• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN KARAKTER DI SD NEGERI GEDONGKIWO YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDIDIKAN KARAKTER DI SD NEGERI GEDONGKIWO YOGYAKARTA."

Copied!
330
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN KARAKTER DI SD NEGERI GEDONGKIWO YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Julianto Siatateitei NIM 12108249011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

"Kecerdasan dan karakter adalah tujuan sejati pendidikan"

(Martin Luther King Jr)

"Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah pincang"

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan rasa syukur atas segalah kebaikan yang telah diberikan oleh

Tuhan, karya ini penulisan persembahkan kepada:

1. Ayah, Ibu, dan adik-adik tercinta yang senantiasa memberikan doa,

semangat yang tiada henti diberikan selama ini.

2. PEMDA Kabupaten Kepulauan Mentawai (Dinas Pendidikan)

(7)

vii

PENDIDIKAN KARAKTER DI SD NEGERI GEDONGKIWO YOGYAKARTA

Oleh Julianto Siatateitei NIM 12108249011

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pendidikan karakter di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta, nilai-nilai karakter yang dikembangkan, dan pelaksanaan pendidikan karakter di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, dan siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan langkah-langkah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik pemeriksaan keabsahan data dengan menggunakan triangulasi teknik dan sumber.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala sekolah dan guru telah melaksanakan pendidikan karakter dengan mengembangkan nilai karakter yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air. Bentuk pendidikan karakter di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta dapat dilihat dari pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam program pengembangan diri, mata pelajaran, dan budaya sekolah.

(8)

viii KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah

melimpahkan rahmat, kasih, dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pendidikan Karakter di

SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta .

Pada kesempatan ini, penghargaan dan terima kasih yang

sebesar-besarnya ingin penulis berikan kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuan berupa saran, dukungan dan semangat demi terselesaikannya

skripsi ini Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas

dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis

menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang

telah memberikan ijin penelitian.

2. Ketua Jurusan PSD (Pendidikan Sekolah Dasar) yang telah membantu

dalam melancarkan penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Sri Rochadi, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

memberikan waktunya untuk bimbingan dari awal hingga terselesaikannya

penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Iklasul Ardi Nugroho, M.Pd. selaku dosen akademik yang telah

membimbing dan memberi dorongan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

(9)
(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN. ... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

SURAT PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 8

C.Fokus Penelitian ... 9

D.Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A.Pendidikan Karakter... 11

1.Pengertian karakter... 11

2.Pengertian pendidikan karakter ... . 12

3.Nilai-nilai karakter ...…. 15

B.Pentingnya pendidikan karakter ... 17

1.Konsep Pendidikan Karakter di Indonesia ... ... 19

C.Peran komponen sekolah dalam pendidikan karakter... 20

(11)

xi

E. Penelitian yang relevan... 34

F. Kerangka Pikir...36

G.Pertanyaan Penelitian ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan Penelitian ... 38

B.Jenis Penelitian... 38

C.Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

D.Penentuan Subjek dan Objek Penelitian ... 39

E. Sumber Data... 40

F. Jenis Data ... 41

G.Teknik Pengumpulan Data. ... 41

H.Instrumen Penelitian ... 44

I. Teknik Analisis Data... 45

J. Keabsahan Data... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi lokasi penelitian ... 48

B.Hasil Penelitian... 49

1. Pemahaman tentang pendidikan karakter... 49

2. Nilai-nilai karakter yang dikembangkan... 51

3. Komponen-komponen yang berperan... 54

4. Bentuk pelaksanaan pendidikan karakter... 57

5. Strategi dan metodologi pendidikan karakter... 58

6. Dampak atau hasil dari pendidikan karakter... 65

C.Pembahasan... 66

(12)

xii BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan... 77

B.Saran... 78

DAFTAR PUSTAKA... 79

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1 Lembar Observasi Program Pengembangan Diri ... 82

Lampiran 2 Lembar Observasi Pengintegrasian dalam Mata Pelajaran ... 85

Lampiran 3 Lembar Observasi Pengintegrasian dalam Budaya Sekolah ... 88

Lampiran 4 Hasil Observasi Program Pengembangan Diri ... 90

Lampiran 5 Hasil Observasi Pengintegrasian dalam Mata Pelajaran ... 124

Lampiran 6 Hasil Observasi Pengintegrasian dalam Budaya Sekolah ... 163

Lampiran 7 Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Kepala Sekolah ... 165

Lampiran 8 Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Guru ... 167

Lampiran 9 Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Siswa ... 169

Lampiran 10 Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah ... 170

Lampiran 11 Hasil Wawancara dengan Guru ... 175

Lampiran 12 Hasil Wawancara dengan Siswa ... 200

Lampiran 13 Reduksi, Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Observasi Program Pengembangan Diri ... 212

Lampiran 14 Reduksi, Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Observasi Pengintegrasian dalam Mata Pelajaran ... 251

Lampiran 15 Reduksi, Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Observasi Pengintegrasian dalam Budaya Sekolah ... 262

Lampiran 16 Reduksi, Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah ... 265

Lampiran 17 Reduksi, Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Wawancara dengan Guru ... 272

Lampiran 18 Reduksi, Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Wawancara dengan Siswa ... 299

Lampiran 19 Dokumentasi ... 309

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari diri

manusia. Proses pendidikan dialami oleh manusia sejak dalam kandungan

hingga meninggal, baik itu dari orang tua, masyarakat, maupun lingkungannya.

Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dijelaskan bahwa

“Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara”.

Selanjutnya sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang tersebut

pada pasal 3 disebutkan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagai

berikut.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Amanah undang-undang di atas dengan jelas menunjukkan bahwa

pendidikan pada hakikatnya tidak hanya membentuk insan Indonesia yang

cerdas, tetapi juga berkepribadian atau berkarakter. Pendidikan tidak hanya

(15)

2

pembentukan karakter dan watak bangsa. Pendidikan memiliki peran penting

dalam membangun jati diri dan identitas diri sebagai karakter bangsa Indonesia.

Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama Republik Indonesia,

Bung Karno, bahkan menegaskan: “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building) karena character

building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju

dan jaya serta bermartabat. Kalau character building ini tidak dilakukan , maka

bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli” (Muchlas Samani: 2013: 1) Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan presiden Republik Indonesia,

Soesilo Bambang Yudoyono, ketika memberikan kata sambutan pada puncak

peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2010 di Istana Negara,

Jakarta, Selasa, 11 Mei 2010 yang bertemakan “Pendidikan Karakter Untuk Membangun Peradaban Bangsa”, mengemukakan isu pentingnya pendidikan.

Di antaranya adalah hubungan pendidikan dengang pembentukan watak atau

dikenel dengan (character building) untuk membangun manusia Indonesia yang

berakhlak, berbudi pekerti, dan berperilaku baik (Syamsul Kurniawan (2013:

21).

Senada dengan pernyataan Soesilo Bambang Yudoyono, Menteri

Pendidikan Nasional dalm sambutannya pada Peringatan Hari Pendidikan

Nasional Tanggal 2 Mei 2010 juga menekankan bahwa pembangunan karakter

dan pendidikan karakter suatu keharusan karena pendidikan tidak hanya

(16)

3

sopan santun sehingga keberadaannya sebagai anggota masyarakat menjadi

bermakna baik bagi dirinya maupun masyarakat.

