• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia diklasifikasikan sebagai negara berkembang yang terletak di Asia Tenggara. Setiap negara berkembang di dunia selalu menginginkan agar negaranya maju dan mampu mencapai tujuan negara tersebut seperti apa yang diharapkan warga negaranya.

Menurut Mathis and Jackson dalam Erni Rernawan (2011:15), suatu organisasi dapat dikatakan mencapai segala tujuannya jikalau terjalin koordinasi perihal tanggungjawab anggota baik sebagai pribadi maupun dalam suatu tim.

Pernyataan tersebut mengindikasikan adanya struktur organisasi, dimana terdapat pendelegasian tanggungjawab, identifikasi jabatan, sistematika dalam melaksanakan koordinasi.

Organisasi pemerintah dipahami sebagai sebuah institusi dengan tanggungjawab menyajikan layanan dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan bagi rakyatnya. Pengembangan terhadap organisasi pemerintahan di sejumlah aspek mutlak untuk dilakukan mengingat sejumlah kompleksitas terhadap sejumlah kebutuhan yang dimiliki oleh masyarakat. Organisasi pemerintah harus mampu menggapai seluruh tujuan organisasi yang telah disahkan sebelumnya.

Kinerja yang dihasilkan oleh setiap tenaga kerja sangat berkaitan erat terhadap keberhasilan organisasi dalam pencapaian tujuannya. Tentunya, setiap upaya konkrit dilaksanakan oleh sejumlah organisasi guna melakukan peningkatan terhadap kinerja para pegawainya. Parameter pengukuran terhadap

(2)

2

hasil kinerja mutlak untuk dipergunakan sehingga dapat melakukan identifikasi apakah hasil kinerjanya tersebut baik atau diklasifikasikan buruk. Optimalnya hasil pekerjaan yang dilakukan serta didorong oleh adanya keselarasan terhadap standar baku dalam upaya pencapaian tujuan organisasi dapat diklasifikasikan sebagai kinerja yang baik. Hal ini berlaku pula kondisi yang sebaliknya.

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam dipahami sebagai unsur pelaksana pemerintah Kota Batam pada sektor kependudukan dan pencatatan sipil. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam memiliki tugas utama perihal pelaksanan kepentingan pemerintahan daerah dengan berpedoman teguh pada adanya asas otonomi serta tugas pembantuan pada sektor kependudukan dan pencatatan sipil.

Kinerja menurut Mangkunegara dalam Pasaribu (2014:187) ialah hasil kerja yang ditinjau dari kualitas serta kuantitas dicapai individu perihal pemenuhan tugasnya selaras dengan tanggung jawab yang dilimpahkan.

Sulistiyani dalam Afni (2016:6) menyatakan bahwasanya kinerja seseorang dipahami sebagai penggabungan antara kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Dharma dalam Koleangan (2017:4356) mengatakan pengukuran kinerja sangatlah krusial guna memahami sejumlah aspek, seperti: besaran capaian antara rencana kerja dengan hasil kerja, kekuatan dan kelemahan yang ada pada diri tenaga kerja, kebutuhan training dan development dimana keseluruhan aspek tersebut berimplikasi terhadap optimalisasi pemakaian sumber daya manusia.

(3)

3

Dessler dalam Evita (2017:21) menjelaskan bahwasanya alasan suatu instansi mencanangkan penilaian kinerja terhadap tenaga kerjanya, yakni;

(1)berlandaskan sudut pandang praktis, mayoritas konsensus pembayaran dan promosi karyawan dilaksanakan berlandaskan pada penilaian kinerja pegawai tersebut, (2)penilaian memiliki posisi strategis perihal kualitas kerja operasionalisasi usaha. Penilaian mampu mengartikan tujuan pokok perusahaan menjadi tujuan spesifik tenaga kerja; (3)penilaian melimpahkan atasan dan bawahan untuk pengembangan sebuah rencana guna perbaikan sejumlah kekurangan, serta bermanfaat dalam menguatkan sejumlah hal yang sudah dilaksanakan bawahan sesuai dengan prosedur baku; (4)penilaian berkontribusi dalam pencapaian perencanaan karir yang bermanfaat. Penilaian menyajikan peluang dalam evaluasi perencanaan karir (career plan) tenaga kerja berlandaskan lingkup kekuatan dan kelemahan tersebut.

Kinerja suatu instansi menurut Bernardin dan Russel dalam Irawan (2016:127) dapat diukur dari 6 indikator. Indikator-indikator tersebut dipakai untuk mengukur kinerja suatu instansi dari kinerja pegawainya yaitu Quality (Kualitas Kerja), Quantity (Kuantitas Kerja), Timeliness (Ketepatan Waktu), Cost Effectiveness (Efektivitas Biaya), Need for supervisor (Kebutuhan Pengawasan), dan Interpersonal impact (Dampak Hubungan Individu). Simanjuntak dalam Afni (2016:6) mengemukakan bahwasannya sejumlah aspek memiliki kontribusi nyata dalam memberikan pengaruh terhadap kinerja tenaga kerja, diklasifikasikan menjadi: (1) kompetensi individu seperti kecerdasan, motivasi kerja, disiplin bekerja, dan etos kerja, (2) dukungan organisasi seperti penyediaan sarana dan

(4)

4

prasarana, dan kenyamanan, lingkungan kerja, dan (3)dukungan manajemen seperti kepemimpinan, hubungan yang aman dan harmonis, dan pengembangan karir.

Kinerja pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam cenderung belum optimal. Hasil penelitian Riyanda yang berjudul “Faktor – faktor yang Menghambat Kinerja Pelayanan Publik di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam” pada tahun 2017 memperlihatkan tingginya akumulasi tenaga kerja yang tidak berada pada lokasi kerja saat jam kerja berlangsung, masih ditemukan juga pegawai yang sudah istirahat padahal belum waktunya istirahat. Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak pegawai yang belum mampu untuk bekerja tanpa pengawasan dari pimpinan.

Penelitian juga dilakukan oleh Suhardi yang berjudul “Persepsi Masyarakat terhadap Kualitas Pelayanan Publik pada Kantor Dinas Kependudukan Kota Batam” pada tahun 2018. Hasil dari penelitian ini adalah masih banyak dijumpai karyawan yang istirahat ataupun merokok lebih awal kendati belum memasuki jam istirahat. Selain itu, sulitnya pemberian layanan kepada masyarakat dipicu pula oleh rendahnya ketelitian pegawai dalam bekerja.

Kesalahan kerja yang dilakukan pegawai akibat kurang teliti menyebabkan pelayanan kepada masyarakat menjadi terlambat sehingga semakin menumpuk pekerjaan yang lain.

Dikutip dari berita perwakilan Ombudsman RI pada tanggal 29 November 2020, Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau menerima laporan sebanyak 38 kasus laporan dari masyarakat tentang Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

(5)

5

Kota Batam. Keluhan terhadap pelayanan yang diberikan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam dapat dikatakan cukup tinggi. Masih banyak masyarakat yang mengeluhkan tentang pengurusan akte dan dokumen kependudukan. Hal tersebut mengakibatkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam menempati urutan kedua sebagai pelayanan publik di Kota Batam setelah BP Batam.

Robbins dalam Moeheriono (2009) mengemukakan bahwasanya kinerja adalah perpaduan antara kemampuan, motivasi dan kesempatan. Robbins dalam Pratama (2017:120) mengemukakan bahwasanya kemampuan kerja ialah suatu kapasitas yang dimiliki oleh masing-masing pribadi dalam penyelesaian sejumlah tugas. Kemampuan dipahami sebagai potensi yang terkandung dalam pribadi guna bertindak sesuatu supaya memampukan seseorang agar melaksanakan pekerjaan ataupun tidak mampu melaksanakan pekerjaan tersebut, sedangkan Stoner dalam Raharjo (2016:4) mengatakan bahwasanya kemampuan kerja (ability) dipahami sebagai tenaga guna melaksanakan suatu perbuatan, dimana kemampuan terdiri dari pengetahuan dan penguasaan tenaga kerja perihal mekanisme pelaksanaan tugas yang ditugaskan. Hersey dan Blanchard dalam Koleangan (2017:4358-4359) mengklasifikasikan kemampuan kerja dalam 3 kelompok yang terlihat demikian:

(1)Kemampuan teknis, (2)Kemampuan konseptual, dan (3)Kemampuan hubungan interpersonal.

Kemampuan kerja para pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam masih dinilai kurang baik. Berdasarkan Rencana Strategis Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam tahun 2016-2021, kurangnya

(6)

6

pegawai yang mampu menguasai teknologi informasi terbaru sehingga hal ini menghambat pegawai dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat secara tepat dan cepat.

