PENDIDIKAN KARAKTER DI SD NEGERI GEDONGKIWO YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Julianto Siatateitei NIM 12108249011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v MOTTO
"Kecerdasan dan karakter adalah tujuan sejati pendidikan"
(Martin Luther King Jr)
"Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah pincang"
vi
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan rasa syukur atas segalah kebaikan yang telah diberikan oleh
Tuhan, karya ini penulisan persembahkan kepada:
1. Ayah, Ibu, dan adik-adik tercinta yang senantiasa memberikan doa,
semangat yang tiada henti diberikan selama ini.
2. PEMDA Kabupaten Kepulauan Mentawai (Dinas Pendidikan)
vii
PENDIDIKAN KARAKTER DI SD NEGERI GEDONGKIWO YOGYAKARTA
Oleh Julianto Siatateitei NIM 12108249011
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pendidikan karakter di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta, nilai-nilai karakter yang dikembangkan, dan pelaksanaan pendidikan karakter di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, dan siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan langkah-langkah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik pemeriksaan keabsahan data dengan menggunakan triangulasi teknik dan sumber.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala sekolah dan guru telah melaksanakan pendidikan karakter dengan mengembangkan nilai karakter yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air. Bentuk pendidikan karakter di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta dapat dilihat dari pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam program pengembangan diri, mata pelajaran, dan budaya sekolah.
viii KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan rahmat, kasih, dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pendidikan Karakter di
SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta ”.
Pada kesempatan ini, penghargaan dan terima kasih yang
sebesar-besarnya ingin penulis berikan kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan berupa saran, dukungan dan semangat demi terselesaikannya
skripsi ini Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang
telah memberikan ijin penelitian.
2. Ketua Jurusan PSD (Pendidikan Sekolah Dasar) yang telah membantu
dalam melancarkan penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Sri Rochadi, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
memberikan waktunya untuk bimbingan dari awal hingga terselesaikannya
penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Iklasul Ardi Nugroho, M.Pd. selaku dosen akademik yang telah
membimbing dan memberi dorongan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
x DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN. ... ii
SURAT PERNYATAAN... iii
SURAT PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B.Identifikasi Masalah ... 8
C.Fokus Penelitian ... 9
D.Rumusan Masalah ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 9
F. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II KAJIAN TEORI A.Pendidikan Karakter... 11
1.Pengertian karakter... 11
2.Pengertian pendidikan karakter ... . 12
3.Nilai-nilai karakter ...…. 15
B.Pentingnya pendidikan karakter ... 17
1.Konsep Pendidikan Karakter di Indonesia ... ... 19
C.Peran komponen sekolah dalam pendidikan karakter... 20
xi
E. Penelitian yang relevan... 34
F. Kerangka Pikir...36
G.Pertanyaan Penelitian ... 37
BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan Penelitian ... 38
B.Jenis Penelitian... 38
C.Tempat dan Waktu Penelitian ... 39
D.Penentuan Subjek dan Objek Penelitian ... 39
E. Sumber Data... 40
F. Jenis Data ... 41
G.Teknik Pengumpulan Data. ... 41
H.Instrumen Penelitian ... 44
I. Teknik Analisis Data... 45
J. Keabsahan Data... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi lokasi penelitian ... 48
B.Hasil Penelitian... 49
1. Pemahaman tentang pendidikan karakter... 49
2. Nilai-nilai karakter yang dikembangkan... 51
3. Komponen-komponen yang berperan... 54
4. Bentuk pelaksanaan pendidikan karakter... 57
5. Strategi dan metodologi pendidikan karakter... 58
6. Dampak atau hasil dari pendidikan karakter... 65
C.Pembahasan... 66
xii BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan... 77
B.Saran... 78
DAFTAR PUSTAKA... 79
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1 Lembar Observasi Program Pengembangan Diri ... 82
Lampiran 2 Lembar Observasi Pengintegrasian dalam Mata Pelajaran ... 85
Lampiran 3 Lembar Observasi Pengintegrasian dalam Budaya Sekolah ... 88
Lampiran 4 Hasil Observasi Program Pengembangan Diri ... 90
Lampiran 5 Hasil Observasi Pengintegrasian dalam Mata Pelajaran ... 124
Lampiran 6 Hasil Observasi Pengintegrasian dalam Budaya Sekolah ... 163
Lampiran 7 Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Kepala Sekolah ... 165
Lampiran 8 Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Guru ... 167
Lampiran 9 Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Siswa ... 169
Lampiran 10 Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah ... 170
Lampiran 11 Hasil Wawancara dengan Guru ... 175
Lampiran 12 Hasil Wawancara dengan Siswa ... 200
Lampiran 13 Reduksi, Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Observasi Program Pengembangan Diri ... 212
Lampiran 14 Reduksi, Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Observasi Pengintegrasian dalam Mata Pelajaran ... 251
Lampiran 15 Reduksi, Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Observasi Pengintegrasian dalam Budaya Sekolah ... 262
Lampiran 16 Reduksi, Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah ... 265
Lampiran 17 Reduksi, Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Wawancara dengan Guru ... 272
Lampiran 18 Reduksi, Penyajian Data dan Kesimpulan Hasil Wawancara dengan Siswa ... 299
Lampiran 19 Dokumentasi ... 309
1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari diri
manusia. Proses pendidikan dialami oleh manusia sejak dalam kandungan
hingga meninggal, baik itu dari orang tua, masyarakat, maupun lingkungannya.
