• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Efektivitas Terapi Layanan JKN dan Non JKN Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Udayana.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Efektivitas Terapi Layanan JKN dan Non JKN Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Udayana."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TERAPI LAYANAN

JKN DAN NON JKN PADA PASIEN DIABETES

MELITUS TIPE II DI UNIT RAWAT JALAN

RUMAH SAKIT UDAYANA

Skripsi

NGAKAN MADE RUDIARTA 1208505047

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

(2)
(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

”Perbandingan Efektivitas Terapi Layanan JKN dan non JKN pada Pasien

Diabetes Melitus Tipe 2 di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Udayana” tepat pada waktunya.

Penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Ida Bagus Made Suaskara, M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.

2. Ni Made Pitri Susanti, S.Farm., M.Si., Apt. selaku Ketua Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana. Terima kasih atas bimbingan dan bantuannya.

3. Dewa Ayu Swastini, S.F., M.Farm., Apt. selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, serta memberikan motivasi dan perhatian kepada penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.

(4)

iv

5. Rasmaya Niruri, S.Si., M.Farm. Klin., Apt. selaku dosen Pembimbing Akademik. Terimakasih atas bimbingan, dukungan, saran serta motivasi yang telah diberikan kepada penulis.

6. Keluarga khususnya Ngakan Made Wiarta selaku ayah, Ni Wayan Arini, S.Si,T., M.Kes. selaku ibu, Ngakan Putu Januarta selaku kakak. Terimakasih atas dukungan, saran serta motivasi yang telah diberikan kepada penulis.

7. Seluruh rekan mahasiswa Farmasi Udayana 2012 (Dioscuri Hygeia) yang senantiasa menyertai dalam sedih dan senang, memberikan masukan pemikiran, bantuan, dan semangat untuk penulis.

Penulis menyadari bahwa penyusunan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penyusunan ini selanjutnya. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat kedepannya.

Bukit Jimbaran, Agustus 2016

(5)

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ... xii

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Jaminan Kesehatan Nasional... 5

2.2 E-Katalog Obat... 6

2.3 Diabetes Melitus Tipe 2 ... 6

2.3.1 Definisi Diabetes Melitus Tipe 2 ... 6

2.3.2 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 ... 7

2.3.3 Epidemiologi Diabetes Melitus Tipe 2 ... 8

2.3.4 Etiologi Diabetes Melitus Tipe 2 ... 10

2.3.5 Gejala Klinik Diabetes Melitus Tipe 2 ... 11

2.3.6 Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2 ... 12

2.3.7 Penatalaksanaan Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 ... 13

2.3.8 Kejadian Efek Samping Obat Antidiabetik Oral ... 28

(6)

vi

BAB III METODE PENELITIAN... 31

3.1 Rancangan Penelitian ... 31

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

3.3 Alat Penelitian ... 31

3.4 Subyek Penelitian ... 32

3.4.1 Populasi ... 32

3.4.2 Perhitungan Sampel ... 32

3.5 Variabel Penelitian ... 34

3.6 Batasan Operasional ... 35

3.7 Prosedur Penelitian ... 35

3.7.1 Pengumpulan Data ... 35

3.7.2 Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Analisis Deskriptif ... 39

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 39

4.1.2 Pola Penggunaan Obat Antidiabetik Oral ... 44

4.2 Analisis Evaluatif ... 46

4.3 Persentase Kejadian Efek Samping ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 60

Daftar Pustaka ... 61

(7)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik Untuk DM ... 12

Tabel 2.2 Target Kontrol Glikemik ... 14

Tabel 2.3 Penggolongan Obat Antidiabetik Oral ... 18

Tabel 2.4 Golongan Sulfonilurea ... 21

Tabel 2.5 Golongan Biguanid ... 24

Tabel 2.6 Golongan Thiazolidinedion... 25

Tabel 2.7 Golongan Penghambat α-Glukosidase ... 26

Tabel 2.8 Golongan Meglitinid ... 27

Tabel 4.1 Karakteristik Jumlah Pasien DM tipe 2 di Unit Rawat Jalan Poli Interna Rumah Sakit Udayana Berdasarkan Jenis Kelamin, Kelompok Umur dan Body Mass Index (BMI) .... 39

Tabel 4.2 Insulin dan Antidiabetik Oral yang digunakan pada pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Udayana ... 45

Tabel 4.3 Jumlah Obat DM tipe 2 berdasarkan jenis obat antidiabetik oral yang digunakan pada pasien pada layanan JKN maupun non JKN di Unit Rawat Jalan Poli Interna Rumah Sakit Udayana ... 46

Tabel 4.4 Kriteria Pengendalian DM Berdasarkan Nilai KGDP ... ……. 48

Tabel 4.5 Perbandingan Kadar Glukosa Darah Puasa Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Udayana yang menggunakan antidiabetik oral metformin dan glikazid pada layanan JKN dan non JKN ... ……. 49

(8)

viii

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Langkah-Langkah Diagnostik Diabetes Melitus dan

