• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai School Engagement pada Siswa Kelas 4-6 SD "X" di Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai School Engagement pada Siswa Kelas 4-6 SD "X" di Kota Bandung."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Maranatha Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang School Engagement pada siswa kelas 4 – 6 SD “X” di Kota Bandung. Responden penelitian ini sebanyak 141 siswa (N=141) yang merupakan anggota populasi.

Siswa kelas 4 – 6 SD “X” yang berpartisipasi di dalam penelitian ini dipilih berdasarkan populasi. Setiap siswa yang berpartisipasi mengisi kuesioner yang bersifat self report. Kuesioner School Engagement disusun oleh peneliti berdasarkan teori School Engagement dari Fredricks (2004). Kuesioner School Engagement tersebut terdiri dari 28 item. Berdasarkan pengujian, diperoleh validitas alat ukur school engagement berkisar 0,215 - 0,692. Reliabilitas diukur menggunakan teknik Alfa Cronbach dengan reliabilitas 0,732 untuk keseluruhan komponen School Engagement.

Berdasarkan pengolahan data secara statistik, maka hasil penelitian School Engagement ini menunjukkan bahwa sebanyak 77 siswa (54,6%) memiliki School Engagement yang disengaged dan sebanyak 64 siswa (45,4%) memiliki School Engagement yang engaged dengan sekolahnya. Berdasarkan tingkatan kelasnya, siswa yang memiliki School Engagement paling engaged adalah di kelas 4 yaitu sebanyak 43 siswa (82,7%).

(2)

Universitas Kristen Maranatha Abstract

This study aims to gain an overview of School Engagement in grade 4-6 elementary school "X" in the city of Bandung. Respondents of this study as many as 141 students (N = 141) who are members of the population.

Students in grade 4-6 elementary school "X" who participated in this study were selected based on population. Each student who participates fill out a questionnaire that is self report. School Engagement questionnaire prepared by the researchers based on the theory School Engagement by Fredricks (2004). School Engagement questionnaire consists of 28 items. Based on testing, obtained validity of the measuring instrument school engagement ranged from 0.215 to 0.692. Reliability is measured using Cronbach Alpha techniques with the reliability of 0.732 for the overall School Engagement component.

Based on statistical data processing, the results School Engagement research shows that as many as 77 students (54.6%) have a School Engagement is disengaged and as many as 64 students (45.4%) have a School Engagement is engaged with school. Based on the grade level, students who have the most engaged School Engagement is in grade 4 as many as 43 students (82.7%).

(3)

iii

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……… iii

KATA PENGANTAR………. i

DAFTAR PUSTAKA……….. 50

DAFTAR RUJUKAN ……… 51

BAB 1 PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang Masalah ……… 1

1.2 Identifikasi Masalah ……….. 5

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ……….. 6

1.3.1 Maksud Penelitian ……… 6

1.3.2 Tujuan Penelitian ………. 6

1.4 Kegunaan Penelitian ………. 6

1.4.1 Kegunaan Teoritis ……… 6

1.4.2 Kegunaan Praktis ………. 6

1.5 Kerangka Pemikiran ……….. 7

1.6 Asumsi Penelitian ……….. 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………... 13

2.1 School Engagement ………... 13

2.1.1 Definisi School Engagement ……… 13

2.1.2 Aspek-Aspek dalam School Engagement ……… 13

(4)

iv

Universitas Kristen Maranatha

2.1.2.2 Emotional Engagement ……… 14

2.1.2.3 Cognitive Engagement ………. 14

2.1.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi School Engagement ……… 16

2.1.3.1 School Level Factors ……… 16

2.1.4 Hasil School Engagement ………. 25

2.1.4.1 Achievement ………. 25

2.1.4.2 Dropping Out ……… 26

2.2 Perkembangan anak ……….... 26

2.2.1 Perkembangan anak fase late childhood ………26

2.2.1.1 Perkembangan kognitif ………...27

2.2.1.2 Perkembangan emosi………29

(5)

v

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ………... 32

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ……….. 32

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ……… 32

3.3.1 Variabel Penelitian ……… 32

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ……… 36

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur ……… 36

3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur ……… 38

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ……… 39

3.5.1 Populasi Sasaran ………... 39

3.5.2 Karakteristik Populasi ……… 39

3.6 Teknik Analisis Data ………. 39

(6)

