• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL 3 MENGIDENTIFIKASI SUMBERDAYA IKAN DAN LINGKUNGANNYA DI WILAYAH EAFM (UK A )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MODUL 3 MENGIDENTIFIKASI SUMBERDAYA IKAN DAN LINGKUNGANNYA DI WILAYAH EAFM (UK A )"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PELATIHAN PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN PENDEKATAN EKOSISTEM (ECOSYTEM APPROACH TO FISHERIES

MANAGEMENT/EAFM) JENJANG PERENCANA LEVEL TEKNISI

MODUL 3

MENGIDENTIFIKASI SUMBERDAYA IKAN DAN LINGKUNGANNYA DI WILAYAH EAFM

(UK A 03132.004.01)

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BADAN RISET DAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN

PUSAT PELATIHAN DAN PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Tahun 2020

(2)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Mengidentifikasi sumberdaya Ikan dan lingkungannya di wilayah EAFM Kode Modul

Judul Modul: Pelatihan Perencanaan Pengelolaan Perairan Dengan Pendekatan

Ekosistim (EAFM) Halaman: i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, tim penulis telah berhasil menyelesaikan Penyusunan Modul Mengidentifikasi sumberdaya ikan dan lingkungannya di wilayah EAFM yang merupakan salah satu materi dalam Pelatihan Pengelolaan Perikanan Dengan Pendekatan Ekosistem (Ecosytem Approach To Fisheries Management/EAFM) Bagi Perencana Level Teknisi.

Modul ini disusun sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) Pengelolaan Perikanan Dengan Pendekatan Ekosistem sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 9 Tahun 2015. Dengan selesainya modul ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pencapaian tujuan dari penyelenggaraan pelatihan.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Tim Penyusun, Master Trainer EAFM, Akademisi dan seluruh pihak atas kerjasamanya dalam penyusunan modul ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan modul ini masih banyak kekurangan, untuk itu kritik, usul, atau saran yang konstruktif sangat kami harapkan sebagai bahan pertimbangan untuk menyempurnakan modul tersebut di masa mendatang.

Jakarta, Desember 2020 Kepala Pusat Pelatihan dan

Penyuluhan Kelautan dan Perikanan,

Dr. Lilly Aprilya Pregiwati, S.Pi., M.Si.

(3)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Mengidentifikasi sumberdaya Ikan dan lingkungannya di wilayah EAFM Kode Modul

Judul Modul: Pelatihan Perencanaan Pengelolaan Perairan Dengan Pendekatan

Ekosistim (EAFM) Halaman: ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A Deskripsi ... 2

B Peta Kedudukan Modul ... 2

C Prasyarat ... 3

D Tujuan ... 3

E Petunjuk Penggunaan Modul ... 3

F Materi Elemen Kompetensi ... 4

G Waktu ... 4

H Pengertian dan Istilah ... 4

BAB II MENGIDENTIFIKASI SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH EAFM A Lembar Informasi ... 7

B Praktek Unjuk Kerja ... 15

C Evaluasi ... 17

D Kemajuan Berlatih ... 18

BAB III MENJELASKAN KARAKTERISTIK DAN DINAMIKA LINGKUNGAN DI WILAYAH EAFM A Lembar Informasi ... 20

B Praktek Unjuk Kerja ... 50

C Evaluasi ... 52

D Kemajuan Berlatih ... 53

BAB IV MENJELASKAN KETERKAITAN SUMBERDAYA IKAN DAN LINGKUNGAN DI WILAYAH EAFM A Lembar Informasi ... 56

B Praktek Unjuk Kerja ... 66

C Evaluasi . ... 68

D Kemajuan Berlatih... 69

BAB V PENUTUP ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

TIM PENYUSUN MODUL ... 76

(4)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Mengidentifikasi sumberdaya Ikan dan lingkungannya di wilayah EAFM Kode Modul

Judul Modul: Pelatihan Perencanaan Pengelolaan Perairan Dengan Pendekatan

Ekosistim (EAFM) Halaman: 1

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan, memiliki ekosistem perairan tropis yang cukup potensial. Letak kepulauan yang berada diantara dua samudra yakni Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, memiliki luas perairan laut sekitar 5,8 juta km.

Dengan kondisi yang tidak homogen karakter sumberdaya yang juga berbeda serta tipologi perikanan yang berbeda menyebabkan tingginya tingkat keanekaragamaan hayati yang dimiliki oleh negara Indonesia termasuk di dalamnya sumberdaya ikan. Tingginya dinamika sumberdaya ikan ini tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem perairan tropis (tropical ecosystem complexitieas).

Kompleksitasnya sumberdaya ikan yang tinggi, sehingga pengelolaan perairan dengan pendekatan ekosistem menjadi sangat penting. Pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem merupakan salah satu cara pengelolaan yang sederhana yang bertujuan untuk meningkatkan kontribusi perikanan terhadap pembangunan berkelanjutan.

Identifikasi potensi sumberdaya perikanan merupakan salah satu cara upaya untuk menggali atau memotret potensi sumberdaya ikan di wilayah perairan yang bertujuan untuk perencanaan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Identifikasi dilakukan terhadap sumberdaya ikan, karakteristik dan dinamika lingkungan serta keterkaitan sumberdaya ikan dengan lingkungan di wilayah EAFM. Identifikasi potensi sumberdaya ikan di wilayah perairan perlu dilakukan sebelum perencanaan pengelolaan diterapkan. Hal ini yang bertujuan untuk perencanaan pengelolaan perikanan yang lebih baik.

(5)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Mengidentifikasi sumberdaya Ikan dan lingkungannya di wilayah EAFM Kode Modul

Judul Modul: Pelatihan Perencanaan Pengelolaan Perairan Dengan Pendekatan

Ekosistim (EAFM) Halaman: 2

A DESKRIPSI

Ruang lingkup modul “Mengidentifikasi sumberdaya ikan dan lingkungan di wilayah ini membahas tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang diperlukan untuk menyusun perencanaan pengelolaan perairan dengan pendekatan ekosistem (EAFM). Materi mengidentifikasi sumberdaya ikan dan lingkungan di wilayah EAFM meliputi tipologi sumberdaya ikan, dinamika spasial sumberdaya ikan, karakteristik sumberdaya ikan berdasarkan jenis, termasuk tipologi dan karakteristik ekosistem serta dinamika lingkungan perairan, jaring-jaring makanan dan interaksi antar sumberdaya ikan serta interaksi fungsional antara ekosistem dengan sumberdaya ikan.

B Peta Kedudukan Modul

Pelatihan Pengelolaan Perikanan dengan

Pendekatan Ekosistem Bagi

Perencana Level Teknisi

Identifikasi Sumber Daya Ikan dan Lingkungan di Wilayah EAFM

Penentuan Batas Wilayah/Kawasan Unit EAFM

Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Keterkaitannya dalam EAFM

Identifikasi Isu dan Permasalahan Prioritas Ekologi, yang dibangun dari Domain Sumberdaya Ikan, Habitat dan Ekosistem serta Teknik Penangkapan Ikan

Identifikasi Isu dan Permasalahan Prioritas Sosial

Ekonomi, yang dibangun dari Domain Sosial dan Ekonomi

Identifikasi Isu dan Permasalahan Prioritas Kelembagaan, yang dibangun dari Domain Kelembagaan

Penyusunan Rencana Aksi Perbaikan Pengelolaan Perikanan

Penyusunan Mekanisme Aksi Perbaikan Pengelolaan Perikanan

(6)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Mengidentifikasi sumberdaya Ikan dan lingkungannya di wilayah EAFM Kode Modul

Judul Modul: Pelatihan Perencanaan Pengelolaan Perairan Dengan Pendekatan

Ekosistim (EAFM) Halaman: 3

C. Prasyarat

Modul ini diperuntukan bagi peserta pelatihan yang telah memahami dasar-dasar perencanaan pengelolaan perairan dengan pendekatan ekosistem (EAFM) dan Modul 2 (A.03311.002.01) Menentukan Batas Wilayah/Kawasan Unit Pengelolaan EAFM D. Tujuan

Setelah selesai mempelajari modul ini, peserta diharapkan memiliki kompetensi mengidentifikasi sumberdaya ikan dan lingkungan di wilayah EAFM

E. Petunjuk Penggunaan Modul

• Petunjuk bagi peserta

a. Mempelajari modul mulai dari awal hingga akhir secara berurutan dan kerjakan tugas yang telah disediakan.

b. Menyiapkan peralatan yang diperlukan pada masing-masing kegiatan berlatih.

c. Menanyakan kepada pelatih jika menghadapi hal-hal yang tidak dimengerti dari modul ini.

d. Memperhatikan dan memahami langkah kerja pada modul ini sebagai panduan dalam berlatih.