Motivasi menjadi aspek lainnya yang mempunyai pengaruh terhadap kinerja pegawai. Simamora (2004) mengemukakan bahwasanya motivasi kerja dipahami sebagai dorongan psikologis yang memberikan arahan bagi seseorang mencapai tujuan, jika tujuan memiliki kecenderungan untuk diulang kembali sehingga lebih kuat. Pendapat tersebut selaras dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Akmal Umar (2015). Hasil penelitian menyatakan bahwasanya motivasi memiliki pengaruh secara signifikan pada kinerja serta kepuasan kerja.

Motivasi menurut Abraham Maslow dalam Widyanti (2017:133) diambil dari teori kebutuhan hirarki dengan susunan: (1)Kebutuhan fisiologis, (2)Kebutuhan rasa aman. (3)Kebutuhan sosial, (4)Aktualisasi diri, dan (5)Kebutuhan Penghargaan. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua yakni motivasi langsung (direct motivation) dan motivasi tidak langsung (indirect motivation). Motivasi langsung adalah motivasi (materiil dan nonmaterial) yang dilimpahkan secara langsung pada masing-masing individu pegawai guna pemenuhan atas kebutuhan serta kepuasannya. Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang dilimpahkan hanya berupa sejumlah fasilitas yang mendorong serta menunjang semangat kerja/kelancaran tugas supaya para pegawai merasakan kebetahan dan semangat saat melaksanakan pekerjaannya.

Permasalahan lain yang dialami oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam ialah keterbatasan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

(7)

7

Kota Batam dalam penyediaan sarana dan prasarana pelayanan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil. Tidak relevannya jumlah tenaga kerja dengan luas ruangan memicu ketidaknyamanan. Penyelesaian pekerjaan menjadi terganggu sebab ruang gerak yang sangat sedikit pada ruangan kerja. Selain itu, masih terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM penyelenggara administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam.

Pelayanan yang berbasis online membutuhkan jaringan internet yang baik, namun kondisi jaringan internet di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam sering sekali bermasalah. Perbaikan sudah sering dilakukan namun tidak memberikan hasil yang signifikan. Pelayanan bisa terhenti selama seminggu akibat perbaikan menyebabkan masyarakat tidak dapat mendaftar secara online dan proses pencetakan tidak dapat dilakukan.

Hal ini tentu mempengaruhi kinerja dari para pegawai berkaitan dengan motivasi para pekerja. Sebagaimana dijelaskan oleh Abraham Maslow dalam Widyanti (2017:133) bahwasanya motivasi diambil dari teori kebutuhan hirarki dengan susunan: (1)Kebutuhan fisiologis, (2)Kebutuhan rasa aman. (3)Kebutuhan sosial, (4)Aktualisasi diri, dan (5)Kebutuhan Penghargaan. Permasalahan ini tentunya bisa saja berpengaruh pada motivasi para pegawai dimana pegawai membutuhkan rasa aman dan kebutuhan aktualisasi diri. Kehadiran sejumlah problematika yang dialami oleh pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam menjadikan pacuan bagi penulis perihal pelaksanaan penelitian yang lebih komprehensif mengenai “Analisis Hubungan Motivasi Kerja dan

(8)

8

Kemampuan Kerja dengan Kinerja Pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam”

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja (X1) dengan kinerja pegawai (Y) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam?

2. Apakah terdapat hubungan antara kemampuan kerja (X2) dengan kinerja pegawai (Y) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam?

3. Apakah terdapat hubungan antara motivasi kerja (X1) dan kemampuan kerja (X2) secara bersama-sama dengan kinerja pegawai (Y) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam?

4. Bagaimana kontribusi hubungan motivasi kerja(X1) dan kemampuan kerja (X2) dengan kinerja pegawai (Y) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis hubungan antara motivasi kerja (X1) dengan kinerja pegawai (Y) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam

2. Menganalisis hubungan antara kemampuan kerja (X2) dengan kinerja pegawai (Y) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam

3. Menganalisis hubungan antara motivasi kerja (X1) dan kemampuan kerja (X2) secara bersama-sama dengan kinerja pegawai (Y) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam

(9)

9

4. Untuk menganalisis kontribusi hubungan motivasi kerja (X1) dan kemampuan kerja (X2) dengan kinerja pegawai (Y) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam

1.4 Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat yang mampu memberikan wawasan pengetahuan dan menjadi landasan pengetahuan untuk penelitian berikutnya yang sejenis mengenai kinerja pegawai.

2. Kegunaan Praktis

Sejumlah manfaat praktis dari hadirnya penelitian ini dapat dilihat demikian:

a. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan mampu menyajikan masukan kepada pemerintah yang mampu dipergunakan saat proses pengambilan keputusan guna peningkatan kinerja pegawai.

b. Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat memperoleh informasi tentang kinerja pegawai.

c. Bagi Peneliti

Hasil dari penelitian ini diharapkan memiliki kemampuan dalam dijadikan rekomendasi serta sebagai referensi ketika melaksanakan penelitian serta landasan penelitian perihal hubungan kemampuan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja pegawai di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Batam.

(10)

10 1.5 Kajian Teori

1.5.1 Penelitian Terdahulu

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu No. Judul Penelitian/Nama

Peneliti/Jurnal

Metode Penelitian/Teori

Hasil Penelitian 1 Improving Employee

Performance through Work Motivation and Self- Efficacy mediated by job satisfaction

Dini Yunita Ayundasari, Achmad Sudiro, dan Dodi Wirawan Irawanto.

Journal of Applied Management (JAM) 2017, Vol. (15). pp 587-599.

Pendekatan Kuantitatif Menurut Bernadin (1993) kinerja pegawai dapat diukur berdasarkan 6 kriteria yaitu kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu, efektivitas biaya, kebutuhan pengawasan, dampak hubungan individu

Hasil dari penelitian ini adanya pengaruh antara motivasi kerja, kepercayaan diri dengan kinerja karyawan dan kepuasan kerja sebagai perantara di Badan Perizinan dan Investasi Daerah Provinsi Kalimantan Timur

2 Effect of Compensation and Motivation to Employee Performance through Commitment Aryo Widagdo, Djoko Setyo Widodo, dan Partogi Saoloan Samosir Scholars Journal of Economics, Business and Management (SJEBM) 2018, Vol. 5(4). pp. 319- 325.

Pendekatan Kuantitatif Menurut Bernadin dan Russell kinerja pegawai dapat diukur berdasarkan 6 kriteria yaitu kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu, efektivitas biaya, kebutuhan pengawasan, dampak hubungan individu

Hasil dari penelitian ini adalah adanya pengaruh antara kompensasi, motivasi, dan komitmen organisasi terhadap kinerja pegawai dan komitmen sebagai variabel yang paling berpengaruh secara langsung terhadap kompensasi dan motivasi

3 Pengaruh Iklim

Komunikasi Organisasi terhadap Kinerja Pegawai Kantor Keluarga Berencana Jakarta Barat Dede Irawan dan Antar Venus

Jurnal Kajian Komunikasi 2016, Vol 4(2). pp. 122-

Pendekatan Kuantitatif Menurut Bernardin dan Russel dalam Sutrisno (2009:179-180)

mengajukan enam poin penilaian kinerja yaitu, kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu, efektivitas biaya, kebutuhan pengawasan,

Hasil penelitian

menunjukkan terdapat pengaruh iklim komunikasi organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja pegawai di lingkungan Kantor Keluarga Berencana Kota Administrasi Jakarta Barat.

(11)

11 No. Judul Penelitian/Nama

Peneliti/Jurnal

Metode Penelitian/Teori

Hasil Penelitian

132 dampak hubungan

individu 4 The Influence of

Motivation and Work Environment on The

Performance of

Employees Muchtar

Sinergi: Junral Ilmiah Ilmu Manajemen 2017, Vol 6(2). pp 27-40

Pendekatan Kuantitatif Teori Kebutuhan Maslow terdiri dari beberapa kebutuhan yang hirearkis yaitu, fisiologi, rasa

aman, sosial,

penghargaan diri, dan aktualisasi diri

Hasil dari penelitian ini bahwa terjadi pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai PGRI Ronggolawe Tuban

5 Pengaruh Gaya

Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Camat Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin Hendriyaldi

Jurnal Benefita 2019, Vol 4(1). pp. 26-38)

Pendekatan Kuantitatif Menurut Suwatno (2016) pengukuran kinerja dilihat dari kemampuan pribadi, kemampuan kerja, dan kemampuan perilaku.

Hasil penelitian

menunjukkan secara parsial gaya kepemimpinan tidak berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai dan budaya organisasi berpengaruh positif

signifikan terhadap kinerja pegawai. Sedangkan secara simultan bahwa gaya kepemimpinan dan budaya organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pegawai.

6 Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Kinerja Pegawai Pada Biro Rektor Universitas

Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Safran Efendi Pasaribu dan Kariono

Jurnal Administrasi Publik (JAP) 2014, Vol 2(2). pp 177-195.

