Berita Online Okezone.com dan Detik.com) SKRIPSI
(Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana)
Disusun Oleh :
Lusi Gresita Praselia 0643010193
YAYASAN KESEJAHTERAAN, PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
▸ Baca selengkapnya: wawancara tentang tarian tradisional
(2)Skripsi berjudul “BERITA PENAYANGAN TARIAN PENDET DALAM
IKLAN VISIT MALAYSIA YEAR 2009. (Analisis Framing Tentang Berita Penayangan Tarian Pendet Pada Situs Berita Online Okezone.com dan Detik.com)”.
Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan akaademis
bagi mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penulisan Skripsi ini tidak
lepas dari bantuan yang diberikan oleh bebragai pihak.
Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Ibu Suparwati, Msi, selaku Dekan FISIP UPN “VETERAN” Jawa Timur.
2. Bapak Juwito, S.Sos., Msi., selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik UPN “VETERAN” Jawa Timur.
3. Dosen Pembimbing Dra. Dyva Clareta, Msi yang senantiasa memberikan
5. Kakak ku (Mas Dian dan Mbak Mirna) yang selalu mengawasi
perkembangan skripsi dari awal hingga akhir.
6. Yoko Refany Hengky, teman seperjuangan yang sudah menemani selama
magang hingga skripsi.
7. Anak-anak Vidy Vany : Icha, Ponda, Bunda, dll. Yang sudah memberikan
keceriaan disaat suntuk mengerjakan skripsi.
8. Sahabatku Meme, Sasa yang sudah menjadi teman setia dari awal semester. I
will miss u all.
9. Terakhir, untuk calon pendamping hidupku, Opa. Terima kasih selalu
menemani disetiap sudut ceritaku, disetiap detil susah senangku
menyelesaikan skripsi ini. I Love You.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat serta karunia-Nya atas
keridhoan-Nya yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna.
Karenanya apabila terdapat kekurangan didalam menyusun skripsi ini, peneliti
dengan senang hati menerima segala saran dan kritik demi sempurnanya skripsi
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR LAMPIRAN... x
ABSTRAKSI... xi
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2 Perumusan Masalah... 9
1.3 T ujuan Penelitian... 9
1.4 M anfaat Penelitian... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11
2.1.Jurnalisme Online Sebagai Media Massa... 11
2.2.Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas... 16
2.7.Teori Penjaga Gerbang (Gatekeeper Theory)... 39
2.8.Kerangka Berpikir... 40
BAB III METODE PENELITIAN ... 43
3.1. Metode Penelitian... 43
3.2. Subyek dan Obyek Penelitan... 45
3.3. Unit Analisis... 45
3.4. Korpus Penelitian... 46
3.5. T eknik Pengumpulan Data... 48
3.6. T eknik Analisis Data... 48
3.7. L angkah-langkah Analisis Framing... 49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian... 51
4.1.1 Sejarah Okezone.com...51
4.1.2 Sejarah Detik.com...52
4.2.4 Main Frame
Detik.com... 89
4.2.5 Perbandingan Frame Detik.com dan Okezone.com... 98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104 5.1 Kesimpulan... 104
5.2 Saran... 106
DAFTAR PUSTAKA... 109
Lampiran 1 :
Okezone.com
1. “Indonesia Harus Bawa Masalah Pendet ke Internasional” ... 111
2. “Tari Pendet Diklaim, Rakyat Indonesia Wajib Marah”... 112
3. “Soal Pendet, Indonesia Tunggu Malaysia Minta Maaf”... 113
4. “Malaysia Belum Resmi Minta Maaf Soal Pendet”... 115
Lampiran 2 : Detik.com 1. “Discovery Channel Cabut Iklan 'Tari Pendet' Malaysia”... 116
2. “Deplu: Ada Upaya Korektif dari Pihak Malaysia”... 117
3. “Pelaku Budaya Harus Tampilkan Identitas Daerahnya”... 118
4. “Deplu: Malaysia Telah Minta Maaf”... 119
ABSTRAKSI
LUSI GRESITA PRASELIA, “BERITA PENAYANGAN TARIAN PENDET DALAM IKLAN VISIT MALAYSIA YEAR 2009. (Analisis Framing Tentang Berita Penayangan Tarian Pendet Pada Situs Berita Online Okezone.com dan Detik.com)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembingkaian pada situs berita online tentang pemberitaan penayangan tarian pendet dalam iklan visit malaysia year 2009 lalu pada okezone.com dan detik.com.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Penjaga Gerbang (Gatekeeper Theory). Karena teori ini dapat menentukan berkualitas atau tidaknya informasi yang akan disebarkan.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Metode ini merupakan suatu metode yang berupaya untuk memberikan gambaran mengenai suatu fenomena secara terperinci. Subyek dalam penelitian ini adalah situs berita online okezone.com dan detik.com. Sedangkan obyek dari penelitian ini adalah berita mengenai penayangan tarian pendet.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media okezone.com memberikan pemberitaan yang bersifat provokatif. Sedangkan detik.com memberikan pemberitaan yang bersifat solutif. Dimana kasus tersebut adalah kasus yang sempat hangat diperbincangkan oleh masyarakat, apalagi kasus ini melibatkan kehormatan dan harga diri masyarakat Indonesia.
1.1 Latar Balakang Masalah
Secara harfiah, kebudayaan sangat erat hubungannya dengan
masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan
bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu
adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai
sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang
kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan
mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi
segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan
yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang
didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa,
dan cipta masyarakat.
Kita mengenal dan mempelajari kebudayaan Indonesia secara turun
temurun dari dahulu kala, tetapi kenyataan yang ada negara tetangga Indonesia,
yaitu Malaysia justru dengan seenaknya mengklaim kebudayaan Indonesia secara
gamblang. Malaysia berulang kali melakukan pengakuan kebudayaan Indonesia
sebagai kebudayaan Malaysia, dengan melalui iklan pariwisata maupun lewat
pameran kebudayaan di Malaysia. Tetapi kita juga seharusnya menyadari bahwa
Indonesia hingga saat ini tidak memiliki data lengkap mengenai seni budaya yang
tersebar di setiap daerah. Perlindungan hak cipta terhadap seni budaya juga sangat
lemah, sedangkan publikasi multimedia secara Internasional mengenai produk
seni budaya masih sangat minim. Pemerintah sudah mengimbau pemerintah
daerah agar menginventarisasi seni budaya lokal yang ada di daerahnya. Namun,
dari 33 provinsi yang ada di Tanah Air, baru tiga provinsi, yakni Bali, Nusa
Tenggara Barat, dan DI Yogyakarta, yang melakukan inventarisasi seni budaya
mereka. Hasilnya, terdapat sekitar 600 seni budaya yang ada di ketiga provinsi
tersebut. Akibat berbagai kelemahan inilah, seni budaya Indonesia sering diklaim
negara lain.
Meski inventarisasi seni budaya belum dilakukan, pemerintah bisa lebih
proaktif untuk melindungi seni budaya bangsa. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, pada Pasal 10 Ayat 2 disebutkan,
negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang jadi
milik bersama, di antaranya cerita, hikayat, dongeng, legenda, tarian, koreografi,
kaligrafi, dan karya seni lainnya. Berdasarkan kewenangan itu, pemerintah bisa
melalui televisi, internet, media luar ruang maupun buku-buku mengenai seni
budaya. Melalui publikasi dan penyajian data yang baik di lembaga internasional,
klaim pihak asing terhadap seni budaya Indonesia bisa dihindarkan. Bisa
dibayangkan, kebudayaan Indonesia terus saja di klaim oleh Malaysia, seolah-olah
tidak dijadikan pelajaran yang berarti untuk negara ini. Pemberitaan ini sempat
menjadi bahan pemberitaan yang hangat bagi masyarakat Indonesia. Hal ini
tentunya tidak terlepas dari peran media massa yang menjadikan peristiwa
penayangan tarian pendet dalam iklan Visit Malaysia Year 2009 ini sebagai berita
utama.