vi

Universitas Kristen Maranatha

4.1 Gambaran Sampel Penelitian ………. 41

4.2 Hasil Penelitian ……….. 42

4.3 Pembahasan ……… 44

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ……… 46

5.1 Simpulan ……… 46

5.2 Saran ……….. 46

5.2.1 Saran Teoritis ……… 46

5.2.2 Saran Praktis ………. 47

LAMPIRAN………. 48

Lampiran 1: Kisi – kisi Alat Ukur School Engagement ……….. 48

Lampiran 2: Pernyataan Persetujuan……… 52

Lampiran 3: Kata Pengantar Kuesioner……… 53

Lampiran 4: Kuesioner School Engagement ……… 54

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Dalam

pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada

tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses

belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya (Wahyuningsih, 2004). Prestasi belajar

tersebut sebagian besar dilihat dari hasil akhir penilaian siswa di sekolah selama mengikuti

pelajaran yang diberikan. Hasil akhir penilaian tersebut adalah berupa nilai akademik yang

diberikan oleh guru kepada siswa dalam mengerjakan tugas, ulangan dan ujian di sekolah. Untuk

mendapat hasil akhir penilaian tersebut, para siswa harus terlibat dalam proses pembelajaran dan

kegiatan – kegiatan yang diadakan di sekolah.

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa adanya keterlibatan siswa terhadap

kegiatan – kegiatan di sekolah ternyata memiliki hubungan dengan prestasi mereka karena Finn et.al. (dalam Fredricks, Blumenfeld & Paris, 2004) menyatakan, tidak adanya partisipasi siswa

dalam kegiatan sekolah dapat membuat siswa berhadapan pada kegagalan akademik berupa

prestasi yang rendah dan tinggal kelas. Oleh karena itu, sekolah juga menginginkan siswa – siswi mereka mau terlibat dalam setiap proses pembelajaran secara akademik maupun non-akademik.

School Engagement adalah konstruk multidimensional mengenai keterlibatan siswa dalam aktivitas akademik dan non-akademik di sekolah yang meliputi keterlibatan behavioral,

(8)

terdiri dari tiga komponen yaitu behavioral, emotional, dan cognitive engagement. Behavioral

engagement adalah dimana siswa terlibat dalam partisipasi pada kegiatan akademik dan non akademik di sekolah. Emotional engagement mengacu pada keterlibatan emosi berupa reaksi

positif dan negatif siswa terhadap guru, teman, pelajaran, dan sekolah. Reaksi emosi positif siswa

dapat berupa ketertarikan dan kebahagiaan, sedangkan reaksi emosi negatif siswa dapat berupa

kebosanan, kesedihan, dan kecemasan. Cognitive engagement adalah dimana siswa melakukan

strategi dalam pembelajaran. Penelitian School Engagement berfokus pada upper elementary

yaitu kelas 4 – 6 SD dan masa SD merupakan masa meletakkan dasar – dasar perkembangan bagi pendidikan selanjutnya (Fredricks, et.al, 2004).

Menurut Appleton (2008), school engagement memberikan dampak – dampak positif terhadap educational outcomes, yaitu terhadap prestasi akademik, relasi sosial, dan emosi.

Diantara educational outcomes lainnya, academic achievement / performance merupakan salah

satu hasil akhir dalam pencapaian proses pembelajaran siswa yang seringkali dijadikan tolak ukur

keberhasilan siswa di sekolah. Academic achievement ini pada umumnya dipahami sebagai

seberapa tinggi pencapaian akademik yang diperoleh siswa pada beberapa mata pelajaran di

sekolah.

Berdasarkan data yang telah peneliti dapatkan melalui sekolah SD “X” ini, diperoleh informasi bahwa sekolah ini memiliki visi, yaitu menjadi lembaga pendidikan unggulan yang

mengutamakan Iman, Integritas, dan Ilmu. Pihak sekolah berharap para siswa mau terlibat di

dalam kegiatan – kegiatan di sekolah, khususnya dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Seluruh siswa diwajibkan untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan akademik maupun non-akademik.

sehingga diharapkan para siswa dapat memiliki prestasi belajar yang baik di sekolah.

