• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINERGITAS ANTAR STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN DESA MANDIRI DI DESA BUNTU PANE KECAMATAN BUNTU PANE KABUPATEN ASAHAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SINERGITAS ANTAR STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN DESA MANDIRI DI DESA BUNTU PANE KECAMATAN BUNTU PANE KABUPATEN ASAHAN SKRIPSI"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

SINERGITAS ANTAR STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN DESA MANDIRI DI DESA BUNTU PANE KECAMATAN BUNTU PANE

KABUPATEN ASAHAN

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Hendra Butar Butar 160901033

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(2)

SINERGITAS ANTAR STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN DESA MANDIRI DI DESA BUNTU PANE KECAMATAN BUNTU PANE

KABUPATEN ASAHAN

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Hendra Butar Butar 160901033

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Pembangunan desa menjadi peranan penting dalam menyelesaikan masalah sosial dan ekonomi masyarakat seperti kemiskinan, deviasi sosial, tidak berjalannya usaha masyarakat dan sebagainya. Desa Buntu Pane merupakan desa yang memiliki perkembangan baik dalam pelaksanaan pembangunan, desa ini berhasil mengurangi masalah masyarakat seperti banjir, perilaku buruk remaja dalam mengendara, perilaku masyarakat yang membuang sampah sembarangan, dengan kerjasama berbagai stakeholder. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menginterpretasikan tentang bagaimana sinergitas yang dilakukan antar stakeholder dalam pengembangan desa mandiri. Selain itu juga untuk menjelaskan bentuk model sinergitas yang digunakan stakeholder dalam mengembangkan desa mandiri. Metode yang digunakan dengan pendekatan kualitatif deskrptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam, dan studi literatur yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sinergitas antar stakeholder berjalan dengan baik. Sinergitas ini dapat dilihat dari jaringan sosial yang terbentuk antara pemerintah, lembaga, pihak swasta dan masyarakat. Jaringan sosial antar stakeholder terjadi karena adanya hubungan kekerabatan atau tinggal ditempat yang sama, sehingga terbentuk interaksi sosial antar individu dan kerjasama dalam perencanaan pembangunan. Sinergitas yang terjadi antar stakeholder dibangun atas rasa kepercayaan, komunikasi yang efektif, adanya hubungan timbal balik, kreativitas dengan pemberian reward atau inovasi dalam program pembangunan. Sinergitas yang baik diantara stakeholder memberikan hasil positif dalam pengembangan desa. Desa Buntu Pane berhasil meraih prestasi dalam pelaksanaan pembangunan.

Hal ini karena tersedianya sumber daya manusia yang memadai dan kesadaran kolektif masyarakat desa serta dukungan pemerintah daerah. Namun, masih terdapat faktor penghambat dalam pengembangan desa seperti peranan kelembagaan belum maksimal, perilaku masyarakat yang tidak berkelanjutan dalam menjaga lingkungan. Maka itu pemerintah desa terus berkoordinasi dengan lembaga dan masyarakat dalam menciptakan gerakan atau pendekatan yang baru.

Kata Kunci: Desa, Mandiri, Pengembangan, Stakeholder.

(7)

ABSTRAK

Village development becomes an important role in resolving social and economic problems of society such as poverty, social deviation, non-functioning of community businesses and so on. Buntu Pane Village is a village that has a good development in the implementation of development, this village has succeeded in reducing community problems such as flooding, bad behavior of adolescents in driving, community behavior that littering, with the cooperation of various stakeholders. This research was conducted to find out and interpret how the synergy carried out among stakeholders in the development of independent villages. In addition, to explain the form of synergy model used by stakeholders in developing independent villages. The method used is a descriptive qualitative approach. Data collection techniques carried out by observation, in-depth interviews, and relevant literature studies. The results showed that the synergy between stakeholders went well. This synergy can be seen from the social networks formed between the government, institutions, private parties and the community. Social networks between stakeholders occur because of kinship or living in the same place, so that social interactions between individuals and cooperation in development planning are formed. The synergy that occurs between stakeholders is built on trust, effective communication, mutual relations, creativity by rewarding or innovating in development programs. Good synergy among stakeholders gives positive results in village development. Buntu Pane Village succeeded in achieving achievements in the implementation of development.

This is due to the availability of adequate human resources and the collective awareness of village communities and the support of local governments. However, there are still inhibiting factors in village development such as the role of the institution is not optimal, unsustainable community behavior in protecting the environment. Therefore the village government continues to coordinate with institutions and communities in creating new movements or approaches.

Keywords: Village, Independent, Development, Stakeholders.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sinergitas Antar Stakeholder Dalam Pengembangan Desa Mandiri di Desa Buntu Pane Kecamatan Buntu Pane Kabupaten Asahan”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos) pada Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara. Secara ringkas penelitian ini mendeskripsikan bentuk-bentuk sinergitas antar stakeholder dalam melakukan pengembangan desa mandiri.

Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan banyak pihak skripsi ini tidak akan selesai. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati, baik berupa ide, semangat, doa bantuan moril sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis juga tak hentinya mengucapkan terima kasih yang mendalam untuk kesempatan, waktu dan pikiran yang diluangkan oleh pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Muryanto Amin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Harmona Daulay, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih telah menjadi orang tua atau ibu yang sangat luar biasa membantu saya selama menjadi mahasiswa di Sosiologi. Ibu banyak

(9)

membantu dan memberikan dukungan secara moral dan material dalam mendukung kemajuan saya.

4. Bapak Drs. T. Ilham Saladin, MSP selaku Sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si sebagai Dosen Pembimbing penulis.

Terimakasih karena telah menjadi pembimbing yang sangat luar biasa dan menyenangkan dalam penulisan skripsi ini, dan telah bersedia meluangkan banyak waktu dan selalu sabar membimbing penulis selama penyelesaian skripsi, dan juga telah banyak mencurahkan ilmu, memberikan ide, kritikan, saran serta motivasi, penulis merasa sangat beruntung mendapat kesempatan menjadi anak bimbingan beliau.

6. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan motivasi, saran, untuk dapat menyelesaikan kendala akademik secara baik demi tercapainya prestasi mahasiswa.

7. Bapak Prof. Dr. Sismudjito, M.Si selaku dosen Penguji skripsi saya.

Terima kasih atas saran dan masukan kepada penulis untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini.

8. Segenap seluruh Dosen Sosiologi yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama penulis menjalankan studi di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.

9. Staf Administrasi yaitu kak Ernita Yanti Siregar S.Sos, dan Bang Abel yang sudah banyak membantu administrasi penulis selama awal perkuliahan hingga akhir masa perkuliahan.

(10)

10. Terkhusus untuk kedua orang tua penulis, Bapak Muhammad Safii Butar Butar dan Ibu Marlina, yang penulis hormati dan banggakan atas segala jerih payah yang dilakukan untuk kelancaran masa belajar sebagai mahasiswa, serta memberikan motivasi, nasihat, saran kepada penulis untuk menjadi pribadi yang terdidik.

11. Secara khusus dan istimewa untuk kakak dan adik penulis, Halimah Butar- Butar, Irfan Effendi Butar Butar dan Irwansyah Butar Butar yang penulis sayangi dan banggakan atas segala perhatian dan dukungan moril kepada penulis selama pengerjaan skripsi ini.

12. Terimakasih untuk stakeholder, masyarakat, pemimpin lembaga, pemerintah desa Buntu Pane dan pihak swasta yang telah menjadi informan penulis, bersedia meluangkan waktu dan memberikan informasi kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

13. Terimakasih untuk teman-teman penulis, Noor Atika, Diah Putri Anggraini, Hasnah Delilah, Nurul Permata Sari, Devi Novitasari Nasution yang pernah menjadi kelompok kecil diskusi diawal perkuliahan untuk memotivasi penulis dalam menjalani masa perkuliahan.

14. Secara khusus untuk teman-teman senasib perjuangan, yang menemani setiap aktivitas penulis dalam proses perkuliahan baik diskusi, dan penelitian yang berkesan selama pendidikan Sosiologi yaitu Riski Indriani, Mitha Angelia Afy, Dinda Widi Artanti, Yulia Pransiska dan Muhammad Aldary yang telah bersama-sama menempuh pendidikan di Jurusan Sosiologi.

(11)

15. Semua mahasiswa/i Sosiologi stambuk 2016 yang telah bersama-sama menjalani perkuliahan dari awal semester hingga saat ini, terus berproses dan mencapai cita-cita teman-teman, semoga sukses. Harapannya kita dapat bertemu kembali dalam waktu dan kesempatan yang lain.

