• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan, Motivasi Dan Supervisi Oleh Atasan Langsung Dalam Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Oleh Tenaga Kesehatan Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bangli Tahun 2016.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pengetahuan, Motivasi Dan Supervisi Oleh Atasan Langsung Dalam Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Oleh Tenaga Kesehatan Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bangli Tahun 2016."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

GAMBARAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN SUPERVISI OLEH ATASAN LANGSUNG DENGAN PENERAPAN BUDAYA KESELAMATAN

PASIEN OLEH TENAGA KESEHATAN PELAKSANA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM BANGLI TAHUN 2016

NI WAYAN MARHENI NIM : 1420015014

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

UNIVERSITAS UDAYANA

GAMBARAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN SUPERVISI OLEH ATASAN LANGSUNG DALAM PENERAPAN BUDAYA KESELAMATAN

PASIEN OLEH TENAGA KESEHATAN PELAKSANA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM BANGLI TAHUN 2016

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

NI WAYAN MARHENI NIM : 1420015014

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul “Gambaran Pengetahuan, Motivasi Dan Supervisi Oleh Atasan Langsung Dalam Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Oleh Tenaga Kesehatan Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bangli Tahun 2016” tepat pada waktunya.

Penulisan skirpsi ini tidak akan terlaksana sebagaimana tanpa ada bimbingan dan saran dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mencapaikan terima kasih pada :

1. dr. I Made Ady Wirawan, MPH, Ph.D Selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

2. Putu Ayu Indrayathi, SE., MPH, selaku Kepala Bagian Peminatan Administrasi Kebijakan Kesehatan Universitas Udayana.

3. Rina Listyowati, S.SiT, M.Kes, selaku pembimbing

4. dr Pande Putu Januraga, M.Kes.,Dr PH selaku penguji I dan dr Ketut Suarjana, MPH selaku penguji II

5. dr. I Wayan Sudiana, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Umum Bangli yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Bangli

6. Rekan-rekan di Unit UPM yang sudah memberi dukungan dan bantuan dalam penyusunan proposal ini.

(6)

9. Keluarga yang selalu pengertian dan mendukung saya, terutama adik bungsu saya I Ketut Suandika Dharmayanta yang sudah begadang setiap hari membantu saya menilai kuesioner.

10.I Made Edy Listartha atas segala bantuan, motivasi dan dukungannya. 11.Seluruh pihak terkait yang membantu dalam penyusunan proposal ini, yang

tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya skripsi ini memiliki banyak kekurangan serta jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk membangun demi perbaikan skripsi ini.

Bangli, Juni 2016

(7)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

PEMINATAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN Skripsi, Juni 2016

Ni Wayan Marheni

Gambaran Pengetahuan, Motivasi Dan Supervisi Oleh Atasan Langsung Dalam Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Oleh Tenaga Kesehatan Pelaksana Di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bangli Tahun 2016 ABSTRAK

Rumah sakit adalah pelayanan kesehatan yang memiliki kegiatan yang kompleks sehingga beresiko menyebabkan terjadinya insiden keselamatan pasien. Untuk mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien maka dibentuk program keselamatan pasien yang bertujuan untuk mengurangi kejadian yang tidak diharapkan (KTD) dalam memberikan pelayanan kesehatan. Tujuan penelitian ini ingin mengetahui gambaran pengetahuan, motivasi dan supervisi oleh atasan langsung dalam penerapan budaya keselamatan pasien oleh tenaga kesehatan pelaksana di instalasi rawat inap RSU Bangli.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif dengan desain potong lintang (cross-sectional). Populasi yang digunakan adalah seluruh tenaga kesehatan pelaksana di instalasi rawat inap RSU Bangli sejumlah 140 orang, dengan teknik pegambilan sampel total sampling. Teknik analisa yang digunakan adalah analisis univariat denga tabel frekuensi.

Hasil dari penelitian menunjukkan nilai median pengetahuan 9 dengan presentase 89,2%, motivasi nilai median 30 dengan presentase 72,53%, supervisi oleh atasan langsung nilai median 36 dengan presentase 80% dan budaya keselamatan pasien dengan nilai median dan presentase setiap dimensi : grade keselamatan pasien (3;80%), jumlah pelaporan kejadian (1;20%), teamwork dalam unit (18;90%), ekspektasi dan aksi pimpinan dalam mempromosikan budaya keselamatan pasien (16;80%), proses belajar organisasi dan perbaikan berkelanjutan (13;86,67%), dukungan manajemen rumah sakit dalam keselamatan pasien (12;80%), keseluruhan persepsi (14;70%), umpan balik dan komunikasi kejadian kesalahan (13;86,67%), keterbukaan komunikasi (11;73,3%), frekuensi pelaporan kejadian insiden (12;80%), teamwork antar unit di rumah sakit (15;75%), staffing (10;50%), handoofs (serah terima) dan transisi (12:70%), dan respon tidak menyalahkan terhadap kejadian kesalahan (9;66,67%).

Untuk itu dapat disarankan kepada rumah sakit untuk melakukan sosialisasi tentang program keselamatan pasien dan budaya keselamatan pasien, menerapkan progran reward and punishment, memaksimalkan kegiatan supervisi dan menindaklanjuti elemen-elemen budaya keselamatan pasien yang masih harus mendapat perhatian seperti memberikan informasi mengenai respon tidak menyalahkan terhadap suatu kejadian insiden.

(8)

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM MEDICAL SCHOOL

UNIVERSITY UDAYANA

ADMINISTRATION AND HEALTH POLICY Mini Thesis , June 2016

Ni Wayan Marheni

Overview Knowledges, Motivation And Direct Supervision In Implementation Of Patient Safety Culture By Inpatient Health Worker In Bangli General

Hospital 2016 ABSTRACT

The hospital is health care that have complex activities that risk causing the occurrence of patient safety incidents. To prevent the occurrence of patient safety incidents shall be established patient safety program that aims to reduce the adverse event in providing health care. The purpose of this study wanted to know overview of knowledge, motivation and direct supervision in implementation of patient safety culture by inpatient health workers in RSU Bangli.

This study uses a quantitative method descriptive cross-sectional design. The population is the entire inpatient health workers in Hospital Bangli number of 140 people, with a total sample techniques.

Results from the study show the median value of knowledge 9 with a percentage of 89.2%, median value of motivation 30 with the percentage 72.53%, median value of direct supervision 36 with a percentage of 80% and patient safety culture with a median value and the percentage of each dimension: grade patient safety (3; 80%), the number of incident reporting (1; 20%), teamwork in the unit (18; 90%), expectation and action leadership in promoting a patient safety program (16; 80%), organizational learning and improvement continuous (13; 86.67%), support of hospital management in patient safety (12; 80%), overall perception (14; 70%), the incidence of feedback and communication errors (13; 86.67%), openness of communication (11; 73.3%), the frequency of occurrence reporting incidents (12; 80%), teamwork between the units in hospitals (15; 75%), staffing (10; 50%), handoofs (handover) and transition (12 : 70%), and the response is not to blame on the incidence of errors (9; 66.67%).

To that can be suggested to the hospital to socialize the patient safety program and patient safety culture, implementing program as reward and punishment to increase motivation, increase supervision and follow up elements of patient safety culture that still need attention such as providing information on the response is not to blame to a incident incident.

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. PERNYATAAN PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xv BAB 1PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. 1.1 Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. 1.2 Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. 1.3 Pertanyaan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1.4 Tujuan ... Error! Bookmark not defined. 1.4.1 Tujuan Umum ... Error! Bookmark not defined. 1.4.2 Tujuan Khusus ... Error! Bookmark not defined. 1.5 Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1.5.1 Manfaat Teoritis ... Error! Bookmark not defined. 1.5.2 Manfaat Praktis ... Error! Bookmark not defined. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. 2.1 Keselamatan Pasien ... Error! Bookmark not defined. 2.1.1 Sasaran keselamatan pasien ... Error! Bookmark not defined. 2.1.2 Standar keselamatan pasien rumah sakit ... Error! Bookmark not

defined.

