• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWENANGAN KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEWAJIBAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR MENYALAKAN LAMPU DI SIANG HARI (Studi Kasus Polresta Pekanbaru) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KEWENANGAN KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEWAJIBAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR MENYALAKAN LAMPU DI SIANG HARI (Studi Kasus Polresta Pekanbaru) SKRIPSI"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Fakultas Syariah dan Hukum

MUHAMMAD TRI AFRIALDY NASUTION Nim: 11820712362

PROGRAM S 1 ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 2023 M/1444 H

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Sepeda Motor Menyalakan Lampu Utama Di Siang Hari (Studi Kasus Polresta Pekanbaru)

Salah satu Kewajiban kendaraan bermotor adalah menyalakan lampu utama di Siang hari yang diatur dalam Pasal 293 ayat (2) Jo Pasal 107 ayat (2) Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Namun faktanya masih banyak pengendara sepeda motor di kota Pekanbaru yang tidak menyalakan lampu utamanya di siang hari, tentu ini belum sesuai dengan peraturan tersebut. Kepolisian juga tidak menjalankan kewenangannya dalam melakukan penegakan hukum terhadap pengendara tersebut menjadikan masyarakat masih banyak yang tidak patuh terhadap aturan ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan kepolisian polresta Pekanbaru dan faktor penghambat dalam melakukan penegakan hukum terhadap kewajiban pengendara sepeda motor menyalakan lampu di Siang hari.

Jenis penelitian ini adalah hukum sosiologis, yaitu penelitian yang menganalisis dan mempelajari fungsi hukum dalam masyarakat. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dan teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan analisis data kualitatif kemudian penarikan kesimpulan secara induktif. lokasi penelitian ini adalah kepolisian resort (polresta) kota Pekanbaru di jalan Ahmad Yani, kecamatan senapelan, kota Pekanbaru.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam menjalankan kewenangannya kepolisian polresta Pekanbaru masih belum maksimal, hal ini dikarenakan pihak kepolisian tidak melakukan penegakannya secara represif. Saat ini kepolisian Pekanbaru lebih banyak memberikan teguran dari pada melakukan penindakan penilangan kepada masyarakat yang melanggar. Adapun hambatan yang dialami diantaranya: kurangnya personel yang bertugas dilapangan, virus Covid-19, dan masyarakat yang masih menggunakan sepeda motor tahun rendah yang lampu utamanya belum menyala otomatis. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di polresta Pekanbaru.

Kata Kunci: Kewenangan Kepolisian, Penegakan Hukum, Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Menyalakan Lampu di Siang Hari

(6)

ii

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah Rabbil Alamin, Puji dan syukur atas berkat dan anugerah Allah SWT. karena kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “KEWENANGAN KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEWAJIBAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR MENYALAKAN LAMPU DI SIANG HARI (STUDI KASUS POLRESTA PEKANBARU)” sebagai tugas akhir dan salah satu syarat untuk menempuh pendidikan sarjana Strata Satu (S1) program sarjana hukum di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW yang selalu menjadi teladan karena setiap langkah dan perbuatan kita harus selalu bernilai kebenaran dan bernilai ibadah di mata Allah SWT sepanjang jalan. Semoga apapun yang telah dilakukan penulis dengan skripsi ini juga layak menjadi ibadah-Nya.

Selama penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan kontribusi dari berbagai pihak, dalam rangka ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung dan motivasi, baik secara material maupun idealis, khususnya penulis sampaikan kepada:

1. Kepada Kedua Orang Tua tercinta Ayahanda Mahmud Nasution dan Ibunda Lina Agustina Hasibuan, yang mana selalu membimbing dan memberikan dukungan dengan penuh pengorbanan baik secara moril maupun materil,

(7)

iii

(UIN) Sultan Syarif Kasim Riau beserta jajarannya.

3. Bapak Dr. Zulkifli, M. Ag. Selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Suska Riau, Bapak Dr. H. Erman, M.Ag selaku Wakil Dekan I, Bapak Dr. H.

Mawardi, M.Si selaku Wakil Dekan II, dan Ibu Dr. Sofia Hardani, M.Ag selaku Wakil Dekan III.

4. Bapak Asril, S.HI., M.H. Selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum serta Bapak Dr.

M. Alpi Syahrin, S.H., M.H. Selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Hukum UIN Suska Riau.

5. Ibu Lysa Angrayni, S.H., M.H. Selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. H. Nur Hidayat, S.H., M.H. Selaku Pembimbing II yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga dalam memberikan bimbingan, arahan, motivasi selama penulisan skripsi ini.

6. Bapak Joni Alizon, S.H., M.H. Selaku Pembimbing Akademik (PA)

7. Para pimpinan pengurus dan Staf perpustakaan UIN Suska Riau yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang telah memberikan jasa-jasa dan memberikan buku-buku referensi, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang dengan tulus ikhlas membagi ilmunya kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan dari awal kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.

(8)

iv Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

10. Terima kasih kepada Bapak Aipda Dedi Wahyudi. Selaku Baur Tilang Satlantas Polresta Pekanbaru serta seluruh staff Satlantas Polresta Pekanbaru yang sudah bersedia memberikan data informasi untuk penelitian penulis.

11. Terima kasih kepada Bapak Ipda Muharis. Selaku Kasubnit I Turjagwali Satlantas Polresta Pekanbaru serta Seluruh Kepolisian Satlantas Polresta Pekanbaru yang sudah bersedia memberikan data informasi untuk penelitian penulis.

12. Kepada Adik tersayang Nur Putra Ananda Nasution, Mutiara Mahlina Nasution, Chintya Putri Mahlina Nasution dan keluarga besar serta saudara yang selalu memberikan semangat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Kepada Elva Febiola, S.Sos. Selaku teman paling terdekat penulis yang serba bisa di Pekanbaru, yang mendukung, memotivasi dan mendampingi penulis dalam segala hal dan tidak pernah lupa untuk mendoakan penulis selama penulisan skripsi ini.

14. Terima kasih kepada semua teman dan juga senior Ilmu Hukum yang telah memberikan dukungan, motivasi serta selalu menjadi teman untuk bertukar pikiran dengan penulis.

(9)

v Wassalamualaikum Wr.Wb.