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dijelaskan bahwa
“Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”.
Selanjutnya sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang tersebut
pada pasal 3 disebutkan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagai
berikut.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Amanah undang-undang di atas dengan jelas menunjukkan bahwa
pendidikan pada hakikatnya tidak hanya membentuk insan Indonesia yang
cerdas, tetapi juga berkepribadian atau berkarakter. Pendidikan tidak hanya
2
pembentukan karakter dan watak bangsa. Pendidikan memiliki peran penting
dalam membangun jati diri dan identitas diri sebagai karakter bangsa Indonesia.
Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama Republik Indonesia,
Bung Karno, bahkan menegaskan: “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building) karena character
building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju
dan jaya serta bermartabat. Kalau character building ini tidak dilakukan , maka
bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli” (Muchlas Samani: 2013: 1) Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan presiden Republik Indonesia,
Soesilo Bambang Yudoyono, ketika memberikan kata sambutan pada puncak
peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2010 di Istana Negara,
Jakarta, Selasa, 11 Mei 2010 yang bertemakan “Pendidikan Karakter Untuk Membangun Peradaban Bangsa”, mengemukakan isu pentingnya pendidikan.
Di antaranya adalah hubungan pendidikan dengang pembentukan watak atau
dikenel dengan (character building) untuk membangun manusia Indonesia yang
berakhlak, berbudi pekerti, dan berperilaku baik (Syamsul Kurniawan (2013:
21).
Senada dengan pernyataan Soesilo Bambang Yudoyono, Menteri
Pendidikan Nasional dalm sambutannya pada Peringatan Hari Pendidikan
Nasional Tanggal 2 Mei 2010 juga menekankan bahwa pembangunan karakter
dan pendidikan karakter suatu keharusan karena pendidikan tidak hanya
3
sopan santun sehingga keberadaannya sebagai anggota masyarakat menjadi
bermakna baik bagi dirinya maupun masyarakat.
Dengan kondisi saat ini, pendidikan karakter bukan hanya sekedar
fenomena yang didiskusikan dan dikaji, tetapi harus diimplementasikan dalam
kehidupan. Sebuah karakter ibarat intan, karakter manusia akan semakin
berkilau bilamana terus digali dan diasah secara terus menerus (Soemarno
Soedarso, 2007:5). Pendidikan karakter harus ditanamkan dan dimiliki oleh
setiap manusia yang ingin berubah sikap dan perilakunya dalam kehidupannya
sejak dini, baik elemen masyarakat pendidikan, guru, dosen, pemerintah,
mahasiswa, dan pelajar. Semua elemen tersebut harus memiliki sifat dasar dan
karakter yang kuat sebagai generasi penerus bangsa.
Fitra Youpika dan Darmiyati Zuchdi (2016 :49) mengatakan bahwa
pendidikan karakter merupakan kebutuhan yang sangat penting. Oleh karena itu,
penanaman nilai-nilai pendidikan karakter harus dimulai sejak dini baik
dirumah, di sekolah maupun dimasyarakat. Pendidikan karakter diharapkan
dapat menjadikan siswa terampil, berwawasan luas, dan berahklak mulia. Siswa
diharapkan tidak hanya memiliki kemampuan intelektual saja, lebih dari itu anak
didik juga diharapkan memiliki karakter yang baik. Kemampuan intelektual
yang baik harus diimbangi dengan pendidikan karakter yang baik pula.
(journal.uny.ac.id)
Pendidikan karakter diperlukan karena kecemasan akan hilangnya karakter
bangsa yang adiluhung, jujur, ramah, suka menolong, dan nilai-nilai lainnya.
4
2012: 6) dalam lukisan The Nightmare of Losing, dengan sisipan “You lose wealth, you lose nothing. You lose health, you lose something. You lose
character, you lose everything.” Hal ini sesuai dengan pepatah Jawa: “Kelangan
sakehe raja-brana ateges ora kelangan apa-apa. Kelangan nyawa iku tegese
mung kelangan separo. Kelangan kapercayan iku tegese kelangan sakabehe.”
Tidak bisa dipungkiri, bahwa pendidikan belum bisa melaksanakan peran
yang di amanahkan oleh Undang-undang No. 20 Tahun 2003 di atas dengan
baik. Saat ini pendidikan hanya dimaknai sebagai teknik manajerial
persekolahan yang hanya menitikberatkan pada kemampuan kognitif dan
mengesampingkan pendidikan karakter. Pendidikan masih terjebak dalam peran
yang amat sederhana, yakni sekadar mentransfer pengetahuan tanpa
memperhatikan penanaman nilai-nilai karakter pada diri peserta didik.
Tanaman akan tumbuh dengan sehat dan subur apabila kondisi tanah
subur dan iklim yang cocok. Karakter bangsa ibaratnya tanaman. Bagaimana
tumbuh berkembangnya karakter bangsa sangat tergantung pada kesuburan dan
kualitas iklim berbagai komponen yang berperan penting dalam pembangunan
karakter, yakni sekolah (Darmiyati Zuchdi, 2011: 170). Begitu pentingnya
sebuah karakter sebagai tujuan pendidikan nasional, maka institusi pendidikan
memiliki tanggung jawab besar untuk menanamkannya melalui proses
pembelajaran, terutama dalam pendidikan sekolah dasar. Penguatan pendidikan
karakter dalam konteks saat ini begitu relevan dengan upaya mengatasi krisis
moral yang terjadi di negara Indonesia saat ini. Salah satu krisis moral yang
5
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat sejak dilantik pada bulan
Oktober 2014 sudah tujuh dari 560 anggota DPR-RI masuk bui karena kasus
korupsi. Data Kemendagri menyebutkan 291 kepala daerah yaitu gubernur,
bupati dan walikota terlibat perkara kriminal dan kasus korupsi
(http://www.jpnn.com 9 Februari 2017).