2.1.3 Langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit ... Error! Bookmark not defined.

2.1.4 Sembilan solusi live saving keselamatan pasien rumah sakit ... Error! Bookmark not defined.

(10)

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan budaya keselamatan pasien ... Error! Bookmark not defined. 2.2.4 Mengukur penerapan budaya keselamatan pasienError! Bookmark not

defined.

2.3 Pengetahuan ... Error! Bookmark not defined. 2.4 Motivasi ... Error! Bookmark not defined. 2.5 Supervisi Pelayanan Keperawatan ... Error! Bookmark not defined. 2.6 Sumber Daya Manusia ... Error! Bookmark not defined. 2.6.1 Tenaga kesehatan ... Error! Bookmark not defined. 2.6.2 Karakteristik individu tenaga kesehatan Error! Bookmark not defined. 2.7 Penelitian Terdahulu ... Error! Bookmark not defined. BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... Error! Bookmark not defined.

(11)

5.4 Kelemahan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined. 5.5 Simpulan ... Error! Bookmark not defined. 5.6 Saran ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR GAMBAR

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu………... 29 Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel……… 35 Tabel 4.1 Jumlah Tenaga Kesehatan Pelaksana (Perawat dan Bidan) di Instalasi

Rawat Inap RSU Bangli Tahun 2016……… 39 Tabel 5.1 Karakteristik Responden Tenaga Kesehatan Pelaksana Di Instalasi Rawat

Inap RSU Bangli Tahun 2016………. 53

Tabel 5.2 Tingkat Pengetahuan Tenaga Kesehatan Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bangli Tahun 2016 (n=140)……… 57 Tabel 5.3 Pernyataan Kuesioner Pengetahuan Yang Perlu Mendapat Perhatian……… 59 Tabel 5.4 Tingkat Motivasi Tenaga Kesehatan Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Umum Bangli Tahun 2016 (n=140)……… 60 Tabel 5.5 Pernyataan Kuesioner Motivasi Yang Perlu Mendapat Perhatian……… 62 Tabel 5.6 Tingkat Supervisi Oleh Atasan Langsung Di Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Umum Bangli Tahun 2016 (n=140)………. 62 Tabel 5.7 Pernyataan Kuesioner Supervisi Oleh Atasan Langsung Yang Perlu

Mendapat Perhatian……….. 64 Tabel 5.8 Grade Keselamatan Pasien Oleh Tenaga Kesehatan Pelaksana Di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bangli Tahun 2016

(n=140)………... 65

Tabel 5.9 Tingkat Pengetahuan Tenaga Kesehatan Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap tentang Jumlah Pelaporan Kejadian Di Rumah Sakit Umum Bangli Tahun

2016 (n=140)………. 66

Tabel 5.10 Tingkat Teamwork Dalam Unit Oleh Tenaga Kesehatan Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Bangli Tahun 2016

(n=140)……….. 67

Tabel 5.11 Pernyataan Kuesioner Budaya Keselamatan Pasien Bagian Dimensi Teamwork Dalam Unit Yang Perlu Mendapat Perhatian……….. 68 Tabel 5.12 Tingkat Ekspektasi & Aksi Pimpinan Dalam Mempromosikan Budaya

Keselamatan Pasien (n=140)………. 69 Tabel 5.13 Pernyataan Kuesioner Budaya Keselamatan Pasien Bagian Dimensi

Ekspektasi Dan Aksi Pimpinan Dalam Mempromosikan Budaya Keselamatan

Pasien Yang Perlu Mendapat Perhatian……….. 70

(13)

Tabel 5.15 Pernyataan Kuesioner Budaya Keselamatan Pasien Bagian Dimensi Proses Belajar Organisasi Dan Perbaikan Berkelanjutan Yang Perlu Mendapat

Perhatian……… 71

Tabel 5.16 Tingkat Dukungan Manajemen RS Dalam Keselamatan Pasien (n=140)…… 72 Tabel 5.17 Pernyataan Kuesioner Budaya Keselamatan Pasien Bagian Dimensi

Dukungan Manajemen RS Dalam Keselamatan Pasien Yang Perlu Mendapat

Perhatian……… 73

Tabel 5.18 Tingkat Persepsi Tenaga Kesehatan Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap Mengenai Budaya Keselamatan Pasien (n=140)……….. 73 Tabel 5.19 Pernyataan Kuesioner Budaya Keselamatan Pasien Bagian Dimensi

Keseluruhan Persepsi Yang Perlu Mendapat Perhatian……… 74 Tabel 5.20 Tingkat Umpan Balik Dan Komunikasi Kejadian Kesalahan (n=140)………. 75 Tabel 5.21 Pernyataan Kuesioner Budaya Keselamatan Pasien Bagian Dimensi Umpan

Balik Dan Komunikasi Kejadian Kesalahan Yang Perlu Mendapat Perhatian 76 Tabel 5.22 Tingkat Keterbukaan Komunikasi (n=140)………... 76 Tabel 5.23 Pernyataan Kuesioner Budaya Keselamatan Pasien Bagian Dimensi

Keterbukaan Komunikasi Yang Perlu Mendapat Perhatian……….. 77 Tabel 5.24 Frekuensi Pelaporan Kejadian Insiden Oleh Tenaga Kesehatan Pelaksana Di

Instalasi Rawat Inap RSU Bangli (n=140)……… 77 Tabel 5.25 Pernyataan Kuesioner Budaya Keselamatan Pasien Bagian Dimensi Frekuensi

Pelaporan Kejadian Insiden Yang Perlu Mendapat

Perhatian……… 78

Tabel 5.26 Tingkat Teamwork Antar Unit Di RS (n=140)……….. 79 Tabel 5.27 Pernyataan Kuesioner Budaya Keselamatan Pasien Bagian Dimensi

Teamwork Antar Unit Di RS Yang Perlu Mendapat Perhatian………. 80 Tabel 5.28 Tingkat Staffing (n=140)……….. 80 Tabel 5.29 Pernyataan Kuesioner Budaya Keselamatan Pasien Bagian Dimensi Staffing

Yang Perlu Mendapat Perhatian……… 81 Tabel 5.30 Tingkat Handoofs (Serah Terima) Dan Transisi (n=140)……… 82 Tabel 5.31 Pernyataan Kuesioner Budaya Keselamatan Pasien Bagian Dimensi Handoofs

(Serah Terima) Dan TransisiYang Perlu Mendapat Perhatian………. 83

Tabel 5.32 Tingkat Respon Tidak Menyalahkan Terhadap Kejadian Kesalahan (n=140) 83 Tabel 5.33 Pernyataan Kuesioner Budaya Keselamatan Pasien Bagian Dimensi Respon

Tidak Menyalahkan Terhadap Kejadian Kesalahan Yang Perlu Mendapat

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Ethical Clereance Lampiran 2 Jadwal Penelitian

Lampiran 3 Informed Consent Penelitian

Lampiran 4 Kuesioner Pengetahuan, Motivasi dan Supervisi Lampiran 5 Kuesioner Budaya Keselamatan Pasien

Lampiran 6 Penjelasan Item Soal Pengetahuan, Motivasi dan Supervisi Lampiran 7 Penjelasan Item Soal Setiap Dimensi Pertanyaan Survey Budaya

(15)

DAFTAR SINGKATAN

AHRQ : Agency for Health Care Research and Quality Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

DO : Definisi Operasional

D 3 : Diploma 3

BLU : Badan Layanan Umum

BLUD : Badan Layanan Umum Daerah

CSSD : Central Sterilisation Suplay Departement HSOPSC : The Hospital Survey of Patient Safety Culture ICU : Intensif Care Unit

IKP : Insiden Keselamatan Pasien IOM : Institute of Medicine

KARS : Komisi Akreditasi Rumah Sakit

KKP-RS : Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit KNC : Kejadian Nyaris Cedera/ near miss