Pekanbaru, 09 Januari 2023

Muhammad Tri Afrialdy Nst NIM: 11820710032362

(10)

vi

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Teori Negara Hukum ... 10

B. Tinjauan Tentang Kewenangan ... 13

C. Teori Penegakan Hukum ... 20

D. Tinjauan Tentang Aspek Hukum Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Menyalakan Lampu di Siang Hari... 25

E. Penelitian Terdahulu ... 27

BAB III METODELOGI PENELITIAN... 29

A. Jenis dan Sifat Penelitian ... 29

B. Pendekatan Penelitian ... 29

C. Lokasi Penelitian ... 30

D. Populasi dan Sampel ... 30

E. Sumber Data ... 31

F. Teknik Pengumpulan Data ... 33

G. Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Kewenangan Kepolisian Resort Kota Pekanbaru dalam Penegakan Hukum Terhadap Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Menyalakan Lampu di Siang Hari ... 35

(11)

vii

A. Kesimpulan ... 55 B. Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA... 57

(12)

viii

Tabel 4.2 Data Pelanggaran Roda 2 (dua) Tahun 2020 ... 42 Tabel 4.3 Data Pelanggaran Roda 2 (dua) Tahun 2021 ... 43 Tabel 4.4 Data Pelanggaran Roda 2 (dua) Tahun 2022 ... 44

(13)

1

Perkembangan sistem transportasi merupakan salah satu unsur yang penting bagi suatu kota, terutama di kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak masyarakat yang menjadi penggunanya. Aktivitas dari penduduk yang ada di kota besar sangat bergantung pada sistem transportasi yang mana terdiri dari angkutan pribadi dan sebagian besar adalah angkutan umum. Berdasarkan data kendaraan per pulau yang diterbikan oleh laman korlantas.polri.go.id pada bulan oktober Tahun 2022, total kepemilikan kendaraan di Indonesia mencapai 150.786.747 unit, yang mana sepeda motor menjadi jenis kendaraan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia dengan torehan angka mencapai 123.377.429 unit.1 Meningkatnya kepemilikan kendaraan bermotor tersebut banyak hal yang disayangkan karena masih banyak masyarakat yang tidak memiliki kesadaran dan tingginya emosional dalam berkendara mengakibatkan angka kemacetan serta pelanggaran lalu lintas dijalan tidak dapat dihindari.

Pelanggaran lalu lintas yang sering terjadi dalam berkendara menggunakan sepeda motor yaitu para pengendara sepeda motor sering tidak menggunakan Helm, menerobos lampu merah, tidak adanya Surat Izin Mengemudi (SIM), tidak ada Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan tidak berfungsinya lampu utama pada kendaraan tersebut. Pelanggaran seperti ini sudah sangat sering terjadi dan

1 https://otomotif.kompas.com/read/2022/10/04/170100915/jumlah-kendaraan-bermotor-di- indonesia-tembus-150-7-juta-unit, diakses pada jumat 02 Desember 2022, pukul 15.11 WIB.

(14)

tentu yang berwenang dalam melakukan penindakan pelanggaran ini adalah kepolisian.

Aturan yang mengatur pelanggaran lalu lintas adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang disahkan dan diundangkan pada 22 Juni 2009. Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut adalah produk dari perkembangan pada bidang transportasi. Undang- Undang ini juga tidak hanya mengatur ketentuan administratif dalam lalu lintas dan angkutan jalan, Tetapi juga terdapat ketentuan-ketentuan pidana yang memberikan sanksi-sanksi pidana yang menurut ilmu hukum adalah merupakan tindak pidana. Ketentuan pidana tersebut merupakan kentuan pidana khusus karena diatur di luar ketentuan pidana umum (KUHP).2

Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menggantikan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 14 Tahun 1992 merupakan reformasi pelengkap untuk memastikan pengemudi lebih memperhatikan keselamatan jalan dan perlengkapan berkendara yang lengkap.

Siapapun Anda, tidak terkecuali Anda, saat Anda berada di jalan raya, Anda tidak hanya berjalan atau mengemudi, tetapi Anda juga mematuhi peraturan lalu lintas yang telah ditetapkan.3

Salah satu peraturan yang ada dalam undang-undang tersebut ialah menyalakan lampu sepeda motor di siang hari. Pelanggaran menyalakan lampu

2 Andi Akhmad Alif Masselomo, Analisis Sosio-Yuridis Terhadap Penggunaan Lampu Utama Sepeda Motor Pada Siang Hari,dalamClavia Jurnal of Law, Volume 19, (2020), h.2.

3Dedi Irwanto, “Efektifitas Pasal 107 Ayat 2 Tentang Menyalakan Lampu Di Siang Hari bagi Pengendara Sepeda Motor Berdasarkan UU N0 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Wilayah Polsesk Tulangan Sidoarjo”, (Universitas Pembangunan Nasional, 2014), h.2.

(15)

utama pada siang hari bagi pengendara sepeda motor merupakan tindak pidana ringan dengan pemeriksaan prosedur yang lebih sederhana. Pelanggaran ini secara khusus diatur dalam Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menjelaskan bahwa:

“Pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.”4

Pelanggaran ini juga mempunyai sanksi pidana yang mana diatur dalam Pasal 293 ayat (2) menjelaskan bahwa:

“Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).”5

Menurut Divisi Humas Mabes Polri bahwa, menyalakan lampu motor pada siang hari akan membuat kehadiran pengendara motor mudah dilihat oleh pengendara lain, terutama mobil. Meski tanpa menyalakan lampu masih terlihat, dengan nyalanya lampu kendaraan membuat pengendara lain membutuhkan waktu lebih singkat untuk melihat keberadaan pengguna motor. Pengendara mobil atau motor pasti melihat spion hanya dalam waktu sangat singkat. Lampu yang hidup tentu mempermudah pengendara lain mendeteksi kehadiran pengendara lain melalui spion.6

4 Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

5Ibid, Pasal 293 ayat (2)

6 https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-alasan-polisi-wajibkan-pemotor-nyalakan-lampu- saat-siang-hari.html, diakses pada 13 April 2022, Pukul 17.32 WIB.

(16)

Seperti yang terjadi di kota Depok bahwa, kepolisan dalam kewenangannya menurut Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan telah melakukan penertiban terhadap kendaraan roda dua yang tidak menyalakan lampu utama di siang hari dan dalam hal ini polresta Depok melakukan pemberian sanksi berupa penilangan terhadap 50 kendaraan roda dua yang terjaring dalam penertiban ini.7

Dalam melakukan penegakan hukum, Kepolisian Republik Indonesia merupakan pihak yang berwenang dalam melakukan penegakan hukum khususnya mengenai lalu lintas. Lalu lintas dan Angkutan jalan harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara.

Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah menjelaskan bahwa, kepolisian merupakan penyelenggara urusan pemerintah di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas.

Kemudian tugas dan kewenangan kepolisian secara umum diatur dalam Pasal 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yakni:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

7https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/it8xal/Nur%20Farida diakses pada 19 April 2022, Pukul 14.23 WIB.

(17)

b. Menegakkan Hukum; dan

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.8

Pasal 12 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e kepolisian memiliki kewenangan:

a. Pengujian dan penerbitan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor;

b. Pelaksanaan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor;

c. Pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan penyajian data Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

d. Pengelolaan pusat pengendalian Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

e. Pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli Lalu Lintas;

f. Penegakan hukum yang meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas;

g. Pendidikan berlalu lintas;

h. Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas; dan i. Pelaksanaan manajemen operasional Lalu Lintas.9

Pasal 1 ayat (3) Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor juga menjelaskan bahwa:

“Korps Lalu Lintas Polri yang selanjutnya disebut Korlantas Polri adalah unsur pelaksana tugas pokok bidang keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaranlalu lintas yang berada dibawah Kapolri serta bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi lalu lintas yang meliputi pendidikan masyarakat, penegakan hukum, pengkajian masalah lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor serta patrol jalan raya.”10

Penegakan terhadap pengendara yang tidak menyalakan lampu di siang hari merupakan salah satu kewenangan kepolisian. Kepolisian Polresta Pekanbaru Pada Tahun 2019 berhasil melakukan penegakan hukum terhadap 1097

8Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia.