(10)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance) ...69

Lampiran 2 Informasi Pasien yang Akan Mengikuti Penelitian ...70

Lampiran 3 Persetujuan Ikut Dalam Penelitian (Informed Consent) ...71

Lampiran 4 Lembar Pengumpul Data Awal Pasien ... 72

Lampiran 5 Lembar Pengumpul Data Kadar Glukosa Darah dan Kejadian Efek Samping ...73

Lampiran 6 Data Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Udayana pada Layanan JKN……….. 74

Lampiran 7 Data Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Udayana pada Layanan non JKN ...76

Lampiran 8 Data Kejadian Efek Samping dan Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Udayana pada Layanan JKN………...78

Lampiran 9 Data Kejadian Efek Samping dan Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Udayana pada Layanan non JKN ………... 80

Lampiran 10 Tabel Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Udayana ………... 82

Lampiran 11 Data Distribusi Frekuensi Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Layanan JKN dan non JKN di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Udayana berdasarkan pengelompokkan jenis kelamin ...82

Lampiran 12 Data Statistik Body Mass Index (BMI) Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Udayana berdasarkan Pengelompokkan Jenis Kelamin ...83 Lampiran 13 Data Distribusi Frekuensi Body Mass Index (BMI)

(11)

xi

dan non JKN di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Udayana berdasarkan pengelompokkan jenis kelamin……… 83 Lampiran 14 Tabel Distribusi Frekuensi Umur Pasien Diabetes

Melitus Tipe 2 di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit

Udayana……… 85 Lampiran 15 Hasil Analisa Glukosa Darah Puasa dan Glukosa Darah

Post Prandial Metformin dan Glucophage ...86 Lampiran 16 Hasil Analisa Glukosa Darah Puasa dan Glukosa Darah

(12)

xii

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

AACE : American Association of Clinical Endocrinologists

ADA : American Diabetes Association

BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

E-Catalogue : sistem informasi elektronik yang memuat informasi seputar daftar nama obat, jenis, spesifikasi teknis, harga satuan terkecil, dan pabrik penyedia

GDP : Glukosa Darah Puasa

GDPT : Glukosa Darah Puasa Terganggu

GDS : Glukosa Darah Sewaktu

Glukoneogenesis : Sintesis glukosa dari senyawa bukan karbohidrat, misalnya asam laktat dan beberapa asam amino

HbA1C : Glicated haemoglobin A1C (zat yang terbentuk dari reaksi kimia glukosa dan hemoglobin

JKN : Jaminan Kesehatan Nasional

KGDP : Kadar Glukosa Darah Puasa

KGDPP : Kadar Glukosa Darah Post Prandial

KGDS : Kadar Glukosa Darah Sewaktu

Polidipsia : Rasa haus yang berlebihan dan resisten, yang dihubungkan dengan berbagai gangguan kesehatan diantaranya diabetes

Polifagia : Rasa lapar dan keinginan makan yang berlebihan, yang dihubungkan dengan berbagai gangguan kesehatan diantaranya diabetes

Poliuria : Urinasi berlebihan dan sering, yang dihubungkan dengan berbagai gangguan kesehatan diantaranya diabetes

Pruritus Vulvae : Iritasi pada vagina yang ditandai dengan adanya cairan berwarna kuning kehijauan

SJSN : Sistem Jaminan Sosial Nasional

(13)

xiii

ABSTRAK

Antidiabetik oral metformin dan glikazid adalah jenis antidiabetik oral yang sering digunakan untuk mengobati pasien DM tipe 2 pada layanan JKN dan non JKN yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Udayana. Namun sampai saat ini belum adanya penelitian evidence based di Rumah Sakit Udayana mengenai perbandingan efektivitas kedua jenis layanan kesehatan tersebut. Penelitian ini bertujuan melihat perbandingan kemampuan kedua jenis antidiabetik oral antara layanan JKN dan non JKN dalam menurunkan Kadar Glukosa Darah Puasa (KGDP) dan Kadar Glukosa Darah Post Prandial (KGDPP) serta untuk mengetahui persentase kejadian efek samping yang ditimbulkan.

Secara keseluruhan subjek penelitian lebih banyak pasien perempuan, berusia > 45 tahun dan sebanyak 34,28% sampel memiliki nilai BMI > 25 kg/m2, Hasil analisis evaluatif menunjukkan bahwa kedua jenis antidiabetik oral pada layanan JKN dan non JKN mampu menurunkan KGDP dan KGDPP secara signifikan dimana pada layanan JKN menunjukkan penurunan KGDP dan KGDPP yang lebih besar secara signifikan daripada layanan non JKN. Persentase kejadian efek samping hipoglikemia, mual dan diare pada layanan JKN lebih rendah daripada layanan non JKN, sedangkan efek samping muntah pada layanan JKN dan non JKN memiliki persentase yang sama dan tidak adanya kejadian alergi pada layanan JKN dan non JKN