Berangkat dari fenomena tersebut peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap pemberitaan penayangan tarian pendet yang dilakukan oleh
media massa (dalam hal ini media online) di Indonesia. Meskipun obyek
pemberitaan semua media adalah sama, yaitu isu penayangan tarian pendet dalam
iklan Visit Malaysia Year 2009, namun pemberitaan yang muncul di setiap media
pastilah berbeda. Perbedaan ini terlihat dalam banyak hal, yaitu pemilihan sudut
pandang (angle) penulisan berita, pemilihan judul dan diksi dalam isi berita,
tampilan foto dan grafis yang digunakan oleh media yang satu dengan yang lain
pasti berbeda. Di balik perbedaan yang tampak pada pemberitaan setiap media,
sebenarnya ada pesan lebih dalam yang ingin disampaikan oleh media kepada
khalayaknya. Pesan yang berbeda itu ditampilkan lewat perbedaan tampilan foto,
penggunaan bahasa, penulisan judul, pemilihan sudut pandang, dan sebagainya.
Bisa jadi ideologi tersebut merupakan ideologi yang memang dianut oleh institusi
setiap media dan pada akhirnya tercermin dalam setiap pemberitaannya. Setiap
institusi media tentunya mempunyai kepentingan dan ideologi yang ingin
disampaikan kepada khalayak sesuai pemberitaannya. Hal ini didukung oleh
kapasitasnya sebagai sumber informasi yang mempunyai pengaruh besar dalam
membentuk pola pikir masyarakat. Paling tidak, isi media massa memberikan
topik pemikiran untuk masyarakat.
Munculnya internet memunculkan julukan baru bagi media senior-nya
yaitu televisi, radio, media cetak sebagai Traditional Media. Ini berarti
bertambahlah channel bagi para jurnalis untuk menyebarkan informasi kepada
masyarakat yaitu internet yang disebut sebagai the new media yang menurut Denis
McQuail (2000) lebih interaktif dan memberikan otonomi kepada user untuk
menjadi audience aktif. Pengaruh media baru terlihat dari perubahan channel
informasi dari media tradisional menjadi online media. Saat ini semua media
tradisional di Indonesia sedang berlomba membuat versi online seiring dengan
perkembangan jumlah pemakai internet di Indonesia, dimana saat ini sudah
mencapai 25% dari total penduduk Indonesia (Tempo, edisi 5 April 2009). Ini
artinya dunia jurnalistik di Indonesia sedang memasuki era baru globalisasi
informasi yang tentunya tidak akan bisa terhidar dari tantangan-tantangan yang
dikemukakan diatas.
Sebagai individu dan sebagai bagian dari sebuah institusi media,
wartawan atau reporter yang menjadi ujung tombak penyaji berita juga memiliki
yaitu saat melakukan penentuan angle, pembuatan question list untuk wawancara,
peliputan, dan penelitian, seorang wartawan sudah memiliki kotak pemikirannya
sendiri. Pendek kata, berita yang disajikan di media massa sudah bukan lagi
cermin dari kondisi yang sebenarnya, namun merupakan hasil seleksi framing
yang dilakukan oleh individu redaksional sebuah media. Bagaimana pemahaman
masyarakat mengenai dunia sangat dipengaruhi oleh framing yang dibuat oleh
sumber informasi mereka, dalam hal ini media. Permasalahan biasanya mulai
timbul ketika sebuah institusi media ternyata memiliki kepentingan politis yang
terselubung di dalam pemberitaannya. Tentu saja berita yang disajikan oleh media
tersebut akan menjadi bias dan tidak sesuai dengan realita yang sedang terjadi.
Celakanya lagi, jika khalayak konsumennya diarahkan untuk mengikuti
pola pikir tersebut dan menjadi sekumpulan massa yang tercipta untuk
kepentingan tertentu. Karena itulah banyak pengamat media yang kemudian
melakukan penelitian-penelitian terhadap isi berita di media massa. Penelitian
tersebut dilakukan dalam rangka melakukan kontrol terhadap media yang
menyalahgunakan fungsinya sebagai sumber informasi. Dengan penelitian
tertentu, seperti melakukan analisis framing, para pengamat media bisa melihat
bagaimana suatu berita bisa menunjukkan sikap sebuah institusi media,
bagaimana ideologi dipresentasikan. Kini dalam pemberitaan perebutan
kebudayaan Indonesia oleh Malaysia, peneliti ingin mengkonstruksi peristiwa
tersebut melalui okezone.com dengan detik.com
Yang saya lakukan pertama adalah bagaimana membingkai kasus
yang berbeda tentang penayangan tarian pendet dalam iklan Visit Malaysia Year
2009. Bingkai itulah yang digunakan oleh kedua situs berita tersebut dalam
menilai seluruh peristiwa yang ada di Indonesia. Di dalam pemberitaan kedua
situs berita tersebut, okezone.com menyebutkan bahwa Malaysia membantah
pemberitaan yang beredar di Indonesia. Sekilas nampak bahwa media ini
bertindak provokatif karena dalam beritanya, mewajibkan rakyat Indonesia marah
terhadap kelancangan Malaysia menayangkan tarian pendet tanpa seijin Indonesia.
Sedangkan pembingkaian detik.com jika dilihat dalam pemberitaannya
adalah pemberian kebijakan solutif dalam isu penayangan tarian pendet dalam
iklan Visit Malaysia Year 2009 dan tidak menyalahkan kedua belah pihak. Media
ini menyarankan kedua negara tersebut agar jangan sampai mengganggu
hubungan bilateral yang sudah terjalin dengan baik.
Peneliti memilih okezone.com dan detik.com, karena Okezone.com
merupakan portal online berita dan hiburan yang berfokus pada pembaca
Indonesia baik yang berada di tanah air maupun yang tinggal di luar negeri. Berita
okezone.com diupdate selama 24 jam dan mendapatkan kunjugan pembaca
sebanyak hampir 100 juta page views setiap bulannya.okezone.com adalah situs
berita dan informasi di Indonesia yang memiliki beberapa cakupan wilayah yang
cukup besar di wilayah provinsi Indonesia, seperti Surabaya, Jakarta, Bandung,
dan Semarang. Dengan mengutamakan berita yang faktual, aktual cepat diakses
oleh pembaca, dan memiliki link yang lengkap sehingga bisa diakses oleh
pembaca jika ingin berita yang lainnya. Okezone.com hadir untuk memberikan
beragam konten, antara lain; News, International, Economy, Lifestyle, Sports,
Techno dan masih banyak lainnya. Konten berita okezone.com ditulis secara
tajam, singkat, padat, dan dinamis sebagai respons terhadap tuntutan masyarakat
yang semakin efisien dalam membaca berita. Selain itu konsep portal berita online
juga semakin menjadi pilihan masyarakat karena sifatnya yang up-to-date dan
melaporkan kejadian peristiwa secara instant pada saat itu juga sehingga
masyarakat tidak perlu menunggu sampai esok harinya untuk membaca berita
yang terjadi.
Sedangkan Detik.com adalah sebuah portal web yang berisi berita
aktual dan artikel online di Indonesia. Detik.com merupakan portal kepada banyak
situs, di antaranya; DetikNews, DetikFinance, DetikHot, Detik-Net, DetikSport,
DetikSurabaya dan beberapa fasilitas lainnya Detik.com merupakan salah satu
situs berita terpopuler di Indonesia. Berbeda dari situs-situs berita berbahasa
Indonesia lainnya, detik.com hanya mempunyai edisi online dan menggantungkan
pendapatan dari bidang iklan. Meskipun begitu, Detik.com merupakan yang
terdepan dalam hal berita-berita baru (breaking news). Detik.com mengandalkan
berita yang cepat, akurat dan memiliki berita terlengkap mulai bisnis, ekonomi,
politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain sebagainya. Berita detik.com tergolong
jenis berita hard news sehingga lebih sering menerbitkan peristiwa berbau politik,
ekonomi, kebudayaan, dan lainnya.