9Pasal 12 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

10 Pasal 1 ayat (3) Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor.

(18)

pengendara yang tidak menyalakan lampu, kemudian pada Tahun 2020 sampai dengan 2022 bulan juli hanya melakukan penegakan hukum terhadap 212 pengendara yang tidak menyalakan lampu.11

Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa dari Tahun 2019 sampai 2022 terjadi penurunan yang sangat besar. Satlantas Polresta Pekanbaru dalam penegakan terkait pengendara yang tidak menyalakan lampu utama pada siang hari dapat dikatakan belum menjalankan sepenuhnya kewenangannya. Adapun seharusnya dalam hal ini Satlantas Polresta Pekanbaru diharapkan dapat melakukan penertiban terhadap pengendara yang tidak menyalakan lampu utama di siang hari. Sebagai pihak yang memiliki kewenangan melakukan penegakan dan pemberian edukasi tentu diharapkan dapat menjalankan kewenangan tersebut dengan tujuan masyarakat yang tidak mengetahui tentang hukum dapat mengetahuinya.

Berdasarkan permasalahan yang telah penulis uraikan diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang “Kewenangan Kepolisian dalam Penegakan Hukum Terhadap Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Menyalakan Lampu di Siang Hari (Studi Kasus Polresta Pekanbaru)”.

B. Batasan Masalah

Agar dalam penelitian ini lebih terarah dan terstruktur, maka penulis menetapkan batasan-batasan penelitian. Penelitian ini berfokus pada Kewenangan

11 Aipda Dedi Wahyudi, Baur Tilang Satlantas Polresta Pekanbaru, Wawancara, Pekanbaru, pada tanggal 4 Agustus 2022

(19)

Kepolisian Resort Kota Pekanbaru dalam Penegakan Hukum Terhadap Kewajbmiban Pengendara Sepeda Motor Menyalakan Lampu di Siang Hari, serta faktor apa saja yang menghambat dalam pelaksanaannya.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Kewenangan Kepolisian Resort Kota Pekanbaru dalam Penegakan Hukum Terhadap Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Menyalakan Lampu di Siang Hari?

2. Apa saja Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kewenangan Kepolisian Resort Kota Pekanbaru dalam Penegakan Hukum Terhadap Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Menyalakan Lampu di Siang Hari?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui Kewenangan Kepolisian Resort Kota Pekanbaru dalam Penegakan Hukum Terhadap Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Menyalakan Lampu di Siang Hari.

b. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Kewenangan Kepolisian Resort Kota Pekanbaru dalam Penegakan Hukum Terhadap Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Menyalakan Lampu di Siang Hari.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi penulis, penelitian ini merupakan latihan dan pembelajaran dalam menerapkan teori yang diperoleh sehingga menambah pengetahuan, pengalaman dan pembelajaran yang sangat baru.

(20)

b. Bagi para akademisi, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan bacaan bagi perpustakaan yang terkait dengan masalah yang diteliti dan sebagai referensi bagi penulis selanjutnya yang mengerjakan topik yang sama.

E. Sistematika Penulisan

Rangkaian sistematika penelitian terdiri dari lima bab. Setiap bab pada gilirannya dibagi menjadi beberapa subbab yang terkait satu sama lainnya. Ada pun sistematika kajiannya adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini memuat uraian mengenai Teori Negara Hukum, Tinjauan Kewenangan, Teori Penegakan Hukum, Tinjauan tentang Aspek Hukum Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Menyalakan Lampu di Siang Hari dan Penelitian Terdahulu.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini memuat uraian mengenai Jenis Penelitian, Pendekatan Penelitian, Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel, Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, dan Analisis Data.

(21)

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan Kewenangan Kepolisian Resort Kota Pekanbaru dalam Penegakan Hukum Terhadap Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Menyalakan Lampu di Siang Hari, dan Faktor yang Mempengaruhi pelaksanaan Kewenangan Kepolisian Resort Kota Pekanbaru dalam Penegakan Hukum terhadap Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Menyalakan Lampu di Kota Pekanbaru.

BAB V : PENUTUP

Pada bab ini merupakan bab penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

(22)

10 A. Teori Negara Hukum

Istilah dan konsep “Negara Hukum” populer dalam kehidupan bernegara di dunia sejak lama sebelum berbagai macam istilah yang disebutsebut sebagai konsep Negara Hukum lahir. Embrio muncul gagasan negara hukum dimulai semenjak Plato. Plato memperkenalkan konsep negara Nomoi. Didalam Nomoi, Plato mengemukakan bahwa penyelenggaran negara yang baik adalah yang berdasarkan atas hukum (pola pengaturan pengaturan) yang baik.12

Menurut Didi Nazmi, negara hukum adalah negara yang berlandaskan atas hukum dan keadilan bagi warganya. Artinya semua kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan negara atau penguasa hanya berdasarkan hukum, atau dengan kata lain diatur oleh hukum. Hal ini mencerminkan hak warga negara untuk berorganisasi.13

Wirjono Prodjodikoro menyebutkan bahwa, negara hukum berarti suatu negara yang di dalam wilayahnya adalah:

a. Semua alat-alat perlengkapan dari negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam tindakannya baik terhadap para warga negara maupun dalam saling berhubungan masing-masing, tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan- peraturan hukum yang berlaku;

12H. Sarja, Negara Hukum Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Thafa Media, 2016), Cet. Ke- 1, h.14.

13Ibid., h.15.

(23)

b. Semua orang (penduduk) dalam hubungan kemasyaratakan harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku.14

Kemudian menurut Sarja dalam bukunya yang berjudul “Negara Hukum Teori dan Praktek” mengatakan Negara hukum merupakan negara yang berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Setidaknya, keberadaan dan kedudukan negara hukum ini dapat dipahami dari sisi ciri-ciri yang melekat secara umum meliputi penegakan supremasi hukum, mengontrol penyelenggaraan kekuasaan negara, adanya jaminan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).15

Indonesia sebagai negara hukum mempunyai beberapa konsep negara hukum, yakni rechtsstaat dan the rule of law. Adapun karekteristik rechtsstaat diawali dengan konsep hukum Immanuel Kant dalam arti sempit, yang mana menempatkan fungsi hukum (recht) dalam negara (staat) sebagai alat perlindungan hak-hak asasi individual dan pengaturan kekuasaan, yang menempatkan pemerintahan (negara) sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan masyarakat. Sedangkan karekteristik the rule of law dimana hukum diciptakan oleh Pengadilan atau pengadilan common law (yang dikembangkan sebagai hukum kasus) dimana pengadilan menafsirkan hukum dan ketetapan penafsiran dijadikan yuriprudensi.16

14Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia edisi revisi, (Depok: Rajawali Pers 2018), Cet. Ke-12, h.83.

15Ibid.