Di samping kasus korupsi, akhir-akhir ini sering terdengar merebaknya
tawuran antar pelajar yang di beritakan oleh media massa baik media cetak
maupun elektronik. Bahkan, tawuran tersebut tidak hanya menyebabkan pelajar
terluka tetapi sampai menimbulkan korban jiwa. Data Komnas PA merilis
jumlah tawuran pelajar tahun ini sebanyak 205 kasus dan memakan korban jiwa
46 orang (http://nasional.news, 10 Februari 2017). Hal ini tentu menjadi masalah
yang tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Perlu adanya upaya-upaya prefentif
dan represif untuk mengurangi tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar ini.
Dunia pendidikan tidak luput dari kasus bertindak curang seperti tindakan
mencontek, mencontoh pekerjaan teman atau mencontoh dari buku pelajaran
sekolah. Seolah-olah tindakan tersebut merupakan kejadian sehari-hari yang
tidak berarti. Bahkan, dalam pelaksanaan ujian akhir sekolah seperti Ujian Akhir
Nasional juga dilakukan praktek kecurangan. Seperti yang disampaikan Muchlas
Samani dan Haryanto, (2011: 5) bahwa ada guru yang memberikan kunci
jawaban kepada siswa dan beberapa tahun lalu seorang Kepala Sekolah
tertangkap basah mencuri satu set soal-soal untuk UAN. Pada UAN tahun 2011,
di sebuah kabupaten, karena takut muridnya tidak lulus seorang Kepala Sekolah
6
Lickona, (Syamsul Kurniawan, 2013: 18) mengungkapkan bahwa ada
sepuluh tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai karena jika tanda-tanda ini
sudah ada, berarti sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran.
Tanda-tanda yang dimaksud adalah:
1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, 2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, 3. Pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan,
4. Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas,
5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, 6. Menurunnya etos kerja,
7. Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, 8. Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, 9. Membudayanya ketidakjujuran,
10.Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.
Apabila dicermati, kesepuluh tanda-tanda zaman tersebut sudah ada di
Indonesia. Padahal karakter merupakan suatu pondasi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Oleh karena itu, karakter bangsa yang baik perlu dikembangkan dari
satu generasi ke generasi berikutnya melalui proses pendidikan. Terlebih lagi di
era globalisasi, di mana dunia semakin dekat-sempit, nyaris tanpa batas fisik
yang bisa membatasi interaksi antarbangsa, proses pewarisan karakter
didalamnya mutlak diperlukan.
Perkembangan masyarakat dan bangsa sebagai dampak dari globalisasi
bisa menyuramkan wajah karakter bangsa (Darmiyati Zuchdi, 2011: 170). Jati
diri dan identitas suatu bangsa dapat hilang ditelan globalisasi. Selain itu,
karakter suatu bangsa pun dapat musnah tergerus oleh proses globalisasi.
Dengan kondisi bangsa Indonesia yang seperti ini, pendidikan karakter harus
7
Pendidikan karakter menjadi semakin mendesak untuk diterapkan dalam
lembaga pendidikan, mengingat berbagai macam perilaku yang non-edukatif
kini telah merambah dalam lembaga pendidikan (Doni Koesoema A, 2007: 115).
Dengan kata lain, pendidikan karakter merupakan salah satu hal penting untuk
membangun karakter bangsa. Sayangnya, selama ini pendidikan karakter di
Indonesia baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai.
Pendidikan karakter yang dilakukan belum sampai pada tingkatan interalisasi
dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter, meskipun sudah seringkali digembor-gemborkan
sebagai suatu kepentingan dan kemendesakan dalam kinerja pendidikan,
tampaknya tidak sehebat dengungnya ketika sampai di lapangan (Doni
Koesoema A, 2007: 118). Pendidikan karakter tampaknya kurang begitu
mendapatkan perhatian yang serius dari kalangan pendidik sehingga
lama-kelamaan makin hilang. Dengan menempatkan pendidikan karakter dalam
proses pembentukan individu, para insan pendidik, seperti guru, orang tua, staf
sekolah, masyarakat dan lain-lain diharapkan semakin dapat menyadari
pentingnya pendidikan karakter sebagai sarana pembentuk pedoman perilaku.
Sekolah diharapkan menciptakan lulusan tidak hanya unggul secara akademik
tetapi berkarakter baik, memiliki budi pekerti baik, dan kepribadian baik.
Peneliti mengamati beberapa sekolah pada tingkat sekolah dasar di kota
Yogyakarta, yakni SD Negeri Percobaan 01, SD Negeri Suryodiningratan 1, dan
SD Negeri Prawirotaman sudah melaksanakan pendidikan karakter secara nyata.
8
pagi pada jam 06.50. Apel pagi dilakukan dengan cara menyanyikan lagu wajib
nasional dan dilanjutkan bersalaman dengan guru-guru. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk menanamkan nilai disiplin kepada para guru dan siswa.
Akan tetapi, belum ada sanksi yang tegas terhadap guru atau pun siswa yang
datang terlambat dan tidak mengikuti apel pagi. Hal ini, menunjukkan
implementasi pendidikan karakter belum optimal.
