• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENJATUHAN VONIS PENJARA PADA TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENJATUHAN VONIS PENJARA PADA TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr)"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

Muhammad Rizal Efendi NIM. S20184015

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

FAKULTAS SYARIAH

2022

(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Pidana Islam (S.H) Fakultas Syariah

Program Studi Hukum Pidana Islam

Disusun dan diajukan oleh : Muhammad Rizal Efendi

NIM. S20184015

Pembimbing :

Mohamad Ikrom. S.H.I, M.S.I NUP. 201603106

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

FAKULTAS SYARIAH

2022

(3)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Pidana Islam (S.H) Fakultas Syariah

Program Studi Hukum Pidana Islam

Oleh :

Muhammad Rizal Efendi NIM. S20184015

Disetujui Pembimbing

Mohamad Ikrom. S.H.I, M.S.I

NUP. 201603106

(4)

PENJATUHAN VONIS PENJARA PADA TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM (Studi Putusan Pengadilan Negeri

Jember Nomor 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr)

SKRIPSI

Telah diuji dan diterima untuk memenuhi salah satu Persyaratan memperoleh gelar Hukum Pidana Islam (S.H)

Fakultas Syariah

Program Studi Hukum Pidana Islam

Hari : Jumat

Tanggal : 30 Desember 2022

Tim Penguji

Ketua Sekretaris

Sholikul Hadi, S.H., M.H. Yudha Bagus Tunggala Putra, M.H.

NIP. 19750701200901009 NIP. 198804192019031002 Anggota:

1. Dr. H. Rafid Abbas, M.A ( )

2. Mohamad Ikrom. S.H.I, M.S.I ( )

Menyetujui Dekan Fakultas Syariah

Prof. Dr. Muhammad Noor Harisudin, M.Fil.I NIP. 197809252005011002

(5)

MOTTO



















































































Artinya : "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar."(QS. An-Nisa' Ayat 34)1

1 Depag RI, Alquran dan Terjemah, 34.

(6)

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terlaksanakan. Dan sebagai tanda terimakasih, saya persembahkan karya sederhana ini kepada :

1. Kedua orangtua saya Ibu (Rusmiyati) dan Bapak (Joko Santoso) tersayang yang tiada hentinya untuk mendoakan putra tercintanya, adik saya (Muhammad Marfel Dwi Saputra), seluruh keluarga besar saya yang selalu mendoakan dan memberi semangat hingga saat ini

,

serta pasangan hidup saya (Della Kus Febriyanti) yang selalu memberi semangat dan menemani dalam hal apapun.

2. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah yang telah sabar dan ikhlas mendidik dan memberi ilmu pengetahuan kepada penulis.

3. Dosen Pembimbing, Bapak Mohammad Ikrom, S.H.I., M.S.I yang telah membimbing dengan sabar, mengarahkan, serta memotivasi saya.

4. Teman-teman seperjuangan Hukum Pidana Islam 2018 kelas HPI 1 yang telah mendukung segala hal hingga skripsi selesai.

5. Almamater UIN KHAS Jember yang memberikan kesempatan untuk menuntut ilmu dan pengalaman bagi penulis.

(7)

KATA PENGANTAR ِمْيِحَّرلا ِنٰمْحَّرلا ِهٰ للا ِمْسِب

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillah, Tiada kata yang lebih sempurna kecuali ucapan rasa syukur ke hadirat Allah Swt. atas nikmat, ridho dan pertolongannya, penelitian ini sebagai tugas akhir dalam bentuk skripsi dapat terselesaikan. Indahnya salam dan sejuknya shalawat selalu tercurahkan kepada nabi yang mulia, Muhammad Saw.

Penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga, kepada seluruh kerabat, civitas akademika, bapak/ibu dosen Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember, terkhusus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE., MM. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember yang telah menerima penulis menjadi mahasiswa UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Noor Harisuddin, M. Fil.I. selaku Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember yang telah membagi ilmu dan pengalaman selama penulis berada dalam naungan Fakultas Syariah.

3. Bapak Dr. Abdul Wahab, M.H.I. selaku Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember yang telah memberi motivasi kepada penulis.

4. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Mohammad Ikrom, S.H.I., M.S.I Dosen pembimbing yang tak pernah lelah dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, memotivasi penulis.

(8)

5. Civitas akademika Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember, Bapak/Ibu dosen yang membimbing saya dari semester awal hingga akhir.

6. Sahabat Perjuanganku, Mahasiswa Hukum Pidana Islam angkatan 2018 yang selalu menerima segala kekuranganku, dan kepada semua kerabat, temanteman, salam hormat penulis sampaikan.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih belum sempurna.

Penulis sangat berharap atas kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk pembaca. Amin ya Robbal Alamin.

Jember, 8 Desember 2022

Penulis

(9)

ABSTRAK

Muhammad Rizal Efendi, 2022 : Penjatuhan Vonis Penjara Pada Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Pidana Islam (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr).

Kata Kunci: KDRT, Putusan Pengadilan, Vonis Penjara.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yakni tindakan yang melanggar hak asasi manusia serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Dalam Islam tindakan KDRT ini dilarang, hal tersebut telah tercantum dalam Al-Qur'an dan Hadits. Apabila kekerasan ini berulang-ulang terjadi akan menimbulkan dampak yang serius kepada korban yakni istri, karena seorang istri bukanlah sebuah barang yang digunakan dan di sia-siakan sesuai keinginan namun seorang suami harus menghormati dan menghargai seorang istri, sama halnya yang dilakukan istri terhadap suami. Maka, pelaku KDRT harus diberi sanksi pidana yang sesuai dan dapat memberikan efek jera serta sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

Dengan demikian dibutuhkan kepekaan hakim dalam menganalisis, mempertimbangkan, dan menjatuhkan vonis, sebagaimana dalam Putusan Nomor 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr.

Fokus kajian yang diteliti dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimanakah Pandangan Hukum Positif Terkait Vonis Penjara Pada Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor: 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr,- Tentang Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga?. 2)Bagaimanakah Pandangan Hukum Pidana Islam Terkait Vonis Penjara Pada Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor:

598/Pid.Sus/2021/PN Jmr,- Tentang Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga?.

Untuk mengidentifikasi permasalahan tersebut, metode penelitian yang digunakan yaitu normatif. Pendekatan penelitian yaitu yuridis normative, dengan fokus mengkaji Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor: 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr, Penelitian ini dianalisis menggunakan hukum positif dan hukum Islam tentang penjatuhan vonis penjara pada tindak pidana terhadap kekerasan dalam rumah tangga.

