• Tidak ada hasil yang ditemukan

印尼棉兰华人春节禁止 PANTANGAN PADA PERAYAAN IMLEK BAGI MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN. ( Yìnní Mián lán huárén chūnjié jìnzhǐ ) SKRIPSI SARJANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "印尼棉兰华人春节禁止 PANTANGAN PADA PERAYAAN IMLEK BAGI MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN. ( Yìnní Mián lán huárén chūnjié jìnzhǐ ) SKRIPSI SARJANA"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PANTANGAN PADA PERAYAAN IMLEK BAGI MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN

印尼棉兰华人春节禁止

(

Yìnní Mián lán huárén chūnjié jìnzhǐ )

SKRIPSI SARJANA

OLEH :

JERNITA INDAH LIMBONG

110710029

PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Pantangan Pada Perayaan Imlek Bagi Masyarakat Tionghoa Di Kota Medan. Penulis meneliti Pantangan Pada Perayaan Imlek Bagi Masyarakat Tionghoa Di Kota Medan karena dalam perayaan Imlek ada hal-hal yang bisa dilaksanakan dan tidak bisa dilaksanakan. Hal yang tidak bisa dilaksanakan pada hari Imlek disebut dengan pantangan. Walaupun tradisi dalam perayaan Imlek tersebut sudah lama akan tetapi Masyarakat Tionghoa masih melaksanakan dan menaati tradisi yang telah diwariskan oleh leluhur mereka terutama para orangtua. Mereka juga mengajarkan kepada kaum muda untuk tetap melaksanakan dan melestarikan tradisi tersebut walaupun sebagian kaum muda sudah tidak melaksanakannya.

Pantangan-pantangan dalam perayaan Imlek Masyarakat Tionghoa ada bermacam- macam. Masyarakat Tionghoa harus menaati pantangan tersebut dan tidak boleh dilanggar.

Karena Masyarakat Tionghoa percaya jika melanggar atau tidak menaati pantangan tersebut akan berdampak negatif bagi kehidupan. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan pantangan apa saja yang terdapat pada perayaan Imlek Masyarakat Tionghoa di Kota Medan dan dampak negatif dari ketidaktaatan dalam melaksanakan pantangan. Penelitian ini bersifat deskriptif naratif. Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi lapangan berupa:

wawancara, observasi dan studi kepustakaan.

Kata Kunci: pantangan, dampak negatif, Masyarakat Tionghoa, Medan.

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

Penulisan penelitian yang berjudul “Pantangan Pada Perayaan Imlek Bagi Masyarakat Tionghoa Di Kota Medan” adalah untuk melengkapi salah satu syarat kelulusan dalam menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan baik secara isi maupun penulisan.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan, baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepda semua pihak. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Bpk Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, beserta Para wakil Dekan I, II dan III atas bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh semasa kuliah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A., selaku ketua Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Dra. Junita Setiana Ginting M. Si, selaku Dosen pembimbing I yang dengan sabar membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dalam Bahasa Indonesia.

5. Ibu Vivi Andriyani Nasution, S.S., MTCSOL., selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dalam Bahasa Mandarin.

(5)

6. Bapak dan Ibu informan yang telah banyak memberikan bantuan berupa penjelasan mengenai data yang dikaji dalam skripsi ini.

7. Bapak/Ibu Staf pengajar dan para dosen Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, serta dosen Jinan University, Guangzhou, RRT yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan. Kepada Endang Retno Widiastuti, A.Md yang telah banyak membantu secara administrasi.

8. Bapak tercinta Tambu Raja Limbong dan Mama tercinta Lomoria Sinabutar yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran, kasih sayang, perhatian. Terimakasih juga atas doa dan dukungan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi ini.

9. Saudara dan saudari tercinta penulis Amran Limbong, Kamria Limbong, Adi Limbong, Elita Limbong, Nursanti Limbong, Dinar Limbong, Maromasan Limbong, Romian Limbong, yang telah memberi dukungan dan perhatian kepada penulis untuk tetap semangat dan berjuang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Begitu pula keponakan-keponakan penulis yang selalu menghibur penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Seluruh teman-teman Program Studi Sastra Cina angkatan 2011, serta Alumni dan Mahasiswa Sastra Cina Universitas Sumatera Utara yang telah membantu, memberi semangat, serta meluangkan waktu untuk saling bertukar pikiran kepada penulis.

11. Seluruh anggota KMK St. Gregorius Agung yang selalu memberi dukungan dan doa kepada penulis.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti berikutnya dan penulis juga menerima kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan skripsi ini.

Medan, 23 Desember 2016 Penulis

Jernita Indah Limbong

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2 Batasan Masalah ………. 3

1.3 Rumusan Masalah ………. 3

1.4 Tujuan Penelitian ………. 4

1.5 Manfaat Penelitian ……….... 4

1.5.1 Manfaat Teoritis ……….... 4

1.5.2 Manfaat Praktis ………. 5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ……… 6

2.1.1 Pantangan ………... 6

2.1.2 Perayaan Imlek ………... 7

2.1.3 Masyarakat Tionghoa di Kota Medan ……… 9

2.2 Landasan Teori ……… 11

2.3 Tinjauan Pustaka ………... 12

BAB III METODE PENELITIAN ……… 15

3.1 Jenis Penelitian ……… 15

3.2 Lokasi Penelitian ……… 16

3.3 Data dan Sumber Data ……… 16

3.4 Teknik Pengumpulan Data ……….. 17

3.4.1 Observasi ……….. 17

3.4.2 Wawancara ……….. 18

3.5 Studi Kepustakaan ……….. 18

3.6 Teknik Analisis Data ……….. 19

BAB IV PEMBAHASAN ……….. 21 4.1 Pantangan Pada Perayaan Imlek Bagi Masyarakat Tionghoa

(7)

4.1.1 Tidak Boleh Menyapu………. 21 4.1.2 Tidak Boleh Makan Bubur ………. 22 4.1.3 Melepas Sepatu Saat Masuk Kerumah ………… 23 4.1.4 Tidak Boleh Menangis ……….. 23 4.1.5 Tidak Boleh Bercerita Tentang Hal Buruk …….. 24 4.1.6 Tidak Boleh Berhutang ……… 24 4.1.7 Tidak Boleh Mencuci Rambut ……… 25 4.1.8 Tidak Boleh Berpakaian Warna Hitam Dan Putih… 25 4.1.9 Tidak Boleh Menggunakan Benda Tajam ….. 26 4.1.10 Tidak Boleh Membunuh Binatang …………. 26 4.1.11 Tidak Boleh Minum Obat ……….. 27 4.1.12 Tidak Boleh Mencuci Pakaian ………….. 27 4.1.13 Wanita Dilarang Keluar Rumah ………….. 28 4.1.14 Tidak Boleh Membeli Buku Dan Sepatu………… 28 4.1.15 Penyimapanan Beras Tidak Boleh Kosong ……….. 29 4.1.16 Tidak Boleh Memberi Hadiah Benda Tajam ……. 29 4.1.17 Tidak Boleh Memberi Hadiah Buah Pir

Dan Bunga Potong ………. 30 4.1.18 Tidak Boleh Memberi Hadiah Angka 4 ………… 30 4.1.19 Tidak Boleh Memberi Hadiah Sapu Tangan

Dan Payung ……… 30 4.1.20 Tidak Boleh Duduk Di Kamar Tidur ………. 31

4.2 Dampak Negatif Ketidaktaatan Dalam Melaksanakan Pantangan Pada Perayaan Imlek Bagi Masyarakat Tionghoa ……… 32

4.2.1 Dampak Negatif Menyapu ………. 32 4.2.2 Dampak Negatif makan Bubur ……….. 32 4.2.3 Damapak Negatif Memakai Sepatu Ke Rumah …. 33 4.2.4 Dampak Negatif Menangis ……… 33 4.2.5 Dampak Negatif Bercerita Tentang Hal Buruk …… 33 4.2.6 Dampak Negatif Berhutang ………. 34 4.2.7 Dampak Negatif vMencuci Rambut ………. 34 4.2.8 Dampak Negatif Berpakaian Warna Hitam

Dan Putih ………. 34 4.2.9 Dampak Negatif Menggunakan Benda Tajam ……. 34

(8)

4.2.10 Damapak Negatif Membunuh Binatang ………... 35

4.2.11 Dampak Negatif Minum Obat ……… 35

4.2.12 Dampak Negatif Mencuci Pakaian ………. 35

4.2.13 Damapak Negatif Wanita Keluar Rumah ………… 36

4.2.14 Dampak Negatif Membeli Buku Dan Sepatu …….. 36

4.2.15 Dampak Negatif Tempat Beras Kosong ………… 36

4.2.16 Dampak Negatif Memberi Hadiah Benda Tajam …. 36 4.2.17 Dampak Negatif Memberi Hadiah Buah Pir Dan Bunga Potong ……….. 37

4.2.18 Dampak Negatif Memberi Hadiah Angka 4 ……… 37

4.2.19 Dampak Negatif Memberi Hadiah Sapu Tangan Dan Payung ……….. 37

4.2.20 Dampak Negatif Duduk Di Dalam Kamar Tidur….. 38

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ………. 43

5.1 Simpulan ……….. 43

5.2 Saran ……….. 45

DAFTAR PUSTAKA ………... 46

Daftar Informan ……….. 48

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pantangan dalam bahasa Indonesia secara umum disebut juga sebagai larangan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pantangan adalah hal (perbuatan) yang terlarang menurut adat ataupun kepercayaan. Dalam pengertian lain pantangan merupakan larangan keras terhadap suatu tindakan berdasarkan kepercayaan bahwa tindakan demikian tidak bisa dilanggar karena dapat menimbulkan hal-hal buruk atau hal-hal yang tidak baik dalam kehidupan. Hal ini berkaitan dengan kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan- kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat (E. B. Tylor, 1871).