Layanan JKN menunjukkan penurunan KGDP dan KGDPP yang lebih besar secara signifikan (P < 0,05) daripada layanan non JKN dan kejadian efek samping pada layanan JKN lebih rendah daripada layanan non JKN

__________________________________________________________________

(14)

xiv

ABSTRACT

Oral anidiabetic of metformin and gliclazid are the type of oral antidiabetic most commonly used to treat patient with type 2 diabetes melitus on JKN and non JKN healthcare outpatients in Udayana Hospital. However, there has no evidence-based research conducted in Udayana Hospital concerning the comparison of effectiveness of two type of healthcare. This research has been conducted to compare the ability of these two oral antidiabetic type between JKN and non JKN healthcare in reducing Fasting Blood Glucose Level and Postprandial Blood Glucose Level and to investigate the percentage of side effects incidence

Overall, the research subject were predominantly female patients, most of them were with age range above 45 years and 34.28% sample have BMI value more than 25 kg/m2. The results of the evaluative analysis revealed that both of oral antidiabetic on JKN and non JKN healthcare could significantly reduce the Fasting Blood Glucose Level and Postprandial Blood Glucose Level in which JKN healthcare significantly showed a greater reduction in blood sugar glucose level compared to the reduction by non JKN healthcare. Incidence of hypoglycemia, nausea and diarrhea side effects on JKN Healthcare lower than non JKN healthcare, incidence of vomiting side effect on JKN and non JKN healthcare show the same percentage and no allergic side effect on JKN and non JKN healthcare.

JKN healthcare significantly showed a greater reduction in blood sugar glucose level compared to the reduction by non JKN healthcare and incidence of side effects on JKN healthcare lower than non JKN healthcare.

__________________________________________________________________ Keyword : type 2 diabetes melitus, blood glucose level, JKN healthcare,

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum publik yang berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia (UU No 40 Tahun 2004). Pada awal tahun 2014 di Indonesia menyelenggarakan asuransi kesehatan bagi seluruh rakyatnya yakni Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah suatu program masyarakat atau rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif dan sejahtera yang sesuai dengan prinsip asuransi sosial dan prinsip equitas (Hasibuan, 2003).

(16)

2

berat ketika obat yang digunakan adalah obat-obat untuk penyakit kronis seperti hipertensi, gagal ginjal kronis dan diabetes melitus yang memerlukan pengobatan dalam jangka panjang.

(17)

3

diberikan pada pasien DM Tipe 2 yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Udayana

Sampai saat ini belum ada penelitian evidence based di Rumah Sakit Udayana mengenai perbandingan efektivitas obat diabetes oral metformin dan glikazid pada pasien rawat jalan dengan layanan JKN dan obat diabetes oral glucophage dan diamicron pada layanan non JKN. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektivitas terapi layanan JKN dan non JKN pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Efektivitas terapi bisa diukur dari outcome klinik dan keamanan penggunaan obat. Outcome terapi dinilai dari kemampuannya menurunkan kadar glukosa darah baik glukosa darah puasa (KGDP), kadar glukosa darah post prandial (KGDPP) dan kadar glukosa darah sewaktu (KGDS). Keamanan terapi dapat diukur dari ada atau tidaknya kejadian hipoglikemi, mual, muntah, diare, peningkatan berat badan dan reaksi immunologi seperti alergi (Klisic et al., 2002 ; PERKENI, 2011).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana perbandingan penurunan kadar glukosa darah puasa (KGDP) dan kadar glukosa darah post prandial (KGDPP) pasien diabetes mellitus tipe II di unit rawat jalan antara layanan JKN dan non JKN yang mendapat terapi antidiabetik oral metformin dan glikazid di Rumah Sakit Udayana ? 1.2.2 Berapa perbandingan persentase kejadian efek samping yg ditimbulkan

(18)

4

metformin dan glikazid untuk pasien diabetes mellitus tipe II di unit rawat jalan Rumah Sakit Udayana ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Melihat perbandingan penurunan kadar glukosa darah puasa (KGDP) dan kadar glukosa darah post prandial (KGDPP) pasien diabetes melitus tipe II di unit rawat jalan antara layanan JKN dan non JKN yang mendapat terapi antidiabetik oral metformin dan glikazid di Rumah Sakit Udayana

1.3.2 Mengetahui perbandingan persentase kejadian efek samping yg ditimbulkan pada pasien JKN dan non JKN yg menggunakan terapi antidiabetik oral metformin dan glikazid untuk pasien diabetes melitus tipe II di unit rawat jalan Rumah Sakit Udayana

1.4 Manfaat Penelitian

(19)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kemenkes-RI, 2014).

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Setiap Peserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan (Henry, 2014).