Peneliti melakukan pengamatan di SD Negeri Gedongkiwo dan
menemukan masalah yaitu:
a. Beberapa siswa SD Negeri Gedongkiwo tidak menghargai orang
lain selain gurunya, bahkan beberapa siswa ada yang tidak
menghargai guru kelas.
b. Beberapa siswa SD Negeri Gedongkiwo tidak bertanggung jawab
atas tugas yang diberikan baik guru kelas maupun mahasiswa PPL.
Peneliti juga ingin mengetahui bagaimana pemahaman kepala sekolah dan
guru tentang pendidikan karakter, apa nilai-nilai karakter yang dikembangkan
oleh SD Negeri Gedongkiwo. Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pendidikan Karakter di SD
Negeri Gedongkiwo Yogyakarta.”
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan beberapa
masalah yang timbul antara lain:
1. Pendidikan karakter belum menjadi fokus utama dalam mendidik siswa.
2. Pendidikan karakter di sekolah belum optimal.
9 C.Fokus Penelitian
Melihat luasnya permasalahan tentang pendidikan karakter yang
diuraikan di atas, maka fokus penelitan ini adalah:
1. Pemahaman kepala sekolah dan guru tentang pendidikan karakter.
2. Nilai-nilai karakter yang dikembangkan di SD Negeri Gedongkiwo
Yogyakarta.
3. Pendidikan karakter di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta.
D.Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian yaitu: Bagaimana pemahaman kepala sekolah dan guru tentang
pendidikan karakter di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta?
E.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan pendidikan karakter di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini bermanfaat:
1. Secara Teoritis
Memberi masukan dalam upaya meningkatkan implementasi pendidikan
karakter sesuai dengan visi dan misi sekolah.
2. Secara Praktis
a. Bagi Kepala Sekolah
1) Memberi gambaran sejauh mana implementasi pendidikan karakter di
10
2) Meningkatkan kesadaran bagi sekolah untuk mengintegrasikan
nilai-nilai karakter dalam merumuskan kebijakan dan program kegiatan
sekolah.
b. Bagi Guru
1) Memberi gambaran sejauh mana implementasi pendidikan karakter
dalam proses pembelajaran di sekolah tersebut.
2) Meningkatkan motivasi bagi guru untuk mengintegrasikan nilai-nilai
karakter dalam proses pembelajaran.
c. Bagi Siswa
1) Memberi informasi bagi siswa tentang nilai-nilai karakter yang
dikembangkan oleh sekolah.
2) Meningkatkan pembiasaan bertindak, bersikap, dan berucap sesuai
11 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian tentang Pendidikan Karakter
1. Pengertian Karakter
Ki Hadjar Dewantara (1997: 24) menegaskan bahwa mengasah
kecerdasan budi sungguh baik, karena dapat membangun budi pekerti yang
baik dan kokoh, hingga dapat mewujudkan kepribadian dan karakter (jiwa
yang berasa hukum kebatinan). Jika itu terjadi orang akan senantiasa dapat
mengalahkan nafsu dan tabiat-tabiatnya yang asli (bengis, pemarah, kikir,
keras, dan lain-lain).
Dharma Kesuma, dkk (2011:11) menyatakan bahwa karakter
merupakan suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku, jadi suatu
karakter melekat dengan nilai dari perilaku tersebut. Zubaedi, pendidikan
karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yang intinya merupakan
program pengajaran yang bertujuan mengembangkan watak dan tabiat
peserta didik dengan cara menghayati nilai-nilai keyakinan masyarakat
sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya,
disiplin, dan kerja sama yang menekankan rana efektif (perasaan/sikap)
tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional), dan ranah skil
(keterampilan, terampil mengolah data, mengemukakan pendapat, dan kerja
sama).
Selanjutnya, Abdullah Munir (2010: 3) menegaskan bahwa karakter
adalah sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan, yang melekat
12
senada juga disampaikan oleh Muchlas Samani dan Hariyanto (2012: 43)
bahwa karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi
seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh
lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan
dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Thomas Lickona karakter adalah “A reliable inner
disposition to respon to situation in a morally good way.” Lickona juga
menambahkan bahwa, “character so conceived has three interrelated part: moral knowing, moral feeling, and moral behavior.” (Agus Wibowo, 2013:
12). Selanjutnya Masnur Muslich (2011: 84) menyatakan bahwa karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat
istiadat. Dari pendapat para ahli di atas, peneliti dapat mengambil
kesimpulan bahwa karakter adalah sesuatu yang melekat dalam diri
seseorang berupa sikap, pikiran, tindakan sebagai ciri khas kepribadian yang
membedakan antara satu individu dengan individu lain.
2. Pengertian Pendidikan Karakter
Frye (Agus Wibowo, 2013: 15) mendefinisikan pendidikan karakter
sebagai, “ A National movement creating schools that foster ethical, responsible, and caring young people by modeling and teaching good
13
Sri Sultan Hamengku Buwono X (2012: 5) mengemukakan bahwa
pendidikan karakter adalah sebuah upaya untuk membimbing perilaku
manusia menuju standar-standar baku dan nilai-nilai budaya sebuah bangsa.
Sementara itu, Masnur Muslich (2011: 84) menyatakan bahwa pendidikan
karakter adalah suatu sistem pemahaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi manusia insan kamil.
