Hal.
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian………... 7
C. Batasan Masalah ………... 8
D. Tujuan………...……...………. 9
E Manfaat Penelitian……… F. Asumsi ..………..……… G. Hipotesis.………... 10 10 10 BAB II PEMBELAJARAN IPA TERPADU MODEL CONNECTED, PENGUASAAN KONSEP KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN, DAN SIKAP ILMIAH SISWA... 11
A. Pembelajaran Terpadu Model Connected... 11
B. Pembelajaran Kooperatif... 20
C. Penguasaan Konsep…………...……… 26
D. Sikap Ilmiah……….. 30
E. Tinjauan Pembelajaran Kependudukan dan Lingkungan………... 35
F. Penelitian Lain yang Relevan……… 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 48
A. Definisi Operasional ………. 48
B. Metode dan Desain Penelitian ………...………... 50
F. Analisis Data Penelitian ... 65
G. Alur Penelitian………... 69
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 70
A. Hasil Penelitian ……… 70
1. Penguasaan Konsep Terhadap Materi Kependudukan dan Lingkungan………. 70
2. Sikap Ilmiah Siswa Pada Pembelajaran Materi Kependudukan dan Lingkungan………. 78
3. Tanggapan Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran Materi Kependudukan dan Lingkungan………. 86
B. Pembahasan ………. 88
1. Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa………. 88
2. Peningkatan Sikap Ilmiah Siswa……… 96
3. Tanggapan Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran……….. 102
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 106
A. Kesimpulan ……….. 106
B. Keterbatasan Penelitian……….. 107
C. Saran ………. 108
DAFTAR PUSTAKA ……….. 109
Tabel Hal.
2.1 Sintaks Pembelajaran Terpadu... 18
2.2 Sintaks Pembelajaran Kooperatif... 24
2.3 Kategori dan Subkategori Dimensi Kognitif Taksonomi Bloom... 27
2.4 Pedoman Pemberian Skor Jawaban Pernyataan Sikap Ilmiah.. 35
2.5 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas VII... 36
3.1 Desain Penelitian static group pretest-postest design... 51
3.2 Pedoman Pemberian Skor Jawaban Pernyataan Sikap Ilmiah.. 52
3.3 Interpretasi Indeks Validitas Soal………. 54
3.4 Interpretasi Indeks Reliabilitas Soal………... 55
3.5 Interpretasi Indeks Daya Pembeda Soal………... 56
3.6 Interpretasi Indeks Tingkat Kesukaran Soal...……….. 56
3.7 Hasil Uji Coba Penguasaan Konsep………. 60
3.8 Hasil Uji Coba Sikap Ilmiah Siswa……….. 62
3.9 Kategori Peningkatan Belajar Berdasarkan Indeks Gain…….. 66
3.10 Rekapitulasi Uji Prasyarat………. 68
4.1 Statistik Deskriptif Nilai Pretes dan Nilai Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol………. 70
4.2 N-Gain Penguasaan Konsep Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 71
4.3 Hasil Uji Normalitas Pretes dan Postes Penguasaan Konsep pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 72
4.4 Hasil Uji Homogenitas Pretes dan Postes Penguasaan Konsep pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 73
4.7 Hasil Uji Coba Perbedaan Dua Rata-rata N-gain Penguasaan
Konsep pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 76
4.8 N-gain Ranah Kognitif Penguasaan Kognitif Penguasaan
Konsep Siswa... 77
4.9 Statistik Deskriptif Nilai Awal dan Nilai Akhir Sikap Ilmiah
Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 78
4.10 N-Gain ternormalisasi Sikap Ilmiah Siswa Kelas Eksperimen
dan Kelas Kontrol... 79
4.11 Hasil Uji Normalitas Skor Awal dan Skor Akhir Sikap Ilmiah
Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 80
4.12 Hasil Uji Homogenitas Skor Awal dan Skor Akhir Sikap
Ilmiah Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 81
4.13 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Skor Awal Sikap Ilmiah
Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 83
4.14 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Skor Akhir Sikap Ilmiah
Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 83
4.15 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata N-gain Sikap Ilmiah
Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 84
4.16 N-gain Setiap Indikator Sikap Ilmiah Siswa... 85
4.17 Tanggapan Siswa Setelah Dilakukan Pembelajaran pada
Gambar Hal.
2.1 Pembelajaran Terpadu Model Connected………. 16
2.2 Alur Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Terpadu... 18
3.1 Bagan Alur Penelitian... 69
4.1 Rata-Rata Nilai Pretes Dan Postes Kelas Eksperimen Dan
Kelas Kontrol... 71
4.2 Nilai N-Gain Setiap Kategori Ranah Kognitif... 78
4.3 Nilai Rata-Rata Sikap Ilmiah Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol dalam Skala 0-3... 79
4.4 Grafik Sikap Ilmiah Siswa untuk Setiap Indikator... 86
Lampiran Hal.
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen……… 115
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol……….. 133
B.1 Hasil Uji Coba Instrumen Penguasaan Konsep……….. 149
B.2 Hasil Uji Coba Instrumen Skala Sikap Ilmiah………. 158
C.1 Instrumen Penelitian Penguasaan Konsep………... 168
C.2 Instrumen Penelitian Sikap Ilmiah Siswa……… 178
C.3 Instrumen Penelitian Angket Respon Siswa……… 179
D.1 Hasil Penelitian Penguasaan Konsep……….. 180
D.2 Hasil Penelitian Sikap Ilmiah Siswa……… 185
E.1 Analisis Data Penguasaan Konsep……….. 190
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Majunya suatu negara sangat ditentukan oleh majunya pendidikan di negara
tersebut. Pada era globalisasi saat ini, seluruh negara di dunia berusaha melakukan
pembenahan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hal ini juga dilakukan
oleh negara Indonesia, yaitu dengan melakukan perbaikan kurikulum yang
disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
maju. Adapun tujuan pendidikan nasional di Indonesia yang tertuang dalam
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab (Puskur, 2010).
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu pendidikan
yang memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan sumber
daya manusia yang berkualitas sesuai dengan rumusan tujuan pendidikan nasional
dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga
IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
2004) bahwa pembelajaran IPA mengandung empat hal yaitu konten atau produk,
proses atau metode, sikap, dan teknologi. Dari pernyataan tersebut maka sangat
penting untuk menyelenggarakan pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa
untuk mengalami dan memahami IPA sebagai produk, proses, sikap, dan
teknologi.
Penetapan Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP) saat ini merupakan salah
satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dengan penetapan
KTSP saat ini, sekolah beserta perangkatnya diberi wewenang untuk menyusun
kurikulum sesuai dengan kondisi dan potensi sekolahnya masing-masing. Salah
satu implikasi darikurikulum KTSP ini pada tingkat SMP/MTs adalah adanya
perubahan pendekatan pembelajaran IPA di mana dalam pembelajaran IPA
tersebut menggunakan pendekatan terpadu, berbeda dengan kurikulum
sebelumnya yang diajarkan secara terpisah. IPA Terpadu untuk jenjang SMP dan
MTs meliputi disiplin ilmu Kimia, Fisika, dan Biologi (Puskur, 2006).