KPC : Kejadian Potensial Cedera KTC : Kejadian Tidak Cedera

KTD : Kejadian Tidak Diharapkan/ adverse event LASA : Look-Alike, Sound-Alike Medication Names NORUM : Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip

Permenkes RI : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia PERSI : Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia PNS : Pegawai Negeri Sipil

PTT : Pegawai Tidak Tetap

RS : Rumah Sakit

RSU Bangli : Rumah Sakit Umum Bangli RSUP Sanglah : Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

S1 : Sarjana

(16)

SPM : Standar Pelayanan Minimal SPK : Sekolah Perawat Kejuruan SPO : Standar Prosedur Operasional

TKP-RSU Bangli : Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit Bangli

UGD : Unit Gawat Darurat

UU : Undang-Undang

(17)
(18)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan

untuk mengobati dan menyembuhkan pasien dari penyakit. Dalam menjalankan

tujuannya, rumah sakit memberikan asuhan kesehatan dengan berbagai kegiatan yang

kompleks pada pasien. Kompleksitasnya terlihat dari berbagai jenis profesi, obat,

pemeriksaan dan prosedur, berbagai jenis interaksi serta jumlah pasien dan staf rumah

sakit yang cukup besar. Kompleksnya kegiatan asuhan di rumah sakit tentu

menimbulkan resiko terjadi kesalahan dalam memberi asuhan sehingga mengancam

keselamatan pasien (Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI), 2008).

Pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan pasien.

Namun dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan

kesehatan-khususnya di rumah sakit menjadi semakin kompleks dan berpotensi terjadinya

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/ adverse event apabila pelayanan tidak

berhati-hati. Sejak awal tahun 1900 institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada 3

(tiga) elemen yaitu input, proses dan output sampai outcome dengan

(19)

antara lain penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit, Penerapan Quality

Assurance, Total Quality Management, Countinous Quality Improvement, Perizinan, Akreditasi,

Kredensialing, Audit Medis, Indikator Klinis, Clinical Governance, dan lain sebagainya. Harus

diakui program-program tersebut telah meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit baik pada aspek

input, proses maupun output dan outcome. Namun pada pelayanan yang telah berkualitas tersebut

masih terjadi KTD yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum. Oleh sebab itu perlu

program untuk lebih memperbaiki proses pelayanan, karena KTD sebagian dapat merupakan

kesalahan dalam proses pelayanan yang sebetulnya dapat dicegah melalui rencana pelayanan yang

komprehensif dengan melibatkan pasien berdasarkan haknya. Program tersebut yang kemudian

dikenal dengan istilah keselamatan pasien/ patient safety (Depkes RI, 2008).

Pentingnya posisi upaya keselamatan pasien dalam proses asuhan di rumah sakit tertuang

dalam undang-undang (UU) No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dimana upaya keselamatan

pasien mendapat porsi yang cukup penting yang tercantum dalam asas dan tujuan penyelenggaraan

rumah sakit. Keselamatan pasien juga tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia (Permenkes RI) No 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien

Rumah Sakit. Dukungan untuk implementasi sistem keselamatan pasien di rumah sakit secara

nasional juga diwujudkan dengan disusunnya buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah

Sakit (patient safety), buku Pencatatan dan Pelaporan Insiden Keselamatan Rumah Sakit,

dimasukkannya substansi keselamatan pasien dalam instrumen Akresitasi Komisi Akreditasi

Rumah Sakit (KARS) 2012 dan dibentuknya Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS)

oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) pada tahun 2005 yang aktif

melaksanakan langkah-langkah persiapan pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit dengan

(20)

Pentingnya upaya keselamatan pasien dalam proses asuhan menurut World Health

Organisation (WHO) diperlukan untuk mencegah terjadinya cedera pada pasien saat asuhan

dilakukan. Berbagai macam jenis insiden keselamatan pasien (IKP) seringkali diakibatkan oleh

kesalahan akibat mengambil tindakan atau karena tidak mengambil suatu tindakan yang

seharusnya dilaksanakan. Ruang lingkup IKP mencakup kejadian yang menyebabkan pasien

mengalami cedera dan kejadian yang berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. Sehingga IKP

dapat dibagi jenis insidennya berupa kejadian tidak diharapkan (KTD)/ adverse event, kejadian

nyaris cedera (KNC)/ near miss, kejadian tidak cedera (KTC), kejadian potensial cedera (KPC)

dan kejadian sentinel (Permenkes No 1691, 2011).

Kasus KTD sebagai dampak dari kesalahan dalam proses asuhan pasien sudah banyak

dilaporkan di seluruh dunia terutama di negara-negara maju. Pada tahun 2000,Institute of Medicine

(IOM) di Amerika Serikat menerbitkan laporan yang mengguncang dunia berjudul To Err is

Human, Building a Safer Health System. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di

Utah dan Colorado serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD sebesar 2,9%, dimana

6,6% diantaranya meninggal. Sedangkan di New York KTD adalah sebesar 3,7% dengan angka

kematian 13,6%. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap diseluruh Amerika yang

berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44000-98000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004

mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai negara : Amerika, Inggris,

Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2%-16,6%. Dengan data-data tersebut,

berbagai negara segera melakukan penelitian dan mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien

(Depkes RI, 2008).

(21)

kasus (6%), KTD dapat dicegah 17 kasus (71%), KTD tidak dapat dicegah 6 kasus (25%), dan

perpanjangan masa perawat 15 kasus (62%). Namun insiden keselamatan pasien yang terdeteksi

umumnya adalah KTD yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar seperti KNC

cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua. Untuk di

Indonesia sendiri IKP juga masih banyak terjadi, hasil penelitian yang dilakukan Mustikawati

(2011) menyebutkan laporan insiden keselamatan pasien berdasarkan provinsi di Indonesia pada

tahun 2007 ditemukan presentase IKP di Jakarta 37,9%, Jawa Tengah 15,9%, Yogyakarta 13,8%,

Jawa Timur 11,7%, Sumatera Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, Aceh 10,7%, Sulawesi

Selatan 0,7%. Walaupun data ini telah ada secara umum di Indonesia, catatan pelaporan insiden

keselamatan pasien di rumah sakit belum dikembangkan secara menyeluruh oleh semua rumah

sakit sehingga catatan pelaporan insiden keselamatan pasien masih sangat terbatas.

Data jumlah insiden keselamatan pasien di salah satu rumah sakit rujukan di Bali yaitu

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah (RSUP Sanglah) pada tahun 2014 terdapat 2828 kejadian yang

terdiri dari 2 KPC, 2469 KNC, 32 KTC, 324 KTD dan 1 kejadian sentinel (Putra, 2015).

Sistem keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Bangli (RSU Bangli) baru diterapkan

sejak tahun 2015. Dari awal penerapan sistem keselamatan pasien di RSU Bangli pada tahun 2015

jumlah pelaporan insiden keselamatan pasien dari bulan Januari-Oktober 2015 terdapat sebanyak

86 pelaporan yang terdiri dari, KPC sebanyak 52 kasus, KNC sebanyak 18 kasus, KTC sebanyak

8 kasus dan KTD sebanyak 8 kasus. Namun masih banyak IKP yang tidak terlaporkan ke Tim

Keselamatan Pasien Rumah Sakit Bangi (TKP-RSU Bangli) (TKP-RSU Bangli, 2015).

Tujuan dari sistem keselamatan pasien rumah sakit selain menurunkan KTD juga untuk

meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, terlaksananya program

(22)

menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit (Kuncoro, 2012). Dengan terciptanya

budaya keselamatan pasien di rumah sakit diharapkan semua kegiatan asuhan di rumah sakit yang

beresiko mencederai pasien dapat diminimalisasi.

