• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI Energi

Energi listrik berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan energi listrik semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk [8].

Hal yang perlu diperhatikan adalah bahan bakar untuk menghasilkan energi listrik.

Salah satu sumber bahan bakar yang digunakan untuk menghasilkan energi listrik adalah batu bara. Batu bara merupakan sumber bahan bakar yang jumlahnya terbatas, sehingga diperlukan energi alternatif yang berkelanjutan seperti energi baru terbarukan. Terdapat beberapa energi terbarukan seperti energi angin, matahari, panas bumi, dan biomassa. Salah satu energi terbarukan yang sering dimanfaatkan adalah enegi angin. Energi angin tercipta karena perbedaan suhu udara panas dan udara dingin. Udara panas akan bergerak ke daerah yang dingin sehingga mebentukan putaran angin. Perpindahan inilah yang disebut sebagai angin [9]. Secara keseluruhan potensi energi angin rata-rata di Indonesia adalah kecepatan angin sedang, tetapi berdasarkan pengukuran data angin yang dilakukan sejak 1979, banyak daerah berpotensi memiliki kecepatan angin rata-rata tahunan sebesar 3,4 – 4,5 m/detik atau mempunyai energi antara 200 kWh/m sampai 1000 kWh/m [10].

Pembangkit Listrik Tenaga Angin

PLTB merupakan sistem pembangkit yang memanfaatkan angin untuk menghasilkan energi listrik. Sistem kerja PLTB memanfaatkan hembusan angin untuk menggerakkan bilah pada turbin angin. Putaran bilah akan memutar rotor pada generator. Generator mengubah energi gerak menjadi energi listrik karena medan elektromagnetik, terjadi perubahan fluks pada stator yang ada pada inti generator. Perubahan fluks ini akan menghasilkan tegangan dan arus Alternative Curret (AC) 3 fasa [11].

Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT)

Turbin angin memiliki dua tipe bilah yaitu turbin angin dengan sumbu vertikal dan sumbu horizontal, keduanya memiliki perbedaan pada bentuk bilahnya. Pada Gambar 2.1 adalah turbin angin sumbu horizontal yang menggunakan tiga bilah.

Turbin angin horizontal atau Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT) adalah turbin

(2)

angin yang memiliki poros sejajar, yaitu arah poros utama lurus dengan arah datangnya angin. Turbin angin jenis ini memiliki kelebihan yaitu mampu mendapatkan energi angin lebih banyak karena tiang yang digunakan tinggi dan angin yang didapat lebih kuat. Kelemahan pada jenis turbin angin ini yaitu memerlukan biaya lebih mahal akibat penggunaan tiang yang tinggi [12].

Gambar 2.1 Turbin angin sumbu horizontal.

Vertical Axis Wind Turbine (VAWT)

Turbin angin jenis vertikal atau Vertical Axis Wind Turbine (VAWT) merupakan tipe turbin angin yang memiliki poros tegak lurus dengan tanah atau arah datangnya angin. Jenis turbin angin ini menerima angin dari segala arah dan mampu bekerja pada kecepatan angin rendah. Turbin angin dengan tipe ini memiliki beberapa tipe yaitu Savonius, Darrieus, dan H-rotor. Gambar 2.2 merupakan jenis dari turbin angin jenis vertical. Kelebihanya adalah mudah dalam melakukan pemeliharaan karena tiang yang digunakan tidak terlalu tinggi. Kelebihan lainnya adalah mampu berputar pada kecepatan awal angin rendah, sehingga dapat diimplementasikan di perkotaan dan tidak membutuhkan lahan yang luas. Kelemahan turbin angin jenis ini adalah efesiensinya lebih kecil dibanding dengan turbin angin tipe horizontal [13].

(3)

Gambar 2.2 Turbin angin sumbu vertikal.

Bilah

Bilah merupakan bagian pada turbin angin yang melakukan konversi energi angin ke energi mekanik. Prinsip kerjanya energi angin akan menerpa bagian permukaan bilah dan memberikan efek gaya angkat yang membuat bilah berputar. Putaran bilah akan menggerakkan generator, sehingga dapat menghasilkan energi listrik.