16Nur Hidayat, Rujukan dan Aplikasi Sistem Hukum Indonesia Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Pasca Amandemen ke Tiga, dalam UIR Law Revie, Volume 1, Nomor 2., (2017), h.197.

(24)

Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa karekteristik Rechsstaat menempatkan hukum dalam negara sebagai alat dan pengatur serta pemerintahan menjadi pemelihara dan keamaan bagi masyarakat. Sedangkan karekteristik The rule of law dapat menciptakan hukum di pengadilan sebagaimana sebuah kasus yang belum ada aturannya, pengadilan dapat menafsirkan sebuah hukum dan ketetapan penafsiran yang kemudian dijadikan sebagai yurisprudensi. Karekteristik negara hukum ini pada mulanya berkembang di Inggris pada abad 12 Masehi. Hukum yang dibuat Parlemen sebagai yang berbeda dengan kumpulan peraturan dan prinsip equity yang dibentuk melalui putusan pengadilan (Court of Chancery).17

Konsep negara hukum Rechsstaat menurut Friedrich Julius Stahl mencakup empat unsur utama yakni:

a. Perlindungan hak-hak asasi manusia;

b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu;

c. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang undangan; dan d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.18

Sedangkan konsep negara hukum The rule of law menurut A.V Dicey mencakup tiga unsur yakni:

a. Supremasi absolut atau predominasi dari regular law untuk menentang pengaruh dari arbitrary power dan menidakan kesewenang-wenangan, prerogatif atau discretionary authority yang luas dari pemerintah;

b. Persamaan dihadapan hukum bagi setiap orang dan golongan kepada ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court, yang berarti bahwa tidak ada orang yang berada di atas hukum, tidak ada peradilan administrasi negara;

17Ibid.

18 Lukman santoso Az, Negara Hukum dan Demokrasi: Pasanng Surut Negara Hukum Indonesia Pasca Reformasi, (Ponorogo: IAIN Po PRESS, 2016).h.10.

(25)

c. Konstitusi merupakan hasil dari ordinary law of the land, bahwa hukum konstitusi bukanlah sumber tetapi kosenkuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan oleh pengadilan.19

B. Tinjauan Kewenangan 1. Pengertian Kewenangan

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kewenangan mengandung makna bahwa kekuasaan yang dipunyai untuk membuat atau melakukan keputusan tentang perintah dan pelimpahan tanggung jawab kepada orang lain.20

Menurut Prajudi Atmosudirjo, kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberi oleh Undang-Undang) atau dari kekuasaan eksekutif/administratif. Kewenangan merupakan kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Didalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik.21

Sementara itu, S.F.Marbun menyebutkan wewenang berarti kesanggupan untuk melakukan suatu perbuatan hukum publik atau secara hukum adalah kemampuan untuk bertindak yang diberikan oleh hukum yang berlaku untuk memenuhi hubungan-hubungan hukum. Keewenangan itu dapat menimbulkan

19Nur Hidayat, loc. cit.

20https://jagokata.com/arti-kata/kewenangan.html di akses pada rabu 06 April 2022, Pukul 15.00 WIB.

21Yusri Munaf, Hukum Administrasi Negara, (Pekanbaru: Marpoyan Tujuh, 2016), Cet.

Ke-1. h.53.

(26)

penyatuan hukum, setelah secara tegas ditetapkan bahwa kewenangan itu sah, barulah tindakan pemerintah mempunyai kekuatan hukum (rechtskracht).

Pengertian wewenang itu sebenarnya mengacu pada kekuasaan.22

Wewenang atau kewenangan disejajarkan dengan “authority” dalam bahasa Inggris. Authority dalam Black’s Law Dictinory diartikan sebagai Legal power, a right to command or to act, the right and power of public officers to require obedience to their orders lawfully issued in scope of their public duties.

Yang artinya (kewenangan atau wewenang adalah kekuasaan hukum, hak untuk memerintah atau bertindak, hak atau kekuasaan pejabat publik untuk mematuhi aturan hukum dalam lingkup melaksanakan kewajiban publik).23

Kewenangan mempunyai kedudukan dalam kajian hukum tata negara dan hukum administrasi. Kedudukan kewenangan ini cukup penting, sehingga F.A.M Stroink dan J.G. Steenbeek menyebutnya sebagai konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum administrasi, “Het begrip befoegdheid is dan ook een kern begrip in het staats-en administratief rechi”, yang artinya (konsep kewenangan merupakan konsep inti dari hukum tata negara dan hukum administrasi).24

Kewenangan dengan hak dan kewajiban, menurut P. Nikolai adalah kesanggupan untuk melakukan perbuatan hukum tertentu (yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum, termasuk timbul dan lenyapnya akibat hukum). Hak melibatkan kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan

22Ibid, h.54.

23 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary Sixth Edition, (St Paul Minn: West Publishing, 1990), h.133.

24 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara edisi revisi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2016), Cet. Ke-12, h.99.

(27)

tindakan tertentu, sedangkan kewajiban melibatkan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan hal-hal tertentu.25

2. Sumber-Sumber Kewenangan

Kewenangan dapat diperoleh melalui beberapa cara atau metode, dalam hal ini dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam sumber kewenangan yang mana terdiri dari:

1. Sumber Atribusi adalah wewenang asli karena diperoleh atau bersumber langsung dari peraturan perundang-undangan kepada badan/organ negara. pemberian kewenangan pada badan atau lembaga/pejabat Negara tertentu baik oleh pembentuk Undang-undang Dasar maupun pembentuk Undang-undang.

2. Sumber Delegasi yaitu pelimpahan suatu wewenang oleh badan pemerintahan yang memperoleh wewenang atributif kepada badan pemerintahan lainnya.

3. Sumber Mandat yaitu wewenang yang diperoleh dengan cara pelimpahan wewenang dari organ negara kepada organ negara lainnya. pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab masih dipegang oleh sipemberi mandat, Penerima mandat hanya menjalankan wewenang pemberi mandat, sehingga tidak dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri.26

Berdasarkan ketiga sumber diatas dapat dilihat bahwa Atribusi merupakan sumber yang lazim digariskan melalui pembagian kekuasaan oleh Undang-undang dasar, berbeda dengan Delegasi dan Mandat merupakan kewenangan yang berasal dari pelimpahan kewenangan.

3. Sifat Kewenangan

Dalam menjalankan kewenangan baik pemerintah yang mendapatkan kekuasaan atau kewenangan itu bersumber dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang, dalam hukum administrasi ada tiga cara utama memperoleh

25Ibid.

26 http://sonny-tobelo.blogspot.com/2011/01/teori-kewenangan.html diakes pada sabtu 08 April 2022, Pukul 22.29 WIB.