Dengan kondisi saat ini, pendidikan karakter bukan hanya sekedar

fenomena yang didiskusikan dan dikaji, tetapi harus diimplementasikan dalam

kehidupan. Sebuah karakter ibarat intan, karakter manusia akan semakin

berkilau bilamana terus digali dan diasah secara terus menerus (Soemarno

Soedarso, 2007:5). Pendidikan karakter harus ditanamkan dan dimiliki oleh

setiap manusia yang ingin berubah sikap dan perilakunya dalam kehidupannya

sejak dini, baik elemen masyarakat pendidikan, guru, dosen, pemerintah,

mahasiswa, dan pelajar. Semua elemen tersebut harus memiliki sifat dasar dan

karakter yang kuat sebagai generasi penerus bangsa.

Fitra Youpika dan Darmiyati Zuchdi (2016 :49) mengatakan bahwa

pendidikan karakter merupakan kebutuhan yang sangat penting. Oleh karena itu,

penanaman nilai-nilai pendidikan karakter harus dimulai sejak dini baik

dirumah, di sekolah maupun dimasyarakat. Pendidikan karakter diharapkan

dapat menjadikan siswa terampil, berwawasan luas, dan berahklak mulia. Siswa

diharapkan tidak hanya memiliki kemampuan intelektual saja, lebih dari itu anak

didik juga diharapkan memiliki karakter yang baik. Kemampuan intelektual

yang baik harus diimbangi dengan pendidikan karakter yang baik pula.

(journal.uny.ac.id)

Pendidikan karakter diperlukan karena kecemasan akan hilangnya karakter

bangsa yang adiluhung, jujur, ramah, suka menolong, dan nilai-nilai lainnya.

(17)

4

2012: 6) dalam lukisan The Nightmare of Losing, dengan sisipan “You lose wealth, you lose nothing. You lose health, you lose something. You lose

character, you lose everything.” Hal ini sesuai dengan pepatah Jawa: “Kelangan

sakehe raja-brana ateges ora kelangan apa-apa. Kelangan nyawa iku tegese

mung kelangan separo. Kelangan kapercayan iku tegese kelangan sakabehe.”

Tidak bisa dipungkiri, bahwa pendidikan belum bisa melaksanakan peran

yang di amanahkan oleh Undang-undang No. 20 Tahun 2003 di atas dengan

baik. Saat ini pendidikan hanya dimaknai sebagai teknik manajerial

persekolahan yang hanya menitikberatkan pada kemampuan kognitif dan

mengesampingkan pendidikan karakter. Pendidikan masih terjebak dalam peran

yang amat sederhana, yakni sekadar mentransfer pengetahuan tanpa

memperhatikan penanaman nilai-nilai karakter pada diri peserta didik.

Tanaman akan tumbuh dengan sehat dan subur apabila kondisi tanah

subur dan iklim yang cocok. Karakter bangsa ibaratnya tanaman. Bagaimana

tumbuh berkembangnya karakter bangsa sangat tergantung pada kesuburan dan

kualitas iklim berbagai komponen yang berperan penting dalam pembangunan

karakter, yakni sekolah (Darmiyati Zuchdi, 2011: 170). Begitu pentingnya

sebuah karakter sebagai tujuan pendidikan nasional, maka institusi pendidikan

memiliki tanggung jawab besar untuk menanamkannya melalui proses

pembelajaran, terutama dalam pendidikan sekolah dasar. Penguatan pendidikan

karakter dalam konteks saat ini begitu relevan dengan upaya mengatasi krisis

moral yang terjadi di negara Indonesia saat ini. Salah satu krisis moral yang

(18)

5

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat sejak dilantik pada bulan

Oktober 2014 sudah tujuh dari 560 anggota DPR-RI masuk bui karena kasus

korupsi. Data Kemendagri menyebutkan 291 kepala daerah yaitu gubernur,

bupati dan walikota terlibat perkara kriminal dan kasus korupsi

(http://www.jpnn.com 9 Februari 2017).

Di samping kasus korupsi, akhir-akhir ini sering terdengar merebaknya

tawuran antar pelajar yang di beritakan oleh media massa baik media cetak

maupun elektronik. Bahkan, tawuran tersebut tidak hanya menyebabkan pelajar

terluka tetapi sampai menimbulkan korban jiwa. Data Komnas PA merilis

jumlah tawuran pelajar tahun ini sebanyak 205 kasus dan memakan korban jiwa

46 orang (http://nasional.news, 10 Februari 2017). Hal ini tentu menjadi masalah

yang tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Perlu adanya upaya-upaya prefentif

dan represif untuk mengurangi tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar ini.

Dunia pendidikan tidak luput dari kasus bertindak curang seperti tindakan

mencontek, mencontoh pekerjaan teman atau mencontoh dari buku pelajaran

sekolah. Seolah-olah tindakan tersebut merupakan kejadian sehari-hari yang

tidak berarti. Bahkan, dalam pelaksanaan ujian akhir sekolah seperti Ujian Akhir

Nasional juga dilakukan praktek kecurangan. Seperti yang disampaikan Muchlas

Samani dan Haryanto, (2011: 5) bahwa ada guru yang memberikan kunci

jawaban kepada siswa dan beberapa tahun lalu seorang Kepala Sekolah

tertangkap basah mencuri satu set soal-soal untuk UAN. Pada UAN tahun 2011,

di sebuah kabupaten, karena takut muridnya tidak lulus seorang Kepala Sekolah

(19)

6

Lickona, (Syamsul Kurniawan, 2013: 18) mengungkapkan bahwa ada

sepuluh tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai karena jika tanda-tanda ini

sudah ada, berarti sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran.

Tanda-tanda yang dimaksud adalah:

1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, 2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, 3. Pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan,

4. Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas,

5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, 6. Menurunnya etos kerja,

7. Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, 8. Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, 9. Membudayanya ketidakjujuran,

10.Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.

Apabila dicermati, kesepuluh tanda-tanda zaman tersebut sudah ada di

Indonesia. Padahal karakter merupakan suatu pondasi kehidupan berbangsa dan

bernegara. Oleh karena itu, karakter bangsa yang baik perlu dikembangkan dari

satu generasi ke generasi berikutnya melalui proses pendidikan. Terlebih lagi di

era globalisasi, di mana dunia semakin dekat-sempit, nyaris tanpa batas fisik

yang bisa membatasi interaksi antarbangsa, proses pewarisan karakter

didalamnya mutlak diperlukan.

Perkembangan masyarakat dan bangsa sebagai dampak dari globalisasi

bisa menyuramkan wajah karakter bangsa (Darmiyati Zuchdi, 2011: 170). Jati

diri dan identitas suatu bangsa dapat hilang ditelan globalisasi. Selain itu,

karakter suatu bangsa pun dapat musnah tergerus oleh proses globalisasi.

Dengan kondisi bangsa Indonesia yang seperti ini, pendidikan karakter harus

(20)

7

Pendidikan karakter menjadi semakin mendesak untuk diterapkan dalam

lembaga pendidikan, mengingat berbagai macam perilaku yang non-edukatif

kini telah merambah dalam lembaga pendidikan (Doni Koesoema A, 2007: 115).

Dengan kata lain, pendidikan karakter merupakan salah satu hal penting untuk

membangun karakter bangsa. Sayangnya, selama ini pendidikan karakter di

Indonesia baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai.