Dalam menerapkan sistem keselamatan pasien, rumah sakit tidak boleh berfokus pada

sistem mikro saja, tetapi juga ada integrasi sistem mikro ke sistem makro (organisasi dan

lingkungan) dalam bentuk adanya dukungan sistem kebijakan/ strategi, sehingga akan ada

penyusunan kebijakan dan insfrastuktur pada level institusi dan adanya sikap profesional dan fokus

pada pasien pada level individu/ tenaga kesehatan/ sumber daya manusia (SDM) rumah sakit

(Uyainah, 2006). Rumah sakit sebagai organisasi sistem pelayanan kesehatan memiliki

elemen-elemen yang saling berinteraksi dan berinterdependesi dengan kuat. Elemen SDM dalam

organisasi pelayanan kesehatan mempunyai peran sentral dalam orientasi pencapaian tujuan

organisasi, salah satunya adalah upaya keselamatan pasien. Tenaga kesehatan perawat dan bidan

sebagai komponen SDM yang menjadi ujung tombak dalam proses asuhan di rumah sakit,

memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk kontak dengan pasien, dan hal ini tentunya

pelayanan yang diberikan oleh perawat dan bidan memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap

mutu pelayanan rumah sakit (Dwiprahasto, 2008).

Dalam menciptakan budaya keselamatan pasien diperlukan adanya aspek-aspek yang

berpengaruh terhadap SDM itu sendiri, baik itu aspek internal maupun eksternal. Dari studi

pendahuluan yang dilakukan peneliti terkait program keselamatan pasien, masih banyak tenaga

kesehatan di Rumah Sakit Umum Bangli yang belum paham tentang manfaat dan tujuan dari

program keselamatan pasien. Kegiatan supervisi oleh atasan langsung juga pelaksanaannya belum

(23)

pelayanan kesehatan, sehingga tenaga kesehatan yang merasa tidak dihargai/ diperhatikan oleh

atasan langsungnya cenderung “cuek” dalam bekerja.

Berdasarkan apa yang dijabarkan sebelumnya maka peneliti ingin mengetahui gambaran

pengetahuan, motivasi dan supervisi atasan langsung (kepala/ wakil kepala ruangan) dalam

penerapan budaya keselamatan pasien oleh tenaga kesehatan pelaksana (perawat dan bidan) di

instalasi rawat inap di RSU Bangli.

1.2 Rumusan Masalah

Implementasi sistem keselamatan pasien di rumah sakit, salah satunya budaya keselamatan

pasien merupakan hal yang wajib dilakukan untuk menjaga mutu pelayanan di rumah sakit.

Sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu aspek yang berperan penting dalam pelaksanaan

sistem keselamatan pasien rumah sakit. Perawat dan bidan yang merupakan salah satu komponen

SDM yang paling sering melakukan kontak langsung dengan pasien memberikan kontribusi yang

cukup besar terhadap mutu pelayanan rumah sakit. Masih banyaknya IKP yang terjadi, khususnya

di RSU Bangli dapat dilihat dari jumlah pelaporan IKP yang diterima oleh TKP-RSU Bangli

selama tahun Januari-Oktober 2015. Dari hasil studi didapatkan terdapat tenaga kesehatan yang

kurang paham terkait program keselamatan pasien dan kegiatan supervisi yang dilakukan oleh

atasan langsung yag kurang optimal sehingga mempengaruhi motivasi tenaga kesehatan dalam

bekerja. Sehingga perlu diketahui apakah aspek pengetahuan, motivasi dan supervisi oleh atasan

langsung (kepala/wakil kepala ruangan) ruangan memiliki hubungan dengan penerapan budaya

keselamatan pasien oleh tenaga kesehatan pelaksana (perawat dan bidan) di instalasi rawat inap

(24)

1.3 Pertanyaan Penelitian

Dari uraian diatas dapat dirumuskan pernyataan penelitian sebagai berikut “Bagaimana

gambaran pengetahuan, motivasi dan superviseoleh atasan langsung dalam penerapan budaya

keselamatan pasien oleh tenaga kesehatan pelaksana di instalasi rawat inap di Rumah Sakit Umum

Bangli?”

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, motivasi dan supervisi

oleh atasan langsung dalam penerapan budaya keselamatan pasien oleh tenaga kesehatan

pelaksana di instalasi rawat inap di Rumah Sakit Umum Bangli.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Menggambarkan karakteristik tenaga kesehatan pelaksana di instalasi rawat inap, meliputi

umur, pendidikan, jenis kelamin dan masa kerja di RSU Bangli.

b. Mengetahui tingkat pengetahuan tenaga kesehatan pelaksana di instalasi rawat inap di RSU

Bangli.

c. Mengetahui tingkat motivasi tenaga kesehatan pelaksana di instalasi rawat inap di RSU

Bangli.

d. Mengetahui penilaian dari tenaga kesehatan pelaksana tentang tingkat supervisi oleh atasan

langsung di instalasi rawat inap di RSU Bangli.

e. Mengetahui tingkat budaya keselamatan pasien tenaga kesehatan pelaksana di instalasi rawat

(25)

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah :

a. Menambah ilmu di bidang ilmu kesehatan masyarakat khususnya dalam bidang manajemen

rumah sakit dan manajemen SDM dalam implementasi sistem keselamatan pasien.

b. Sebagai dasar bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti tentang budaya keselamatan pasien di

rumah sakit lain.

1.5.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah :

a. Sebagai evaluasi dan masukan terhadap kegiatan program keselamatan pasien yang selama ini

sudah diterapkan oleh RSU Bangli.

b. Menambah masukan serta informasi mengenai perkembangan budaya keselamatan pasien

kepada staf di rumah sakit, khususnya di RSU Bangli.

c. Sebagai masukan dalam upaya meningkatkan komitmen tenaga kesehatan secara pribadi

dalam keberhasilan program keselamatan pasien.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang mencari gambaran pengetahuan, motivasi

dan supervisi oleh atasan langsung dalam penerapan budaya keselamatan pasien oleh tenaga

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Keselamatan Pasien

Keselamatan pasien didefinisikan sebagai layanan yang tidak mencederai dan

merugikan pasien ataupun sebagai suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan

pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan

pengelolaan hal yang berhubungan dengan keselamatan pasien, pelaporan dan analisis

insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi

solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (Depkes RI, 2008).

Adapun tujuan program keselamatan pasien adalah untuk terciptanya budaya

keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya akuntabilitas rumah sakit,

menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian tidak cedera (KTC) dan

kejadian nyaris cedera (KNC) dan terlaksananya program-program pencegahan

sehingga tidak terjadipengulangan kejadian tidak diharapkan (Depkes RI, 2008).

1.1.1 Sasaran keselamatan pasien

Terdapat enam sasaran keselamatan pasien yang meliputi: melakukan

identifikasi pasien secara tepat, meningkatkan komunikasi yang efektif, meningkatkan

keamanan penggunaan obat yang membutuhkan perhatian atau yang perlu diwaspadai,

mengurangi risiko salah lokasi, salah pasien, dan prosedur tindakan operasi,

mengurangi risiko infeksi nosokomial, mengurangi risiko pasien cedera karena jatuh

(27)

1.1.2 Standar keselamatan pasien rumah sakit

Standar keselamatan pasien yag disusun ini mengacu pada “Hospital Patient

Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organization tahun 2002 yang telah disesuaikan dengan kondisi perumahsakitan di Indonesia. Standar keselamatan pasien wajib diterapkan rumah sakit dan penilaiannya

dilakukan dengan instrumen akreditasi rumah sakit. Adapun standar keselamatan

pasien terdiri dari tujuh standar (Depkes RI, 2008) yaitu :

a. Hak pasien

b. Mendidik pasien dan keluarga

c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

d. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan

program peningkatan keselamatan pasien

e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

g. Komunikasi sebagai kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

1.1.3 Langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit

Mengacu pada sasaran keselamatan pasien, maka rumah sakit harus merancang

proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja

melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, dan melakukan

perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Adapun tujuh

langkah keselamatan pasien rumah sakit dalam Permenkes No 1961 Tahun 2011, BAB

V Pasal 9 ayat 2 antara lain :

a. Membangun budaya keselamatan pasien

(28)

d. Membangun sistem pelaporan

e. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien dan publik

f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien

g. Implementasi solusi untuk mencegah kerugian

1.1.4 Sembilan solusi live saving keselamatan pasien rumah sakit

Pada tanggal 2 Mei 2007 WHO Colaborating Centre for Patient Safety resmi menerbitkan panduan “Nine Life-Saving Patient Safety Solutions” (Sembilan Solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Sembilan topik yang diberikan solusinya adalah

sebagai berikut (Depkes RI, 2008):

a. Perhatikan Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM)/ Look-Alike,