Hasil penelitian ini diantaranya : 1) Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr, merupakan bentuk putusan Ultra Petita dimana dalam penjatuhan pidana hakim melebihi dari batas maksimal ancaman pidana yang ditetapkan pasal 44 ayat (4) yakni pidana penjara paling lama 4 bulan. Sedangkan dalam amar putusan tersebut hakim memvonis terdakwa dengan hukuman 6 bulan penjara, dalam hal tersebut penjatuhan pidana yang melebihi ancaman pidana tidak dibenarkan karena bertentangan dengan asas legalitas. 2) Berdasarkan Analisis Hukum Pidana Islam Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr merupakan jarimah penganiayaan, sanksi yang diberikan kepada terdakwa jarimah kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yakni sanksi ta‟zir yang berkenaan dengan kemerdekaan berupa hukuman penjara selama 6 bulan, yang pada prinsipnya mengacu pada menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari kemudharatan.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Kajian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Istilah ... 9

F. Sistematika Pembahasan ... 11

BAB II PEMBAHASAN A. Penelitian Terdahulu ... 13

B. Kajian Teori ... 16 BAB III METODE PENELITIAN

(11)

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Pendekatan Penelitian ... 39

C. Sumber Bahan Hukum ... 40

D. Teknik Pengumpulan Bahan ... 40

E. Analisis Bahan Hukum ... 40

BAB IV PEMBAHASAN PENELITIAN A. Putusan 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr ... 41

B. Penyajian Hasil Penelitian ... 51

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82 LAMPIRAN – LAMPIRAN

Matriks Penelitian

Pernyataan Keaslian Tulisan

Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr Biodata Penulis

(12)

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu ... 15

(13)

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1.1 Data Catatan Tahunan Komnas Perempuan ... 3

(14)

PernikahanXC atau Perkawinan adalah hal yang sakral serta menjadi salah satu kewajiban bagi umat Islam yang telah mampu untuk menjalaninya.

Pernikahan dapat menyelamatkan seseorang dari perbuatan yang tidak baik yaitu perzinahan, maka dari itu pernikahan menjadi hal yang wajib dilaksanakan.2 Pada pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menyebutkan bahwa “Pernikahan atau perkawinan merupakan ikatan batin antara dua insan seorang pria dan seorang wanita yang menjadi suami istri dengan tujuan kuat yaitu membentuk kebahagiaan rumah tangga (keluarga) yang kekal berlandaskan ketuhanan Yang Maha Esa”,3 seperti yang disebutkan pasal tersebut bahwa pernikahan memiliki tujuan membangun kebahagian dan ketentraman dalam keluarga. Setiap anggota keluarga menjadikan rumah tangga sebagai tempat yang aman, karena keluarga dibentuk dengan jalinan ikatan lahir batin oleh suami dan istri.

Dimana perilaku tersebut saling memberikan rasa cinta, saling menghormati, setia serta saling memberi diantara keduanya.

Pada pasal 3 Kompilasi Hukum Islam atau KHI menyebutkan bahwa tujuan dari perkawinan yaitu mewujudkan kehidupan keluarga yang sakinah

2 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Hukum Fiqih Legkap), (Bandung : PT. Sinar Baru Algensindo, 1994 ), 381.

3 Sekretariat Negara RI, Undang-Undang Nomor.16 Tahun 2019 sebagai Perubahan atas Undang-Undang Nomor.1 Tahun 1974.

(15)

mawaddah warahma.4 Terwujudnya hal tersebut didasari oleh peranan serta tanggung jawab kedua belah pihak yakni suami dan istri yang berlandaskan syariat islam. selain itu terwujudnya tujuan perkawinan adanya pemahaman antara hak dan kewajiban antara kedua belah pihak yang menjalani ikatan tersebut.

Menyeimbangkan antara hak dan kewajiban seorang suami dan istri serta dapat memiliki kehidupan yang damai di dalam rumah tangga merupakan idaman bagi setiap pasangan. Namun, impian tersebut tidak akan terwujudkan apabila terdapat adanya kekerasan dalam rumah tangga.

Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga disebabkan tidak adanya kerjasama antara suami maupun istri. Kerjasama dalam rumah tangga dibutuhkan pemahaman antara hak dan kewajiban, adanya sikap menghargai dan menghormati pasangan dan membantu pasangan dalam hal apapun.5

KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap orang-orang yang berada di dalam satu lingkup keluarga yang korban ataupun pelakunya bisa siapa saja, dalam hal tersebut sangat berbahaya. Didalam keluarga mayoritas yang menjadi sasaran segala bentuk kekerasan adalah perempuan, termasuk adanya pemukulan, perkosaan, penyerangan seksual dan bentuk kekerasan lainnya. Faktor dari adanya ketergantungan ekonomi, memaksa perempuan untuk bertahan pada hubungan yang didasarkan atas kekerasan. Bentuk-bentuk kekerasan ini menempatkan

4 Tim Permata Press, Kompilasi Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta : Permata Pres, 2003), 2.

5 M. Tahir Maloko, Dinamika Hukum Perkawinan, (Makasar : Alauddin University Press, 2012), 203.

(16)

perempuan pada resiko kekerasan dan paksaan.6 Munculnya KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) tersebut terjadi karena adanya kesalah pahaman antara suami dan istri. Apabila hal tersebut tidak segera diselesaikan nantinya akan menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga.

Berdasarkan perolehan data catatan tahunan Komnas Perempuan (Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan) pada tahun 2022.