Pendekatan Kuantitatif Menurut Mangkunegara (2005) faktor yang mempengaruh kinerja

adalah faktor

kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation)

Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa iklim organisasi sangat mempengaruhi kinerja pegawai Biro Rektor Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan. Hal ini dapat dilihat dari data dimana 35,6% dan sisanya sebesar 64,4% dipengaruhi oleh faktor lain seperti tingkat upah, pelatihan, gaya kepemimpinan, jaminan sosial, jaminan kelangsungan kerja, menciptakan sistem

(12)

12 No. Judul Penelitian/Nama

Peneliti/Jurnal

Metode Penelitian/Teori

Hasil Penelitian kerja yang optimal, dan lain sebagainya

7 The Influence of Working Ability and Work Environment to the Performances of Civil Servants by Motivating of

Employees Work

Information Defense of Land Arrangement Indonesia

Dodi Fahrurozi, Suhorto, Ella Siti Chaeriah

International Journal of Multidiciplinary Research and Development 2017, Vol. 4(12). pp 163-171.

Pendekatan kuantitatif Menurut Mangkunegara (2009:75) indikator untuk mengukur kinerja pegawai secara individu yaitu kualitas, kuantitas, pelaksanaan tugas, dan tanggu jawab

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada pengaruh kemampuan kerja dan lingkungan kerja secara bersama-sama dan sebagian terhadap kepatuhan terhadap kinerja pegawai negeri, ada pengaruh motivasi terhadap kepatuhan terhadap kinerja pegawai negeri

8 The effect of ability and motivation on job satisfaction and

employee performance Rabiyatul Jasiyah, H.

Mansyur Ramli, H. Bahar Sinring, St. Sukmawati Archives of Business Research 2018. Vol.

6(12). pp 12-23.

Pendekatan Kuantitatif Menurut Mangkunegara (2013) kinerja pegawai memiliki beberapa indikator yaitu kuantitas kerja, kualitas kerja, efisiensi, usaha pegawai dalam menyelesaikan tugas, standar pegawai, efesiensi waktu,

kemampuan, dan

pengetahuan pegawai

Hasil penelitian adalah adanya pengaruh pada kepuasan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja

pegawai PT PLN

(PERSERO)

9 Pengaruh Kepuasan Komunikasi Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Di Sekretariat DPRD Kota Singkawang

Kurnia Riyantini dan Agus Triyono

Jurnal Kajian Ilmu Komunikasi 2016, Vol 46(2). pp 223-240

Pendekatan Kuantitatif Menurut Bernadin (1993) kinerja pegawai dapat diukur berdasarkan 6 kriteria yaitu kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu, efektivitas biaya, kebutuhan pengawasan, dampak hubungan individu.

Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh positif yang signifikan antara kepuasan komunikasi organisasi terhadap kinerja pegawai di Sekretariat DPRD Kota Singkawang

(13)

13 No. Judul Penelitian/Nama

Peneliti/Jurnal

Metode Penelitian/Teori

Hasil Penelitian

10 Pengaruh Remunerasi dan Motivasi Kerja pada Kinerja PNS

Muhammad Nawawi, Ahmad Alim Bachri, Dahniar

Jurnal Wawasan

Manajemen 2018, Vol 6(3). pp 285-294.

Menurut Dharma dan Agus (1991:105) indikator dari kinerja pegawai adalah kuantitas kerja, kualitas kerja, dan ketepatan waktu atau kesesuaian waktu.

Hasil dari penelitian ini adalah remunerasi dan motivasi kerja baik secara simultan maupun parsial berpengaruh secara positif terhadap kinerja PNS

Berlandaskan penelitian relevan terdahulu, terdapat perbedaan di antara masing- masing peneliti terdahulu. Penelitian yang berjudul Pengaruh Iklim Komunikasi Organisasi terhadap Kinerja Pegawai Kantor Keluarga Berencana Jakarta Barat oleh Dede Irawan dan Antar Venus. Lokus dari penelitian ini di Kantor Keluarga Berencana Kota Administrasi Jakarta Barat. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwasanya aspek kepercayaan dan kejujuran yang terjalin diantara tenaga kerja serta orientasi terhadap tujuan kinerja pegawai yang tinggi memiliki implikasi yang signifikan terhadap kinerja pegawai. Aspek partisipasi pegawai perihal pengambilan keputusan, transparansi komunikasi terhadap pegawai serta kemampuan mendengar saat berkomunikasi tidak berpengaruh secara signifikan, tetapi menyumbangkan kontribusi positif terhadap kinerja pegawai di lingkungan Kantor Keluarga Berencana Kota Administrasi Jakarta Barat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis ialah pemakaian variabel, penulis menggunakan variabel motivasi dan kemampuan kerja serta kinerja pegawai, sedangkan penelitian ini mempergunakan variabel iklim komunikasi dan kinerja pegawai. Namun terdapat persamaan yakni terkait variabel kinerja pegawai

(14)

14

sehingga penelitian terdahulu ini menjadi salah satu pedoman bagi penulis perihal pelaksanaan sejumlah langkah penelitian yang berkaitan dengan kinerja pegawai,

Penelitian lain yang berjudul The Influence of Motivation and Work Environment on The Performance of Employees yang diteliti oleh Muchtar memberikan hasil penelitian yang berbeda. Lokus dari penelitian ini di Universitas PGRI Ronggolawe Tuban. Hasil penelitian ini adalah bahwasanya motivasi kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.

Tidak hanya motivasi kerja, melainkan lingkungan kerja juga berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Lingkungan kerja menjadi variabel yang membedakan penelitian penulis dengan penelitian ini. Penelitian ini berkontribusi pada penelitian penulis dari penggunaan variabel motivasi dan kinerja pegawai yang akan dipakai peneliti sebagai contoh dalam analisis hasil penelitian dan sekaligus memperkuat atau sebagai bahan perbandingan hasil temuan peneliti.

Penelitian lain yang berjudul The Effect of Ability and Motivation on Job Satisfaction and Employee Performance yang diteliti oleh Rabiyatul Jasiyah, dkk memiliki hasil yang berbeda. Lokus dari penelitian ini di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia (DJPBN) Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian ini adalah kemampuan kerja dan motivasi kerja seorang pegawai berpengaruh secara langsung terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tertulis terletak pada lokus dan informan kuesioner penelitian, namun penelitian ini

(15)

15

memiliki kesamaan fokus penelitian sehingga penelitian ini dipakai dijadikan pedoman bagi peneliti perihal pelaksanaan penelitian termasuk proses analisis.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Muhammad Nawawi, Ahmad Alim Bachri, dan Dahniar dengan judul Pengaruh Remunerasi dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS). Lokus dari penelitian ini di Kantor Rektorat Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwasanya remunerasi dan motivasi kerja secara simultan dan parsial memiliki pengaruh secara positif terhadap kinerja. Penelitian ini memiliki 1 variabel yang berbeda dengan peneliti dan lokus yang berbeda, namun masih terdapat variabel yang sama yakni motivasi kerja dan kinerja pegawai sehingga penelitian ini nantinya menjadi salah satu pertimbangan bagi penulis dalam melaksanakan penelitian.

Dari penelitian terdahulu yang dipakai oleh penulis, semuanya memiliki kesamaan dengan penelitian penulis terkait metode penelitian yang dipakai yakni penelitian kuantitatif, perbedaan terdapat pada jenis variabel yang dipakai, dengan demikian peneliti akan memakai penelitian terdahulu sebagai contoh atau pedoman penulis perihal pelaksanaan penelitian maupun sebagai pendukung hasil penelitian penulis.

1.5.2 Administrasi Publik

Administrasi adalah upaya serta aktivitas yang berkaitan perihal penyelenggaraan kebijaksanaan guna tercapainya tujuan. Administrasi dalam arti sempit dipahami sebagai aktivitas yang terdiri dari pencatatan, penyuratan, pembukuan ringan, pengetikan, agenda, dan lain-lain yang sifatnya teknis ketatausahaan. Secara luas,

(16)

16

administrasi memiliki makna sebagai keseluruhan sinergitas antara dua orang atau lebih perihal pencapaian tujuan tertentu secara berdaya guna serta berhasil guna.

Chandler dan Plano dalam Keban (2014:3) mengemukakan bahwasanya administrasi publik dipahami sebagai mekanisme koordinasi guna perencanaan, pengimplementasian, serta pengelolaan (manage) sejumlah konsensus dalam kebijakan publik. Kedua tokoh tersebut mengeksplanasikan pula bahwasanya administrasi publik dipahami sebagai seni dan ilmu (art and science) dengan maksud guna melakukan pengaturan public affairs serta pelaksanaan tugas yang sah. Administrasi publik sebagai disiplin ilmu memiliki tugas guna menyelesaikan sejumlah persoalan publik melalui revisi ataupun penyempurnaan khususnya di sektor organisasi, sumber daya manusia dan keuangan.