Peneliti mengambil berita yang memuat tentang penayangan tarian
detik.com mulai 22 Agustus 2009 - 28 Agustus 2009 karena sampai sekarang
pemberitaan tersebut masih menjadi pemberitaan yang hangat untuk dibicarakan.
Pemberitaan Okezone.com dan Detik.com antara lain :
Okezone.com :
a. Sabtu, 22 Agustus 2009 - 09:12 wib
“Indonesia Harus Bawa Masalah Pendet ke Internasional”
b. Senin, 24 Agustus 2009 - 13:21 wib
“Tari Pendet Diklaim, Rakyat Indonesia Wajib Marah”
c. Kamis, 27 Agustus 2009 - 17:17 wib
“Soal Pendet, Indonesia Tunggu Malaysia Minta Maaf”
d. Jum'at, 28 Agustus 2009 - 14:15 wib
“Malaysia Belum Resmi Minta Maaf Soal Pendet”
Detik.com :
a. Senin, 24/08/2009 15:53 WIB
“Discovery Channel Cabut Iklan 'Tari Pendet' Malaysia” b. Senin, 24/08/2009 20:32 WIB
“Deplu: Ada Upaya Korektif dari Pihak Malaysia”
c. Selasa, 25/08/2009 16:47 WIB
d. Jumat, 28/08/2009 12:50 WIB
“Deplu: Malaysia Telah Minta Maaf”
1.2 Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, permasalahan yang ingin diangkat oleh peneliti adalah :
Apa yang ingin dikonstruksikan oleh media online okezone.com dan detik.com
dalam pemberitaan penayangan tarian pendet dalam iklan Visit Malaysia Year
2009?
1.3 Tujuan Penelitian
Peneliti melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui apa
yang ingin dikonstruksikan oleh media online okezone.com dan detik.com dalam
pemberitaan penayangan tarian pendet dalam iklan Visit Malaysia Year 2009.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini kelak diharapkan dapat menjadi rujukan dan masukan
bagi penelitian komunikasi berkaitan dengan analisis media online yang
menggunakan metode analisis framing.
1.4.2 Manfaat Praktis
Peneliti berharap penelitian ini mempunyai manfaat praktis bagi para
pemberitaan media massa. Meskipun subjektivitas adalah suatu hal yang wajar
dan sering tak dapat dihindari, namun sebaiknya media massa sedapat mungkin
2.1 Jurnalisme Online Sebagai Media Massa
Sejarah media massa memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru
tidak pernah menghilangkan teknologi yang lama, namun mensubstitusinya.
Radio tidak menggantikan surat kabar, namun menjadi sebuah alternatif,
menciptakan sebuah kerajaan dan khalayak baru. Demikian halnya dengan
televisi, meskipun televisi melemahkan radio, tetapi tetap tidak dapat secara total
mengeliminasinya. Maka, cukup adil juga untuk mengatakan bahwa jurnalisme
online mungkin tidak akan bisa menggantikan sepenuhnya bentuk-bentuk media
lama. Melainkan, tampaknya menciptakan suatu cara yang unik untuk
memproduksi berita dan mendapatkan konsumen berita. Jurnalisme online tidak
akan menghapuskan jurnalisme tradisional, namun meningkatkan intensitasnya.
Dengan menggabungkan fungsi-fungsi dari teknologi internet dengan media
tradisional. (Santana, 2005:135)
Secara teknis, momen paling fundamental dalam jurnalisme online adalah
penemuan WWW. Namun secara profesional, momen tersebut dimulai dari
pecahnya berita mengenai Drudge Report yang menyangkut skandal Lewinsky,
ketika sebuah e-mail dikirimkan ke 50 ribu pelanggan pada tanggal 18 Januari
1998. Dalam setiap aspek penting kisah ini, menurut Lasica ketika menulis
digunakan untuk “membongkar berita-berita skandal, menyuarakan
tuduhan-tuduhan baru, dan merilis secara keseluruhan laporan final Starr atas
investigasinya.” Jurnalisme online telah memicu tren alternatif, mengklaim bahwa
jurnalisme online telah mengubah segala aktivitas jurnalistik dan kegiatan lama
profesi jurnalisme. Sejak itu, jurnalisme online telah maju secara dramatis. Kini,
hampir seluruh media berita memiliki web yang hadir dalam berbagai bentuk.
Terdapat tiga kelompok situs berita dalam kaitannya dengan isi. (Santana K,
2005:136)
Model situs berita secara general yang kebanyakan digunakan oleh
media berita tradisional sekadar merupakan edisi online dari medium induknya.
Isi orisinalnya diciptakan kembali oleh internet dengan cara mengintensifkan isi
dengan kapasitas-kapabilitas teknis dari cyberspace. Washington Post Online
(www.washingtonpost.com), CNN Interactive (www.CNN.com) adalah
contoh-contoh tipikal tipe ini.
Pada model situs kedua, bentukan situs Web-nya berisikan orisinalitas
indeks, dengan cara mendesain ulang dan merubah isi dari berbagai media berita.
Saloon, Slate and Drudge Report masuk ke dalam tipe ini. Situs ini memendekkan
portal-portal pemberitaan melalui indeksisasi dan kategorisasi, hasil seleksi
berbagai media dan isi mereka. Model situs ini memfokuskan isu-isu spesifik,
melayani kepentingan komunitas dan kelompok-kelompok sosial tertentu, serta
Model situs ketiga berisi diskusi dan komentar-komentar pendek
tentang berita dan media. Media-media watchdogs masuk ke dalam kelompok ini.
Mereka menjadi saluran untuk diskusi masyarakat mengenai permasalahan yang
mencuat.
Internet adalah medium terbaru yang mengkonvergensikan seluruh
karakteristik dari bentuk-bentuk terdahulu. Karena apa yang berubah bukanlah
substansinya, melainkan mode-mode produksi dan perangkatnya. (Hilf, 2000:27)
Teori konvergensi menyatakan bahwa berbagai perkembangan bentuk
media massa terus merentang dari sejak awal siklus penemuannya. Setiap model
media terbaru tersebut cenderung merupakan perpanjangan, atau evolusi, dari
model-model terdahulu. Dalam konteks ini, internet bukanlah suatu pengecualian.
(Stoval, 2005:116)
Sebagai bagian dari institusi komunikasi massa formal, jurnalisme
online pun menganut ciri-ciri dan sifat media massa, yaitu :
a. Komunikat
or melembaga
b. Pesan
teroganisir
c. Program
berlanjut
e. Universal
f. Komersial
g. Memiliki
status hukum
h. Aktualitas
pesan tinggi
i. Secara
stimultan/publikatif
j. Profesional
k. Komunikas
i heterogen
Jurnalisme online adalah tipe baru jurnalisme karena memiliki sejumlah
fitur dan karakteristik yang berbeda dari jurnalisme tradisional. Fitur-fitur uniknya
mengemuka dalam teknologinya, menawarkan kemungkinan-kemungkinan tidak
terbatas dalam memproses dan meyebarkan berita, J.Pavlik dalam bukunya
Journalism and New Media menyebut tipe baru jurnalisme ini sebagai
“contextualized journalism”, karena mengintegrasikan tiga fitur komunikasi yang
unik, yaitu kemampuan-kemampuan berdasarkan platform digital,
kualitas-kualitas interaktif komunikasi online, dan fitur-fitur yang ditatanya
Ensiklopedia online terbesar Wikipedia.org mendefinisikan Jurnalisme
online sebagai “The Reporting of Facts Produced and Distributed Via The
Internet”. Pada dasarnya, jurnalisme konvensional dengan jurnalisme online tidak
jauh berbeda, yang membedakan hanya medium penyebarluasannya saja. Dari
segi sifat, keduanya dituntut untuk menyajikan berita paling up to date. Perbedaan
yang paling jelas, terletak pada media dan efisiensi pencarian, pengolahan dan
penyebarluasan beritanya.