16. Senior-senior penulis, bang Rendy Oman Gara, bang Wahyudi Rambe, S.Sos yang memberikan motivasi dan diskusi selama menjalani perkuliahan.

17. Forum Komunitas Peneliti Muda Kota Medan, atas ilmu dan pengetahuan baru yang diberikan kepada penulis untuk dapat mengerti dunia penelitian dan penulisan ilmiah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mohon maaf apabila ada kesalahan kata atau penulisan dan memohon saran serta kritik yang bersifat membangun. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Medan, Agustus 2020 Hendra Butar Butar NIM: 160901033

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Definisi Konsep ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15

2.1 Sinergitas ... 15

2.2 Jaringan Sosial ... 20

2.3 Konsep Pembangunan Desa Mandiri ... 23

2.4 Kelembagaan ... 24

2.5 Penelitian Terdahulu ... 26

2.6 Kerangka Pemikiran ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Jenis Penelitian ... 32

(13)

3.2. Lokasi Penelitian ... 33

3.3. Unit Analisis Dan Informan ... 33

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.5. Interpretasi Data ... 39

3.6. Jadwal Kegiatan ... 40

BAB IV DEKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN ... 41

4.1 Deskripsi Lokasi ... 41

4.1.1 Kondisi Geografis Desa Buntu Pane ... 41

4.1.2 Kondisi Monografis Desa Buntu Pane ... 42

4.1.2.1 Komposisi Penduduk ... 42

4.1.3 Sarana dan Prasarana di Desa Buntu Pane ... 48

4.2 Potensi Lokal Desa Buntu Pane ... 51

4.3 Struktur Organisasi Desa Buntu Pane ... 52

4.4 Profil Informan ... 55

4.5 Sistem Kelembagaan Desa Buntu Pane ... 64

4.5.1 Peran dan Tugas Lembaga Desa ... 64

4.5.2 Implementasi Aturan dalam Lembaga Desa ... 69

4.6 Bentuk Sinergitas Antar Stakeholder dalam Pengembangan Desa... 71

4.6.1 Jaringan Sosial ... 71

4.6.1.1 Jaringan Sosial Pemerintah Desa dengan Lembaga dan Masyarakat ... 72

4.6.1.2 Jaringan Sosial Pemerintah Desa dengan Lembaga dan Pemerintah Daerah 76 4.6.1.3 Jaringan Sosial Pemerintah Desa dengan Lembaga, dan Pihak Swasta ... 81

4.6.1.4 Jaringan Sosial Pemerintah Desa dengan Lembaga, dan Perkebunan Pulau Mandi ... 84

4.6.1.5 Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa ... 86

4.6.2 Kepercayaan ... 90

4.6.3 Komunikasi efektif ... 91

4.6.4 Hubungan Timbal Balik ... 92

(14)

4.6.4.1 Nilai Tolong Menolong sebagai Bentuk Hubungan Timbal Balik ... 93

4.6.5 Kreativitas ... 94

4.6.5.1 Pemberian Hadiah “Reward” sebagai Bentuk Kreativitas ... 95

4.7 Faktor Pendorong Dalam Pengembangan Desa ... 97

4.8 Faktor Penghambat Dalam Pengembangan Desa ... 99

4.8.1 Alternatif Jalan Ketiga... 102

4.9 Analisis Model Sinergitas Antar Stakeholder dalam Pengembangan Desa ... 105

BAB V PENUTUP ... 110

5.1 Kesimpulan ... 110

5.2 Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 115

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Desa Buntu Pane Tahun 2018 ... 43

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 44

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku ... 44

Tabel 4.4 Jenis Mata Pencaharian Penduduk ... 45

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ... 46

Tabel 4.6 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Buntu Pane ... 47

Tabel 4.7 Sarana Pendidikan di Desa Buntu Pane ... 49

Tabel 4.8 Sarana Kesehatan di Desa Buntu Pane ... 50

Tabel 4.9 Daftar Kepala Dusun ... 55

Tabel 4.10 Jaringan Sosial Pemerintah Desa, Lembaga, dan Masyarakat ... 75

Tabel 4.11 Hubungan Kerjasama Antara Pemerintah Desa, Lembaga, dan Pemerntah ... 80

Tabel 4.12 Hubungan Kerjasama Antara Pemerintah Desa, Lembaga, dan Pihak Swasta ... 83

Tabel 4.13 Bentuk Sinergitas Antar Stakeholder dalam Pembangunan Desa ... 95

Tabel 4.14 Model Sinergitas Antar Stakeholder dalam pengembangan Desa ... 105

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Kondisi Alam Sungai Asahan ... 52

Gambar 4.2 Rapat Koordinasi Pemerintah Desa ... 75

Gambar 4.3 Infrastruktur Jalan Di Dusun IX Sei Godung ... 79

Gambar 4.4 Hubungan Jaringan Sosial Antar Stakeholder ... 88

(17)

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 1.1 Kemiskinan Desa dan Kota Pada Maret 2019 ... 3 Grafik 1.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera ... 4

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran I: Dokumentasi Penelitian ... 119

(19)

DAFTAR SINGKATAN

APDESI : Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia BPD : Badan Permusyawaratan Desa

BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan BUMDES : Badan Usaha Milik Desa

IDT : Inpres Desa Tertinggal

IPD : Indeks Pembangunan Desa

KK : Kartu Keluarga

LPMD : Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

PKK : Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pembangunan menjadi sebuah isu menarik dan penting dalam sebuah proses perubahan menuju kemajuan. Pembangunan berkembang sejak zaman pemerintahan orde baru. Istilah pembangunan juga tidak terlepas dari negara- negara barat. Istilah pembangunan menunjukkan proses perubahan sosial, pertumbuhan ekonomi, modernisasi dan rekayasa sosial. Pada era orde baru, pelaksanaan pembangunan meletakkan desa sebagai objek pembangunan. Pihak yang hanya menerima dan merasakan manfaat pembangunan, bukan pihak yang ikut terlibat dalam proses pembangunan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan masyarakat desa.

Desa tidak lebih menjadi sebuah lokasi pelaksanaan program pembangunan pemerintah. Pembangunan yang terjadi di desa merupakan bentuk analisis dan hasil rumusan pemerintah tanpa melibatkan masyarakat desa, bukan dirumuskan berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa.

Pelaksanaan cara pembangunan seperti ini sudah berlangsung cukup lama dan meninggalkan mental kertergantungan masyarakat desa pada program pemerintah yang berlangsung sampai saat ini. Kemandirian dan inisiatif pemerintah maupun masyarakat desa tidak terasah dengan baik (Kemendes PDTT, 2015).

Pelaksanaan pembangunan pada era orde baru, desa juga dapat berperan dan berpartisipasi melalui program yang diberikan pemerintah pusat untuk penanggulangan masalah sosial seperti kemiskinan. Penanggulangan kemiskinan juga telah diamanatkan dalam Instruksi Presiden Tahun 1993 dan dicanangkan

(21)

dalam Pelita VI (1994-1999) yakni program Inpres Desa Tertinggal (IDT).

Program Inpres Desa Tertinggal bertujuan untuk mempercepat upaya penurunan jumlah penduduk miskin dan desa atau kelurahan tertinggal. Program ini berfokus pada pemberdayaan masyarakat, mendorong perubahan struktur masyarakat, membangun kapasitas masyarakat melalui pengembangan, dan peningkatan kondisi sosial ekonomi. Program Inpres Desa Tertinggal ini terdapat tiga komponen pelaksanaan yaitu, dana bergulir sebagai bantuan modal usaha untuk penduduk miskin, prasarana pedesaan, serta pendampingan tenaga teknis di desa tertinggal. Pelaksanaan program Inpres Desa Tertinggal juga tidak cukup berpengaruh memberikan dampak positif dalam mengurangi masalah kemiskinan.

Ada beberapa kendala dan masalah yang dihadapi oleh pelaku atau pelaksana program dalam melakukan percepatan masalah kemiskinan. Masalah yang sering terjadi umumnya sistem birokrasi yang rumit menyebabkan program ini banyak mengalami kendala dalam pelaksanaannya, kemacetan dalam penyaluran dana, dan korupsi dana program (Hisunddin, 2016).