• Petunjuk bagi pelatih

a. Memahami secara baik isi modul yang akan diajarkan b. Memfasilitasi Peserta selama proses belajar berlangsung.

c. Tidak mendominasi proses berlatih

d. Memberikan tugas baik secara kelompok maupun individu.

e. Memberikan arahan, bimbingan dan contoh kepada peserta menyelesaikan tugas-tugas pada setiap tahap berlatih.

f. Mengevaluasi pencapaian kemajuan belajar peserta

(7)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Mengidentifikasi sumberdaya Ikan dan lingkungannya di wilayah EAFM Kode Modul

Judul Modul: Pelatihan Perencanaan Pengelolaan Perairan Dengan Pendekatan

Ekosistim (EAFM) Halaman: 4

F Materi Elemen Kompetensi

JUDUL MODUL : Mengidentifikasi sumberdaya ikan dan lingkungan di Wilayah EAFM

KOMPETENSI : Mengidentifikasi sumberdaya ikan di wilayah EAFM

DESKRIPSI : Unit ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi sumberdaya ikan dan lingkungan di Wilayah EAFM

No. Elemen Kompetensi Kriteria Unjuk Kerja 1. Mengidentifikasi

sumberdaya ikan di wilayah EAFM

1.1 Tipologi sumberdaya ikan diidentifikasi 1.2 Karakteristik sumberdaya ikan

diidentifikasi 2.

Menjelaskan karakteristik dan

dinamika lingkungan di wilayah EAFM

2.1. Tipologi dan karakteristik lingkungan diidentifikasi

2.2. Dinamika lingkungan diidentifikasi

3.

Menjelaskan keterkaitan

sumberdaya ikan dan lingkungan di wilayah EAFM

3.1. Keterkaitan antar spesies sumberdaya ikan di wilayah EAFM dijelaskan

3.2. Pengaruh dinamika lingkungan terhadap sumberdaya ikan di wilayah EAFM

dijelaskan

G Waktu

Alokasi waktu untuk mata pelatihan mengidentifikasi sumberdaya ikan dan lingkungan di wilayah EAFM, sebanyak 8 x 45 menit.

H Pengertian dan Istilah

1. Sumberdaya ikan adalah semua potensi jenis ikan(kelas pisces) 2. Ikan adalah anggota vertebrata poikolitermik (berdarah dingin)

yang hidup di air dan bernafas dengan insang.

3. Karakteristik sumberdaya ikan adalah sifat khas yang dimiliki atau melekat pada sumberdaya ikan

4. Ekosistem adalah interaksi dan interelasi antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

(8)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Mengidentifikasi sumberdaya Ikan dan lingkungannya di wilayah EAFM Kode Modul

Judul Modul: Pelatihan Perencanaan Pengelolaan Perairan Dengan Pendekatan

Ekosistim (EAFM) Halaman: 5

5. Karakteristik lingkungan perairan adalah sifat yang khas yang dimiliki oleh ekosistem perairan

6. Dinamika lingkungan perairan adalah perubahan tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga mengakibatkan perubahan ekosistem perairan

7. Pendekatan Ekosistem adalah upaya untuk melibatkan komponen ekosistem dengan suatu proses pengambilan keputusan terhadap sumberdaya, ekosistem dan lingkunganya.

8. Keterkaitan (connectivity) adalah keterkaitan antara suatu ekosistem dengan ekosistem lain. Sebagai contoh keterkaitan antara ekosistem bakau, lamun dan terumbu karang sebagai tempat pertumbuhan beberapa jenis ikan. Seiring tumbuhnya ikan, maka ikan berpindah dari bakau, lamun dan terumbu karang sebelum kemudian mengarungi laut lepas sebagai ikan dewasa. Jika salah satu ekosistem tersebut rusak, maka hilang pula ikan yang bergantung kepadanya.

9. Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem (Ecosytem Approach to Fisheries Management), selanjutnya disingkat EAFM adalah sebuah pendekatan pengelolaan yang menitikberatkan pada pentingnya keterkaitan (konektivitas) antara sumberdaya ikan dan komponen ekosistem perairan termasuk aspek sosial, ekonomi, dan kelembagaan.

10. Laut adalah ruang perairan di muka bumi yang menghubungkan daratan dengan daratan dan bentuk-bentuk alamiah lainnya yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batasdan sistemnya ditentukan berdasarkan hukum nasional dan hukum internasional

11. Padang lamun adalah koloni tumbuhan berbunga yang tumbuh di perairan laut dangkal berpasir dan masih dapat ditembus oleh sinar matahari sampai ke dasar laut, sehingga memungkinkan tumbuhan tersebut berfotosintesa.

12. Terumbu karang adalah terdiri dari polip-polip karang dan organisme-organisme kecil lain yang hidup dalam koloni, yang merupakan suatu ekosistem yang hidup di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (Ca CO3).

(9)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi

Mengidentifikasi sumberdaya Ikan dan lingkungannya di wilayah EAFM Kode Modul

Judul Modul: Pelatihan Perencanaan Pengelolaan Perairan Dengan Pendekatan

Ekosistim (EAFM) Halaman: 6

13. Mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis yang khas tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur, berpasir atau muara sungai.

14. Estuari adalah suatu perairan semi tertutup yang berda di bagian hilir sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya pencampuran antara airtawardan air laut.

15. Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dari pola cuaca secara statistik sepanjang periode waktu tertentu, mulai dasawarsa hingga jutaan tahun. Istilah ini bisa juga berarti Perubahan dari cuaca rata-rata, atau perubahan dari frekuensi cuaca ekstrem, contohnya frekuensi cuaca ekstrem yang semakin banyak atau semakin sedikit.

16. Gas rumah kaca adalah Gas-gas yang dilepaskan ke udara dari industry, terutama pembakaran bahan bakar fosil. Gas ini terdiri dari beberapa macam, namun yang utama adalah karbon dioksida (CO2). Istiah rumah kaca mengacu pada makna bahwa gas ini tidak dapat hilang dari atmosfir bumi dan memerangkap pantulan panas matahari dari permukaan bumi sehingga menyebabkan peningkatan suhu bumi (pemanasan global)

17. Pengasaman laut adalah proses kimia dimana terjadi peningkatan jumlah ion Hidrogen bebas dalam cairan, sehingga pH nya menurun

18. Pemutihan karang adalah perubahan warna karang menjadi putih akibat stress lingkungan, baik karena sebab alam (kenaikan/penurunan suhu) atau sebab manusia (racun , sampah dll)

19. Upwelling adalah sebagai proses penaikan massa air laut dari suatu lapisan dalam ke lapisan permukaan.

20. Jaringan makanan (foodweb) adalah rantai-rantai makanan yang saling berhubungan dalam satu ekosistem.

(10)

Modul Pelatihan Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem (EAFM)

bagi Perencana level Teknisi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 7

BAB II

MENGIDENTIFIKASI SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH EAFM

A Lembar Informasi

Judul Modul : Mengidentifikasi sumberdaya ikan dan lingkungan di wilayah EAFM

Elemen

Kompetensi 1 : Mengidentifikasi sumberdaya ikan di wilayah EAFM

1. Tipologi sumberdaya ikan

Definisi sumberdaya ikan adalah semua potensi jenis ikan (kelas Pisces) yang ada di perairan.