Karakter jurnalisme online yang paling terasa meskipun belum tentu
disadari adalah kemudahan bagi penerbit maupun masyarakat untuk membuat
peralihan waktu penerbitan dan pengaksesan. Penerbit online bisa menerbitkan
maupun mengakses artikel-artikel untuk dapat dilihat saat ini maupun nanti. Ini
sebenarnya juga dapat dilakukan oleh jurnalisme konvensional, namun jurnalisme
online dimungkinkan untuk melakukannya dengan lebih mudah dan cepat karena
informasi yang disebarluaskan lebih cepat daripada jurnalisme konvensional.
Sebagai bagian dari media massa, jurnalisme online pun memiliki dan
menjalankan fungsi-fungsi media massa, yaitu :
a. Fungsi
Informasi
Melalui media massa, baik cetak maupun elektronik, masyarakat mendapatkan
informasi mengenai berbagai fenomena kehidupan bermasyarakat dan bernegara,
mulai dari informasi mengenai aspek sosial, kriminalitas, budaya, ekonomi,
komunikasi yang efektif antara pemerintah sebagai pengambil kebijakan dengan
masyarakat. Dalam berbagai aspek, media merupakan pemberi informasi yang
pertama kepada masyarakat.
b. Fungsi
Edukasi
Merupakan fungsi yang dilakukan oleh media massa dalam emberikan pendidikan
kepada masyarakat, termasuk pembinaan moral dan pendidikan budi pelerti.
Informasi yang diberikan kepada masyarakat memberikan wawasan kepada
masyarakat, baik mengenai nilai-nilai maupun norma-norma yang mampu
memberikan penyadaran kepada masyarakat seperti mengenai ekonomi, politik,
hukum, sosial budaya dan aspek lain yang pada intinya informasi yang diberikan
merupakan upaya pemberdayaan masyarakat.
c. Fungsi
Hiburan
Media massa juga memiliki fungsi hiburan, terlebih dengan media elektronik yang
secara umum merupakan sarana hiburan bagi masyaakat Indonesia pada
umumnya. Setiap hari berbagai acara hiburan ditayangkan di televisi, baik hiburan
untuk anak-anak maupun orang dewasa. Bahkan media massa sekarang
seolah-olah menjadi “agama baru” yang dapat menggeser nilai-nilai moral dari institusi
lain, baik keluarga, sekolah, maupun agama.
d. Fungsi
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, media juga melaksanakan fungsi
kontrol sosial. Media memberikan sosialisasi nilai baik dan buruk, media juga
menjadi sarana yang efektif dalam memberikan kontrol kepada pengambil
kebijakan dengan memberitakan isu yang memancing opini publik.
Situs berita online cenderung lebih bebas, tidak terlalu terpaku pada
kaidah-kaidah bahasa dan jurnalistik yang berlaku umum, jadi intinya bahasa yang
digunakan pada situs berita online haruslah singkat, padat dan menarik.
(http:/jonru.multiply.com/journal/item/128)
2.2 Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas
Berita adalah nyawa dari media massa. Keberadaan media massa, baik
pada awal kelahirannya, masa perkembangannya, maupun era kejayaannya ini
sehingga memasuki era informasi, bukan saja penting tetapi juga sangat
menentukan arah peradaban umat manusia. Dengan demikian, berita yang
memberi hidup media massa. Karena tanpa berita, media massa tidak akan
bermakna apa pun.
Berita menurut Fishman, bukanlah refleksi atau distorsi dari realitas
yang seakan berada diluar sana. Berita adalah apa yang pemberita buat, jika berita
merefleksikan sesuatu maka refleksi itu adalah praktek pekerja dalam organisasi
yang memproduksi berita. Berita adalah hasil akhir dari proses kompleks dengan
menyortir (memilah-milah) dan mementukan peristiwa da tema-tema tertentu
melekat dalam hubungan dengan institusi lainnya. Berita adalah produk dari
profesionalisme yang menentukan bagaimana peristiwa setiap hari dibentuk dan
dikonstruksi.
Dalam pandangan Tuchman, berita adalah hasil transaksi antara
wartawan dengan sumber, realitas yang terbentuk dalam pemberitaan bukanlah
apa yang terjadi dalam dunia nyata, melainkan relasi antara wartawan dengan
sumber dan lingkungan sosial yang membentuknya. Berita tidak mungkin
merupakan cerrminan dan refleksi dari realitas, karena berita yang membentuk
merupakan konstruksi atas realitas. Menurut kaum konstruksionis berita adalah
hasil dari konstruksi sosial dimana selalu melibatkan pandangan, ideologi dan
nilai-nilai dari wartawan atau media.
Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bukan merupakan peristiwa
atau fakta dalam arti riil. Di sini realitas bukan dioper begitu saja menjadi berita.
Ia adalah produk interaksi antara wartawan dengan fakta. (Eriyanto, 2002:17)
Menurut Noam Chomsky, fakta di media massa hanyalah hasil
rekonstruksi dan olahan para pekerja redaksi. Walaupun mereka telah bekerja
dengan menerapkan teknik-tenik jurnaalistik yang presisi, tetapi tetap saja kita
tidak dapat mengatakan bahwa apa yang mereka tulis adalah fakta yang
sebenarnya. Informasi di media hanyalah sebuah rekonstruksi tertulis atas suatu
realitas yang ada di masyarakat. Rekonstruksi, tentunya sangat tergantung pada
bagaimana orang di balik media dalam melakukan kerja-kerjanya. (Chomsky,
Jadi berita yang kita baca setiap hari pada dasarnya adalah hasil dari
konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah baku jurnalistik. Berita bukanlah
representasi dari realitas melainkan konstruksi dan pemaknaan atas realitas.
Pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa jadi berbeda dengan orang lain, yang
tentunya akan menghasilkan realitas yang berbeda pula.