Beberapa tahun setelah pemerintahan orde baru, pelaksanaan pembangunan yang menjadikan desa sebagai objek pembangunan diubah menjadi desa sebagai pelaku atau subyek pembangunan. Desa menjadi aktor yang merencanakan, membiayai dan melaksanakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. Hal ini termuat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Perubahan arah pembanguan yang menjadikan desa sebagai subjek atau pelaku pembangunan tidak berjalan bagus dan mulus. Ada beberapa masalah yang dihadapi oleh desa sendiri dalam merencanakan pembangunan. Masalah tersebut yaitu ego sektoral masing-masing lembaga

(22)

kemasyarakatan dalam menjalankan pembangunan. Lembaga-lembaga masyarakat desa ini umumnya bergerak sendiri dan lebih utama focus pada kepentingan program daripada kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan desa (Bappenas, 2015). Masalah lain yang juga umum terjadi adalah rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Hal ini merupakan sebagai akibat negatif dalam pelaksanaan pembangunan orde baru. Masyarakat desa menjadi penerima dan menjadi ketergantungan (Alqadrie, 2019: 147).

Hal ini justru menghambat tujuan pembangunan yang akan dicapai bersama dan menambah masalah sosial lain yang terjadi di desa, seperti kemiskinan, deviasi sosial dan sebagainya. Berdasarkan data dari BPS (Juli, 2019), angka kemiskinan desa sebesar 12.85 persen hampir dua kali lipat dibanding perkotaan yang hanya 6,69 persen. Hal yang sama terjadi di Sumatera Utara, jumlah penduduk miskin di perkotaan mengalami penurunan sebesar 8,56 persen. Sedangkan, jumlah penduduk miskin meningkat di pedesaan sebesar 9,14 persen (BPS Sumut, Agustus 2019). Hal ini yang menjadi permasalahan besar dan harus segera ditangani, kemiskinan di desa setiap tahunnya meningkat dibandingkan dengan di kota. Berikut ini grafik kemiskinan desa dan kota pada maret 2019, termuat dalam Grafik 1.1 di bawah ini:

Grafik 1.1 Kemiskinan Desa dan Kota Pada Maret 2019

7.26 7.02 6.89 6.69

13.47 13.2 13.1 12.85

0 5 10 15

Sep-17 Maret 2018 Sep-18 Maret 2019

Pekotaan Pedesaan

(23)

Angka kemiskinan di Sumatera Utara turun 0,11 persen dari 8,94 pada September 2018 menjadi 8,83 persen pada Maret 2019. Berdasarkan data yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik mengenai jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara yang terjadi penurunan setiap tahunnya. Penurunan angka kemiskinan di Sumatera Utara, akan disajikan dalam Grafik 1.2:

Sumber: Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 2017- 2019 (BPS Sumut, Agustus 2019).

Secara umum kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2019 mengalami penurunan jumlah penduduk miskin dibandingkan dua tahun sebelumnya. Penduduk miskin terbanyak tahun 2018 di Sumatera Utara berada di Kota Medan sebanyak 186,45 ribu jiwa, diikuti oleh Kabupaten Langkat yaitu sebanyak 105,46 ribu jiwa, selanjutnya Kabupaten Deli Serdang sebanyak 88,52 ribu jiwa, Kabupaten Simalungun sebanyak 80,30 ribu jiwa dan Kabupaten Asahan sebanyak 74,14 ribu jiwa, sedangkan untuk kabupaten/kota lainnya masih berada dibawah 60 ribu jiwa. Dari data di atas, tingkat kemiskinan masih tinggi di Kabupaten Asahan.

1.453 1.326 1.324 1,291 1.28 10.22

9.28 9.22

8.94 8.83

0 2 4 6 8 10 12 14

Maret 17 17-Sep Maret 18 18-Sep Maret 19

Persentase Penduduk Miskin (%)

Penduduk Miskin (Juta Jiwa)

(24)

Berdasarkan observasi sementara peneliti, tingkat kemiskinan juga cukup tinggi pada beberapa kecamatan di Kabupaten Asahan, salah satunya di Desa Buntu Pane. Pada tahun 2017, angka kemiskinan di desa Buntu Pane tercatat sebesar 27,3 persen atau sebanyak 256 keluarga dari 941 total jumlah keluarga di desa tersebut. Angka kemiskinan di desa ini sangat tinggi, jika dibandingkan dengan angka kemiskinan nasional sebesar 10.12 persen (BPS, Januari 2018).

Pada tahun 2018, angka kemiskinan di desa ini mengalami penurunan sebesar 16,8 persen dari 958 total jumlah keluarga. Angka kemiskinan di desa ini cukup tinggi, jika dibandingkan dengan angka kemiskinan nasional sebesar 9,66 persen (BPS, Januari 2019). Desa yang memiliki luas wilayah 33.15 KM² atau 3315 hektar, dan terdiri dari 13 Dusun, mengalami penurunan angka kemiskinan yang cukup baik.

Mayoritas masyarakat desa memberdayakan dirinya sebagai petani, buruh tani, karyawan swasta, pedagang dan sebagainya. Dalam melakukan kegiatan ekonominya, masyarakat Desa Buntu Pane pernah mengalami beberapa masalah yang membuat aktivitas perekonomian mereka terganggu. Penurunan harga jual komiditas pertanian dan perkebunan dan track menjadi masalah bagi petani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain masalah penurunan harga jual komoditas pertanian dan perkebunan yang menimpa petani, masalah lain adalah banjir yang terjadi di desa ini. Banjir tahunan yang melanda desa ini, tercatat terakhir terjadi pada tahun 2018. Hal ini wajar terjadi karena banjir ini merupakan kiriman dari luapan air sungai asahan yang naik ketika terjadi hujan yang deras, dan diperparah karena minimnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan sekitar.

Masyarakat terbiasa membuang sampah kesungai.

(25)

Banjir yang melanda Desa Buntu Pane, merendam sebanyak 4 dusun yaitu Tanjung Gunung, Sidomukti, Aek Polan, dan Kwala Nagori. Jumlah rumah tangga terdampak tergenang air 47 KK. Masyarakat umumnya memilih bertahan untuk tetap tinggal di rumah, demi keselamatan harta benda yang dimiliki.

Masalah berikutnya adalah kondisi kelembagaan desa yang belum memadai dalam menjalankan pembangunan desa. Di sisi lain, masalah juga dirasakan oleh pedagang atau pengrajin home industry ialah sulit mendapatkan akses untuk perizinan teh jahe merah dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang diolah secara swadaya dan mandiri. Hal ini membuat produk tidak mampu menembus pasar luas. Teh jahe merah hanya akan disajikan jika ada acara desa atau tamu dari pemerintah kabupaten atau provinsi yang datang berkunjung ke desa Buntu Pane. Masalah lain dan cukup meresahkan masyarakat adalah perilaku buruk remaja seperti mencuri dan mengendarai sepeda motor dan ugal-ugalan di jalan raya menimbulkan kebisingan dan mengganggu ketertiban umum.

Desa Buntu Pane dikategorikan sebagai desa berkembang, yang masih mempunyai pekerjaan besar dalam menyelesaikan masalah-masalah pembangunan desa. Peran beberapa elemen masyarakat sangat penting dalam menekan dan menyelesaikan masalah-masalah pembangunan untuk menwujudkan kesejahteraan bagi masyarakat desa. Dalam membangun desa, berbagai upaya dilakukan untuk mencapai target pembangunan sesuai dengan apa yang dirumuskan dan disepakati bersama antar elemen masyarakat. Hal ini juga diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 dijelaskan pembangunan desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat.

(26)

Upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat desa sangat berkaitan erat bagaimana mekanisme atau peran pemerintah desa dalam menjadi ujung tombak pelaksana pembangunan. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Desa Buntu Pane bekerjasama dengan lembaga-lembaga dan masyarakat untuk mengurangi kemiskinan, banjir, ketertiban umum dan sebagainya.

Adapun kerjasama yang dilakukan adalah mengubah perilaku buruk masyarakat membuang sampah kesungai dengan membuat program bank sampah.

Program bank sampah “Amaliyah” bertujuan mengubah masyarakat untuk menjaga lingkungan dan membantu pendapatan warga sekitar. Program ini dilakukan guna menekan masalah banjir yang terjadi di desa ini. Upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah desa adalah memberikan pelatihan teknik sablon bekerjasama dengan karang taruna, harapannya agar pemuda lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang produktif dan bernilai ekonomis. Peranan pemerintah desa penting dalam menjalankan roda perekonomian dan pembangunan di masyarakat. Dalam melaksanakan pembangunan, pemerintah desa juga bermitra dengan beberapa pihak seperti pihak swasta, pengusaha sablon kaos, karang taruna, pemberdayaan kesejahteraan keluarga atau masyarakat sipil dan sebagainya.