Pendidikan karakter yang dilakukan belum sampai pada tingkatan interalisasi

dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan karakter, meskipun sudah seringkali digembor-gemborkan

sebagai suatu kepentingan dan kemendesakan dalam kinerja pendidikan,

tampaknya tidak sehebat dengungnya ketika sampai di lapangan (Doni

Koesoema A, 2007: 118). Pendidikan karakter tampaknya kurang begitu

mendapatkan perhatian yang serius dari kalangan pendidik sehingga

lama-kelamaan makin hilang. Dengan menempatkan pendidikan karakter dalam

proses pembentukan individu, para insan pendidik, seperti guru, orang tua, staf

sekolah, masyarakat dan lain-lain diharapkan semakin dapat menyadari

pentingnya pendidikan karakter sebagai sarana pembentuk pedoman perilaku.

Sekolah diharapkan menciptakan lulusan tidak hanya unggul secara akademik

tetapi berkarakter baik, memiliki budi pekerti baik, dan kepribadian baik.

Peneliti mengamati beberapa sekolah pada tingkat sekolah dasar di kota

Yogyakarta, yakni SD Negeri Percobaan 01, SD Negeri Suryodiningratan 1, dan

SD Negeri Prawirotaman sudah melaksanakan pendidikan karakter secara nyata.

(21)

8

pagi pada jam 06.50. Apel pagi dilakukan dengan cara menyanyikan lagu wajib

nasional dan dilanjutkan bersalaman dengan guru-guru. Kegiatan ini

dimaksudkan untuk menanamkan nilai disiplin kepada para guru dan siswa.

Akan tetapi, belum ada sanksi yang tegas terhadap guru atau pun siswa yang

datang terlambat dan tidak mengikuti apel pagi. Hal ini, menunjukkan

implementasi pendidikan karakter belum optimal.

Peneliti melakukan pengamatan di SD Negeri Gedongkiwo dan

menemukan masalah yaitu:

a. Beberapa siswa SD Negeri Gedongkiwo tidak menghargai orang

lain selain gurunya, bahkan beberapa siswa ada yang tidak

menghargai guru kelas.

b. Beberapa siswa SD Negeri Gedongkiwo tidak bertanggung jawab

atas tugas yang diberikan baik guru kelas maupun mahasiswa PPL.

Peneliti juga ingin mengetahui bagaimana pemahaman kepala sekolah dan

guru tentang pendidikan karakter, apa nilai-nilai karakter yang dikembangkan

oleh SD Negeri Gedongkiwo. Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pendidikan Karakter di SD

Negeri Gedongkiwo Yogyakarta.”

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan beberapa

masalah yang timbul antara lain:

1. Pendidikan karakter belum menjadi fokus utama dalam mendidik siswa.

2. Pendidikan karakter di sekolah belum optimal.

(22)

9 C.Fokus Penelitian

Melihat luasnya permasalahan tentang pendidikan karakter yang

diuraikan di atas, maka fokus penelitan ini adalah:

1. Pemahaman kepala sekolah dan guru tentang pendidikan karakter.

2. Nilai-nilai karakter yang dikembangkan di SD Negeri Gedongkiwo

Yogyakarta.

3. Pendidikan karakter di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian yaitu: Bagaimana pemahaman kepala sekolah dan guru tentang

pendidikan karakter di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta?

E.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan pendidikan karakter di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini bermanfaat:

1. Secara Teoritis

Memberi masukan dalam upaya meningkatkan implementasi pendidikan

karakter sesuai dengan visi dan misi sekolah.

2. Secara Praktis

a. Bagi Kepala Sekolah

1) Memberi gambaran sejauh mana implementasi pendidikan karakter di

(23)

10

2) Meningkatkan kesadaran bagi sekolah untuk mengintegrasikan

nilai-nilai karakter dalam merumuskan kebijakan dan program kegiatan

sekolah.

b. Bagi Guru

1) Memberi gambaran sejauh mana implementasi pendidikan karakter

dalam proses pembelajaran di sekolah tersebut.

2) Meningkatkan motivasi bagi guru untuk mengintegrasikan nilai-nilai

karakter dalam proses pembelajaran.

c. Bagi Siswa

1) Memberi informasi bagi siswa tentang nilai-nilai karakter yang

dikembangkan oleh sekolah.

2) Meningkatkan pembiasaan bertindak, bersikap, dan berucap sesuai

(24)

11 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian tentang Pendidikan Karakter

1. Pengertian Karakter

Ki Hadjar Dewantara (1997: 24) menegaskan bahwa mengasah

kecerdasan budi sungguh baik, karena dapat membangun budi pekerti yang

baik dan kokoh, hingga dapat mewujudkan kepribadian dan karakter (jiwa

yang berasa hukum kebatinan). Jika itu terjadi orang akan senantiasa dapat

mengalahkan nafsu dan tabiat-tabiatnya yang asli (bengis, pemarah, kikir,

keras, dan lain-lain).

Dharma Kesuma, dkk (2011:11) menyatakan bahwa karakter

merupakan suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku, jadi suatu

karakter melekat dengan nilai dari perilaku tersebut. Zubaedi, pendidikan

karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yang intinya merupakan

program pengajaran yang bertujuan mengembangkan watak dan tabiat

peserta didik dengan cara menghayati nilai-nilai keyakinan masyarakat

sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya,

disiplin, dan kerja sama yang menekankan rana efektif (perasaan/sikap)

tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional), dan ranah skil

(keterampilan, terampil mengolah data, mengemukakan pendapat, dan kerja

sama).

Selanjutnya, Abdullah Munir (2010: 3) menegaskan bahwa karakter

adalah sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan, yang melekat

(25)

12

senada juga disampaikan oleh Muchlas Samani dan Hariyanto (2012: 43)

bahwa karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi

seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh

lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan

dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Thomas Lickona karakter adalah “A reliable inner

disposition to respon to situation in a morally good way.” Lickona juga

menambahkan bahwa, “character so conceived has three interrelated part: moral knowing, moral feeling, and moral behavior.” (Agus Wibowo, 2013:

12). Selanjutnya Masnur Muslich (2011: 84) menyatakan bahwa karakter

merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan

Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan

yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan

berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat

istiadat. Dari pendapat para ahli di atas, peneliti dapat mengambil

kesimpulan bahwa karakter adalah sesuatu yang melekat dalam diri

seseorang berupa sikap, pikiran, tindakan sebagai ciri khas kepribadian yang

membedakan antara satu individu dengan individu lain.

2. Pengertian Pendidikan Karakter

Frye (Agus Wibowo, 2013: 15) mendefinisikan pendidikan karakter

sebagai, “ A National movement creating schools that foster ethical, responsible, and caring young people by modeling and teaching good

(26)

13

Sri Sultan Hamengku Buwono X (2012: 5) mengemukakan bahwa

pendidikan karakter adalah sebuah upaya untuk membimbing perilaku

manusia menuju standar-standar baku dan nilai-nilai budaya sebuah bangsa.

Sementara itu, Masnur Muslich (2011: 84) menyatakan bahwa pendidikan

karakter adalah suatu sistem pemahaman nilai-nilai karakter kepada warga

sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan

tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang

Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan

sehingga menjadi manusia insan kamil.