Pantangan atau larangan hampir sama dengan peraturan yang harus dipatuhi.

Pantangan atau peraturan tersebut dibuat bukan untuk menakut-nakuti masyarakat namun untuk menghindarkan segala hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Peraturan yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari hari adalah dilarang merokok, dilarang membuang sampah sembarangan dan lain sebagainya. Pantangan juga ditemukan pada orang sakit terutama pantangan pada makanan. Misalnya bagi orang penderita sakit maag tidak boleh memakan makanan yang asam, pedas, santan dan lainnya apabila larangan itu dilanggar maka penyakit tersebut akan kambuh. Bagi orang yang sudah dipingit dan akan menikah beberapa hari kedepan dilarang keluar rumah karena hal ini sudah menjadi larangan turun temurun dan apabila larangan tersebut dilanggar maka akan terjadi sesuatu hal buruk.

Dalam hal ini akan dibahas mengenai pantangan pada Perayaan Imlek. Perayaan Imlek merupakan suatu perayaan yang menjadi tradisi dalam Masyarakat Tionghoa. Perayaan

(10)

Imlek menjadi perayaan yang sangat meriah bagi Masyarakat Tionghoa, khususnya di kota Medan. Perayaan Imlek dirayakan pertama kali di Tiongkok pada 4699 oleh raja pertama Huang Ti. Penanggalan Tahun Baru Imlek disebut penanggalan lunar yang dasar perhitungannya menurut peredaran Bulan. Perayaan Imlek juga merupakan kesempatan tersendiri bagi masyarakat Tionghoa untuk mengungkapkan pelbagai makna. Berbagai jenis makanan dibuat khusus untuk mengungkapkan ciri dan makna Imlek.

Perayaan Imlek yang menekankan terhadap keberuntungan dan pertanda baik sangat sensitif dengan kebersihan. Beberapa hari menjelang Imlek, Masyarakat Tionghoa harus menghias dan membersihkan rumah serta tempat beribadah. Hal yang paling menonjol dalam perayaan ini adalah warna merah dan warna keemasan. Sejak dahulu kala, para sastrawan Tionghoa melukiskan musim semi sebagai musim serba merah karena warna merah merupakan simbol keberuntungan, keselamatan, perlindungan, rejeki dan kebahagiaan.

Sedangkan warna keemasan yang dalam bahasa Mandarin disebut “jin”. Makna lain dari “jin”

adalah uang. Warna ini melambangkan sebuah harapan di tahun berikutnya dilimpahi uang (rejeki).

Perayaan Imlek tidak hanya menyajikan kemeriahan dalam perayaannya saja, tetapi juga memiliki hal-hal yang tidak boleh dikerjakan atau dilanggar selama menyambut ataupun perayaan sedang berlangsung. Misalnya pada saat Perayaan Imlek tidak boleh membersihkan rumah, apabila rumah dibersihkan maka rejeki akan tersapu dan berkurang. Contoh lain adalah tidak boleh makan bubur karena hal ini dipercaya bahwa bubur adalah makanan orang miskin dan apabila ini dilanggar maka rejeki akan berkurang atau menjadi miskin. Walaupun tradisi dalam perayaan Imlek tersebut sudah lama akan tetapi Masyarakat Tionghoa masih banyak yang menjalankan dan menaati peraturan tersebut, terutama para orangtua. Mereka juga mengajarkan kepada kaum muda, walaupun sebagian kaum muda sudah tidak melaksanakannya.

(11)

Masyarakat Tionghoa tersebar hampir di seluruh dunia, termasuk di Kota Medan.

Salah satu adalah masyarakat di lingkungan tempat tinggal penulis yang beralamat di Jln.

Bawang, Perumnas Simalingkar dan juga Masyarakat Tionghoa yang ada di Jln. Hang Tuah, Hamdan Medan.. Penulis memilih lokasi ini sebagai lokasi penelitian karena dekat dengan lingkungan penulis. Sedangkan di Jln. Hang Tuah Kelurahan Hamdan masih banyak terdapat Masyarakat Tionghoa yang masih melaksanakan tradisi tersebut setiap Perayaan Imlek berlangsung.

Terkait dengan uraian di atas, seperti yang kita ketahui bahwa sudah banyak penelitian yang mendeskripsikan mengenai Perayaan Imlek. Akan tetapi belum terdapat penelitian yang secara khusus menjabarkan mengenai pantangan-pantangan apa saja yang tidak boleh dilakukan pada saat merayakan Perayaan Imlek. Masyarakat Tionghoa menganggap penting pantangan pada Perayaan Imlek tersebut harus dilaksanakan supaya hidup damai dan berlimpah rejeki. Hal ini lah yang mendorong peneliti untuk mencari data dan meneliti mengenai pantangan pada saat Perayaan Imlek dan kemudian memberi judul penelitian ini dengan “PANTANGAN PADA PERAYAAN IMLEK BAGI MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN.”

1.2 Batasan Masalah

Untuk menghindari kajian yang terlalu luas, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian yaitu tentang pantangan dan larangan pada Perayaan Imlek di Kota Medan. Lokasi penelitian di Jln. Bawang Perumnas Simalingkar dan di Vihara Gunung Timur yang ada di Jln. Hang Tuah Kelurahan Hamdan No. 16 Medan. Peneliti akan melakukan wawancara dengan informan yang ada disana.

(12)

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka ditemukan beberapa masalah, yaitu :

1. Pantangan apa sajakah yang terdapat pada perayaan Imlek Masyarakat Tionghoa di kota Medan?

2. Apakah dampak negatif dari ketidaktaatan dalam melaksanakan pantangan pada Perayaan Imlek bagi Masyarakat Tionghoa di Kota Medan?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendeskrispikan pantangan apa saja yang terdapat pada perayaan Imlek Masyarakat Tionghoa di kota Medan.

2. Untuk mendeskripsikan dampak negatif dari ketidaktaatan dalam melaksanakan pantangan pada Perayaan Imlek bagi Masyarakat Tionghoa di Kota Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang bersangkutan dalam penelitian ini, baik manfaat secara praktis maupun secara teoritis.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Beberapa manfaat secara teoritis dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Bagi Program Studi Sastra Cina, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi study/kajian tentang pantangan pada perayaan Imlek bagi Masyarakat Tionghoa di kota Medan.

2. Untuk memperkaya khasanah penelitian di Fakultas Ilmu Budaya khususnya Program Studi Sastra Cina dan bagi penulis selanjutnya sebagai bahan referensi.

(13)

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan untuk mendapat lebih banyak informasi tentang pantangan-pantangan pada Perayaan Imlek Masyarakat Tionghoa, penyebab adanya pantangan tersebut dan akibat dari pantangan jika dilanggar.

2. Bagi pembaca, penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai referensi mengenai pantangan yang terdapat pada perayaan Imlek dan menambah wawasan tentang kekayaan budaya Masyarakat Tionghoa.

(14)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep merupakan variabel-variabel yang terdapat dalam susunan judul skripsi kemudian dijelaskan satu persatu untuk lebih memahami hal-hal yang terdapat dalam penelitian.

Konsep memiliki makna “Gambaran mental dari suatu objek, proses ataupun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:588).

Menurut Soedjadi (2000), “konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata.”

Dalam penelitian ini penulis akan menguraikan konsep-konsep yang digunakan, yaitu sebagai berikut :

2.1.1 Pantangan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pantangan adalah hal (perbuatan) yang terlarang menurut adat ataupun kepercayaan. Dalam pengertian lain pantangan merupakan larangan keras terhadap suatu tindakan berdasarkan kepercayaan bahwa tindakan demikian tidak bisa dilanggar karena dapat menimbulkan hal-hal buruk atau hal-hal yang tidak baik dalam kehidupan.

Hal ini dilakukan karena alasan kesehatan, kebiasaan ataupun keyakinan tertentu.

Bagaimanapun orang memahami pantangan, yang jelas itu merupakan cara orang tua dalam mendidik generasinya yang di dalamnya terkandung sarat akan nilai-nilai budi pekerti,

(15)

pemeliharaan lingkungan hidup, serta kesehatan jasmani dan rohani. Dengan mematuhi pantangan, seseorang diharapkan dapat mencapai keselamatan dan kesejahteraan hidup.

2.1.2 Perayaan Imlek

Perayaan Tahun Baru Imlek merupakan perayaan yang menjadi tradisi dalam masyarakat Tionghoa yang dirayakan setiap tahun. Hal ini sama seperti perayaan Tahun Baru pada tanggal 1 Januari bagi semua orang. Perayaan Tahun Baru Imlek menjadi perayaan yang sangat meriah bagi masyarakat Tionghoa, khususnya di kota Medan.