Potensi Sumberdaya ikan di Indonesia meliputi Vertebrata (biota yang memiliki ruas tulang belakang) terdiri atas :

1). Sumberdaya ikan berdasarkan keberadaanya dalam kolom air (Neviaty, 2007), diantaranya :

a. Ikan epipelagis

Ikan epipelagis adalah ikan-ikan yang berada di kedalaman 0 – 150 m pada zona eupotik

b. Ikan Mesopelagis

Ikan mesopelagis adalah ikan-ikan yang berada di kedalaman 150 – 1000 m

c. Ikan laut dalam

Ikan laut dalam adalah ikan-ikan yang berada di kedalaman lebih dari 1000 m.

2). Sumberdaya ikan berdasarkan pergerakan (ruaya) (Effendie,1997) diantaranya :

a. ikan bukan peruaya (tidak pernah meninggalkan habitatnya) b. ikan peruaya (ada dalam habitat tertentu dalam waktu

tertentu dan pada waktu lain meninggalkan habitat untuk tujuan tertentu)

(11)

Modul Pelatihan Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem (EAFM)

bagi Perencana level Teknisi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 8

3). Sumberdaya ikan berdasarkan periode aktif mencari makan (Terangi, 2004) diantaranya :

a. Ikan nocturnal (aktif ketika malam hari) b . ikan diurnal (aktif ketika siang hari)

c. Ikan crespuscular (aktif antara siang dan malam) 4) Sumberdaya ikan berdasarkan peranannya diantaranya :

a. ikan target

ikan target yaitu ikan yang merupakan target untuk penangkapan atau lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi seperti; Seranidae, Lutjanidae, Kyphosidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae Labridae (Chelinus, Himigymnus)

b. ikan indikator

Ikan indikator yaitu ikan yang digunakan sebagai penentu untuk terumbu karang karena ikan ini erat hubungannya dengan kesuburan terumbu karang yaitu ikan dari Famili Chaetodontidae (kepe-kepe)

c. ikan lain (mayor family)

Ikan lain yaitu ikan yang umumnya dalam jumlah banyak dan dijadikan ikan hias air laut (Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae, Pomacanthidae labridae, Apogonidae)

2. Informasi penunjang

Ikan target (ikan ekonomis penting) terdiri atas : a. Sumberdaya ikan pelagis besar

Jenis-jenis ikan pelagis besar yang terdapat di perairan Indonesia antara lain :

1) ikan tuna besar yang meliputi : mandidihang (thunnus albacares), tuna mata besar (thunnus obesus), albakora (Thunnus alalunga), tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii), tuna ekor panjang (Thunnus tonggol),

2) jenis ikan pedang/setuhuk yang meliputi : ikan pedang (Xipias gladius), stuhuk biru (Makaira mazara), setuhuk hitam

(12)

Modul Pelatihan Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem (EAFM)

bagi Perencana level Teknisi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 9

(Makaira indica), setuhuk loreng (Teptapturus audax), ikan layaran (Istiophorus platypterus)

3) jenis tuna kecil meliputi : ikan cakalang (Katsuwonis pelamis), dan jenis ikan tongkol yang terdiri atas Euthynnus affinis, Auxis thazard, dan Auxis rochei,

4) jenis ikan cucut yang meliputi : Sphyrna sp, Carcharhinus longimanus, C. Brachyurus dan lain-lain.

b. Sumberdaya Ikan Pelagis kecil

Jenis-jenis ikan ikan yang termasuk dalam kategori ikan pelagis antara lain : ikan layang (Decapterus spp), teri (Stelopohorus spp), lemuru (Sardinella sardinella), tembang (Sardinella longiceps), kembung (Rastrelliger spp), ikan terbang (Cypsilurus spp) dan lain- lain.

c.Sumberdaya Ikan Demersal

Jenis-jenis ikan demersal antara lain : ikan kakap merah/bambangan (Lutjanidae), manyung (Arrdae), gerot-gerot (Pomadasyidae), kurisi (Nemipteridae), beloso (Synodontidae), kuniran (Mullidae), Layur (Trichiuridae), pepetek (Leigonathidae), dan bawal putih (Stromateidae)

d.Sumberdaya Udang Peneid dan jenis Krustasea lainnya

Jenis-jenis udang penaeid (50 jenis) antara lain : Udang putih (Penaeus merguensis), udang jerbung (P. Indicus), udang windu (P.

Monodon), udang bago (P. Semisulcatus), udang dogol (Metapenaeus monoceros), udang api=api (M. Ebarocencis) dan lain-lain; Jenis udang karang (5 jenis) yaitu udang kendal (Panulirus versicolor), udang pasir/pantung (p. Homarus), udang jaka/batu (P.

Penicillatus), udang cemara/mutiara ( p. ornatus), udang jarak (P.

Polyphagus, udang bunga (P. Longiceps) dan lainnya; kepiting bakau yaitu : Scylla serrata, S. Oceania, S transqueberica; jenis rajungan yaitu: portunus pelagicus, P. Hastatoides, P. Trilobatus, P.

Tenuipes, P. Gracilimanus, P. Sanguinolentus dan lainnya.

(13)

Modul Pelatihan Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem (EAFM)

bagi Perencana level Teknisi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 10

e.Sumberdaya Ikan Karang

Jenis ikan karang konsumsi yang banyak dieksploitasi antara lain famili Caesiodidae meliputi : ikan ekor kuning (Caesio erytrogaster), pisang-pisang (C. chrysozomus); famili Labridae yaitu ikan napoleon (Cheillinus undulatus), famili Serranidae meliputi : kerapu (Epinephelus tauvina, E. malabaricus, E. microdon, E.

fuscogttatus), sunu (Plectropomus leopardus), kerapu tikus (P.

altivelis), famili Lutjanidae meliputi lencam ( Lethtrinus lentjam dan L. harax) dan famili Siganidae meliputi : baronang (Siganus javus, S.

virgatus, S. canaliculatus).

f.Sumberdaya Cumi-Cumi

Cumi-Cumi secara taxonomi termasuk kedalam Chepalopoda, adalah salah satu sumberdaya non ikan yang cukup penting dalam perikanan Indonesia.

Jenis cumi-cumi antara lain Loligo edulis, jenis cumi-cumi lainnya antara lain: L. sinensis, L. duvaucelii, L. singhalensis, L. ujii, Sepiteuthis lessoniana, dan Nototodarus philippinensis.

(14)

Modul Pelatihan Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem (EAFM)

bagi Perencana level Teknisi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 11

3. Dinamika spasial sumberdaya ikan

1) Distribusi Ikan

Distribusi Ekologis Ikan adalah penyebaran suatu jenis ikan (perubahan kelimpahan) yang erat kaitannya dengan faktor lingkungan.

Secara ekologis ikan dapat dikelompokan dalam beberapa cara, diantaranya:

(a) Berdasarkan toleransi terhadap lingkungan; toleransi yang sempit (steno )atau luas (eury), seperti stenotermal dan eury termal

(b) Berdasarkan lokasi dalam ekosistem perairan, misalnya; ikan bentik (ikan yang hidup di dekat permukaan dasar perairan, ikan pelagik (ikan yang hidup di permukaan dan kolom air).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Distribusi Ikan adalah jenis ikan, ketersediaan makanan, tingkat persaingan, predasi, faktor fisik dan kimia serta musim.(Bhukaswan, 1980).

Pola reproduksi ikan adalah cara dasar mempertahankan diri (menentukan kelangsungan hidup ) yang dilakukan oleh ikan. Pola reproduksi erat kaitannya dengan perubahan lingkungan. Dalam melakukan reproduksi, masing-masing jenis ikan, ada yang memijah sekali ada juga yang beberapa kali pemijahan dalam setahun. selain itu masa pemijahannya berbeda-beda. Ada pemijahan yang berlangsung singkat (total spawner), tetapi ada juga masa pemijahannya yang bertahap (partial spawner).

2). Ruaya Ikan (Pergerakan Ikan)

Menurut Nikolsky (1963) Ruaya atau pergerakan merupakan mata rantai daur hidup ikan. Ruaya merupakan hal yang fundamental untuk bilogi perikanan, karena dengan mengetahui lingkaran ruaya akan diketahui batas-batas daerah dimana stok atau sub populasi itu hidup. Ruaya mempunyai arti penyesuaian, peyakinan terhadap

(15)

Modul Pelatihan Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem (EAFM)

bagi Perencana level Teknisi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 12

kondisi yang menguntungkan untuk eksistensi dan untuk reproduksi spesies. Ikan melakukan ruaya ke daerah-daerah dimana mereka menemukan kondisi yang diperlukan oleh fase tertentu dari daur hidupnya.