Menurut Kettle dalam Keban (2014:4) terminologi administrasi publik kerap kali digantikan oleh para ahli ilmu politik dengan “birokrasi”. Kemudahan dalam melakukan analisa serta menyelami varian makna “birokrasi” menjadi wujud frasa yang paling lazim dipergunakan oleh masyarakat luas. Tidak hanya itu saja, variasi makna tersebut memiliki kemungkinan berasal dari terminologi

“publik”. “Publik” sejatinya dapat dipahami sebagai masyarakat luas sebagai lawan dari individu namun “publik” merujuk pula kepada mereka yang berkerja guna kepentingan masyarakat luas atau dipahami sebagai “lembaga pemerintah”.

Dimock dan Fox dalam Keban (2014:5) berpendapat bahwasanya administrasi publik dipahami sebagai barang dan jasa yang diekspetasikan guna menyajikan pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat selaku konsumen. Makna ini memiliki indikasi adanya keterkaitan erat administrasi

(17)

17

publik ditinjau dari aspek ekonomi atau dalam kacamata wirausaha yang menghasilkan produk berupa pelayanan atau jasa.

Starling dalam Keban (2014:5) meninjau administrasi publik sebagai keseluruhan yang dicapai pemerintah, atau dilaksanakan sebagai konsekuensi janji saat kampanye pemilihan. Penekanan terhadap the accomplishing side of government serta seleksi kebijakan publik menjadi penting dalam pemahaman ini.

Nigro dan Nigro dalam Keban (2014:5) menyatakan bahwasanya administrasi publik dipahami sebagai upaya sinergitas kolektif dalam suatu lingkungan publik, yang terdiri dari tiga aspek yakni yudikatif, legislatif, dan eksekutif, memiliki peranan strategis perihal perencanaan kebijakan publik sehingga menjadi bagian dan proses politik memiliki perbedaan yang nyata perihal prosedur baku apabila diperbandingkan dengan administrasi swasta, serta berhubungan dengan sejumlah kelompok swasta dan pribadi perihal penyajian layanan pada rakyat.

Berlandaskan gagasan para ahli yang sudah dijelaskan, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwasanya administrasi publik adalah sebuah cara atau upaya yang dilakukan pemerintah untuk menyajikan layanan publik dengan efektivitas serta efisiensi terhadap segenap rakyat.

1.5.3 Paradigma Administrasi Publik

Paradigma dipahami sebagai suatu pola pikir, nilai, metode, prinsip dasar, ataupun upaya pemecahan suatu persoalan, yang telah diadopsi oleh suatu masyarakat ilmiah pada periode tertentu (Kuhn dalam Keban, 2014:31). Paradigma administrasi negara setidaknya telah terjadi enam paradigma.

(18)

18

Paradigma pertama disebut sebagai paradigma “Dikotomi Politik dan Administrasi” (1900-1926). Pemisahan antara politik dan administrasi dalam lembaga legislatif yang memiliki tanggungjawab mengekspresikan kehendak serta keinginan rakyat, dengan badan eksekutif yang memiliki tanggungjawab guna mewujudkan dan mengimplementasikan keinginan tersebut. Badan yudikatif dalam konteks ini berfungsi untuk memberikan bantuan kepada badan legislatif.

Paradigma kedua dikenal dengan sebutan paradigma “Prinsip-Prinsip Administrasi” (1927-1937). Prinsip yang diperkenalkan adalah sejumlah prinsip administrasi sebagai fokus administrasi publik. Sejumlah prinsip yang dituangkan adalah “POSDCORB” (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, dan Budgeting) yang dapat memiliki fleksibilitas dalam pengimplementasiannya. Tetapi, lokus pada paradigma ini tidak pernah diungkap secara jelas.

Paradigma ketiga dikenal dengan sebutan paradigma “Administrasi negara yang Ilmu Politik” (1950-1970). Paradigma ini berpendapat adanya pemisahan politik dengan administrasi adalah suatu hal yang tidak nyata. Administrasi negara dalam konteks ini bukan sebagai “value-free” tetapi justru akan selalu dipengaruhi oleh nilai – nilai tertentu sehingga terjadi perselisihan. Kemudian, paradigma baru lahir dan menganggap administrasi publik sebagai ilmu politik yang membuat fokusnya menjadi tidak jelas sebab prinsip administrasi publik yang ditemukan sejumlah kekurangan.

Paradigma keempat adalah “Administrasi Publik sebagai Ilmu Administrasi” (1956-1970). Prinsip manajemen yang pernah terkenal sebelumnya,

(19)

19

berkembang secara ilmiah dan komprehensif. Seluruh fokus paradigma dikembangkan dan diasumsikan dapat diterapkan dalam administrasi publik.

Akibatnya hal ini, lokus paradigma ini menjadi tidak jelas.

Paradigma kelima adalah paradigma yang dikenal “Administrasi Publik sebagai Administrasi Publik” (1970-sekarang). Fokus pada paradigma ini adalah sejumlah teori organisasi, manajemen, dan kebijakan publik. Lokus dalam paradigma ini merupakan sejumlah problematika dalam publik serta apa saja kepentingan dalam publik. Paradigma kelima yang sebelumnya dianggap menjadi paradigma terakhir selanjutnya mengalami perkembangan hingga melahirkan paradigma baru sehingga terdapat 6 paradigma administrasi publik yang perlu dipelajari.

Paradigma keenam yang menjadi paradigma terbaru dari berkembangnya ilmu administrasi publik adalah paradigma baru dalam tatanan pengelolaan pemerintahan . Pandji Santosa dalam bukunya yang berjudul “Administrasi Publik:

Teori dan Aplikasi Good Governance” menjelaskan paradigma ini memiliki tiga pilar “governance” yakni pemerintah, sektor – sektor swasta, dan masyarakat.

Sementara itu, paradigma pengelolaan pemerintahan berkembang sebelumnya yakni “government” sebagai satu – satunya penyelenggara pemerintahan. Adanya pergeseran paradigma dari “government” ke arah “governance” yang memberikan penekanan pada terhadap kolaborasi dan kesetaraan serta keseimbangan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat madani (civil society), maka dikembangkan paradigma baru dalam administrasi publik yang dipahami sebagai kepemerintahan yang baik (good governance).

(20)

20

Paradigma “Good Governance” memiliki makna sinergitas serta konstruktivisme antar negara, sektor – sektor swasta, dan masyarakat (society).

Konteks ini mengisyaratkan bahwasanya, penyelenggara pemerintah yang mengembangkan dan mengimplementasikan sejumlah prinsip seperti profesionalisme, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Syarat bagi terciptanya “good governance”, yang dipahami sebagai landasan dalam pengimplementasiannya, meliputi partisipatoris, rule of law (penegakan hukum), transparansi, daya tanggap (responsiveness), konsensus, kesamaan hak, efektivitas dan efisiensi, dan akuntabilitas (Santosa, 2008).

Secara bersamaan di Amerika Serikat timbul sebuah paradigma baru yang populer sekali dan membawa perubahan yang sangat progresif yakni “Reinventing Government” dikemukakan oleh D. Osborne dan T. Gaebler dalam Keban (2014:35) lalu dioperasionalisasikan oleh Osborne dan Plastrik dalam Keban (2014:35). Paradigma ini mengharuskan penyelenggara pemerintah untuk bersifat katalitik, pemberdayaan terhadap rakyat, berupaya untuk menciptakan suasana kompetitif, berorientasi pada misi, memperdulikan hasil, menjunjung tinggi kepentingan pelanggan, berjiwa wirausaha, antisipatif terhadap kemunculan problematika, bersifat desentralistis, dan berorientasi pada pasar.

Negara Inggris memahami paradigma tersebut dengan istilah New Public Management (NPM). Paradigma ini berpendapat bahwasanya paradigma yang sebelumnya yaitu administrasi klasik dianggap kurang efektif perihal penyelesaian sejumlah problematika dan dalam menyajikan layanan publik, termasuk

(21)

21

memberdayakan masyarakat. Menurut Hood dalam Keban (2014:36), tujuh komponen doktrin dalam NPM, yakni:

1. Penggunaan manajemen profesional dalam sektor publik 2. Pemakaian indikator kinerja

3. Dominasi penekanan pada kontrol hasil atau output 4. Pergeseran perhatian ke unit-unit yang lebih kecil 5. Pergeseran ke kompetisi yang lebih tinggi

6. Penekanan gaya sektor swasta pada praktek manajemen

7. Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih tinggi dalam penggunaan sumberdaya

Paradigma NPM dilihat sebagai sebuah pendekatan dalam administrasi publik yang mempergunakan sejumlah pemahaman yang bersumber pada sektor lain agar menciptakan operasional pemerintahan yang lebih fleksibel (Vigoda dalam Keban, 2014:36).