(20)

6

2.2. E-Katalog Obat

Sistem e-katalog Obat Generik adalah sistem informasi elektronik yang memuat informasi seputar daftar nama obat, jenis, spesifikasi teknis, harga satuan terkecil, dan pabrik penyedia. Harga yang tercantum dalam e-katalog adalah harga satuan terkecil, dimana sudah termasuk pajak dan biaya distribusi. Pengadaan obat generik yang sudah termuat dalam katalog dilaksanakan melalui mekasisme e-purchasing, serta bersifat penunjukkan langsung oleh satuan kerja. Dengan adanya sistem e-katalog Obat Generik, selain dapat meminimalisasi penyimpangan, juga dapat memudahkan pihak pemerintah untuk lebih leluasa dalam memilih produk obat generik yang dibutuhkan. Selanjutnya, bagi Dinas atau Rumah Sakit yang ingin melaksanakan pengadaan obat generik juga tinggal memilih saja, karena harga dan spesifikasinya sudah jelas (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

2.3. Diabetes Melitus Tipe 2

2.3.1 Definisi Diabetes Melitus 2

(21)

7

Diabetes Melitus (DM) adalah sindrom hiperglikemia kronis karena kekurangan insulin relatif, resistensi, atau keduanya. Hal ini mempengaruhi lebih dari 120 juta orang di seluruh dunia, diperkirakan akan mempengaruhi 370 juta pada tahun 2030 (Kumar & Clark, 2009).

Diabetes melitus tipe II (DM tipe II) ini membentuk 90 - 95% dari semua kasus diabetes, dahulu disebut diabetes melitus non-dependen insulin atau diabetes onset dewasa. Diabetes ini meliputi individu yang memiliki resistensi insulin dan biasanya mengalami defisiensi insulin relatif atau kekurangan insulin pada awalnya dan sepanjang masa hidupnya, individu ini tidak membutuhkan pengobatan insulin untuk bertahan hidup (American Diabetes Association (ADA) 2006).

DM tipe 2 dikarakteristik dengan adanya resistensi insulin dan kurangnya sekresi insulin, sekresi insulin secara progresif berkurang setiap waktu (Triplit et al., 2008). Risiko DM tipe 2 semakin bertambah seiring meningkatnya usia, obesitas dan kurangnya aktivitas fisik (ADA, 2012).

2.3.2 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2

(22)

8

Patogenesis diabetes mellitus tipe II dimulai dari resistensi insulin dimana penurunan kemampuan insulin untuk beraksi pada jaringan target perifer (terutama otot dan hati) merupakan ciri yang menonjol pada DM tipe II dan merupakan kombinasi dari kerentanan genetik dan obesitas. Resistensi insulin mengganggu penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin dan meningkatkan keluaran glukosa hepatik, keduanya menyebabkan hiperglikemia (Powers, 2005).Pada prinsipnya resistensi insulin dapat terjadi di tingkat reseptor insulin atau di salah satu jalur sinyal pascareseptor. Pada DM tipe II jarang terjadi defek kualitatif dan kuantitatif pada reseptor insulin. Oleh karena itu, resistensi insulin diperkirakan terutama berperan dalam pembentukan sinyal pascareseptor (Clare-Salzler, et al., 2007). Sedangkan pada gangguan sekresi insulin sekresi insulin tampaknya normal dan kadar insulin plasma tidak berkurang. Namun pola sekresi insulin yang berdenyut dan osilatif lenyap, dan fase pertama sekresi insulin (yang cepat) yang dipicu oleh glukosa menurun. Penyebab defisiensi insulin pada DM tipe II masih belum sepenuhnya jelas. Pada mereka yang memiliki kerentanan genetik terhadap DM tipe II, kompensasi ini gagal. Pada perjalanan penyakit selanjutnya terjadi kehilangan 20 - 50% sel beta, tetapi jumlah ini belum dapat menyebabkan kegagalan dalam sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa (Clare – Salzler, et al., 2007).

2.3.3 Epidemiologi Diabetes Melitus Tipe 2

(23)

9

menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat diseluruh dunia dimana 90% adalah jenis diabetes melitus tipe 2 terjadi di negara berkembang. Peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan di Afrika , hal ini diakibatkan oleh tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riskesdas (2007) dari 24.417 responden berusia > 15 tahun, 10,2% mengalami toleransi glukosa tergangggu (kadar glukosa 140-200 mgdl setelah puasa selama 4 jam diberikan beban glukosa sebanyak 75 gram). DM lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding dengan pria, lebih sering pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah. Daerah dengan angka penderita DM yang tertinggi adalah Kalimantan Barat dan Maluku Utara, yaitu 11,1% sedangkan kelompok usia terbanyak DM adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan faktor resiko DM adalah Obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya komsumsi sayur dan buah (Riskesdas, 2007).

WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 202-30 (PERKENI,2011)

(24)

10

2.3.4 Etiologi Diabetes Melitus Tipe 2

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi Insulin pada diabetes melitus tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi Insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes melitus tipe II. Menururt Smeltzer (2008) faktor resiko diabetes melitus antara lain :

a Usia

Umur manusia mengalami perubahan fisiologi yang menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes melitus sering muncul setelah usia lanjut terutama setelah berusia 45 tahun pada mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin.

b.Obesitas

Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes melitus tipe II adalah mereka yang mengalami kegemukan. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja Insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau perut. Lemak ini akan memblokir kerja Insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.

c.Riwayat Keluarga (memegang peran besar)

(25)

11

tergantung pada faktor kelebihan berat badan, kurang gerak tubuh dan stres. Sekitar 50 % pasien diabetes melitus Tipe II mempunyai orang tua yang menderita diabetes, dan lebih sepertiga pasien diabetes mempunyai saudara yang mengidap diabetes.

d. Kelompok Etnik

Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik dan orang Amerika di Afrika, memiliki resiko lebih besar terkena Diabetes Melitus tipe II.

2.3.5 Gejala Klinik Diabetes Melitus Tipe 2

Menurut Depkes RI (2005), diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes.

Adapun gejala-gejala khas Diabetes Mellitus secara umum adalah sebagai berikut (PERKENI, 2006) :

• Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

• Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

(26)

12

umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf (Depkes RI, 2005).

2.3.6 Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2

Diagnosis klinik DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan sebabnya. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl

juga digunakan untuk patokan diagnosis DM (Gustaviani, 2006). Beberapa peneliti menyarankan HbA1C (Hemoglobin A1C) sebagai salah satu uji diagnosa pada diabetes melitus (Powers, 2005).

Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik untuk DM (ADA, 2010)

Kadar Glukosa Sewaktu Konsentrasi plasma glukosa ≥200 mg/dL

(11,1 mmol/L)

Kadar Glukosa Puasa Konsentrasi plasma glukosa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L)

Kadar Glukosa 2 Jam Post Prandial ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L) selama TTGO

HbA1C ≥6,3 %

(27)

13

usianya ≥ 45, dan lebih sering bagi orang yang riwayat keluarga DM, obesitas,

tanda-tanda resistensi Insulin dan jarang olah raga (Dipiro, 2008).

Gambar 2.1 Langkah-Langkah Diagnostik Diabetes Melitus dan Gangguan Toleransi Glukosa (Suyono, 2011)

Keluhan klinis diabetes

Keluhan khas (+) Keluhan khas (-)

- Evaluasi dan Perencanaan Makan sesuai Kebutuhan

-Nasihat umum -Perencanaan Makanan -Latihan Jasmani -Berat Idaman

- Belum perlu obat penurun glukosa

GDP = Glukosa Darah Puasa GDS = Glukosa Darah Sewaktu

(28)

14

2.3.7 Penatalaksanaan Terapi Diabetes Melitus Tipe 2

Tujuan jangka pendek penatalaksanaan DM yaitu untuk menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa. Sedangkan tujuan jangka panjang yaitu mencegah dan menghambat progesivitas penyulit seperti mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Sementara tujuan akhir adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM (PERKENI,2011). American Diabetes Association merekomendasikan target kontrol glikemik pada pasien dengan diabetes seperti yang terlihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Target Kontrol Glikemik (Powers,2005)

No Kriteria Target

1 HbA1C < 7,0 %

2 Glukosa Darah Puasa 5,0 – 7,2 mmol/L (90-130 mg/dl)

3 Glukosa Darah Post Prandial < 10 mmol/L (< 180 mg/dl)

(29)

15

Gambar 2.2 Algoritma Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe II

( Wells et al, 2006 )

Target

A1C ≤ 6,5%

Fasting SMBG < 110 mg/dL 2 jam PP SMBG < 140 – 180 mg/dL

Intervensi awal Edukasi diabetes, nutrisi medis dan latihan jasmani

Target terpenuhi

A1C setiap 6 bulan

Target Fasting SMBG PP tidak terpenuhi setelah 1 bulan

Mulai monoterapi Sulfonilurea / Metformin + Exenatide

(30)

16

A. Terapi nonfarmakologi 1. Pengaturan diet

Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengobatan diet pada diabetes adalah: a. Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati

kadar normal.

b. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal. c. Mencegah komplikasi akut dan kronik.

d. Meningkatkan kualitas hidup.

Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes mellitus, yang terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapian hasil metabolis yang optimal dan pencegahan serta perawatan komplikasi. Untuk pasien DM tipe 1, perhatian utamanya pada regulasi administrasi insulin dengan diet seimbang untuk mencapai dan memelihara berat badan yang sehat. Penurunan berat badan pada DM tipe 2 telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap stimulus glukosa (Depkes RI, 2005).

2. Olah raga

(31)

17

dan lain sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Depkes RI, 2005).

B. Terapi Farmakologi 1. Insulin

Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel β pankreas dalam merespon glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel (Tjay dan Rahardja, 2007).

Macam-macam sediaan insulin: a. Insulin kerja singkat

Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai kerjanya baru sesudah setengah jam (injeksi subkutan), contoh: Actrapid, Velosulin, Humulin Regular. b. Insulin kerja panjang (long-acting)

Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mempersulit daya larutnya di cairan jaringan dan menghambat resorpsinya dari tempat injeksi ke dalam darah. Metoda yang digunakan adalah mencampurkan insulin dengan protein atau seng atau mengubah bentuk fisiknya, contoh: Monotard Human.

c. Insulin kerja sedang (medium-acting)

(32)

18

Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi metformin dan sulfonilurea, langkah selanjutnya yang mungkin diberikan adalah insulin (Waspadji, 2010).