3). Macam Ruaya

a. Ruaya pemijahan yaitu pergerakan ikan ke daerah pemijahan yang bertujuan untuk penyesuaian dan peyakinan tempat yang paling menguntungkan untuk perkembangan telur dan larva. Sejak telur dibuahi sampai menetas terus larva merupakan saat yang kritis karena mereka tidak dapat menghindari diri dari serangan predator. Jadi ruaya pemijahan mengandung pengaruh yang langsung berhubungan dengan recruitment dan mortalitas.

b. Ruaya ke daerah pembesaran dan makanan yaitu Ruaya non reproduktif ke daerah pembesaran dan makanan dilakukan oleh anak ikan atau oleh ikan dewasa secara vertical atau horizontal.

Ruaya ini mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan atau survival ikan itu. Anak ikan atau larva ikan laut melakukan ruaya denatant secara positif dari daerah pemijahan ke daerah pembesaran atau ke daerah makanan. Misalnya ikan bandeng (Chanos-chanos). Pada musim nener banyak didapatkan di daerah pantai tertentu di utara Pulau Jawa dan Madura. Sedangkan pada larva ikan sidat (Leptocephalus) beruaya denatant secara pasif ke daerah pembesaran di pantai seperti terdapat di pelabuhan Ratu dan Cilacap. Kalau larva itu sudah metamorphose akan melakukan ruaya ke sungai dan daerah makanan untuk meneruskan hidupnya.

c. Ruaya Pengungsian yaitu ruaya untuk menghindari diri dari tempat yang kondisinya tidak baik, atau meninggalkan tempat daerah makanan beruaya ke tempat yang kondisinya buruk tetapi diperlukan untuk melengkapi daur hidupnya sebagai awal ruaya pemijahan.

(16)

Modul Pelatihan Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem (EAFM)

bagi Perencana level Teknisi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 13

4). Faktor-faktor yang mempengaruhi ruaya

Faktor-faktor yang mempengaruhi ruaya dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu :

a. Faktor luar adalah faktor lingkungan yang secara langsung atau tidak langsung memegang peranan di dalam aktivitas ruaya.

Contohnya faktor fisika yaitu suhu perairan, intensitas cahaya matahari; faktor kimia yaitu pH, Oksigen, salinitas.

b. Faktor dalam adalah faktor yang terdapat di dalam tubuh contohnya sekresi kelenjar hormone dll.

4. Karakteristik sumberdaya ikan menurut jenis.

1).Karakteristik Sumberdaya Ikan secara makroskopik

Morfologi berasal dari kata morpho (bentuk) dan logos artinya ilmu, jadi morfologi ikan merupakan ilmu yang mempelajari bentuk luar ikan.

Bentuk luar ikan mudah dilihat dan diingat sehingga membantu dalam mempelajari karakteristik sumberdaya ikan. Berbagai bentuk tubuh ikan erat hubungannya dengan kebiasaan hidup ikan. Secara umum tubuh ikan dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kepala (chepala), badan (abdomen) dan ekor (caudal). Bentuk tubuh ikan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : bentuk bilateral simetris dan bentuk asimetris.

Bentuk bilateral simetris pada ikan adalah:

a. Bentuk tubuh (Fusiform, pipih, picak, Anguiliform, Sagittiform, Filiform, Taeniform, Globiform, Ostraciform )

b. Bentuk dan posisi mulut (terminal, sub terminal, superior, inferior)

c. Sungut

d. Kelengkapan sirip e. bentuk sirip ekor

f. linea lateralis

g. ciri-ciri khusus pada ikan

(17)

Modul Pelatihan Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem (EAFM)

bagi Perencana level Teknisi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 14

Morfometrik adalah ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan, misalnya panjang total, panjang baku dll.

Meristik adalah ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tubuh ikan, misalnya jumlah sisik pada garis rusuk, jumlah jari- jari keras dan lemah pada sirip punggung dll

2). Karakteristik sumberdaya ikan berdasarkan kebiasaan makan a. Ikan permukaan

b. Ikan tengah c. Ikan dasar

3). Karakteristik sumberdaya ikan berdasarkan keberadaannya dalam kolom air

Epipelagis: bersifat pemangsa(karnivor), berukuran besar, perenang yang efektif, mempunyai kemampuan sensor yang lebih baik untuk, bisa mendeteksi mangsa, orientasi dan navigasi;

umumnya mempunyai pewarnaan yang baik dan banyak ditemukan di daerah terumbu karang.

Mesopelagis: ukuran ikan kecil, bermigrasi, berwarna gelap, beberapa jenis ikan mempunyai organ cahaya pada dekat mata Laut dalam : jenis ikan memiliki organ cahaya, beberapa ikan bermata besar

(18)

Modul Pelatihan Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem (EAFM)

bagi Perencana level Teknisi Kode Modul

B Praktek Unjuk Kerja

Judul Modul : Mengidentifikasi sumberdaya ikan dan lingkungan di wilayah EAFM Elemen Kompetensi

1 : Mengidentifikasi sumberdaya ikan di wilayah EAFM

Alat dan Bahan :

1. Alat : Papan tulis, alat tulis, kertas plano

2. Bahan : Materi pelatihan, buku identifikasi ikan dan lingkungan, preservasi biota Waktu : 3 JP @ 45 menit

No. Kriteria Unjuk Kerja Urutan Kerja/Kegiatan Alat Bantu

1. Mampu

mengidentifikasi tipologi

sumberdaya ikan

1.1. Bentuk kelompok diskusi yang beranggotakan 3 -5 orang . 1.2. Masing-masing kelompok menyiapkan bahan/alat identifikasi

1.3. Lakukan Identifikasi SDI secara berkelompok , dengan pembagian tugas sebagai berikut :

a. Kelompok 1 mengidentifikasi Sumberdaya ikan berdasarkan keberadaanya dalam kolom air

b. Kelompok 2 mengidentifikasi Sumberdaya ikan berdasarkan pergerakan

Materi pelatihan, Laptop, LCD, Buku identifikasi ikan dan lingkungan

(19)

Modul Pelatihan Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem (EAFM)

bagi Perencana level Teknisi Kode Modul

(ruaya)

c. Kelompok 3 mengidentifikasi Sumberdaya ikan berdasarkan periode aktif mencari makan

d. Kelompok 4 mengidentifikasi Sumberdaya ikan berdasarkan peranannya e. Kelompok 5 mengidentifikasi dinamika spasial sumberdaya ikan

1.4. Masing-masing kelompok berdiskusi dan memaparkan hasilnya 1.5. Masing-masing kelompok membuat laporan hasil identifikasi 2. Mampu

mengidentifikasi karakteristik sumberdaya ikan

2.1. Peserta dibagi menjadi 4 kelompok

2.2. Menyiapkan bahan/alat identifikasi/tabel lembar pengamatan untuk 4 kelompok

2.3. Lakukan Identifikasi karakteristik SDI secara berkelompok dengan pembagian tugas sebagai berikut :

a. Kelompok 1 mengidentifikasi karakteristik ikan secara makroskopik b. Kelompok 2 mengidentifikasi karakteristik ikan secara morfometrik dan

meristik ikan

c. Kelompok 3 mengidentifikasi karakteristik ikan berdasarkan kebiasaan makan

d. Kelompok 4 mengidentifikas ikarakteristik ikan berdasarkan keberadaannya dalam kolom air

2.4. Masing-masing kelompok berdiskusi dan memaparkan hasilnya 2.5 Masing-masing kelompok membuat laporan hasil identifikasi

-Buku identifikasi ikan

-lembar pengamatan

(20)

Modul Pelatihan Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem (EAFM)

bagi Perencana level Teknisi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 17

C Evaluasi

Nama Peserta :

Judul Modul : Mengidentifikasi sumberdaya ikan dan lingkungan di wilayah EAFM

Elemen

Kompetensi 1 : Mengidentifikasi sumberdaya ikan di wilayah EAFM

Tugas:

1 Sebutkan tipologi sumberdaya ikan di ekosistem perairan!

2 Sebutkan 3 macam ruaya (pergerakan ) pada ikan!

3 Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi ruaya (pergerakan ikan) di ekosistem perairan!