Pada tahun 2003, atau kurang lebih sepuluh tahun kemudian muncul lagi paradigma baru yang diusulkan oleh J.V. Denhardt dan R.B. Denhardt dengan sebutan “New Public Services (NPS)”. Kedua tokoh ini memberi agar beralih dari pemahaman administrasi klasik dan Reinventing Government atau NPM dan menerapkan pemahaman New Public Services. Denhardt dan Denhardt dalam Keban (2014:37)menyatakan bahwasanya administrasi publik wajib:

1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat bukan sebagai konsumen (service citizen, not customers)

2. Mengutamakan kepentingan publik (seek the public interest)

(22)

22

3. Lebih menghargai kewarganegaraan daripada kewirausahaan (value citizenship over entrepreneurship)

4. Berpikir strategis dan bertindak demokratis (think strategically, act democratically)

5. Menyadari bahwasanya akuntabilitas bukan hal yang mudah (recognize that accountability is not simple)

6. Melayani daripada mengendalikan (service rather than steer)

7. Menghargai orang, bukannya produktivitas semata (value people, not just productivity)

Berlandaskan paradigma dalam administrasi publik yang sudah dijelaskan, penelitian ini termasuk pada paradigma “New Public Management (NPM)”. Hal ini dibuktikan berlandaskan dari karakteristik New Public Management dalam administrasi publik yakni memiliki orientasi pada kinerja, penegakkan good governance, serta penciptaan pemerintah yang good better. Sehingga, tugas dan tanggungjawab dapat dilaksanakan sesuai dengan ekspektasi rakyat.

1.5.4 Manajemen Publik

Pengertian manajemen ditinjau secara etimologis bersumber dari terminologi

“manus” (tangan) dan “agree” (melakukan) yang disatukan menjadi kata

“manage” dalam Bahasa Inggris yang memiliki arti mengurus atau “managiere”

dalam Bahasa Latin bermakna melatih. Manajemen merupakan sebuah proses yang secara khusus meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan guna penentuan dan pencapaian sasaran yang telah

(23)

23

diidentifikasi dengan penggunaan sumber daya manusia dan lainnya (George Terry dalam Syafiie, 2010:49).

Manajemen publik berbeda dengan “scientific management”, meskipun manajemen publik terpengaruh erat oleh “scientific management”. Manajemen publik tidak dipahami sebagai “policy analysis”, tidak dipahami pula sebagai administrasi publik, melakukan refleksi terhadap sejumlah tekanan orientasi

“rational-instrumental” pada satu pihak, dan orientasi politik kebijakan di pihak lain.

J. Steve Ott, Albert C. Hyde dan Jay M. Syafritz dalam Pasolong (2014:83) berpendapat bahwasanya ketika 1990-an, terjadi transisi dalam manajemen publik diiringi sejumlah isu paling krusial, yakni: (1)privatisasi merupakan sebuah alternatif oleh pemerintah dalam menyajikan layanan publik, (2)akuntabilitas dan rasionalitas, (3)kontrol dan perencanaan, (4)pengangguran dan keuangan, dan (5)produktivitas sumber daya manusia. Isu tersebut menjadi tantangan bagi lembaga pendidikan formal yang mengajarkan manajemen publik atau administrasi publik guna mencetak calon manajer publik yang profesional dan berkualitas tinggi, dan penataan dalam sistem manajemen yang lebih baik lagi.

Berlandaskan pendapat para ahli, maka dapat ditarik konklusi oleh peneliti bahwasanya manajemen publik adalah sebuah cabang ilmu yang menyatukan sejumlah fungsi manajemen seperti planning, organizing, actuating, dan controlling yang dapat berguna bagi pemerintah untuk mencapai tujuan pemerintah dan pelayanan publik.

(24)

24 1.5.5 Kinerja Pegawai (Y)

Mangkunegara dalam Arishka (2018:26) mengemukakan bahwasanya kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja yang ditinjau kualitas serta kuantitas yang mampu digapai tenaga kerja ketika menyelesaikan seluruh pekerjaan yang dilimpahkan. Berkenaan terhadap konsep kinerja, Rummler dan Brache dalam Sudarmanto (2014:7) mengklasifikasikan tiga tingkatan kinerja yakni:

1. Kinerja organisasi adalah pencapaian hasil pada tingkatan atau unit analisis organisasi. Kinerja pada tingkatan organisasi memiliki keterkaitan erat terhadap tujuan organisasi, perancangan organisasi, dan manajemen organisasi, 2. Kinerja proses adalah kinerja pada operasionalisasi yang memunculkan layanan.

Tujuan proses, rancangan proses, dan manajemen proses menjadi aspek yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian kinerja ini,

3. Kinerja individu atau pekerjaan dipahami sebagai pencapaian atau efektivitas pada tingkat pegawai atau pekerjaan. Tujuan dari sebuah pekerjaan, rancangan suatu pekerjaan, manajemen pekerjaan, dan karakteristik pribadi menjadi aspek yang memengaruhi kinerja ini.

Setiap tahapan kinerja yang sudah dijelaskan mempunyai hasil masing- masing, kesamaan yang dimiliki adalah mempunyai tujuan sama yaitu mengenai pencapaian kinerja baik organisasi maupun individu yang memiliki tolak ukur yang berbeda-beda.

Kinerja merupakan kondisi ketika individu diekspektasikan mampu berperan serta bersikap selaras dengan tugas dan beban kerja yang sudah diberikan kepadanya (Milner dalam Irawan, 2016:127). Peranan pada suatu

(25)

25

organisasi tercermin dari adanya dorongan pada individu yang menjadi pedoman dalam bertingkah laku serta menyelesaikan tugasnya.

Kinerja dipahami sebagai hasil kerja yang dicapai oleh individu atau tim pada organisasi, selaras dengan tugas dan tanggung jawab setiap pihak sebagai langkah mencapai tujuan organisasi terkait secara legal, tidak melanggar hukum, dan selaras dengan moral dan etika (Sutrisno dalam Irawan, 2016: 127). Kinerja karyawan (prestasi kerja) merupakan hasil kerja yang ditinjau dari kualitas serta kuantitas dicapai individu perihal pemenuhan tugasnya selaras dengan tanggung jawab yang dilimpahkan (Mangkunegara dalam Pasaribu, 2014:187).

Uraian definisi kinerja pegawai dari para ahli di atas apabila ditarik konklusi menghasilkan definisi bahwasanya kinerja pegawai ialah hasil atau tingkat keberhasilan seorang pegawai ketika melakukan penyelesaian tugas selaras dengan dengan tujuan, visi, dan misi organisasi/lembaga pada waktu tertentu.

Selanjutnya, Mathis dan Jackson dalam Yasri (2016:7) mengungkapkan sejumlah aspek yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai, yakni, (1)Kemampuan mereka; (2)Motivasi; (3)Dukungan yang diterima; (4)Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan; dan (5)Hubungan mereka dengan organisasi.

Mangkunegara dalam Yasri (2016:7) juga mengemukakan bahwasanya sejumlah aspek yang memiliki pengaruh pada kinerja pegawai dalam organisasi adalah:

1. Faktor Kemampuan

Ditinjau dari aspek psikologis, kemampuan tenaga kerja tersusun atas kemampuan potensi (IQ) serta kemampuan realita (pendidikan). Sehingga,

(26)

26

terdapat indikasi bahwasanya penempatan tenaga kerja yang selaras dengan kemampuan yang dimiliki mutlak untuk diterapkan.

2. Faktor Motivasi

Pembentukan motivasi bersumber pada sikap (attitude) tenaga kerja ketika berhadapan dengan situasi (situation) kerja.

Dharma dan Agus dalam Nawawi (2019:287) mengemukakan teori kinerja pegawai dengan beberapa indikator yaitu, (1)Kuantitas kerja, yakni akumulasi yang dihasilkan pada periode waktu yang sudah ditetapkan, (2)Kualitas kerja, yakni kualitas pekerjaan sebagai output yang wajib diselesaikan, dan (3)Ketepatan atau kesesuaian waktu, yakni berkaitan dengan keselarasan durasi penyelesaian pekerjaan dengan standarisasi durasi yang direncanakan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Selanjutnya, menurut Bernardin dan Russel dalam Irawan (2016:127) mengajukan beberapa indikator penilaian kinerja pegawai yakni:

1. Kualitas kerja (Quality) adalah parameter yang mengukur proses atau hasil pelaksanaan aktivitas mendekati kesempurnaan ataupun mendekati tujuan yang diekspektasikan.

2. Kuantitas Kerja (Quantity) adalah akumulasi yang dihasilkan contohnya siklus pelaksanaan aktivitas.

3. Ketepatan waktu (Timeliness) adalah parameter yang mengukur kemampuan penyelesaian aktivitas dengan periode yang selaras dengan perintah.

4. Efektivitas biaya (Cost Efectiveness) adalah parameter pengukuran terhadap pemakaian pemaksimalan sumber daya organisasi (manusia, keuangan,

(27)

27

teknologi, dan material) dalam rangka pencapaian maksimum ataupun meminimalisir kerugian pada penggunaan sumber daya

5. Kebutuhan pengawasan (Need for Supervisor) adalah parameter pengukuran terhadap kemampuan tenaga kerja menyelesaikan pekerjaannya tanpa kehadiran pengawasan seorang supervisor sebagai langkah preventif terhadap unsur-unsur tidak dikehendaki.