Selanjutnya, Winton menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah
upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan
nilai-nilai kepada para siswanya (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2012:
43). Sependapat dengan Winton, Zamroni menegaskan bahwa pendidikan
karakter merupakan proses untuk mengembangkan pada diri setiap peserta
didik kesadaran sebagai warga bangsa yang bermartabat, merdeka, dan
berdaulat dan berkemauan untuk menjaga dan mempertahankan
kemerdekaan dan kedaulatan tersebut (Darmiyati Zuchdi, 2011: 159).
Pendapat senada juga disampaikan oleh Muchlas Samani dan Hariyanto
(2012: 45) bahwa pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan
kepada peserta didik untuk menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang
berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga,serta rasa dan karsa.
Agus Wibowo (2012: 36) juga mengungkapkan bahwa pendidikan
14
karakter-karakter luhur kepada anak didik, sehingga mereka memiliki
karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya,
entah dalam keluarga, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara.
Senada dengan pendapat Agus Wibowo, Buchory M. Sukemi (2012: 354)
mengemukakan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha sadar dan
sengaja untuk menanamkan berbagai kebiasaan yang baik (habituation)
sehingga peserta didik mampu bersikap dan berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai yang menjadi kepribadiannya.
Rukiyati dan L. Andriani Purwastuti (2016: 131) menyimpulkan
bahwa pendidikan karakter adalah sebuah upaya membimbing perilaku
manusia menuju nilai-nilai kehidupan. Upaya ini juga memberi jalan untuk
menghargai persepsi dan nilai-nilai pribadi yang ditampilkan peserta didik,
baik di rumah, sekolah maupun di lingkup masyarakat yang lebih luas.
Fokus pendidikan karakter adalah pada tujuan-tujuan etika, tetapi
praktiknya meliputi penguatan kecakapan-kecakapan yang penting yang
mencakup perkembangan sosial peserta didik. (journal.uny.ac.id)
Dari pendapat para ahli di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa pendidikan karakter adalah sebuah upaya menanamkan dan
mengembangkan nilai-nilai luhur kepada anak didik, sehingga mereka
memiliki, menerapkan dan mempraktikkan nilai-nilai luhur itu dalam
15 3. Nilai-nilai Karakter
Menurut Said Hamid Hasan (Zubaedi, 2011:74) nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia diidentifikasi
berasal dari empat sumber, yaitu:
a. Agama, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat beragama, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaan. Oleh karena itu, nilai-nilai pendidikan karakter harus didasari nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. b. Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 yang dijabarkan lebih lanjut ke dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan pilitik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni.
c. Budaya, manusia yang hidup bermasyarakat selalu didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai budaya ini dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antara anggota masyarakat tersebut. Budaya begitu penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. d. Tujuan Pendidikan Nasional, sebagai rumusan kualitas yang harus
dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Pengembangan nilai-nilai karakter yang ada di Indonesia berasal dari
pandangan hidup bangsa, agama, dan budaya yang dirumuskan ke dalam tujuan
pendidikan nasional. Untuk mewujudkan pelaksanaan pendidikan karakter, dari
keempat sumber tersebut dapat diidentifikasi nilai-nilai karakter sebagaimana
berikut: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
16
prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.
Retno Listyarti (2012:5-8) menjabarkan 18 nilai-nilai dalam
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Diknas.
18 nilai-nilai tersebut adalah :
a. Religius: sikap dan perilaku patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b. Jujur: perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
c. Toleransi: sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
d. Disiplin: tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e. Kerja Keras: perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
f. Kreatif: berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari apa yang telah dimiliki.
g. Mandiri: sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h. Demokratis: cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
i. Rasa Ingin Tahu: sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
j. Semangat Kebangsaan: cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
k. Tanah Air: Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya. l. Menghargai Prestasi: sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.
m.Bersahabat dan Komunikatif: tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain. n. Cinta Damai: sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
17
o. Membaca: kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan baginya.
p. Peduli Lingkungan: sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
q. Peduli Sosial: sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. r. Tanggungjawab: sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa (Darmiyati Zuchdi, 2011: 168-170).
Untuk mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia, 18 nilai nilai
karakter tersebut dapat diintegrasikan dalam rencana kerja sekolah, program
sekolah, kurikulum sekolah, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran dan
proses.
B. Pentingnya Pendidikan Karakter
Ketika bangsa indonesia mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945, para pendiri bangsa menyadari ada tiga tantangan
besar yang harus dihadapi Indonesia. Pertama, mendirikan negara yang bersatu
dan berdaulat. Kedua, membangun bangsa, dan yang ketiga adalah
membangun karakter. Pada implementasinya mendirikan negara lebih cepat
jika dibandingkan upaya membangun bangsa dan membangun karakter. Para
pendiri bangsa menegaskan bahwa bangsa harus dibangun dengan
mendahulukan pembangunan karakter, karena pembangunan karakter inilah
yang akan membuat Indonesia menjadi negara besar, maju, jaya, dan
18
Pembangunan karakter di Indonesia saat ini dirasakan mendesak.