4 Sebutkan karakteristik sumberdaya ikan berdasarkan jenisnya !

Nilai K : Kompeten

BK : Belum Kompeten

Paraf Pelatih : ………

(21)

Modul Pelatihan Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem (EAFM)

bagi Perencana level Teknisi Kode Modul

D Kemajuan Berlatih

Nama Peserta :

Judul Modul : Mengidentifikasi sumberdaya ikan dan lingkungan di wilayah EAFM Kompetensi 1 : Mengidentifikasi sumberdaya ikan di wilayah EAFM

No. Kriteria Unjuk

Kerja Urutan kerja/kegiatan Tingkat

Kemajuan yang dicapai

Catatan

K BK

1. Mampu

mengidentifikasi tipologi

sumberdaya ikan di wilayah EAFM

3. Kelompok 1 mampu mengidentifikasi Sumberdaya ikan berdasarkan keberadaanya dalam kolom air

4. Kelompok 2 mampu mengidentifikasi Sumberdaya ikan berdasarkan pergerakan (ruaya)

5. Kelompok 3 mampu mengidentifikasi Sumberdaya ikan berdasarkan periode aktif mencari makan

6. Kelompok 4 mampu mengidentifikasi Sumberdaya ikan berdasarkan peranannya

7. Kelompok 5 mampu mengidentifikasi dinamika spasial sumberdaya ikan

(22)

Modul Pelatihan Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem (EAFM)

bagi Perencana level Teknisi Kode Modul

2. Mampu

mengidentifikasi karakteristik sumberdaya ikan

8. Kelompok 1 mampu mengidentifikasi karakteristik ikan secara makroskopik

9. Kelompok 2 mampu mengidentifikasi karakteristik ikan secara morfometrik dan meristik ikan

10. Kelompok 3 mampu mengidentifikasi karakteristik ikan berdasarkan kebiasaan makan

11. Kelompok 4 mampu mengidentifikasi karakteristik ikan berdasarkan keberadaannya dalam kolom air

Keterangan:

K : Kompeten

BK : Belum Kompeten

Paraf Peserta : …. Paraf Pelatih : …

(23)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 20

BAB III

MENJELASKAN KARAKTERISTIK DAN DINAMIKA LINGKUNGAN DI WILAYAH EAFM

A Lembar Informasi

Judul Modul : Mengidentifikasi sumberdaya ikan dan lingkungan dalam wilayah EAFM

Elemen Kompetensi 2 : Menjelaskan karakteristik dan dinamika lingkungan di wilayah EAFM

A.

Tipologi Ekosistem Perairan

Ekosistem perairan adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup perairan. Di alam, pada dasarnya, antara organisme hidup (unsur biotik) dan lingkungan fisik ( unsur abiotik) mempunyai hubungan (keterkaitan) yang sangat erat dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain serta memperlihatkan hubungan yang bersifat keharusan, interdependensi dan kausal (sebab akibat) seperti terlhat pada Gambar 3.1.

Gb 3.1. Keterkaitan antara komunitas biotik dan lingkungan abiotik

Komunitas

Biotik Lingkungan

Abiotik

Hubungan Kausal, Interdependensi (ketergantungan)

PENGERTIAN

EKOSISTEM

(24)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 21

Ekosistem perairan di wilayah laut dan pesisir meliputi : 1. Ekosistem Estuari

1.1 Pengertian, Komponen dan Parameter lingkungan

Pengertian Estuari adalah suatu perairan pesisir (coastal waters) semi tertutup yang berada di bagian hilir sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya pencampuran antara air tawar dan laut. Dengan kata lain, estuaria merupakan daerah peralihan atau transisi (ecotone) antara ekosistem perairan tawar dan laut Sebagian besar estuari didominasi oleh substrat berlumpur yang merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut.

Komponen penyusun estuaria terdiri atas :

1) Jenis fauna yang hidup di lingkungan estuaria, terdiri atas 4 kelompok yaitu: (a) fauna laut, (b) fauna perairan tawar (sungai), dan (c) fauna perairan payau,(d) kelompok biota transisi.

2) Jenis flora yang hidup di estuaria meliputi flora makro yaitu algaa (rumput laut) menempel/ melekat pada substrat dasar, algae hijau, yakni Ulva sp, Enteromorpha, Chaetomorpha dan Cladophora..; Diatom, algae hijau-biru berfilamen, yang membentuk semacam klekap dengan ketebalan 1 cm; dan tumbuhan yang dapat muncul pada permukaan perairan (emergent plant), seperti Thalassia sp., Cymodocea, Spartina dan Salicornia.

3) bakteri (mikroorganisme);

4) plankton) berupa jenis diatom (algae coklat emas) merupakan fitoplankton yang dominan hidup terutama dinoflagelata., Skeletoma, Asterionella, Nitzchia, Thalassionema, dan Melosira. Sedangkan genera dinoplagelata yang dominan antara lain: Gymnodinium, Goniulax, Peridinium, dan Ceratium.

(25)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 22

Parameter Lingkungan Utama Estuaria 1). Sirkulasi Air

 Sirkulasi di daerah eskuaria sangat dipengaruhi oleh aliran air tawar yang tersumbat dari badan sungai diatasnya dan air pasang yang berasal dari laut.

 Besar atau kecilnya debit kedua aliran masa air tersebut akan mempengaruhi pola stratifikasi masa air berdasarkan sanilitas

 Sirkulasi air di estuaria tergantung pada kisaran pasang surut, percampuran vertikal diantara air tawar dan air laut serta topografi dasar.

2). Partikel Tersuspensi

 Partikel-partikel tersuspensi yang khususnya terkandung dalam aliran sungai akan masuk dan terakumulasi di estuaria.

 Karena kondisi pada saat tertentu cenderung stagnan, maka partikel sedimen akan mengalami pengendapan, sehingga lapisan dasar akan bertambah tebal dan terjadi pendangkalan. Hal ini akan terjadinya perubahan morfologi dasar estuaria.

3). Bahan Polutan

 Bahan-bahan polutan baik yang berasal dari pemukiman, transportasi air, maupun industri dapat masuk melalui badan sungai ataupun aktifitas langsung di estuaria dan perairan pantai disekitarnya.

 Hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang ada di estuaria.

 Kandungan polutan yang tinggi dapat menyebabkan kematian dan menurunkan tingkat produktivitas di estuaria (misalnya polutan minyak, pestisida dan bahan organik lainnya).

(26)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 23

Peran dan Fungsi Ekosistem Estuari

Secara umum ekosistem estuari berperan sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut;

penyedia habitat bagi sejumlah spesies ikan, udang yang bergantung pada estuari dan sebagi tempat mencari makanan( feeding ground) serta sebagai tempat untuk bereproduksi dan atau tumbuh besar (nursery ground).

2. Ekosistem Mangrove

2.1 Pengertian, Komponen dan Parameter Lingkungan

Pengertian Hutan mangrove seringkali disebut dengan hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur.

Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, terlindung dari gelombang besar dan arus pasang-surut yang kuat. Karena itu hutan mangrove banyak ditemukan di pantai- pantai teluk dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung.

Komponen penyusun ekosistem mangrove terdiri atas : Fauna Hutan Mangrove

Komunitas fauna hutan mangrove membentuk percampuran antara dua kelompok:

a. Kelompok fauna daratan/terertial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas insekta, ular, primata, dan burung. Kelompok ini tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya di luar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan laut pada saat air surut.