Sound-Alike Medication Names (LASA) b. Pastikan identifikasi pasien

c. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien

d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar

e. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)

f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan

g. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube) h. Gunakan alat injeksi sekali pakai

i. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial

1.1.5 Jenis Insiden keselamatan pasien

Macam kejadian yang terkait dalam keselamatan pasien meliputi beberapa

(29)

a. Kejadian potensial cedera (KPC)

KPC atau reportable circumstances adalah suatu kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, akan tetapi belum terjadi insiden.

b. Kejadian nyaris cidera (KNC)

KNC atau near miss didefinisikan sebagai kesalahan yang nyaris terjadi/ terpapar pada pasien.

c. Kejadian tidak cedera (KTC)

KTC atau no harm incident adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien akan tetapi tidak timbul cedera.

d. Kejadian tidak diharapkan (KTD)

Kejadian tidak diharapkan atau adverse event dapat diartikan sebagai cedera atau komplikasi yang tidak diinginkan, yang dapat mengakibatkan timbulnya cedera

pada pasien dan atau perawatan yang lebih lama yang disebabkan oleh manajemen

medis dan bukan karena penyakit yang diderita.

e. Kejadian sentinel

Kejadian sentinel didefinisikan sebagai suatu KTD yang mengakibatkan cedera

serius bahkan kematian terhadap pasien.

1.2 Budaya Keselamatan Pasien

Budaya keselamatan pasien merupakan kesadaran konstan dan potensi aktif oleh

staf sebuah organisasi dalam mengenali sesuatu yang tampak bermasalah. Staf dan

organisasi yang mampu mengakui kesalahan, belajar dari kesalahan, dan mau

mengambil tindakan untuk mengadakan perbaikan dikatakan sudah melaksanakan

budaya keselamatan (National Patient Safety Agency (NPSA), 2004).

(30)

untuk meminimalkan tindakan yang dapat membahayakan pasien yang mungkin

timbul dari proses perawatan (Fleming 2012). Organisasi dengan budaya keselamatan

positif memiliki karakteristik bahwa ada komunikasi yang dibentuk dengan rasa saling

percaya tentang pentingnya keselamatan, dan dengan keyakinan dalam tindakan

pencegahan yang efektif, serta membangun organisasi yang terbuka (open), adil (just), informatif dalam melaporkan kejadian keselamatan pasien yang terjadi (reporting), dan belajar dari kejadian tersebut (learning) (NSPA, 2004).

Budaya keselamatan pasien mencakup banyak elemen dalam pelayanan

kesehatan dimana elemen budaya keselamatan pasien mengacu pada perilaku dan

kepercayaan staf yang meningkat dalam mengidentifikasi dan belajar dari kesalahan

(Jones et.al, 2007 dalam Putra, 2015).

1.2.1 Dimensi budaya keselamatan pasien

James Reason dalam NPSA (2004) menyebutkan bahwa budaya keselamatan

pasien dapat dibagi menjadi beberapa dimensi seperti:

a. Budaya keterbukaan (open culture)

Budaya keterbukaan dalam suatu organisasi merupakan proses pertukaran

informasi antar perawat dan staf. Dimensi ini memiliki karakteristik bahwa

perawat akan merasa nyaman membahas insiden yang terkait dengan keselamatan

pasien serta mengangkat isu-isu terkait keselamatan pasien bersama dengan rekan

kerjanya, juga supervisor atau pimpinan. Komunikasi terbuka dapat diwujudkan dalam kegiatan supervisi dan dalam kegiatan tersebut perawat melakukan

komunikasi terbuka tentang risiko terjadinya insiden dalam konteks keselamatan

(31)

telah terjadi. Pasien diberikan informasi tentang kondisi yang akan menyebabkan

resiko terjadinya kesalahan. Perawat memiliki motivasi untuk memberikan setiap

informasi yang berhubungan dengan keselamatan pasien.

b. Budaya pelaporan (reporting culture)

Budaya pelaporan merupakan bagian penting dalam rangka meningkatkan

keselamatan pasien. Perawat akan membuat pelaporan jika merasa aman. Aman

yang dimaksud apabila membuat laporan maka tidak akan mendapatkan

hukuman. Perawat yang terlibat merasa bebas untuk menceritakan atau terbuka

terhadap kejadian yang terjadi. Perlakuan yang adil terhadap perawat, tidak

menyalahkan secara individu tetapi organisasi lebih fokus terhadap sistem yang

berjalan akan meningkatkan budaya pelaporan. Menciptakan program evaluasi

atau sistem pelaporan, adanya upaya dalam peningkatan laporan, serta adanya

mekanisme reward yang jelas terhadap pelaporan merupakan langkah nyata dalam membangun dimensi budaya ini.

c. Budaya keadilan (just culture)

Perawat saling memperlakukan secara adil antarperawat ketika terjadi insiden,

tidak berfokus untuk mencari kesalahan individu (blaming), tetapi lebih mempelajari secara sistem yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Aspek

dalam budaya keadilan yang perlu mendapat perhatian adalah keseimbangan

antara kondisi laten yang mempengaruhi dan dampak hukuman yang akan

diberikan kepada individu yang berbuat kesalahan. Perawat dan organisasi

bertanggung jawab terhadap tindakan yang diambil. Perawat akan membuat

laporan kejadian jika yakin bahwa laporan tersebut tidak akan mendapatkan

(32)

keselamatan pasien. Budaya tidak menyalahkan perlu dikembangakan dalam

menumbuhkan budaya keselamatan pasien. Cara organisasi membangun budaya

keadilan dengan memberikan motivasi dan keterbukaannya terhadap perawat

untuk memberikan informasi kejadian yang dapat diterima dan tidak dapat

diterima. Hal ini juga termasuk kerjasama antar perawat sehingga mengurangi

rasa takut untuk melaporkan kejadian berkaitan dengan keselamatan pasien.

d. Budaya pembelajaran (learning culture)

Budaya pembelajaran memiliki pengertian bahwa sebuah organisasi memiliki

sistem umpan balik terhadap kejadian kesalahan atau insiden dan pelaporannya,

serta pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kualitas perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan. Setiap lini di dalam organisasi, baik perawat

maupun manajemen menggunakan insiden yang terjadi sebagai proses belajar.

Perawat dan manajemen berkomitmen untuk mempelajari insiden yang terjadi,

mengambil tindakan atas insiden untuk diterapkan guna mencegah terulangnya

kesalahan.

1.2.2 Manfaat penerapan budaya keselamatan pasien

Manfaat utama dalam penerapan budaya keselamatan pasien adalah organisasi

menyadari apa yang salah dan pembelajaran terhadap kesalahan tersebut (Reason,

2000 dalam Cahyono, 2008). Fleming (2006) juga mengatakan bahwa fokus

keseluruhan terhadap penerapan budaya keselamatan pasien dengan melibatkan

seluruh komponen yang terlibat dalam organisasi akan lebih membangun budaya

keselamatan pasien dibandingkan apabila hanya fokus terhadap programnya saja.