2. Obat Antidiabetik Oral

Obat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu penanganan pasien diabetes mellitus tipe 2. Farmakoterapi antidiabetik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005). Berikut ini penggolongan obat antidiabetik oral :

Tabel 2.3. Penggolongan Obat Antidiabetik Oral (Depkes RI, 2005)

Golongan Contoh Sediaan Mekanisme Kerja

Sulfonilurea Tolbutamid

Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, sehingga hanya efektif pada penderita diabetes yang sel-sel β pankreasnya masih berfungsi dengan baik.

Biguanida Metformin

Bekerja langsung pada hati (hepar),menghambat glukoneogenesis di hati dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan.

Meglitinid Repaglinid Merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas

(33)

19

Tiazolidindion Rosiglitazone Pioglitazone

Meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin pada otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin Penghambat

enzim

alfaglukosidase

Akarbosa Miglitol

Menghambat kerja enzim-enzim pencenaan yang mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat absorpsi glukosa ke dalam darah

a. Golongan Sulfonilurea

Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pankreas masih dapat berproduksi Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya (Depkes RI, 2005).

-Sulfonilurea generasi pertama

Tolbutamid diabsorbsi dengan baik tetapi cepat dimetabolisme dalam hati. Masa kerjanya relatif singkat, dengan waktu paruh eliminasi 4-5 jam (Katzung, 2002). Dalam darah tolbutamid terikat protein plasma. Di dalam hati obat ini diubah menjadi karboksitolbutamid dan diekskresi melalui ginjal (Handoko dan Suharto, 1995).

(34)

20

asetoheksamid sendiri. Selain itu itu 1-hidroksilheksamid juga memperlihatkan masa paruh yang lebih panjang, kira-kira 4-5 jam (Handoko dan Suharto, 1995). Klorpropamid cepat diserap oleh usus, 70-80% dimetabolisme di dalam hati dan metabolitnya cepat diekskresi melalui ginjal. Dalam darah terikat albumin, masa paruh kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat beberapa hari setelah pengobatan dihentikan (Handoko dan Suharto, 1995).

Tolazamid diserap lebih lambat di usus daripada sulfonilurea lainnya dan efeknya pada glukosa darah tidak segera tampak dalam beberapa jam setelah pemberian. Waktu paruhnya sekitar 7 jam (Katzung, 2002).

- Sulfonilurea generasi kedua

Gliburid (glibenklamid) khasiat hipoglikemisnya yang kira-kira 100 kali lebih kuat daripada tolbutamida. Sering kali ampuh dimana obat-obat lain tidak efektif lagi, risiko hipoglikemia juga lebih besar dan sering terjadi. Pola kerjanya berlainan dengan sulfonilurea yang lain yaitu dengan single-dose pagi hari mampu menstimulasi sekresi insulin pada setiap pemasukan glukosa (selama makan) (Tjay dan Rahardja, 2007). Obat ini dimetabolisme di hati, hanya 21% metabolit diekresi melalui urin dan sisanya diekskresi melalui empedu dan ginjal (Handoko dan Suharto, 1995).

Glipizid memiliki waktu paruh 2-4 jam, 90% glipizid dimetabolisme dalam hati menjadi produk yang aktif dan 10% diekskresikan tanpa perubahan melalui ginjal (Katzung, 2002).

(35)

21

dan dosis harian maksimal yang dianjurkan adalah 8 mg. Glimepiride mempunya waktu paruh 5 jam dan dimetabolisme secara lengkap oleh hati menjadi produk yang tidak aktif (Katzung, 2002).

Tabel 2.4 Golongan Sulfonilurea (DIH, 2009 dan Dipiro, 2008)

Nama Obat Farmakologi

Farmakokinetik Farmakodinamik

Generasi Ke 2

Glikazid Dimetabolisme dihati dan diskresi melalui ginjal. Lama kerja labih dari 12 jam dengan waktu paruh 10 jam (Dipiro,

Gejala saluran cerna berupa mual,muntah dan diare (Edmond,2011).

Menyebabkan hipoglikemik (Schrenthaner et al, 2004)

Glimepirid Durasi kerja sampai 24 jam, dimetabolisme di hati menjadi metabolit inaktif (Dipiro, 2008).

Dosis: 1 kali sehari 1-4 mg, maks 6 mg sehari, sebelum makan. (DIH, 2009)

Mekanisme :

Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, sehingga hanya efektif pada penderita diabetes yang sel-sel β pankreasnya masih berfungsi dengan baik (Dipiro, 2008).

(36)

22

Gejala saluran cerna dan sakit kepala. Dibandingkan dengan Glibenklamid, Glimepirid lebih jarang menimbulkan efek hipoglikemik pada awal pengobatan (Soegondo, 2002).