Selanjutnya, Winton menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah

upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan

nilai-nilai kepada para siswanya (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2012:

43). Sependapat dengan Winton, Zamroni menegaskan bahwa pendidikan

karakter merupakan proses untuk mengembangkan pada diri setiap peserta

didik kesadaran sebagai warga bangsa yang bermartabat, merdeka, dan

berdaulat dan berkemauan untuk menjaga dan mempertahankan

kemerdekaan dan kedaulatan tersebut (Darmiyati Zuchdi, 2011: 159).

Pendapat senada juga disampaikan oleh Muchlas Samani dan Hariyanto

(2012: 45) bahwa pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan

kepada peserta didik untuk menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang

berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga,serta rasa dan karsa.

Agus Wibowo (2012: 36) juga mengungkapkan bahwa pendidikan

(27)

14

karakter-karakter luhur kepada anak didik, sehingga mereka memiliki

karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya,

entah dalam keluarga, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara.

Senada dengan pendapat Agus Wibowo, Buchory M. Sukemi (2012: 354)

mengemukakan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha sadar dan

sengaja untuk menanamkan berbagai kebiasaan yang baik (habituation)

sehingga peserta didik mampu bersikap dan berperilaku sesuai dengan

nilai-nilai yang menjadi kepribadiannya.

Rukiyati dan L. Andriani Purwastuti (2016: 131) menyimpulkan

bahwa pendidikan karakter adalah sebuah upaya membimbing perilaku

manusia menuju nilai-nilai kehidupan. Upaya ini juga memberi jalan untuk

menghargai persepsi dan nilai-nilai pribadi yang ditampilkan peserta didik,

baik di rumah, sekolah maupun di lingkup masyarakat yang lebih luas.

Fokus pendidikan karakter adalah pada tujuan-tujuan etika, tetapi

praktiknya meliputi penguatan kecakapan-kecakapan yang penting yang

mencakup perkembangan sosial peserta didik. (journal.uny.ac.id)

Dari pendapat para ahli di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan

bahwa pendidikan karakter adalah sebuah upaya menanamkan dan

mengembangkan nilai-nilai luhur kepada anak didik, sehingga mereka

memiliki, menerapkan dan mempraktikkan nilai-nilai luhur itu dalam

(28)

15 3. Nilai-nilai Karakter

Menurut Said Hamid Hasan (Zubaedi, 2011:74) nilai-nilai yang

dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia diidentifikasi

berasal dari empat sumber, yaitu:

a. Agama, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat beragama, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaan. Oleh karena itu, nilai-nilai pendidikan karakter harus didasari nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. b. Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 yang dijabarkan lebih lanjut ke dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan pilitik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni.

c. Budaya, manusia yang hidup bermasyarakat selalu didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai budaya ini dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antara anggota masyarakat tersebut. Budaya begitu penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. d. Tujuan Pendidikan Nasional, sebagai rumusan kualitas yang harus

dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Pengembangan nilai-nilai karakter yang ada di Indonesia berasal dari

pandangan hidup bangsa, agama, dan budaya yang dirumuskan ke dalam tujuan

pendidikan nasional. Untuk mewujudkan pelaksanaan pendidikan karakter, dari

keempat sumber tersebut dapat diidentifikasi nilai-nilai karakter sebagaimana

berikut: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,

(29)

16

prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli

lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.

Retno Listyarti (2012:5-8) menjabarkan 18 nilai-nilai dalam

pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Diknas.

18 nilai-nilai tersebut adalah :

a. Religius: sikap dan perilaku patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur: perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.

c. Toleransi: sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

d. Disiplin: tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

e. Kerja Keras: perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

f. Kreatif: berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari apa yang telah dimiliki.

g. Mandiri: sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

h. Demokratis: cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

i. Rasa Ingin Tahu: sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

j. Semangat Kebangsaan: cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

k. Tanah Air: Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya. l. Menghargai Prestasi: sikap dan tindakan yang mendorong dirinya

untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.

m.Bersahabat dan Komunikatif: tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain. n. Cinta Damai: sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan

(30)

17

o. Membaca: kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan baginya.

p. Peduli Lingkungan: sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

q. Peduli Sosial: sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. r. Tanggungjawab: sikap dan perilaku seseorang untuk

melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa (Darmiyati Zuchdi, 2011: 168-170).

Untuk mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia, 18 nilai nilai

karakter tersebut dapat diintegrasikan dalam rencana kerja sekolah, program

sekolah, kurikulum sekolah, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran dan

proses.

B. Pentingnya Pendidikan Karakter

Ketika bangsa indonesia mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia pada

tanggal 17 Agustus 1945, para pendiri bangsa menyadari ada tiga tantangan

besar yang harus dihadapi Indonesia. Pertama, mendirikan negara yang bersatu

dan berdaulat. Kedua, membangun bangsa, dan yang ketiga adalah

membangun karakter. Pada implementasinya mendirikan negara lebih cepat

jika dibandingkan upaya membangun bangsa dan membangun karakter. Para

pendiri bangsa menegaskan bahwa bangsa harus dibangun dengan

mendahulukan pembangunan karakter, karena pembangunan karakter inilah

yang akan membuat Indonesia menjadi negara besar, maju, jaya, dan

(31)

18

Pembangunan karakter di Indonesia saat ini dirasakan mendesak.

Pendidikan karakter terus diupayakan, melihat situasi masyarakat bahkan

situasi dunia pendidikan di Indonesia menjadi motivasi pokok pengutamaan

(mainstreamming) implemntasi pendidikan karakter. pendidikan karakter di

Indonesia dirasakan sangat perlu pengembangannya bila melihat krisis moral

yang dialami masyarakat Indonesia. Zubaedi (2011:1) menyatakan bahwa

Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan besar, yaitu mengatasi krisis

moral yang terjadi secara nyata dan mengkhawatirkan dalam masyarakat

indonesia. Krisis itu antara lain berupa meningkatnya pergaulan seks bebas,

kekerasan anak-anak dan remaja, tawuran, perdagangan manusia,

penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, pemerkosaan, dan kebiasaan

menyontek. Seperti yang diberitakan media masa baik dalam surat kabar,

artikel dalam internet, dan media elektronik mengungkapkan semakin banyak

masalah-masalah sosial yang terjadi di Indonesia.

Karakter merupakan salah satu aspek penting dari kualitas sumber daya

manusia dalam suatu bangsa di mana kualitas karakter bangsa menentukan

kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, karakter yang berkualitas perlu

dibentuk dan dibina sejak usia dini. Selanjutnya sebagaimana dikemukakan

Furqon Hidayatullah (2010: 3), lembaga pendidikan, khususnya sekolah

dipandang sebagai tempat yang strategis untuk membentuk karakter. Hal ini

dimaksudkan agar peserta didik dalam segala ucapan, sikap, dan perilakunya

(32)

19

Selanjutnya, Masnur Muslich, (2011: 36) menyatakan bahwa sistem

pendidikan dini yang ada sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan

otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan

(afektif, empati, dan rasa). Padahal, pengembangan karakter lebih berkaitan

dengan optimalisasi fungsi otak kanan.

