeswanti2),Sri Giarti3)

Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga, Indonesia

e-mail: [email protected]1,[email protected]2, [email protected]3

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning pada siswa kelas V SD Negeri Bandungan 03. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang menggunakan model spiral dari Kemmis dan Mc. Taggart dengan variabel bebas model pembelajaran Discovery Learning dan variabel terikat hasil belajar IPA. Tahap dalam penelitian ini yaitu perencanaan, tindakan & observasi, dan releksi yang dilakukan dalam 2 siklus, yang masing-masing siklus terdiri dari 3 pertemuan. Teknik pengumpulan dalam penelitian ini menggunakan tes, dengan instrumen berupa butir soal. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan persentase hasil belajar siswa dari kondisi awal, siklus I dan siklus II. Pada kondisi awal siswa yang mencapai KKM berjumlah 16 siswa dengan persentase (43%), siklus I terjadi peningkatan yaitu 26 siswa dengan persentase (70%), dan siklus II terjadi peningkatan yaitu 33 siswa dengan persentase (89%). Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas V SD Negeri Bandungan 03.

Kata Kunci : Pembelajaran IPA di SD, Model Pembelajaran Discovery Learning, Hasil Belajar.

PENDAHULUAN

BSNP (2006) menyatakan bahwa pada hakikatnya pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) dengan tujuan untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikan sebagai aspek penting kecakapan hidup. Lebih lanjut BSNP menjelaskan bahwa pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. IPA tidak hanya kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep atau prinsip saja, tetapi juga merupakan proses penemuan, dengan diimbangi berbagai kegiatan percobaan- percobaan atau praktik yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan proses siswa dalam memecahkan permasalahan. Selain itu kegiatan percobaan siswa diharapkan dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam dan lingkungan sekitar. Dengan demikian dalam pembelajaran IPA, guru haruskan mampu merancang kegiatan pembelajaran yang efektif, inovatif, menyenangkan dan dapat mendorong siswa untuk aktif menggali, mencoba dan menemukan pengetahuannya sendiri tentang alam sekitar. Selain itu guru,

harus melibatkan siswa untuk ikut berperan aktif pada proses pembelajaran. Dengan adanya peran aktif dari siswa, maka proses pembelajaran akan lebih menyenangkan dan tujuan pembelajaran akan tercapai dengan baik dan optimal.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada hari sabtu, 13 Januari 2018 di SD Negeri Bandungan 03 pada kelas V menunjukkan guru masih sering mendominasi dalam proses pembelajaran, dalam menyampaikan materi pembelajaran guru masih menggunakan cara konvensional yaitu metode ceramah dan tanya jawab. Hal ini berdampak pada proses pembelajaran, siswa kurang terlibat aktif dalam pembelajaran, siswa cenderung hanya menjadi pendengar yang pasif. Siswa juga kurang memiliki antusias untuk mengikuti pembelajaran, hal ini nampak bahwa siswa lebih suka bermain dengan temannya daripada memperhatikan penjelasan dari guru. Keadaan yang demikian berdampak terhadap hasil belajar IPA yang tergolong rendah. Rendahnya hasil belajar IPA dikarenakan kurangnya pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan dan kurangnya keterampilan proses siswa dalam menemukan pengetahuannya sendiri.

Berdasarkan nilai ulangan harian mata

(2)

232 pelajaran IPA masih banyak siswa yang

mendapatkan hasil belajar yang rendah. Hal ini ditunjukkan bahwa dari 37 siswa hanya 16 (43%) siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditetapkan yaitu 72.

Sedangkan 21 siswa (57%) masih mendapatkan nilai di bawah KKM. Melihat kondisi yang ada dan yang ideal maka terjadi kesenjangan yang cukup tinggi.

Kesenjangan utama pada proses pembelajaran menyakut terhadap rendahnya presentase pencapaian KKM yaitu hanya 43%.

Melihat kondisi seperti ini, maka perlu adanya perbaikan dengan menerapkan model pembelajaran yang tepat, inovatif serta berbasis pemecahan masalah sehingga akan dapat menciptakan pembelajaran yang baik serta dapat meningkatan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA. Sani (2014:76) menyatakan bahwa terdapat beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran dengan mengintegrasikan elemen-elemen langkah ilmiah yaitu pembelajaran berbasis inkuiri, pembelajaran penemuan (Discovery Learning), pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), dan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning).