Menunjukan jumlah laporan pada tahun 2021 mencapai 338.496 kasus, dimana tahun 2021 tercatat sebagai tahun dengan jumlah kasus kekerasan perempuan tertinggi yakni mengalami kenaikan 50% dari tahun sebelumnya yaitu di tahun 2020 sebesar 226.062 kasus. Kenaikan tersebut sebanyak 112.434 dari tahun 2020 lalu, kasus di tahun 2021 tersebut menjadi yang tertinggi selama 10 tahun terakhir. Berikut data catatan tahunan Komnas Perempuan.7

135,170

180,746 185,458 204,794 163,116

230,881

280,185 302,686 226,062

338,496

0 100,000 200,000 300,000 400,000

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan (KBGtoP) 2012-2021

Sumber : Komnas Perempuan

Gambar 1.1

Data Catatan Tahunan Komnas Perempuan

6 Pusat Kajian Wanita dan Gender UI, Hak Azasi Perempuan : Instrumen Hukum Untuk Mewujudkan Keadilan Gender, 55.

7Komnas Perempuan, Catatan Tahunan tentang Kekerasan terhadap Perempuan, (Jakarta, 2022)

(17)

Perolehan data-data tersebut terkumpul dari 3 sumber yakni dari Komnas Perempuan ada 3.838 kasus, dari 129 lembaga layanan sebanyak 7.029 kasus, dan dari Badan Peradilan Agama (Badilag) berjumlah 327.629 kasus. Dari data tersebut tercatat jumlah kasus kekerasan terhadap istri sebesar 771 kasus.8

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri atau sering disebut dengan KDRT yakni tindakan yang melanggar hak asasi manusia serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Apabila kekerasan ini berulang-ulang terjadi akan menimbulkan dampak yang serius kepada korban yakni istri, karena seorang istri bukanlah sebuah barang yang digunakan dan di sia-siakan sesuai keingan namun seorang suami harus menghormati dan menghargai seorang istri, sama halnya yang dilakukan istri terhadap suami.9 Dalam kehidupan agama dan kemanusiaan merupakan dua konsep yang menyatu dan tidak bisa dipisahkan, karena dalam agama diatur mengenai sirkulasi seluruh kehidupan manusia.

Dalam agama penjelasan mengenai kekerasan dalam rumah tangga dijelaskan dalam Al-Qur‟an Surah An-Nisa ayat 34 yang berbunyi :













































8 CATAHU Komnas Perempuan 2022.

9 Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd dan Abdullah bin Al-Ju‟aitsan, Durhaka Suami Kepada Istri, Terj. Muhammad Muhtadi dan Agus Suwardi (Solo : Kiswa media, 2015), 1117.

(18)







































Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”10

Dari hal ini, telah jelas terlihat bahwa dalam ayat diatas menganjurkan untuk menasehati istri yang tidak taat (nusyuz) dengan cara yang baik-baik.

Kalau dengan cara tersebut (menasehati) tidak berhasil, maka suami boleh mencoba berpisah tempat tidur dengan istrinya dan jika tidak berubbah juga, barulah memukul dengan pukulan yang tidak mengenai muka dan tidak meningalkan bekas. Seseorang yang melakukan penyimpangan terhadap keluarga harus diperingatkan secara bertahap dan berujung dengan hukuman takzir. Dengan adanya keadilan serta menegakkan kebenaran yang berprinsipkan ajaran Islam, maka akan tercipta keluarga yang damai dan sejahtera.11

Di Indonesia terdapat Undang-Undang tentang kekerasan dalam keluarga yang tertuang pada UU RI No. 23 Tahun 2004 mengatur mengenai

10 Depag RI, Alquran dan Terjemah, 34.

11 Lomba Sultan, Penegakan Keadilan Hakim Dalam Prespektif Alquran, Jurnal Al- Qadāu, Vol 1 No 2, (2014).

(19)

kekerasan dalam keluarga yang berkaitan dengan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) disebutkan bahwa adanya kekerasan yang terjadi di rumah tangga merupakan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama pada perempuan, yang mengakibatkan penderitaan fisik atau kesengsaraan, seksual, psikologis, dan atau terampasnya kemerdekaan secara melawan hukum di dalam lingkup keluarga atau rumah tangga. Penindasan yang dilakukan oleh laki-laki rentan terjadi pada perempuan sebagai korban penindasan, hal tersebut sering terjadi di dalam rumah tangga.12

Seperti kasus yang terjadi pada 28 Juni 2021, di Dusun Sumbercandik Desa Panduman Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember pada Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr. Dalam kasus tersebut pelaku tindak pidana kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang bernama M.Taram berusia 39 tahun adalah suami dari Siti Murni alias B.Halimah yang merupakan korban. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jember memutus terdakwa dengan pertimbangan pasal 44 ayat (4) dengan hukuman 6 (enam) bulan, sementara tuntutan Jaksa Penuntut umum dengan hukuman 4 (empat) bulan dengan dikurangi terdakwa berada dalam tahanan sementara, di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pasal 44 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan.13

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti dikarenakan hakim kurang mempertimbangkan asas legalitas yang ada dalam

12 M. Irfan Syaifuddin, “Konsepsi Marital Rape Dalam Fikih Munakaha” Jurnal al- ahkam, Vol 3 No 2, (2018), 172.

13 Putusan Nomor 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr

(20)

kasus tersebut. Suatu perbuatan yang bagaimanapun harus dicela, tidaklah dihukum, jika tidak dari semula sudah diadakan larangan oleh atau atas kuasa Undang-undang.14 Dalam hukum Pidana Islam, Tuhan tidak menjatuhkan hukuman kepada manusia sebelum memberitahukan kepada mereka melalui Rasulnya, maka mengikuti nash-nash diatas jelaslah bahwa dalam Islam tidak ada kejahatan tanpa pemberitahuan jelas, dan tiada pidana tanpa peringatan.15

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian skripsi ini dilakukan dengan judul “PENJATUHAN VONIS PENJARA PADA TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr)”.

B. Fokus Kajian

Sebagaimana penjelasan yang tertera dalam latar belakang maka penulis mengfokuskan penelitian ini menjadi beberapa fokus masalah yakni sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Pandangan Hukum Positif Terkait Vonis Penjara Pada Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor:598/Pid.Sus/2021/PN Jmr,- Tentang Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga ?

2. Bagaimanakah Pandangan Hukum Pidana Islam Terkait Vonis Penjara Pada Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor:598/Pid.Sus/2021/PN Jmr,- Tentang Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga ?