(9)

3

tersebut diperoleh data dimana mereka menyatakan bahwa mereka memiliki harapan pada siswa

agar mendapatkan nilai yang bagus, dapat naik kelas, khususnya untuk kelas 6 sangat diharapkan

seluruh siswa dapat lulus dengan nilai yang baik. Hal ini diaplikasi oleh pihak sekolah melalui

penetapan nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) berkisar 75 untuk sebagian besar mata

pelajaran yang diajarkan. Secara tidak langsung, siswa harus mencapai nilai tersebut agar

terhindar dari remedial ataupun tidak naik kelas. Namun, pada kenyataannya adalah masih ada

siswa yang belum dapat mencapai nilai KKM dan pada waktu PRA UN dan melakukan try out,

terdapat siswa yang masih mendapatkan nilai di bawah rata – rata dari nilai standar kelulusan. Guru merasa sudah mendukung mereka dengan memberikan latihan – latihan, mengajar dengan metode yang menarik agar para siswa dapat tertarik dengan pelajaran di sekolah agar siswa dapat

memiliki strategi dalam pembelajaran (cognitive engagement) sehingga mendapatkan prestasi

yang baik.

Selain itu, dari school engagement yang terdapat pada siswa juga dapat menghasilkan

sebuah perilaku. Setiap siswa biasanya memiliki perilaku berbeda dalam menghadapi proses

pembelajaran di sekolah. Perilaku – perilaku mereka tersebut ada yang positif dan juga negatif. Perilaku negatif mereka biasanya dianggap sebagai perilaku bermasalah bagi guru di sekolah.

Perilaku bermasalah tersebut adalah seperti kesulitan belajar pada bidang tertentu, membolos,

malas, dan perilaku lainnya yang merupakan masalah ringan yang terjadi di sekolah. Tetapi,

perilaku membolos, menyontek, dan perilaku bermasalah lain yang tidak sesuai dengan tuntutan

sekolah dapat dipicu oleh penolakan siswa untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran dan

kegiatan akademik lainnya di sekolah (Janowitz, et.al. (1978) dalam Fredricks (2004)).

Menurut Skinner dan Belmont (1993), mereka menemukan bahwa guru yang memiliki

tanggapan dan harapan jelas terhadap siswa secara konsisten maka siswa akan lebih memiliki

(10)

yang merasa bosan saat belajar dan banyak mengobrol saat sedang belajar. Selain itu, guru – guru juga berharap para siswa dapat mengikuti aturan – aturan guru dan sekolah yang sudah diterapkan terutama dalam hal pembelajaran, menghormati guru di sekolah saat mengajar,

bersikap baik dan sopan. Oleh karena itu para guru berusaha keras membimbing mereka di

sekolah.

Meskipun guru merasa sudah cukup berusaha membimbing mereka, masih saja ada siswa

di setiap masing – masing jenjang kelas 4 sampai kelas 6 SD “X” yang bersikap tidak sesuai dengan apa yang guru harapkan. Terdapat siswa yang tidak memperhatikan saat guru mengajar

dengan membuka – buka buku lain di luar mata pelajaran yang guru tersebut ajarkan, mengobrol dengan temannya saat guru mengajar, mengumpulkan tugas hanya sekedarnya bahkan ada anak

yang sering tidak mengumpulkan tugas dengan alasan lupa, tidak tahu disimpan dimana, hilang,

dan alasan lainnya. Selain itu, ada juga beberapa siswa yang bersikap tidak sopan terhadap guru.

Perilaku – perilaku tersebut menunjukkan bahwa terdapat siswa SD “X” yang kurang engaged khususnya adalah dalam hal emotional engagement dan behavioral engagement.