Glibenklamid Potensinya 200x lebih kuat dari Tolbutamid. Durasi kerja sampai 24 jam, dimetabolisme di hati, dieliminasi ½ di ginjal dan setiap minggu sampai maksimal 2 kali sehari 10 kelenjar pankreas, sehingga hanya efektif pada penderita diabetes yang sel-sel β pankreasnya masih berfungsi dengan baik (Dipiro, 2008)

Efek samping :

Gejala saluran cerna dan sakit kepala. Memiliki efek hipoglikemik yang poten sehingga pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal makan yang ketat (Soegondo, 2002).

Kombinasi Obat :

Metformin digunakan sekali sehari sebagai mono terapi atau dalam bentuk kombinasi dengan insulin

Glipizid Durasi kerja sampai 20 jam, dalam darah 98% terikat protein plasma, potensinya 100x lebih kuat dari

Mekanisme :

(37)

23

Tolbutamid. Dimetabolisme dihati menjadi inaktif, sekitar 10% diekresikan melalui ginjal dlam keadaan

pankreasnya masih berfungsi dengan baik maksimum dalam plasma setelah 2-3 jam. kelenjar pankreas, sehingga hanya efektif pada penderita diabetes yang sel-sel β pankreasnya masih berfungsi dengan baik (Dipiro, 2008)

Efek Samping :

Hipoglikemia

b. Golongan Biguanida

(38)

24

Tabel 2.5 Golongan Biguanid (DIH, 2009 dan Dipiro, 2008)

Nama Obat Farmakologi

Farmakokinetik Farmakodinamik

Metformin Durasi kerja sampai 24 jam, tidak berikatan dengan protein plasma, tidak terjadi metabolism dan diekresikan oleh ginjal sebagai senyawa aktif (Sukandar dan Andrajati, 2009). perlahan-lahan dinaikan sampai maksimal 3 kali sehari 1 g. (DIH, 2009)

Mekanisme : Bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Tidak merangsang sekresi insulin oleh kelenjar pankreas.

Efek Samping :

flu, palpitasi, sakit kepala, asodosis laktat, anoreksia, diare, dan gangguan penyerapan vitamin B12 (Taketomo, 2003).

Menyebabkan mual dan muntah, jarang menyebabkan hipoglikemia (Drug Facts &

(39)

25

hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel β pankreas. Contoh:

Pioglitazone, Troglitazon (Depkes RI, 2005).

Tabel 2.6 Golongan Thiazolidinedion (DIH, 2009 dan Dipiro, 2008)

Nama Obat Farmakologi

Farmakokinetik Farmakodinamik

Rosiglitazon Durasi kerja sampai 24 jam, di metabolisme di CYP2C8 dan 2C9 menjadi metabolit inaktif yang diekresikan di renal (Dipiro, 2008).

Waktu Paru :

3-4 jam

Dosis :

Bersama Metformin atau Sulfonilurea, 1-2 kali sehari 4 mg sebelum makan atau setelah makan (DIH, 2009)

Mekanisme :

Meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin pada otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin

Efek samping :

Nyeri punggung, sakit kepala, hiperglikemia, luka, sinusitis, anemia ketika digunakan bersamaan dengan metformin, udem ketika digunakan bersamaan dengan insulin (Dipiro, 2008).

Pioglitazon Durasi kerja sampai 24 jam, dimetabolisme di CYP2C8 dan 3A4, diekresikan melalui urin dan tinja (Dipiro, 2008).

Waktu Paruh :

16-24 jam

Dosis :

1 kali sehari 15-30 mg sebelum makan atau setelah makan. Dosis awal yang direkomendasi

(40)

26

d. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia postprandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Contoh: Acarbose (Tjay dan Rahardja, 2007).

Tabel 2.7 Golongan Penghambat α-Glukosidase (DIH, 2009 dan Dipiro, 2008)

Nama Obat Farmakologi

Farmakokinetik Farmakodinamik

Akarbose Durasi kerja sampai 1-3 jam, Di Absorpsi <2% dimetabolisme disaluran cerna oleh bakteri intestinal dan enzim pencernaan, dieliminasi di empedu (Dipiro, 2008).

Dosis : permulaan 3 kali sehari 50 mg, bila perlu dinaikkan setelah 1-2 minggu sampai maksimal 3 kali sehari 100 mg. Dianjurkan untuk diberikan bersama suap pertama setiap kali makan. (DIH, 2009)

Mekanisme :

Menghambat kerja enzim-enzim pencenaan yang mencerna karbohidrat,

sehingga memperlambat absorpsi glukosa ke dalam darah

Efeksamping :

(41)

27 menjadi dosis pemeliharaan 3 dd 100 mg (DIH, 2009).

enzim pencenaan yang mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat absorpsi glukosa ke dalam darah

Efek samping :

Sama dengan Akarbose, tetapi resorpsinya dari saluran cerna jauh lebih baik. Karena itu efek sampingnya mengenai gangguan lambung usus lebih sedikit (Jansman FGA 1997).

e. Golongan Meglitinid

Obat-obat antidiabetik oral golongan glinida ini merupakan obat antidiabetik generasi baru yang cara kerjanya mirip dengan golongan sulfonilurea. Kedua golongan senyawa antidiabetik oral ini bekerja meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Umumnya senyawa obat antidiabetik golongan meglitinid dan turunan fenilalanin ini dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik oral lainnya (Depkes RI, 2005)..