Perayaan Tahun Baru Imlek dirayakan pertama kali di Tiongkok pada 4699 oleh raja pertama Huang Ti. Kata Imlek (阴历: Im = Bulan, Lek = penanggalan) berasal dari dialek Hokkian atau mandarinya yin li yang berarti kalender bulan. Perayaan Tahun Baru Imlek dirayakan pada tanggal 1 hingga tanggal 15 pada bulan ke-1 penanggalan kalender China yang menggabungkan perhitungan matahari, bulan, 2 energi yin-yang, konstelasi bintang atau astrologi shio, 24 musim, dan 5 unsur. Tahun Baru Imlek disebut juga pesta musim semi karena penanggalan Imlek berkaitan dengan keadaan alam dan bertepatan dengan musim semi dimulai.

Perayaan Tahun Baru Imlek berhubungan dengan kebiasaan yang sudah menjadi tradisi yang sulit untuk dihilangkan. Setiap keluarga masyarakat Tionghoa umumnya memelihara “abu” dalam rumahnya. Abu ini merupakan arwah leluhur yang telah meninggal hasil dari proses kremasi dimana jenazah manusia yang telah meninggal tidak dikubur melainkan dibakar. Hal ini dilakukan sebagai tanda kehormatan pada leluhur. Abu ini dirawat di atas sebuah meja yang disebut meja sembahyang. Sembahyang pada saat seperti ini disebut sembahyang Sam Seng dan Ngo Seng. Sam Seng artinya tiga hewan dan Ngo Seng artinya lima hewan.

(16)

Untuk menghormati para leluhur, selain melakukan sembahyang mereka juga melaksanakan tradisi pemotongan hewan. Sebagai tanda hormat pada leluhur, maka setiap tanggal 1 dan tanggal 15 tahun Imlek mereka akan membakar dupa (hio) dan mempersembahkan buah-buahan. Hal ini karena perayaan Tahun Baru Imlek berhubungan dengan kepercayaan. Mereka sangat gembira merayakan Tahun Baru Imlek tersebut karena mereka percaya bahwa dengan melakukan upacara sepanjang perayaan tahun baru ini dapat memperoleh hidup damai, kekal dan sejahtera.

Dalam merayakan Tahun Baru ini masyarakat Tionghoa melaksanakan tradisi yang sudah turun temurun. Tradisi itu antara lain saling mengucapkan selamat dan bermaaf-maafan, rumah dan rumah ibadah dibersihkan, memakai baju baru. Anak kecil hingga orang dewasa yang belum menikah mendapat Ang-Pao, yaitu hadiah uang yang dibungkus dengan amplop merah. Masyarakat yang bekerja di perantauan pulang kampung untuk berkumpul bersama keluarga merayakan Tahun Baru Imlek.

Yang paling menonjol dalam perayaan ini adalah warna merah. Sejak dahulu, para sastrawan Tionghoa melukiskan musim semi sebagai musim serba merah. Warna merah dihubungkan dengan musim semi dan keberuntungan. Begitu pula warna merah dijadikan primadona perayaan imlek yang berlangsung limabelas hari. Hiasan di dalam rumah, pakaian, aksesoris semuanya bernuansa merah. Masyarakat Tionghoa meyakini bahwa warna merah membawa keselamatan, perlindungan, rejeki dan kebahagiaan.

Perayaan Tahun Baru Imlek juga merupakan kesempatan tersendiri bagi masyarakat Tionghoa untuk mengungkapkan pelbagai makna. Berbagai jenis makanan dibuat khusus untuk mengungkapkan ciri dan makna Imlek yaitu makanan yang terbuat dari beras (lambang kemakmuran), buah kurma (tanda kelimpahan), kacang-kwaci (simbol kelahiran), semangka merah (keberuntungan), ikan (berlebih), jeruk (kemewahan), sup manis dan sebagainya.

Perayaan Imlek, yang menekankan dengan keberuntungan dan pertanda baik sangat sensitif

(17)

dengan kebersihan. Beberapa hari menjelang Imlek, masyarakat Tionghoa harus menghias dan membersihkan rumah serta tempat beribadah.

Pada tanggal 14 malam dan tanggal 15, dirayakan pesta Goan Siao. Pesta ini di Indonesia lebih dikenal dengan nama Cap Go Meh. Goan Siao sebutan lain dari Goan Meh, yang berarti Malam Goan. Pada malam ke 15 yang merupakan malam pertama bulan purnama tahun yang baru semua orang bersukaria. Lampion beraneka bentuk dan warnanya, yang berisikan sebatang lilin atau bahan penerang lainnya merupakan anasir khusus dalam perayaan ini. Dalam perayaan Cap Go Meh tidak ada upacara yang khusus. Keluarga mengatur meja sembahyang di halaman depan rumah untuk melakukan sembahyang “Sam Kai” berarti tiga dunia / alam yaitu sembahyang kepada Langit, Bumi dan Manusia.

Sembahyang ini ialah sembahyang untuk membayar kaul (janji yang sudah diniatkan dan harus ditepati).

2.1.3 Masyarakat Tionghoa di Kota Medan

Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontiniu yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koenjaraningrat, 2002:146).

Di Sumatera Utara orang-orang China lebih suka disebut dengan orang Tionghoa. Hal ini karena menunjukkan makna kultural dibandingkan dengan penyebutan orang China, yang lebih menunjukkan makna geografis. Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari kedua istilah ini sama-sama dipergunakan. Bahasa yang umum digunakan adalah Bahasa Hokkien bukan Bahasa Mandarin. Akan tetapi kedua bahasa itu juga dipraktikkan dan diajarkan kepada generasi-generasi Tionghoa yang lebih muda.

Mayoritas Masyarakat Tionghoa di Sumatera Utara sebagai pedagang akan tetapi ada juga pekerjaan lain seperti guru, karyawan, petani dan lain sebagainya. Meskipun jumlah

(18)

Masyarakat Tionghoa ini lebih sedikit dari golongan penduduk pribumi lainnya, akan tetapi kehadiran Masyarakat Tionghoa akan mudah ditandai. Hal ini dapat dilihat dari tempat tinggal sekaligus tempat mereka membuka usaha, yaitu hampir di seluruh pusat-pusat perbelanjaan dan sepanjang jalan di inti kota.

Sejalan dengan keadaan di Negeri China sendiri, maka Masyarakat Tionghoa yang ada di Medan juga terdiri dari bermacam suku. Akan tetapi dalam keadaan sehari-hari Masyarakat Tionghoa dari bermacam suku tidak menunjukkan dan tidak membandingkan suku mereka masing-masing. Sehingga yang terlihat hanyalah satu kesatuan masyarakat yang berbudaya dalam satu kelompok etnik yang bukan diorganisasikan dalam satu ikatan yang menjadi struktur organisasi sebagaimana lazimnya, kecuali kelompok-kelompok sosial di dalam hal keagamaan.

Reformasi yang digulirkan pada 1998 telah banyak menyebabkan perubahan bagi kehidupan warga Tionghoa di Indonesia. Walau belum 100% perubahan tersebut terjadi, namun hal ini sudah menunjukkan adanya tren perubahan pandangan pemerintah dan warga pribumi terhadap masyarakat Tionghoa. Bila pada masa Orde Baru aksara, budaya, ataupun atraksi Tionghoa dilarang dipertontonkan di depan publik, saat ini telah menjadi pemandangan umum hal tersebut dilakukan. Di Medan, Sumatera Utara, misalnya, adalah hal yang biasa ketika warga Tionghoa menggunakan bahasa Hokkien ataupun memajang aksara Tionghoa di toko atau rumahnya..

Tahun Baru Imlek juga dirayakan oleh Masyarakat Tionghoa kota Medan. Dengan pesta ini dirayakan hidupnya kembali dari alam semesta, sesudah berada dalam keadaan mati selama musim dingin yang gelap dan suram itu. Tahun baru Imlek ini di Indonesia oleh sebagian orang dirayakan. Pada hari itu dilakukan Sembahyang Tahun Baru di kuil atau dimuka meja abu. Sembahyang tahun baru ini harus diselenggarakan dengan sebersih- bersihnya. Bukan saja bersih lahir, melainkan juga bersih batin.

(19)

2.2 Landasan Teori

Untuk mendukung pembahasaan dalam penelitian ini, penulis mengutip teori sebagai acuan dalam menganalisis data yang diperoleh. Adapun teori yang dipaparkan dalam penelitian ini yaitu untuk membahas pantangan-pantangan yang terdapat dalam perayaan Imlek. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori kebudayaaan.

Spradley (1980) menyatakan bahwa budaya merupakan pengetahuan yang diperoleh

seseorang dan digunakan untuk menginterpertasikan pengalaman yang menghasilkan perilaku.

Perilaku selalu didasarkan pada makna sebagai hasil persepsi terhadap kehidupan para pelakunya. Apa yang dilakukan dan mengapa orang melakukan berbagai hal dalam kehidupannya selalu didasarkan pada definisi menurut pendapatnya sendiri yang dipengaruhi secara kuat oleh latar belakang budayanya yang khusus.