IPA Terpadu merupakan pembelajaran IPA yang disajikan sebagai satu
kesatuan yang tidak terpisahkan, artinya siswa tidak belajar ilmu Fisika, Biologi,
dan Kimia secara terpisah sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, melainkan
semua diramu dalam kesatuan (Salirawati, 2009). Pembelajaran IPAsecara
terpadudirasa sesuai untuk diberikan kepada siswa karena selaras dengan
pengalaman hidup siswa yang bersifat kompleks dan terpadu, yakni menyangkut
berbagai aspek yang saling terkait (Depdiknas, 2004). Kegiatan pembelajaran
dipahami dan menjadi pembelajaran yang bermakna bagi siswa karena proses
pembelajaran tersebut sesuai dengan realita kehidupan.
Selain itu, pembelajaran IPA terpadu juga dirasa lebih sesuai apabila kita
memperhatikan dan mempertimbangkan tingkat berfikir siswa SMP/MTs.
Menurut Piaget (Dahar, 2011), terdapat hubungan fungsional antara tindakan
fisik, tindakan mental dan perkembangan berpikir logis. Setiap individu
mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual yaitu sensori-motor (0-2
tahun), pra-operasional (2-7 tahun), operasional konkret (7-11 tahun), dan operasi
formal (>11 tahun). Berdasarkan perkembangan intelektual tersebut maka siswa
SMP/MTs kelas VII yang rata-rata berusia 12-13 tahun termasuk kategori formal
awal di mana siswa berada pada masa peralihan dari berpikir konkret ke abstrak.
Siswa pada masa tersebut mulai dapat berpikir secara abstrak namun masih dalam
tahap awal sehingga masih diperlukan bantuan yang sifatnya nyata atau dapat
diamati dengan panca indera sehingga dapat menjembatani siswa dalam
memahami konsep yang bersifat abstrak.Menurut Trianto (2011), pembelajaran
IPA terpadudapat memfasilitasi fase peralihan yang dialami siswa dengan
memberikan gambaran nyata melalui pembelajaran yang saling berkaitan antara
satu konsep dengan konsep yang lain sehingga terbentuk suatu pengetahuan yang
utuh. Hal ini selaras Ausubelyang menyatakan bahwa belajar akan bermakna jika
anak didik dapat mengaitkan konsep yang dipelajari dengan konsep yang sudah
ada dalam struktur kognitifnya danpernyataan Bruner yang menyatakan bahwa
belajar akan berhasil lebih baik jika selalu dihubungkan dengan kehidupan orang
ini selanjutnya diharapkan dapat menjadi bekal siswa untuk memecahkan masalah
dalam belajar dan dalam kehidupan sehari-hari (Rustaman, 2004). Hal ini selaras
dengan pernyataan Dahar (2011) bahwa konsep-konsep merupakan batu-batu
pembangun (building blocks) dalam berpikir yang merupakan dasar bagi
proses-proses mental yang lebih tinggi untuk memutuskan prinsip-prinsip dan
generalisasi-generalisasi.
Adapun kenyataan yang terjadi di lapangan. pelaksanaan pembelajaran IPA
terpadu belum sepenuhnya terlaksana. Meski sudah menjadi IPA terpadu namun
kenyataan dalam pelaksanaannya masih dilakukan secara terpisah. Menurut
Salirawati (2009), guru yang mengajar IPA di SMP/MTsadalah guru lulusan
Pendidikan Fisika, Biologi, dan Kimia yang terpisah, maka dalam praktiknya
pembelajaran IPA terpadu yang dimaksud dalam kurikulum mengalami banyak
kendala. Selama ini guru IPA di sekolah telah terbiasa dengan pembagian tugas
sebagai guru Fisika, guru Kimia dan guru Biologi. Dengan adanya IPA terpadu
membuat guru IPA harus dapat mengajarkan Fisika, Kimia, dan Biologi secara
terpadu. Menurut Indrawati (2009), alasan yang sering dikemukakan oleh para
guru untuk tidak menerapkan pembelajaran IPA terpadu adalah keterbatasan
alokasi waktu persiapan pembelajaran, sarana, lingkungan belajar, dan jumlah
peserta didik tiap kelas yang terlalu banyak. Pada jenjang SD, guru kelas masih
memungkinkan untuk bekerja sendiri namun memerlukan waktu yang relatif lama
dalam mempersiapkan pembelajaran terpadu. Pada jenjang SMP dan SMA, guru
Biologi, Kimia, Fisika memungkinkan adanya kerja sama namun di lapangan para
kemampuan guru IPA dalam mengintegrasikan antar mata pelajaran, pokok
bahasan ataupun pada sub pokok bahasan masih sangat terbatas, sehingga
perlunya pengetahuan khusus tentang perancangan pembelajaran terpadu.
Selain belum dapat terlaksananya pembelajaran IPA secara terpadu,
pembelajaran IPA saat ini cenderung berorientasi pada tes atau ujian (Puskur,
2010). Berdasarkan hasil tes PISA (Program for International Student
Assessment) tahun 2009 dengan peserta 65 negara, Indonesia berada pada
peringkat ke-60 untuk sains (Balitbang, 2012). Adapun tiga hasil studi
internasional sebelumnya yang telah dilakukan yaitu PIRLS 2006, PISA 2006 dan
TIMSS 2007 diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan siswa Indonesia untuk
bidang sains, matematika dan membaca berada di bawah rata-rata skor
internasional dan hampir tidak ada yang dapat menjawab soal-soal yang menuntut
pemikiran tingkat tinggi dalam memecahkan suatu masalah (Tandrio, 2012). Hal
ini senada dengan temuan Sliming (dalam Wahidin, 2006) yang menyatakan
bahwa siswa hanya menghapal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep
tersebut dalam kehidupan nyata.
Kondisi siswa yang hanya menghapal dan kurang mampu menggunakan
konsep inisecara tidak langsung berdampak pada sikap siswa dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satu contoh perilaku buruk yang saat ini terjadi yaitu aktivitas
manusia yang kurang bertanggung jawab terhadap lingkungan dengan membuka
lahan untuk perkebunan kelapa sawit, pertambangan dan pemukiman penduduk
tanpa memikirkan dampak yang terjadi terhadap lingkungan di sekitarnya
attitude) di sekolah diduga dapat menjadi salah satupenyebab buruknya sikap
manusia karena sikap ilmiah dalam kegiatan pembelajaran memiliki peran dalam
membangun karakter siswa (Rustaman, 2010).
Keadaan masyarakat dan lingkungan yang semakin memprihatinkan saat ini
sebetulnya dapat diatasi sejak dini melalui pembelajaran IPA. Hal ini sejalan
dengan pernyataan DIKTI (dalam Uno & Mohamad, 2011) yaitu penanaman
pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya menjaga kelestarian kualitas
lingkungan sangat baik apabila mulai diterapkan melalui pendidikan pada anak.