(27)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 24

b. Kelompok fauna perairan/akuatik, terdiri atas dua tipe, yaitu:

(1) yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan, dan udang; (2) yang menempati substrat baik keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak (lumpur), terutama kepiting, kerang, dan berbagai jenis invertebrata lainnya

Sebagai contoh, 10 jenis ikan penting yang ditemukan di ekosistem mangrove segera Anakan adalah (1) tembang (sardinella), (2) teri (Stelophorus spp), (3) petek (Leiognathus spp), (4) belanak (Mugil spp, (5) Gulamah (Johinus spp), (6) Layur (Trichiurus spp), (7) ikan Lidah (Cynoglosus spp), Bloso (saurida spp), (() Parang-parang (Chirocentrus spp), (10) Lomei (Harpodon necherus); 6 jenis udang: (1) jerbung, (Penaeus merguensis), (2) putih (P. ensis), (3) windu (p monodon),(4) dogol( Metapenaeus ensis dan M elegans), dan (5) krosok)M.

dobsoni); satu jenis kepiting; Scylla serrata (kepiting bakau); $ jenis moluska: (1) cumi-cumi (loligo spp), (2) sontong (Sepia spp), (3) kerang darah (Anadara granosa), dan (4) kerang bulu (A. antiquate).

Tumbuhan mangrove memiliki daya adaptasi fisiologi dan morfologi yang unik agar dapat terus hidup dalam kondisi lingkungan (salinitas, pasang surut dll) yang sangat fluktuatif dan kondisi yang anaerob.

Zonasi pohon mangrove di Indonesia pada umumnya mengikuti pola sbb: (1) daerah yang langsung berhadapan dengan laut sering ditumbuhi jenis api-api (Avicenia sp) dan pedada (Sonneratia sp), tanjang (Bruguiera sp, dan tengar (Ceriops sp).

Pola zonasi mangrove dan asosiasinya dengan hewan air terlihat pada Gambar 3.1.

(28)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 25

Gambar 3.1. Pola Zonasi Mangrove Parameter Lingkungan Utama Mangrove

1). Suplai air tawar dan salinitas

 Ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam (salinitas) mengendalikan efisiensi metabolitik (metabolic efficiency) vegetasi hutan mangrove.

 Ketersediaan air tawar tergantung dari

a) frekuensi dan volume air dari sistem sungai dan irigasi dari darat,

b) frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut, serta c) tingkat evaporasi ke atmosfir.

 Walaupun spesies vegetasi mangrove memiliki mekanisme adaptasi terhadap salinitas yang tinggi, namun apabila suplai air tawar tidak tersedia, hal ini akan menyebabkan kadar garam tanah dan air mencapai kondisi ekstrim sehingga mengancam kelangfsungan hidupnya.

 Perubahan penggunaan lahan darat mengakibatkan terjadinya modifikasi masukan air tawar, yang tidak hanya menyebabkan perubahan kadar garam, tetapi juga dapat merubah aliran nutrien dan sedimen ke ekosistem mangrove.

(29)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 26

2). Pasokan Nutrien

 Pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait, meliputi input dari ion- ion mineral anorganik, bahan organik dan pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaringan-jarungan makanan yang berbai detritus.

 Konsentrasi relatif dan nisbah (rasio) optimal dari nutrien yang diperlukan untuk peeliharaan produktivitas ekosistem mangrove ditentukan oleh

a) frekuensi, jumlah dan lamanya pengenangan oleh air asin atau tawar

b) dinamika yang komplek dari airkulasi internal detritus.

3). Stabilitas Substrat

 Kestabilan substrat, rasio antara erosi dan perubahan letak sedimen diatur oleh pergerakan angin, sirkulasi pasang surut, partikel tersuspensi dan kecepatan aliran air tawar.

 Gerakan air yng lambat menyebabkan partikel sedimen halus cenderung mengendap dan berkumpul di dasar.

 Gerakan awal air yang lambat pada ekosistemmangrove selanjutnya ditingkatkan oleh adanya sistem perakaran mangrove sendiri (misalnya akar tunjang dan akar lutut).

 Adanya sistem akar yang sangat rapat pada mangrove menyebabkan partikel yang sangat halus dengan kadar organik tinggi akan cepat mengendap di sekitar akar bakau dan membentuk kumpulan lapisan sedimen. Sekali mengendap, sedimen biasanya tidk dialirkan keluar sistem hutan mangrove, sehingga proes pembentukan substrat terbentuk secara lambat.

(30)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 27

Peran dan fungsi Ekosistem Mangrove

Hutan mangrove memiliki produktivitas primer yang tinggi. Hutan mangrove dapat memberikan kontribusi besar terhadap detritus organik yang sangat penting sebagai sumber energi bagi biota yang hidup di perairan sekitarnya. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen. Selain sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground), dan daerah pemijahan (spawning ground) berbagai jenis ikan, udang, dan biota lainnya, juga pemasok larva ikan, udang, dan biota laut lainnya.

3. Ekosistem Terumbu karang

1) Pengertian, Komponen dan parameter Lingkungan

Pengertian Terumbu karang merupakan suatu ekosistem khas yang terdapat di wilayah pesisir tropis. Pada dasarnya terumbu terbentuk dari endapan-endapan masif kalsium karbonat (CaCO3), yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang hermatifik) dari filum Cnidaria, ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan zooxantellae, dan sedikit tambahan dari algae berkapur serta organisme lain yang menyekresi kalsium karbonat.

Karang pembentuk terumbu (karang hermatifik) hidup berkoloni, dan tiap individu karang yang disebut polip menempati mangkuk kecil yang dinamakan koralit. Tiap mangkuk koralit mempunyai beberapa septa yang tajam dan berbentuk daun yang tumbuh keluar dari dasar koralit, dimana septa ini merupakan dasar penentuan spesies karang. Tiap polip adalah hewan berkulit ganda, dimana kulit luar yang dinamakan epidermis dipisahkan oleh lapisan jaringan mati (mesoglea) dari kulit dalamnya yang disebutbgastrodermis. Dalam gastrodermis terdapat tumbuhan renik bersel tunggal yang dinamakan zooxantella yang hidup bersimbiosis dengan polip. Zooxantella dapat menghasilkan bahan organik melalui proses fotosintesis, yang kemudian disekresikan sebagian ke dalam usus polip sebagai pangan.

(31)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 28

Komponen penyusun terumbu karang : Komponen biota yang menyusun terumbu karang adalah hewan karang, zooxanthellae (alga), dan biota-biota lainnya yang mengekskresikan kapur (CaCO3). Terumbu (reef), massa batuan kapur dalam ekosistem terumbu karang terbentuk karena proses simbiosis mutualisme (hubungan saling menguntungkan) antara zooxantella dan hewan karang (polip).

Ketika terkena sinar matahari, zooxanthella melakukan fotosintesis yang menghasilkan oksigen dan bahan maknan (glycerol, glukosa, dan asam amino) yang dibutuhkan oleh polip. Sebaliknya, polip memberikan tempat hidup (menempel), CO2, fosfat, nitrogen yang digunakan oleh zooxanthella. Polip menyerap CaCO3 dari air laut kemudian terjadi reaksi di dalam jaringan tubuh polip dan menghasilkan cangkang luar berupa zat kapur. Selain member makanan, zooxanthella dengan berbagai pigmen(wrana) yang dimilikinya juga memberikan warna pada polip-polip, sehingga membuat ekosistem terumbu karang tampak indah, berwarna warni.

Parameter Lingkungan Utama Terumbu karang

Hidup dan pertumbuhan terumbu karang sangat tergantung pada empat parameter lingkungan berikut :

a. Kecerahan :

 Terumbu karang hanya dapat tumbuh dan berkembang optimal diperairan yang jernih, pada kedalamam yang tidak melebihi kisaran 40 – 60 m dimana sinar matahari masih dapat ditembus.

 Hal ini erat kaitannya dengan Zooxanthellae yang memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis.

b. Suhu :

 Terumbu karang pada umumnya dapat tumbuh dan berkembang optimal di perairan laut bersuhu hangat, dengan suhu rata-rata antara 25 ͦ C dan 29 ͦ C.

(32)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 29

 Terumbu karang tidak terdapat dimana suhu perairan laut jauh dibawah 25 ͦ C (dingin).

c. Salinitas :

 Pada umumnya terumbu karang dapat hidup dan tumbuh optimal diperairan laut dengan salinitas antara 30 dan 35 promil.