2.3 Wartawan Sebagai Agen Konstruksi Realitas
Wartawan adalah profesi yang dituntut untuk mengungkapkan
kebenaran dan menginformasikan publik seluas mungkin tentang temuan dari
fakta-fakta yang berhasil digalinya, apa adanya, tanpa rekayasa dan tanpa tujuan
subyektif tertentu, semata-mata demi pembangunan kehidupan dan peradaban
kemanusiaan yang lebih baik (Djatmika, 2004:25). Sedangkan Walter Lipman,
menganggap bahwa kerja jurnalistik (tugas wartawan) hanyalah mengumpulkan
fakta yang tampak dipermukaan yang konkret. (Panuju, 2005:27)
Sebagai seorang agen, wartawan telah menjalin transaksi dan hubungan
dengan obyek yang diliputnya, sehingga berita merupakan produk dari transaksi
antara wartawan dengan fakta yang diliputnya. (Eriyanto, 2007:31). Menurut
filsafat Common Sense Realisme, adanya suatu obyek tida tergantung pada diri
kita dan menempati posisi tertentu dalam ruang. Suatu obyek mencirikan
sebagaimana orang mempersepsikannya. Sesungguhnya, relasi antara realitas
empiris dengan fakta yang dibangun oleh seorang jurnalis, sangat tergantung pada
Dengan demikian, fakta dalam jurnalis menjadi sangat dinamis, tergantung pada
persepsi yang dimiliki dan perspektif (sudut pandang) yang dihadirkan, dan satu
lagi tergantung pada pencarian atau penemuan fakta. (Panuju,2005:27)
Setelah proses penyeleksian tersebut maka peristiwa itu akan dibingkai
sedimikian rupa oleh wartawan. Pembingkaian akan dilakukan oleh wartawan
tentunya melalui proses konstruksi. Proses konstruksi atas suatu realitas ini dapat
berupa penonjolan dan penekanan pada aspek tertentu atau dapat juga berita
tersebut ada bagian yang dihilangkan, luput, atau bahkan disembunyikan dalam
pemberitaan (Eriyanto, 2007:vi). Kata penonjolan (Salience) didefenisikan
sebagai alat untuk membuat informasi agar lebih diperhatikan, bermakna, dan
berkesan. (Siahaan, Purnomo, Imawan, Jacky, 2001:78)
Wartawan sebagai individu, memiliki cara berfikir (frame of thinking)
yang khas atau spesifik dan sangat dipengaruhi oleh acuan yang dipakai dan
pengalaman yang dimiliki. Selain itu, juga sangat ditentukan oleh kebiasaan
menggunakan sudut pandang. Setiap individu juga memiliki konteks dalam
“membingkai” sesuatu sehingga menghasilkan makna yang unik. Konteks yang
dimaksud, misalnya senang-tidak senang, menganggap bagian tertentu lebih
penting daripada bagian lain, dapat juga konteks sesuai bidang (sosial, politik,
ekonomi, keagamaan, agama, dll), juga konteks masa lalu atau masa depan, dan
seterusnya (Panuju, 2005:3)
Jadi meskipun wartawan mempunyai ukuran tentang “nilai sebuah
ideologis, dan sudut pandang yang berbeda, dan bahkan latar belakang budaya
dan etnis. Peristiwa itu baru disebut memiliki nilai berita dan karenanya layak
diberitakan kalau peristiwa tersebut berhubungan dengan elite atau orang yang
terkenal, mempunyai nilai dramatis, terdapat unsur humor, human interest, dapat
memancing kesedihan, keharuan, dan sebagainya. Secara sederhana, semakin
besar peristiwa, maka semakin besar pula dampak yang ditimbulkannya, lebih
memungkinkan dihitung sebagai berita. (Eriyanto, 2007:104)
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia akan informasi,
maka makin meningkat pula tingkat harga berita. Hipotesis inilah yang
melahirkan paradigma 5W+1H (what, who, when, where, why, how); bahwa berita
tidak sekedar apa, siapa,kapan,melainkan juga mengapa dan bagaimana.
“Mengapa” adalah latar belakang dari suatu peristiwa, sedangkan “Bagaimana”
adalah deskripsi tentang jalannya peristiwa. Jadi, semakin mendalam penjelasan
atas why dan how, maka semakin tinggi nilai suatu berita dan tentu saja semakin
mahal harga berita tersebut. (Pareno, 2005:3)
Oleh karena itu, untuk mengetahui mengapa suatu berita cenderung
seperti itu atau mengapa peristiwa tertentu dimaknai dan dipahami dalam
pengertian tertentu, dibutuhkan analisis kognisi sosial untuk menemukan struktur
mental wartawan ketika memahami suatu peristiwa. Menurut Van Dijk, analisis
kognisi sosial yang memusatkan pada struktur mental, proses produksi berita.
Analisis kognisi sosial menekankan bagaimana peristiwa dipahami, didefinisikan,
dianalisis dan ditafsirkan kemudian ditampilkan dalam suatu model dalam
Menurut Berger dan Luckman, realitas sosial adalah pengetahuan yang
bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep,
kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Realitas
sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.
Menurut Barger dan Luckman, konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang
hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan.
Realitas sosial yang dimaksud oleh Berger dan Luckman ini terdiri dari
realitas obyektif, realitas simbolik, dan realitas subyektif. Realitas obyektif adalah
realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia obyektif yang berada di luar diri
indovidu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolik
merupakan ekspresi simbolik dari realitas objektif dalam berbagai bentuk.
Sedangkan realitas subyektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses
penyerapan kembali realitas obyektif dan simbolik ke dalam individu, melalui
proses internalisasi. (Bungin, 2001:13)
Wartawan menggunakan model atau skema pemahaman atas suatu
peristiwa. Pertama, model ini menentukan bagaimana peristiwa tersebut dilihat.
Model ini dalam taraf tertentu menggambarkan posisi wartawan. Wartawan yang
berada dalam posisi mahasiswa memiliki pemahaman dan pandangan yang
berbeda dengan wartawan yang telah memiliki pengalaman. Kedua, model ini
secara spesifik menunjukkan opini personal dan emosi yang dibawa tentang
mahasiswa, polisi, atau objek lain. Hasil dari penafsiran dan persepsi ini,
kemudian dipakai oleh wartawan ketika melihat suatu peristiwa. Tentu saja
dibandingkan dengan wartawan lain, yang ditentukan diantaranya untuk
perbedaan model yang dimilikinya. Disinilah model adalah proses yang dapat
digunakan sebagai dasar dalam memproduksi berita. (Eriyanto, 2006:268)
2.4 Pengertian Kebudayaan dan Hukum Media
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun
dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual
dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan
yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang
didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya#Pengertian_kebudayaan)
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen
atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
a. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok,
yaitu:
1. alat-alat teknologi
2. sistem ekonomi
3. keluarga
4. kekuasaan politik
b. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
1. sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para
2. organisasi ekonomi
3. alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk
pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
4. organisasi kekuatan (politik)
Berikut beberapa difinisi kebudayaan menurut para pakar :
a. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara berarti buah budi manusia, adalah hasil
perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat
dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi
berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan
damai.
b. Sutan Takdir Alisyahbana
Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah manifestasi dari
cara berpikir sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas. Sebab, semua
laku dan perbuatan tercakup di dalamnya dan dapat diungkapkan pada basis dan
cara berpikir termasuk di dalamnya perasaan karena perasaan juga merupakan
maksud dari pikiran.
Koentjaraningrat mengatakan, bahwa kebudayaan antara lain ber¬arti keseluruhan
gagasan dan karya .manusia yang harus dibiasakan nya dengan belajar beserta
keseluruhan dari hasil budi pekertinya.
d. A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn
A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn dalam bukunya “Culture, a critical review of
concepts and definisitions” (1952) mengatakan, bahwa kebudayaan adalah
manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya.
e. Malinowski
Malinowski menyebutkan, bahwa kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atas
berbagai sistem kebutuhan manusia. Tiap tingkat kebutuhan itu menghadirkan
corak budaya yang khas. Misalnya, guna memenuhi kebutuhan manusia akan
keselamatannya, maka timbul kebudayaan yang berupa perlindungan, yakni
seperangkat budaya dalam bentuk tertentu, seperti lembaga kemasyarakatan.
f. C.A. van Peursen
C.A. van Peursen mengatakan bahwa dewasa ini kebudayaan diartikan sebagai
manifestasi kehidupan setiap orang dan kehidupan setiap kelompok orang dapat
berlainan dengan hewan. Maka, manusia tidak dapat hidup begitu saja di tengah
alam. Oleh karena itu, untuk dapat hidup, manusia harus mengubah segala sesuatu
yang telah disediakan oleh alam. Misalnya, beras agar dapat dimakan harus
sejumlah faktor, yaitu hal-hal yang menggerakkan manusia untuk menghasilkan
kebudayaan sehingga dalam hal ini kebudayaan merupakan produk kekuatan jiwa
manusia sebagai makhluk Tuhan yang tertinggi.