Lembaga kemasyarakatan desa bertugas melakukan pemberdayaan masyarakat desa, ikut serta merencanakan dan melaksanakan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan masyarakat desa. Di samping lembaga desa yang berperan dalam pembangunan desa, pemimpin tertinggi dalam desa atau kepala desa juga penting dalam menentukan arah kemajuan dan perkembangan desa.

(27)

Selain diaturnya wewenang dan peran lembaga desa, dalam hal ini wewenang pemimpin tertinggi di desa juga diatur dalam bagian kedua pasal 26 ayat 1 UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Kepala desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Selanjutnya pada ayat kedua juga dijelaskan tugas kepala desa dengan beberapa poin penting yang tugasnya menjalankan pemerintahan secara akuntabel, mengkoordinir pembangunan secara partisipatif, melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender dan memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di desa.

Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa kepala desa, lembaga kemasyarakatan, swasta dan masyarakat sendiri merupakan elemen yang saling berkaitan erat satu dengan yang lainnya. Kerterkaitan elemen di atas, mampu mengembangkan desa. Dalam menwujudkan desa yang cepat berkembang dari berbagai aspek pembangunan fisik dan manusia, diperlukan sinergi yang kuat

antar stakeholder dan masyarakat untuk mencapai tujuan bersama.

Desa Buntu Pane berhasil meraih desa terbaik tingkat kabupaten pada tahun 2018 dan juara dua desa terbaik tingkat provinsi setelah Desa Pematang Johar, Deli Serdang. Lomba desa terbaik rutin diadakan setiap tahunnya mulai tahun 2017.

Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2015 tentang Evaluasi Perkembangan Desa dan Kelurahan mengenai output penilaian evaluasi dan monitoring desa atau kelurahan, dimana dari desa yang memiliki hasil kurang berkembang akan dilakukan pembinaan khusus oleh pemerintah provinsi. Desa yang dinilai cepat berkembang, akan mengikuti lomba

(28)

desa dan kelurahan. Selain juara lomba desa terbaik, Desa Buntu Pane mendapatkan menjadi juara dua desa PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) kategori madya tingkat nasional tahun 2019. Desa Buntu Pane sendiri mengalami indeks pembangunan desa cukup baik dari tahun 2014-2018. Pada tahun 2014, indeks pembangunan desa Buntu Pane sebesar 69.51 (skala 0-100). Pada tahun 2018, indeks pembangunan desa Buntu Pane mengalami peningkatan menjadi 74.26 (skala 0-100). Secara teknis, desa berkembang merupakan desa yang memiliki nilai IPD (Indeks Pembangunan Desa) lebih dari 50 namun kurang dari atau sama dengan 75. Sedangkan, desa mandiri desa merupakan desa dengan nilai IPD (Indeks Pembangunan Desa) lebih dari 75 (BPS, Juni 2019).

Untuk itu peneliti tertarik untuk melihat dan menggali lebih dalam bagaimana antar stakeholder, pemerintah, swasta, lembaga, dan masyarakat desa bekerjasama dalam mengatasi permasalahan yang dialami masyarakat untuk mendukung pembangunan, dan bagaimana bentuk pendekatan yang dilakukan kepala desa kepada masyarakat agar masyarakat ikut berpartisipasi dalam pembangunan, serta peran lembaga kemasyarakatan sebagai pendukung pembangunan. Dan adapun judul skripsi yang penulis buat ialah “Sinergitas Antar Stakeholder (Pemerintah, Swasta, Lembaga, dan Masyarakat) Dalam Pengembangan Desa Mandiri di Desa Buntu Pane, Kecamatan Buntu Pane, Kabupaten Asahan.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

(29)

1. Bagaimanakah sinergitas antar stakeholder seperti pemerintah, swasta lembaga desa dan masyarakat dalam upaya pengembangan desa mandiri di Desa Buntu Pane ?.

2. Apa faktor-faktor yang menjadi pendorong dan penghambat dalam pengembangan desa mandiri ?.

3. Bagimananakah model sinergitas pengembangan desa mandiri yang dilakukan antar stakeholder di Desa Buntu Pane ?.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui dan menginterpretasikan tentang bagaimana sinergitas yang dilakukan antar stakeholder dalam pengembangan desa mandiri.

2. Menganalisis faktor-faktor pendorong dan penghambat dalam pengembangan desa mandiri.

3. Bagaimana bentuk model sinergitas yang digunakan stakeholder dalam mengembangkan desa mandiri.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah sesuatu yang diharapkan ketika sebuah penelitian sudah selesai dirancang dan ditulis. Adapun penelitian ini memiliki dua manfaat yaitu:

(30)

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperkaya pengetahuan dan juga wawasan kajian ilmiah dalam pengembangan ilmu sosial khususnya Sosiologi Ekonomi dan Pembangunan. Serta dapat memberikan kontribusi kepada pihak-pihak yang membutuhkan untuk dijadikan sebagai perbandingan penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan. Sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan peneliti untuk mengetahui bagaimana model pengembangan desa mandiri dengan sinergitas antar stakeholder yang di desa.

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang bentuk-bentuk sinergitas antar stakeholder dalam melakukan pembangunan dan pengembangan desa mandiri.

b. Bagi Pemerintah

Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil suatu kebijakan atau regulasi dengan tepat sasaran dalam rangka pengembangan sebuah desa menuju lebih baik.

1.5 Definisi Konsep 1. Desa Mandiri

Desa mandiri atau desa sembada adalah desa yang memiliki kemampuan

(31)

kehidupan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa dengan ketahanan sosial, ketahanan ekonomi, dan ketahanan ekologi secara berkelanjutan. Desa dapat dikatakan mandiri, jika memiliki akses pelayanan dasar memadai untuk masyarakat, kondisi infrastruktur dan transportasi yang tidak sulit untuk diakses semua masyarakat, pelayanan umum kepada masyarakat desa yang sudah baik, kemandirian desa, dan kualitas sumber daya manusia yang baik.

2. Pemerintahan Desa

Pemerintahan desa adalah sebagai bagian subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh organisasi pemerintahan terendah langsung dibawahi oleh kepala desa. Pemerintah desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya untuk tercapainya kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.

3. Stakeholder

Stakeholders merupakan sebuah individu atau kelompok yang memiliki peranan penting dan dapat mempengaruhi atau dipengaruhi dalam pencapaian tujuan pembangunan di desa. Stakeholder dalam penelitian ini diantaranya pemerintah daerah atau desa, pihak swasta baik perusahaan dan perorangan, lembaga pemerintahan desa, dan masyarakat desa. Konsep ini peneliti gunakan untuk melihat keberadaan stakeholder yang berpengaruh untuk mendukung tercapainya sebuah tujuan pembangunan.

4. Sinergitas

Sinergitas adalah sebuah proses interaksi multipihak atau gabungan dengan menggabungkan berbagai perpaduan unsur sosial seperti modal sosial, kekuatan sosial, gotong royong, dan norma untuk menghasilkan output yang lebih

(32)

baik. Sinergitas muncul ketika bagian-bagian organisasi sosial atau aktor saling berinteraksi untuk menghasilkan dampak gabungan yang lebih besar daripada apabila dilakukan sendiri oleh masing-masing bagian.

5. Sinergitas Antar Stakeholder

Sinergitas antar stakeholder dapat dipahami sebagai hubungan lanjutan dari proses interaksi sosial karena adanya rasa kepercayaan, rasa memiliki, komunikasi yang efektif, kreativitas dan inovatif sehingga membentuk kerjasama oleh individu, kelompok, atau organisasi yang terdapat pada tingkat masyarakat dan memiliki sebuah kepentingan dan dampak atau pengaruh penting dalam keterlibatan proses pembangunan. Sinergitas antar stakeholder dalam penelitian ini dilihat dari pola interaksi dan hubungan kerjasama yang berlangsung pada pemerintah desa, pihak swasta, lembaga desa dan masyarakat.

7. Pengembangan Desa

Pengembangan desa adalah sebagai upaya yang dilakukan dalam mengembangkan dan memajukan desa dari tertinggal menjadi berkemajuan dan mandiri. Pengembangan desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mampu mempertimbangkan manfaat atau resiko yang ada untuk masyarakat desa.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan konsep pengembangan desa yang memerlukan strategi yang matang dalam mencapai tujuan dan cita – cita kemajuan dan berkelanjutan di desa Buntu Pane.