Berdasarkan fenomena tersebut maka dilakukan survei awal oleh peneliti terhadap 6

orang siswa SD “X” Bandung diperoleh hasil sebagai berikut. Dari 6 orang siswa, masing – masing 2 orang siswa dari kelas 4 – 6, sebanyak 5 orang siswa (83,3%) mengatakan bahwa mereka aktif di dalam kelas saat menjawab pertanyaan guru atau aktif bertanya kepada guru saat

ada materi yang tidak mereka mengerti, sedangkan 1 orang siswa (16,7%) mengatakan tidak aktif

dalam proses pembelajaran tanya jawab saat di kelas, hal tersebut menggambarkan behavioral

engagement. Selain itu, sebanyak 3 orang siswa (50%) merasa senang belajar mata pelajaran yang menarik dan cara guru mengajar juga menarik, sedangkan 3 siswa (50%) mengatakan

mereka bosan dengan cara guru menerangkan di kelas, hal tersebut menggambarkan emotional

(11)

5

penting untuk dipelajari lagi, sedangkan 4 orang siswa (66,7%) mengatakan tidak suka menandai

materi pelajaran yang penting, hal tersebut menggambarkan cognitive engagement. Oleh sebab

itu, sebagian besar siswa menunjukkan behavioral engagement yang disengaged, emotional

engagement yang merata antara engaged dan disengagaed, dan sebagian besar siswa menunjukkan cognitive engagement yang disengaged.

Berdasarkan fenomena dan hasil penelitian – penelitian yang telah diungkapkan di atas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang school engagement pada siswa kelas 4 - 6

SD “X” di kota Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui seperti apakah gambaran School Engagement pada

siswa kelas 4-6 SD “X” di Kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran seberapa besar derajat

school engagement siswa di SD “X” Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai School

Engagement pada siswa kelas 4 – 6 SD “X” di Kota Bandung. Selain itu mengetahui gambaran tiap komponen School Engagement, yaitu Behavioral Engagement, Emotional

Engagement, dan Cognitive Engagement

(12)

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi mengenai school engagement bagi pengembangan Ilmu

Psikologi terutama Psikologi Pendidikan.

2. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan

mengenai School Engagement siswa.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi kepada pihak sekolah mengenai gambaran school engagement

pada siswa SD “X” Bandung.

2. Memberikan masukkan kepada guru untuk meningkatkan school engagement siswa

kelas 4 – 6 SD “X” Bandung agar dapat engage di sekolah.

1.5 Kerangka Pemikiran

Siswa kelas 4 – 6 SD “X” Bandung ini sudah masuk ke dalam tahap perkembangan kognitif konkret operasional menurut Piaget, dimana mereka sudah dapat berpikir secara logis

tentang suatu objek dan peristiwa serta mereka sudah dapat berpikir lebih terorganisasi.

Dalam perkembangan emosinya, kebanyakan siswa sudah memiliki teknik – teknik untuk dapat mengelola emosi mereka (Kliewer, Fearnow, & Miller, 1996). Di dalam situasi dimana

mereka dapat mengontrol emosi dengan mencari cara untuk memecahkan masalah dan

mencari dukungan sosial sebagai sebuah strategi.

Di setiap sekolah, para siswa diharapkan memiliki keterlibatan dalam proses

(13)

7

kelas ataupun di luar kelas namun masih di dalam lingkungan sekolah. Keterlibatan siswa

tersebut dapat terlihat dari beberapa komponen yang dapat diukur. Dari pengukuran tersebut

dapat diperoleh seberapa besar siswa SD “X” Bandung dapat engage atau terlibat dalam proses pembelajaran.

Teori yang dipakai dalam mengukur keterlibatan siswa SD “X” Bandung ini adalah school engagement. School Engagement adalah konstruk multidimensional mengenai keterlibatan siswa dalam aktivitas akademik dan non-akademik di sekolah yang meliputi

keterlibatan behavioral, emotional, dan cognitive (Fredricks et al., 2004). Menurut Fredricks

(2004), school engagement terdiri dari tiga komponen yaitu behavioral engagement,

emotional engagement, dan cognitive engagement.