Hal ini berhubungan dengan yang dikatakan oleh Edward B. Taylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak.

Teori kebudayaan dapat digunakan untuk keperluan praktis, memperlancar pembangunan masyarakat, membangun manusia yang beradab melalui pengajaran- pengajaran nilai-nilai budaya, pengkajian dan pembelajaran seperti naskah karya sastra, dan sebagainya.

Sejalan dengan pandangan Edward B.Tylor, pantangan-pantangan pada perayaan Tahun Baru Imlek merupakan suatu budaya atau tradisi yang telah diwariskan oleh leluhur mereka kepada seluruh masyarakat Tionghoa dan tidak boleh dilanggar. Tradisi ini sudah

(20)

dijalankan oleh masyarakat Tionghoa sejak dahulu dan mereka juga tidak pernah melupakan nilai-nilai budaya yang telah diajarkan oleh leluhur mereka.

Hal yang penting adalah bagaimana generasi muda melanjutkan tradisi atau budaya yang telah diwariskan ini dapat dijalankan dengan baik tanpa merusak atau mengubah budaya yang telah ada. Dengan demikian dapat membangun kehidupan masyarakat yang lebih baik lagi dan menanamkan nilai-nilai budaya, moral, kepercayaan dan lain sebagainya dilingkungan masyarakat Tionghoa.

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat, sesudah menyelidiki atau mempelajari (KBBI, 2003:912). Pustaka adalah kitab-kitab, buku, buku primbon (KBBI, 2003:912). Dalam penelitian ini, yang dimaksud tinjauan pustaka adalah hasil meninjau terhadap pandangan, pendapat setelah menyelidiki atau mempelajari pokok masalah yang diteliti oleh penulis dan penulis terdahulu yang dilakukan secara tematik maupun keilmuan, baik berupa skripsi sarjana, jurnal dan makalah. Pustaka yang penulis maksudkan di dalam penelitian ini adalah berupa buku-buku atau kitab yang berkaitan pokok masalah yang penulis teliti, yaitu mencakup: pantangan pada perayaan Imlek, Masyarakat dan kebudayaan Tionghoa. Beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang berhubungan dengan pantangan pada perayaan Imlek, antara lain sebagai berikut:

1. 李国江(2013)dalam jurnalnya yang berjudul “春节与禁忌信仰(The Spring Festival and the taboo belief)”. Di dalam jurnalnya dikatakan bahwa perayaan tahun baru Imlek yang disebut juga dengan pesta musim semi selalu dirayakan tiap tahunnya. Perayaan ini menjadi perayaan yang sangat meriah bagi masyarakat China.

Dalam perayaan ini terdapat pantangan yang menganut kepercayaan atau disebut dengan tabu. Hal ini sangat penting dilaksanakan serta dilestarikan oleh masyarakat

(21)

muda supaya dapat menjaga kehidupan yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Jurnal ini menjadi bahan pustaka penulis dalam mengkaji pantangan apa saja yang terdapat dalam perayaan Imlek serta akibat yang terjadi dalam kehidupan jika pantangan tersebut dilanggar.

2. 冯小丽(2013)dalam jurnalnya yang berjudul “ 浅论传统节日—春节里的禁忌冯 (On the traditional festival - the Spring Festival taboo Feng) “. Di dalam jurnalnya dikatakan dalam perayaan Imlek ada terdapat pantangan atau hal tabu yang tidak boleh dilanggar baik dari makanan ataupun hal lainnya dan itu harus ditaati oleh semua masyarakat karena ini merupakan sudah ajaran turun temurun yang diwariskan oleh leluhur supaya memperoleh kehidupan yang baik, tentram, rezeki berlimpah.

Jurnal ini juga menjadi bahan pustaka penulis dalam mengkaji lebih dalam lagi mengenai pantangan yang terdapat dalam perayaan Imlek.

3. Yoan Silviana (2007) menulis sebuah skripsi yang bejudul “Fungsi Dan Makna Penyambutan Imlek Pada Masyarakat Tionghoa Di Pematang Siantar”. Di dalam penelitiannya dikatakan bahwa masyarakat Tionghoa pada zaman dahulu sampai sekarang masih melestarikan budaya Tionghoa dengan melaksanakan tradisi dalam perayaan Imlek walaupun muda mudi masyarakat Tionghoa zaman sekarang hanya menjalankan tradisi orang tua tanpa mengetahui fungsi dan makna dari perayaan Imlek tersebut. Skripsi sarjana ini menjadi bahan pustaka penulis dalam mengkaji tradisi apa saja yang dilaksanakan dalam perayaan Tahun Baru Imlek masyarakat Tionghoa.

4. Devi Alvionita Alindra (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Komparatif Struktur Upacara Perayaan Tahun Baru Imlek Pada Masyarakat Cina Di RRC Dengan Etnis Cina Di Kota Pematang Siantar”, yang menjelaskan perayaan Tahun Baru Cina di Indonesia dan di RRC hampir sama yaitu memiliki kegiatan merayakan tahun baru,

(22)

memberikan sejumlah uang di dalam angpao berwarna merah, menggantung lampion, menyalakan petasan, pertunjukan barongsai, dan sebagainya. Dalam penelitian ini dimulai dengan sejarah perayaan Tahun Baru Cina tersebut kemudian memperkenalkan kebiasaan Tahun Baru Cina dan budayanya. Skripsi sarjana ini menjadi bahan pustaka bagi penulis dalam mengkaji perbedaan perayaan Imlek di RRC dan perayaan Imlek di Indonesia khususnya dalam hal pantangan yang terdapat pada perayaan Imlek.

5. Sandra Sintauli (2005) dalam skripsinya yang berjudul “Bahasa Nonverbal Sebagai Makna Warna Dalam Etnis Tionghoa Pada Perayaan Imlek Di Kecamatan Medan Petisah”. Di dalam skripsinya dikatakan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan bentuk dan makna warna dalam etnis Tionghoa khususnya pada perayaan Imlek di kecamatan Medan Petisah. Skripsi sarjana ini menjadi bahan pustaka penulis dalam mengkaji warna apa saja yang digunakan dalam perayaan Tahun Baru Imlek.

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam metode penelitian pada dasarnya peneliti mengungkapkan sejumlah cara yang disusun secara sistematis, logis, rasional dan terarah tentang bagaimana pekerjaan sebelum, ketika dan sesudah mengumpulkan data sehingga mampu menjawab secara ilmiah perumusaan masalah yang telah ditetapkan (Hamidi, 2010:54).

3.1 Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Nazir (1988: 63) metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. Sedangkan Sugiyono (2005: 21) menyatakan bahwa metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.

Pendekatan dalam penelitian ini yaitu kualitatif. Prosedur penelitian yang menghasilkan penelitian data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang orang- orang, perilaku yang dapat diamati sehingga menemukan kebenaran yang dapat diterima oleh akal sehat manusia. Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan hasil observasi yang dilakukan di Vihara Gunung Timur Medan dan di Jln. Bawang Perumnas Simalingkar. Selain itu juga hasil wawancara dari informan kunci dan nonkunci.

(24)

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Jln. Bawang Perumnas Simalingkar dan di Vihara Gunung Timur, yaitu beralamat di Jln. Hang Tuah, Hamdan No. 16 Medan.

3.3 Data dan Sumber Data

Di dalam setiap penelitian, data menjadi patokan yang sangat penting bagi setiap penulils untuk menganalisis masalah yang dikemukakan. Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data yang dipakai pada perayaan Tahun Baru Imlek masyarakat Tionghoa di Kota Medan. Data-data yang digunakan diperoleh dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah berasal dari informan kunci sebagai berikut:

Sumber Data Primer : A Po

Profesi : Pengurus Vihara Gunung Timur

Sumber Data Primer : Kwek Bun Profesi : Wiraswasta

Sumber Data Primer : Huang Chu Thong

Profesi : Anggota kepengurusan di Vihara Gunung Timur

Sumber Data Primer : Florencia Profesi : Mahasiswa

Yang dimaksud dengan informan kunci atau informan pangkal, juga disebut narasumber kunci (key informant) adalah seorang pemberi data yang memiliki kapasitas dan

(25)

kapabilitas terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Data yang diperoleh informan kunci inilah yang menjadi bahan kajian utama dalam penelitian kualitatif. Dengan demikian, penelitian kualitatif sangat bergantung dari data yang diperoleh dari informan kunci.

Selanjutnya sumber data sekunder adalah sebagai berikut : Sumber Data Sekunder : Buku yang berjudul Imlek dan Alkitab Halaman : 198 hlm

Penerbit : PT. Bethlehem Publisher

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah berupa suatu pernyataan (statement) tentang sifat, keadaan, kegiatan tertentu dan sejenisnya. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian (Gulo, 2002 : 110).