 Pulau-pulau yang besar dan pantai benua yang banyak sungai-sungai besar bermuara, kurang menunjang kehidupan terumbu karang karena salinitas perairannya rendah.

 Pulau-pulau yng jauh dari pantai dan terpencil terumbu karang dapat hidup.

d. Sirkulasi air (arus) :

 Arus laut dengan kecepatan tertentu diperlukan untuk mensuplai makanan berupa mikroplankton bagi hewan karang dan organisme lainnya, dan membersihkan terumbu karang dari endapan sedimen atau bahan pencemaran (pollutants)

 Karang umunya tidak dapat bertahan hidup pada perairan yang keruh dan bersedimen, karena sedimen dan partikel lumpur yang dibawa oleh aliran permukaan akibat erosi dapat menutupi polip sehingga respirasi (pernapasan) organisme terumbu karang dan proses fotosintesa oleh Zooxanthellae akan terganggu.

2). Peran dan Fungsi Ekosistem Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang berperan penting sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat yang berasal dari laut, selain itu, terumbu karang mempunyai peran utama sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makanan, tempat asuhan dan pembesaran, tempat pemijahan bagi berbagai biota yang hidup di terumbu karang.

(33)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 30

4. Ekosistem Lamun

1). Pengertian, Komponen dan Parameter Lingkungan

Pengertian Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae)yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai atau boba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati, dengan kedalaman sampai 4 meter. Dalam perairan yang jernih, beberapa jenis lamun bahkan ditemukan tumbuh sampai kedalaman 8 – 15 meter dan 40 meter (Den Hartog, 1970; Erftemeijer, 1993).

Komponen penyusun ekosistem lamun; Dari 20 spesies lamun yang hidup di perairan laut asia tenggara, 13 spesies dapat dijumpai di laut Indonesia, yaitu: (1) Cymodocea serrulata,(2) Rotundata, (3) Enhalus acoroides, (4) Halodule universis, (5) H. pinifolia, (6) Halophila minor, (7) H ovalis, (8) H beccari, (9) H decipiens, (10) H spinulosa, (11) Thalassia hemprichii, (12) Syringodium isoetifolium, dan (13) Thalassodendron ciliatum. Dalam suatu hamparan ekosistem padang lamun, hidup dan tumbuh kembang berbagai biota laut lainnya seperti algae, meiofauna, moluska, ekinodermata, krustasea, dan beragam jenis ikan,

Parameter Lingkungan Utama Padang Lamun

Padang lamun tumbuh dengan baik (optimal) dilingkungan perairan laut yang terlindung dan bersubstrat pasir dan stabil.

Hidup dan pertumbuhan padang lamun sangat bergantung pada lima parameter lingkungan berikut :

a). Kecerahaan :

Lamun memerlukan intensitas cahaya yang tinggi untuk melakukan fotosintesa. Ini terbukti dari distribusi padang lamun yang hnya terbatas pada perairan yang tidak terlalu dalam.

(34)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 31

Tapi, lamun masih bisa hidup pada kedalaman laut 40 m, asalkan masih terdapat cahaya matahari.

b). Suhu :

Lamun dapat bertumbuh dan berkembang opimal iperairan laut dengan suhu 28° C sampai 30° C. Proses Fotosintesa lamun akan menurun secara signifikan, bila suhu perairan berada diluar kisaran optimal tersebut.

c). Salinitas :

Spesies lamun memiliki kemampuan toleransi yang berbeda terhadap salinitas. Namun umumnya memiliki kisaran toleransi antara 10 sampai 40 promil. Nilai salinitas optimum untuk kehidupan lamun adalah 35 promil.

d). Substrat dasar perairan

 Lamun hidup pada berbagai tipe substrat, mulai dari lumpur sampai patahan karang mati.

 Kedalaman substrat berperan dalam menjaga stabilitas sedimen untuk melindungi tanaman dari kecepatan arus air dan tempat pengolahan serta pemasok nutrients.

 Kedalaman substrat (sedimen) yang cukup merupakan kebutuhan utama bagi pertumbuhan lamun.

e). Sirkulasi Air (arus)

 Kecepatan arus laut yang optimal bagi pertumbuhan lamun sekitar 0,5 m/detik.

 Pengaruh lingkungan yang sulit seperti gelombang, sedimentasi, suhu yang meningkat, pergantian pasang dan surut, curah hujan, semua harus dihadapi dengan penyesuaian- penyesuaian secara morfologik dan faal.

 Enyesuaian morfologik dilakukan dengan berbagai bentuk seperti (a) daun berbentuk lumpur, lentur dan sistem akar rhizome yang melunas menyebabkan lamun dapat bertahan terhadap gempuran ombak, past, perpindahan sedimen di habitat pantai yang dangkal.

(35)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 32

 Penyesuaian faal (perilaku) ditunjukkan dalam kondisi kadar oksigen rendah, bilamana lamun ditutupi oleh selimut tebal dari alga hijau-biru dan alga hijau dengan kebutuhan oksigen terkait yang tinggi. Akibatnya sedimen sangat tereduksi (berkurang) dan bersifat asam, ini ditunjukan oleh bau H2S, Namun lamun mampu tumbuh dan berkembang karena mampu beradaptasi dengan mikrozoma akar aerobik yang dimiliki lamun.

2) Peran dan Fungsi Ekosistem Padang lamun

Padang lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang mempunyai berbagai fungsi diantaranya sebagai penyuplai energy baik pada zona bentik maupun pelagis, atau sering disebut sebagai daerah asuhan bagi berbagai biota laut. Padang lamun merupakan habitat yang sangat penting bagi komunitas ikan. Berbagai fungsi penting ekosistem lamun tersebut mendasari bahwa status padang lamun merupakan salah satu indikator yang penting untuk diketahui dengan tujuan untuk mengetahui kualitas dan produktivitas ekosistem perairan; untukmengetahui keberhasilan rekruitment suatu biota; dan untuk mengetahui daerah pemijahan dan asuhan berbagai biota perairan yang dapat mendukung ketersediaan sumberdaya ikan.

Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, dimana di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili : (1) Hydrocharitaceae, dan (2) Potamogetonaceae.

Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain:

Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum . Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beranekaragam biota laut, seperti ikan, krustasea, moluska (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.,), Ekinodermata ( Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Archaster sp., Linckia sp), dan cacing polikaeta.

(36)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 33

II. Karakteristik ekosistem perairan di wilayah EAFM 1. Ekosistem Estuaria

Karakteristik Ekosistem Estuaria berdasarkan geomorfologinya terdiri atas 4 tipe yaitu:

a. Estuari daratan pesisir, paling umum dijumpai, dimana pembentukannya terjadi akibat penaikan permukaan air laut yang menggenangi sungai di bagian pantai yang landai

b. Laguna (Gobah) atau teluk semi tertutup; terbentuk oleh adanya beting pasir yang terletak sejajar dengan garus pantai, sehingga menghalangi interaksi langsung dan terbuka dengan perairan laut

c. Fiords, merupakan estuari yang dalam, terbentuk oleh aktivitas glasier yang mengakibatkan tergenangnya lembah es oleh air laut

d. Estuari tektonik; terbentuk akibat aktivitas tektonik ( gempa bumi atau letusan gunung berapi) yang mengakibatkan turunnya permukaan tanah yang kemudian digenangi oleh air laut pada saat pasang.