Komponen behavioral engagement meliputi kegiatan partisipasi aktif siswa SD “X” Bandung dalam akademik, sosial, atau kegiatan ekstrakurikuler. Selain itu siswa juga

berperilaku positif dengan tidak bolos sekolah dan mau terlibat dalam tugas – tugas pembelajaran di sekolah. Behavioral engagement juga ditunjukkan oleh siswa dengan

perilaku aktif di dalam kelas seperti mau bertanya mengenai materi yang belum dimengerti,

mau mengerjakan tugas dan mengumpulkannya tepat waktu, dan mentaati peraturan

kelas/sekolah. Saat siswa SD “X” Bandung berperilaku positif dengan memperhatikan saat guru menjelaskan, aktif dalam pembelajaran tanya jawab di kelas, bertanya kepada guru saat

tidak mengerti materi yang disampaikan, rajin mengerjakan setiap tugas dari guru dan

mengumpulkan dengan tepat waktu, mentaati peraturan kelas/sekolah, misalnya masuk kelas

tepat waktu, maka siswa SD “X” Bandung tersebut memiliki behavioral engagement yang engaged. Sebaliknya di saat siswa SD “X” Bandung mengobrol ketika guru menjelaskan, diam saja saat pembelajaran tanya jawab di kelas, sering melanggar aturan kelas/sekolah,

(14)

sekolah tidak sesuai dengan jadwal, maka siswa SD “X” Bandung tersebut memiliki

behavioral engagement yang disengaged.

Komponen emotional engagement meliputi reaksi afektif positif dan negatif siswa SD

“X” Bandung terhadap proses pembelajaran di kelas/sekolah. Emotional engagement ditunjukkan oleh siswa SD “X” Bandung dengan ketertarikan terhadap proses pembelajaran di kelas, ketertarikan mengikuti kegiatan esktrakurikuler wajib atau pilihan, antusias dalam

diskusi di kelas, dan merasa senang saat dirinya menjadi bagian penting dalam kelas/sekolah.

Saat siswa SD “X” Bandung menyukai guru – guru di sekolah, tertarik dengsn pembelajaran di kelas, senang dalam bekerjasama dengan teman – temannya dalam sebuah kelompok, senang mengikuti kegiatan – kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan – kegiatan sekolah yang

lainnya, dan merasa senang berada di lingkungan sekolah, maka siswa SD “X” Bandung

tersebut memiliki emotional engagement yang engaged. Sebaliknya, di saat siswa SD “X” Bandung tidak menyukai guru – guru yang mengajar, merasa bosan mengikuti pembelajaran, merasa cemas ketika berbicara dengan guru, lebih senang mengerjakan tugas sendiri

dibandingkan berkelompok maka siswa SD “X” Bandung tersebut memiliki emotional engagement yang disengaged.

Komponen yang ketiga adalah komponen cognitive engagement dimana siswa SD

“X” Bandung memiliki perhatian terhadap tugas, penguasaan tugas, dan bersedia mengerahkan upaya yang diperlukan untuk memahami ide – ide yang kompleks dan menguasai keterampilan yang sulit. Siswa menggunakan strategi belajar seperti latihan,

merangkum dengan berbagai cara agar memahami materi lebih dalam. Siswa memiliki tujuan

untuk mendalami setiap materi yang diberikan agar tidak hanya sekedar mengumpulkan tugas

saja, tetapi juga mendapatkan nilai yang bagus dan dapat mengaplikasikan pelajaran yang

(15)

9

mengerjakannya, mencari pengetahuan tambahan melalui buku pelajaran lain atau melalui

internet, memiliki strategi dalam belajar, misalnya dengan menandai materi yang penting,

menghafal materi dengan lagu, kata kunci atau gambar, maka siswa SD “X” Bandung

tersebut memiliki cognitive engagement yang engaged. Sebaliknya apabila siswa SD “X” Bandung sulit konsentrasi dengan pelajaran sehingga memikirkan hal lain di luar pelajaran,

tidak berusaha mencari cara untuk mengerjakan tugas yang sulit, maka siswa SD “X” Bandung tersebut memiliki behavioral engagement yang disengaged.

Beberapa faktor yang mempengaruhi School Engagement menurut Fredricks, et al

2004, yaitu school level factor, classroom context, dan individual needs. School level factor

terdiri atas kebebasan dalam memilih, partisipasi siswa dalam kebijakan dan aturan sekolah,

pengembangan akademis, tujuan yang jelas dan konsisten, serta ukuran kelas. Kesempatan

siswa untuk memilih kegiatan, misalnya kebebasan mencipta dan kebebasan memilih

kegiatan ekstrakurikuler,akan mempengaruhi School Engagement. Siswa yang memiliki

kesempatan untuk berpartisipasi, untuk mengembangkan relasi sosial, dan memiliki tujuan

pembelajaran yang jelas akanmemiliki school engagement yang engaged.