Doni Koesoema A (2007: 115) mengemukakan bahwa pendidikan

karakter menjadi semakin mendesak untuk diterapkan dalam lembaga

pendidikan, mengingat berbagai macam perilaku yang non-edukatif kini telah

merambah dalam lembaga pendidikan. Hal senada juga diungkapkan oleh

Djoko Dwiyanto dan Ign. Gatut Saksono (2012: 37) “pendidikan karakter

menjadi sebuah jalan keluar bagi proses perbaikan dalam masyarakat”. Di

paragraf selanjutnya juga dikatakan bahwa “pendidikan karakter akan

memperluas wawasan para pelajar tentang nilai-nilai moral dan etis yang

membuat mereka semakin mampu mengambil keputusan yang secara moral

dapat dipertanggungjawabkan”. Dengan kata lain, pendidikan karakter di sekolah diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam perbaikan kualitas

sumber daya manusia sejak dini. Dalam hal ini khususnya peserta didik, agar

dapat menambah pengetahuan tentang nilai-nilai yang baik sehingga mampu

mempertanggungjawabkan keputusan yang diambil

C. Konsep Pendidikan Karakter di Indonesia

Di Indonesia, sebagai hasil Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya

(33)

20

telah dicapai Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan

Karakter Bangsa yang dinyatakan sebagai berikut:

1. Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh.

2. Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sebagai proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.

3. Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah, dan orang tua. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut.

4.Dalam upaya merevitalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan. (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2012:105-106)

Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan

dengan mengacu pada grand design yang telah dikembangkan oleh

Kementrian Pendidikan Nasional. Grand design menjadi rujukan konseptual

dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur

dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses

psikologis dan sosio-kultural tersebut dikelompokkan dalam Olah Hati

(Spiritual and Emotional Development), Olah Pikir (Intelectual

Development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and Kinestetic

Development), Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity Development)

(Masnur Muslich, 2011: 85).

D. Peran Komponen Sekolah dalam Pendidikan Karakter

Institusi pendidikan memiliki peran yang besar dalam pembentukan

karakter anak karena sebagian waktu siswa dihabiskan di sekolah. Hal ini

(34)

21

Gatut Saksono (2012: 50) bahwa lembaga sekolah merupakan institusi

pendidikan kedua setelah keluarga, yang berperan besar dalam pembentukan

dan pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian bagi para

siswa. Pendapat senada juga disampaikan oleh Furqon Hidayatullah (2010:

21) bahwa pendidikan tidak cukup hanya membuat anak pandai, tetapi juga

mampu menciptakan nilai-nilai luhur atau karakter. Oleh karena itu,

penanaman nilai luhur harus dilakukan sejak dini.

Peterson dan Deal (Darmiyati Zuchdi, 2011: 148) menyatakan bahwa

masing-masing komponen sekolah memainkan peran yang berbeda-beda.

Secara keseluruhan, peran yang didapat dimainkan oleh masing-masing

komponen sekolah dalam mewujudkan budaya sekolah yang berbasis

karakter terpuji adalah sebagai berikut.

a. Kepala sekolah

Peran yang dimainkan kepala sekolah dalam membangun budaya

sekolah yang berbasis karakter memang sangat menentukan, yaitu

melakukan pembinaan secara terus-menerus dalam hal pemodelan

(modeling), pengajaran (teaching), dan penguatan karakter (reinforcing)

yang baik terhadap semua warga sekolah (guru, siswa, dan karyawan).

Kepala sekolah harus menjadi teladan bagi guru, karyawan, siswa, dan

bahkan orang tua/wali siswa. Secara teratur dan berkesinambungan kepala

sekolah harus melakukan komunikasi dengan warga sekolah mengenai

(35)

22

Beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan kepala sekolah

dalam mewujudkan budaya sekolah dengan karakter terpuji adalah sebagai

berikut:

1) Berjuang atau berusaha keras untuk memodelkan diri atau menjadi

model bagi semua guru, karyawan dan siswa.

2) Mendorong semua guru dan karyawan untuk menjadi model karakter

yang baik bagi semua siswa.

3) Menyediakan waktu dalam suatu siklus berkelanjutan, mingguan atau

bulanan misalnya, bagi para guru merencanakan dan melaksanakan

pengintegrasian nilai-nilai karakter tertentu ke dalam pokok bahasan

masing-masing mata pelajaran.

4) Membentuk dan mendukung bekerjanya Tim Budaya Sekolah dan

Karakter dalam memperkuat pelaksanaan dan pembudayaan nilai,

norma, dan kebiasaan-kebiasaan karakter di lingkungan sekolah.

5) Menyelenggarkan kegiatan-kegiatan tertentu yang mendukung

pembudayaan dan penanaman karakter di lingkungan sekolah, seperti

seminar, pentas seni, dan pemutaran film.

b. Tim Pengawal Budaya Sekolah dan Karakter

Untuk membantu pelaksanaan program budaya sekolah yang berbasis

karakter, pihak sekolah atau kepala sekolah hendaknya membentuk tim

tersendiri. Tim ini bisa melibatkan atau terdiri dari unsur pimpinan sekolah

bimbingan dan konseling, guru, dan perwakilan orang tua/wali siswa. Tim

(36)

23

karakter tertentu yang akan dibudayakan dan ditanamkan di lingkungan

sekolah. Tim ini bertugas untuk merencanakan dan menyusun program

pelaksanaan pembudayaan dan penanaman karakter di lingkungan sekolah

dalam rentang waktu tertentu.

c. Guru

Peran guru sangatlah penting dalam pelaksanaan pendidikan karakter

terhadap siswa, karena berinteraksi langsung secara terus menerus dalam

proses pembelajaran. Guru harus mempersiapkan berbagai pilihan dan

strategi untuk menanamkan setiap nilai-nilai, norma-norma, dan

kebiasaan-kebiasaan ke dalam setiap mata pelajaran yang diampunya.

Guru merupakan model secara langsung bagi siswa, oleh karena itu guru

harus memiliki sikap-sikap sebagai pendidik karakter.

Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa guru bukan hanya menjadi

pentransfer ilmu (science), tetapi juga pentransfer nilai-nilai (values).

Oleh karena itu, ia berperan sebagai “tuladha” yang bisa diteladani oleh

peserta didik dan masyarakat sekitar (Sri Sultan Hamengku Buwono X,

2012: 2).

d. Keluarga

Orang tua/wali murid dapat terlibat dalam kegiatan pembudayaan dan

penanaman karakter melalui beberapa kegiatan. Orang tua/wali murid

secara aktif dapat memantau perkembangan perilaku anak mereka melalui

buku kegiatan siswa yang sudah disiapkan pihak sekolah. Orang tua/wali

(37)

24

dilaksanakan pihak sekolah dalam pertemuan-pertemuan antara orang

tua/wali murid dengan wali kelas dan guru-guru kelas.

e. Komite sekolah dan masyarakat

Sekolah bersama komite sekolah dan masyarakat secara

bersama-sama menyusun suatu kegiatan yang dapat mendukung terwujudnya

pembudayaan dan penanaman karakter yang baik bagi seluruh warga

sekolah.

E. Pengintegrasian Pendidikan Karakter

Muchlas Samani (2011:144), mengungkapkan bahwa strategi dapat dimaknai dalam kaitannya dengan kurikulum, model tokoh, serta metodologi.