Dalam suatu penelitian, langkah pengumpulan data merupakan satu tahap yang sangat menentukan terhadap proses dan hasil penelitian yang akan dilaksanakan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah melakukan beberapa tahapan. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

3.4.1 Observasi

Observasi atau pengamatan, dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan indera penglihatan yang juga berarti tidak melakukan pertanyaan-pertanyaan (Soehartono, 1955:69). Penelitian ini berdasar kepada penelitian lapangan, yaitu penelitian yang memfokuskan perhatian dalam pengumpulan data dari sumber-sumber lapangan. Penelitian lapangan yang penulis lakukan berupa penelitian sebagai pengamatan yang terlibat. Peneliti langsung mengamati objek penelitian di lapangan seperti

(26)

apa yang terjadi. Pada saat penulis melakukan observasi lapangan Masyarakat Tionghoa sedang melakukan kegiatan untuk menyambut perayaan Imlek seperti membersihkan rumah dan rumah ibadat, memasang lampion, menyiapkan segala keperluan untuk sembahyang dan juga menjauhkan semua benda-benda yang tidak boleh digunakan dalam menyambut Tahung Baru Imlek.

3.4.2 Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab secara langsung antara peneliti dan narasumber (informan). Wawancara terbagi atas wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.

1. Wawancara terstruktur artinya wawancara yang dilakukan sesuai dengan pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu oleh penulis.

2. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas, yaitu peneliti tidak

menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang akan diajukan secara spesifik, dan hanya memuat poin-poin penting masalah yang ingin digali dari

responden.

Dalam wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur peneliti menggunakan alat bantu berupa alat perekam suara, kamera dan material lain yang dapat membantu

kelancaran wawancara.

3.5 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan (Nazir,1988: 111).

(27)

Studi kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan data-data dan teori-teori yang berasal dari buku-buku referensi yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian. Buku-buku tersebut antara lain buku Imlek dan Alkitab (Markus Tan, 2004), Pengantar Ilmu Antropologi (Koentjaningrat, 1990), Metode Penelitian Kualitatif (Hamidi, 2010), Cerita Tentang Pantangan Marga Silima di Desa Juhar Kecamatan Juhar Kabupaten Karo (Sugihana Sembiring, 2008), Mitologi China Dan Kisah Alkitab (J.S.Kwek, 2001), Memahami Budaya Tionghoa (Stafanus Akim, 2002). Selain itu sumber bacaan yang menjadi tulisan pendukung dalam penelitian penulis yaitu berupa buku, jurnal, makalah, artikel dan berita-berita dari situs internet.

3.6 Teknik Analisis Data

Pada prinsipnya analisis data merupakan sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh peneliti ketika proses pengumpulan data atau informasi berlangsung, sampai pada penarikan kesimpulan berupa konsep atau hubungan antar konsep (Hamidi, 2010:97).

Pada penelitian ini, penulis meneliti pantangan-pantangan pada perayaan Imlek berdasarkan data hasil wawancara dengan informan, pengamatan dan penelitian pustaka.

Langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Peneliti mengumpulkan berbagai sumber yang berhubungan dengan pantangan pada perayaan Imlek seperti buku, artikel, jurnal dan lain sebagainya.

2. Setelah data tersebut terkumpul, penulis akan membacanya terlebih dahulu kemudian mengklasifikasikan data tersebut untuk dijadikan bahan penelitian.

3. Peneliti melakukan observasi lapangan ke tempat penelitian. Observasi ini dilakukan mengamati keadaan di lapangan saja.

4. Peneliti melakukan wawancara degan informan-informan yang mengetahui tentang masalah yang sedang diteliti.

(28)

5. Setelah data telah diperoleh penulis kemudian penulis menganalisis data tersebut dengan menggunakan teori Kebudayaan.

6. Terakhir, merangkum informasi ataupun data yang telah didapat selanjutnya data-data tersebut dianalisa dan dijadikan sebagai sebuah karya tulis berbentuk skripsi.

(29)

BAB IV PEMBAHASAN

Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, penulis akan membahas pantangan apa saja yang terdapat pada perayaan Imlek dan alasannya. Penulis juga akan membahas akibat dari pantangan tersebut jika Masyarakat Tionghoa tidak menaati atau melanggar pantangan tersebut.

4.1 Pantangan Pada Perayaan Imlek Bagi Masyarakat Tionghoa Di Kota Medan Perayaan Imlek yang selalu dirayakan oleh Masyarakat Tionghoa merupakan perayaan yang sangat meriah yang selalu dirayakan setiap tahunnya. Masyarakat Tionghoa sangat berantusias merayakan Tahun Baru Imlek ini karena mereka percaya dengan merayakan Tahun Baru ini kehidupan yang baru akan datang. Dalam perayaan Imlek menyajikan berbagai kemeriahan dan kemewahan. Akan tetapi dalam perayaan Imlek terdapat pantangan atau hal-hal yang tidak boleh dikerjakan pada saat menyambut Tahun Baru Imlek dan Tahun Baru Imlek tersebut sedang berlangsung. Dalam penelitian ini penulis akan mendeskripsikan pantangan-pantangan yang terdapat pada perayaan Imlek di kota Medan. Masyarakat Tionghoa mempercayai bahwa jika tidak menaati pantangan tersebut maka akan berdampak buruk dalam kehidupan. Pantangan-pantangan yang tidak boleh dilanggar tersebut adalah sebagai berikut :

4.1.1 Tidak Boleh Menyapu

Aktifitas menyapu pada hari pertama perayaan Imlek merupakan hal yang tabu. Hal ini karena berkaitan dengan legenda Ru Yen. Ru Yen adalah dewa rejeki pada Masyarakat Tionghoa. Pada catatan Lu Yi Ji menceritakan bahwa jaman dahulu ada suatu kisah seorang

(30)

pedagang bernama Qi Ming yang berkenalan dengan Qing Hong Jun. Qi Ming amat menghormati Qing sehingga suatu saat Qing mengatakan akan mengabulkan satu permintaan dari Qi. Ada orang yang membisiki Qi agar Qi meminta Ru Yen (keinginan/harapan semoga terkabul). Qing terkejut mendengar permintaan Qi ini dan Ru Yen itu sesungguhnya adalah pelayan wanita Qing. Akan tetapi karena sudah terlanjur berjanji , maka Qing memberi Ru Yen kepada Qi.Ketika Ru Yen tinggal dirumah Qi , ternyata semua keinginan Qi terkabulkan dan akhirnya ia menjadi orang kaya yang sukses. Hingga pada saat hari sincia itu Ru Yen terlambat bangun. Qing amat marah dan hendak memukuli Ru Yen. Ru Yen amat ketakutan dan mengubah dirinya menjadi kecil kemudian bersembunyi diantara tumpukan sampah dipengki. Qi Ming memukuli pengki itu dan berteriak memanggil Ru Yen. Tapi Ru Yen tidak pernah muncul lagi. Sejak itu Qi berangsur-angsur menjadi miskin.

Kebiasaan masyarakat di daerah Kanglam atau Jiang Nan ( Su Hang) adalah mengikat atau merangkai uang dan menaruh dipengki kemudian berteriak memanggil Ru Yen. Walau sekarang kebiasaan memanggil-manggil nama Ru Yen tidak ada di kalangan orang-orang selatan ( Fu Jian , Guang Dong dan sekitarnya) tapi kebiasaan tidak membuang sampah keluar rumah dan tidak menyapu pada hari sincia itu masih ada. Harapannya adalah semoga Ru Yen tidak turut terbuang bersama dengan sampah-sampah itu. Kepercayaan Masyarakat Tionghoa bila membuang kotoran atau menyapu rumah pada saat perayaan tahun Baru Imlek, maka berkat atau rejeki akan ikut tersapu atau hilang.

4.1.2 Tidak Boleh Makan Bubur

Tidak boleh makan bubur pada hari pertama perayaan Imlek juga merupakan pantangan yang harus ditaati oleh Masyarakat Tionghoa. Hal ini karena pada zaman dahulu bubur adalah makanan bagi orang miskin. Zaman dahulu ekonomi Masyarakat Tionghoa masih minim. Beras merupakan bahan pangan yang dianggap mahal dan mereka hanya

(31)

beras sedikit kemudian beras tersebut dimasak dengan air yang banyak untuk dijadikan bubur supaya cukup dibagi-bagikan kepada keluarga.

4.1.3 Melepas Sepatu Saat Masuk Kerumah

Banyak upacara atau hari-hari perayaan tradisi dimana menekankan kepada beberapa faktor seperti berkumpulnya anggota keluarga dan terjaganya hubungan kekerabatan keluarga , penghormatan leluhur dan makan-makan. Demikian juga pada hari Imlek ketika sedang berkunjung ke satu rumah sepatu harus dilepaskan sebelum masuk kedalam rumah karena sepatu membawa kotoran dan debu. Melepas sepatu saat masuk kerumah pada perayaan Imlek juga merupakan hal yang harus dilaksanakan pada saat merayakan perayaan Imlek. gtidak melepas sepatu saat masuk kerumah saat perayaan Imlek merupakan suatu hal yang dipantangakan. Hal ini dijadikan suatu pantangan karena menurut kepercayaan Masyarakat Tionghoa sepatu yang dipakai untuk berjalan diluar rumah sudah kotor dan kotor itu diibaratkan sebuah kesialan. Apabila sepatu tidak dilepas maka kesialan yang dari luar akan terbawa kedalam rumah.