School level factor ini melakukan penelitian di satu sekolah jadi tidak bisa dibandingkan dengan sekolah lain. Hasilnya pun bukan hasil persepsi siswa jadi tidak akan

diukur. Classroom context terdiri atas dukungan guru, teman sebaya, struktur kelas, dukungan

kemandirian dan karakteristik tugas. Dalam dukungan guru, ketika guru memperlakukan

siswa secara adil, hal tersebut dapat membuat hubungan yang positif antara siswa dan

gurunya. Apabila guru memberi dukungan kepada siswanya, maka siswa akan engaged di

sekolahnya. Sebaliknya jika guru bersikap acuh terhadap siswanya, maka siswa akan

(16)

Pengaruh teman sebaya, dimana siswa SD “X” sedang berada pada masa

perkembangan anak-anak menengah menuju akhir atau awal masa remaja sangat

mempengaruhi kehidupan mereka. Dapat dilihat ketika siswa merasa diterima oleh

teman-temannya, hal tersebut berpengaruh pada relasi sosial dan menjadikannya semakin positif.

Siswa SD “X” akan berperilaku sesuai dengan lingkungan/aturan yang berlaku, juga sesama siswa akan saling berdiskusi dengan teman sekelas secara aktif mengenai permasalahan

akademik atau tugas yang mereka hadapi.

Dalam faktor struktur kelas, ketika norma dan aturan yang didapatkan oleh siswa jelas

dan efisien, pengaturan kelas baik, dan harapan terhadap siswa jelas, akan dapat mengurangi

masalah kedisiplinan yang muncul. Siswa akan merasa lebih senang di kelas dan tentu saja

akan mempengaruhi keterlibatan, performa dan tujuan belajar siswa SD “X”. Sedangkan

dalam faktor autonomy support, ketika siswa memiliki banyak pilihan untuk memilih

kegiatan non akademik yang diikutinya contohnya seperti kegiatan ekstrakurikuler, turut aktif

dalam kepanitiaan bazaar di sekolah, dan lain-lain, akan dapat lebih lama bertahan saat

menghadapi suatu masalah dan akan meningkatkan minatnya dalam mempelajari materi.

Faktor karakteristik tugas, akan mempengaruhi school engagement siswa SD “X” ketika komponen tugas yang diberikan menuntut siswa untuk mengerti dan memahami lebih

dalam, misalnya dengan mengumpulkan materi-materi yang berhubungan dengan tema yang

sedang dipelajari, dan mengevaluasi tugas atau pekerjaan akan meningkatkan perilaku belajar

yang lebih positif, daripada tugas yang hanya memerlukan menghafal dan mengingat

kembali.

Faktor individual needs terdiri dari kebutuhan relasi, kebutuhan otonomi, dan

(17)

11

relasinya, baik terhadap sekolah, guru, maupun teman-temannya, dapat berkontribusi dalam

meningkatkan relasi yang positif dan dalam meningkatkan school engagement mereka.

Dalam kebutuhan otonomi, ketika siswa memiliki banyak kesempatan untuk memilih,

memiliki kesempatan untuk mengeluarkan pendapat, memiliki kebebasan untuk menciptakan

sesuatu, relatif bebas dari kontrol eksternal, siswa akan lebih bertindak dengan motivasi

internalnya, akan lebih menyukai aktivitas tersebut dan berusaha mengerjakan tugas dengan

baik.

Dalam faktor kebutuhan kompetensi, ketika siswa dapat menentukan keberhasilan

mereka, dapat menentukan dan merencanakan hal-hal yang dibutuhkan, dapat mengerjakan

tugas dengan baik dan menampilkan yang terbaik, maka akan meningkatkan peran kognitif

siswa dalam pencapaiannya.

Namun, dalam hal ini peneliti tidak mengukur faktor – faktor yang mempengaruhi School Engagement. Di dalam penelitian ini yang diukur adalah hanya gambaran secara deskriptif mengenai School Engagement pada siswa kelas 4 – 6 SD “X” Bandung, yaitu seberapa banyak siswa yang memiliki School Engagement yang engaged dan disengaged.