8. Pengembangan Desa Mandiri

Pengembangan desa mandiri adalah sebagai upaya yang dilakukan dalam mengembangkan dan memajukan desa dari maju menuju mandiri. Pengembangan desa mandiri memperhatikan kualitas hidup masyarakat desa secara sosial,

(33)

ekonomi, dan lingkungan, serta tersedia secara baik sarana dan prasarana yang menjadi akses mobilitas sosial masyarakat desa.

9. Faktor Pendorong

Faktor pendorong adalah suatu kondisi atau beberapa usaha yang mampu mendukung dan mendorong suatu kegiatan dalam mencapai suatu tujuan. Faktor pendorong dalam penelitian ini dilihat dari kondisi yang berasal dari dalam dan luar unit analisis seperti potensi sumber daya alam, modal sosial, dan dukungan pihak luar, sehingga dapat mempermudah untuk tercapainya pembangunan desa.

10. Faktor Penghambat

Faktor penghambat adalah suatu kondisi atau beberapa usaha yang menghambat jalannya suatu kegiatan dalam mencapai suatu tujuan. Faktor penghambat dalam penelitian ini dilihat dari kondisi yang berasal dari dalam dan luar unit analisis seperti terbatasnya potensi sumber daya alam, rendahnya kepercayaan, konflik horizontal diantara masyarakat, sehingga perlu dilakukan solusi penyelesaian dan mengoptimalkan faktor pendorong.

11. Model Sinergitas

Model sinergitas dalam penelitian ini secara sederhana menjelaskan dan memberikan gambaran atas suatu bentuk hubungan sinergitas yang terjadi antar stakeholder dalam pengembangan desa mandiri berdasarkan hasil penelitian dan interpretasi data lapangan.

(34)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa konsep dan teori sebagai dasar atau batas analisis atas fakta dan fenomena sosial yang terjadi berkaitan dengan topik penelitian untuk menjelaskan bagaimana sinergitas antar stakeholder dalam pengembangan desa mandiri. Berkaitan dengan topik penelitian ini, peneliti mengeksplorasi sejumlah konsep dan teori antara lain sebagai berikut:

2.1 Sinergitas

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori sinergitas untuk menganalisis hubungan sinergi yang digunakan oleh stakeholder dan permasalahan yang sedang berlangsung. Sinergitas berasal dari bahasa Yunani synergos yang berarti bekerja bersama-sama. Sinergitas sebagai suatu bentuk hubungan sinergi yang tercipta dari sebuah proses atau interaksi dan menghasilkan suatu keseimbangan harmonis sehingga mampu atau diharapkan menghasilkan sesuatu yang optimum. Penciptaan sinergitas dapat terjadi didalam hubungan sinergi dengan beberapa syarat utama yakni kepercayaan, komunikasi yang efektif, feedback yang cepat, dan kreativitas (Doctoroff, 1977; Mukhtaromi, dkk 2012).

Menurut Covey (2004) sinergitas adalah hubungan komunikasi tingkat tertinggi yang terbentuk atas integrasi dan kerjasama yang tinggi dari beberapa individu dalam sebuah kelompok atau organisasi sosial. Sinergitas dapat terbangun dari rasa kepercayaan, adanya rasa kertebukaan, kerjasama yang baik antar individu untuk membentuk sebuah kreatifitas guna menemukan pemecahan

(35)

masalah atau ide baru dalam alternatif jalan ketiga (jalan tengah) tanpa menimbulkan konflik sosial dengan individu lain.

Hal yang sama disampaikan oleh Williams (2006; Handoko, 2017) menyatakan bahwa sinergitas diartikan sebagai sebuah proses interaksi dari dua bagian atau lebih, yang akan menghasilkan pengaruh gabungan lebih besar dibandingkan dengan jumlah dari pengaruh masing-masing secara individual.

Sinergitas dapat terjadi dalam beberapa aktor dalam organisasi maupun kelompok. Hubungan sinergitas dapat berkembang dan mengalir antara individu, kelompok dengan bekerja bersama secara terus menerus satu dengan yang lain, sehingga diantara mereka dapat berpikir dan bergerak sebagai satu kesatuan.

Williams yang menyebutkan bahwa sinergitas bukanlah sesuatu yang dapat kita pegang oleh tangan kita tapi suatu istilah yang berarti melipatgandakan pengaruh (multiplier effect) yang memungkinkan energi pekerjaan atau jasa individu berlipat ganda secara bertahap melalui usaha bersama. Sinergitas penting untuk membuat tujuan dan output yang lebih besar. Sinergitas dapat dilakukan dengan positif dan kerjasama antar pihak satu dengan pihak yang lain (Williams, 2006;

Handoko, 2017).

Hal yang sama ditulis oleh Najiyati, dkk (2011; Pramono, 2018) menyatakan bahwa sinergitas sebagai kombinasi atau paduan unsur atau bagian yang dapat menghasilkan keluaran atau output lebih baik dan besar. Sinergitas dapat dipahami sebagai operasi gabungan atau perpaduan unsur untuk menghasilkan output yang lebih baik. Sinergitas muncul ketika bagian-bagian organisasi saling berinteraksi untuk menghasilkan dampak gabungan yang lebih besar daripada apabila dilakukan sendiri oleh masing-masing bagian. Untuk

(36)

mencapai kondisi yang sinergi atau demi menghasilkan output yang jauh lebih besar, tidak dapat dihindari bahwa terdapat tingkat kebergantungan antara satu pihak dengan pihak yang lain.

Sinergitas dapat terbangun melalui dua cara yaitu:

a. Komunikasi, dibedakan atas dua bagian yaitu: pertama, komunikasi yang dilakukan dengan berorientasi pada sumber kegiatan guna mendapatkan tanggapan. Kedua, komunikasi yang berorientasi pada penerima memandang bahwa komunikasi sebagai semua kegiatan untuk (penerima) dalam menanggapi

stimulus atau rangsangan.

b. Koordinasi, menyebutkan koordinasi adalah integrasi dari kegiatan-kegiatan individual dan unit-unit ke dalam satu usaha bersama yaitu bekerja kearah tujuan bersama. Moekijat (1994; Dicky, 2018) menyebutkan 9 syarat mewujudkan

koordinasi yang efektif, yaitu:

1. Hubungan langsung, bahwa koordinasi dapat lebih mudah dicapai melalui

hubungan pribadi langsung.

2. Kesempatan awal, koordinasi dapat dicapai lebih mudah dalam tingkat awal

perencanaan dan pembuatan kebijaksanaan.

3. Kontinuitas, koordinasi merupakan proses yang kontinue dan harus berlangsung pada semua waktu mulai dari tahap perencanaan.

4. Dinamis, koordinasi harus secara terus-menerus diubah mengingat perubahan lingkungan baik intern maupun ekstern.

5. Tujuan yang jelas untuk memperoleh koordinasi yang efektif.

(37)

6. Organisasi yang sederhana struktur organisasi yang sederhana memudahkan

koordinasi yang efektif.

7. Perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas dapat mengurangi

pertentangan tetapi juga membantu pekerjaan dengan kesatuan tujuan.

8. Komunikasi yang efektif sebagai persyaratan koordinasi ya ng baik.

9. Kepemimpinan supervisi yang efektif kepemimpinan yang efektif menjamin koordinasi kegiatan pada tingkat perencanaan maupun pada tingkat.

Sinergitas harus mampu menghadapi tantangan atau masalah yang menjadi penghambat tercapai tujuan organisasi dengan analisis medan kekuatan. Menurut Covey (2004), analisis medan kekuatan diartikan situasi yang saling tergantung, sinergi sangat kuat dalam menghadapi kekuatan negatif yang bekerja melawan pertumbuhan dan perubahan. Lewin (Covey, 2004) mengembangkan model

"Force Field Analysis" yang menggambarkan setiap tingkat kinerja saat ini atau sebagai keadaan keseimbangan antara kekuatan pendorong yang mendorong gerakan ke atas dan kekuatan pengekang yang menghambatnya. Kekuatan pendorong umumnya positif, masuk akal, logis, sadar, dan ekonomis. Dalam perjalanannya, kekuatan penahan sering negatif, emosional, tidak logis, tidak sadar, dan sosial atau psikologis. Kedua kekuatan itu sangat nyata dan harus diperhitungkan dalam menghadapi perubahan. Meningkatkan kekuatan pendorong dapat membawa hasil yang lebih baik untuk sementara waktu. Tetapi selama kekuatan penahan ada, itu akan menjadi semakin sulit. Dengan menggunakan perilaku, keterampilan, dan interaksi untuk bekerja langsung pada kekuatan yang menahan guna mencairkannya, melonggarkannya, dan menciptakan wawasan baru yang benar-benar mengubah kekuatan penahan itu menjadi kekuatan baru yang

(38)

positif. Dalam proses ini melibatkan beberapa orang dalam masalah, membuat mereka masuk ke dalamnya, sehingga mereka merasa bahwa masalah itu bagian dari hidup mereka dan menciptakan bagian penting yaitu solusi.