14 R. Tresna, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta : PT.Tiara Lta, 1959), 34.

15 R. Tresna, 97.

(21)

C. Tujuan Penelitian

Penulisan skripsi ini dibuat karena memiliki tujuan yang jelas dan siap untuk dipertanggung jawabkan, tujuan penelitian ini antara lain:

1. Untuk Mengetahui Pandangan Hukum Positif Terkait Vonis Penjara Pada Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor:598/Pid.Sus/2021/PN Jmr,- Tentang Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

2. Untuk Mengetahui Pandangan Hukum Pidana Islam Terkait Vonis Penjara Pada Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor:598/Pid.Sus/2021/PN Jmr,- Tentang Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ialah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan pengetahuan dan wawasan mengenai bagaimana penjatuhan vonis penjara terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang ditinjau berdasarkan Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah) dan Hukum Positif.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan tentang penjatuhan vonis penjara terhadap tindak

(22)

pidana kekerasan dalam rumah tangga yang ditinjau berdasarkan Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah) dan Hukum Positif.

b. Bagi Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq Jember

Hasil Penulisan ini diharapkan bisa memberikan kontribusi dalam menambah wawasan kepustakaan khususnya prodi Hukum Pidana Islam supaya dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.

c. Bagi Aparat Penegak Hukum

Diharapkan dengan adanya penelitian ini menjadikan pertimbangan dalam mengadili suatu kasus yang sama dengan penelitian ini.

d. Bagi Masyarakat

Hasil Penulisan ini diharapkan untuk menjaga serta melindungi hak dan kewajiban dalam rumah tangga antara suami dan istri agar terhindar dari perbuatan yang melanggar hukum sesuai undang-undang perkawinan agar terciptanya keluarga yang harmonis.

E. Definisi Istilah

Definisi Istilah adalah penjelasan tentang pengertian istilah-istilah yang penting dalam judul penelitian dengan maksud tujuan agar tidak ada kesalahpahaman dalam menjabarkan istilah penelitian, dalam judul penulis ada beberapa definisi istilah yakni sebagai berikut:

(23)

1. Tindak Pidana

Tindak Pidana menurut KBBI merupakan suatu tindakan atau perbuatan kejahatan.16

2. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

KDRT adala segala bentuk ancaman, pelecehan, dan kekerasan antara dua orang yang terkait dalam hubungan pernikahan atau anggota keluarga lain.17

3. Perspektif

Perspektif adalah sebuah perilaku atau tingkah kita dalam membaca suatu keadaan dengan pandangan kita sendiri dengan cara kita menyikapi suatu pandangan tersebut. Atau cara kita berpandangan terbuka akan suatu dengan gelobal.18

4. Hukum Pidana Islam

Hukum Pidana Islam sering disebut dengan fiqh jinayah yang memiliki pengertian sebagai berikut, jinayah dalam istilah syara‟ yaitu setiap perbuatan yang dilarang. Dan perbuatan yang dilarang itu adalah setiap perbuatan yang oleh syara‟ dilarang untuk melakukannya karena adanya bahaya terhadap agama, jiwa, akal, kehormatan atau harta benda.19

16https://kbbi.lektur.id/tindak-pidana (Diakses pada tanggal 27 Juli 2022, Pukul 19.00 WIB)

17 https://kbbi.lektur.id/kasus-kekerasan-dalam-rumah-tangga (diakses pada tanggal 26 Agustus 2022)

18Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan Dan Masalah Prevensinya, (Jakarta: sinar grafika, 2008), 47.

19 Djazuli A, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), 1.

(24)

5. Vonis Penjara

Vonis Menurut KBBI Putusan hakim (pada sidang pengadilan) yang berkaitan dengan persengketaan di antara pihak yang maju ke pengadilan hukuman (pada perkara pidana) berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan yang dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.20

F. Sistematika Pembahasan

Adanya sistematika pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran pokok secara singkat dan jelas pada penelitian secara menyeluruh.

Maka dari ini peneliti akan menguraikan secara runtut dalam bab-bab yang akan diteliti.

BAB I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Kajian Pustaka, pada bab ini terdiri dari penelitian terdahulu dan kajian teori. Penelitian terdahulu disini penulis gunakan sebagai perbandingan terhadap permasalahan yang akan dikaji, sedangkan untuk kajian teori berisi tinjaun umum mengenai permasalahan yang ingin penulis bahas yang bertujuan untuk mempermudah dalam menganalisa pembahasan.

20 P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Armico : Bandung, 1984), 69.

(25)

BAB III Metode Penelitian, yang mana dalam bab ini membahas tentang mengola serta membahas data dalam penelitian, yang bertujuan untuk memperoleh kembali pemecahan suatu permasalahan.

BAB IV Pembahasan, yang akan menjawab dari rumusan masalah yang terdapat di pendahuluan.

BAB V Penutup, yaitu terdiri dari kesimpulan dari pembahasan yang telah dibahas diatas beserta dengan saran-saran yang diberikan oleh penulis.

(26)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ada dan disusun oleh penulis untuk sebagai bukti bahwa penelitian ini benar-benar peneliti rancang sendiri tanpa ada unsur plagiasi dengan karya peneliti lainnya, adanya penelitian terdahulu ini juga untuk mengetahui perbedaan fokus masalah, metode yang digunakan peneliti dengan peneliti lainnya. Maka dari itu peneliti mencantumkan tiga karya peneliti lainnya untuk mengetahui perbedaan dan persamaan antara peneliti dengan karya peneliti lainnya.

1. Pertama, skripsi yang disusun oleh Riza Priyadi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.

Dengan Judul “Restorative Justice Pada Kasus Tidak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam”. Secara luas penelitian ini membahas mengenai tinjauan yuridis kekerasan dalam rumah tangga dan aspek pembahasannya yaitu hukum pidana positif dan hukum pidana islam dengan mengambil studi empiris terhadap putusan nomor 06/Pid.Sus/2018/PN Tgl.21 Adapun persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama meneliti kekerasan dalam rumah tangga. Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu ini dengan penelitian yang ingin diteliti yakni saya ingin menganalisis penjatuhan

21 Riza Priyadi, “Restorative Justice Pada Kasus Tidak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga”, (Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019).

(27)

vonis penjara prespektif hukum pidana islam dan hukum positif terhadap putusan hakim nomor 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr.

2. Kedua, skripsi yang disusun oleh Syahroni Kharisma Putra Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman Purwokerto 2021 dengan judul

“Pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 109/PID.SUS/2019/PN KBM)”. Dalam Skripsi ini secara luas membahas mengenai pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang mana aspek pembahasannya berujung mengarah pada ketentuan pidana positif yang dijatuhkan terhadap pelaku pada putusan nomor : 109/PID.SUS/2019/PN KBM.22 Adapun persamaan dalam penelitian ini adalah membahas mengenai pertanaggungjawaban bagi pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Maka dalam hal ini perbedaan penelitian terdahulu ini dengan penelitian yang saya teliti ialah menganalisis penjatuhan vonis penjara prespektif hukum pidana islam dan hukum positif pada putusan hakim nomor 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr.