Pendidikan karakter terus diupayakan, melihat situasi masyarakat bahkan
situasi dunia pendidikan di Indonesia menjadi motivasi pokok pengutamaan
(mainstreamming) implemntasi pendidikan karakter. pendidikan karakter di
Indonesia dirasakan sangat perlu pengembangannya bila melihat krisis moral
yang dialami masyarakat Indonesia. Zubaedi (2011:1) menyatakan bahwa
Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan besar, yaitu mengatasi krisis
moral yang terjadi secara nyata dan mengkhawatirkan dalam masyarakat
indonesia. Krisis itu antara lain berupa meningkatnya pergaulan seks bebas,
kekerasan anak-anak dan remaja, tawuran, perdagangan manusia,
penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, pemerkosaan, dan kebiasaan
menyontek. Seperti yang diberitakan media masa baik dalam surat kabar,
artikel dalam internet, dan media elektronik mengungkapkan semakin banyak
masalah-masalah sosial yang terjadi di Indonesia.
Karakter merupakan salah satu aspek penting dari kualitas sumber daya
manusia dalam suatu bangsa di mana kualitas karakter bangsa menentukan
kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, karakter yang berkualitas perlu
dibentuk dan dibina sejak usia dini. Selanjutnya sebagaimana dikemukakan
Furqon Hidayatullah (2010: 3), lembaga pendidikan, khususnya sekolah
dipandang sebagai tempat yang strategis untuk membentuk karakter. Hal ini
dimaksudkan agar peserta didik dalam segala ucapan, sikap, dan perilakunya
19
Selanjutnya, Masnur Muslich, (2011: 36) menyatakan bahwa sistem
pendidikan dini yang ada sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan
otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan
(afektif, empati, dan rasa). Padahal, pengembangan karakter lebih berkaitan
dengan optimalisasi fungsi otak kanan.
Doni Koesoema A (2007: 115) mengemukakan bahwa pendidikan
karakter menjadi semakin mendesak untuk diterapkan dalam lembaga
pendidikan, mengingat berbagai macam perilaku yang non-edukatif kini telah
merambah dalam lembaga pendidikan. Hal senada juga diungkapkan oleh
Djoko Dwiyanto dan Ign. Gatut Saksono (2012: 37) “pendidikan karakter
menjadi sebuah jalan keluar bagi proses perbaikan dalam masyarakat”. Di
paragraf selanjutnya juga dikatakan bahwa “pendidikan karakter akan
memperluas wawasan para pelajar tentang nilai-nilai moral dan etis yang
membuat mereka semakin mampu mengambil keputusan yang secara moral
dapat dipertanggungjawabkan”. Dengan kata lain, pendidikan karakter di sekolah diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam perbaikan kualitas
sumber daya manusia sejak dini. Dalam hal ini khususnya peserta didik, agar
dapat menambah pengetahuan tentang nilai-nilai yang baik sehingga mampu
mempertanggungjawabkan keputusan yang diambil
C. Konsep Pendidikan Karakter di Indonesia
Di Indonesia, sebagai hasil Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya
20
telah dicapai Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa yang dinyatakan sebagai berikut:
1. Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh.
2. Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sebagai proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.
3. Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah, dan orang tua. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut.
4.Dalam upaya merevitalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan. (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2012:105-106)
Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan
dengan mengacu pada grand design yang telah dikembangkan oleh
Kementrian Pendidikan Nasional. Grand design menjadi rujukan konseptual
dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur
dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses
psikologis dan sosio-kultural tersebut dikelompokkan dalam Olah Hati
(Spiritual and Emotional Development), Olah Pikir (Intelectual
Development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and Kinestetic
Development), Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity Development)
(Masnur Muslich, 2011: 85).
D. Peran Komponen Sekolah dalam Pendidikan Karakter
Institusi pendidikan memiliki peran yang besar dalam pembentukan
karakter anak karena sebagian waktu siswa dihabiskan di sekolah. Hal ini
21
Gatut Saksono (2012: 50) bahwa lembaga sekolah merupakan institusi
pendidikan kedua setelah keluarga, yang berperan besar dalam pembentukan
dan pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian bagi para
siswa. Pendapat senada juga disampaikan oleh Furqon Hidayatullah (2010:
21) bahwa pendidikan tidak cukup hanya membuat anak pandai, tetapi juga
mampu menciptakan nilai-nilai luhur atau karakter. Oleh karena itu,
penanaman nilai luhur harus dilakukan sejak dini.
Peterson dan Deal (Darmiyati Zuchdi, 2011: 148) menyatakan bahwa
masing-masing komponen sekolah memainkan peran yang berbeda-beda.
Secara keseluruhan, peran yang didapat dimainkan oleh masing-masing
komponen sekolah dalam mewujudkan budaya sekolah yang berbasis
karakter terpuji adalah sebagai berikut.
a. Kepala sekolah
Peran yang dimainkan kepala sekolah dalam membangun budaya
sekolah yang berbasis karakter memang sangat menentukan, yaitu
melakukan pembinaan secara terus-menerus dalam hal pemodelan
(modeling), pengajaran (teaching), dan penguatan karakter (reinforcing)
yang baik terhadap semua warga sekolah (guru, siswa, dan karyawan).
Kepala sekolah harus menjadi teladan bagi guru, karyawan, siswa, dan
bahkan orang tua/wali siswa. Secara teratur dan berkesinambungan kepala
sekolah harus melakukan komunikasi dengan warga sekolah mengenai
22
Beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan kepala sekolah
dalam mewujudkan budaya sekolah dengan karakter terpuji adalah sebagai
berikut:
1) Berjuang atau berusaha keras untuk memodelkan diri atau menjadi
model bagi semua guru, karyawan dan siswa.
2) Mendorong semua guru dan karyawan untuk menjadi model karakter
yang baik bagi semua siswa.