(28)

kewenangan yakni atribusi, delegasi dan mandat. Adapun sifat-sifat kewenangan, yakni:

1. Kewenangan terkait, yaitu apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan bagaimana kewenangan tersebut dapat digunakan;

2. Kewenangan fakultatif, yaitu terjadi dalam hal badan tata usaha negara tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada pilihan; dan

3. Kewenangan bebas, yaitu apabila peraturan dasarnya memberikan kebebasan kepada badan tata usaha negara untuk menentukan mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkan. Kewenangan ini dibagi menjadi 2 oleh Hadjon yakni, untuk memutus secara mandiri dan kebebasan penilaian terhadap tersamar.27

4. Kewenangan Kepolisian

Salah satu pihak yang berwenang dalam penegakan hukum adalah kepolisian. Kepolisian berasal dari istilah polisi yang beragam penyebutannya di setiap negara. Istilah polisi pertama kali berasal dari Yunani yakni politeia dari tokoh Plato yang berlatar belakang pemikiran bahwa suatu negara yang ideal sekali sesuai dengan cita-citanya, suatu negara yang bebas dari pemimpin negara yang rakus dan jahat, tempat keadilan dijunjung tinggi.28

Menurut Satjipto Raharjo polisi merupakan alat negara yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memberikan pengayoman, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. Beliau juga menyebutkan bahwa apabila hukum bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat, diantaranya melawan kejahatan. Akhirnya polisi yang akan menentukan secara

27 https://www.academia.edu/5708875/TEORI_KEWENANGAN diakses pada sabtu 08 April 2022, Pukul 22.49 WIB.

28Azhari, Negara Hukum Indonesia Analisis Yuridis Normatif Terhadap Unsur-Unsurnya, (Jakarta: UI Press, 1995), h.19.

(29)

konkrit apa yang disebut sebagai penegakan ketertiban.29 Polisi sebagai bagian dari organ pemerintah dapat dikatakan secara jelas bahwa polisi adalah organisasi dan alat pemerintah. Selain itu, polisi adalah birokrasi tanpa loket dan sekat yang memisahkannya dengan masyarakat, hubungan polisi dengan masyarakat itu bagai air dengan ikan di dalamnya. Tidak ada masyarakat tanpa polisi (ubi society ubi politie).30

Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia terdapat rumusan mengenai defenisi dari berbagai hal yang berkaitan dengan polisi, termasuk pengertian kepolisian. Hanya saja defenisi tentang kepolisian tidak dirumuskan secara lengkap karena hanya menyangkut soal fungsi dan lembaga polisi sesuai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia yang dimaksud kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.31

Pasal 1 ayat (3) Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor menjelaskan:

“Korps Lalu Lintas Polri yang selanjutnya disebut Korlantas Polri adalah unsur pelaksana tugas pokok bidang keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas yang berada di bawah Kapolri serta bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi lalu lintas yang meliputi pendidikan masyarakat, penegakan hukum, pengkajian masalah

29 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2009), h.111

30Ismantoro Dwi Yuwono, Memahami Berbagai Etika Profesi & Pekerjaan, (Yogyakarta:

Pustaka Yustisia, 2011), h.64.

31Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian, (Surabaya: Laksbang Mediatama, 2007), Cet. Ke-1, h.53.

(30)

lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor serta patroli jalan raya.”

Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai wewenang yang menyatakan bahwa dalam rangka penyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14, Kepolisian secara umum berwenang:

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;

c. Mencegah dan menanggulangii tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

i. Mencari keterangan dan barang bukti;

j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.32 Kemudian dalam Pasal 15 ayat (2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang:

a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;

b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;

c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;

d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;

32Supriadi, Etika dan Tanggungjawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), Cet. Ke-6, h.137.

(31)

f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;

g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian 1khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;

i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;

j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;

k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.33

Sedangkan fungsi kepolisian dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Kemudian dalam menjalankan fungsi sebagai penegak hukum polisi wajib memahami asas-asas yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan tugas dan kerja yaitu sebagai berikut:

1. Asas Legalitas, dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum wajib tunduk pada hukum;

2. Asas Kewajiban, merupakan kewajiban polisi dalam menangani permasalahan masyarakat;

3. Asas Partisipasi, dalam rangka mengamankan lingkungan masyarakat polisi mengkoordinasikan pengamanan Swakarsa untuk mewujudkan ketaatan hukum di kalangan masyarakat;

4. Asas Preventif, selalu menedepankan tindakan pencegahan dari pada penindakan (represif) kepada masyarakat; dan

5. Asas Subsidiaritas, melakukan tugas instansi lain agar tidak menimbulkan permasalahan yaang lebih besar sebelum ditangani oleh instansi yang membelakangi.34

33Ibid.

(32)

C. Teori Penegakan Hukum

1. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan dengan kata lain penegakan hukum pada hakikatnya merupakan proses perwujudan ide- ide. Penegakan hukum juga merupakan proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.35

Perkataan penegakan hukum sering diartikan sebagai menegakkan, melaksanakan ketentuan didalam masyarakat, sehingga dalam konteks yang lebih luas penegakan hukum merupakan suatu proses berlangsungnya perwujudan konsep-konsep yang abstrak menjadi kenyataan. Proses penegakan hukum dalam kenyataannya memuncak pada pelaksanaan hukum itu sendiri oleh para pejabat penegak hukum.36

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa, inti dari penegakan hukum sebenarnya terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejewantah serta sikap

34 Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta: Grafindo Persada, 2008), Cet. Ke-1, h.32.

35Hasaziduhu Moho, Penegakan Hukum di Indonesia Menurut Aspek Kepastian Hukum, Keadilan, dan Kemanfaatan, dalam Jurnal Warta, Volume 59, (2019), h.5.

36 Lysa Angrayni, Pengantar Ilmu Hukum, (Yogyakarta: Kalimedia, 2017), Cet. Ke-1, h.229.

(33)

tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memeliraha, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.37

Penegakan hukum juga merupakan bagian dari perilaku yang dilakukan oleh para aparat penegekan hukum. Aparat penegak hukum yang berwenang melakukan penegakan hukum ditujukan guna meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat. Penegakan hukum akan dilakukan pada waktu baik sebelum kejadian maupun setelah kejadian atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh masyarakat. Penegakan hukum yang konsisten dan terpadu sangat penting bagi terwujudnya pilar-pilar keadilan dan kepastian hukum.38

Kemudian pengertian lainnya yaitu penegakan hukum adalah proses yang dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat satu dengan lainnya.39

2. Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.

Oleh karena itu, keberhasilan penegakan hukum akan dipengaruhi oleh hal-hal tersebut. Secara umum Soerjono Soekanto mengemukakan ada lima faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri (Undang-undang), Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan

37Ibid, h.5.

38Bambang Waluyo, Penegakan Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2022), Cet.

Ke-1, h.60.

39Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2007), hal.21.

(34)

merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif;

2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan undang-undang. Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan;

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peran semestinya;

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat.

Semakin tinggi kesadaran hukum maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik; dan

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat.

Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencermikan nilainilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudah menegakkannya.40

Berdasarkan faktor-faktor diatas dapat pula kita katakan bahwa kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, karena merupakan esensi dari penegakan hukum serta juga merupakan tolak ukur dari pada efektivitas penegakan hukum.41 Penegakan hukum itu sendiri dapat kita mulai dari diri kita sendiri karena penegakan hukum ini merupakan usaha untuk mendidik masyarakat dalam mematuhi dan mentaati baik peraturan yang berlaku maupun Undang-undang guna berjalannya keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat.

40Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara edisi revisi, Op.Cit, h.293.

41Ibid.

(35)

3. Kesadaran Hukum

Kesadaran hukum akan terwujud apabila ada indikator pengetahuan hukum, sikap huukum, dan perilaku hukum yang patuh terhadap hukum. Secara teori ketiga indikator inilah yang dapat dijadikan tolak ukur dari kesadaran hukum, karena jika pengetahuan hukum, sikap hukum, dan perilaku hukumnya rendah maka kesadaran hukumnya rendah atau sebaliknya.42

Menurut Seorjono Soekanto, kesadaran hukum yang tinggi mengakibatkan warga masyarakat mematuhi ketentuan hukum yang berlaku.

Sebaliknya, apabila kesadaran hukum sangan rendah, maka derajat kepatuhan terhadap hukum juga tidak tinggi.43

Hal tersebut berkaitan dengan berfungsinya hukum dalam masyarakat atau efektivas dari ketentuan hukum di dalam pelaksanaannya. Seseorang yang mempunyai kesadaran hukum, akan memiliki penilaian terhadap hukum yang dinilainya dari segi tujuan dan tugasnya. Penilaian semacam ini ada pada setiap warga masyarakat, oleh karena itu manusia pada umumnya mempunyai hasrat untuk senantiasa hidup dengan teratur.44

Kesadaran hukum masyarakat merupakan nilai yang hidup dalam masyarakat yang terwujud dalam bentuk memahami dan mengikuti atau mentaati norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kesadaran hukum juga merupakan hasil dari proses penyuluhan hukum yang ditandai dengan kesadaran hukum yang secara efektif dapat meningkatkan kesadaran hukum

42Ishaq, Dasar-dasar Ilmu Hukum edisi revisi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), Cet. ke-1, h.303.

43Ibid, h.304.

44Ibid.

(36)

masyarakat. Pilihan orang dalam berperilaku atau pun bersikap tidak sesuai dengan yang dikehendaki hukum sangat berpengaruh oleh moral dan karakter masyarakat, hal ini dikarenakan hukum tidak akan lepas dari lingkungan sosialnya.45

Menurut Soerjono Soekanto bahwa, ada empat unsur kesadaran hukum, yaitu:

a. Pengetahuan tentang hukum, yaitu pengetahuan seseorang berkenaan dengan perilaku tertentu yang diatur oleh hukum tertulis, yakni tentang apa yang dilarang dan apa yang diperbolehkan.

b. Pemahaman tentang isi hukum, yaitu sejumlah informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi dari atuan (tertulis), yakni mengenai isi, tujuuan, dan manfaat dari suatu peraturan.

c. Sikap terhadap hukum, yaitu suatu kecenderungan untuk menerima atau menolak hukum karena adanya penghargaan atau keinsyafan bahwa hukum tersebut bermanfaat bagi kehidupan manusia dalam hal ini sudah ada elemen apresiasi terhadap aturan hukum.

d. Pola prilaku hukum, yaitu tentang berlaku atau tidaknya suatu aturan hukum dalam masyarakat, jika berlaku suatu aturan hukum, sejauh mana berlakunya itu dan sejauh mana masyarakat mematuhinya.46 Oleh karena itu untuk membangun kesadaran hukum masyarakat, tentu keempat unsur tersebut dapat menjadi parameter dalam penegakan hukum.

Artinya, bahwa masyarakat yang sudah mengetahui pengetahuan hukum yang baik pasti akan berfikir jika akan melakukan suatu pelanggaran hukum.

45 Yul Ernis, Implikasi penyulihan hukum langsung terhadap peningkatan kesadaran hukum masyarakat, dalam Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Volume 18, No.4, (2018), h.478.

46Soerjono Soekanto, Kesadaran dan kepatuhan hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 1982), h.159.

(37)

D. Tinjauan Tentang Aspek Hukum Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Menyalakan Lampu di Siang hari

Kewajiban pengendara sepeda motor dalam menyalakan lampu sepeda motor di siang hari telah diatur dalam Pasal 107 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mana menjelaskan bahwa:

1. Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan lampu utama Kendaraan Bermotor yang digunakan di Jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu.

2. Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.

Berdasarkan Peraturan tersebut, telah dijelaskan bahwa pengendara sepeda motor selain wajib menyalakan lampu utama di malam hari, pengendara sepeda motor juga wajib menyalakan lampu di siang hari. Oleh karena itu pengendara sepeda motor harus wajib menyalakan lampu ketika berkendara di jalan pada siang hari.

Kewajiban pengendara dalam menyalakan lampu utama dalam Undang- undang ini juga memiliki sanksi pidana apabila pengendara sepeda motor tidak mentaati aturan tersebut, sanksi tersebut tercantum dalam Pasal 293 yang berbunyi:

1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

2. Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).

(38)

Berdasarkan peraturan tersebut maka pengendara mempunyai sanki baik berupa pidana maupun denda apabila pengendara tersebut tidak mentaati aturan yang tercantum dalam Undang-undang tersebut.

Kepolisian sebagai aparat penegak hukum mempunyai kewewenangan dalam Undang-undang ini, yang mana dalam Pasal 7 huruf (e) dijelaskan bahwa:

“Urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.”

Pasal tersebut menjelaskan bahwa kepolisian mempunyai wewenang sebagai penyelenggara segala urusan di bidang registrasi dan indetifikasi kendaran bermotor dan pengemudi, penegakan hukum, operasional manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas. Oleh karena itu kepolisian mempunyai wewenang untuk melakukan penegakan hukum terhadap pengendara yang tidak menyalakan lampu di siang hari sesuai dengan aturan yang ada.

(39)

E. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, penulis mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam penelitian ini, berikut penelitian terdahulu yang sudah penulis uraikan:

1. Zulkarnain, Ahmad (2019), Penelitiannya “Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Ketentuan Menyalakan Lampu Utama di Siang Hari”. Dalam penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian penulis yaitu tentang penegakan hukum terhadap ketentuan berkewajiban menyalakan lampu utama di siang hari. Sementara itu letak perbedaannya, disini penulis membahas tentang kewenangan kepolisian dan faktor yang mempengaruhi kepolisian dalam melakukan penegakan hukum. Sedangkan penelitian terdahulu membahas tentang apakah ketentuan ini telah berjalan efektiv dan penyebab ketentuan ini belum berjalan efektiv;

2. Hatuguan Sinaga, Dafid Nego Armando (2013), Penelitiannya

“Penegakan Hukum Terhadap Pengendara Sepeda Motor Yang Tidak Menyalakan Lampu Utama Pada Siang Hari (Pasal 293 ayat (2) Jo Pasal 107 ayat (2) UU 22 Tahun 2009) Di Kota Pontianak”. Dalam penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian penulis yaitu tentang Penegakan Hukum dalam ketentuan berkewajiban menyalakan lampu utama di siang hari. Sementara itu letak perbedaannya, disini penulis membahas tentang kewenangan kepolisian dan faktor yang mempengaruhi kepolisian dalam melakukan penegakan hukum.