3. Ketiga, skripsi yang disusun oleh Inayah Kholifatul Khasanah Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Prof K.H Saifuddin Zuhri Purwokerto, 2021 dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Istri Akibat Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kepolisian Resor Cilacap Perspektif UU PKDRT”.Dalam skripsi terfokus pada pembahasan mengenai pelindungan hukum terhadap perempuan yang menjadi korban kekerasan

22Syahroni Kharisma Putra, “Pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 109/PID.SUS/2019/PN KBM)”. (Universitas Jendral Soedirman Purwokerto, 2021).

(28)

dalam rumah tangga yang kemudian dihubungkan dengan aspek inti pembahsannya yaitu ketentuan pidana positif yang ada di dalam pasal 1 ayat (5), pasal 10 huruf a,b,c, dan d, dan pasal 17 di wilayah Kepolisisan Resor Cilacap.23 Adapun persamaan dalam penelitian ini adalah adalah sama-sama meneliti kekerasan dalam rumah tangga.Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu ini dengan penelitian yang ingin diteliti yakni saya ingin menganalisis penjatuhan vonis penjara prespektif hukum pidana islam dan hukum positif terhadap putusan hakim nomor 598/Pid.Sus/2021/PN Jmr.

Tabel 2.1

Tabel Persamaan dan Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu

No Judul Penelitian Persamaan Perbedaan

1. Riza priyadi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019. “Restorative Justice Pada Kasus Tidak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga”.

sama-sama meneliti

kekerasan dalam rumah tangga.

Peneliti akan menganalisis penjatuhan vonis penjara prespektif hukum pidana islam dan hukum positif terhadap putusan hakim nomor

598/Pid.Sus/2021/

PN Jmr.

2. Syahroni Kharisma Putra Soedirman Purwokerto. 2021

“Pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Tinjauan Yuridis

Putusan Nomor :

109/PID.SUS/2019/PN KBM)”.

sama-sama meneliti

kekerasan dalam rumah tangga.

Peneliti akan menganalisis penjatuhan vonis penjara prespektif hukum pidana islam dan hukum positif terhadap putusan hakim nomor

23 Inayah Kholifatul Khasanah“Perlindungan Hukum Terhadap Istri Akibat Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kepolisian Resor Cilacap Presektif UU PKDRT”, (Skripsi, Universitas Universitas Islam Negeri Prof K.H Saifuddin Zuhri Purwokerto, 2021).

(29)

598/Pid.Sus/2021/

PN Jmr. Tetapi dalam skripsi Syahroni ini lebih memfokuskan pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang mana aspek

pembahasannya berujung mengarah pada ketentuan pidana positif 3. Inayah Kholifatul Khasanah

Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Prof K.H Saifuddin Zuhri Purwokerto, 2021,

“Perlindungan Hukum Terhadap Istri Akibat Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kepolisian Resor Cilacap Presektif UU PKDRT”.

sama-sama meneliti

kekerasan dalam rumah tangga.

Peneliti akan menganalisis penjatuhan vonis penjara prespektif hukum pidana islam dan hukum positif terhadap putusan hakim nomor

598/Pid.Sus/2021/

PN Jmr.

Sedangkan pada skripsi Inayah terfokus pada ketentuan pidana positif yang ada di dalam pasal 1 ayat (5), pasal 10 huruf a,b,c, dan d, dan pasal 17.

Sumber : Data diolah B. Kajian Teori

1. Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) a. Pengertian dan Ruang Lingkup KDRT

Dalam perkawinan kekerasan rumah tangga sangat mungkin terjadi. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan

(30)

berdasarkan jenis kelamin yang berakibatkan terjadinya penderitaan perempuan secaraa fisik, seksual ataupun psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu adanya pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di publik atau didalam kehidupan pribadi, pengertian tercaantum pada pasal 1 Deklarasi PBB pada tanggal 20 Desember 1993 tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan.24

KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap orang-orang yang berada didalam satu lingkup keluarga yang korban ataupun pelakunya bisa siapa saja, dalam hal tersebut sangat berbahaya. Didalam keluarga mayoritas yang menjadi sasaran segala bentuk kekerasan adalah perempuan, termasuk adanya pemukulan, perkosaan, penyerangan seksual dan bentuk kekerasan lainnya. Faktor dari adanya ketergantungan ekonomi, memaksa perempuan untuk bertahan pada hubungan yang didasrkan atas kekerasan. Bentuk-bentuk kekerasan ini menempatkan perempuan pada resiko kekerasan dan paksaan.25

Perngertian kekerasan dalam rumah tangga juga diatur dalam pasal 1 ayat (1) UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menyatakan bahwa :

“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama permpuan, yang berakibat

24Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), 66.

25 Pusat Kajian Wanita dan Gender UI, Hak Azasi Perempuan : Instrumen Hukum Untuk Mewujudkan Keadilan Gender, 55.

(31)

timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga ”26

Ruang Linkup rumah tangga menurut pasal 1 ayat (1) UU No.

23 Tahun 2004 meliputi : 1) Suami, Istri, dan Anak

2) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang yang dimaksud huruf a karena hubungan sedarah

3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga.

b. Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Adapun berikut Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) :

1) Kekerasan Fisik, yakni perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

2) Kekerasan Psikis, yakni perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

3) Kekerasan Seksual, yakni setip perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai,

26 Mohammad Taufik Makaro dkk, Hukum Perlindungan Anak Dan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (Jakarta : Rinek Cipta, 2013, 177.

(32)

pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu yang meliputi :

a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkungan rumah tangga tersebut.

b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seseorang dalam lingkungan rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu.

4) Penelantaran Rumah Tangga, yakni perbuatan menelantarkan orang dalam lingkungan rumah tangga, padahal menurut hukum yang berlaku bagi yang bersangkutan atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk bekerja yang layak didalam atau di luar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.27

Keutuhanan dan Kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tentram, dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Negara Republik Indonesia adalah negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dijamin oleh Pasal 29 UU RI Tahun 1945. Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup rumah tangga dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus

27 Peri Umar, Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), (Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional & Justice for the Poor Program, The World Bank-Social Development Office), 6.

(33)

didasari oleh agama. Hal ini perlu terus ditumbuh kembangkan dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga.28

c. Faktor Terjadinya Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut Strauss A. Murray faktor yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai berikut : 1) Pembelaan atas kekuasaan laki-laki

Laki – laki diangga sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.