[14]. Pada bilah terdapat beberapa parameter penting. Berikut bagian-bagian pada bilah yang perlu diketahui dalam mendesain bilah.

1 Radius (𝑅) merupakan jari-jari bilah atau disebut sebagai panjang dari bilah, parameter ini dapat digunakan untuk mengetahui energi angin yang akan didapatkan dengan menggunakan rumus luas area sapuan benda.

2 Radius parsial (𝑟) adalah jari-jari bilah pada setiap jumlah elemen yang digunakan dalam perancangan.

3 Chord (𝐶𝑟) merupakan lebar bilah, jarak antara leading edge (bagian depan), dan trailing edge (bagian belakang) yang tegak lurus terhadap chord line.

(4)

4 Leading Edge merupakan garis tepi depan airfoil blalde yang akan terkena udara bergerak.

5 Trailing Edge adalah garis tepi paling belakang airfoil bilah yang akan terkena udara bergerak.

6 Chord Line merupakan garis yang menyatukan bagian leading edge dan bagian trailing edge.

7 Camber line merupakan garis bagian tengah yang menghubungkan permukaan atas dan bawah dari airfoil.

8 Camber merupakan kelengkungan atau kecenderungan miring ke arah luar maupun dalam.

9 Thickness merupakan ketebalan, luas antara permukaan atas dan bawah yang tegak lurus terhadap chord line.

10 Flow angle (𝜙) adalah sudut alir angin yang bergerak terhadap bidang rotor.

11 Angle of attack (𝛼) adalah sudut serang angin yang terbentuk oleh chord line terhadap airfoil.

12 Coefficient Performance (𝐶𝑝), kemampuan bilah menyerap energi angin yang akan dikonversi.

13 Twist atau sudut puntir (𝛽) adalah sudut antara chord line dengan bidang rotasi.

Perhitungan Perancangan Bilah 2.6.1 Energi Angin

Energi angin berasal dari udara yang bergerak dari tempat bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Udara memiliki massa serta kecepatan yang dapat dirumuskan sebagai berikut,

𝐸𝑘 = 1

2∙ 𝑚 ∙ 𝑣2, (2.1)

dimana 𝐸𝑘 adalah energi kinetik dengan konstanta joule, massa disimbolkan dengan 𝑚 dan 𝑣 adalah kecepatan angin (m/s), serta untuk mecari nilai daya yang didapatkan, maka diperoleh rumus sebagai berikut,

𝑃𝑎 = 0,5 𝑚𝑎∙ 𝑣2, (2.2)

dimana 𝑃𝑎 merupakan data angin (watt), massa udara yang mengalir dalam waktu tertentu kg/s disimbolkan dengan 𝑚𝑎.

(5)

2.6.2 Torsi

Torsi merupakan gaya pada poros yang dihasilkan oleh gaya dorong pada bilah- bilah turbin angin. Didapat rumus torsi sebagai berikut,

𝑇 = 𝐹 ∙ 𝑟, (2.3)

dimana 𝑇 merupakan torsi yang dihasilkan dari putaran poros (Nm) dan 𝐹 adalah gaya pada poros akibat puntiran, jarak lengan torsi ke poros bilah disimbolkan dengan 𝑟.

2.6.3 Daya Bilah Turbin Angin

Daya bilah turbin angin merupakan daya yang diperoleh dari energi kinetik angin yang terkonversi menjadi energi listrik. Daya dapat dihitung menggunakan persamaan berikut,

𝑃𝑜𝑢𝑡= 𝑇 ∙ 𝜔, (2.4)

dimana 𝑃𝑜𝑢𝑡 merupakan daya bilah turbin angin (watt), torsi dinamis (Nm) dilambangkan dengan 𝑇, serta 𝜔 merupakan kecepatan sudut (rad/s). Berikut mencari nilai kecepatan sudut maka dibutuhkan persamaan berikut,