Strategi dalam kaitannya dengan kurikulum, strategi yang umum digunakan

oleh sekolah-sekolah yaitu mengintegrasi pendidikan karakter dalam bahan

ajar, artinya tidak membuat kurikulum pendidikan karekter tersendiri.

Kemudian, kaitannya dengan model tokoh yaitu bahwa seluruh tenaga

pendidik, seperti kepala sekolah, seluruh guru, dan seluruh Bimbingan dan

Konseling, serta tenaga administrasi di sekolah harus mampu menjadi model

teladan yang baik. Selanjutnya, menurut M. Furqon Hidayatullah (2010:

43-59) strategi dalam pendidikan karakter dapat dilakukan melalui sikap-sikap

sebagai berikut.

a. Keteladanan

Keteladanan memiliki kontribusi yang sangat besar dalam mendidik

(38)

25

cermin siswanya. Oleh karena itu, sosok guru yang bisa diteladani siswa

sangat penting.

b. Penanaman disiplin

Kedisiplinan menjadi alat yang ampuh dalam mendidik karakter.

Banyak orang sukses karena menegakkan kedisiplinan.

c. Pembiasaan

Pendidikan karakter tidak cukup hanya diajarkan melalui mata

pelajaran di kelas, tetapi sekolah dapat juga menerapkannya melalui

pembiasaan. Pembiasaan diarahkan pada upaya pembudayaan pada

aktivitas tertentu sehingga menjadi aktivitas yang terpola atau tersistem.

d. Menciptakan suasana yang kondusif

Lingkungan dapat dikatakan merupakan proses pembudayaan anak

dipengaruhi oleh kondisi yang setiap saat dihadapi dan dialami anak.

Demikian halnya, menciptakan suasana kondusif di sekolah merupakan

upaya membangun kultur atau budaya yang memungkinkan untuk

membangun karakter, terutama berkaitan dengan budaya kerja dan belajar

di sekolah.

e. Integrasi dan internalisasi

Pendidikan karakter membutuhkan proses internalisasi nilai-nilai.

Sejalan dengan pendapat di atas, Agus Wibowo (2012: 84) menyebutkan

bahwa model pengintegrasian pendidikan karakter di sekolah dapat

(39)

26

a. Integrasi dalam Program Pengembangan Diri 1) Kegiatan Rutin Sekolah

Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan secara

terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya, pemeriksaan

kebersihan badan, berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, mengucap

Salam.

2) Kegiatan Spontan

Kegiatan spontan adalah kegiatan yang dilakukan secara

spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat

guru atau tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya

perbuatan yang kurang baik dari peserta didik, yang harus dikoreksi

pada saat itu juga. Misalnya, mengkoreksi kesalahan ketika ada anak

didik yang membuang sampah tidak pada tempatnya,

berteriak-teriak, berkelahi. Selain itu, memberikan pujian ketika anak didik

memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi

3) Keteladanan

Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga

kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap

tindakan-tindakan yang baik, sehingga diharapkan menjadi panutan

bagi peserta didik untuk mencontohnya. Misalnya, berpakaian rapi,

datang tepat waktu, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang,

(40)

27 4) Pengkondisian

Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter maka

sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah

harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter

bangsa yang diinginkannya. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak

sampah ada di berbagai tempat, dan selalu dibersihkan, sekolah

terlihat rapi, dan alat belajar ditempatkan teratur.

b.Pengintegrasian dalam Mata Pelajaran

Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa

diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran.

Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan Nilai-

nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:

1) mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada Standar

Isi untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa

yang tercantum itu sudah tercakup didalamnya,

2) menggunakan tabel yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan

KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan

dikembangkan,

3) mencantumkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel itu

ke dalam silabus,

4) mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke RPP,

(41)

28

peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan

menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai,

5) memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami

kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk

menunjukkannya dalam perilaku.

Thomas Lickona menyarankan agar pendidikan karakter berlangsung

efektif maka guru dapat mengusahakan implementasi berbagai metode

(Muchlas Samani, 2011:147).

1) Metode bercerita atau mendongeng (Telling Story)

Metode ini pada hakikatnya sama dengan metode ceramah, tetapi guru

lebih leluasa berimprovisasi. Misalnya melalui perubahan mimik, gerak

tubuh, mengubah intonasi suara seperti keadaan yang hendak dilukiskan

dan sebagainya. Penggunaan alat bantu sederhana seperti bel kelinting,

beberapa boneka, serta perangkat simulasi penunjang cerita. Ketika guru

mendongeng, siswa diperbolehkan berkomentar atau bertanya, tempat

duduk juga diatur bebas karena suasana dibuat santai, dan hal terpenting

guru harus membuat kesimpulan bersama siswa (tidak dalam kondisi

terlalu formal). Karakter apa saja yang diperankan para tokoh protagonis

maupun antagonis yang dapat ditiru dan tidak boleh ditiru siswa atau harus

dihindari.

2) Metode diskusi dan berbagai varian

Dalam pembelajaran umumnya diskusi terdiri dari dua macam,

(42)

29

umumnya dipimpin guru, bentuk diskusi ini tepat bagi siswa kelas tinggi.

Sedangkan diskusi kelompok, berupa kelompok kecil yang anggotanya

terdiri dari 2-6 orang, atau kelompok yang lebih besar. Pada akhir diskusi

guru mempersilahkan setiap kelompok untuk memaparkan hasil

diskusinya dalam waktu tertentu, memberi tanya jawab dengan

kelompok lain, dan pada akhirnya guru membuat penekanan terhadap

hal-hal yang penting tentang masalah yang sudah dipecahkan,

menambahi hal-hal yang luput dari diskusi, dan membuat kesimpulan

akhir bersama siswa. Ada beberapa metode diskusi kelompok yang dapat

diterapkan dalam pendidikan karakter, antara lain adalah buzz group,

panel dan diskusi panel, kelompok sindikat, curah pendapat, serta model

mangkuk ikan atau model akuarium.

3) Metode simulasi (Bermain Peran/Role Playing dan Sosiodrama)

Dalam pembelajaran suatu simulasi dilakukan dengan tujuan agar

peserta didik memperoleh keterampilan tertentu, pemahaman suatu

konsep atau prinsip, serta bertujuan untuk memecahkan suatu masalah

yang relevan dengan pendidikan karakter. Langkah-langkah permainan

simulasi umumnya terdiri dari.

a) Penentuan tema dan tujuan permainan simulasi.

b)Menentukan bentuk simulasi berupa bermain peran, psikodrama, atau

sosiodrama.

(43)

30

d)Kemudian guru menunjuk siapa berperan menjadi apa atau sebagai

siapa.

e) Guru memberi waktu kepada para pemeran untuk mempersiapkan

diri, untuk meminta keterangan kepada guru jika kurang jelas tentang

perannya.

f) Melaksanakan simulasi pada waktu dan tempat yang telah ditentukan.

g)Guru dapat memberi saran perbaikan dan nasihat yang berharga bagi

siswa selama permainan berlangsung.

4) Metode pembelajaran kooperatif

Pada implementasi metode kooperatif ini dianggap paling efektif,

karena pada pelaksanaannya saja sudah mengembangkan nilai karakter.