(33)

a. Membuat organisasi kesehatan lebih tahu jika ada kesalahan yang akan terjadi

atau jika kesalahan terjadi.

b. Meningkatnya laporan kejadian yang dibuat dan belajar dari kesalahan yang

terjadi akan berpotensial menurunnya kejadian yang sama berulang kembali dan

keparahan dari insiden keselamatan pasien.

c. Kesadaran akan keselamatan pasien, yaitu bekerja untuk mencegah error dan melaporkan jika ada kesalahan.

d. Berkurangnya staf yang merasa tertekan, bersalah, malu karena kesalahan yang

telah diperbuat.

e. Berkurangnya turn over pasien, karena pasien yang pernah mengalami insiden, pada umumnya akan mengalami perpanjangan hari perawatan dan pengobatan

yang diberikan lebih dari pengobatan yang seharusnya diterima pasien.

f. Mengurangi biaya yang diakibatkan oleh kesalahan dan penambahan terapi.

g. Mengurangi sumber daya yang dibutuhkan untuk mengatasi keluhan pasien.

1.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan budaya keselamatan pasien

Menurut Chooper (2000) dalam Putra (2004), tentang Total Safety Culture, menyebutkan bahwa terdapat tiga kelompok faktor yang mempengaruhi budaya

keselamatan pasien, yaitu :

a. Faktor Personal

Tenaga kesehatan sebagai seorang manusia, merupakan komponen utama yang

menjadi pelaksana budaya keselamatan pasien. Pelaksana ini dalam menerapkan

budaya keselamatan pasien dipengaruhi oleh aspek-aspek personal seperti

pengetahuan, sikap, motivasi, kompetensi dan kepribadian.

(34)

Dalam menyusupkan budaya keselamatan pasien kedalam setiap diri dari staf

rumah sakit, maka organisasi perlu menciptakan lingkungan yang mendukung

budaya keselamatan pasien tersebut. Untuk menciptakan lingkungan yang

kondusif, organisasi harus mampu mengontrol faktor-faktor baik yang

mendukung ataupun yang melemahkan. Adapun faktor perilaku organisasi yang

perlu dikontol agar menciptakan kondisi lingkungan budaya keselamatan pasien

antara lain : kepemimpinan (direction, supervision, coordination), kewaspadaan situasi, komunikasi, kerja tim, stress, kelelahan, kepemimpinan tim dan

pengambilan keputusan.

c. Faktor Lingkungan

Lingkungan fisik rumah sakit yaitu ukuran rumah sakit merupakan faktor yang

mempengaruhi penerapan budaya keselamatan pasien. Ketersediaan dan kualitas

perlengkapan yang menunjang terciptanya budaya keselamatan pasien seperti

peralatan, mesin, standar prosedur operasional (SPO), kebersihan dan kondisi

bangunan yang baik, merupakan pendukung dalam proses pelaksanaan pelayanan

kesehatan. Dengan ketersediaan peralatan yang memadai dan berkualitas maka

rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar dan

tentunya berdampak positif terhadap keselamatan pasien.

1.2.4 Mengukur penerapan budaya keselamatan pasien

Salah satu alat untuk mengukur penerapan budaya keselamatan pasien adalah

(35)

dikembangkan untuk mengukur budaya keselamatan pasien dari perspektif staf.

Berikut penjelasan terkait instrumen budaya keselamatan pasien (Putra, 2015) :

a. Responden

Responden yang dapat mengisi instrumen budaya keselamatan pasien adalah

seluruh jenis staf yang berada di pelayanan rumah sakit. Survey ini sangat cocok

dilakukan pada staf yang langsung bersentuhan dengan pasien (perawat, dokter,

bidan, radiologi dll), staf yang tidak langsung bersentuhan langsung dengan pasien

namun pelayanannya dapat mempengaruhi pasien (farmasi, analis laboratorium

dll), pemimpin, manajer dan petugas manajeman rumah sakit.

b. Dimensi pertanyaan

Survey budaya keselamatan pasien terdiri dari 12 elemen yang dibagi menjadi 2

kelompok yang dituangkan dalam 9 bagian dalam kuesioner. Adapun

penjelasannya sebagai berikut :

1) Kelompok outcome (hasil) yang terdiri dari 2 dimensi pertanyaan :

a) Keseluruhan persepsi tentang keselamatan pasien yang merupakan

pendapat subyektif kondisi keseluruhan budaya keselamatan pasien yang

dirasakan ditempat kerjanya. Pendapat ini dituangkan dari angka 1-5,

semakin besar angka yang dipilih semakin baik persepsi tentang

keselamatan pasien.

b) Frekuensi pelaporan kejadian/ insiden, merupakan jumlah pelaporan

insiden yang sudah pernah dilakukan yang diketahui oleh staf,

dituangkan dalam angka 0 sampai tak terhingga dengan skoring 0 untuk

0 insiden, 1 untuk 1 insiden, 2 untuk 2 insiden dan seterusnya. Hal ini

(36)

2) Kelompok budaya keselamatan, terdiri dari 10 dimensi pertanyaan yaitu :

a) Kerjasama tim dalam unit

b) Ekspektasi dan aksi pimpinan dalam mempromosikan keselamatan

pasien

c) Proses belajar organisasi, perbaikan berkelanjtan

d) Dukungan manajemen rumah sakit dalam keselamatan pasien

e) Umpan balik dan komunikasi kejadian kesalahan

f) Keterbukaan organisasi

g) Kerjasama tim antar unit di rumah sakit

h) Staffing

i) Serah terima dan transisi

j) Respon tidak menyalahkan terhadap kejadian kesalahan

1.3 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan manusia terhadap obyek melalui

indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo,2010).

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif

dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin

banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin

positif terhadap objek tertentu begitu juga sebaliknya. Menurut teori WHO yang

dikutip oleh Notoatmodjo (2010), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan

oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri. Berdasarkan beberapa

pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang

(37)

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan

rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan

bahwa pengetahuan merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang

(Notoatmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2010) terdapat 6 tingkatan pengetahuan, yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat, mengingat kembali (recall) seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah tahap seseorang mampu untuk menjelaskan secara benar

(38)

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang

dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya

satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat

menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket (kuesioner) yang menanyakan

tentang materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

(39)

a. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga semakin

banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan

menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

b. Pekerjaan

Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari

nafkah yang membosankan, berulang, dan banyak tantangan. Semakin lama seseorang

bekerja semakin banyak pengetahuan yang diperoleh.

c. Umur

Umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin

bertambah umur seseorang semakin banyak pengetahuan yang di dapat.

d. Sumber informasi

Data yang merupakan kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan nyata apa air, apa alam, apa manusia dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

1.4 Motivasi

Motivasi berasal dari Bahasa latin yang berarti to move, yang secara umum mengacu pada

adanya dorongan yang menggerakkan kita untuk berperilaku tertentu dan dalam mempelajari

motivasi kita akan berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan (Quinn, 1995

dalam Notoatmojo 2010). Dalam buku John Elder et,al(1998) yang berjudul bagaimana

memotivasi perilaku sehat, motivasi didefinisikan sebagai interaksi antara pelaku dan lingkungan

sehingga dapat meningkatkan, menurunkan atau mempertahankan perilaku (Notoatmodjo, 2010).

Apabila kita berbicara tentang motivasi maka kita secara tidak langsung membicarakan

(40)

a. Motivasi yang dimotivasi berkelanjutan yang tetap ada dalam jangka waktu yang lama.

b. Perilaku yang dimotivasi diarahkan kearah pencapaian tujuan.

c. Prilaku yang muncul akibat motivasi diri sendiri untuk mendapatkan hal yang dibutuhkan.

Beberapa istilah yang dikemukakan para ahli tentang kekuatan yang memotivasi seseorang

melakukan/ berprilaku adalan kebutuhan (need), aspirasi (aspiration) dan keinginan (desire),

dalam prosesnya keinginan seorang individu menghasilkan ketidakseimbangan sehingga timbul

aktifitas yamg bertujuan untuk mengurangi ketegangan tersebut (Winardi, 2012).