6. Dampak hubungan individu (Interpersonal Impact) ialah tingkatan seberapa jauh pegawai menjaga harga diri, nama baik, dan sinergitas terhadap kolega serta bawahannya.

1.5.6 Motivasi Kerja (X1)

Motivasi membahas mengenai bagaimana caranya seorang pemimpin dapat memberikan pedoman terhadap keseluruhan tenaga kerja yang ia miliki supaya dapat meningkatkan produktivitasnya yang berimplikasi pada tergapainya seluruh tujuan utama organisasi. Motivasi menjadi hal yang sangat krusial sebab motivasi merupakan suatu hal yang memicu perilaku manusia agar dapat menjalankan pekerjaan serta memiliki animo yang diinginkan.

Edwin B. Lippo dalam Hasibuan (2017:143) mengemukakan bahwasanya motivasi dipahami sebagai kemampuan dalam memberikan arahan pada tenaga kerja serta organisasi supaya berkeinginan bertugas dengan berhasil, sehingga keinginan tenaga kerja dan tujuan organisasi tercapai seluruhannya secara bersama-sama. Merle J. Moskowits dalam Hasibuan (2017:143) mengungkapkan bahwasanya motivasi secara umum didefinisikan sebagai sebuah wujud inisiatif

(28)

28

serta pedoman tingkah laku serta pengajaran motivasi sesungguhnya dipahami sebagai pengajaran perilaku.

Seorang pemimpin dituntut agar mengetahui terlebih dahulu apa yang diinginkan seorang pegawai supaya dapat memotivasi mereka untuk melakukan pekerjaan. Keinginan untuk diakui, dihormati, serta status sosial adalah varian kebutuhan yang memicu seseorang agar bekerja. Motivasi merupakan keinginan yang terkandung dalam individu yang memicunya agar melaksanakan sejumlah tindakan (G.R Terry dalam Pasolong, 2017:145).

Motivasi dapat tampak dalam perbedaan dua sudut pandang. Pertama, ditinjau dari aspek aktif/dinamis, motivasi terlihat sebagai upaya positif dalam menggerakan, melimpahkan, dan memberikan pedoman pada daya serta potensi tenaga kerja, sehingga tercapainya tujuan yang disahkan sebelumnya. Kedua, apabila ditinjau dari aspek pasif/statis, motivasi akan terlihat sebagai kebutuhan beriringan pula sebagai perangsang guna mampu menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan potensi tenaga kerja manusia tersebut ke arah yang dikehendaki.

Berlandaskan pendapat para ahli yang sudah dijelaskan, maka dapat ditarik konklusi oleh peneliti bahwasanya motivasi kerja merupakan dorongan yang didapat atau dimiliki oleh seorang individu sehingga terdorong agar mampu melakukan tindakan selaras dengan arahan yang didapatkan. Pasolong (2017:146) menuliskan bahwasanya terdapat beberapa tujuan dari motivasi, yakni:

1. Untuk melakukan peningkatan moral dan kepuasan kerja karyawan 2. Untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan

3. Untuk mempertahankan stabilitas sumber daya manusia pada perusahaan

(29)

29

4. Untuk melakukan peningkatan terhadap kedisiplinan tenaga kerja 5. Untuk implementasi efektivitas tenaga kerja

6. Untuk membangun suasana dan hubungan kerja yang baik

7. Untuk melakukan peningkatan terhadap pertumbuhan tenaga kerja yang loyal, kreatif, dan aktif.

8. Untuk melakukan peningkatan terhadap kesejahteraan tenaga kerja

9. Untuk meninggikan tingkat tenaga kerja yang bertanggungjawab atas seluruh tugasnya.

10. Untuk mengupayakan peningkatan atas pemakaian sejumlah alat serta material yang efektif.

Terdapat dua metode motivasi yang dapat dilakukan, yakni metode motivasi langsung (direct motivation) dan motivasi tidak langsung (indirect motivation). Motivasi langsung adalah motivasi (materiil dan nonmaterial) yang dilimpahkan secara langsung pada masing-masing individu pegawai guna pemenuhan atas kebutuhan serta kepuasannya. Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang dilimpahkan hanya berupa sejumlah fasilitas yang mendorong serta mendukung semangat kerja/kelancaran tugas supaya para pegawai mengalami kebetahan serta merasakan semangat ketika melaksanakan pekerjaannya.

Terdapat teori motivasi yang diungkap oleh beberapa para ahli. Frederick Winslow Taylor dalam Pasolong (2017:153) menginisiasi teori motivasi klasik atau teori motivasi kebutuhan tunggal. Teori ini menyatakan bahwasanya manusia berkeinginan untuk melakukan pekerja dengan ketekukan guna melakukan

(30)

30

pemenuhan terhadap kebutuhan fisik/biologisnya, berwujud uang/barang bersumber pada kinerjanya.

Maslow dalam Pasolong (2017:153) mengemukakan juga teori motivasi yang dinamakan Maslow’s Need Hierarchy Theory. Hierarki Kebutuhan mengikuti teori jamak yang dipahami bahwasanya individu bertindak sebab munculnya pemicu agar tercapainya pemenuhan berbagai jenis kebutuhan.

Maslow mengemukakan bahwasanya, kebutuhan yang diinginkan individu dikarakteristikan berjenjang, sehingga jikalau tercapainya pemenuhan atas kebutuhan pokok, kebutuhan tingkat kedua akan muncul menjadi kebutuhan primer dan begitu juga berikutnya. Sejumlah kebutuhan tersebut yaitu:

1. Kebutuhan fisiologi yaitu kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan secara fisik seperti peralatan kerja, fasilitas kantor, sarana dan prasarana kerja, dan sebagainya.

2. Kebutuhan keamanan yang dipahami sebagai kebutuhan akan bebas dari ancaman seperti keselamatan, perlindungan, jaminan pensiun, asuransi kecelakaan, dan lain-lain

3. Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan sosial, teman, afiliasi, interaksi, kasih sayang, diterima dengan baik, dan lain-lain

4. Kebutuhan penghargaan yaitu kebutuhan atas apresiasi dari karyawan dan masyarakat lingkungannya seperti status, titel, simbol-simbol, promosi, dan lain-lain

(31)

31

5. Kebutuhan aktualisasi diri yaitu kebutuhan akan pengaktualisasian pribadi melalui penggunaan kemampuan, keterampilan, dan potensi yang optimal guna menggapai prestasi kerja

Menurut David Mc Cleland dalam Pasolong (2017:162) pegawai memerlukan tiga wujud kebutuhan yang wajib terpenuhi yakni kebutuhan atas prestasi (needs for achievement), kebutuhan atas kelompok pertemanan (needs for affiliation) dan kebutuhan atas kekuasaan (needs for power). Berlandaskan teori ini sejumlah kebutuhan tersebut mampu dirancang dan dicanangkan pengembangannya dengan pengalaman dan pelatihan. Menurut George dan Jones dalam Tjiong (2019:2) indikator motivasi kerja yaitu perilaku karyawan, usaha karyawan, kegigihan karyawan.

Elida Prayitno dalam Masni (2015:10) menyatakan bahwasanya motivasi tersusun atas 2 tipe, yang terdiri atas (1) motivasi intrinsik, serta (2) motivasi ekstrinsik. Model tersebut secara rinci adalah terlihat demikian:

a. Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik merupakan keinginan berperilaku yang dipicu sejumlah aspek yang bersumber dari dalam diri (internal).Kepuasan muncul tak kala penyelesaian atas pekerjaan tersebut terlaksana (Thornburgh dalam Masni, 2015:10). Singgih D.

Gunarsa (2008:50) mengemukakan bahwasanya motivasi intrinsik dipahami sebagai dorongan ataupun kehendak yang kuat bersumber pada internal pribadi.

Motivasi intrinsik yang intens pada pribadi berimplikasi pada kecenderungan penampakan perilaku kuat dalam pencapaian tujuan.

b. Motivasi Ekstrinsik

(32)

32

Adanya motivasi ekstrinsik disebabkan oleh tujuan pokok individu melaksanakan aktivitas dalam pencapaian tujuan yang berasal di luar pengajaran itu sendiri, ataupun absennya keterlibatan tujuan dalam proses pengajaran. Motivasi ekstrinsik dimaknai sebagai keseluruhan yang dihimpun dengan observasi pribadi maupun menggunakan saran, rekomendasi, ataupun pacuan dari pihak lain (Singgih D. Gunarsa, 2008:51).

Motivasi kerja dapat dimaknai sebagai dorongan yang didapat atau dimiliki oleh seseorang sehingga individu tersebut terpacu untuk dalam melaksanakan hal sesuai dengan pedoman yang dilimpahkan.