Nilai-nilai tersebut antara lain adalah kerja sama, mandiri, terbuka,

tenggang rasa, menghargai pendapat orang lain, berani berpendapat,

santun berbicara, analitis, kritis, logis, kreatif, dan dinamis. Mata pelajaran

apa saja jika menerapkan metode ini sudah mengimplentasikan pendidikan

karakter. Pada umumnya dalam implementasi metode pembelajaran

kooperatif para siswa saling berbagi (sharing), sebagai berikut:

a) Siswa bekerja sama tentang suatu tugas bersama, atau kegiatan

pembelajaran yang akan tertangani dengan baik melalui karya suatu

kerja kelompok.

b)Siswa bekerja sama dalam suatu kelompok heterogen yang terdiri dari

(44)

31

c) Siswa bekerja sama, berperilaku pro-sosial untuk menyelesaikan tugas

bersama atau kegiatan pembelajaran.

d)Siswa saling bergantung secara positif, aktivitas pembelajaran

terstruktur membuat siswa saling membutuhkan satu sama lain untuk

menyelesaikan tugas bersama.

e) Setiap siswa bertanggung jawab secara individu terhadap tugas yang

menjadi bagiannya.

5)Metode siswa aktif

Metode siswa aktif menekankan pada proses yang melibatkan anak

sejak awal pelajaran. Guru memberikan pokok bahasan dan anak dalam

kelompok mencari dan mengembangkan proses selanjutnya. Anak

melakukan pengamatan, pembahasan, analisis sampa pada proses

penyimpulan atas kegiatan mereka.

6)Metode penjernihan nilai

Metode ini dilakukan dengan dialog aktif dalam bentuk sharing

atau diskusi mendalam dan intensif sebagai pendampingan agar anak tidak

mengalami pembelokan nilai hidup. Peserta didik diajak untuk secara

kritis melihat nilai-nilai hidup yang ada dalam masyarakat dan bersikap

terhadap situasi tersebut. Penjernihan nilai dalam kehidupan amat penting,

sebab apabila kontradiksi atau bias tentang nilai dibiarkan dan seolah

dibenarkan maka akan terjadi kekacauan pandangan dalam hidup bersama.

Banyaknya metode-metode yang digunakan dalam pendidikan

(45)

32

yang penting nilai-nilai karakter yang ditanamkan dapat disampaikan

sesuai dengan tujuan pembelajaran.

c. Pengintegrasian dalam Budaya Sekolah

Kemendiknas mengemukakan bahwa pada tataran sekolah, kriteria

pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah yaitu

perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan

oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan

nilai-nilai tersebut (Jamal Ma’mur Asmani, 2012: 55-56).

Doni Koeoema menyatakan bahwa desain pendidikan karakter berbasis cultur

sekolah mencoba membangun kultur sekolah yang mampu membentuk

karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu

terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa (Masnur Muslich, 2011: 91).

Marijan (2012: 257-258) menyebutkan bahwa sekolah hendaknya

membangun budaya berkarakter dengan strategi sebagai berikut:

1) Menyusun program praktik pendidikan karakter di sekolah sebagai perilaku yang dibiasakan

2) Memberikan ruang dan kesempatan kepada warga sekolah untuk mengekspresikan perilaku-perilaku yang berkarakter baik

3) Guru tak henti-hentinya memberikan motivasi untuk mengembangkan karakter yang baik, motivasi mencintai karakter baik dan motivasi melakukan aksi berkarakter baik

4) Memperkuat kondisi sebagai wahana terlaksananya praktik pembiasaan bertindak sebagaimana karakter yang diharapkan dengan mmenerapkan reward dan sanksi yang tegas

5) Kepala sekolah, guru dan segenap tenaga kependidikan senantiasa memberikan tauladan sebagai kiblat peserta didik dalam bertindak pada rel pendidikan karakter.

Agus Wibowo (2012: 93) menyatakan bahwa cultur atau budaya sekolah

(46)

33

warga sekolah yang tercermin dalam semangat, perilaku, maupun simbol serta

slogan khas identitas mereka.

Pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter dalam budaya sekolah

mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor,

tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan

menggunakan fasilitas sekolah.

1)Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang

dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan

kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

2)Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang di ikuti seluruh peserta

didik, guru, kepala sekolah, dan tenaga administrasi di sekolah itu,

dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam

Kalender Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari

budaya sekolah.

3)Luar Sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang

diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah sejak

awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik.

Dengan demikian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

pengintegrasian nilai-nilai karakter di sekolah dapat dilakukan dalam

program pengembangan diri, mata pelajaran, dan budaya sekolah. Bentuk

pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam program pengembangan diri

(47)

34

pengkondisian. Selanjutnya, pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam

budaya sekolah meliputi kegiatan kelas, sekolah, dan luar sekolah.

F. Penelitian yang relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Utomo (2012) dari program studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar, dengan judul “Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Mata pelajaran IPA SD N Wates Tahun Ajaran 2012.

Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa langkah yang di tempuh

dalam implementasi pendidikan karakter meliputi, perencanaan, pelaksanaan,

dan penilaian. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan menyisipkan

nilai-nilai karakter dalam kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup yang

bertujuan mengembangkan karakter siswa.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sike Mart Riskatd tahun 2012

mengenai Implementasi Pendidikan Karakter di SD Negeri Kraton

Yogyakarta menyebutkan bahwa pembinaan karakter seharusnya termasuk

dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh

peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

Begitu pentingnya sebuah karakter sebagai tujuan pendidikan nasional,

maka institusi pendidikan memiliki tanggung jawab besar untuk

menanamkannya melalui proses pembelajaran, terutama dalam pendidikan

sekolah dasar. Penguatan pendidikan karakter dalam konteks saat ini begitu

relevan dengan upaya mengatasi krisis moral yang terjadi di negara kita saat

ini. Perlu diketahui bahwa adanya krisis yang nyata dan mengkhawatirkan

(48)

35

Krisis itu antara lain berupa terjadi peningkatan pergaulan bebas, maraknya

angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, kebiasaan

menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, perkosaan dan masih

banyak lagi masalah-masalah sosial yang terjadi saat ini belum dapat diatasi

secara tuntas. Perilaku pelajar kita juga diwarnai dengan gemar menyontek

ataupun menjiplak tugas lain (plagiat), kekerasan terhadap siswa lainnya, dan

tawuran. Akibat yang ditimbulkannya cukup serius dan tidak dianggap

sebagai persoalan yang sederhana bahkan hal ini sudah masuk dalam ranah

kriminal.

Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh Ratna Nurhidaya pada

tahun 2011 mengenai pelaksanaan Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar

Muhamadiyah Prambanan Sleman Yogyakarta menyebutkan bahwa

pelaksanaan pendidikan karakter di SD tersebut sudah terlaksana tetapi masih

mengalami hambatan yang cukup sulit untuk diatasi yaitu lingkungan

masyarakat dan keluarga kurang baik dan komunikasi orang tua dengan pihak

sekolah kurang lancar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan

pendidikan karakter perlu adanya komponen-komponen yang berperan dalam

pendidikan karakter sebagai berikut: Kepala sekolah, guru, karyawan, orang

tua siswa, dan siswa. Semua komponen ini harus bekerja sama dalam

(49)

36 G. Kerangka Pikir

Pendidikan karakter adalah suatu usaha yang menyeluruh agar

orang-orang memahami, peduli, dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai etika dasar

dengan demikian, objek dari pendidikan karakter adalah nilai. Nilai-nilai

yang ditanamkan dalam mata pelajaran dapat merubah siswa kearah yang

lebih baik, misalnya dalam penampilan/berpakaian,bertutur kata, disiplin dan

berperilaku baik. Sekolah merupakan tempat untuk mendapatkan pendidikan

secara formal yang memiliki peran dan tanggungjawab dalam menghasilkan

generasi muda berkarakter, bermoral dan bersikap baik. Generasi tersebut

diharapkan dapat memperbaiki kondisi bangsa saat ini. Salah satu solusi

untuk melahirkan generasi muda tersebut melalui penerapan nilai-nilai

karakter di sekolah. Nilai karakter tersebut salah satunya nilai disiplin.