Materi yang berhubungan dengan kependudukan dan lingkungan telah mulai
diajarkan untuk siswa tingkat SMP/MTs kelas VII pada mata pelajaran IPA.
Materi ini penting untuk diajarkan sejak dini dari beberapa sudut pandang yang
berbeda yang diterapkan dalam pembelajaran IPA terpadu pada siswa agar siswa
lebih memahami peran siswa sebagai salah satu komponen ekosistem dan dapat
bertindak lebih bijak terhadap lingkungan di sekitar melalui penumbuhkembangan
sikap ilmiah dalam kegiatan pembelajaran.Hal tersebut selaras dengan pernyataan
Trianto (2011), pemahaman konsep yang baik dari beberapa sudut pandang dapat
membuat siswa lebih bijak dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada
di depan mereka. Adapun pembelajaran IPA yang biasa dilakukan di sekolah
adalah pembelajaran yang belum memadukan Biologi, Kimia, Fisika dalam satu
kesatuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Hal ini
mengakibatkan pembelajaran tersebut masih bersifat hafalan konsep, siswa kurang
mampu melihat hubungan antar konsep, dan kurang menumbuhkan sikap ilmiah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka dilakukan sebuah
penelitian untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran IPA
terpadu dengan model connected terhadap penguasaan konsep dan sikap ilmiah
siswa. Model connected dipilih karena menurut Rustaman (2004), model
connected merupakan salah satu model pengintegrasian yang cocok untuk
diterapkan di Indonesia dan sesuai dengan kurikulum pendidikan yang ada di
Indonesia. Penelitian ini diberi judul “Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu Model Connected pada Materi Kependudukan dan Lingkungan Terhadap Penguasaan Konsep dan Sikap Ilmiah Siswa MTs”.
B. Rumusan Masalah Dan Pertanyaan Penelitian
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah penguasaan
konsep dan sikap ilmiah siswa setelah mendapatkan model pembelajaran IPA terpadu dengan model connected dan model pembelajaran kooperatif pada materi kependudukan dan lingkungan?”. Rumusan masalah tersebut dijabarkan lebih rinci dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh model pembelajaran IPA terpadu dengan model
connected dan model pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan konsep
siswa?
2. Bagaimanakah pengaruh model pembelajaran IPA terpadu dengan model
connected dan model pembelajaran kooperatif terhadap sikap ilmiah siswa?
3. Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap model pembelajaran IPA terpadu
dengan model connected dan model pembelajaran kooperatif dalam materi
C. Batasan Masalah Penelitian
Untuk lebih mengarahkan penelitian maka peneliti membatasi permasalahan
sebagai berikut:
1. Penguasaan konsep yang akan diukur adalah ranah kognitif berdasarkan
klasifikasi hasil belajar dari revisi taksonomi Bloom dengan jenis
pengetahuan faktual dan konseptual (Anderson, 2001) yang diuji dengan soal
pilihan ganda. Adapun tipe soal yang digunakan adalah soal jenjang C1
(mengingat), C2 (memahami), C3 (menerapkan), C4 (menganalisis), C5
(mengevaluasi), dan C6 (mencipta).
2. Sikap ilmiah yang akan diukur adalah sikap yang berkaitan dengan
pengalaman belajar. Sikap ilmiah tersebut diukur berdasarkan indikator sikap
ilmiah menurut Carin (1997) yang meliputi memupuk rasa ingin tahu (being
curious) dalam memahami dunia sekitarnya, mengutamakan bukti dalam arti
kesimpulan yang diperoleh perlu ditunjang oleh bukti empiris yang berkaitan
dengan fakta, skeptis terhadap pendapat dari orang lain, menerima perbedaan
dan menghormati pandangan yang berbeda, dapat bekerja sama, bersikap
positif terhadap kegagalan. Sikap ilmiah siswa akan diukur menggunakan
skala sikap yang terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif.
3. Model pembelajaran IPA terpadu dengan model connected (keterhubungan)
yang diterapkan pada penelitian ini merujuk pada model pembelajaran
terpadu menurut Trianto (2011) dengan sintak pembelajaran yaitu
pendahuluan, presensi materimembimbing pelatihan, menelaah pemahaman
kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan, menganalisis dan
mengevaluasi. Model pembelajaran IPA terpadu dengan model connected ini
menghubungkan 3 (tiga) mata pelajaran Biologi, Kimia, dan Fisika dalam
satu tahun pelajaran bagi kelas VII. Adapun materi kependudukan dan
lingkungan yang dipadukan meliputi konsep kepadatan populasi manusia,
perubahan materi di lingkungan sekitar, kecepatan benda dalam kehidupan
sehari-hari dan peranan manusia dalam pengelolaan lingkungan.
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penguasaan
konsep dan sikap ilmiah siswa yang diberi model pembelajaran IPA terpadu
dengan model connected dan model pembelajaran kooperatif pada materi
kependudukan dan lingkungan. Tujuan penelitian ini dijabarkan secara rinci
sebagai berikut.
1. Menganalisis penguasaan konsep siswa pada materi kependudukan dan
lingkungan melalui model pembelajaran IPA terpadu dengan model
connecteddan model pembelajaran kooperatif.
2. Menganalisis sikap ilmiah siswa pada materi kependudukan dan lingkungan
melalui model pembelajaran IPA terpadu dengan model connecteddan model
pembelajaran kooperatif.
3. Menganalisis respon siswa terhadap model pembelajaran IPA terpadu dengan
model connecteddan model pembelajaran kooperatif pada materi
E. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak di antaranya sebagai berikut.
1. Bagi siswa, pembelajaran IPA terpadu diharapkan meningkatkan penguasaan
konsep serta sikap ilmiah siswapada materi kependudukan dan lingkungan.
2. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pengetahuan dan
wawasan tentang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran
terpadu model connected dalam mata pelajaran IPA untuk SMP/MTs
3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan bahan
pertimbangan untuk melakukan penelitian lain.
F. Asumsi Penelitian
1. Pembelajaran terpadu memberi pengalaman belajar yang bermakna bagi
siswa (Trianto, 2011).
2. Konsepsi siswa dapat berubah sesuai pengalaman belajar (Dahar, 2011)
3. Sikap ilmiah siswa dapat terbentuk dari pengalaman belajar (Dahar, 2011)
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas maka hipotesis penelitian
ini adalah “Terdapat perbedaan yang signifikan dari penguasaan konsep dan sikap
ilmiah siswa antara siswa yang diberi model pembelajaran IPA terpadu dengan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Definisi Operasional
1. Pembelajaran IPA terpadu model connected merupakan model pembelajaran
terpaduyang memadukan beberapa bidang studiyaitu biologi, kimia, fisika
dalam satu disiplin ilmu yaitu IPA Sintaks model pembelajaranterpadu ini
merujuk pada model pembelajaran terpadu menurut Trianto (2011) dengan
sintak pembelajaran yaitu pendahuluan, presensi materimembimbing
pelatihan, menelaah pemahaman dan memberikan umpan balik,
mengembangkan dengan memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan
dan penerapan, menganalisis dan mengevaluasi. Dalam penelitian ini konsep
yang dipadukan adalah masalah kependudukan, pencemaran lingkungan, dan
peranan manusia dalam pengelolaan lingkungan dengan mengangkat tema
banjir.
1. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana siswa
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
dengan struktur kelompok yang heterogen. Model pembelajaran ini
merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah dan dijadikan
sebagai perlakuan pada kelas kontrol dengan sintaks pembelajaran merujuk
pada sintaks kooperatif Arends (2007) yaitu menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam
evaluasi, dan memberikan penghargaan. Adapun tipe dari pembelajaran
kooperatif ini adalah tipe think-pair-square. Setiap siswa memikirkan dan
mengerjakan tugas tersebut sendiri (think). Siswa berpasangan dengan salah
satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya (pair).
Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat (square).
Pembelajaran kooperatif di kelas kontrol diberikan pada siswa dalam mata
pelajaran IPA dengan tidak memadukan atau menghubungkan konsep-konsep
biologi, kimia, dan fisika yang dipelajari.
2. Pengaruh dalam penelitian ini merupakan peningkatan N-gainterhadap
kemampuan penguasaan konsep dan sikap ilmiah siswadari kegiatan
pembelajaran model pembelajaran IPA terpadu untuk kelas eksperimen dan
model pembelajaran kooperatif untuk kelas kontrol. N-gain tersebut
kemudian diuji untuk mengetahui apakah peningkatan tersebut berbeda
signifikan.
3. Penguasaan konsep merupakan skor tes siswa dalam menguasai materi
pembelajaran. Penguasaan konsep akan dijaring dengan menggunakan tes
penguasaan konsep ranah kognitif berdasarkan revisi taksonomi Bloom yang
mencakup jenjang C1 (mengingat), C2 (memahami), C3 (menerapkan), dan C4
(analisis), C5 (menilai), dan C6 (membuat). Data dikumpulkan melalui tes
penguasaan konsep dengan bentuk pilihan ganda.
4. Sikap ilmiah merupakan skor yang diharapkan muncul pada siswa setelah
pembelajaran. Sikap ilmiah yang akan ditumbuhkan dalam pembelajaran
menerima perbedaan, dapat bekerja sama, dan bersikap positif terhadap
kegagalan. Sikap ilmiah siswa tersebut akan diukur menggunakan skala sikap
yang terdiri dari beberapa pernyataan positif dan pernyataan negatif yang
diberikan sebelum dan setelah kegiatan pembelajaran. Untuk setiap
pernyataan positif dan negatif diberi nilai dari rentang 0-3.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian ini adalah kuasi eksperimen dan sampel penelitian yang
digunakan tidak dipilih secara acak murni melainkan secara acak kelas. Hal ini
terjadi karena dalam pendidikan tidak memungkinkan terjadinya pemilihan untuk
setiap individu untuk kemudian dimasukkan ke dalam kelompk karena dalam
pendidikan siswa sudah diatur dalam kelas-kelas (Fraenkel & Wallen, 2006)..
Penelitian ini disebut penelitian eksperimen karena adanya perlakuan yang
diberikan kepada kelompok eksperimen berupa penerapan model pembelajaran
IPA terpadu model connectedsedangkan kelompok yang lain mendapatkan model
pembelajaran kooperatif.. Desain yang digunakan dalam penelitian adalah The
Matching-Only PretestPosttest Control Group Designyaitu desain penelitian
pretes-postes yang melibatkan dua kelompok yang diasumsikan memiliki
kemampuan yang setara sehingga apabila terjadi perbedaan hasil dapat diketahui
bahwa perbedaan tersebut diakibatkan adanya perlakuan(Fraenkel and Wallen,
Tabel 3.1. The Matching-Only Pretest Posttest Control Group Design
Kelas Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen M O1 X1 O2
Kontrol M O1 X2 O2
Keterangan:
O1 = tes awal sebelum diberi perlakuan baik pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
O2 = tes akhir setelah diberi perlakuan baik pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
X1 = pembelajaran menggunakan model pembelajaran IPA terpadu dengan model connected
X2 = pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair
square
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VII
MTS “X” di Purwakarta yang berjumlah empat kelas pada semester satu
sedangkan sampel penelitiannya sebanyak dua kelas yang dipilih secara acak
kelas. Satu kelas akan dijadikan sebagai kelas eksperimen yaitu diberikan model
pembelajaran IPA terpadu dengan model connected dan satu kelas lagi dijadikan
sebagai kelas kontrol yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe think
pair square yang belum memadukan materi pembelajaran.
D. InstrumenPenelitian 1. Jenis Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dirancang untuk
menganalisis pengaruh pembelajaran terpadu pada materi kependudukan dan
siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Untuk memperoleh
data yang diperlukan, digunakan instrumen sebagai berikut:
a. Soal penguasaan konsep akan diberikan sebelum dan setelah pembelajaran
untuk mengukur penguasaan konsep siswa baik pada kelas eksperimen
maupun kelas kontrol. Sebelum digunakan sebagai instrumen penelitian, soal
tes dipertimbangkan oleh dosen ahli dan diuji coba terlebih dahulu.
b. Pengukuran skala sikap ilmiah diberikan kepada kelas kontrol dan kelas
eksperimen pada sebelum dan setelah pembelajaran untuk mengetahui sikap
ilmiah siswa pada materi kependudukan dan lingkungan. Skala sikap berisi
pernyataan-pernyataan positif dan negatif. Setiap pernyataan dihubungkan
dengan jawaban siswa yang diungkapkan dengan empat pilihan jawaban yaitu
sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).
Pedoman pemberian skor dapat dilihat pada Tabel 3.2. Skala sikap ini
kemudian diuji coba dan hasilnya dianalisis untuk membakukan skalanya
serta diuji validitas dan reliabilitasnya.
Tabel 3.2. Pedoman Pemberian Skor Jawaban Pernyataan Sikap Ilmiah Jawaban Pernyataan
c. Angket tentang kegiatan pembelajaran diberikan kepada kelas kontrol dan
kelas eksperimen untuk mengetahui tanggapan siswa tentang pembelajaran
2. Uji Coba Instrumen
Sebelum digunakan untuk mengambil data dalam penelitian, instrumen diuji
coba dan dianalisis kelayakannya melalui uji validitas, reliabilitas, tingkat
kesukaran, serta distraktor instrumen tersebut sehingga instrumen layak
digunakan dalam penelitian. Berikut ini uraian uji coba untuk setiap instrumen
yang digunakan dalam penelitian.
a. Instrumen Penguasaan Konsep
Uji coba instrumen penguasaan konsep dilakukan untuk memperoleh soal
yang memadai dari segi validitas, reliabilitas, daya pembeda, tingkat kesukaran
dan pola jawaban soal (distractor). Analisis uji coba instrumen penguasaan
konsep dilakukan melalui program Anates versi 4.0.