Untuk mengetahui secara lebih jelas, dapat dilihat pada bagan kerangka pikir sebagai

(18)

Bagan 1.5.1 Bagan Kerangka Pemikiran

1.6 Asumsi Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, peneliti memiliki asumsi sebagai berikut :

1. Siswa kelas 4 - 6 SD “X” Bandung memiliki School engagement yang engaged atau disengaged.

2. School Engagement pada siswa kelas 4-6 SD “X” di Kota Bandung akan memengaruhi achievement / performance siswa yang diharapkan di sekolah.

Siswa kelas 4 - 6

SD “X” di Kota

Bandung

Behavioral Engagement

Emotional Engagement

Cognitive Engagement

Engaged

Disengaged School

(19)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran School Engagement

dari siswa kelas 4-6 di SD ‘X’ Kota Bandung. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan:

1. Siswa yang engaged dan disengaged berdasarkan keseluruhan komponen School

Engagement di kelas 4 –6 SD “X” jumlahnya hampir merata.

2. Siswa kelas 4 – 6 SD “X” lebih engaged secara cognitive dibandingkan engaged

secara emotional dan behavioral.

3. Dari kelompok kelas 4 – 6, pada jenjang kelas 4 SD “X” memiliki jumlah siswa yang

engaged paling banyak.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian

adalah:

5.2.1 Saran teoritis

1. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan mengukur faktor – faktor yang

mempengaruhi School Engagement.

2. Dapat dilakukan penelitian lanjutan yang mengembangkan penelitian yang

menghubungkan variabel lain dengan school engagement dalam konteks sosial

(20)

5.2.2 Saran praktis

1. Gambaran school engagement dari penelitian ini dapat digunakan oleh pihak

sekolah untuk lebih meningkatkan kemampuan guru – guru dalam membantu

(21)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI

SCHOOL ENGAGEMENT

PADA SISWA KELAS 4

6 SD “X” DI KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh:

STEFFI NATHANIA

NRP: 0730104

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

(22)
(23)
(24)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena atas berkat dan rahmat – Nya peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini

dengan judul Studi Deskriptif mengenai School Engagement Pada Siswa Kelas 4 -

6 SD “X” di Kota Bandung. Dalam masa – masa penyusunan penelitian ini,

peneliti sangat berterima kasih akan bimbingan, semangat, motivasi, dan

informasi dari berbagai pihak sehingga peneliti dapat melewati berbagai hambatan

dan akhirnya karya tulis ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu, pada kesempatan

ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya

kepada :

1. Dr. Irene P. Edwina, M.Psi., Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha

2. Lie Fun Fun, M.Psi., Psikolog, selaku Ketua Program Studi S1 Fakultas

Psikologi Universitas Kristen Maranatha

3. Dra. Sianiwati S. Hidayat, M.Si., Psikolog, selaku Koordinator Mata Kuliah

Usulan Penelitian Lanjutan

4. Jane Savitri, M.Si., Psikolog, selaku dosen pembimbing utama yang peneliti

hormati serta telah bersedia memotivasi, membimbing peneliti dengan penuh

kesabaran, memberikan banyak waktunya dalam mengarahkan selama

(25)

5. Dra. Irawati, M.Psi., Psikolog, selaku dosen pembimbing kedua yang peneliti

hormati serta telah bersedia memotivasi, membimbing peneliti dengan penuh

kesabaran, memberikan banyak waktunya dalam mengarahkan selama

pembuatan dan penyusunan penelitian ini.

6. Tim Dosen mata kuliah Usulan Penelitian, Skripsi, Staf Pengajar, dan Petugas

Tata Usaha di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

7. Bapak dan Ibu pegawai perpustakaan yang telah membantu dalam penyediaan

buku – buku referensi.

8. Kepala sekolah dan guru – guru yang menjadi tempat pengambilan data, yang

sudah membantu dan mendukung peneliti menyelesaikan skripsi ini.

9. Papi, Mami, Jessika, dan Ko Dennis selaku anggota keluarga dari peneliti

yang sangat peneliti sayangi yang telah sabar selama ini dengan tidak henti –

hentinya mendukung, memberi semangat dan doa kepada peneliti.