Akhirnya sebuah tujuan baru atau bersama diciptakan, dan seluruh aktor atau pelaku bergerak ke atas, sering kali dengan cara yang tidak seorang pun dapat mengantisipasi. Dan hasil yang terkandung dalam gerakan atau perumusan itu menciptakan ide baru. Individu yang terlibat di dalamnya tergabung satu sama lain dan menciptakan pemikiran baru yang segar, oleh alternatif dan peluang kreatif baru (Covey, 2004).

Sinergitas memiliki makna membangun dan memastikan hubungan kerja sama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas, dengan perilaku utama yaitu memiliki sangka baik, saling percaya, dan menghormati, serta menemukan dan melaksanakan solusi terbaik.

Sinergitas dapat terbangun diantara aktor atau individu dengan membangun kepercayaan. Kondisi saling mempercayai harus dibangun walaupun memerlukan waktu. Ini penting karena kepercayaan (trust) yang bijak dan cerdas adalah hal yang dapat mengubah sesuatu atau mewujudkan dinamika menuju perubahan yang diharapkan. Dalam membangun hubungan saling percaya, masing-masing pihak yakin bahwa segala suatu tindakan untuk mencapai tujuan bersama sangat diyakini akan disambut dukungan dari rekan sekelompoknya.

Percaya terhadap kemampuan rekannya untuk melakukan tugas dengan segala kemampuan yang dimilikinya, dan dapat diandalkan (Geller 1999; Sulasmi, 2006).

(39)

2.2 Jaringan Sosial

Jaringan sosial adalah hubungan antar individu yang memiliki makna subjektif yang berhubungan atau dikaitkan dengan sesuatu sebagai simpul dan ikatan. Simpul dilihat melalui aktor individu di dalam jaringan, sedangkan ikatan merupakan hubungan antar aktor tersebut. Hubungan sosial ini diikat dengan kepercayaan. Pada tingkatan antar individu, jaringan sosial dapat didefinisikan sebagai rangkaian hubungan yang khas di antara sejumlah orang dengan sifat tambahan, ciri-ciri dari hubungan ini sebagai keseluruhan digunakan untuk menginterpretasikan tingkah laku sosial dari individu-individu yang terlibat (Mitchell, 1969; Damsar, 2019). Pada tingkatan struktur, jaringan sosial dipahami sebagai pola atau struktur hubungan sosial yang meningkatkan atau menghambat perilaku orang yang terlibat dalam bermacam arena dari kehidupan sosial pada tataran struktur sosial. Oleh karena itu tingkatan ini memberikan suatu dasar untuk memahami bagaimana perilaku individu dipengaruhi oleh struktur sosial.

Jaringan sosial biasa dikaitkan dengan bagaimana individu atau kelompok berhubungan antara satu dengan yang lain dan ikatan afiliasi melayani baik sebagai pelicin dalam memperoleh sesuatu yang dikerjakan, sebagai jembatan untuk memudahkan hubungan antara satu pihak dengan pihak lainnya, maupun sebagai sumber perekat yang memberikan tatanan dan makna pada kehidupan sosial (Powell dan Smith-Doer,1994; Damsar, 2019).

Menurut Ritzer dan Godman (2003; Damsar, 2019) teori jaringan ini bersandar pada sekumpulan prinsip yang berkaitan secara logis, yaitu antara lain:

1. Ikatan antara aktor biasanya adalah simetris dalam kadar maupun intensitasnya.

2. Ikatan antara individu harus dianalisis dalam konteks struktur jaringan yang

(40)

lebih luas.

3. Struktur ikatan sosial menimbulkan berbagai jenis jaringan yang nonacak di antara satu pihak jaringan adalah transitif.

4. Adanya kelompok jaringan menyebabkan terciptanya hubungan silang antar kelompok jaringan maupun antar individu.

5. Ada ikatan simetris antara unsur-unsur dalam sebuah sistem jaringan dengan akibat bahwa sumber daya yang terbatas akan terdistribusikan secara tak merata.

6. Distribusi yang timpang akan bergabung untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas itu dengan bekerjasama.

Jaringan sosial (Damsar, 2019) terbagi beberapa tingkatan yang dapat beroperasi dalam menganalisis permasalahan yang ada. Adapun tingkatan tersebut ialah :

1. Jaringan Mikro

Sebagai makhluk sosial, manusia hidup bersama dengan orang lain. Oleh sebab itu dalam hubungannya seorang anak manusia atau individu selalu ingin melakukan interaksi sosial dengan individu lainnya. Interaksi sosial antara individu tersebut mengkristal menjadi suatu hubungan sosial. Hubungan sosial yang terus-menerus dan antara individu bisa menghasilkan suatu jaringan sosial diantara mereka. Jaringan mikro memiliki tiga fungsi yaitu: sebagai pelicin, sebagai jembatan, dan sebagai perekat. Fungsi pelicin, jaringan sosial memberikan kemudahan untuk individu mengakses sumberdaya langka, seperti barang atau kekuasaan. Fungsi jembatan, jaringan sosial pada tingkat ini dapat memudahkan

(41)

hubungan antara satu pihak dengan pihak yang lain. Fungsi perekat, jaringan sosial antar individu memberikan tatanan dan makna pada kehidupan sosial.

2. Jaringan Meso

Dalam berinteraksi sosial dengan orang lain pada umumnya orang melakukannya dalam suatu konteks sosial, biasanya dalam suatu kelompok.

Hubungan yang dibangun para aktor dengan atau didalam kelompok sehingga terbentuk suatu ikatan maka dapat disebut sebagai jaringan sosial pada tingkat meso.

Hal yang sama dengan jaringan mikro, jaringan meso juga memiliki tiga fungsi yaitu: sebagai pelicin, sebagai jembatan, dan sebagai perekat. Fungsi sebagai pelicin, memberikan kemudahan untuk para anggota/kelompok untuk mendapatkan akses sumberdaya langka, barang, atau jasa. Fungsi sebagai jembatan, merupakan daya hubung atau kekuatan relasi yang dimiliki seseorang karena keanggotaannya pada suatu kelompok untuk kehidupan sosial. Fungsi perekat, dapat dipahami kemampuan kelompok sebagai sebuah entitas objektif yang memberikan makna dalam kehidupan sosial. Melalui tatanan tersebut, individu dapat direkat dalam kelompok.

3. Jaringan Makro

Jaringan makro merupakan ikatan yang terbentuk karena terjalinnya simpul-simpul dari beberapa kelompok. Dengan kata lain, jaringan makro terajut dari ikatan antara dua kelompok atau lebih.

(42)

2.3 Konsep Pembangunan Desa Mandiri

Menurut Badan Pusat Statistik (2018) desa mandiri sebagai desa yang mempunyai ketersediaan dan akses terhadap pelayanan dasar yang mencukupi, infrastruktur yang memadai, aksesibilitas/transportasi yang tidak sulit, pelayanan umum yang bagus, serta penyelenggaraan pemerintah yang sudah sangat baik.

Secara teknis, desa mandiri merupakan desa dengan nilai IPD lebih dari 75 dengan skala 1-100 persen. Menurut Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (2015) ada beberapa strategi yang secara umum dapat dipraktikkan dalam membangun kemandirian desa dari dalam yaitu:

1. Membangun kapasitas warga dan organisasi masyarakat sipil di desa yang kritis dan dinamis.

2. Memperkuat kapasitas pemerintahan dan interaksi dinamis antara organisasi warga dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

3. Membangun sistem perencanaan dan penganggaran desa yang responsif dan partisipatif.

4. Membangun kelembagaan ekonomi lokal yang mandiri dan produktif.

Pembangunan desa yang dilakukan oleh stakeholder dapat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:

a. Faktor Pendorong

Berdasarkan hasil penelitian (Widiastuti, dkk: 2019) faktor pendorong pengembangan desa adalah sebagai berikut:

(43)

1. Kesadaran dan kemauan masyarakat setempat untuk mengembangkan desa.

2. Tersedianya potensi sumber daya alam yang memadai.

3. Dukungan dari pemerintah daerah atau setempat.

4. Adanya rasa ingin membantu sesama masyarakat.

Selain adanya faktor pendukung yang dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan kemajuan desa, juga terdapat faktor penghambat yang membuat pelaksanaan pembangunan tidak berjalan dengan baik.

b. Faktor Penghambat

Beberapa faktor penghambat dalam pengembangan desa, diantaranya sebagai berikut:

1. Sumber daya alam dan manusia yang terbatas.

2. Konflik sosial yang bersifat merusak terjadi didalam masyarakat.

3. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan yang rendah.