1) Uji validitas
Instrumen yang baik harus memiliki kesahihan atau validitas yang baik.
Data dikatakan valid bila sesuai kenyataan yaitu mampu menjaring data
yang menggambarkan keadaan sebenarnya, mengukur apa yang ingin diukur
(Arikunto, 2009). Untuk menghitung validitas instrumen penguasan konsep
dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Product Momentberikut.
Indeks validitas soal yang didapatkan kemudian diinterpretasikan
dengan kriteria menurut Arikunto (2009) pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Interpretasi Indeks Validitas Soal Besarnya nilai r Interpretasi Antara 0, 800 – 1, 00
Reliabilitas soal merupakan tingkat keajegan soal yakni sejauh mana
suatu soal dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg yaitu relatif
tidak berubah walaupun diujikan pada situasi yang berbeda-beda. Untuk
menghitung reliabilitas instrumen penguasan konsep dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus metode belah dua (split half) berikut.
(Arikunto, 2009)
Keterangan :
r 11= reliabilitas instrumen
r 1/21/2= rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara belahan
instrumen
Bila sudah mendapatkan angka reliabilitas maka dilanjutkan
denganmenginterpretasikan nilai r tersebut. Tabel interpretasi indeks
reliabilitas aoal dapat dilihat pada Tabel 3.4. 2 . r ½ ½
r
11=Tabel 3.4. Interpretasi Indeks Reliabilitas Soal Besar Nilai r Interpretasi 0,800 – 1,000 Sangat Tinggi
mengkategorikan apakah soal yang digunakan dapat membedakan antara
siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah. Untuk mengetahui daya pembeda butir soal dapat menggunakan
rumus sebagai berikut.
tersebut dapat diinterpretasikan menjadi soal dengan daya pembeda rendah,
Tabel 3.5. Interpretasi Indeks Daya Pembeda Soal
d). Uji tingkat kesukaran soal
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu
sulit. Jika soal terlalu mudah tidak akan merangsang siswa untuk
memecahkan soal tersebut sedangkan jika soal terlalu sulit akan
menyebabkan keputusasaan pada siswa yang mengakibatkan menurunnya
keinginan siswa untuk mencoba lagi. Untuk mengetahui tingkat kesukaran
butir soal dapat menggunakan rumus sebagai berikut.
TK =
Setelah mendapatkan nilai indeks tingkat kesukaran dari butir soal, maka
indeks nilai tersebut dapat diinterpretasikan menjadi soal dengan tingkat
kesukaran sukar, mudah, dan sedang berdasarkan kriteria pada tabel 3.6.
Tabel 3.6. Interpretasi Indeks Tingkat Kesukaran Soal Tingkat Kesukaran Keterangan
0,00 - 0,30 Sukar 0,31 - 0,70 Sedang
0,71 - 1,00 Mudah
b. Instrumen Sikap Ilmiah
Langkah-langkah penyusunan sikap ilmiah siswa (Stiggins, 1994) adalah
sebagai berikut.
1) Menentukan pernyataan sikap. Aspek yang ditelaah meliputi pendapat
siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan sehingga dapat
diketahui sikap siswa secara menyeluruh apakah setuju atau tidak setuju
pada pernyataan yang diberikan.
2) Menyusun pernyataan, masing-masing pernyataan memiliki
kecenderungan positif atau negatif.
3) Konsultasi dengan pembimbing untuk mendapatkan validasi butir isi
pernyataan.
4) Melakukan uji coba terhadap pernyataan yang telah disusun. Uji coba
pernyataan sikap ini diberikan kepada siswa kelas VIII semester 1 di
Purwakarta.
5) Menganalisis hasil uji coba untuk membakukan skalanya sehingga skala
tersebut dapat berharga 3-2-1-0 untuk pernyataan positif dan 0-1-2-3 untuk
pernyataan negatif. Bobot skor yang telah dibakukan selanjutnya
digunakan sebagai pedoman pemberian skor pernyataan sikap ilmiah hasil
penelitian. Untuk menetapkan bobot skor setiap alternatif jawaban
pernyataan skala sikap ilmiah dilakukan dalam beberapa tahapan
a) Menentukan frekuensi untuk setiap alternatif jawaban
b) Menghitung proporsi (p) dengan cara membagi setiap frekuensi dengan
jumlah responden
c) Menghitung proporsi kumulatif / cumulative proportion (cp), (cp1 = p1,
cp2 = cp1+p2, cp3 = cp2+p3, cp4 = cp3+p4)
d) Menghitung nilai tengah proporsi kumulatif / mean cumulative
proportion (mcp), (mcp1 = ½ cp1, mcp2 = ½ (cp1+cp2), mcp3 = ½
(cp2+cp3), mcp4 = ½ (cp3+cp4))
e) Menentukan nilai z berdasarkan mcp yang telah diketahui dengan
menggunakan tabel distribusi normal
f) Menentukan nilai z+ nilai mutlak. Nilai mutlak diperoleh dari nilai z
yang paling rendah nilainya
g) Membulatkan nilai z+ nilai mutlak
Butir pernyataan yang digunakan sebagai instrumen adalah butir
pernyataan yang dinyatakan valid sedangkan butir pernyataan yang tidak
valid akan dibuang atau tidak digunakan sebagai instrumen.
6) Menentukan nilai daya pembeda setiap pernyataan
Untuk menentukan daya pembeda setiap butir pernyataan dilakukan dalam
beberapa tahapan berikut:
a) Menyusun skor skala sikap subjek yang telah diurutkan dari nilai terting
hingga nilai terendah
b) Memilih siswa kelompok atas kelompok bawah masing-masing 27%
thitung =
Apabila nilai t hitung yang diperoleh lebih besar dari t tabel maka dapat
dikatakan bahwa pernyataan tersebut memiliki daya pembeda yang baik,
sebaliknya apabila nilai t hitung lebih kecil dari t tabel maka pernyataan
tersebut tidak digunakan dalam penelitian ini.
7) Menguji reliabilitas seluruh pernyataan dengan menggunakan rumus belah
dua (split half) (Arikunto, 2009) sebagai berikut.