Karakteristik Estuaria berdasarkan pola sirkulasi dan stratifikasi air terdiri atas 3 tipe yaitu:

a. Estuaria berstratifikasi sempurna atau estuaria baji garam;

dicirikan oleh adanya batas yang jelas antara air tawar dan air asin. Estuaria tipe ini ditemukan di daerah – daerah dimana aliran air tawar dari sungai besar lebih dominan dari pada intrusi air asin dari laut yang dipengaruhi oleh pasang-surut.

b. Estuaria berstartifikasi sebagian/parsial: merupakan tipe yang paling umum dijumpai. Pada estuaria ini, aliran air tawar dari sungai seimbang dengaan air laut yang masuk melalui arus pasang. Pencampuran air dapat terjadi karena adanya turbulensi yang berlangsung secara berkala oleh aksi pasang surut.

c. Estuaria campuran sempurna atau estuaria homogen vertikal;

Estuaria tipe ini dijumpai dilokasi-lokasi dimana arus pasang-

(37)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 34

surut sangat dominan dan kuat, sehingga air estuaria tercampur sempurna dan tidak terdapat stratifikasi

Karakteristik Estuaria berdasarkan sifat fisiknya terdiri dari :

a. Salinitas; Estuaria memiliki gradien salinitas yang bervariasi, terutama bergantung pada masukan air tawar dari sungai dan air laut melalui pasang surut. Variasi ini menciptakan kondisi yang menekan bagi organisme, tapi mendukung kehidupan biota yang padat dan juga menangkal predator dari laut yang pada umumnya tidak menyukai perairan dengan salinitas yang rendah.

b. Subtrat; sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang berasal dari sedimen yang dibawa melalui air tawar (sungai) dan air laut. Sebagian besar partikel lumpur estuaria bersifat organik, sehingga substrat ini kaya akan bahan organik. Bahan organik ini menjadi cadangan makanan yang penting bagi organisme estuaria.

c. Sirkulasi air; Selang waktu mengalirnya air dari sungai ke dalam estuaria dan masuknya air laut melalui arus pasang-surut menciptakan suatu gerakan dan transport air yang bermanfaat bagi biota estuaria, khususnya plankton yang hidup tersuspensi dalam air.

d. Pasang-surut; arus pasang-surut berperan penting sebagai pengangkut zat hara dan plankton. Disamping itu berperan untuk mengencerkan dan menggoelontorkan limbah yang sampai di estuaria

e. Penyimpan zat hara; peranan estuaria sebagai penyimpan zat hara sangat besar

Karakteristik Estuaria berdasarkan Komposisi biota dan produktivitas ekosistem terdiri atas 3 komponen fauna yaitu:

a. Komponen Fauna air laut, yaitu hewan stenohalin yang terbatas kemampuannya dalam mentolerir perubahan salinitas (umumnya ≥ 30 %°), hewan eurihalin yang mempunyai

(38)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 35

kemampuan mentolerir berbagai penurunan salinitas dibawah 30%°.

b. Komponen Fauna air payau, yaitu terdiri atas spesies organisme yang hidup di pertengahan daerah estuaria pada salinitas antara 5 – 30%°. Spesies ini tidak ditemukan hidup pada perairan laut maupun tawar.

c. Komponen Fauna air tawar, yaitu biasanya terdiri dari hewan yang tidak mampu mentolerir salinitas di atas 5 %° dan hanya terbatas pada bagian hulu estuaria.

Jenis fauna estuaria seperti ikan, kepiting, kerang, berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai makanan yang kompleks.

Secara fisik dan biologis estuaria merupakan ekosistem yang produktif karena:

a. Estuaria berperan sebagai penjebak zat hara yang cepat didaur ulang

b. Beragamnya komposisi tumbuhan di estuaria baik tumbuhan makro(makrofiton) maupun tumbuhan mikro(mikrofiton) sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun

c. Adanya fluktuasi permukaan air terutama akibat aksi pasang surut sehingga antara lain memungkinkan pengangkutan bahan makanan dan zat hara yang diperlukan berbagai organisme estuaria.

2. Ekosistem Hutan Mangrove

Karakteristik mangrove berdasarkan salinitas sebagai berikut:

a. Zona air payau hingga air laut dengan salinitas pada waktu terendam air air pasang berkisar 10 – 30 %°

 Area yang terendam sekali atau dua kali sehari selama 20 hari dalam sebulan: hanya Rhizophora mucronata yang masih dapat tumbuh

(39)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 36

 Area yang terendam 10 – 19 kali per bulan: ditemukan avicenia (A. Alba, A. Marina), Sonneratia griffithii dan dominan Rhizophora sp

 Area yang terendam kurang dari sembilan kali setiap bulan: ditemukan Rhizophpra sp., Bruguiera sp.

 Area yang terendam hanya beberapa hari dalam setahun:

Bruguiera gymnorhiza dominan, dan Rhizophora apiculata masih dapat hidup

b. Zona air tawar hingga air payau, dimana salinitas berkisar antara 0 – 10%°:

 Area yang kurang lebih masih dibawah pengaruh pasang surut: asosiasi Nypa

Area yang terendam secara musiman: Hibiscus dominan Salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Daerah yang paling dekat dengan laut , sering ditumbuhi Avicenia dan sonneratia. Soneratia biasa tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.

b. Lebih kearah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di Zona ini juga dijumpai Brugruiera dan Xylocarpus.

c. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp. Selanjutnya terdapat zona transisi antara hutan mangrovedan hutan daratan yang biasanya ditumbuhi oleh nipah (Nypa fruticans), dan pandan laut (Pandanus spp).

Struktur Vegetasi dan Daur Hidup

Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnizer, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan Conocarpus.

Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat

(40)

Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul

Judul Modul: Identifikasi Sumberdaya Ikan di Wilayah EAFM

Versi 2020 Halaman: 37

sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis herba, 44 jenis epifit, dan i jenis sikas. Namun demikian haanya terdapat lebih kurang 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang termasuk ke dalam empat famili : Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, dan ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Aciceniaceae (Avicenia), dan Meliaceae (Xylocarpus). Jenis mangrove tertentu, seperti bakau (Rhizophora sp) dan tancang (Bruguiera sp) memiliki daur hidup yang khusus, diawali dari benih yang ketika masih pada tumbuhan induk berkecambah dan mulai tumbuh di dalam semaian tanpa istirahat. Selama waktu ini, semaian memanjang dan distribusi beratnya berubah, sehingga menjadi lebih berat pada bagian terluar dan akhirnya lepas. Selanjutnya semaian ini jatuh dari pohon induk, masuk ke perairan dan mengapung di permukaan air. Semaian ini kemudian terbawa oleh aliran air ke perairan pantai yang cukup dangkal, dimana ujung akarnya dapat mencapai dasar perairan, untuk selanjutnya akarnya dipancangkan dan secara bertahap tumbuh menjadi pohon.

Adaptasi Pohon Mangrove

Hutan mangrove memiliki kemampuan adaptasi yang khas untuk dapat hidup dan berkembang pada substrat berlumpur yang sering bersifat asam dan anoksik. Kemampuan adaptasi ini meliputi :

a. Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah

Pohon mangrove memiliki sistem perakaran yang khas bertipe cakar ayam, penyangga, papan dan lutut (Gambar 3.) sistem perakaran cakar ayam yang menyebar luas di permukaan substrat, memiliki sederet cabang akar berbentuk pinsil yang tumbuh tegak lurus ke permukaan

Gambar

Gambar 3.1.  Pola Zonasi Mangrove  Parameter Lingkungan Utama Mangrove
Gambar 3.2.  Bentuk Adaptasi Sistem Perakaran Mangrove  b. Adaptasi terhadap Kadar Garam Tinggi

Referensi

Dokumen terkait

Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) menyajikan informasi tentang penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan

Kesimpulan dari penelitian Putz-Bankuti et al ini yaitu terdapat hubungan signifikan dari 25(OH)D dengan derajat disfungsi hati dan memberi kesan bahwa rendahnya kadar

LAKIP Tahun 2012 adalah sebagai sarana pertanggungjawaban Inspektorat Kabupaten Bandung atas pencapaian kinerja selama tahun 2012. Capaian kinerja yang dilaporkan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Korporasi dapat dikenakan sebagai pelaku turut serta atau penyertaan terhadap perbuatan organ-organ yang ada didalamnya,

Penalaahan usulan program pada sub bab ini menguraikan kajian usulan program dan kegiatan dari masyarakat yang merupakan kegiatan jaring aspirasi masyarakat terkait kebutuhan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Vitrianingsih (2012), bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan kejadian berat badan lahir rendah

73 3 Pola tanam pembenihan kerapu cantang di BPBAP Situbondo 74 4 Pola tanam kegiatan pembesaran kerapu cantang di KJA BPBAP Situbondo 76 5 Kandungan nutrisi pakan ikan