4.1.4 Tidak Boleh Menangis

Menangis pada saat Tahun Baru Imlek adalah hal yang harus dihindarkan dan yang pantang untuk dilakukan. Tidak boleh menangis pada hari pertama perayaan Imlek dijadikan suatu pantangan karena Masyarakat Tionghoa percaya bahwa menangis merupakan hal yang berhubungan dengan duka ataupun kematian yang bermakna kesedihan yang merupakan suatu kesialan atau ketidakberuntungan. Seseorang yang sedang berduka akan menangis karena orang yang disayang telah pergi untuk selamanya. Sedangkan perayaan Imlek merupakan suatu perayaan yang dirayakan dengan meriah, gembira dan penuh sukacita. Oleh karena itu dalam perayaan Imlek tidak boleh ada yang bersedih dan semuanya harus bahagia.

Pantangan ini juga berlaku bagi anak kecil termasuk bayi yang menangis pada hari Imlek.

(32)

Jadi pada hari pertama perayaan Imlek semua ibu yang mempunyai anak bayi harus berusaha membuat anak mereka tersenyum dan tidak menangis supaya selalu mendapat hal-hal yang bahagia selama perayaan Imlek berlangsung.

4.1.5 Tidak Boleh Bercerita Tentang Hal Buruk

Setiap orang yang merayakan Imlek sebaiknya tidak mengeluarkan kata-kata kasar, kotor atau yang bermakna buruk dan sial. Kata “empat” atau "si" juga ada baiknya dihindari karena mengandung negatif, yaitu kematian. Satu tabu lagi yang perlu dijauhi dalam perayaan Imlek adalah menceritakan hal-hal buruk seperti kisah kematian dan cerita hantu. Hal ini dianggap tabu karena Masyarakat Tionghoa percaya bahwa dengan berbicara hal-hal yang buruk sama saja berbicara yang mengandung makna kematian atau kesialan dan akan mendatangkan yang buruk juga dalam kehidupan. Di hari Imlek, keluarga besar saling berkunjung untuk merayakan perayaan Imlek secara bersama-sama dengan hal-hal yang penuh sukacita dan berbicara hal-hal yang buruk harus dihindarkan karena kurang pantas dalam suasana Imlek dan juga tidak enak didengar oleh para tamu yang datang kerumah.

4.1.6 Tidak Boleh Berhutang

Sebelum Tahun Baru Imlek seluruh hutang harus sudah lunas karena hutang merupakan beban. Tidak boleh berhutang pada hari pertama perayaan Imlek merupakan suatu hal yang harus ditaati dan tidak boleh dilanggar karena menurut kepercayaan Masyarakat Tionghoa hutang merupakan suatu beban dan akan berdampak buruk dalam pikiran. Jika pikiran mempunyai satu beban dan itu akan dipikirkan terus menerus akan mengakibatkan kesehatan akan menurun dan bisa mendatangkan suatu kecelakaan. Oleh karena itu dalam perayaan Imlek semua Masyarakat Tionghoa harus merayakan perayaan ini dengan gembira, senang dan penuh sukacita tanpa beban supaya selama merayakan perayaan Imlek

(33)

masyarakat harus bekerja keras mencari uang supaya bisa membayar hutang. Pada hari pertama juga tidak boleh meminjamkan uang kepada orang yang akan berhutang.

4.1.7 Tidak Boleh Mencuci Rambut

Rambut dilarang untuk dicuci pada hari pertama perayaan Imlek. Tidak boleh mencuci rambut merupakan hal yang dipantangkan pada saat perayaan Imlek karena menurut kepercayaan Masyarakat Tionghoa dan dalam bahasa mandarin, kata "rambut" memiliki pengucapan dan karakter yang mirip 'fa' dalam facai yang berarti "menjadi makmur". Apabila kata “mencuci rambut” digabungkan maka akan memilki makna “mencuci kemakmuran”

yang berarti menghilangkan kemakmuran atau keberuntungan dalam kehidupan. Selain itu rambut juga berarti mahkota. Mahkota berarti sesuatu yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik. Mencuci rambut boleh dilakukan sebelum hari pertama perayaan Imlek dan hari kedua perayaan Imlek.

4.1.8 Tidak Boleh Berpakaian Warna Hitam Dan Putih

Tidak boleh berpakaian warna hitam dan putih merupakan hal yang dipantangkan dalam perayaan Imlek. Alasannya karena pakaian berwarna hitam dan putih dipercaya erat hubungannya dengan duka, kegelapan dan kesedihan. Pakaian berwarna hitam dan putih sering dikenakan masyarakat Tionghua pada saat berkabung dan melayat ke tempat duka jika ada salah satu kerabat atau teman meninggal dunia. Berpakaian warna hitam dan putih juga dipercaya membawa kesialan dalam kehidupan. Perayaan Imlek harus dimulai dengan warna yang cerah sebab perayaan Imlek merupakan perayaan yang sangat meriah dan membawa sukacita kebahagiaan dalam kehidupan. Karena itu hindari pemakaian pakaian warna hitam dan putih pada perayaan Imlek supaya selama merayakan perayaan Imlek terhindar dari nasib buruk, duka dan kesialan. Pakaian yang diperbolehkan dipakai adalah pakaian berwarna cerah seperti merah karena warna ini membawa keberuntungan dalam kehidupan.

(34)

4.1.9 Tidak Boleh Menggunakan Benda Tajam

Pada saat Perayaan Imlek berlangsung tidak boleh menggunakan benda-benda tajam seperti pisau, gunting, dan lain sebagainya. Hal ini pantang untuk dilakukan karena Masyarakat Tionghoa percaya benda tajam berhubungan dengan potong memotong serta kecelakaan dan kecelakaan merupakan suatu tanda buruk atau kesialan. Apabila benda-benda tajam tersebut digunakan pada saat perayaan Imlek sama saja memotong rejeki atau menjauhkan rejeki yang datang dalam kehidupan baik pada hari perayaan Imlek tersebut berlangsung maupun sepanjang tahun yang akan datang. Jika mengalami kecelakaan pada awal tahun perayaan Imlek bisa menjadi pertanda buruk, kesialan atau ketidakberuntungan dalam kehidupan sepanjang tahun yang akan datang.

4.1.10 Tidak Boleh Membunuh Binatang

Pada hari pertama perayaan Imlek tidak boleh membunuh binatang karena Masyarakat Tionghoa percaya bahwa darah membawa dampak buruk dalam kehidupan yaitu mengalami kesialan. Menurut buku yang di tulis oleh seorang bermarga Dong dari masa dinasti Jin, dituliskan bahwa urutan penciptaan dalam mitologi penciptaan NvWa: [1] hari pertama ayam , [2] anjing ,[3] babi , [4] kambing , [5] sapi , [6] kuda , [7] manusia , [8] padi- padian. Hari ketujuh itu kemudian diperingati sebagai hari manusia atau renri. Semua manusia berulangtahun di hari itu. Terlepas dari tanggal lahir, terutama mereka-mereka yang oleh suatu sebab tidak mengetahui secara pasti tanggal kelahirannya. Di masa kaisar Cheng dari Dinasti Han , ada satu perintah untuk melarang membunuh ayam di hari Imlek. Ini juga berkaitan dengan kepercayaan di masa Dinasti Qin - Dinasti Han tentang "tujuh hari"

mencipta. [1] hari pertama ayam , [2] anjing ,[3] babi , [4] kambing , [5] sapi , [6] kuda , [7]

manusia. Jadi ketika ada angin kencang itu tidak baik , misal di hari pertama , tidak baik bagi ayam. Berhubung ke mitologi penciptaan itu, di hari-hari masing binatang, ada tradisi untuk

(35)

tidak menyembelih binatang yang bersangkutan. Di hari manusia biasanya diperingati dengan makanan 7 macam, bisa itu 7 macam sayur atau 7 macam ikan atau bercampur.

4.1.11 Tidak Boleh Minum Obat

Minum obat pada hari pertama perayaan Tahun Baru Imlek sangat dilarang. Tidak boleh minum obat pada hari pertama perayaan Imlek sangat dipantangkan untuk dilakukan karena Masyarakat Tionghoa percaya bahwa obat erat hubungannya dengan penyakit.

Biasanya orang yang sakit adalah orang yang mempunyai kondisi tubuh yang tidak baik atau yang buruk. Orang yang sakit harus minum obat supaya sembuh. Akan tetapi pada hari pertama perayaan Imlek tidak boleh dilakukan. Mereka percaya ada bahan makanan lain sebagai pengganti obat yang membawa kesembuhan dan rezeki seperti buah keranjang dan meminum minuman yang segar seperti air tebu. Hal ini dipercaya bahwa makanan tersebut akan membawa rezeki dan air tebu yang manis akan mendapatkan kehidupan yang manis selama perayaan Imlek berlangsung dan sepanjang tahun yang akan datang.

4.1.12 Tidak Boleh Mencuci Pakaian

Masyarakat Tionghoa tidak akan mencuci baju pada hari pertama dan kedua Tahun Baru Imlek. Mengapa demikian? Karena Masyarakat Tionghoa percaya bahwa dua hari pertama di Tahun Baru Imlek merupakan perayaan lahirnya Shuishen (Dewa Air). Pada hari lahirnya Dewa Air tersebut semua orang dilarang memakai air dengan boros atau dengan kata lain memakai air untuk hal-hal yang penting saja. Selain itu, mencuci pakaian juga dianggap menghilangkan keberuntungan yang sudah mereka dapatkan sepanjang tahun yang sudah lewat karena saat mencuci pakaian menggunakan air, dan air yang digunakan untuk membersihkan pakaian tersebut akan dibuang karena sudah kotor. Oleh sebab itulah mencuci pakaian pada hari perayaan Imlek sangat dilarang.