(Arikunto, 2009)
Keterangan :
r 11= reliabilitas instrumen
r 1/21/2= rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara belahan
instrumen
2 . r ½ ½
r
11=3. Hasil Uji Coba Instrumen
a. Hasil uji coba soal penguasaan konsep
Setelah dilakukan uji coba soal penguasaan konsep materi kependudukan
dan lingkungan didapatkan hasil dari 50 soal pilihan ganda yang diuji coba
diperoleh 40 soal dengan pertimbangan nilai korelasi, daya pembeda, tingkat
kesukaran, kualitas pengecoh yang cukup baik serta dapat mewakili untuk
setiap kategori ranah kognitif dan materi pembelajaran. Berikut disajikan hasil
uji coba soal penguasaan konsep pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Hasil Uji Coba Penguasaan Konsep
No Korelasi Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Hasil Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi
No Korelasi Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Hasil Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi
23 0,365 - 11,11 Rendah 84,29 Sangat
b. Hasil uji coba skala sikap ilmiah
Setelah dilakukan uji coba pernyataan skala sikap ilmiah didapatkan hasil
pertimbangan skor setiap butir pernyataan, nilai daya pembeda, reliabilitas dan
keterwakilan dari setiap indikator sikap ilmiah. Berikut disajikan hasil uji coba
pernyataan sikap ilmiah pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Hasil Uji Coba Sikap Ilmiah Siswa
No Skor Pernyataan Uji Daya Pembeda Hasil Kesimpulan
E. Prosedur Penelitian
Secara garis besar, penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu:
tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap analisis data. Berikut di bawah ini
merupakan uraian untuk setiap tahapan tersebut.
1. Tahap Persiapan
a. Pada tahap persiapan, peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan perangkat pendukung yang akan digunakan dalam
penelitian seperti lembar kerja siswa (LKS). Penyusunan RPP diawali
dengan analisis SK/KD IPA SMP/MTs yang berhubungan dengan materi
kependudukan dan lingkungan. Untuk kelas eksperimen akan diberikan
model pembelajaran IPA terpadu model connectedsedangkan untuk kelas
kontrol akan diberi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif.
b. Menyusun instrumen penelitian yang akan digunakan yaitu soal
penguasaan konsep, skala sikap dan respon siswa terhadap kegiatan
pembelajaran.Tes penguasaan konsep terdiri dari pre-test dan post-test
dengan soal bentuk pilihan ganda untuk mengungkan kemampuan
penguasaan konsep siswa pada materi kependudukan dan lingkungan.
Skala sikap merupakan instrumen yang digunakan untuk mengungkap
sikap ilmiah siswa sebelum dan setelah pembelajaran pada materi
kependudukan dan lingkungan pada kelas eksperimen maupun kelas
kontrol. Angket pembelajaran digunakan untuk mengetahui tanggapan
siswa setelah diberikan model pembelajaran terpadu dan model
c. Melakukan judgement terhadap soal dan kunci jawaban oleh dosen
pembimbing dan dosen ahli bidang studi. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui validasi isi, kesesuaian antara indikator dengan soal, dan
kesesuaian soal dengan kunci jawaban.
d. Melakukan uji coba soal kepada siswa yang telah menerima materi
kependudukan dan lingkungan.
e. Menganalisis kualitas instrumen dengan uji validitas, reliabilitas, tingkat
kesukaran, dan daya pembeda.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan pembelajaran materi kependudukan
dan lingkungan dan pengumpulan data penelitian. Pada tahap ini dilakukan
model pembelajaran IPA terpadu model connected pada kelas eksperimen dan
model pembelajaran kooperatif pada kelas kontrol. Beberapa kegitan yang
dilakukan pada tahap ini antara lain:
a. Melakukan tes awal dengan tujuan untuk mengukur kemampuan awal siswa
dalam penguasaan konsep dan sikap ilmiah siswa pada kelas kontrol dan
kelas eksperimen.
b. Pelaksanaan pembelajaran di kelas sesuai dengan RPP yang telah disusun.
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan selama empat kali pertemuan. Pada
kelas eksperimen akan diberi pembelajaran IPA terpadu dan pada kelas
c. Melakukan kegiatan tes akhir setelah dilakukannya pembelajaran untuk
mengetahui kemampuan siswa dalam penguasaan konsep dan sikap ilmiah
baik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
d. Memberikan angket tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang
telah dilakukan
3. Tahap Analisis Data
Setelah dilakukan penelitian diperoleh sejumlah data kuantitatif dan
kualitatif. Analisis dan pengolahan data berpedoman pada data yang terkumpul
dan pertanyaan penelitian. Data kuantitatif berupa skor pretes, skor postes, skor
gain penguasaan konsep dan skor skala sikap kemudian dianalisis dengan uji
statistik untuk menguji hipotesis penelitian yang diajukan. Data kualitatif
berupa tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran dan data temuan pada
waktu penelitian yang dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui
kecenderungan data atau temuan yang akan digunakan dalam menarik
kesimpulan.
F. Analisis Data Penelitian
Analisis dilakukan terhadap data yang telah terkumpul dan berpedoman
pada pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat dalam penelitian. Data yang
bersifat kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk menemukan
kecenderungan-kecenderungan yang muncul dalam penelitian sedangkan data kuantitatif
dianalisis secara statistik dengan menggunakan program SPSS 17 for windows dan
Microsoft Excel 2010. Analisis data dengan uji statistik dilakukan dengan
1. Memberikan skor pada pretes dan potes yang mengukur penguasaan konsep
siswa serta skor yang mengukur sikap ilmiah siswa kemudian
membandingkan skor pretes dan postes tersebut.Jawaban siswa pada kelas
eksperimen dan kontrol akan dinilai berdasarkan jumlah jawaban yang benar.
Bila jawaban siswa benar akan mendapat skor 1 dan jika jawaban siswa salah
maka diberi skor nol.
2. Menghitung skor gain yang dinormalisasi berdasarkan rumus Meltzer (2002).
� = � − � �
� − � �
Kriteria peningkatan gain yang dinormalisasi dapat dikategorikan yang
dapat dilihat pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9. Kategori Peningkatan Belajar Berdasarkan Indeks Gain Indeks Gain Kategori
G > 0,7 Tinggi 0,3< G < 0,7 Sedang G < 0,3 Rendah
3. Membandingkan nilai gain kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
4. Melakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data skor pretes dan
postes berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan program SPSS 17 for Windows yaitu dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov. Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahu
apakah data kedua kelas penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi
H0 : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Data berdistribusi normal apabila P-value lebih besar dari α = 0,05 (Uyanto,
2009).
Hasil pengujian normalitas data penguasan konsep dengan
Kolmogorov-Smirnov diperoleh hasil bahwa skor pretes dan postes untuk kelas eksperimen
dan kelas kontrol berdistribusi normal. Untuk uji normalitas skor sikap ilmiah
sebelum dan setelah pembelajaran menunjukkan bahwa data berdistribusi
normal.
b. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas varians antara dua kelas eksperimen dan kelas
kontrol dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah varians kedua
kelompok sama atau berbeda. uji homogenitas dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17 for Windows. Hipotesis yang diuji adalah:
H0 : varians data berasal dari populasi data yang bersifat homogen
H1 : varians data berasal dari populasi data yang tidak bersifa homogen
Varians dua kelompok dikatakan homogen jika P-value lebih besar atau
sama dengan α = 0,05 (Uyanto, 2009).
Hasil Levene’s Test uji homogenitas data penguasaan konsep pretes dan
postes dan sikap ilmiah sebelum dan setelah pembelajaran pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan bahwa data bersifat homogen.