10.Chrysta, Novita, Elvina, Vina, Dessy, Meila, Vimala, dan Alex selaku sahabat

yang sangat peneliti sayangi yang telah banyak sekali mendukung peneliti

secara moral maupun materil.

11.Whisnu, Stephanie, Astrid, Anzella, Diana, Tisza, Mira, selaku teman – teman

Psikologi peneliti yang telah bekerjasama dalam melakukan penelitian ini.

12.Selly, Dwi, Putri, Dilla, Natalia, Sari, Fillin, Hanna, Fenny, Maya, Nana,

Junita, Desi, Stefanie, Melissa, dan teman – teman Psikologi lainnya yang

tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa membalas semua kebaikan para

(26)

berguna bagi para pembaca dan bagi yang akan melanjutkan penelitian ini,

khususnya bagi yang sangat berminat dengan bidang Ilmu Psikologi.

Bandung, September 2016

(27)

vii

DAFTAR PUSTAKA

Appleton, J.J., Christenson, S.L., & Furlong, M. J. (2008). Measuring cognitive and

psychological engagement: Validation of the student engagement instrument. Journal of Psychology.

Berk, Laura E. (2000). Child development. America : A Pearson Education

Company.

Christenson, Sandra L., Reschly, Amy L., & Wylie Cathy. (2012). Handbook of Research on

Student Engagement. New York : Springer.

Fredricks, Jennifer A., Blumenfeld, Phyllis C., & Paris, Alison H. (2004). School

Engagement: Potential of the Concept, State of the Evidence. Review of Educational Research, 74, 59 – 109. America: Spring.

Pintrich, P. R., & Schunk, D.H. (2002). Motivation in Education Theory, Research and

Applications (2nd Edition). New Jersey : Pearson Education, Inc.

Saeed, Sitwat., & Zyngier, David. (2012). How Motivation Influences Student Engagement: A

Qualitative Case Study. Journal of Education and Learning; Vol.1, No.2. Canadian Center of Science and Education.

Santrock, J. W. 2007. Perkembangan Anak. Erlangga : Jakarta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Wentzel, Kathryn R., & Wigfield, Allan. (2009). Handbook of Motivation at School. New

(28)

viii

Wang, Ming-Te., & Eccles, Jacquelynne S. (2013). School context, achievement motivation,

(29)

ix

DAFTAR RUJUKAN

Gunawan, Mira A. 2016. Studi deskriptif mengenai school engagement pada siswa kelas 4 – 6 SD “X” di Kota Bandung. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Nugroho, Whisnu. 2015. Studi Pengaruh Parent Involvement dengan Basic Need Satisfaction

pada siswa SD “X” kelas IV, V, dan VI di kota Bandung. Tugas Usulan Penelitian. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Sussanto, Stephanie. 2016. Pengaruh basic need satisfaction terhadap school engagement pada siswa kelas Reguler SMP “X” di kota Bandung. Skripsi : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Wahyuningsih, Amalia S. 2004. Skripsi : Hubungan antara kecerdasan emosional dengan

Referensi

Dokumen terkait

1) Terpengaruh setelah melihat orang lain melakukan menyontek dimana pada awalnya dia tidak memiliki niat. 2) Soal ujian yang buku sentris yang hapalan memaksa untuk membuka buku

Gambar 17 Nilai k perubahan daya iris selama penyimpanan pada tempe yang dipanaskan dengan Pv lebih dari 15 menit dan dikemas vakum dalam aluminium foil (a) dan HDPE

Jawab : Kalau ditanya mengenai latar belakang, atau alasan dan sebagainya, sebenarnya bunda, tidak memiliki alasan yang macam-macam ketika mendirikan organisasi

Departemen Perbankan Syariah Bank Indonesia (2013), melakukan penelitian tentang kemungkinan peralihan prinsip revenue sharing menjadi prinsip profit sharing bagi industri

3 A proposed Model on Kansei Engineering ( Schütte 2006) 3 4 An affective design framework of Bogor pickle based on KE 5 5 Example of semantic differential questionnaire

Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Siswa Sma Melalui Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Alkana.. Universitas Pendidikan Indonesia |

[r]

Berdasarkan fakta bahwa hanya ada sedikit atau tidak ada penelitian untuk menunjukkan tidak adanya korelasi antara motivasi kerja guru dengan kinerja guru untuk