2) Diskriminasi dan pembatasan di bidang ekonomi

Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan istri ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami keilangan pekerjaan maka istri mengalami tindak kekerasan.

3) Beban pengasuhan anak

Istri yang bekerja menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalahkan istri sehingga terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

4) Wanita sebagai anak-anak

Konsep wanita sebagai hak milik bagi laiki-laki menurut hukum, mengakibatkan keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan

28 Umar, 1.

(34)

mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasana sebagai seorang bapak melakukan terhadap anaknya agar menjadi tertib.

5) Orientasi peradilan pidana pada laki-laki

Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.

Muhammad Tuafik Makarao menyebutkan bahwa menurut abdulsyani fraktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga ada dua faktor yakni :

1) Faktor Internal : Gangguan jiwa yang dialami pelaku, kondisi emosional pelaku yang labil atau watak pelaku yang tempramental, pelaku dalam kondisi anomia (kebingungan).

2) Faktor Eksternal : Faktor ekonomi, faktor bacaan atau tontonan film yang menampilkan pornografi dan kekerasan.29

d. Perspektif UU PKDRT

Kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam UU No.23 Tahun 2004 tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Larangan kekerasan dalam rumah tangga telah dijelaskan

29 Mohammad Taufik Makaro dkk, Hukum Perlindungan Anak Dan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (Jakarta : Rinek Cipta, 2013, 200.

(35)

dalam Pasal 5 UU No.23 Tahun 2004 disebut bahwa “setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara : kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, penelantaran rumah tangga. 30 e. Larangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Islam

Perbuatan suami atau istri yang mengancam keutuhan rumah tangga muslim disebut dengan Nusyuz. Dengan penjelasan nusyuz tersebut dipahami bahwa nusyuz adalah pembangkangan terhadap hak dan kewajiban suami dan istri satu sama lain. Nusyuz tidak mesti dimaknai dengan pertengkaran, tetpi cukup dengan adanya bukti suami istri tidak menjalankan kewajiban sebagai pemenuhan hak diantara keduanya.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 84, pengertian nusyuz istri adalah tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagaimana tersebut dalam Pasal 83 ayat 1, yang dimaksud adalah berbakti lahir dan batin kepada suami dalam batas-batas yang dibenarkan dalam islam. Pasal 83 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebut kewajiban istri yang lain adalah menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik - baiknya. 31

Dalam KHI Pasal 80 disebutkan bahwa kewajiban suami adalah membimbing istri, melindungi, menangung nafkah, kiswah, biaya

30 Mohammad Taufik Makaro dkk, 174.

31 Kompilasi Hukum Islam (KHI), Hukum Perkawinan Pasal 83 & 84.

(36)

rumah tangga, biaya kesehatan bagi istri dan anak-anaknya serta biaya pendidikan anak.

2. Tindak Pidana Kekerasan Fisik Dalam Rumah Tangga a. Pengertian Kekerasan Fisik

Kekerasan Fisik (Penganiayaan) merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja untuk melukai atau mencedarai orang lain.32

Dalam hukum Islam, penganiayaan adalah dengan sengaja melakukan perbuatan sehingga menimbulkan cidera atau cacat pada seseorang yang terkena perbuatan itu.33

Dalam fiqh jinayah (hukum pidana Islam) pada istilahnya tindak pidana kekerasan fisik tidak dijelaskan secara detail. Tindak pidana kekerasan fisik digolongkan kepada perbuatan tindak pidana atas selain jiwa atau jarimah penganiayaan. Penganiayaan yang dilakukan walaupun tak sampai menghilangkan nyawa seseorang, namun menimbulkan penderitaan terhadap orang yang dianiaya, maka perbuatan tersebut sangat dibenci oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

Dalam islam dijelaskan bahwa suami harus menjaga istrinya dan memperlakukan istrinya dengan baik bukan melakukan tindak kekerasan atau melakukan hal-hal yang sewenang-wenang, istri memiliki hak dalam keluarganya yaitu hak istri kepada suaminya untuk meminta cerai (khulu‟) apabila istri tidak kuat atas sikap suami yang

32 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), 33.

33 Madjloes, Pengantar Hukum Pidana Islam, (Jakarta: CV Amalia, 1980), 15

(37)

selalu menyakiti istri. Islam melindungan perempuan dengan perjanjian suami atas istrinya ketika akad nikah (Sighat Ta‟liq Talaq), sedangkan dalam Undang-undang No 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga terdiri dari empat bagian yakni kewajiban pemerintah dan masyarakat, hak-hak korban dalam kekerasan dalam rumah tangga, pemulihan korban, dan penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga melalui penerapan sanksi hukum.34 b. Sanksi Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Fisik

Menurut hukum positif secara umum kekerasan merupakan suatu tindak pidana yang melanggar aturan yang telah ditetapkan dan harus dipertanggungjawabkan. Dengan berbagai model tingkat kekerasan , salah satunya dalam rumah tangga. pada dasrnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara otomatis telah mengatur mengenai sanksi pidana bagi pelaku kekerasan yang merupakan bagian dari tindak pidana penganiayaan, namun sanksi tersebut belum mencakup secara khusus dan langsung mngenai tindak pidana kekerasan dalam keluarga. Oleh karena itu, dengan diskriminalisasikannya perbuatan kekerasan dalam rumah tangga sebagai tindak pidana dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), maka UU ini telah menjadi bagian dari sistem hukum pidana positif Indonesia.

Karena, secara yuridis semua bentuk kekerasan terhadap perempuan,

34 Ayu Wendi, “Perlindungan hukum terhadap istri yang mengalami KDRT perspektif uu pkdrt dan khi (studi kasus desa tamberu barat kec. Sokobanah kab. Sampang”

(Skripsi IAIN Jember, 2020, 59)

(38)

terutama yang terjadi di rumah tangga harus dipandang sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia.35

Dengan terbentuknya UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) memberikan kepastian hukum mengenai kekerasan fisik. Dalam hal ini pelaku kekerasan fisik diancam dalam Pasal 44 yang berbunyi :36

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).

(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah.