Menurut Dr. H. Th. Fischer dalam bukunya Pengantar Antropologi ada
sejumlah faktor yang mempengaruhi kebudayaan, dan secara garis besar
disebutkan berikut ini.
a. Faktor Kitaran Geografis (lingkungan hidup, geografisch milieu)
Faktor lingkungan fisik lokasi geografis merupakan sesuatu corak budaya
sekelompok masyarakat. Dengan kata lain, faktor kitaran geografis merupakan
determinisme yang berperan besar dalam pem-bentukan suatu kebudayaan
b. Faktor Induk Bangsa
Ada dua pandangan yang berbeda mengenai faktor induk bangsa ini, yaitu
pandangan Barat dan pandangan Timur. Pandangan barat ber-pendapat bahwa
perbedaan induk bangsa dari beberapa kelompok masyarakat mempunyai
pengaruh terhadap suatu corak kebudayaan. Berdasarkan pandangan Barat,
umumnya tingkat peradaban didasar-kan atas ras. Oleh karena itu, bangsa-bangsa
yang berasal dari ras Caucasoid dianggap lebih tinggi daripada ras lain, yaitu
Mongoloid dan Negroid yang lebih rendah dari ras Mongoloid yang memiliki ras
khusus seperti Bushman (Afrika Selatan), Vedoid (Sri Langka), dan Australoid
(Australia). Tetapi, pandangan Timur berpendapat, bahwa peranan induk bangsa
bukanlah sebagai faktor yang mem-pengaruhi kebudayaan. Karena, kenyataannya
saat bangsa Barat masih “tidur dalam kegelapan”. Hal tersebut semakin jelas
ketika dalam abad XX, bangsa Jepang yang termasuk ras Mongoloid mampu
membuktikan bahwa mereka bangsa-bangsa timur tidak J dapat dikatakan lebih
rendah daripada bangsa barat.
c. Faktor Saling Kontak antarbangsa
Hubungan yang makin mudah antarbangsa akibat sarana perhubungan
yang makin sempurna menyebabkan satu bangsa mudah berhubungan dengan
bangsa lain. Akibat adanya hubungan antarbangsa ini, dapat atau tidaknya suatu
bangsa mempertahankan kebudayaannya tergantung dari pengaruh kebudayaan
mana yang lebih kuat. Apabila kebudayaan asli lebih kuat daripada kebudayaan
asing maka kebudayaan asli dapat bertahan. Tetapi, apabila kebudayaan asli lebih
lemah daripada kebudayaan asing maka lenyaplah kebudayaan asing dan
terjadilah budaya jajahan yang sifatnya tiruan (colonial and imitative culture).
Tetapi, dalam kontak antarbangsa ini, yang banyak terjadi adalah adanya
keseimbangan yang melahirkan budaya campuran (acculturation). Indonesia yang
terletak dalam posisi silang (cross position) dunia, kebudayaannya memiliki
konsekuensi yang besar dari pengaruh luar.
Dalam hal ini, sejarah telah menggambarkannya dengan nyata. Selain
pengaruh luar, masalah waktu sebenarnya juga ikut berperan dalam pembentukan
suatu kebudayaan. Misalnya, dalam fase pertama, Indonenia mendapat pengaruh
Islam (abad XI – XVI), dan dalam fase ke tiga mendapat pengaruh dari
kebudayaan barat (abad XVI – XX).
Unsur-unsur kebudayaan manusia menurut (Alo Liliweri 2003:117),
antara lain:
1. sejarah kebudayaan
2. identitas sosial
3. budaya material
4. peranan relasi
5. kesenian
6. bahasa dan interaksi
7. stabilitas kebudayaan
8. kepercayaan atas kebudayaan & nilai
9. etnosentrisme
10. perilaku non verbal
11. hubungan antarruang
12. konsep tentang waktu
13. pengakuan dan ganjaran
15. aturan-aturan budaya
Dalam hal ini, kesenian Indonesia termasuk dalam perebutan kekuasaan
oleh Malaysia. Berikut ini adalah daftar artefak budaya Indonesia yang diduga
dicuri, dipatenkan, diklaim, dan atau dieksploitasi secara komersial oleh korporasi
asing, oknum warga negara asing, ataupun negara lain:
1. Batik :
a. Berasal dari Jawa oleh Adidas
b. Motif Batik Parang dari Yogyakarta oleh Pemerintah Malaysia
2. Naskah Kuno :
a. Berasal dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
b. Berasal dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
c. Berasal dari Sulawesi Selatan oleh Pemerintah Malaysia
d. Berasal dari Sulawesi Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
3. Makanan dan Minuman :
a. Rendang :
Berasal dari Sumatera Barat oleh Oknum WN Malaysia
a) Sambal Bajak dari Jawa Tengah oleh Oknum WN Belanda
b) Sambal Petai dari Riau oleh Oknum WN Belanda
c) Sambal Nanas dari Riau oleh Oknum WN Belanda
c. Tempe :
Berasal dari Jawa oleh Beberapa Perusahaan Asin
d. Kopi :
a) Kopi Gayo dari Aceh oleh perusahaan multinasional (MNC) Belanda
b) Kopi Toraja dari Sulawesi Selatan oleh perusahaan Jepang
4. Lagu :
a. Lagu Sayang Sayange dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
b. Lagu Soleram dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
c. Lagu Injit-injit Semut dari Jambi oleh Pemerintah Malaysia
d. Lagu Kakak Tua dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
e. Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
f. Lagu Jali-Jali oleh Pemerintah Malaysia
g. Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia
a. Tari Reog Ponorogo dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
b. Tari Kuda Lumping dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
c. Tari Piring dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
d. Tari Pendet dari Bali oleh Pemerintah Malaysia
6. Alat Musik :
a. Gamelan dari Jawa oleh Pemerintah Malaysia
b. Angklung oleh Pemerintah Malaysia
7. Ukiran :
a. Kursi Taman Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara dari Jawa Tengah oleh
Oknum WN Perancis
b. Pigura Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara dari Jawa Tengah oleh Oknum
WN Inggris
8. Desain Kerajinan Perak Desak Suwarti dari Bali oleh Oknum WN Amerika
9. Produk Berbahan Rempah-rempah dan Tanaman Obat Asli Indonesia oleh
Shiseido Co Ltd
10. Badik Tumbuk Lada oleh Pemerintah Malaysia
(http://budaya-indonesia.org/iaci/Data_Klaim_Negara_Lain_Atas_Budaya_Indonesia)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta, pada Pasal 10 dan pasal 12 disebutkan, bahwa :
Pasal 10
a. Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah,
dan benda budaya nasional lainnya.
b. Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang
menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad,
lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
c. Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2),
orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat
izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Berdasarkan kewenangan itu, pemerintah bisa melakukan publikasi
multimedia secara internasional secara besar-besaran, baik melalui televisi,
internet, media luar ruang maupun buku-buku mengenai seni budaya.
(1) Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks
e. drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim
f. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan
g. arsitektur
h. peta
i. seni batik
j. fotografi
k. sinematografi
l. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil
(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai
Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah
merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan
hasil karya itu.
(http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_19_Tahun_2002)
2.5 Analisis Framing
Dalam ranah komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang
mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis
fenomena atau aktivitas komunikasi. Konsep tentang framing atau frame sendiri
bukan murni komsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif
(psikologis). Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi
implementasi konsep-konsep sosiologis, politik, dan kultural untuk menganalisis
fenomena komunikasi, sehingga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis
berdasarkan konteks sosiologis, politis, atau kultural yang melingkupinya.
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk
membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini
mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar
lebih bermakna, lebih menarik, lebih diingat, untuk menggiring interpretasi
khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan
untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh
wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. (Sobur, 2001:162)
Framing menurut Robert E.Entman merupakan proses seleksi dari
berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol
dibandingkan aspek lain. Entman juga menyertakan penempatan
informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi
lebih besar daripada sisi lain. (Eriyanto, 2007:67)
G.J.Aditjondro mendefinisikan framing sebagai metode penyajian
realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total,
melainkan dibelokkan secara halus, dengan menggunakan istilah-istilah yang
punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi
lainnya (Sudibyo dalam Sobur, 2006:165).