Berdasarkan jenis-jenis model pembelajaran tersebut di atas, maka model pembelajaran Discovery Learning dianggap mampu meningkatkan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA

Pembelajaran IPA di SD

BSNP (2006) menyatakan bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikan sebagai aspek penting kecakapan hidup. Sedangkan Samatowa (2010:2) menyatakan bahwa pembelajaran IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu siswa secara ilmiah. Susanto (2013:170) berpendapat bahwa pembelajaran IPA di SD dilakukan melalui penyelidikan sederhana bukan sebagai hafalan terhadap kumpulan konsep IPA. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD harus lebih menekankan kepada keterampilan proses serta diarahkan secara inquiry (penemuan) melalui kegiatan penyelidikan sehingga siswa dapat

mengembangkan kemampuan berfikirnya dan keterampilan proses dalam mempelajari alam sekitar. Dengan demikian aspek penting yang perlu diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran IPA di SD adalah melibatkan siswa berpatisipasi aktif dalam pembelajaran serta mendesain pembelajaran sedemikian rupa sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Tujuan pembelajaran IPA di SD dalam Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP, 2006) sebagai berikut : 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan ciptaan-Nya. 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi anatara IPA, lingkungan teknologi dan masyarakat. 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hal yang berhubungan erat dengan kegiatan pembelajaran. Hasil belajar tidak hanya dilihat dari nilai tes dari siswa saja, melainkan hasil belajar dapat juga dilihat dari perubahan tingkah laku, peningkatan sikap, kedisplinan, keterampilan dan masih banyak lagi yang menunjukkan perubahan yang positif pada diri siswa. Purwanto (2013:46) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Sedangkan menurut Susanto (2013:5) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan

(3)

233 belajar. Lain halnya dengan Kunandar

(2014:62) yang berpendapat bahwa bahwa hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan tertentu baik kognitif, afektif, maupun psikomotor yang dicapai atau dikuasai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.

Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut di atas mengenai pengertian hasil belajar, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar merupakan sebuah perubahan tingkah laku yang terjadi terhadap siswa, dimana perubahan tersebut terjadi setelah siswa melewati proses pembelajaran pada periode tertentu dan perubahan yang terjadi pada siswa mencakup tiga ranah yaitu ranah pengetahuan (kognitif), ranah sikap (afektif) dan ranah keterampilan (psikomotor). Hasil belajar yang tinggi dan baik merupakan gambaran dari tingkat keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran dan pembelajaran telah mencapai tujuan yang diharapkan, sedangkan hasil belajar yang rendah merupakan gambaran bahwa pembelajaran yang dilakukan belum mencapai tujuan yang diharapkan.

Model Pembelajaran Discovery Learning Hosnan (2014:282) menyatakan bahwa model pembelajaran Discovery Learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang akan diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, serta tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, siswa dapat belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya. Model pembelajaran Discovery Learning lebih mendorong siswa terlibat aktif dalam pembelajaran untuk menemukan pengetahuan dan konsepnya sendiri melalui kegiatan pengamatan dan percobaan,

Sintak model pembelajaran Discovery Learning menurut Kurniasih & Sani (2014:68) sebagai berikut :

1. Stimulation (Pemberi Rangsangan) Tahap ini siswa dihadapkan kepada sesuatu yang menimbulkan kebingungan, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi agar dalam diri siswa timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.

Stimulasi ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat

mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksploasi bahan.

2. Problem Statement (identifikasi Masalah)

Tahap ini guru memberikan siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudia salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis ( jawaban sementara )

3. Data Colletion (Pengumpulan Data) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.

4. Data Processing (Pengolahan Data) Tahap ini siswa mengolah data dan informasi yang telah diperolehnya baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya lalu ditafsirkan dan semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan pada tingkat kepercayaan tertentu. Hasil pengolahan data menghasilkan konsep atau generalisasi dan dari situ siswa dapat pengetahuan yang baru tentang alternatif jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

5. Verfication (Pembuktian)

Tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.