Sejauhmana korban mengalami kekerasan fisik dapat dibuktikan melalui visum et repertum, yakni keterangan mengenai kondisi fisik seseorang yang disertai sebab-sebabnya. visum et

35 Didid Sukardi, Kajian Kekerasan Rumah Tangga Dalam Prespektif Hukum Islam dan Hukum Positif, 45.

36 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Undang-undang No. 23 Tahun 2004, pasal 44 ayat (1-4) tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

(39)

repertum dieluarkan oleh pihak-pihak seperti psikolog yang kompeten dan lembaga yang berwenang mengeluarkannya.37

Dalam menerapkan sanksi harus memperhatikan asas legalitas.

Kata asas berasal dari bahasa Arab asasun yang berarti dasar atau prinsip, sedangkan kata “legalitas” berasal dari bahasa Latin yaitu lex (kata benda) yang berarti undang–undang, atau dari kata legalis yang berarti sah atau sesuai ketentuan undang–undang. Asas legalitas dalam hukum pidana merupakan asas yang fundamental. Sebab begitu penting untuk menentukan apakah suatu peraturan hukum pidana dapat diberlakukan terhadap tindak pidana yang sedang terjadi.38

Menurut Bambang Poernomo, apa yang dirumuskan Feuerbach mengandung arti yang sangat mendalam, dalam bahasa Latin berbunyi : nulla poena sine lege ; nulla poena sine crimine ; nullum crimen sine poena legali. Ketiga frasa tersebut kemudian dikembangkan oleh Feuerbach menjadi adagium nullum delictum, nulla poena sine praevia legi poenali.39 Montesquieu, yang menyatakan, bahwa hakim itu tidak lebih dari alat belaka, hanya sebagai “mulut undang– undang”.40

Dalam menjatuhkan pidana seorang Hakim diperbolehkan menjatuhkan hukuman diatas tuntutan jaksa penuntut umum (Ultra Petita) namun tidak diperbolehkan melebihi batas maksimal yang

37 Narudin Amiur dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islama di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2004), 29.

38 John Gilisen dan First Gorle, Sejarah Hukum : Suatu Pengatar, (Bandung : Refika Aditama, 2005), 177.

39 Eddy O.S. Hiariej, Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana, (Jakarta : Erlangga, 2009), 7.

40 Tresna, Asas – Asas Hukum Pidana, (Jakarta : PT. Tiara Lta, 1959), 36

(40)

ditetapkan oleh undang-undang. Penjatuhan pidana yang lebih ringan tidak bertentangan dengan asas legalitas, sebaliknya penjatuhan pidana yang melebihi ancaman pidana tidak dibenarkan karena bertentangan dengan asas legalitas.41

Menurut Sudharmawatiningsih berpendapat, merupakan kewenangan daripada Hakim memutus sesuai fakta persidangan dan keyakinannya memberikan pemidanaan melebihi tuntutan Jaksa Penuntut Umum jika dirasa adil dan rasional. Hakim dapat memutus lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, tetapi tidak boleh melebihi batasan maksimum ancaman pidana yang ditentukan oleh undang-undang.42

Penerapan suatu hukum atau suatu perundang–undangan sangat berkaitan dengan waktu dan tempat suatu perbuatan dilakukan. Hal ini berkaitan dengan asas legalitas yang mana tercantum di pasal 1 ayat (1) KUHP, yang berbunyi :

“Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana selain berdasarkan kekuatan ketentuan perundang–undangan pidana yang mendahuluinya”43

Makna asas legalitas menurut Wirjono Prodjodikoro adalah, bahwa sanksi pidana hanya dapat ditentukan dengan undang-undang dan ketentuan pidana tidak berlaku surut. Menurut Sudarto bahwa,

41 Muhammad Ainul Samsul, Penjatuhan Pidana dan Dua Prinsip Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Kencana, 2016), 40

42 Sudharmawatiningsih, Laporan Penelitian Pengkajian Tentang Putusan Pemidanaan Lebih Tinggi dari Tuntutan Jaksa Penuntut Umum, (Jakarta: Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Makhamah Agung Republik Indonesia, 2015), 2

43 Sekretariat Negara Republik Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 1 Ayat 1.

(41)

suatu tindak pidana harus dirumuskan dalam peraturan perundang–

undangan dan peraturan ini harus ada sebelum terjadinya tindak pidana. Sudarto juga menambahkan perbuatan seseorang yang tidak tercantum dalam undang-undang sebagai suatu tindak pidana tidak dapat dipidana dan adannya larangan penggunaan analogi untuk membuat suatu perbuatan menjadi suatu tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang.

Menurut Hazewinkel Suringa, jika suatu perbuatan yang mencocoki rumusan delik yang dilakukan sebelum berlakunya ketentuan yang bersangkutan, maka bukan saja hal itu tidak dapat dituntut tetapi untuk orang yang bersangkutan sama sekali tidak dapat dipidana.44 Menurut pendapat Andi Hamzah, adannya asas legalitas karena hukum adat yang masih hidup, dan tidaak mungkin dikodifikasikan seluruhnya karena ada perbedaan antara adat berbagai suku, tetapi dilihat dari sudut pandang yang lain. Asas legalitas ini memberikan suatu kepastian hukum dan perlindungan akan hak asasi manusia dari perlakuan yang tidak adil dari penguasa.45 Asas legalitas berfungsi untuk agar tindakan pemerintah tidak masuk dalam kategori tindakan kesewenang-wenang dan tanpa dasar hukum.

44 Andi Hamzah, Asas – Asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), 39.

45 Andi, 43.

(42)

c. Sanksi Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Fisik Perspektif Hukum Pidana Islam

Jenis-jenis hukuman pada pelaku penganiayaan : 1) Qisas

Telah dijelaskan sebelumnya bahwasanya tindak pidana kekerasan perbuatannya dikiaskan dengan tindak pidana penganiayaan. Adapun tindak pidana penganiayaan atau tindak pidana atas selain jiwa hukuman pokoknya adalah qisas atau balasan setimpal, apabila perbuatan penganiayaan atau kekerasan yang dilakukan oleh pelaku tersebut berakibat sampai melukai, membuat hilangnya anggota badan, dan mencederai korbannya.

Hal ini diberlakukan bila qisas atau balasan setimpal itu memang dapat dilaksanakan tidak melebihi maupun tidak dikurangi.

Diberlakukannya qisas hanyalah pada penghilangan atau pemotongan bagian badan dan pelukaan di bagian kepala yang sampai pada tingkat muwadhihah, yaitu luka sampai menampakkan tulang.46

Secara eksplisit dijelaskan oleh Allah SWT di dalam Q.S Al-Maidah (5):45, yang berbunyi:



































46 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2010), 271.