(36)

4.1.13 Wanita Dilarang Keluar Rumah

Wanita keluar rumah pada hari pertama perayaan Imlek merupakan hal yang tabu untuk dilakukan. Hal ini karena Masyarakat Tionghoa percaya seorang wanita yang keluar rumah pada perayaan Imlek dianggap tidak menghormati orangtua dan saudara yang ada dirumah. Hal ini juga dipercaya bahwa setiap tahunnya perayaan Imlek dirayakan dengan sangat meriah dan ramai oleh semua masyarakat termasuk masyarakat pribumi. Keramaian biasanya identik dengan perbuatan jahat atau hal-hal yang buruk yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Jika pada hari pertama terjadi suatu kecelakaan maka akan mendapat hal-hal buruk dalam kehidupan. Pantangan ini juga berlaku untuk wanita yang sudah menikah.

Wanita yang sudah menikah juga tidak boleh mengunjungi rumah orang tuanya pada hari pertama Tahun Baru Imlek. Kunjungan biasanya dilakukan pada hari kedua Tahun Baru Imlek. Hal ini dilakukan karena pada hari pertama perayaan Imlek wanita yang sudah menikah akan merayakan perayaan Imlek bersama suami dan semua keluarga dari pihak suami di rumah mertuanya. Dalam hal ini wanita yang sudah menikah harus membantu untuk melayani tamu yang datang. Hal ini karena mertua merupakan orangtua yang harus dihormati juga seperti orangtua kandung sekaligus pembawa berkat dalam kehidupan anak-anaknya.

Perempuan muda yang sudah menikah harus menunjukkan sikap ini sebagai tanda pengabdian, sikap adil dan cinta kasih kepada semua keluarga.

4.1.14 Tidak Boleh Membeli Buku Dan Sepatu

Membeli buku dan sepatu di hari pertama perayaan Imlek adalah suatu perbuatan yang tabu. Tidak boleh membeli buku dan sepatu di hari pertama Imlek sangat dipantangkan dalam kepercayaan Masyarakat Tionghoa lafal kedua kata itu secara bunyi mirip dengan kata

"kalah" dan "jahat" dalam bahasa Mandarin dan Kanton. Kata kalah berarti tidak menang atau mengalami kegagalan dan kata jahat berarti suatu perbuatan yang jelek, buruk dan tidak

(37)

baik. Masyarakat Tionghoa percaya jika memulai sesuatu yang buruk pada hari pertama perayaan Imlek akan berdampak buruk juga pada kehidupan.

4.1.15 Penyimpanan Beras Tidak Boleh Kosong

Kotak tempat penyimpanan beras tidak boleh dibiarkan kosong pada hari pertama Tahun Baru Imlek. Hal ini dipercaya karena kosong berarti tidak ada dan tempat beras kosong berarti tidak ada beras di dalam yang maknanya bahwa tidak ada beras akan mengakibatkan kelaparan. Jika seseorang kelaparan maka tubuh akan menjadi lemas dan akan sakit. oleh sebab itu kotak beras yang kosong akan membuat pemiliknya cemas karena dianggap sebagai pertanda buruk untuk tahun yang baru.

4.1.16 Tidak Boleh Memberi Hadiah Benda Tajam

Masyarakat Tionghoa dilarang memberikan hadiah berupa jam, gunting dan benda tajam lainnya. Semua benda itu dipercaya mempunyai arti yang buruk dalam kebudayaan Masyarakat Tionghoa. Dalam bahasa China, kata “memberi jam” berbunyi “sòng zhōng”.

Bunyi itu juga sama artinya dengan menghadiri acara pemakaman. Selain itu, jam dinding atau jam tangan bermakna meninggalkan waktu. Banyak orang yang tersinggung jika diberi jam tangan seolah-olah mereka akan ditinggalkan atau akan meninggal. Memberi gunting juga dilarang karena gunting merupakan benda tajam dan dalam bahasa china gunting diucapkan “Jiǎndāo” yang berarti akan mengalami kecelakaan dan akan memotong

persahabatan atau kekeluargaan.

(38)

4.1.17 Tidak Boleh Memberi Hadiah Buah Pir Dan Bunga Potong

Memberi buah di hari Imlek sangat dianjurkan. Namun jangan membawa buah pir karena membawa buah pir pada perayaan Imlek merupakan hal yang sangat dipantangkan.

Hal ini karena Masyarakat Tionghoa percaya bahwa buah pir dalam bahasa Mandarin yang bunyinya “lí” memiliki arti yang sama dengan kata meninggalkan atau berpisah. Memberi bunga pada perayaan Imlek juga boleh dilakukan tapi jangan membawa bunga yang batangnya terpotong. Hal ini juga sangat dipantangkan karena Masyarakat Tionghoa tidak suka dengan hal yang terpotong-potong karena mereka percaya bahwa benda yang terpotong rezeki juga ikut terpotong. Bunga Krisan berwarna kuning atau bunga apa saja yang berwarna putih juga dinilai sebagai bunga sial pada saat Imlek. Bunga-bunga itu bisasanya dijumpai saat pemakaman. Memberi bunga demikian di hari Imlek sama artinya memberi tanda bahwa si penerima akan berduka.

4.1.18 Tidak Boleh Memberi Hadiah Angka 4

Hal yang dipantangkan pada saat perayaan Imlek lainnya adalah tidak boleh memberi hadiah yang berhubungan dengan angka 4. Apapaun hadiah itu, jangan membawa yang berjumlah empat atau yang mengandung angka 4. Karena dalam bahasa Mandarin pengucapan angka 4 sama bunyinya saat mengucapkan kata “si” yang artinya “mati”.

Masyarakat Tionghoa percaya bahwa angka 4 merupakan angka sial dan angka kematian.

Oleh sebab itu beberapa gedung atau hotel yang dimiliki oleh orang yang percaya dengan angka itu, tidak menyertakan lantai nomor 4.

4.1.19 Tidak Boleh Memberikan Hadiah Sapu Tangan Dan Payung

Pada hari pertama perayaan Imlek tidak boleh memberikan hadiah berupa sapu tangan.

Hal ini sangat dipantangkan untuk dilakukan pada hari pertama perayaan Imlek karena

(39)

Masyarakat Tionghoa percaya bahwa sapu tangan sering dipakai saat sedih dan juga sapu tangan dibawa saat pemakamam atau duka. Dalam bahasa Mandarin sapu tangan juga simbol ucapan selamat tinggal. Memberi sapu tangan sama artinya mengucapkan selamat tinggal atas persahabatan atau kekeluargaan. Memberikan payung pada peryaan Imlek juga tidak boleh karena kata payung dalam bahasa Mandarin bunyinya “sǎn”. Bunyi itu sama artinya dengan kata patah atau putus. Membawa atau memebri hadiah payung bisa memberi tanda bahwa si pemberi hendak putus hubungan dengan si penerima.

4.1.20 Tidak Boleh Duduk-Duduk Di Kamar Tidur

Menemui orang lain di kamar tidur saat Malam Tahun Baru akan membawa kesialan.

Hal ini karena pada saat merayakan Tahun Baru Imlek semua keluarga harus berkumpul bersama-sama di suatu tempat seperti ruang tamu untuk merayakan perayaan yang menggembirakan dan penuh sukacita. Jika duduk-duduk didalam kamar tidur seorang diri hal ini ditakutkan seseorang tersebut sedang merasa sedih dan berbuat hal yang tidak baik.

Karenanya seluruh anggota keluarga berhias dan berkumpul di ruang tamu, bahkan para bayi, orang tua dan mereka yang sakit.

(40)

4.2 Dampak Negatif Ketidaktaatan Dalam Melaksanakan Pantangan Pada Perayaan Imlek Bagi Masyarakat Tionghoa

Setiap perbuatan yang dilakukan akan berdampak pada kehidupan baik dampak positif maupun negatif. Perbuatan yang dilakukan dengan baik seperti menaati peraturan akan mendapatkan hal yang positif atau pujian. Perbuatan yang dilakukan dengan tidak baik seperti tidak menaati peraturan akan mendapatkan hukuman. Salah satu perbuatan yang berdampak negatif dalam kehidupan jika tidak menaati peraturan atau melanggar pantangan yang telah dibuat adalah ketidaktaatan dalam melaksanakan pantangan pada perayaan Imlek.

Berikut adalah dampak negatif yang terdapat pada pantangan perayaan Imlek apabila pantangan tersebut dilanggar :

4.2.1 Dampak Negatif Menyapu Pada Perayaan Imlek

Apabila menyapu dan membuang sampah pada hari pertama Perayaan Imlek akan berdampak buruk dalam kehidupan. Menyapu atau membuang sampah pada hari pertama perayaan Imlek sama halnya dengan menyapu rezeki atau membuang rezeki yang telah didapat dari dalam rumah. Jika seseorang melanggar aturan ini maka rezeki seseorang tersebut akan hilang dan selama satu tahun ke depan. Berkat atau rezeki seseorang tersebut akan berkurang. Akan tetapi hukuman akan rezeki yang berkurang selama setahun akan berakhir apabila tahun baru Imlek kembali dirayakan dan mengikuti pantangan tersebut.