𝜔 = 𝑇 ∙ 2𝜋𝑛

60, (2.5)

dimana 𝑛 merupakan putaran poros dalam setiap menit dengan rumus 𝑛 adalah

𝜔 = 𝑛 × 𝑅𝑝𝑚, (2.6)

maka didapatkan rumus untuk menghitung daya turbin adalah 𝑃𝑜𝑢𝑡= 𝑇 ∙𝜋𝑛

30, (2.7)

dimana 𝜔 merupakan kecepatan sudut, putaran poros setiap menit disimbolkan dengan 𝑅𝑝𝑚. Dengan mengasumsikan efesiensi dari generator 𝜇 sebesar 0,8 maka didapatkan persamaan berikut,

𝑃𝑜𝑢𝑡= 𝜇 𝑇 ∙𝜋𝑛

30. (2.8)

2.6.4 Daya Listrik Yang Didapatkan

Daya listrik yang diperoleh dari generator akan diproses ke dalam kontroler. Daya tersebut dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini,

(6)

𝑃𝑒 = 𝐼 ∙ 𝑉, (2.9) dimana 𝑃𝑒 merupakan daya yang dihasilkan (watt), serta 𝐼 adalah arus listrik (ampere), dan 𝑉 merupakan tegangan (volt).

2.6.5 TSR

TSR adalah nilai yang membandingkan kecepatan angin dengan kecepatan linear lingkaran terluar bilah. TSR adalah rasio kecepatan ujung bilah yang berputar ke kecepatan angin aliran bebas [14]. Berikut persamaan untuk medapatkan nilainya,

𝑇𝑆𝑅= 𝑤 ∙ 𝑟

𝑣 , (2.10)

dimana 𝑟 merupakan jari-jari bilah turbin angin, dan 𝑣 adalah kecepatan angin.

2.6.6 TSR Parsial

TSR parsial merupakan perbandingan nilai kecepatan linier bilah pada setiap elemen dengan kecepatan angin. Pada setiap bagian elemen bilah, angin yang menerpa memiliki kecepatan angin yang berbeda beda. Sehingga diperoleh rumus untuk mengetahui perbandingan nilai tersebut adalah

λ𝑟= r

R∙ λ𝑅, (2.11)

dengan λ𝑟 merupakan 𝑇𝑆𝑅 parsial, simbol 𝑟 adalah jari-jari setiap elemen (meter), jari-jari bilah 𝑅, dan λ𝑅 adalah 𝑇𝑆𝑅 yang di pergunakan.

2.6.7 Koefisien Gaya Angkat

Koefisien gaya angkat (lift coefficient) adalah parameter yang berfungsi untuk menentukan besarnya gaya angkat bilah. Koefisien ini merupakan faktor yang akan mampu memutar bilah. Untuk menghitung nilai koefisien gaya angkat dapat menggunakan persamaan berikut,

𝐶𝐿 = 16𝜋 ∙ 𝑅 ∙𝑅

𝑟

9𝜆𝑅2∙ 𝐵 ∙ 𝐶𝑟 ,

(2.12)

dengan 𝐶𝐿 adalah koefisien gaya angkat, lebar chord disimbolkan dengan 𝐶𝑟 (m), jumlah bilah yang digunakan disimbolkan dengan 𝐵 dan λ𝑅 merupakan 𝑇𝑆𝑅 yang digunakan.

(7)

2.6.8 Flow Angle

Flow angle memiliki nilai yang berbeda-beda pada setiap elemen dalam rancangan bilah. Nilai ini mempengaruhi besar sudut puntir. Flow angle dapat diketahui menggunakan persamaan,

∅ = 2

3𝑡𝑎𝑛−1 1

𝜆𝑟, (2.13)

Setelah melakukan perhitungan pada flow angle kita akan menentukan nilai sudut puntir pada setiap elemen.