Motivasi kerja para pegawai dan hubungannya pada kinerja pegawai dalam penelitian ini diketahui dengan penggunaan 2 jenis yakni motivasi intrinsik dan ekstrinsik yang indikatornya dapat menggunakan indikator kebutuhan milik Maslow:

1. Motivasi Intrinsik, dipahami sebagai keinginan berperilaku yang dipicu oleh suatu aspek yang bersumber pada internal individu, tersusun atas:

a. Kebutuhan fisiologi yaitu kebutuhan dasar untuk mendukung kegiatan kerja, seperti peralatan kerja, fasilitas kantor, sarana dan prasarana kantor, dan lain – lain,

b. Kebutuhan keamanan yang dipahami sebagai kebutuhan akan bebas dari pengancaman seperti keselamatan, perlindungan, jaminan pensiun, asuransi kecelakaan, dan sebagainya,

(33)

33

c. Kebutuhan pengaktualisasian diri yakni kebutuhan akan peningkatan kualitas diri melalui optimalisasi pemakaian kemampuan, keterampilan, dan potensi demi tercapainya tujuan organisasi.

2. Motivasi Ekstrinsik sebagai keseluruhan yang dihimpun dengan observasi pribadi maupun menggunakan saran, rekomendasi, ataupun pacuan dari pihak lain. Terdiri dari:

a. Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan sosial, teman, afiliasi, interaksi, kasih sayang, diterima dengan baik, dan lain-lain

b. Kebutuhan penghargaan yaitu kebutuhan atas apresiasi dari karyawan dan masyarakat lingkungannya seperti status, titel, simbol-simbol, promosi, dan sebagainya.

1.5.7 Kemampuan Kerja (X2)

Kemampuan merupakan suatu hal yang dipunyai seorang individu serta didefinisikan sebagai bawaan lahir atau pengasahan ataupun praktek (Menurut Robbins dalam Raharjo, 2016:4). Menurut Gibson dalam Pratama (2018:120) kemampuan memiliki hubungan kental terhadap kemampuan fisik dan mental yang dikuasai oleh seorang individu guna pelaksanaan bekerja serta hal – hal yang tidak hendak dilaksanakannya. Kemampuan diketahui sebagai sifat bawaan dari lahir atau diasah sehingga dapat menjalani penyelesaian atas keseluruhan tugasnya.

Istilah kemampuan dimaknai sebagai apa yang diekspetasikan di tempat kerja, serta menekankan pada pengetahuan, keahlian, serta sikap yang memerlukan konsistensi serta kesesuaian terhadap prosedur baku saat pengimplementasiannya (Sinungan, 2003:67). Stoner dalam Raharjo (2016:4)

(34)

34

mengemukakan bahwasanya kemampuan kerja (ability) adalah tenaga dalam pelaksanaan suatu tindakan yang terdiri atas pengetahuan dan penguasaan ptenaga kerja perihal pelimpahan tugas secara teknikal.

Robbins dalam Pratama (2017:123) mengemukakan indikator kemampuan kerja yaitu kesanggupan kerja, pendidikan, dan masa kerja. Stoner dalam Raharjo (2017:4) juga berpendapat bahwasanya indikator kinerja adalah pengetahuan, pelatihan, pengalaman, keterampilan, dan kesanggupan kerja.

Penelitian ini menggunakan indikator kemampuan kerja menurut Hersey dan Blanchard (dalam Koleangan, 2017:4358-4359) mengelompokkan kemampuan kerja ke dalam beberapa indikator demikian:

1. Kemampuan teknis merupakan kapabilitas pemakaian pengetahuan metode, teknik serta peralatan yang dipakai perihal penyelesaian tugas serta pengalaman dan pelatihan yang dihimpunnya.

2. Kemampuan konseptual merupakan kapabilitas dalam mengerti perihal tingkat kompleksnya organisasi serta adaptasi bidang gerak dari setiap unit ke dalam sektor operasionalisasi organisasi secara komprehensif yang dasarnya setiap pribadi mengerti akan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya sebagai tenaga kerja.

3. Kemampuan sosial merupakan kapabilitas dalam bersinergi bersama pihak lain, menjadi negosiator, dan sebagainya.

Berlandaskan penjelasan pengertian kemampuan kerja dari para ahli dapat ditarik konklusi oleh peneliti bahwasanya kemampuan kerja merupakan potensi

(35)

35

atau kesanggupan pribadi guna melaksanakan sesuatu yang diekspektasikan mampu terlaksana dengan baik selaras dengan standar baku yang disahkan.

1.5.8 Hubungan antara Motivasi Kerja (X1) dengan Kinerja Pegawai (Y) Menurut hasil penelitian McClelland, Edward Murray, dan Miller dan Gordon W.

dalam Mangkunegara (2017:76) ditarik konklusi bahwasanya terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan pencapaian kinerja. Menurut Nawawi dalam Meidianwar (2014:473) mengatakan bahwasanya motivasi keadaan yang memicu ataupun menjadi penyebab terlaksananya suatu tindakan oleh individu.

Menurut Gibson dalam Meidianwar (2014:473) motivasi dipahami sebagai kekuatan yang memicu tenaga kerja serta menjadi pedoman atas tindakan.

Mangkunegara dalam Koleangan (2017:4357) menyatakan bahwa ada dua faktor yang menjadi pemicu atas tumbuhnya motivasi yakni 1) motivasi intrinsik, yakni kesediaan tenaga kerja dalam bekerja dipicu oleh ketertarikan serta kesenangannya pada pekerjaan, pemaknaan atas kontribusinya, kepuasan, dan kebahagiaan dalam dirinya. Faktor intrinsik berwujud upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status prosedur organisasi, dan lain-lain, 2) motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi dipicu melalui perolehan atas katalisator diluar. Faktor ekstrinsik dapat berupa prestasi, apresiasi, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan lain-lain.

Motivasi merupakan aspek paling krusial dalam hidup serta berkontribusi dalam terimplementasinya keberhasilan usaha atau pekerjaan manusia.

Berlandaskan penelitian yang dilakukan oleh Koleangan (2017:4361-4362) diketahui adanya pengaruh positif antara motivasi kerja terhadap kinerja pegawai.

(36)

36

Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai dipahami sebagai pengaruh yang positif dan signifikan.

Motivasi diyakini sebagai karakteristik psikologis manusia yang memberikan sumbangsih perihal komitmen pribadi. Motivasi memiliki pengaruh terhadap kinerja pegawai. Seorang pegawai dalam melaksanakan pekerjaan atau beban tugasnya membutuhkan motivasi untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut.

Masing-masing pegawai harus mempunyai motivasi kerja yang tinggi pada sejumlah tugas yang dilimpahkan kepadanya. Motivasi kerja yang tinggi dapat mempengaruhi tingkat prestasi kerja atau kinerja seseorang dan mampu menghasilkan pekerjaan yang maksimal.

Motivasi juga berkaitan dengan ketekunan. Artinya ketekunan dipahami sebagai parameter perihal sejauh mana durasi seseorang dapat mempertahankan usahanya dan setiap pribadi yang termotivasi bertahan melaksanakan suatu tugas dalam durasi yang cukup lama sebagai langkah pencapaian tujuan mereka. Hal ini berhubungan dengan indikator kinerja tentang kualitas seseorang dalam bekerja yaitu semakin tinggi intensitasnya maka kualitas pegawai juga akan semakin baik, karena terdorong untuk giat dalam bekerja. Selain itu, dimensi ketekunan juga berpengaruh terhadap waktu dalam bekerja, karena apabila pegawai termotivasi mempertahankan usahanya maka mereka menggunakan durasi panjang demi tercapainya tujuan.

Mangkunegara (2017:76-77) berpendapat bahwasanya terdapat dua teknik untuk meningkatkan motivasi seorang karyawan, terdiri dari; 1) Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan suatu upaya untuk memenuhi

(37)

37

kebutuhan seorang pegawai terlebih dahulu sehingga seorang pemimpin dapat memotivasi kerja para pegawainya, 2) Teknik komunikasi persuasive merupakan teknik yang dilaksanakan melalui pemberian pengaruh secara ekstralogis.

Pimpinan wajib memberikan perhatian pada pegawai perihal urgensi tujuan dari suatu pekerjaan sehingga menimbulkan minat pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan. Hal ini diharapkan pegawai akan bekerja dengan motivasi tinggi sehingga dapat meningkatkan kinerjanya. Motivasi memiliki pengaruh terhadap kinerja seorang pegawai. Jikalau tenaga kerja mempunyai motivasi kerja yang kuat maka kinerja yang hendak dihasilkan akan semakin baik dan berlaku pada kondisi yang sebaliknya.

1.5.9 Hubungan antara Kemampuan Kerja (X2) dengan Kinerja Pegawai (Y) Setiap individu memiliki kemampuan kerja yang berbeda satu sama lain.