Tabel 2.8 Golongan Meglitinid (DIH, 2009 dan Dipiro, 2008)

Nama Obat Farmakologi

Farmakokinetik Farmakodinamik

Repaglinid Durasi kerja sampai 4 jam, dimetabolisme di CYP 3A4 menjadi metabolit inaktif, diekresikan disaluran empedu

Mekanisme:

Merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas

(42)

28 menit setelah pemberian oral, dimetabolisme disitokrom P450 2C9 dan 3A4 menjadi metabolit aktif lemah, dieliminasi di ginjal (Dipiro, 2008).

Waktu Paruh :

1 jam

Dosis : 3 kali sehari 60 mg sebelum makan, maksimal 3 kali sehari 180 mg (DIH, 2009).

Mekanisme:

2.3.8 Kejadian Efek Samping Obat Antidiabetik Oral

A. Hipoglikemia

(43)

29

Gejala umum hipoglikemia adalah lapar, gemetar, mengeluarkan keringat, berdebar-debar, pusing, pandangan menjadi gelap, gelisah serta koma. Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, survei yang dilakukan di Inggris diperkirakan 1-2-4% kematian pada penderita DM tipe 1 disebabkan oleh serangan hipoglikemia (PERKENI, 2011).

B. Peningkatan Berat Badan

Penelitian menunjukkan peningkatan berat badan berasosiasi dengan penggunaan insulin baik sebagai monoterapi ataupun dikombinasikan dengan Obat Hipoglikemik Oral. Faktor yang berperan dalam peningkatan berat badan karena pemakaian insulin yaitu interaksi antara perbaikan kontrol glikemia dan penurunan glukosuria, penekanan produksi glukosa hepatik, efek anabolik yang meningkatkan deposisi lemak dan peningkatan asupan makanan untuk mencegah

hipoglikemia (Gonza’lez dan Serrano, 2007).

C. Reaksi imunologi

(44)

30

D. Mual dan Muntah

Mual didefinisikan sebagai sensasi tidak menyenangkan pada epigastrium yang disertai kemerahan, takikardi dan kesadaran dari dorongan muntah. Sedangkan muntah atau emesis dikarakteristikkan dengan kontraksi otot abdomen, penurunan diafragma, dan pembukaan kardia lambung yang menghasilkan pengeluaran dari isi lambung melalui mulut (Garrett et al. 2003).

E. Diare

Penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah (WHO,2005).

2.3.9. Efektivitas Terapi (Outcome Klinik)

Outcome klinik adalah peristiwa medis yang terjadi sebagai akibat dari kondisi atau pengobatan yang diberikan. Outcome digunakan untuk membantu pasien, payers, dan providers untuk membuat pilihan pengobatan yang rasional berdasarkan pengetahuan terbaik karena efek dari pilihan ini akan menentukan hidup pasien (Coons, 2005).

Gambar

Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik untuk DM (ADA, 2010)
Gambar 2.1 Langkah-Langkah Diagnostik Diabetes Melitus dan Gangguan  Toleransi Glukosa (Suyono, 2011)
Tabel 2.2 Target Kontrol Glikemik (Powers,2005)
Gambar 2.2 Algoritma Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe II
+6

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Projek Akhir Arsitektur tahap Landasan Teori dan.. Program

Salah satu penyebab dari rendahnya nilai siswa karena kurangnya kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang inovatif sehingga cenderung monoton, serta

Sehubungan dengan Pengumuman Pelelangan Umum dengan Pascakualifikasi pada tanggal 19 s.d 25 Juni 2013, yang dilaksanakan oleh Pokja ULP - Panitia Pengadaan Barang/Jasa

Sistem Pendukung Keputusan Penerimaan Siswa Baru Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 03 Kota Bengkulu Menggunakan Visual Basic 6.0.

Judul : Pelatihan Keterampilan Reparasi Sepeda Motor Bagi Para Tukang Tambal Ban Dan Tukang Bengkel Sepeda Motor Se Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang 600.000,- Dana Rutin

Revitalisasi dan Fasilitasi Agroindustri Peternakan (susu dan daging) di Jawa Barat. Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan mutu dan produk yang dihasilkan oleh

Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara tanpa Sektor pertanian tahun 2008-2011 Ketimpangan Pendapatan (Indeks Williamson) Keterkaitan Sektor pertanian dengan Sektor-

Bumi yang kaya ini jika dikelola dengan baik akan membuat setiap rakyat Indonesia bisa memperoleh kemakmuran yang luar biasa sehingga bisa jadi suatu saat rakyat Indonesia sudah