Sedangkan penelitian terdahulu membahas tentang aturan tersebut belum

(40)

berjalan secara menyeluruh yang mana tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi pengendara sepeda motor yang tidak menyalakan lampu utama pada siang hari di Kota Pontianak, untuk mengetahui faktor-faktor pengendara sepeda motor tidak menyalakan lampu utama pada siang hari di Kota Pontianak, dan untuk mengetahui upaya-upaya penanggulangan yang dilakukan pihak Kepolisian Lalu Lintas kepada pengendara sepeda motor yang tidak menyalakan lampu utama pada siang hari di Kota Pontianak.

Uraian diatas merupakan pembeda antara penulisan skripsi terhadulu yang ada terdapat pada tujuan dan pembahasan yang di teliti, oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam mengenai Kewenangan Kepolisian dalam Penegakan Hukum terhadap Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Menyalakan Lampu di Siang Hari dengan melaksanakan penelitian dan menuangkan hasilnya dalam suatu karya ilmiah berbentuk skripsi.

(41)

29 A. Jenis dan Sifat Penelitian

Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum sosiologis adalah penelitian yang menganalisis dan mengkaji bekerjanya hukum dalam masyarakat. Penelitian ini mengkaji bekerjanya hukum dalam masyarakat dari aspek penegakan hukum (Law Enforcement).47 Penelitian ini juga didasarkan pada data primer, yaitu data yang didapat langsung baik melalui observasi maupun secara wawancara.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yakni setelah data terkumpul akan dideskripsikan dan di analisa, yang selanjutnya diteruskan dengan upaya untuk menjawab pokok yang diteliti yaitu kewenangan kepolisian polresta Pekanbaru dalam penegakan hukum terhadap kewajiban pengendara sepeda motor menyalakan lampu di siang hari.

B. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian hukum sosiologis, yang menjadi fokus kajian yaitu bekerjanya hukum dalam masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi hukum, yakni pendekatan yang menganalisis tentang bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu berkerja di dalam masyarakat.48 Dengan obyek kajian penelitian adalah institusi hukum di dalam penegakkan

47Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, (Mataram : Mataram University Press, 2020), Cet.

Ke-1, h.80.

48Ibid, h.87

(42)

hukum, institusi hukum yang dimaksud adalah kepolisian lalu lintas polresta Pekanbaru.

C. Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan berkaitan maka penulis melakukan penelitian dengan memilih lokasi penelitian di Kepolisian Resort Kota Pekanbaru (POLRESTA) yang beralamat di Jalan Ahmad Yani No.11, Kelurahan Sago, Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan di kota Pekanbaru masih banyak pengendara sepeda motor yang belum menyalakan lampu utama di siang hari.

D. Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi adalah sekelompok atau sekelompok individu yang memenuhi persyaratan tertentu yang terkait dengan masalah penelitian.49 Populasi merupakan sumber informasi dalam suatu penelitian. Populasi dapat berupa kumpulan orang, benda (hidup atau mati), peristiwa, kasus-kasus, waktu atau tempat yang memiliki karakteristik dan fitur yang sama.

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Baur Tilang Satlantas Polresta Pekanbaru, dan Polantas Satlantas Polresta Pekanbaru.

b. Sampel

Sampel adalah jumlah partisipan penelitian yang diidentifikasi oleh peneliti selama penelitian.50 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik Purposive Sampling. Dimana Purposive Sampling adalah salah satu teknik yang

49Ibid, h.92.

50Ibid, h.93.

(43)

berkaitan dengan non random sampling dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan menentukan karakteristik tertentu yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian.51 Selama pengambilan sampel, peneliti telah menentukan karakteristik tertentu terlebih dahulu terhadap objek yang akan dijadikan sampel, sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Untuk lebih jelasnya mengenai populasi dan sampel dapat dilihat di tabel dibawah ini.

Tabel 3.1 Populasi dan Sampel

No Responden Populasi Sampel Persentase

1 Baur Tilang Satlantas PolrestaPekanbaru 3 Orang 1 orang 33,3%

2 Polantas Polresta Pekanbaru 32 Orang 18 orang 56,2%

Jumlah 35 Orang 19 orang

Sumber: Olahan Data Penulis 2022

E. Sumber Data a. Data Primer

Data primer adalah informasi yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya atau sumber pertama yang sering disebut dengan responden atau informan. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan Baur Tilang Satlantas Polresta Pekanbaru dan Polantas Polresta Pekanbaru.

51Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pres, 2010), h.106.

(44)

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari beberapa bahan hukum seperti:

a) Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan:

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia.

2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

3. Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor.

b) Bahan hukum Sekunder.

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, seperti buku teks, hasil penelitian di jurnal dan opini hukum, atau pendapat para pakar di bidang hukum.52

c) Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan yang berisi petunjuk dan penjelasan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari kamus hukum, kamus bahasa Indonesia, ensiklopedia, dan ensiklopedia hukum.53

52Muhaimin, Metode Penelitian Hukum, Op.Cit, h.61.

53Ibid, h.63.

(45)

F. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi (Pengamatan)

Observasi merupakan kegiatan pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan di lokasi penelitian, yang dilakukan dengan cara mencatat, memotret, dan merekam keadaan dan kondisi serta peristiwa hukum sedang berlangsung.

b. Wawancara

Wawancara berfungsi untuk tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan responden atau antara informan untuk memperoleh informasi.

c. Studi Pustaka

Studi pustaka atau studi literarut merupakan cara penulis mengumpulkan sumber-sumber referensi dari buku-buku yang terkait dengan masalah yang diteliti, antara lain buku, jurnal, dan lain-lain, untuk dapat melengkapi bahan penelitian.

G. Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan penuliis dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif, yaitu informasi yang diberikan oleh responden secara tertulis atau lisan dan perilaku yang sebenarnya dicatat berdasarkan fakta yang ada di lapangan.54 Penarikan kesimpulan dalam penelitian hukum dibedakan menjadi 2 (dua) metode penarikan penyimpulan yakni metode penyimpulan secara deduktif dan induktif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode secara

54Ibid, h.105.

(46)

induktif, yakni dengan mengambil kesimpulan dari hal-hal khusus (peristiwa yang konkrit) kepada hal-hal yang umum (peristiwa yang berlaku secara umum).55

55Ibid, h.108.

(47)

55

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, penulis menarik kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian mengenai “Kewenangan Kepolisian Polresta Pekanbaru dalam Penegakan Hukum Terhadap Kewajiban Pengendara Sepeda Motor Menyalakan Lampu di Siang Hari” sebagai Berikut:

1. Dalam menjalankan kewenangannya polantas polresta pekanbaru masih belum maksimal, polantas polresta Pekanbaru menyebutkan bahwa saat ini lebih banyak memberikan teguran saja dari pada melakukan penilangan. Hal ini dapat dibuktikan pada tabel data pelanggaran Tahun 2020-2022 yang hanya mencapai 219 penindakan berupa tilang yang mana angka tersebut sangat jauh berbeda ketika Tahun 2019. Polantas polresta pekanbaru pada Tahun 2019 berhasil melakukan 1097 penindakan berupa tilang. Dari data yang ada menunjukan bahwa masih banyaknya pengendara sepeda motor yang tidak menyalakan lampu di siang hari dan kepolisian dari Tahun 2020- 2022 tidak menjalankan kewenangannya dengan maksimal.