2.4 Kelembagaan

Kajian pustaka dalam penelitian ini, selain menggunakan teori sinergi untuk menganalisis bentuk sinergitas antar stakeholder dan permasalahan penelitian. Peneliti juga menggunakan teori kelembagaan untuk menganalisis hubungan kelembagaan di Desa Buntu Pane dalam pengembangan desa mandiri.

Kelembagaan menurut Ostrom (Suwarno, dkk: 2015) sebagai aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai para anggota untuk mengatur hubungan yang saling mengikat dan tergantung satu sama lain. Aturan yang berlaku dalam masyarakat (arena) yang menentukan siapa yang berhak membuat

(44)

keputusan, tindakan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, aturan apa yang berlaku umum di masyarakat, prosedur apa yang harus diikuti, informasi apa yang mesti atau tidak boleh disediakan dan keuntungan apa yang individu akan terima sebagai buah dari tindakan yang dilakukannya (Suwarno, dkk : 2015). Dalam kelembagaan ada terdapat aturan yang digunakan untuk mengatur hubungan tersebut.

Hal yang sama dikatakan oleh North (1994: Vipriyanti, 2018) Kelembagaan adalah aturan dan norma dalam masyarakat yang menentukan hal- hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan atau kewajiban yang harus atau tidak harus dilakukan. Kelembagaan juga sebagai aturan permainan dalam suatu organisasi (tempat bermain). Tujuan kelembagaan diartikan oleh North sebagai bentuk membatasi perilaku menyimpang manusia di dalam struktur interaksi politik, sosial, dan ekonomi. Kelembagaan dapat terbangun karena adanya motivasi dan kemauan manusia, karena kedua hal itu akan mampu membangun kelembagaan yang memiliki fondasi kuat untuk menyelesaikan masalah koordinasi dan produksikemauan manusia merupakan dua hal penting dalam membangun kelembagaan. Kedua hal tersebut akan mampu menjadikan kelembagaan dengan fondasi kuat untuk menyelesaikan masalah koordinasi dan produksi. Bagi North, dengan adanya kelembagaan, perekonomian akan bergerak apabila terdapat kontrak dan kerjasama ekonomi antara pelaku ekonomi tersebut (North dan Thomas, 1973: Vipriyanti, 2018). Kelembagaan bersifat lebih memaksa agar suatu kegiatan sosial atau ekonomi mampu memberikan manfaat optimal bagi masyarakat.

(45)

Secara umum, kelembagaan sendiri seringpula didefinisikan sebagai seperangkat aturan formal dan informal yang memfasilitasi koordinasi atau hubungan antar individu di dalam masyarakat. Pendapat ini diperkuat oleh Pejovich (1999: Yustika, 2013), bahwa kelembagaan terdiri dari aturan formal, aturan informal, dan mekanisme penegakan. Aturan formal meliputi konstitusi, hukum, dan seluruh regulasi pemerintah. Aturan formal ini akan membentuk sistem politik seperti struktur pemerintahan, dan sistem ekonom mengenai hak kepemilikan atas kelangkaan sumber daya, kontrak kerjasama, maupun sistem keamanan seperti pengadilan. Aturan informal meliputi pengalaman individu, nilai adat istiadat, agama, dan seluruh faktor yang mempengaruhi individu memiliki pandangan subyektif di tempat ia berada. Terakhir adalah mekanisme penegakan sebagai bentuk kontrol terhadap suatu lembaga, seperti undang-undang anti trust.

2.5 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan telah memberikan ide dalam melakukan penelitian ini baik secara referensi, perbandingan maupun sebagai dasar pemilihan topik. Masing-masing dari penelitian tersebut akan dipaparkan sebagai berikut :

1. Hasil Penelitian (Jurnal) Subagyo, dkk, (2018) yang berjudul “Sinergi TNI AD Dengan Polri Dan Pemerintah Daerah Dalam Penanganan Konflik Sosial (Studi Kasus Kota Tarakan).” Penelitian ini menggunakan teori konflik sosial Gillin dan Gillin. Penelitian yang menggunakan pendekatan kualititatif mendapatkan hasil bahwa sinergi antara Kodim 0907/Tarakan bersama dengan Polresta Tarakan dan

(46)

Pemda Kota Tarakan dalam mencegah, mendeteksi, menangkal, dan meredam konflik sosial selama ini sudah cukup efektif, cukup optimal, dan cukup baik. Hal ini ditandai dengan adanya sinergi, kerjasama dan kolaborasi antara personil di ketiga pihak, khususnya dengan mengedepankan tiga pilar Kamtibmas, yakni Babinsa, Babhinkamtibmas, dan Lurah, dalam mendeteksi gangguan di tengah masyarakat.

Hambatan yang dihadapi oleh Kodim 0907/Tarakan dengan Polresta Tarakan dan Pemda Kota Tarakan dalam menangani konflik sosial adalah persepsi masyarakat yang masih menganggap bahwa penanganan konflik sosial hanya tugas Polri dan TNI semata, partisipasi masyarakat yang rendah dalam deteksi dini di tengah masyarakat, demokrasi pemilihan umum yang mengangkat isu politik identitas, tokoh masyarakat atau tokoh adat dan tokoh agama yang belum dewasa dalam mensikapi persoalan sosial di tengah masyarakat, serta ego sektoral antar instansi dalam penanganan konflik sosial.

Persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Subagyo, dkk (2018) adalah sama-sama meneliti mengenai sinergi dalam tataran ilmu sosial dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Perbedaan dari penelitian ini, peneliti mengambil fokus analisis pengembangan desa dengan menggunakan analisis teori kelembangaan dan jaringan sosial dalam mengkaji sinergitas antar stakeholder di Desa Buntu Pane. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Subagyo, dkk (2018) memusatkan perhatian pada penangan konflik sosial oleh pemerintah tanpa melibatkan pihak swasta atau stakeholder lain yang dapat terlibat di dalam penyelesaian masalah.

(47)

2. Penelitian berikutnya (Jurnal) oleh Haryanti, dkk (2018) dengan judul “Sinergi Stakeholder Dalam Mewujudkan Aktivitas Pariwisata di Desa Wisata Baha, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.” Penelitian ini menggunakan teori fungsionalisme struktural dari Sunyonto Usman. Penelitian yang menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan kuantitatif, mendapatkan hasil bahwa keberadaan stakeholder pariwisata di Desa Wisata Baha, yaitu terdiri dari:

Pemerintah, yang terdiri dari Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, dan Desa Dinas Baha, (2). Penyelenggaraan usaha pariwisata, yaitu masyarakat lokal yang menjadikan rumah adatnya sebagai sarana akomodasi (homestay) bagi wisatawan.

(3). Masyarakat lokal, dalam hal ini masyarakat lokal yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pariwisata di Desa Wisata Baha yang dilakoni oleh Kelompok Sadar Wisata. Kemudian adanya ketidaksinkronan dalam hal pelaksanaan kewajiban serta hak dari masing-masing stakeholder Desa Wisata Baha. Dimana stakeholder yang terlibat cenderung menginginkan hak tanpa dibarengi dengan kewajiban yang semestinya dilaksanakan terlebih dahulu.

Berdasarkan sinergi antar stakeholder yang telah dipaparkan, maka dapat dinyatakan bahwa sinergi antar stakeholder di Desa Wisata Baha belum adanya persepsi yang sama dari masing-masing stakeholder yang terlibat, meskipun setiap stakeholder sudah memiliki kontribusi pada stakeholder lainnya. Kemudian belum adanya dukungan atau partisipasi yang bersifat baik. Sehingga dikatakan bahwa masing-masing dari stakeholder tersebut belum terangkai/sesuai dengan tujuan yang akan dicapai bersama.

Persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Haryanti, dkk (2018) adalah sama-sama meneliti mengenai sinergi antar

(48)

stakeholder di desa. Perbedaan dari penelitian ini, penelitian sebelumnya mengambil topik pengembangan wisata dengan menggunakan teori struktural fungsional untuk menganalisis masalah penelitiannya. Sementara pada penelitian ini, peneliti mengambil fokus pada pengembangan desa dengan menggunakan analisis teori kelembangaan dan jaringan sosial dalam mengkaji sinergitas antar stakeholder di Desa Buntu Pane. Penelitian yang dilakukan Haryanti, dkk (2018) hanya menggunakan pemerintah daerah dan desa serta masyarakat lokal sebagai informan dan tidak melihat bagaimana peranan lembaga desa atau pihak swasta yang mungkin terlibat dalam pengembangan wisata.

3. Penelitian berikutnya (Jurnal) oleh Pramono, dkk (2019) dengan judul

“Sinergitas Antar Stakeholder Dalam Penyelenggaraan Kamtibmas di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta”. Penelitian ini menggunakan analisis model interaktif Miles dan Hubberman. Dengan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif, dan mendapatkan hasil bahwa sinergitas yang cukup baik dalam pelaksanaan kamtibmas di kelurahan Gilingan. Sinergitas inside stakeholder dilihat dari segi komunikasi dan koordinasi terjalin dengan baik.

Inside stakholder terdiri dari lurah, danton satlinmas dan anggota satlinmas.

Terjalinnya sinergitas yang baik dalam inside stakeholders ini masih dalam ruang lingkup kecil dan struktur organisasi yang sederhana. Sinergitas outside stakeholder kurang terjalin dengan baik. Hal ini dikarenakan adanya sekat sekat organisasi sehingga koordinasi dan komunikasi terjalin secara lebih formal.

Persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Pramono, dkk (2019) adalah sama-sama meneliti mengenai sinergi antar stakeholder dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Perbedaan dari

(49)

penelitian ini, penelitian sebelumnya menggunakan model interaktif Miles dan Hubberman. Sementara penelitian ini menfokuskan dalam analisis pengembangan desa dengan menggunakan analisis teori sinergi, kelembangaan, dan jaringan sosial dalam mengkaji sinergitas antar stakeholder di desa Buntu Pane.

(50)

2.5 Kerangka Pemikiran

Bangunan Jaringan Sosial

Swasta Pemerintah

Desa

Lembaga Masyarakat

Alternatif Jalan Ketiga Oleh Stakeholder Kekuatan Pendorong

atau Faktor Pendukung

Kekuatan Penahan atau Faktor Penghambat Analisis Medan

Kekuatan Sinergitas Antar

Stakeholder

Model Sinergitas Dalam Pengembangan Desa Mandiri

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian jenis ini digunakan untuk menggali lebih dalam bagaimana sinergitas antar stakeholder baik pemerintah, swasta, lembaga, dan masyarakat dalam pengembangan desa mandiri.

Di samping itu untuk melihat bagaimana model pendekatan yang dilakukan oleh subjek penelitian dalam mengembangkan desa mandiri. Pendekatan kualitatif merupakan penelitian yang berupaya menganalisis kehidupan sosial dengan cara menggambarkan dunia sosial dari sudut pandang atau interpretasi individu (informan) dalam latar alamiah. Penelitian kualitatif berupaya menjelaskan bagaimana seorang individu melihat, menggambarkan, atau memaknai dunia sosialnya (Martono, 2015:212).

Dengan demikian di peroleh data akurat dan sempurna serta dapat diteruskan dalam penggalian lebih dalam bagaimana sinergitas yang dijalankan oleh stakeholder seperti pemerintah, swasta, lembaga dan masyarakat dalam pengembangan desa mandiri. Disamping itu, dapat menjelaskan model pengembangan desa mandiri yang dilakukan oleh subjek penelitian dapat digunakan dan menjadi role model dalam pengembangan desa lainnya sesuai kriteria dan kondisi desa tersebut. Pendekatan deskriptif ini dipilih karena tipe penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan karakter suatu masalah, kelompok, atau gejala sosial yang terjadi di masyarakat (Martono, 2015:197).

(52)

Dalam penelitian ini, peneliti telah berupaya mengidentifikasi beberapa masalah dalam pembangunan di Desa Buntu Pane. Peneliti juga telah memetakan dan menjelaskan bentuk-bentuk sinergitas yang dilakukan oleh pemerintah desa, swasta, lembaga dan masyarakat dalam mengembangkan desa mandiri. Selain itu peneliti juga telah menjelaskan bentuk model pengembangan desa mandiri yang dilakukan oleh stakeholder di desa Buntu Pane.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Buntu Pane Kecamatan Buntu Pane Kabupaten Asahan. Secara sosiologis, masyarakat desa ini memiliki solidaritas yang kuat dalam setiap kegaiatan yang dilakukan, memiliki kontrol sosial yang baik. Alasan peneliti memilih lokasi ini ialah karena desa ini merupakan desa yang cepat berkembang dibandingkan dengan desa lain, selain itu desa ini pernah meraih prestasi sebagai Desa Terbaik Tingkat Kabupaten dan Pemenang Prakarti Utama II Lomba PHBS Tingkat Nasional tahun 2019. Maka untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian di Desa Buntu Pane ialah bagaimana sinergitas yang dilakukan para stakeholder untuk menyelesaikan masalah masyarakat dan mampu menghasilkan prestasi. Adapun yang menjadi subjek penelitian ini merupakan pemerintah desa, swasta, dan beberapa elemen masyarakat seperti lembaga atau organisasi di Desa Buntu Pane.

3.3 Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah keseluruhan satuan atau unit yang akan diteliti. Dalam

(53)

menemukan masalah penelitian tersebut. Unit analisis ini dilakukan oleh peneliti agar validitas dan reabilitas penelitian dapat terjaga. Unit analisis dapat berupa individu, kelompok, wilayah, atau benda (Martono, 2015: 346). Dalam penelitian ini, yang menjadi unit analisis penelitian adalah pemerintah desa, para stakeholder seperti pihak swasta, lembaga masyarakat desa, dan tokoh masyarakat dalam melakukan pengembangan desa mandiri di Desa Buntu Pane.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang yang diwawancarai, dimintai informasinya oleh si pewawancara atau peneliti serta diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi ataupun fakta dari suatu objek penelitian. Informan merupakan subjek yang memahami permasalahan penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami permasalahan penelitian (Bungin, 2013). Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini antara lain yaitu:

1. Kepala desa.

Pemilihan kepala desa sebagai informan kunci peneliti, karena kepala desa yang memahami dan mengetahui kondisi sosial budaya masyarakat, proses pembangunan desa, serta menjadi perantara peneliti ke masyarakat atau beberapa informan lainnya. Proses wawancara kepala desa oleh peneliti setelah selesai rapat koordinasi pemerintah desa yang dihadiri beberapa perangkat, lembaga, dan masyarakat.

2. Tokoh masyarakat.

Tokoh masyarakat yang peneliti pilih menjadi informan, harus memiliki peranan penting dalam perkembangan pembangunan di desa tersebut. Proses

Gambar

Grafik 1.1 Kemiskinan Desa dan Kota Pada Maret 2019
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Desa Buntu Pane Tahun 2018
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Desa Buntu Pane Berdasarkan Agama
Tabel 4.4 Jenis Mata Pencaharian Penduduk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengertian dari Jones dan Woolcock (2007) modal sosial dalam merupakan norma dan hubungan sosial yang telah dipahami bersama oleh kelompok masyarakat

Menurut Damsar (2009: 211) modal sosial merupakan investasi sosial yang meliputi sumber daya sosial seperti jaringan, kepercayaan, nilai dan norma serta

Dari uji korelasi rank spearman pada taraf kepercayaan 95 % menunjukkan adanya hubungan yang sangat signifikan antara karakteristik sosial ekonomi dengan partisipasi dan

Dalam penjabaran ciri-ciri interaksi sosial di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri interaksi sosial yang baik adalah terjadinya hubungan antar individu yang

Potensi desa mandiri berbasis ekonomi syariah menjadi penting untuk digali sebagai upaya pemahaman masyarakat atas aktifitas yang dilakukan dalam interaksi sosial

Seseorang akan mengadakan hubungan atau interaksi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Interaksi tersebut berupa interaksi dibidang sosial, ekonomi, politik,

Setiap anak memiliki rasa percaya diri yang berbeda, ada yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi adapula yang rendah kepercayaan diri. Tidak begitu saja

Para bawahan yang memiliki hubungan baik dengan atasan atau disebut in group member merupakan karyawan yang memiliki kinerja yang baik, memiliki kepercayaan dari