Kompensasi dalam hal ini uang tidak pernah lepas kaitannya dengan motivasi. Namun uang

bukanlah satu-satunya hal yang mempengaruhi motivasi, tapi keberadaannya tetap penting terkait

dalam pemenuhan kebutuhan/ keinginan seorang individu. Dalam teori motivasi yang menekankan

dua faktor yang merupakan hasil riset Frederick Herzberg cs pada Psychological Service of

Pittsburgh, uang adalah faktor higienik dan bukanlah sebuah motivator. Dalam hasil penelitiannya

motivasi dipengaruhi oleh (Gillies, 1994):

a. Kebutuhan akan pekerjaan (faktor motivasi) yang berkaitan dengan sikap positif individual

terhadap pekerjaannya yang bertujuan untuk perbaikan diri, prestasi, keinginan untuk diterima

dan menerima tanggung jawab lebih besar. Faktor ini bersifat jangka panjang dan dapat

meningkatkan produktivitas.

b. Faktor lingkungan kerja yang berkaitan dengan kondisi pekerjaan itu sendiri (factor higienik),

meliputi upah, kondisi kerja (suhu, ruangan), kebijaksanaan perusahaan dan kualitas supervisi.

Faktor-faktor tersebut tidak dapat maksimal meningkatkan motivasi dan peningkatan

produktivitas, namun ini bila tidak tersedia akan menimbulkan ketidakpuasan karyawan

(41)

Tokoh lain yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

dalam suatu pekerjaan adalah M. Scott Mayers bekas manajer Personal Research for Texas

Instrumens Incorporated, dimana dalam memotivasi individu melakukan pekerjaan dipengaruhi

oleh faktor :

a. Kebutuhan akan motivasi

1. Pendelegasian

2. Kebutuhan akan keterlibatan dalam pekerjaan

3. Tanggung jawab dan penghargaan

4. Pencapaian prestasi

b. Kebutuhan pelaksanaan pemeliharaan

1. Kebutuhan ekonomi (upah, jagi, bonus, cuti, dll)

2. Kebutuhan fiskal (tuntutan kerja, fasilitas, peraturan, dll)

3. Kebutuhan social (hubungan antar karyawan dan antara karyawan dengan atasan)

4. Kebutuhan kepastian (penilaian yang objektif dari atasan, kekonsistenan, jaminan, dll)

5. Kebutuhan status (jabatan)

6. Kebutuhan orientasi (tugas, pertemuan, sosialisasi, rapat, dll)

1.5 Supervisi Pelayanan Keperawatan

Supervisi adalah salah satu bagian dari kegiatan kepemimpinan (Gillies, 1996) dimana

kegiatan supervisi keperawatan tidak akan lepas dari supervisor, penerima supervisi (supervisee)

dan komponen dari supervisi tersebut (Halpern & McKimm, 2009). Dimana kegiatan supervisi

dilaksanakan untuk pemantauan (monitoring), bimbingan, dan umpan balik (feedback) tentang

masalah-masalah pribadi, profesional, dan perkembangan pendidikan dalam konteks pelayanan

(42)

Supervisi pelayanan keperawatan merupakan kegiatan dinamis yang bertujuan untuk

meningkatkan motivasi dan kepuasan antara dua komponen yang terlibat yaitu supervisor atau

pimpinan, orang yang disupervisi sebagai mitra kerja dan pasien sebagai penerima jasa pelayanan

keperawatan. Dalam kegiatannya interaksi dan komunikasi professional antara supervisor

keperawatan dan perawat pelaksana mencakup bimbingan, dukungan, bantuan dan kepercayaan,

sehingga perawat pelaksana dapat memberikan asuhan yang aman kepada pasien (Halpern &

McKimm ,2009 dan Gillies, 1994).

Menurut Suyanto (2008) supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang

bertanggung jawab antara lain:

a. Kepala ruangan

Kepala ruangan bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang

diberikan pada pasien diruang perawatan yang dipimpinnya.

b. Pengawas keperawatan

Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana fungsional

mempunyai pengawas keperawatan yang bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan

keperawatan.

c. Kepala bidang keperawatan

Sebagai top manajer dalam keperawatan, kepala bidang keperawatan bertanggung jawab

untuk melakukan supervisi melalui para pengawas keperawatan. Kepala bidang keperawatan

memiliki tanggung jawab dalam mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang aman

dan nyaman, efektif, dan efisien. Pada intinya, tugas dari supervisor keperawatan yang terdiri

(43)

pelaksanaan tugas. Tujuan memberikan pelayanan bimbingan dalam memberikan asuhan

keperawatan dan juga hal terkait keselamatan pasien agar perawat yang disupervisi

menyadari, mengerti terhadap peran dan fungsi sebagai pelaksana asuhan keperawatan yang

aman.

Kegiatan supervisi merupakan kegiatan dengan fokus peningkatan mutu dan kualitas

pelayanan kesehatan sebagai tujuan utama. Agar tidak menyimpang dari tujuan, maka ada

beberapa kompetensi yang harus dimiliki seorang supervisor (Arwani & Supriyanto, 2006)

diantaranya:

a. Kemampuan memberikan pengarahan dan petunjuk mengenai tugas dan tanggung jawab

perawat pelaksana.

b. Kemampuan memberikan saran dan bantuan

c. Kemampuan memberikan motivasi

d. Kemampuan memberikan latihan dan bimbingan/ sebagai contoh

e. Kemampuan dalam melakukan penilaian objektif terhadap penilaian kinerja

Dalam suatu proses transformasi nilai (proses internalisasi nilai keselamatan pasien

menjadi bagian dari budaya organisasi) pemimpin mulai mengajak perawat untuk melihat,

percaya, bergerak dan menyelesaikan perubahan sehingga organisasi menemukan nilai-nilai

kolektif dan memakai nilai-nilai tersebut sebagai perekat, menjadi tuntunan dalam membentuk

kebiasaan dan perilaku setiap individu dan kelompok (Cahyono, 2008). Hal tersebut didukung oleh

penelitian yang mengatakan ada hubungan yang positif antara kepemimpinan efektif oleh kepala

(44)

1.6 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia (SDM) adalah manusia yang bekerja di lingkungan organisasi yang

menjadi penggerak organisasi dalam mewujudkan tujuan organisasi (Nawawi,2001). Sumber daya

manusia selanjutnya disebut tenaga kerja/ karyawan. Menurut UU No 13 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan

pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau

masyarakat, mereka yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia 15-64

tahun.

1.6.1 Tenaga kesehatan

Dalam UU No 36 tahun 2014 bab 1 pasal 1 tentang tenaga kesehatan disebutkan bahwa

tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta

memiliki pengetahuan dan/ atau keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk

jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan.

Upaya kesehatan yang dimaksud adalah setiap kegiatan yang dilakukan secara terpadu,

terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan nyawa manusia

sehingga dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat seorang tenaga kesehatan diharuskan

memiliki kualifikasi minimal pendidikan diploma tiga (D3) (UU No 36 tahun 2014 bab 3 pasal 9

ayat 1).

Tenaga kesehatan dibagi menjadi beberapa kelompok, diantaranya adalah sebagai berikut

(UU No 36 tahun 2014 bab 3 pasal 9 ayat 1) :

(45)

c. Tenaga keperawatan

d. Tenaga kebidanan

e. Tenaga kefarmasian

f. Tenaga kesehatan masyarakat

g. Tenaga kesehatan lingkungan

h. Tenaga gizi

i. Tenaga keterapian fisik

j. Tenaga keteknisan medis

k. Tenaga teknik biomedika

l. Tenaga kesehatan tradisional

m. Tenaga kesehatan lain

1.6.2 Karakteristik individu tenaga kesehatan

Setiap manusia memiliki karakteristik individu yang berbeda antara satu dengan yang

lainnya. Berikut ini beberapa pendapat mengenai karakteristik individu. Menurut Robbins (2006)

mengemukakan karakteristik individu meliputi usia, jenis kelamin, dan masa kerja dalam

organisasi.