Kemampuan kerja akan dimanfaatkan seorang individu untuk dapat meningkatkan kinerjanya dalam suatu organisasi. Setiap tenaga kerja pada suatu organisasi juga mempunyai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berbeda-beda dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan terhadapnya. Tingkat kesalahan yang dilakukan oleh seorang pegawai dan ketepatan dalam mengerjakan beban tugas yang diberikan juga berbeda. Hal ini tergantung pada kemampuan masing-masing pegawai. Perbedaan inilah yang menjadi dasar bahwasanya tingkat kemampuan masing-masing pegawai tentunya akan berbeda dan tidak bisa disamakan.

Menurut Sulistiyani dalam Afni (2016:6) kinerja seseorang dipahami sebagai sinergitas antara kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Simanjuntak dalam Afni (2016:7) mengemukakan bahwa

(38)

38

sejumlah aspek memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja yang dapat diklasifikasikan pada 3 kategorisasi yakni: 1) kompetensi individu seperti kecerdasan, motivasi kerja, disiplin bekerja, dan etos kerja. 2) dukungan organisasi seperti penyediaan sarana dan prasarana, dan kenyamanan, lingkungan kerja dan 3) dukungan manajemen seperti kepemimpinan, hubungan yang aman dan harmonis, dan pengembangan karir.

Menurut hasil penelitian Pratama dan Wardana (2017:126) dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Kemampuan Kerja dan Semangat Kerja terhadap Kinerja Karyawan melalui Kepuasan Kerja (Studi Kasus Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Kendal) bahwasanya kemampuan kerja yang terdiri dari kemampuan teknis, kemampuan konseptual, dan kemampuan hubungan interpersonal yang dimiliki oleh pegawai memiliki pengaruh secara signifikan antara variabel kemampuan kerja dengan kinerja pegawai pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Kendal.

Kemampuan kerja masing – masing individu adalah aspek krusial yang perlu menjadi perhatian organisasi publik. Tenaga kerja yang mempunyai kemampuan dalam mengatasi segala persoalan yang kemungkinan muncul di masa mendatang menjadi aspek pendukung keberhasilan tercapainnya tujuan organisasi publik. Jika kemampuan kerja seseorang tinggi maka berimplikasikan pada terciptanya kinerja yang baik dan tinggi begitu juga sebaliknya. Keith Davis dalam Mangkunegara (2017:13) mengemukakan bahwasanya salah satu aspek yang memberikan pengaruh terhadap pencapaian kinerja ialah faktor kemampuan yang tersusun atas kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge +

(39)

39

skill). Kinerja yang baik akan tercipta jikalau tenaga kerja telah mengenyam pendidikan yang selaras dengan jabatan yang ia emban serta memiliki kemampuan yang baik dalam menyelesaikan seluruh tugas dan tanggungjawabnya.

Kemampuan dari masing – masing individu memiliki pengaruh terhadap kinerja. Kemampuan tersebut terdiri dari kemampuan seseorang dalam menggunakan metode, teknik, dan peralatan yang dipakai guna menyelesaikan tugas, kemampuan untuk memahami tugas, fungsi, serta tanggung jawabnya, dan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain. Kinerja yang optimal membutuhkan kemampuan kerja dari pegawai yang optimal pula, sehingga semakin baik kemampuan yang dipunyai seorang tenaga kerja akan berimplikasi pada hasil kerja yang semakin baik pula.

1.5.10 Hubungan antara Motivasi Kerja (X1) dan Kemampuan Kerja (X2) dengan Kinerja Pegawai (Y)

Kinerja pegawai dalam keberlangsungan suatu organisasi merupakan hal yang sangat penting. Kinerja seorang pegawai dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki dan motivasi yang dilakukan dengan cara menyediakan kebutuhan- kebutuhan pegawai. Kemampuan kerja antar satu pegawai dengan pegawai lainnya sangat berbeda. Masing-masing pegawai memiliki caranya sendiri dalam menghadapi dan menyelesaikan masalahnya di dalam penyelesaian tugasnya. Hal ini menyebabkan perbedaan pencapaian kinerja individu masing-masing pegawai.

Kemampuan kerja seorang pegawai merupakan hal yang paling penting yang harus dipertahankan. Kemampuan setiap pegawai diharapkan dapat membantu sebuah organisasi untuk mencapai tujuan organisasinya. Hal ini

(40)

40

menuntut organisasi harus senantiasa mempertahankan dan mengembangkan lebih lagi kemampuan kerja setiap pegawai di dalam organisasinya. Organisasi hendaknya harus memberikan pelatihan terhadap potensi-potensi yang dimiliki para pegawainya dan memberikan motivasi agar kinerja yang dihasilkan dapat optimal sesuai yang diharapkan.

Hasil penelitian yang dilaksanakan Tessa dan Zusmawati pada artikel ilmiah berjudul Pengaruh Kemampuan Kerja dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Padang menunjukkan bahwasanya kemampuan kerja dan motivasi kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Padang. Hal ini semakin mendukung adanya hubungan antara kemampuan kerja dan motivasi kerja dengan kinerja pegawai

Organisasi dalam hal ini harus melaksanakan tugasnya yaitu dengan pemberian motivasi berupa penghargaan (reward) kepada para pegawainya. Hal ini diharapkan dapat merangsang atau memberikan stimulus terhadap pegawainya untuk dapat bekerja lebih baik lagi. Pemberian penghargaan juga dapat diharapkan dapat bisa meningkatkan semangat kerja seorang individu untuk meningkatkan kemampuannya sehingga tingkat kinerja individu dapat meningkat.

Kemampuan setiap pegawai yang berbeda merupakan satu hal yang harus dihargai oleh sebuah organisasi. Organisasi hendaknya harus peduli terhadap pegawainya sehingga pegawai tersebut merasa nyaman berada di dalam organisasi tersebut sehingga dapat menimbulkan motivasi kerja. Adanya penghargaan yang

(41)

41

diberikan oleh organisasi menimbulkan kompetisi pemimpin maupun pegawai untuk meningkatkan kemampuan kerjanya. Hal ini nantinya dapat memberikan pengaruh secara positif terhadap kinerja pegawai dan keberlangsungan organisasi tersebut.

(42)

42 1.6 Kerangka Teoritis

Kinerja Pegawai (Y) Indikator:

1. Kualitas Kerja 2. Kuantitas Kerja 3. Ketepatan Waktu 4. Efektivitas Biaya 5. Kebutuhan

Pengawasan

6. Dampak Hubungan Individu

Motivasi Kerja (X1) Indikator:

1. Motivasi Intrinsik a. Kebutuhan Fisiologis b. Kebutuhan Rasa Aman c. Kebutuhan Aktulisasi

diri

2. Motivasi Ekstrinsik a. Kebutuhan Sosial b. Kebutuhan Penghargaan

Kemampuan Kerja (X2) Indikator:

1. Kemampuan Teknis 2. Kemampuan

Konseptual 3. Kemampuan

Interpersonal/Sosial Menurut Maslow dalam

Pasolong (2017:153), indikator motivasi kerja sebagai berikut:

1. Kebutuhan Fisiologis 2. Kebutuhan Rasa Aman 3. Kebutuhan Sosial 4. Kebutuhan Penghargaan 5. Kebutuhan Aktualisasi

Diri

Indikator kemampuan kerja menurut Stoner dalam Raharjo (2017:4) 1. Pengetahuan

(knowledge)

2. Pelatihan (training) 3. Pengalaman (experience) 4. Ketrampilan (skill) 5. Kesanggupan kerja

Indikator kemampuan kerja menurut Hersey dan

Blanchard dalam Koleangan (2017:4358-4359)

1. Kemampuan Teknis 2. Kemampuan Konseptual 3. Kemampuan Sosial

Menurut Elida Prayitno dalam Masni (2015:10) indikator motivasi kerja sebagai berikut:

1. Motivasi Intrinsik 2. Motivasi Ekstrinsik

Kinerja Pegawai

(Y)

Referensi

Dokumen terkait

Mengkaji dan membanding kebolehan loji pandu pada tekanan penepu dan kadar alir yang berbeza dalam sistem penepu bagi memastikan nilai kepekatan buih udara yang paling

comfortable and no anxiety”, “The topic is easy to understand and students enjoy the materials”, “I think working with peer is enjoyable”, “I like this

Bersumber pada tabel.126 diketahui nilai signifikan variabel dalam penelitian ini yaitu perilaku organisasi kolegial (X) terhadap variable produktivitas kerja (Y)

[r]

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa gejala bahasa merupakan perubahan bentuk kata dalam suatu bahasa yang mengakibatkan makna

ular tangga akuntansi terhadap motivasi belajar pada mata pelajaran hitung.. Pengukuran dilakukan dengan melihat motivasi siswa kelas X Akuntansi. dalam mata pelajaran

KANDUNGAN PEMBELAJARAN STANDARD OBJEKTIF CADANGAN AKTIVITI PENGUASAA TAHAP N (TP

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk Untuk mengetahui strategi