6. Generalization (Menarik Kesimpulan) Tahap ini siswa menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verfikasi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di kelas V SD Negeri Bandungan 03 Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang tahun ajaran 2017-2018. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas yang berjumlah 37 siswa, terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan selama 4 bulan yaitu dari bulan Januari sampai bulan April pada semester II.

Jenis penelitian yang diguanakn merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Variabel dalam penelitian ini menggunakan 2 variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini

(4)

234 adalah model pembelajaran Discovery

Learning, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA.

Penelitian ini menggunnakan model spiral, yang dikaemukkan oleh Kemmis dan Mc. Taggart, R, (Arikunto,2010:138) dimana dalam tiap siklus terdapat tiga tahapan yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting) & pengamatan (observe) dan refleksi (reflecting). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi dan tes. Pengumpulan data observasi terdiri dari instrumen observasi aktivitas guru dan siswa, sedangkan pengumpulan data tes menggunakan butir soal yang terlebih dahulu diuji coba untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas dari butir soal tersebut.

Berdasarkan hasil uji coba instrumen butir, pada siklus I dari 30 soal di dapatkan 23 soal valid dengan tingkat reliabilitas 0,902 sedangkan pada siklus II dari 30 soal didapatkan 22 soal valid dengan tingkat reliabiltas 0,909. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik diskriptif komparatif yang membandingkan hasil belajar IPA berdasarkan ketuntasan, skor tertinggi, skor terenda, rata-rata nilai pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelas V SD Negeri Bandungan 03. Pada kondisi awal hasil belajar IPA siswa masih tergolong rendah, hal ini ditunjukkan siswa yang mencapai KKM 72 berjumlah 16 siswa dengan persentase (43%), sedangkan siswa yang tidak tuntas KKM berjumlah 21 siswa dengan persentase (57%). Melihat kondisi tersebut, maka perlu adanya sebuah perbaikan dengan menerapkan model pembelajaran yang tepat salah satunya model pembelajaran Discovery Learning yang berguna untuk meningkatkan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA.

Pembelajaran IPA dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning akan dilaksanakan sebanyak 2 siklus yaitu siklus I dan siklus II dan pada setiap siklus terdiri dari tiga pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 35 menit.

Berdasarkan observasi pada tindakan siklus I pertemuan pertama, masih terdapat kekurangan dimana guru dalam

menyampaikan materi belum runtut dan mendalam, serta belum menguasai jalannya pembelajaran. Selain itu, dalam pembelajaran siswa belum dapat bekerja sama secara baik dengan kelompoknya.

Pada pertemuan kedua mengalami perbaikan dimana guru sudah secara runtut dalam menyampaikan materi dan memberikan pengarahan kepada siswa serta membimbing siswa dalam kegiatan diskusi. Dalam kegiatan percobaan siswa sudah dapat saling berbagi tugas sehingga tidak ada lagi siswa tidak ikut serta dalam kegiatan percobaan.

Pada pertemuan ketiga, siswa mengerjakkan soal evaluasi untuk mengukur hasil belajar siswa pada siklus I

Pada siklus II, pertemuan pertama terdapat beberapa kekurangan dimana guru belum dapat mengatur siswa dalam pembagian kelompok sehingga banyak siswa yang gaduh. Pada pertemuan kedua mengalami perbaikan dimana dalam pembagian kelompok guru dapat mengatur dengan baik sehingga tidak ada lagi siswa yang gaduh, serta guru membimbing jalannya percobaan dan membimbing setiap kelompok dalam menuliskan hasil analisis dari percobaan secara baik sehingga siswa tidak kebingungan dalam melakukan percobaan. Sedangkan pada pertemuan pertama siswa mulai bekerja dengan baik saling mengutarakan pendapatnya dan pada pertemuan kedua kegiatan tanya jawab sudah banyak siswa yang berani menyampaikan pendapatnya. Pada pertemuan ketiga, siswa mengerjakkan soal evaluasi untuk mengukur hasil belajar siswa pada siklus II