Pada Tabel 3.10 disajikan rekapitulasi hasil uji prasyarat skor penguasaan
Tabel 3.10. Rekapitulasi Uji Prasyarat
Data Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Normalitas Homogenitas Normalitas Homogenitas Penguasaan
Konsep
Pretes Normal Homogen Normal Homogen Postes Normal Homogen Normal Homogen Sikap
Ilmiah
Pretes Normal Homogen Normal Homogen Postes Normal Homogen Normal Homogen
5. Melakukan uji hipotesis dengan uji perbedaan dua rerata
Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui peningkatan dan juga perbedaan
penguasaan konsep dan sikap ilmiah siswa pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Uji beda dua rerata dilakukan untuk mengetahui signifikansi
perbedaan skor pretes dan postes kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Pengujian rata-rata skor pretes dan postes dilakukan berdasarkan hipotesis
statistik berikut ini:
H0 : tidak ada perbedaan skor pretes dan postes antara siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol
H1 : terdapat perbedaan rata-rata skor pretes dan postes antara siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol
Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas skor penguasaan konsep dan
sikap ilmiah siswa diketahui bahwa berdistribusi normal dan homogen
sehingga uji hipotesis yang digunakan adalah uji Independent Samples t-Test
SPSS 17.0 for Windows. Uji ini digunakan untuk menguji perbedaan dua
G. Alur Penelitian
Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian Menentukan Masalah Penelitian
Menyusun Instrumen Penelitian
Soal Penguasaan Konsep Tes Skala Sikap
Uji coba instrumen
Pengolahan Data
Penarikan Kesimpulan
Menyusun Laporan Perbaikan instrumen
Pelaksanaan dan Pengambilan Data Penelitian
Menganalisis Kurikulum Studi Literatur Menganalisis referensi lainnya
Menyusun Rencana Pembelajaran
Angket
Kelas Eksperimen (Pembelajaran IPA Terpadu)
Kelas Kontrol
(Pembelajaran IPA kooperatif) Pre Test
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini dapat
disimpulkan sebagai berikut. Pertama, penguasaan konsep siswa kelas
eksperimen yang menerapkan model pembelajaran IPA terpadu dengan model
connected lebih baik dan berbeda signifikan yaitu dengan nilai gain 0,56 dan 0,49
untuk kelas kontrol pada α = 0,05. Keterkaitan antara konsep dapat memfasilitasi
siswa untuk lebih memahami konsep yang dipelajarinya.
Kedua, sikap ilmiah siswa kelaseksperimen yang menerapkan model
pembelajaran IPA terpadu model connected lebih baik dan berbeda signifikan
yaitu dengan nilai gain 0,50 dan 0,36 untuk kelas kontrol pada α = 0,05.
Pemahaman konsep yang lebih baik dan kegiatan pembelajaran yang terus
terhubung dapat lebih menumbuhkan sikap ilmiah pada kegiatan pembelajaran
IPA terpadu daripada di kelas kontrol.
Ketiga, tanggapan siswa dari kedua kelas tentang pembelajaran yang telah
dilakukan adalah pada kelas eksperimen, model pembelajaran IPA terpadu model
connected membuat siswa lebih mengerti, meningkatkan motivasi belajar dan
sikap ilmiah siswa dibandingkan dengan pembelajaran di kelas kontrol.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat keunggulan dan
kelemahan tersendiri dari setiap model pembelajaran yang diberikan. Pada model
untuk bertanggung jawab pada tugas setiap siswa dalam memperoleh hasil
kelompok, waktu yang dibutuhkan dalam merancang pembelajaran kooperatif dan
pengelolaannya di kelas relatif lebih mudah. Adapun yang menjadi kelemahan
dari pembelajaran kooperatif adalah materi pembelajaran tidak disampaikan
secara terpadu sehingga siswa tidak dapat melihat hubungan yang terdapat dalam
konsep-konsep IPA, pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa, dan
kurang menumbuhkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Adapun keunggulan dari model pembelajaran IPA terpadu model connected
adalah dengan menggabungkan beberapa bidang kajian dapat menghemat waktu
yang digunakan dalam pembelajaran, siswa dapat melihat hubungan yang
bermakna antar konsep, dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Adapun
kelemahan dari model ini adalah untuk merancang kegiatan pemebalajaran
terpadu tidaklah mudah. Waktu yang dibutuhkan untuk merancang kegiatan
pembelajaran ini relatif lebih lama karena guru harus cermat untuk
menggabungkan beberapa kompetensi dasar yang sesuai. Diperlukan sumber
informasi yang cukup banyak untuk dapat menunjang serta mengembangkan
wawasan dan pengetahuan yang diperlukan siswa. Dalam pembelajaran terpadu,
siswa juga dituntut untuk belajar lebih keras dalam memperoleh pengetahuannya.
B.Keterbatasan Penelitian
Dari penelitian yang telah dilakukan terdapat keterbatasan penelitian yaitu
pengaturan kerja kelompok yang tidak sama dalam kedua kelas penelitian. Pada
kelas kontrol yang diberi model pembelajaran kooperatif, siswa bekerja sesuai
masing-masing untuk memperoleh hasil kelompok. Adapun pada kelas eksperimen yang
diberi pembelajaran IPA terpadu, siswa tidak memiliki tugas masing-masing
dalam kelompoknya. Siswa pada kelas eksperimen berkumpul dalam
kelompoknya kemudian mendiskusikan tentang materi pembelajaran bersama.
C.Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh
pembelajaran IPA terpadu terhadap penguasaan konsep dan sikap ilmiah pada
siswa kelas VII, maka peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Bagi guru yang ingin melakukan pembelajaran terpadu diharapkan agar
cermat dalam menganalisis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
berpotensi untuk dipadukan sehingga waktu perencanaan dapat lebih
dioptimalkan.
2. Agar pembelajaran dapat terlaksana sesuai jadwal maka untuk perancangan
pembelajaran IPA terpadu sebaiknya dilakukan sebelum masuk tahun ajaran
baru.
3. Agar penelitian dapat memberikan hasil yang lebih akurat maka sebaiknya
pengelolaan kerja kelompok pada kedua kelas penelitian sama.
4. Pembelajaran terpadu dapat dijadikan sebuah penelitian tindakan kelas
sebagai alternatif untuk mengatasi masalah yang ditemukan dalam
pembelajaran di kelas.
5. Agar dapat melakukan pembelajaran dengan baik, sebaiknya siswa diberi
akan diperlukan dalam pembelajaran terpadu sehingga pembelajaran terpadu
dapat berjalan dengan baik.
6. Guru perlu memotivasi dan mendampingi siswa untuk dapat melewati setiap
tahapan dalam pembelajaran terpadu.