4.2.2 Dampak Negatif Makan Bubur

Pada hari pertama perayaan Imlek dilarang memakan bubur sebagai sarapan karena bubur merupakan makanan orang miskin. Apabila pantangan ini dilanggar maka akan berdampak negatif dalam kehidupan yaitu rezeki akan berkurang dan kehidupan akan

(41)

menjadi seperti orang miskin. Oleh karena itulah bubur dilarang dimakan sebagai sarapan pada hari pertama Tahun Baru Imlek agar orang tidak memulai tahun baru ini sebagai orang miskin melainkan memulai tahun baru dengan makan nasi yang membawa keberuntungan.

4.2.3 Dampak Negatif Memakai Sepatu Ke Dalam Rumah

Pada hari pertama perayaan Imlek memakai sepatu ke dalam rumah juga dilarang karena sepatu tersebut sudah kotor dan berdebu dan akan membawa kotoran yang dari luar ke dalam rumah. Kotoran dalam hal ini juga berarti suatu hal buruk atau kesialan. Apabila seseorang tidak menaati pantangan tersebut dan tidak melepas sepatu masuk ke dalam rumah maka kesialan yang dari luar akan terbawa ke dalam rumah dan penghuni rumah tersebut akan mengalami kesialan selama setahun kedepan.

4.2.4 Dampak Negatif Menangis

Menangis pada hari pertama perayaan Imlek dilarang karena akan berdampak negatif dalam kehidupan. Apabila seseorang menangis pada hari pertama perayaan Imlek maka akan mengalami kesialan sepanjang tahun karena menangis sama halnya dengan berduka. Oleh sebab itu pada hari pertama perayaan Imlek tidak boleh menangis supaya tidak mendapat kesialan melainkan mendapat kebahagiaan sepanjang tahun.

4.2.5 Dampak Negatif Bercerita Tentang Hal Buruk

Bercerita tentang hal-hal buruk seperti bercerita hantu, kematian dan berkata kotor pada hari perayaan Imlek sangat dilarang karena hal ini dipercaya akan membawa kesialan dalam kehidupan. Apabila seseorang tidak menaati pantangan tersebut dan melanggarnya maka kehidupan seseorang tersebut akan mengalami kesialan sepanjang tahun dan akan mendapatkan berita yang buruk.

(42)

4.2.6 Dampak Negatif Berhutang

Berhutang juga dilarang dalam perayaan Imlek karena hutang berarti beban. Apabila seseorang belum melunasi hutang maka akan mempunyai beban hidup sepanjang tahun. Pada hari perayaan Imlek juga tidak boleh menagih hutang karena menagih hutang berarti mendapatkan kecelakaan. Apabila seseorang melanggar dan tetap menagih hutang pada hari perayaan Imlek maka seseorang itu akan mendapat kecelakaan saat hari perayaan Imlek berlangsung maupun sepanjang tahun.

4.2.7 Dampak Negatif Mencuci Rambut

Mencuci rambut pada hari pertama perayaan Imlek sangat dipantangkan lkarena mencuci rambut berarti menghilangkan rezeki atau menghilangkan keberuntungan. Apabila pantangan ini dilanggar maka maka rezeki atau keberuntungan dalam kehidupan akan hilang sepanjang tahun dan akan mendapatkan kesialan.

4.2.8 Dampak Negatif Berpakain Warna Hitam Dan Putih

Berpakaian warna hitam dan putih sangat dilarang pada hari perayaan Imlek karena warna ini erat hubungannya dengan warna kegelapan dan kesedihan. Biasanya pakaian ini dikenakan pada saat melayat ke tempat duka atau orang meninggal. Apabila pantangan ini dilanggar oleh seseorang maka akan berdampak buruk dalam kehidupannya yaitu seseorang tersebut akan mengalami kesedihan dan kesialan selama perayaan Imlek dan sepanjang tahun kedepan.

4.2.9 Dampak Negatif Menggunakan Benda Tajam

Menggunakan benda-benda tajam pada saat merayakan perayaan Imlek sangat dilarang karena untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Apabila kecelakaan terjadi pada

(43)

hari pertama perayaan Imlek akan menghilangkan rezeki akan tetapi mendatangkan kesialan.

Apabila seseorang melanggar pantangan ini maka akan mendapatkan kesialan dan rezekinya akan hilang sepanjang tahun.

4.2.10 Dampak Negatif Membunuh Binatang

Membunuh binatang pada hari perayaan Imlek juga merupakan suatu pantangan karena membunuh binatang berarti mengeluarkan darah dan dalam Masyarakat Tionghoa darah merupakan suatu tanda buruk yang membawa nasib buruk dalam kehidupan. Apabila seseorang melanggar pantangan tersebut maka akan berdampak buruk dalam kehidupannya yaitu nasibnya akan buru atau mengalami kesialan sepang tahun.

4.2.11 Dampak Negatif Minum Obat

Minum obat pada hari pertama perayaan Imlek juga hal yang dipantangkan karena untuk menghindari hal-hal buruk yang akan terjadi dalam kehidupan. Obat biasanya berhubungan dengan sakit dan biasanya orang yang sakit akan meminum obat. Apabila seseorang meminum obat pada hari pertama perayaan Imlek maka seseorang tersebut akan mengalami penyakit dan akan sakit-sakitan sepanjang tahun.

4.2.12 Dampak Negatif Mencuci Pakaian

Mencuci pakaian pada hari pertama dan kedua perayaan Imlek merupakan suatu pantangan yang tidak boleh dilanggar karena dianggap menghilangkan keberuntungan yang sudah didapat. Apabila seseorang melanggar pantangan tersebut maka seseorang tersebut akan mengalami kesialan atau ketidakberuntungan dalam kehidupan sepanjang tahun.

(44)

4.2.13 Dampak Negatif Wanita Keluar Rumah

Wanita dilarang keluar rumah pada hari pertama perayaan Imlek baik wanita yang belum menikaah maupun yang sudah menikah. Hal ini karena dianggap tidak menghormati orangtua dan keluarga yang ada di dalam rumah dan juga dianggap akan mendapatkan kecelakaan. Apabila seseorang melanggar pantangan tersebut maka seseorang tersebut akan mendapatkan kesialan maupun kecelakaan dalam kehidupan selama perayaan Imlek berlangsung maupun sepanjang tahun.

4.2.14 Dampak Negatif Membeli Buku Dan Sepatu

Membeli buku dan sepatu pada hari pertama perayaan Imlek juga dilarang hal ini karena dalam bahasa Mandarin lafal kedua kata tersebut mirip dengan kata kalah dan jahat.

Apabila membeli buku dan sepatu pada hari pertama perayaan Imlek akan berdampak buruk dalam kehidupan yaitu akan mengalami perbuatan jahat dan mendapat kekalahan sepanjang tahun. Dan jika seseorang melanggar pantangan tersebut maka seseorang itu akan mengalai kekalahan, dicurangi orang lain dan mendapat kesialan dalam kehidupan sepanjang tahun.

4.2.15 Dampak Negatif Tempat Beras Kosong

Pada hari pertama perayaan Imlek tempat beras tidak boleh kosong karena akan berdampak buruk dalam kehidupan. Hal ini tabu karena tempat beras kosong merupakan suatu tanda bahwa dalam kehidupan akan mengalami kelaparan sepanjang tahun.

4.2.16 Dampak Negatif Memberi hadiah Benda Tajam

Memberi hadiah benda tajam dalam perayaan Imlek sangat dipantangkan karena benda tajam mengandung makna akan mengalami suatu kecelakaan, mengahidiri duka, dan meninggalkan atau memotong persahabatan atau kekeluargaan. Apabila seseorang memberi

Referensi

Dokumen terkait

Mereka yang memainkan pertandingan tersebut tidak hanya memberikan hiburan bagi masyarakat luas, akan tetapi hiburan bagi diri mereka sendiri, karena dengan adanya

Thyrhaya Zein, M.A., selaku ketua Program studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah dengan baik dan tulus dalam mendidik dan

Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Metode dan Aneka Teknik

Dalam penelitian ini beliau adalah sala satu informan kunci, yang memberikan data-data seputar xiangqi di Yayasan Sad Putra Persada (YSPP).. Beliau berprofesi

Deskripsi dan Fungsi Upacara Sacapme dalam Rangkaian Tahun Baru Imlek pada Kebudayaan Masyarakat Tionghoa di

Deskripsi dan Fungsi Upacara Sacapme dalam Rangkaian Tahun Baru Imlek pada Kebudayaan Masyarakat Tionghoa di Medan (skripsi). Medan: Universitas

Tri Dewi Septiani (2012) dalam skripsinya yang berjudul Deskripsi dan Fungsi Upacara Sacapme dalam Rangkaian Tahun Baru Imlek pada Kebudayaan Masyarakat Tionghoa di Medan,

Berdasarkan hasil dari penelitian yang penulis dapatkan saat mengunjungi Situs Kota Cina di Medan Marelan saat observasi dan wawancara dapat diketahui bahwa terdapat beberapa