Hasil belajar siswa pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa pada kondisi awal siswa yang mencapai ketuntasan KKM ≥72 berjumlah 16 siswa dengan persentase (43%), sementara siswa yang belum tuntas KKM ≤72 berjumlah 21 siswa dengan persentase (57%) dengan rata- rata nilai 64,32. Pada tindakan siklus I, nampak terjadi peningkatan terhadap jumlah siswa yang tuntas dengan jumlah 26 siswa dengan persentase (70%), sedangkan siswa yang belum tuntas berjumlah 11 siswa dengan persentase (30%) dengan rata-rata nilai 72,18. Berdasarkan hasil tindakan siklus I, diketahui bahwa ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I masih belum

(5)

235 mencapai indikator keberhasilan tindakan

penelitian yang telah ditentukan yaitu minimal 80%, maka dari itu perlu adanya tindakan pada siklus II.

Pada tindakan siklus II, terjadi peningkatan kembali pada ketuntasan hasil belajar siswa. Pada siklus II siswa yang tuntas berjumlah 33 siswa dengan persentase (89%), sedangkan siswa yang belum tuntas berjumlah 4 siswa dengan persentase (11%) dengan rata-rata nilai 84,21. Nilai tertinggi siswa juga mengalami peningkatan, pada kondisi awal nilai tertinggi siswa 90, siklus I meningkat menjadi 96 dan pada siklus II nilai tertinggi yaitu 100. Sementara nilai terendah pada kondisi awal yaitu 15, siklus I 43 dan siklus II nilai terendah yaitu 64.

Pembahasan

Berdasarakan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap siswa kelas V SD Negeri Bandungan 03 Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang pada mata pelajaran IPA dengan materi sifat-sifat cahaya, maka dapat diketahui bahwa adanya peningkatan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning.

Berdasarkan hasil analisis data, menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa dari kondisi awal, siklus I, sampai siklus II. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari nilai siswa pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II, pada kondisi awal diketahui siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM ≥ 72 atau dikatakan tuntas berjumlah 16 siswa dengan persentase (43%), sementara siswa yang tidak tuntas berjumlah 21 siswa dengan persentase (57%). Setelah dilakukan tindakan pada siklus I, ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan sebesar (27%), hal ini ditunjukkan siswa yang tuntas pada siklus I berjumlah 26 siswa dengan persentase (70%), sedangkan siswa yang tidak tuntas mengalami penurunan (27%) menjadi 11 siswa dengan persentase (30%). Pada tindakan siklus I telah terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa sebesar (70%), tetapi ketuntasan tersebut belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditentukan (80%), maka dari itu perlu adanya tindakan siklus II.

Pada tindakan siklus II, siswa yang tuntas berjumlah 33 siswa dengan persentase (89%), sedangkan siswa yang tidak tuntas berjumlah 4 siswa dengan persentase (11%).

Dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa dari kondisi awal yang hanya mencapai (43%) meningkat sebesar (27%) pada tindakan siklus I menjadi (70%), dan meningkat kembali sebesar (19%) pada tindakan siklus II menjadi (89%), sehingga ketuntasan hasil belajar siklus II telah mencapai dan melampaui indikator keberhasilan (80%). Rata-rata nilai juga mengalami peningkatan dari kondisi awal, siklus I, sampai siklus II. Hal ini dapat di lihat pada kondisi awal rata-rata nilai hanya mencapai 64,32 kemudian meningkat pada tindakan siklus I menjadi 72,18 dan meningkat kembali pada tindakan siklus II menjadi 84,37.

Penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Bambang Supriyanto (2014) dalam penelitian berjudul “Penerapan Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VI B Mata Pelajaran Matematika Pokok Bahasan Keliling dan Luas Lingkaran di SDN Tanggul Wetan 02 Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember”.

Hasil penellitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang tergolong dalam kategori tuntas pada tes pendahuluan hanya 54,54%

(17 Siswa), siklus I sebesar 60,60% (20 Siswa) sedangkan pada siklus II mencapai 90,90% (30 Siswa), dengan demikian kategori hasil belajar siswa yang tergolong tuntas mengalami peningkatan sebesar 30,30%. Hasil belajar siswa yang tergolong dalam kategori tidak tuntas pada siklus I sebesar 39,40% (13 Siswa) sedangkan pada siklus II sebesar 9,10% (3 Siswa) dengan demikian kategori hasil belajar siswa yang tergolong tidak tuntas mengalami penurunanan sebesar 30,30%.