7. Bagi pihak sekolah, diharapkan agar mendorong para guru untuk membentuk
team teachingdalam perancangan dan pelaksanaan pembelajaran terpadu
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L. (2001). Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Arikunto, S. (2009). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan PraktikEdisi revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Azwar, S. (2011). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Balitbang. (2012). Survei Internasional PISA . [online] Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/detail.php?id=215 [ 7 Oktober 2012]
Bergevin, C. (2010). Towards Improving the Integration of Undergraduate Biology and Mathematics Education. [online] Tersedia: http://jmbe.asm.org/index.php/jmbe/article/view/134/html_46[15 Maret 2012]
Bundu, P. (2006). Penilaian Keterampilan Proses Dan Sikap Ilmiah. Depdiknas: Tidak diterbitkan.
Candra, T. (2007). Memilih Buku Pelajaran IPA. [online] Tersedia: http://pelangi.ditplp.go.id [7 oktober 2012]
Carin, A. (1997). The Teaching Science through Discovery. Colombus Ohio: Merill Publishing Co
Dahar, R. (2011). Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Erlangga
Dayaksini, T & Hudaniah. (2009). Psikologi Sosial. Malang: UM PRESS
Depdiknas. (2004). Panduan Penyusun-an Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Tidak diterbitkan.
Depdiknas. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta: Tidak diterbitkan.
Farris, K. (2006) Attitude Change. [online]. Tersedia: http://www.ciadvertising.org/SA/fall_02/adv382j/kfarri1/attitude_change. html. [23 Agustus 2012]
Finn, M. (2010). Dewey and an “Organizing Approach to Teaching”. Albany, NY: State University of New York Press
Fogarty, R. (1991). How to Integrate the Curricula. Pallatine Illionis: IRI/Skylight Publising Inc.
Fraenkel, J. R. and Wallen, N. E. (2006). How to Design and Evaluate Research in Education, sixth edition. McGraw-Hill Companies, Inc. New York, USA.
Fuady, A. (2007). Paradigma Baru dalam Pendidikan dan Pembelajaran Learning is Fun. Bandung: P4TK-BMTI
Gokhale, A. (2009) Development And Validation Of A Scale To Measure Attitudes Toward Science And Technology. Journal of College Science Teaching
Holbrook, J. (2005). Making Chemistry Teaching Relevant. Chemical Education International. 6(1),1-12
Ibrahim, M. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : UNESA University Press.
Indrawati. (2009). Model Pembelajaran Terpadu di Sekolah Dasar. PPPPTK IPA: Tidak diterbitkan
Johnson, D.W. and Johnson, R.T. (1975) Learning Together and Alone. Cooperation, Competition, and Individualization. New Jersey: Prentice Hall.
Karen & Michael. (1991). The Nature of Cognitive Strategy Instruction: Interactive Strategy Construction. Department of Human Development at the University of Maryland, College Park
Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Pembelajaran Terpadu dan Tematik. Jakarta : Tidak diterbitkan.
Krech, D. (1962). Individual in a society: A text Book of Social Psychology. San Fransisco: Mc-Grow Hill Book Company, Inc.
Laksono, G. (2011). Pengertian Sikap Ilmiah. [Online]. Tersedia : http://galihl.blogspot.com/2011/07/pengertian-sikap-ilmiah.html. [16 Maret 2012]
Lie, A. (2007). Cooperative Learning: Mempraktikan cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Meltzer. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Gain in Physic a Possible Hidden Variable in Diagnostic Pretest Score. [online] Tersedia: http://jps.alp.org/ajp. [26 Mei 2010]
Natawidjaja, R. (1986). Penyusunan Instrumen Penelitian. Bandung : IKIP Bandung Press.
Novianti, D. (2012). Pembelajaran IPA Terpadu Berbaasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Penguasaan Konsep Siswa SMP. (Thesis). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. (Tidak Diterbitkan)
Nurohman, S. (2008). Pendekatan Project Based Learning Sebagai Upaya Internalisasi Scientific Methode bagi Mahasiswa Calon Guru Fisika. Tesis Universitas Negeri Yogyakarta. Tidak Diterbitkan
Bundu, P. (2006). Penilaian Keterampilan Proses Dan Sikap Ilmiah. Depdiknas: Tidak diterbitkan.
Prasodjo, B. 2003. Teori dan Aplikasi Fisika. Bogor: Yudistira.
Priatna, D. R. (2009). Pembelajaran IPA Terpadu pada Topik Perubahan Materi untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. (Thesis). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. (Tidak Diterbitkan)
Puskur Balitbang Depdiknas. (2006a). Model Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta: Tidak diterbitkan.
Puskur Balitbang Depdiknas. (2010). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta : Tidak diterbitkan.
Rohmawati, S. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran Terpadu Connected untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa pada Mata Pelajaran IPA SMP. (Thesis). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. (Tidak Diterbitkan)
Rusli, S. (2012). Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES
Rustaman, N.Y dkk. (2004). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: JurusanPendidikan Biologi FPMIPA UPI.
Rustaman, N. Y. (2010). Pendidikan Biologi dan Trend Penelitiannya. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.
Salirawati. (2009). Pembelajaran IPA Terpadu Untuk Mengembangkan Kreativitas Siswa. Universitas Negeri Yogyakarta: Tidak Diterbitkan
Sa’ud. (2006). Pembelajaran Terpadu. Bandung: UPI Press.
Slavin, R.E. (2008). Cooperative Learning : Teori, riset dan Praktik. Bandung : Nusa Media.
Stiggins. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York. Macmillan College Publishing Company. Inc
Sumarmo. (1988). Menyusun dan Menganalisis Skala Sikap. Makalah pada Seminar Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA-IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan
Sumbogo, P. (2011). Menjelang Punahnya Hutan Indonesia. [online] Tersedia: http://www.forumkeadilan.co.id/forum-utama.php?tid=115[ 7 Oktober 2012]
Sunarya, Y. (2000). Kimia Dasar. Grafindo Madia Pratama: Bandung
Surtikanti, H. (2009). Biologi Lingkungan. Prisma Press: Bandung
Suyitno, A. (1997) . Pengukuran Skala Sikap Seseorang Terhadap Mata Pelajaran Matematika. Semarang: FMIPA IKIP Semarang.
Suyono, H. (2003). Visi Kependudukan Berwawasan Kemanusiaan. Jakarta: Yayasan Dana Sejahtera Mandiri
Tandrio, R. (2012). Kualitas Bangsa Makin Parah. [online] Tersedia: rizaltandrio.wordpress.com/2012/01/.../kualitas-bangsa-makin-parah/[ 7 Oktober 2012]
Tim Pengembang PGSD. (1997). PembelajaranTerpadu. Jakarta: Departemen Pendidik-an dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Uyanto. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu
Uno, H.B., & Mohamad, N. (2011). Belajar dengan Pendekatan Pembelajaran Aktif Inovatif Lingkungan Kreatif Efektif Menarik. Jakarta: PT Bumi Aksara
Velazques, C. (2007). Learning Geomicrobiology as a Team Using Microbial Mats, a Multidisciplinary Appoach. [online] Tersedia: http://jmbe.asm.org/index.php/jmbe/article/view/88/html_15[15 Maret 2012]
Wahidin. (2006). Metode Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: Sangga Buana