2.6.9 Sudut Puntir

Sudut puntir terjadi akibat torsi yang terjadi saat bilah berputar, pada setiap elemen memiliki nilai yang berbeda dan dapat dinyatakan dengan persamaan berikut,

𝛽 = 𝜙 − 𝛼, (2.14)

dimana 𝛽 adalah sudut puntir, 𝜙 adalah flow angle.

Pemilihan Airfoil

Airfoil merupakan bentuk geometris bilah yang memberikan aerodinamis pada permukaan bilah. Aerodinamis pada bilah terbentuk saat desain dari ujung bilah memiliki bentuk yang membuat bilah mampu terangkat dengan menggunakan konsep gaya hambat (Drag Force) dan gaya angkat (Lift Force) [15].

A. Lift Force

Lift force merupakan gaya yang dihasilkan pada arah tegak lurus dengan aliran udara, hal itu disebabkan adanya perbedaan tekanan udara pada aliran udara. Aliran udara yang melewati bagian atas permukaan airfoil memiliki kecepatan yang lebih besar daripada kecepatan aliran udara yang melalui permukaan bawah airfoil. Sehingga tekanan pada permukaan bawah airfoil lebih besar daripada permukaan atasnya. Hal ini yang menimbulkan gaya angkat timbul akibat perbedaan tekanan dan membuat bilah terangkat serta mampu berputar [16]. Persamaan gaya angkat dapat dilihat sebagai berikut,

𝐹𝐿 = 1

2𝐶𝐿∙ 𝐴 ∙ 𝜌 ∙ 𝑣2, (2.16)

dengan 𝐹𝐿 adalah gaya angkat (N), koefisien lift disimbolkan dengan 𝐶𝐿, luas permukaan yang dilewati udara adalah 𝐴 (m2), densitas udara

(8)

dilambangkan dengan 𝜌 (Kg/m3) dan 𝑣 adalah kecepatan aliran udara (m/s).

Berikut salah satu contoh bentuk airfoil.

Gambar 2.3 Airfoil NACA 4412.

B. Drag Force

Drag Force merupakan gaya hambat yang timbul pada arah yang berlawanan terhadap aliran fluida. Gaya ini akan berpengaruh pada putaran bilah, jika memiliki nilai yang besar [17]. Gaya hambat dapat dihitung sebagai berikut.

𝐹𝐷 = 𝐶𝐷∙ 𝐴 ∙𝜌×𝑣2

2 , (2.17)

dengan 𝐹𝐷 adalah gaya hambat (N), koefisien drag disimbolkan dengan 𝐶𝐷, luas permukaan yang dilewati udara disimbolkan dengan 𝐴 (m2), densitas udara disimbolkan dengan 𝜌 (Kg/m3), dan 𝑣 adalah kecepatan aliran udara (m/s).

Airfoil NACA

NACA (National Advisory Committee for Aeronautics) merupakan lembaga peneletian terkait bidang aeronautica yang menangani profil foil aerodinamis. Foil dalam NACA menggunakan seri empat digit dalam penamaan. Terdapat pengertian dalam setiap seri digit angka yang digunakan. Beberapa jenis NACA dibagi menjadi beberapa seri digit, berikut jenis jenisnya:

A. NACA 4 Digit

NACA dengan jenis tipe ini menggunakan digit pertama memiliki arti besar maksimum cambered yang digunakan sebagai persentasi dari panjang

(9)

chord. Digit kedua menjelaskan mengenai jarak maksimum cambered terhadap panjang chord dari leading edge, persentasi dari panjang chord.

Dua digit terakhir adalah nilai maksimum ketebalan airfoil. Jarak maksimum ketebalan foil yang digunakan dari leading edge sebesar 30%

dari panjang chord. Sebagai contoh NACA 4415 memiliki maksimum chamber 0,04 terletak pada 40% dari leading edge dengan ketebalan maksimum yaitu 15% dari chord.