Ni Luh Rismayani (2013) dalam penelitian berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar PKN Siswa”.

Hasil Penelitian menunjukkan pada siklus I yang diperoleh dari tes hasil belajar siklus satu tersebut adalah rata-rata hasil belajar 78,3, daya serap 78,3 % sedangkan ketuntasan klasikal 66,6%. Pada siklus II terjadi peningkatan rata-rata hasil belajar siswa yaitu 87, 5 daya serap 87, 5 dan ketuntasan hasil belajar siswa telah

(6)

236 mencapai 100%. Ini menunjukkan penelitian

dapat dikatakan berhasil karena hasil belajar yang diperoleh pada silkus II telah mencapai ketuntasan 100% dan rata-rata hasil belajar siswa berada di atas KKM.

Dengan demikian dalam penelitian ini terbukti bahwa penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas V SD Negeri Bandungan 03 semester II tahun ajaran 2017-2018.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas V SD Negeri Bandungan 03 Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2017/2018. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa dari kondisi awal, siklus I, sampai siklus II. Pada kondisi awal sebelum menerapkan model pembelajaran Discovery Learning siswa yang mencapai ketuntasan KKM ≥ 72 berjumlah 16 siswa dengan persentase (43%), sedangkan siswa yang tidak tuntas berjumlah 21 siswa dengan persentase (57%). Pada tindakan siklus I terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa, di bandingkan pada kondisi awal.

Jumlah siswa yang tuntas siklus I berjumlah 26 siswa dengan persentase (70%) sedangkan siswa yang tidak tuntas berjumlah 11 siswa dengan persentase (30%). Pada tindakan siklus II terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar, jumlah siswa yang tuntas pada siklus II yaitu 33 siswa dengan persentase (89%) sedangkan siswa yang tidak tuntas berjumlah 4 siswa dengan persentase (11%). Rata-rata nilai juga mengalami peningkatan dari kondisi awal, siklus I, sampai siklus II. Hal ini dapat di lihat pada kondisi awal rata-rata nilai hanya mencapai 64,32 kemudian meningkat pada tindakan siklus I menjadi 72,18 dan meningkat kembali pada tindakan siklus II menjadi 84,21.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

BSNP. 2006. Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA SD/MI. Jakarta: Dirjen.

Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Kunandar. 2014. Penilaian Autentik.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Purwanto. 2013. Evaluasi Hasil Belajar.

Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Rismayani, Ni. Luh. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar PKn Siswa. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 1(2) Samatowa, Usman. 2010. Pembelajaran

IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Indeks.

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2014.

Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan Penerapan. Surabaya: Kata Pena.

Sani, Ridwan. Abdullah. 2014.

Pembelajaran Saintifik untuk Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara.

Supriyanto, Bambang. 2014. Penerapan Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VI B Mata Pelajaran Matematika Pokok Bahasan Keliling dan Luas Lingkaran di SDN Tanggul Wetan 02 Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. Jurnal Pancaran Pendidikan, 3(2), 165-174.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Referensi

Dokumen terkait

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.. Notoatmodjo S., 2007., kesehatan Masyarakat Ilmu

[r]

3 Frequency of affiliation and agonistic of six classes macaques in Telaga Warna Nature Reserve and Recreational Park 4 4 Percentage of Macaque-Human interaction

Agronesia Divisi Inkaba, (2) Merancang model pengelompokan bahan baku, model pemilihan pemasok, model prakiraan permintaan, dan model pemilihan distributor, (3)

Nilai-nilai pendidikan karakter bangsa pada pembelajaran matematika adalah nilai-nilai yang mencitrakan karakter yang dimiliki warga Negara Indonesia berdasarkan

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Siagian (1984) yang menyatakan bahwa babi jantan Yorkshire memiliki indeks seleksi yang lebih tinggi (156) dibanding

The Construction of Violent Identity of Black People in Inner City Neighborhood of America in 2000 s as Represented in 50 Cent Songs. Faculty of Letters and

Tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran perilaku kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah dan mutu Sekolah Dasar Negeri se-UPT Dinas Pendidikan Wilayah