3) Menyediakan waktu dalam suatu siklus berkelanjutan, mingguan atau
bulanan misalnya, bagi para guru merencanakan dan melaksanakan
pengintegrasian nilai-nilai karakter tertentu ke dalam pokok bahasan
masing-masing mata pelajaran.
4) Membentuk dan mendukung bekerjanya Tim Budaya Sekolah dan
Karakter dalam memperkuat pelaksanaan dan pembudayaan nilai,
norma, dan kebiasaan-kebiasaan karakter di lingkungan sekolah.
5) Menyelenggarkan kegiatan-kegiatan tertentu yang mendukung
pembudayaan dan penanaman karakter di lingkungan sekolah, seperti
seminar, pentas seni, dan pemutaran film.
b. Tim Pengawal Budaya Sekolah dan Karakter
Untuk membantu pelaksanaan program budaya sekolah yang berbasis
karakter, pihak sekolah atau kepala sekolah hendaknya membentuk tim
tersendiri. Tim ini bisa melibatkan atau terdiri dari unsur pimpinan sekolah
bimbingan dan konseling, guru, dan perwakilan orang tua/wali siswa. Tim
23
karakter tertentu yang akan dibudayakan dan ditanamkan di lingkungan
sekolah. Tim ini bertugas untuk merencanakan dan menyusun program
pelaksanaan pembudayaan dan penanaman karakter di lingkungan sekolah
dalam rentang waktu tertentu.
c. Guru
Peran guru sangatlah penting dalam pelaksanaan pendidikan karakter
terhadap siswa, karena berinteraksi langsung secara terus menerus dalam
proses pembelajaran. Guru harus mempersiapkan berbagai pilihan dan
strategi untuk menanamkan setiap nilai-nilai, norma-norma, dan
kebiasaan-kebiasaan ke dalam setiap mata pelajaran yang diampunya.
Guru merupakan model secara langsung bagi siswa, oleh karena itu guru
harus memiliki sikap-sikap sebagai pendidik karakter.
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa guru bukan hanya menjadi
pentransfer ilmu (science), tetapi juga pentransfer nilai-nilai (values).
Oleh karena itu, ia berperan sebagai “tuladha” yang bisa diteladani oleh
peserta didik dan masyarakat sekitar (Sri Sultan Hamengku Buwono X,
2012: 2).
d. Keluarga
Orang tua/wali murid dapat terlibat dalam kegiatan pembudayaan dan
penanaman karakter melalui beberapa kegiatan. Orang tua/wali murid
secara aktif dapat memantau perkembangan perilaku anak mereka melalui
buku kegiatan siswa yang sudah disiapkan pihak sekolah. Orang tua/wali
24
dilaksanakan pihak sekolah dalam pertemuan-pertemuan antara orang
tua/wali murid dengan wali kelas dan guru-guru kelas.
e. Komite sekolah dan masyarakat
Sekolah bersama komite sekolah dan masyarakat secara
bersama-sama menyusun suatu kegiatan yang dapat mendukung terwujudnya
pembudayaan dan penanaman karakter yang baik bagi seluruh warga
sekolah.
E. Pengintegrasian Pendidikan Karakter
Muchlas Samani (2011:144), mengungkapkan bahwa strategi dapat dimaknai dalam kaitannya dengan kurikulum, model tokoh, serta metodologi.
Strategi dalam kaitannya dengan kurikulum, strategi yang umum digunakan
oleh sekolah-sekolah yaitu mengintegrasi pendidikan karakter dalam bahan
ajar, artinya tidak membuat kurikulum pendidikan karekter tersendiri.
Kemudian, kaitannya dengan model tokoh yaitu bahwa seluruh tenaga
pendidik, seperti kepala sekolah, seluruh guru, dan seluruh Bimbingan dan
Konseling, serta tenaga administrasi di sekolah harus mampu menjadi model
teladan yang baik. Selanjutnya, menurut M. Furqon Hidayatullah (2010:
43-59) strategi dalam pendidikan karakter dapat dilakukan melalui sikap-sikap
sebagai berikut.
a. Keteladanan
Keteladanan memiliki kontribusi yang sangat besar dalam mendidik
25
cermin siswanya. Oleh karena itu, sosok guru yang bisa diteladani siswa
sangat penting.
b. Penanaman disiplin
Kedisiplinan menjadi alat yang ampuh dalam mendidik karakter.
Banyak orang sukses karena menegakkan kedisiplinan.
c. Pembiasaan
Pendidikan karakter tidak cukup hanya diajarkan melalui mata
pelajaran di kelas, tetapi sekolah dapat juga menerapkannya melalui
pembiasaan. Pembiasaan diarahkan pada upaya pembudayaan pada
aktivitas tertentu sehingga menjadi aktivitas yang terpola atau tersistem.
d. Menciptakan suasana yang kondusif
Lingkungan dapat dikatakan merupakan proses pembudayaan anak
dipengaruhi oleh kondisi yang setiap saat dihadapi dan dialami anak.
Demikian halnya, menciptakan suasana kondusif di sekolah merupakan
upaya membangun kultur atau budaya yang memungkinkan untuk
membangun karakter, terutama berkaitan dengan budaya kerja dan belajar
di sekolah.
e. Integrasi dan internalisasi
Pendidikan karakter membutuhkan proses internalisasi nilai-nilai.
Sejalan dengan pendapat di atas, Agus Wibowo (2012: 84) menyebutkan
bahwa model pengintegrasian pendidikan karakter di sekolah dapat
26
a. Integrasi dalam Program Pengembangan Diri 1) Kegiatan Rutin Sekolah
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan secara
terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya, pemeriksaan
kebersihan badan, berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, mengucap
Salam.