Adapun beberapa faktor dari karakteristik individu menurut Robbins (2006) adalah sebagai

berikut :

a. Usia

Kamus Umum Bahasa Indonesia (1998),usia (umur) adalah lama waktu hidup atau ada (sejak

dilahirkan). Nitisemito (2000) menyatakan bahwa pegawai yang lebih muda cenderung

mempunyai fisik yang kuat, sehingga diharapkan dapat bekerja keras dan pada umumnya

(46)

pegawai yang lebih muda umumnya kurang berdisiplin, kurang bertanggungjawab dan sering

berpindah-pindah pekerjaan dibandingkan pegawai yang lebih tua.

b. Jenis Kelamin

Robbins (2006) menyatakan bahwa, tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita

dalam kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan, analisis, dorongan kompetitif, motivasi,

sosiabilitas atau kemampuan belajar.

c. Masa Kerja

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1998), pengalaman kerja didefinisikan sebagai suatu

kegiatan atau proses yang pernah dialami oleh seseorang ketika mencari nafkah untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Siagian (2008) menyatakan bahwa, masa kerja menunjukkan

berapa lama seseorang bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan.

1.7 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, terkait dengan pengetahuan, motivasi,

[image:46.612.73.469.469.706.2]

supervisi dan budaya keselamatan pasien adalah sebagai berikut :

Tabel 2. 1 Daftar Penelitian Terdahulu No Penelitian Terdahulu

1 Peneliti Teguh Kuncoro

Institusi Universitas Indonesia

Tahun 2012

Judul Hubungan antara pengetahuan, sikap dan kualitas

kehidupan kerja dengan kinerja perawat dalam penerapan sistem keselamatan pasien di rumah sakit XY tahun 2012

Tujuan Penelitian

(47)

Metode dan Hasil Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelatif

dengan metode pendekatan cross-sectional. Hasil uji

menggunakan chi-squaretest menunjukkan tidak ada

hubungan signifikan antara pengetahuan, sikap dan kualitas kerja dengan kinerja perawat dalam menerapkan

sistem keselamatan pasien. Dengan uji fisher exact test

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara komponen partisipasi dengan kinerja perawat.

2 Peneliti Ika Fadhilah Bea

Institusi Universitas Hasanuddin

Tahun 2013

Judul Gambaran Budaya Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit

Universitas Hasanuddin Tahun 2013 Tujuan

Penelitian

Mengetahui gambaran budaya keselamatan pasien di RS Universitas Hasanuddin

Metode dan Hasil Penelitian

Desain penelitian korelasi deskriptif cross-sectional

dengan pengambilan sampel cluster random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya keselamatan pasien di RS Unhas tergolong kuat dengan persentasi 71,57%.

3 Peneliti IGA Ari Rasdini dkk

Institusi Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar

Tahun 2014

Judul Hubungan penerapan budaya keselamatan pasien

dengan supervisi pelayanan keperawatan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUP Sanglah

Tujuan Penelitian

(48)

Metode dan Hasil Penelitian

Penelitian ini merulakan sudi korelatif dengan metode

pendekatan cross-sectional. Sampel terdiri dari 223

perawat pelaksana yang diambil dengan metode

menggunakan teknik proportionate stratified random

sampling pada sub-populasi dan kemudian anggota

sampel dari sub-populasi diambil dengan teknil simple

random sampling. Instrumen pengumpulan data dengan kuesioner. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan signifikan dan berkekuatan sedang antarasupervisi pelayanan keperawatan dengan penerapan budaya keselamatan pasien oleh perawat pelaksana.

4 Peneliti Reski Nur Wahyuningsih dkk

Institusi Universitas Hasanudin

Tahun 2014

Judul Hubungan pengetahuan, motivasi, dan beban kerja

terhadap kinerja keselamatan pasien RSUDSyekh Yusuf Gowa

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, motivasi, dan beban kerja terhadap kinerja perawat dalam mengimplementasikan keselamatan pasien di instalasi rawat ianp RSUD Syekh Yusuf Gowa Metode dan

Hasil Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional dengan

pendekatan cross-sectional. Pengambilan sampel

menggunakan teknik exhaustive sampling dan analisis

data menggunakan univariat dan bivariat dengan uji chi

square. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan pengetahuan tingkat pengetahuan, motivasi dan beban

(49)

5. Peneliti Diah Gayatri Arumaningrum

Institusi Universitas Muhammaadiyah Yogyakarta

Tahun 2014

Judul Tingkat Pengetahuan perawat Tentang Patient safety di

unit anak RS PKU Muhammadiyah Bantul, RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

Tujuan Penelitian

Mengetahui Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Patiet SafetyDi Unit Anak RS PKU Muhammadiyah Bantul, RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

Metode dan Hasil Penelitian

Jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif dengan

pendekatan cross-sectional dengan metode pengambilan

sampel total sampling. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa 96% perawat memiliki kriteria tingkat pengetahuan baik dan 4% perawat memiliki tingkat pengetahuan cukup.

6 Peneliti Arif Sumarianto

Institusi Universitas Hasanuddin

Tahun

Judul Hubungan Pengetahuan Dan Motivasi Terhadap Kinerja

Perawat Dalam penerapan Program Patient Safety Di

Ruang Perawatan Inap RSUD Makkasau Kota Parepare Tujuan

Penelitian

Menganalisis hubungan pengetahuan dan motivasi terhadap kinerja perawat dalam penerapan program patient safety di ruang perawatan inap RSUD Makkasau Kota Parepare

Metode dan Hasil Penelitian

Jenis penelitian observasional dengan rancangan croos-sectional study. Teknik pengambilan sampel dengan

(50)

square, uji phi serta uji chamer’s V. Hasil analisis menunjukkan ada hubungan pengetahuan dan motivasi

terhadap kinerja perawat dalam penerapan patient safety

si rung perawatan inap RSUD Andi Makkasau Parepare

7 Peneliti I Dewa Gede Agung Rat Keresna Putra

Institusi Universias Udayana

Tahun 2015

Judul Hubungan Budaya Keselamatan Pasien Dengan Jumlah

laporan KNC Di Ruang Rawat Inap RSUP Sanglah Tahun 2015

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan budaya keselamatan pasien dengan jumlah laporan knc di ruang rawat inap RSUP Sanglah tahun 2015

Metode dan Hasil Penelitian

Jenis penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional. Data di olah dengan uji

Gambar

Tabel 2. 1 Daftar Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Tomando como punto de partida la problemática distinción entre “viejos” y “nuevos” femi- nismos, el artículo defiende la necesidad de evitar esta categorización y aboga por la

Dari hasil analisis di atas, dapat dikemukakan bahwa hipotesis dalam penelitian ini yaitu “ada pengaruh antara prestasi belajar fikih terhadap pelaksanaan shalat siswa”

Pernyataan tersebut menyayangkan keberadaan sektor maritim Indonesia masa lalu, khususnya keadaan sektor niaga ekspor dan impor Indonesia yang hanya menguasai 3 persen

Laporan pengawasan pekerjaan diperlukan untuk mengendalikan kelancaran pelaksanaan pekerjaan yang sedang dikerjakan, sehingga didapat hasil kerja yang sesuai

Policy Research Working Paper, The World Bank Development Research Group 4703.. Disparitas Pembangunan Perkotaan-Perdesaan

 Kesulitan untuk bersikap bijaksana, penuh perhatian dan menghormati dalam berhadapan dengan orang lain  Tidak bijaksana ketika berhadapan dengan orang lain  Isu personal

pada saat memasukkan data bibliografi koleksi berupa abstrak dan kata kunci dapat dilakukan dengan meng copy paste secara langsung, akan tetapi terkadang hal ini tidak