Disiplin merupakan tindakan seseorang yang taat , tertib, dan patuh pada

peraturan atau tata tertib yang ada dilingkungan sosial tertentu. Pencapaian

tujuan tersebut tidak luput dari beberapa kegiatan. Oleh karena itu, diperlukan

upaya untuk membangun karakter siswa agar memiliki watak, sikap, perilaku

dan menghormati nilai-nilai luhur serta dapat merealisasikannya didalam

kehidupan sehari-hari. Meskipun terdapat sekolah yang sudah menerapkan

pendidikan karakter, namun perlu diketahui lebih rinci mengenai pentingnya

pendidikan karakter di sekolah dasar. Hal ini diharapkan dapat menjadikan

siswa berperilaku baik terhadap guru, orangtua dan teman. Setelah

mengetahui pentingnya pendidikan karakter di sekolah dasar, diharapkan

(50)

37

membangun pendidikan karakter. Terutama upaya yang dilakukan oleh guru

kelas guna menerapkan pendidikan karakter diusia dini dan lingkungan yang

mendukung untuk menanamkan nilai karakter kepada siswa dapat

memberikan dampak positif terhadap siswa tersebut.

H. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dapat diajukan pertanyaan

penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana pemahaman kepala sekolah dan guru tentang arti pendidikan

karakter?

2. Bagaimana pemahaman kepala sekolah dan guru tentang metode

pendidikan karakter?

3. Apa nilai karakter yang dikembangkan di SD Negeri Gedongkiwo

(51)

38 BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif karena

menyajikan data yang berupa kata-kata. Sebagaimana pengertian penelitian

kualitatif yang didefinisikan oleh Moleong (2007: 6) berikut ini: “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena

tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi,

motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam

bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”.

B. Jenis Penelitian

Bogdan dan Biklen mengemukakan bahwa ada beberapa istilah yang

digunakan untuk penelitian kualitatif, yaitu penelitian atau inkuiri naturalistik

atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik, perspektif ke dalam,

etnometodologi, the Chicago School, fenomenologis, studi kasus,

interpretative, ekologis, dan deskriptif (Moleong, 2007: 3). Apabila di lihat

dari permasalahan yang diteliti, penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian di mana pengumpulan

data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan

dengan keadaan dan kejadian sekarang, melaporkan keadaan objek atau

(52)

39

Tujuan utama dilakukannya penelitian deskriptif adalah

menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek

yang diteliti secara tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

suatu keadaan, melukiskan dan menggambarkan pendidikan karakter di SD

Negeri Gedongkiwo Yogyakarta. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 18 Oktober sampai 9 November 2016

di SD Negeri Gedongkiwo Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta.

Sekolah tersebut merupakan SD yang mempunyai karakteristik dalam

merintis pendidikan karakter bangsa yang mempunai visioner baik dan

pengembangan kualitas sekolah yang maju dalam mengembangkan

pendidikan karakter.

D. Penentuan Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Adapun kriteria yang dijadikan tolak ukur untuk menjadi seorang

informan oleh peneliti adalah:

a. Seseorang yang berperan sebagai kepala sekolah SD Negeri

Gedongkiwo Yogyakarta

b. Orang yang bersangkutan dalam mendidik siswa di SD Negeri

Gedongkiwo Yogyakarta

c. Siswa yang berada dan belajar di SD Negeri Gedongkiwo

(53)

40

Adapun informan yang dijadikan subjek penelitian sebagai berikut:

kepala sekolah SD Negeri Gedongkiwo, guru SD Negeri Gedongkiwo

sebanyak 11 orang , dan siswa SD Negeri Gedongkiwo sebanyak 8 orang,

SD yang dalam proses pembelajarannya masih dilakukan oleh guru kelas,

hanya mata pelajaran tertentu seperti bahasa Inggris, komputer, agama,

penjaskes, dan tari yang diampu oleh guru bidang studi.

2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah Implementasi Pendidikan Karakter

di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta.

E.Sumber Data

Suharsimi Arikunto (2010: 172) menyatakan bahwa sumber data dalam

penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Data yang diperoleh

adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Adapun sumber data

dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer merupakan sumber-sumber dasar yang merupakan bukti atau

saksi utama (Moh Nazir, 2005: 50). Adapun sumber data primer dalam

penelitian ini didapatkan melalui kata dan tindakan yang diperoleh peneliti

dengan melakukan pengamatan dan wawancara terhadap pihak-pihak terkait

yang meliputi kepala sekolah, guru, dan siswa berkaitan dengan implementasi

(54)

41 2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk mendukung

pembahasan-pembahasan yang ada dalam penelitian ini. Adapun data

sekunder meliputi dokumen-dokumen yang berupa rencana kerja sekolah,

program sekolah, kurikulum sekolah, silabus, rencana pelaksanaan

pembelajaran, papan slogan dan foto yang berkaitan dengan pendidikan

karakter di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta.

F. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, data kualitatif

yaitu data yang disajikan dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka.

Yang termasuk data kualoitatif dalam penelitian ini yaitu gambaran objek

penelitian, meliputi: sejarah singkat berdirinya, letak geografis objek, visi dan

misi, struktur organisasi, keadaan guru, keadaan siswa, keadaan sarana,

prasarana dan standar penilaian.

G. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh

peneliti untuk mengumpulkan data. Menurut Sugiyono (2009: 224-225) teknik

pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian,

karena tujuan utama dari penelitian adalah pengu

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dalam konteks tertentu, disatu sisi agama dapat beradaptasi dan pada sisi yang berbeda dapat berfungsi sebagai alat legitimasi dari proses perubahan yang terjadi di

Hal ini sejalan dengan penelitian dari Che-Ahmad, Shaharim, & Abdullah (2017), Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat interaksi guru-siswa, kesesuaian lingkungan

1) Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, serta toleransi terhadap pemeluk agama lain. 2) Jujur adalah perilaku

Pengentasan masalah tersebut peneliti melakukan suatu penelitian tindakan dengan judul yang diangkat peneliti dalam meningkatkan kemampuan memecahkan masalah adalah

RINCIAN SUMBANGAN ATAU HIBAH BARANGDARI MASYARAKAT/ PERUSAHAAN DALAM RANGKA PENANGANAN DAN KEWASPADAAN COVID – 19.. DI

Berdasar- kan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Kesimpulannya, yaitu:(1) Penerapan model kemitraan dalam mengoptimalkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan guna meningkatkan pelayanan pendidikan di Sekolah Dasar

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!.. Ilmu administrasi negara banyak dipengaruhi oleh berbagai disiplin ilmu. Oleh