2. Faktor yang mempengaruhi kepolisian polresta pekanbaru dalam melakukan penegakan hukum diantaranya: Pertama, Kurangnya personel yang bertugas dilapangan. Kedua, Virus Covid-19 yang terjadi pada Tahun 2020. Ketiga, Masyarakat masih banyak menggunakan sepeda motor tahun rendah yang mana tidak dilengkapi oleh lampu yang menyala otomatis.

(48)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penulis dapat memberikan beberapa saran untuk masa yang akan datang. Dalam menjalankan kewenangannya untuk menegakkan hukum terhadap pengemudi yang tidak menyalakan lampu di siang hari, kepolisian polresta pekanbaru harus meningkatkan kinerjanya, antara lain:

1. Lebih meningkatkan fokus terhadap pelanggaran lalu lintas khususnya terkait masalah lampu utama dengan cara menambah personel (kepolisian) yang bertugas dilapangan.

2. Melakukan edukasi hukum kepada masyarakat selaku pengemudi sepeda motor terkait kewajiban pengendara sepeda motor menyalakan lampu utama di siang hari.

3. Meningkatkan Koordinasi dan Konsistensi dari masing-masing anggota kepolisian, agar pelaksanaan kewenangan dalam penegakan hukum terhadap pengendara yang tidak menyalakan lampu di siang hari dapat berjalan maksimal dengan cara melakukan penegakan secara represif yang mana sesuai dengan tujuan yang diinginkan yaitu mengurangi tingkat pelanggaran dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Azhari. (1995). Negara Hukum Indonesia Analisis Yuridis Normatif Terhadap Unsur-Unsurnya. Jakarta: UI Press.

Anggrayni, Lysa. (2017). Pengantar Ilmu Hukum. Yogyakarta: Kalimedia.

Asikin, Zainal dan Amiruddin. (2010). Pengantar Metode Penelitian Hukum.

Jakarta: Rajawali Pres.

Bisri, Ilhami. (2008). Sistem Hukum Indonesia. Jakarta: Grafindo Persada.

Campbell Black, Henry. (1990). Black's Law Dictionary Sixth Edition. St Paul Minn: West Publishing.

Dwi Yuwono, Ismantoro. (2011). Memahami Berbagai Etika Profesi &

Pekerjaan. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

HR, Ridwan. (2016). Hukum Administrasi Negara edisi revisi. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada.

Huda, Ni' matul. (2018). Hukum Tata Negara edisi revisi. Depok: Rajawali Pers.

Ishaq. (2016). Dasar-Dasar Ilmu Hukum edisi revisi. Jakarta: Sinar Grafika.

Muhaimin. (2020). Metode Penelitian Hukum. Mataram: University Press.

Munaf, Yusri. (2016). Hukum Administrasi Negara. Pekanbaru: Marpoyan Tujuh.

Nawawi Arief, Barda. (2007). Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

(50)

Rahardi, Pudi. (2007). Hukum Kepolisian. Surabaya: Laksbang Mediatama.

Rahardjo, Satjipto. (2009). Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis.

Yogyakarta: Genta Publishing.

Sarja. (2016). Negara Hukum Teori dan Praktek. Yogyakarta: Thafa Media.

Santoso Az, Lukman. (2016). Negara Hukum dan demokrasi: pasang surut Negara Hukum Indonesia Pasca Reformasi. Ponorogo: IAIN Po Press.

Supardi. (2016). Etika dan Tanggungjawab Profesi Hukum di Indonesia.

Jakarta: Sinar Grafika.

Soerjono Soekanto. (1982). Kesadaran dan Kepatuhan Hukum. Jakarta:

Rajawali Pers.

Waluyo, Bambang. (2022). Penegakan Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

B. Jurnal

Alif Masselomo, Andi Akhmad. (2020). Analisis Sosio-Yuridis terhadap Penggunaan Lampu Sepeda Motor Pada Siang Hari. Clavia Jurnal Of Law, Volume 19.

Ernis, Yul. (2018). Implikasi penyulihan hukum langsung terhadap peningkatan kesadaran hukum masyarakat. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, Volume 18, Nomor 4.

Moho, H. (2019). Penegakan Hukum di Indonesia Menurut Aspek Kepastian Hukum, Keadilan, dan Kemanfaatan,. Jurnal Warta, Volume 59.

(51)

Nur Hidayat. (2017). Rujukan dan Aplikasi Sistem Hukum Indonesia Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Pasca Amandemen ke Tiga,.

UIR Law Review, Volume 1, Nomor 2.

Wicaksono, A, D. (2020). Penegakan Hukum Lalu Lintas Secara Elektronik Sebagai Wujud Pembangunan Hukum dalam Era Digital,. Jurnal RechtsVinding, Volume 9, Nomor 2.

C. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan

Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor

D. Website

http://sonny-tobelo.blogspot.com/2011/01/teori-kewenangan.html diakses pada tanggal 08 April 2022

https://jagokata.com/arti-kata-kewenangan.html diakses pada tanggal 06 April 2022

https://otomotif.kompas.com/read/2022/10/04/170100915/jumlah-kendaraan- bermotor-di-indonesia-tembus-150-7-juta-unit, diakses pada jumat 02 Desember 2022, pukul 15.11 WIB.

Referensi

Dokumen terkait

Surat pernyataan tidak sedang berkedudukan sebagai PNS, CPNS, Dosen Tetap pada Lembaga/ Instansi lain/ tidak memiliki NIDN/ NUPN/ NUPTK;. Pas photo berwarna ukuran 3 x

Rata-rata tamu per kamar di hotel non bintang/akomodasi lain pada bulan Agustus 2017 secara keseluruhan sebesar 1,99 orang, angka tersebut mengalami kenaikan 0,02 poin

Pacit an 238 - Sejarah Kebudayaan Islam LULUS... AL-FATTAH

Tahapan yang dapat dilakukan dalam kegiatan penyimpanan arsip digital, yaitu menyiapkan surat/naskah dinas yang akan dialihmedia, melakukan scanning terhadap naskah/surat,

Berdasarkan beberapa de- finisi di atas, maka pada dasarnya konsep arsip tidak dapat di- pisahkan dengan informasi, karena arsip merupakan infor- masi yang dibuat,

many restrictions to this type of filter because existing Junos match conditions were deemed too demanding for a TCAM-based engine; combined with their support on a limited and now

Pada penelitian ini pengumpulan data awal yang digunakan untuk mendapatkan daftar kebutuhan sistem adalah dengan melakukan studi literatur tentang source code

Penelitian lain oleh Hartati (2015), dengan 21 responden terhadap 21 responden untuk mengurangi nyeri disminore 5,571 karena mampu mengurangi ketegangan otot dan