Ada dua aspek dalam framing. Pertama, memilih fakta atau realitas.
Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin
melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua
kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (excluded).
fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan
melupakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya. Intinya, peristiwa dilihat
dari sisi tertentu. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa
jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Kedua, penulisan fakta. Proses
ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada
khalayak. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan
pemakaian perangkat tertentu: penemoatan yang mencolok (menempatkan di
headline depan, atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk
mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika
menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol
budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, gambar,
dan sebagainya. Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan
realitas.
Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi menonjol, lebih
mendapatkan alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan aspek lain. Realitas
yang disajikan secara menonjol atau mencolok, mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu
realitas (Eriyanto, 2007:69-70).
2.6 Perangkat Framing Robert N.Entman
Dalam pendekatannya, Entman membagi perangkat framing ke dalam
memperkirakan penyebab masalah (diagnose causes), membuat keputusan moral
(make moral judgement) dan menekankan penyelesaian (treatment
recommendation). Konsepsi mengenai framing tersebut menggambarkan secara
luas bagaimana peristiwa dimaknai dan ditandakan oleh wartawan.
Define problems (pendefisian masalah) merupakan elemen bingkai
yang paling utama (master frame) yang menekankan bagaimana peristiwa
dipahami oleh wartawan. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda.
Dan bingkai yang berbeda ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda.
Diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah) merupakan
elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu
peristiwa. Penyebab disini bisa berarti apa (what), tetapi bisa juga berarti siapa
(who). Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang
dianggap sebagai sumber masalah. Karena itu, masalah yang dipahami secara
berbeda, penyebab masalah secara tidak langsung juga akan dipahami secara
berbeda pula.
Make moral judgement (membuat pilihan moral) adalah elemen framing
yang dipakai untuk membenarkan atau memberi argumentasi pada pendefinisian
masalah yang dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah
sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung
gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan sesuatu yang
Treatment recommendation (menekankan penyelesaian). Elemen ini
dipakai untuk menillai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang
dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat
tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai
penyebab masalah.
Skema Framing Robert N.Entman
Define problems (pendefinisan masalah)
Bagaimana suatu peristiwa atau isu dilihat?
Diagnose causes
(memperkirakan masalah atau
sumber masalah)
Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa?
Apa yang dianggap sebagai penyebab dari
suatu masalah? Siapa (aktor) yang dianggap
sebagai penyebab masalah?
Make moral judgement (membuat keputusan moral)
Nilai moral apa yang disajikan untuk
menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang
dipakai untuk melegitimasi atau
mendeligitimasi suatu tindakan?
Treatment recommendation (menekankan penyebab masalah)
Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk
mengatasi masalah atau isu? Jalan apa yang
ditawarkan dan harus ditempuh untuk
mengatasi masalah?
Sumber: Eriyanto ,”Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media”,
2005, hlm. 188-189
Hubungan pemberitaan dengan pembingkaian pada situs berita online
okezone.com adalah berita-berita yang dimuat mengarah pada keempat perangkat
analisis Robert N.Entman yaitu menganalisis masalah seperti penayangan tarian
pendet dalam iklan Visit Malaysia Year 2009 yang terjadi secara berulang-ulang
dan akhirnya Indonesia mematenkan salah satu kebudayaan nya yaitu batik
kepada UNESCO.
Jika dilihat dari detik.com, perangkat framing Robert N.Enmant
mengidentifikasi masalah isu sebagai instrospeksi Indonesia karena kurang
menghargai kebudayaan sendiri. Dengan sumber masalah yaitu Discovery
Channel yang telah salah memasukkan tarian pendet milik Indonesia ke dalam
iklan Visit Malaysia Year 2009, lalu isu tersebut merupakan faktor
ketidaksengajaan, dan dalam penyelesaiannya Malaysia meminta maaf kepada
Indonesia atas isu pemberitaan yang beredar di media massa Indonesia.
Entman mengkaji bagaimana pemberitaan Okezone.com dengan
Detuk.com atas peristiwa tersebut. Ternyata kedua media membingkai peristiwa
tersebut secara berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:
Perangkat Framing
Robert N.Entman Okezone.com Detik.com
Define Problems Perampasan kebudayaan Instrospeksi Indonesia
Diagnoses Causes Malaysia Discovery Channel
Make Moral Judgement Faktor kesengajaan Ketidaksengajaan
Suggest Remmedies Indonesia meminta
klarifikasi dari Malaysia
Malaysia meminta maaf
kepada Indonesia
Framing bukan hanya berkaitan dengan skema individu (wartawan),
melainkan juga berhubungan dengan proses produksi berita. Bagaimana peristiwa
dibingkai, kenapa peristiwa dipahami dalam kerangka tertentu atau bingkai
tertentu bukan semata-mata disebabkan oleh struktur skema wartawan, melainkan
juga rutinitas kerja dan institusi media secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi pemaknaan peristiwa. Wartawan hidup dalam institusi media
dengan seperangkat aturan, pola kerja dan aktivitas masing-masing bisa terjadi.
Institusi media itu yang mengontrol dalam pola kerja tertentu yang mengharuskan
wartawan melihat peristiwa dalam kemasan tertentu atau bisa juga terjadi
wartawan sebagai bagian dari anggota komunitas menyerap nilai yang ada dalam
komunitasnya (Eriyanto, 2007:99).
Semua saluran media massa mempunyai sejumlah gatekeeper dan
memainkan peranan dalam beberapa fungsi. Gatekeeper bisa juga menghentikan
sebuah informasi dan tidak membuka “pintu gerbang” (gate) bagi keluarnya
informasi yang lain. Gatekeeper sangat menentukan berkualitas tidaknya
informasi yang akan disebarkan. Baik buruknya dampak pesan yang
disebarkannya pun tergantung pada fungsi pentapisan informasi atau pemalang
pintu ini (Nurdin,2003:110).
Peranan penjaga gerbang atau gatekeeper menurut John R.Bittner dalam
buku Nurdin (2003:115) adalah :
1. Menyiarkan
2. Untuk
membatasi informasi yang kita terima dengan mengedit informasi ini sebelum
disebarkan pada kita
3. Untuk
memperluas kuantitas informasi dengan menambahkan fakta dan pandangan
lain
4. Untuk
menginterpretasikan informasi.
Terlepas dari konsep gatekeeper, isi berita yang ada di media mungkin
saja diperoleh dengan cara dicari, dipesan sebelumnya atau penemuannya
direncanakan secara sistematis. Kadang-kadang berita harus diolah atau dibentuk
oleh redaksi. Pembentukan berita semacam itu seperti halnya penyeleksian berita,
tidak dilakukan secara acak dan bersifat subjektif. Menurut Fishman (1982) dalam
McQuail, apa yang diketahui atau dapat diketahui oleh media tergantung pada
kemampuan mengumpulkan informasi dan sumber-sumber informasi dari
agen-agen pencari berita media tersebut. (McQuail, 1994:163).
Gatekeeper keberadaannya sama pentingnya dengan peralatan
mekanisme yang harus dipunyai media dalam komunikasi massa. Oleh karena itu,
gatekeeper menjadi keniscayaan keberadaannya dalam media massa dan menjadi
2.8 Kerangka Berpikir
Seperti yang telah diketahui bahwa pekerjaan media adalah pekerjaan
yang berhubungan dengan pembentukan realitas. Sehingga, pada dasarnya berita
yang tersaji di hadapan khalayak merupakan hasil olahan atau konstruksi
wartawan sebagai perpanjangan tangan dari media. Karena semua pekerja jurnalis
adalah agen : bagaimana peristiwa yang acak dan kompleks itu disusun
sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah berita yang dapat dipahami dan
dimengerti oleh khalayak.