(43)































Artinya : "Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim."47

Adapun penghalang-penghalang qisas yang telah digariskan syariat untuk diganti dengan diyat adalah sebagai berikut:

a) Al-ubuwwah: maksudnya pelaku jinayah adalah bapak dari korban tersebut. Dasarnya adalah hadis Rasulullah Salallahu‟alaihi wasalam: dari Umar bin Khaththab radhiallahu‟anhu, ia berkata:

aku mendengar Rasulullah Salallahu‟alaihi bersabda, “bapak tidak boleh diqisas pada jinayah terhadap anak”48.

b) Yang bersangkutan memberikan maaf dan rela dengan diyat.

Allah Ta‟ala berfirman: “maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringan

47 Depag RI, Alquran dan Terjemah, 45.

48 Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, ( Jakarta: Amzah, 2013) Hal. 55

(44)

dari Rabb kamu dari suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas setelah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.49

c) Tidak sekufu‟, maksudnya tidak sepadan antara al-jani (pelaku) dan al- majny‟alaihi (korban). Yang dimaksud sekufu‟ di sini menurut Jumhur Ulama‟ ialah dalam dua hal, yang Pertama, huriyyah (status merdeka atau budak), dan yang Kedua adalah status agama.

d) Ketidaksengajaan (al-katha‟) atau bahkan menurut Syafi‟iyah dan Hanabilah pada kasus syibhul „amdi (mirip disengaja) termasuk dalam penghalang qishash.50

2) Hukuman Diyat

Yang dimaksud dengan hukuman diyat adalah sejumlah harta dalam ukuran tertentu. Meskipun bersifat hukuman diyat merupakan harta yang diberikan kepada korban, bukan kepada pembendaharaan (kas) negara. Diyat berlaku apabila hukuman qisas terhalang, karena suatu sebab.51 Dalam kasus penganiayaan yang tidak mematikan atau melukai yang tidak dapat dikenakan hukuman qisas dan tidak dapat pula diukur dengan diyat yang ditetapkan, dikenakan lain seperti dipenjara untuk masa tertentu yang berimbang dengan kejahatannya.

49 Depag RI, Alquran dan Terjemah, 178.

50 Nurul Irfan, 55.

51 Abdul Qadir Audah, Ensiklope ..., 71.

(45)

3) Jarimah Ta‟zir

Jarimah ta‟zir adalah jenis tindak pidana yang tidak secara tegas diatur dalam Al-Qur‟an dan Hadits.52 Aturan teknis, dan pelaksanaan Jarimah Ta‟zir ditentukan oleh penguasa dan hakim setempat melalui otoritas yang ditugasi untuk hal ini. Wahbah Zuhaili, ta‟zir diartikan mencegah dan menolak. Karena ia dapat mencegah pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya. Ta‟zir diartikan sebagai mendidik karena ta‟zir dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki perilaku agar menyadari perbuatan jarimahnya kemudian meninggalkan dan menghentikannya. Ada istilah sebagaimana yang telah diungkapkan al-Mawardi bahwa ta‟zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara Jenis jarimah ta‟zir sangat banyak dan tidak terbas. Adapun pembagian jarimah ta‟zir menurut Abdul Qadir Awdah menjadi 3 macam, yaitu:53

a) Jarimah ta‟zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud atau qisas, tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat, seperti pencurian yang tidak mencapai nishab, atau oleh keluarga sendiri.

b) Jarimah ta‟zir yang jenisnya disebutkan dalam nass syara„ tetapi hukumannya belum ditetapkan, seperti riba, suap, dan mengurangi takaran dan timbangan.

52 Rosyada, 91.

53 Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Gema diponegoro,2003), 76.

(46)

c) Jarimah ta‟zir yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan oleh syara„. Jenis ketiga ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri, seperti pelanggaran disiplin pegawai pemerintah.

Abdul Aziz Amir, membagi jarimah ta‟zir secara rinci kepada beberapa bagian yaitu:

a) Ta‟zir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan kerusakan akhlak

b) Ta‟zir yang berkaitan dengan pelaku c) Ta‟zir yang berkaitan dengan pembunuhan d) Ta‟zir yang berkaitan dengan harta

e) Ta‟zir yang berkaitan dengan keamanan umum

f) Ta‟zir yang berkiatan dengan kemaslahatan individu

Sedangkan macam-macam hukuman ta‟zir terbagi kembali, sebagai berikut:

a) Hukuman ta‟zir yang berkaitan dengan badan (1) Hukuman mati

Hukuman mati ini ditetapkan oleh para fuqaha secara beragam, Hanafiyah membolehkan kepada ulil amri untuk menerapkan hukuman mati sebagai ta‟zir dalam jarimah yang jenisnya diancam dengan hukuman mati apabila jarimah tersebut dilakukan berulang-ulang. Malikiyah juga membolehkan hukuman mati sebagai ta‟zir untuk jarimahjarimah ta‟zir tertentu, seperti spionase dan melakukan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pemberian pellet kunyit dalam ransum ayam pedaging sampai taraf 9% tidak menunjukkan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap retensi nitrogen disebabkan karena konsumsi protein

Bagi kajian dan penyelidikan akan datang, kami melihat korpus pertuturan dapat dikembang dalam tiga jenis perspektif: (1) Korpus ini ditambah saiznya agar

Dalam penelitian ini data diperoleh dari kantor Bursa Efek Indonesia ( BEI ) cabang Riau di jalan jendral sudirman no 73 pekanbaru dan situs resminya

Hasil penelitian menunjukkan minyak atsiri kombinasi dari daun kemangi ( Ocimum basilicum L.) dan daun jeruk purut ( Citrus hystrix D.C) memiliki aktivitas antibakteri

Perlindungan secara terbatas sumberdaya ikan napoleon pada wilayah yang memiliki karakter yang khas dengan kemampuan menyediakan benih alam yang memadai untuk mendukung

1) Mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan user akan informasi tentang Batik Jawa, Bali dan Madura khususnya spesifikasi lengkap tentang isi, jenis skript yang digunakan,

Pada hemat penulis, keteladanan, bermain, bercerita, pujian, hukuman dan sebagainya merupakan metode atau cara yang dilakukan dalam melaksanakan model tertentu yang digunakan

bidang per umahan dan kaw asan per mukiman pada tingkat kabupaten/ kota.. Menetapkan lokasi Kasiba