B. NACA 5 Digit

Pada NACA tipe ini memiliki perbandingan ketebalan dan chamber. Tipe ini memiliki nilai 𝐶𝐿 maksimum sebesar 0,1 sampai 0,2 lebih besar dibandingkan dengan seri 4 digit. Sistem penomoron 5 digit memiliki perbedaan yaitu pada digit pertama menjelaskan digit pertama dikalikan 3/2 kemudian persepuluh memberikan nilai desain koefisien lift, setangah dari dua digit berikutnya merupakan persentasi posisi maksimum chamber terhadap chord. Sebagai contoh NACA 23012 memiliki 𝐶𝐿 sebesar 0.3, dengan maksimum posisi chamber pada 15 % chord dari leading edge dan ketebalan chord sebesar 12%. Pada penelitian ini digunakan NACA 4412 sehingga jenis NACA ini secara geomentri memiliki jarak maksimum cambered sebesar 4% terletak pada 40% (0,4 chord) dari leading edge dengan ketebalan maksimum yaitu 12% dari chord [18].

Blade Element Momentum (BEM)

Teori BEM adalah metode permodelan yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja turbin penggerak atau mengekstraksi berdasarkan parameter mekanis dan geometrisnya serta karakteristik aliran yang berinteraksi dengan turbin. Permodelan ini merupakan hasil kombinasi dari dua teori yaitu Teori Elemen Blade dan Teori Momentum. Teori ini pertama diperkenalkan oleh William Froude di tahun 1878 untuk mempelajari perilaku turbin dari sudut pandang lokal [19]. Dalam teori ini, dijelaskan bilah turbin dipotong menjadi beberapa bagian, elemen bilah, masing- masing didekati dengan model planar. Pendekatan ini menghasilkan ekspresi gaya yang diberikan pada setiap elemen bilah, sebagai fungsi dari karakteristik aliran dan geometri bilah. Besaran dari model ini adalah dua koefisien gaya angkat dan gaya seret (dilambangkan dengan 𝐶𝐿 dan 𝐶𝐷). Gaya-gaya pada penampang dari sudut

(10)

serang, menghasilkan relatif sudut antara bilah berputar dan aliran. Teori Momentum, juga dikenal sebagai Teori Aktuator Disk atau Teori Momentum Aksial. Teori Momentum mempertimbangkan rotasi cincin fluida yang diinduksi oleh interaksinya dengan turbin [20].

2.9.1 Teori Momentum

Teori momentum merupakan gaya yang berkerja pada bilah turbin angin. Teori ini menggunakan hukum kekalan momentum. Teori ini terjadi pada kondisi aliran bilah yang bergerak sama dengan gaya yang diberikan pada turbin. Gaya ini sering disebut dengan laju perubahan momentum [14].

Gambar

Gambar 2.1 Turbin angin sumbu horizontal.
Gambar 2.2 Turbin angin sumbu vertikal.
Gambar 2.3 Airfoil NACA 4412.

Referensi

Dokumen terkait

Metode DDD merubah dan menyeragamkan data kuantitas produk yang ada seperti dalam berbagai bentuk sediaan seperti tablet, injeksi vial, dan botol kedalam perkiraan

2 Dimensi yang diperoleh setelah direduksi dengan PCA 10 3 Akurasi organisme dikenal menggunakan k=3 pada KNN (dalam %) 11 4 Akurasi organisme dikenal menggunakan k=5 pada KNN

tentang manfaat sekolah dengan minat belajar pada siswa kelas X SMK Abdi Negara Binjai. Hasil penelitian dilakukan menggunakan SPSS Version 20.0. HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh karena itu untuk meningkatkan persepsi petani terhadap kegiatan pembangunan hutan rakyat perlu dilakukan dengan peningkatan kualitas dan kuantitas penyuluhan, sehingga

Analisa data yang dilakukan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini yautu data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dari instansi terkait dan

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

Alternatif teknologi pengelolaan limbah padat B3 yang dapat direkomendasikan anatara lain dengan pengadaaan bahan yang sesuai kebutuhan; melaksanakan house keeping yang lebih

Tidak dilakukan proses hardening sama sekali, dengan kata lain material berada dalam kondisi as anneal karena AISI 4140 bila sudah di (Hardening dan Tempering) disuplai dengan