Demikian halnya dengan berita-berita mengenai penayangan tarian
pendet dalam iklan Visit Malaysia Year 2009 pada situs berita okezone.com dan
detik.com yang memiliki sudut pandang yang berbeda pula dalam pemberitaannya
masing-masing mengenai realitas yang sama. Pemuatan berita-berita mengenai
penayangan tarian pendet dalam iklan Visit Malaysia Year 2009 di media online
khususnya okezone.com dan detik.com yang cenderung berbeda, dipilih peneliti
sebagai subyek penelitian.
Penulis tertarik untuk memilih situs berita okezone.com sebagai media
yang diteliti, dalam pemberitaan okezone.com memberikan kebijakan provokatif
dengan mewajibkan rakyat Indonesia marah terhadap kelancangan Malaysia di
Sedangkan pembingkaian detik.com adalah pemberian kebijakan solutif
dalam isu penayangan tarian pendet dalam iklan Visit Malaysia Year 2009. Media
ini menyarankan kedua negara tersebut agar jangan sampai mengganggu
hubungan bilateral yang sudah terjalin dengan baik.
Pemberitaan pada dua media tersebut cenderung berbeda,
kecenderungan atau perbedaan setiap media dalam memproduksi berita pada
khalayak dapat diketahui dari pelapisan yang melingkupi institusi media.
Berita-berita mengenai penayangan tarian pendet dalam iklan Visit Malaysia Year 2009
yang muncul di situs berita online okezone.com dan detik.com tersebut dianalisis
menggunakan analisis Framing model Robert N.Entman yang terdiri dari empat
elemen, yaitu pendefinisian masalah (diagnose causes), memperkirakan penyebab
masalah (diagnose causes), membuat keputusan moral (make moral judgement)
dan menekankan penyelesaian (treatment recommendation). Keempat struktur
tersebut merupakan suatu rangkaian yang dapat mewujudkan framing dari suatu
media. Selengkapnya, tertera pada bagan dibawah ini.
Perampasan Kebudayaan Indonesia oleh Malaysia
Media Online Okezone.com dan
Detik.com
Konstruksi Berita oleh Wartawan
3.1 Metode Penelitian
Sebagai konsekuensi dari paradigma penelitian yang berlandaskan pada
paradigma konstriktivis, maka penelitian ini bersifat kualitatif. Penelitian ini pada
dasarnya mencoba untuk menangkap perspektif pemberitaan dalam kaitannya
dengan bagaimana pemberitaan itu memperlihatkan orientasi sebuah media
dengan cara tertentu dalam memperlakukan suatu realitas atau fakta. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang secara khas berkaitan dengan observasi,
wawancara dengan nara sumber, menelaah terhadap teks-teks dari berbagai teknik
kebahasaan, seperti percakapan dan analisis data.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe
penelitian deskriptif kualitatif. Tipe penelitian kualitatif adalah suatu penelitian
yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mungkin
tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti (Kountur, 2003:53). Metode ini
merupakan suatu metode yang berupaya memberikan gambaran mengenai suatu
fenomena tertentu secara terperinci yang ada pada akhirnya akan memperoleh
pemahaman yang lebih jelas mengenai fenomena yang diteliti. Pada penelitian
deskriptif ini. Hanya memaparkan situasi atau peristiwa, tidak mencari atau
menjalankan hubungan dan tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.
Pada penelitian ini, yang akan dipaparkan adalah bagaimana cara media
dalam membingkai atau mengkonstruksi pemberitaan penayangan tarian pendet
dalam iklan Visit Malaysia Year 2009 pada media online okezone.com dan
detik.com, yang meliputi penyeleksian isu dan penulisan berita. Penelitian ini,
terdiri dari bagaimana cara wartawan dalam menyusun fakta, mengisahkan fakta
dan menentukan fakta.
Metode framing yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
framing milik Robert N.Entman, dimana model framing ini terbagi menjadi empat
elemen, yaitu pendefinisian masalah, memperkirakan masalah, memperkirakan
penyebab masalah, membuat pilihan moral, dan menekankan penyelesaian.
Entman melihat framing dalam dua dimensi besar : seleksi isu dan
penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Menurut Robert
N.Entman, framing merupakan proses seleksi dari berbagai aspek realitas
sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek
lain. Selain itu, ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam
konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada
sisi lain.
Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada
pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana
untuk menekankan kerangka berfikir tertentu terhadap peristiwa yang
diwacanakan. Apa yang dijelaskan Entman tersebut menggambarkan secara lebih
berbeda oleh media. Pemaknaan dan pemahaman yang berbeda itu bisa ditandai
dari pemakaian label, kata, kalimat, grafik, dan penekanan tertentu.
Dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menseleksi isu
tertentu dan mengabaikan isu yang lain, dan menonjolkan aspek dari isu tersebut
dengan menggunakan berbagai strategi wacana-penempatan yang mencolok
(menempatkan di headline depan atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian
grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu
ketika menggambarkan orang/peristiwa yang diberitakan, asosiasi terrhadap
simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan lain sebagainya. Semua itu dipakai
untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan
diingat oleh khalayak. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya
menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan
dihilangkan, dan hendak dibawa ke mana berita tersebut.
3.2 Subyek dan Obyek Penelitan
Subyek dalam penelitian ini adalah situs berita online okezone.com dan
detik.com. Sedangkan obyek dari penelitan ini adalah berita-berita mengenai
penayangan tarian pendet dalam iklan Visit Malaysia Year 2009 yang muncul
mulai 22 Agustus 2009 - 28 Agustus 2009.
Pada penelitian ini, unit analisis yang diguanakan adlah unit analisis
reference, yaitu unit yang digunakan untuk menganalisis kalimat atau kata yang
dimuat dalam teks berita mengenai penayangan tarian pendet dalam iklan Visit
Malaysia Year 2009. Analisis teks media dengan hubungan antar kalimat,
penulisan narasumber, penulisan latar, penggunaan gaya bahasa untuk
mrngungkapkan pemaknaan terhadap perspektif yang digunakan oleh media
online, situs berita okezone.com dan detik.com dalam melihat suatu peristiwa,
yang dalam hal ini berita-berita perampasan kebudayaan Indonesia oleh
Malaysia.
3.4 Korpus Penelitian
Korpus pada penelitian ini adalah pemberitaan tentang penayangan
tarian pendet dalam iklan Visit Malaysia Year 2009. Pada penelitian ini korpus
yang diperoleh pada situs berita online okezone.com dan detik.com 22 Agustus
2009 - 28 Agustus 2009 dengan total berita okezone.com terdapat empat berita
sedangkan detik.com terdapat empat berita seputar penayangan tarian pendet
dalam iklan Visit Malaysia Year 2009, antara lain:
Okezone.com :
a. Sabtu, 22 Agustus 2009 - 09:12 wib
b. Senin, 24 Agustus 2009 - 13:21 wib
“Tari Pendet Diklaim, Rakyat Indonesia Wajib Marah”
c. Kamis, 27 Agustus 2009 - 17:17 wib
“Soal Pendet, Indonesia Tunggu Malaysia Minta Maaf”
d. Jum'at, 28 Agustus 2009 - 14:15 wib
“Malaysia Belum Resmi Minta Maaf Soal Pendet”
Detik.com :
a. Senin, 24/08/2009 15:53 WIB
“Discovery Channel Cabut Iklan 'Tari Pendet' Malaysia”
b. Senin, 24/08/2009 20:32 WIB
“Deplu: Ada Upaya Korektif dari Pihak Malaysia”
c. Selasa, 25/08/2009 16:47 WIB
d. Jumat, 28/08/2009 12:50 WIB
“Deplu: Malaysia Telah Minta Maaf”
Korpus adalah suatu himpunan terbatas atau juga berbatas dari unsur
yang memiliki sifat bersama atau tunduk pada aturan yang sama, dan karena itu
dapat dianalisis sebagai keseluruhan. (