2) Kegiatan Spontan
Kegiatan spontan adalah kegiatan yang dilakukan secara
spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat
guru atau tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya
perbuatan yang kurang baik dari peserta didik, yang harus dikoreksi
pada saat itu juga. Misalnya, mengkoreksi kesalahan ketika ada anak
didik yang membuang sampah tidak pada tempatnya,
berteriak-teriak, berkelahi. Selain itu, memberikan pujian ketika anak didik
memperoleh nilai tinggi, menolong orang lain, memperoleh prestasi
3) Keteladanan
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga
kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap
tindakan-tindakan yang baik, sehingga diharapkan menjadi panutan
bagi peserta didik untuk mencontohnya. Misalnya, berpakaian rapi,
datang tepat waktu, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang,
27 4) Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter maka
sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah
harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa yang diinginkannya. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak
sampah ada di berbagai tempat, dan selalu dibersihkan, sekolah
terlihat rapi, dan alat belajar ditempatkan teratur.
b.Pengintegrasian dalam Mata Pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa
diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran.
Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan Nilai-
nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:
1) mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada Standar
Isi untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
yang tercantum itu sudah tercakup didalamnya,
2) menggunakan tabel yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan
KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan
dikembangkan,
3) mencantumkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel itu
ke dalam silabus,
4) mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke RPP,
28
peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan
menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai,
5) memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami
kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk
menunjukkannya dalam perilaku.
Thomas Lickona menyarankan agar pendidikan karakter berlangsung
efektif maka guru dapat mengusahakan implementasi berbagai metode
(Muchlas Samani, 2011:147).
1) Metode bercerita atau mendongeng (Telling Story)
Metode ini pada hakikatnya sama dengan metode ceramah, tetapi guru
lebih leluasa berimprovisasi. Misalnya melalui perubahan mimik, gerak
tubuh, mengubah intonasi suara seperti keadaan yang hendak dilukiskan
dan sebagainya. Penggunaan alat bantu sederhana seperti bel kelinting,
beberapa boneka, serta perangkat simulasi penunjang cerita. Ketika guru
mendongeng, siswa diperbolehkan berkomentar atau bertanya, tempat
duduk juga diatur bebas karena suasana dibuat santai, dan hal terpenting
guru harus membuat kesimpulan bersama siswa (tidak dalam kondisi
terlalu formal). Karakter apa saja yang diperankan para tokoh protagonis
maupun antagonis yang dapat ditiru dan tidak boleh ditiru siswa atau harus
dihindari.
2) Metode diskusi dan berbagai varian
Dalam pembelajaran umumnya diskusi terdiri dari dua macam,
29
umumnya dipimpin guru, bentuk diskusi ini tepat bagi siswa kelas tinggi.
Sedangkan diskusi kelompok, berupa kelompok kecil yang anggotanya
terdiri dari 2-6 orang, atau kelompok yang lebih besar. Pada akhir diskusi
guru mempersilahkan setiap kelompok untuk memaparkan hasil
diskusinya dalam waktu tertentu, memberi tanya jawab dengan
kelompok lain, dan pada akhirnya guru membuat penekanan terhadap
hal-hal yang penting tentang masalah yang sudah dipecahkan,
menambahi hal-hal yang luput dari diskusi, dan membuat kesimpulan
akhir bersama siswa. Ada beberapa metode diskusi kelompok yang dapat
diterapkan dalam pendidikan karakter, antara lain adalah buzz group,
panel dan diskusi panel, kelompok sindikat, curah pendapat, serta model
mangkuk ikan atau model akuarium.
3) Metode simulasi (Bermain Peran/Role Playing dan Sosiodrama)
Dalam pembelajaran suatu simulasi dilakukan dengan tujuan agar
peserta didik memperoleh keterampilan tertentu, pemahaman suatu
konsep atau prinsip, serta bertujuan untuk memecahkan suatu masalah
yang relevan dengan pendidikan karakter. Langkah-langkah permainan
simulasi umumnya terdiri dari.
a) Penentuan tema dan tujuan permainan simulasi.
b)Menentukan bentuk simulasi berupa bermain peran, psikodrama, atau
sosiodrama.
30
d)Kemudian guru menunjuk siapa berperan menjadi apa atau sebagai
siapa.
e) Guru memberi waktu kepada para pemeran untuk mempersiapkan
diri, untuk meminta keterangan kepada guru jika kurang jelas tentang
perannya.
f) Melaksanakan simulasi pada waktu dan tempat yang telah ditentukan.
g)Guru dapat memberi saran perbaikan dan nasihat yang berharga bagi
siswa selama permainan berlangsung.
4) Metode pembelajaran kooperatif
Pada implementasi metode kooperatif ini dianggap paling efektif,
karena pada pelaksanaannya saja sudah mengembangkan nilai karakter.
Nilai-nilai tersebut antara lain adalah kerja sama, mandiri, terbuka,
tenggang rasa, menghargai pendapat orang lain, berani berpendapat,
santun berbicara, analitis, kritis, logis, kreatif, dan dinamis. Mata pelajaran
apa saja jika menerapkan metode ini sudah mengimplentasikan pendidikan
karakter. Pada umumnya dalam implementasi metode pembelajaran
kooperatif para siswa saling berbagi (sharing), sebagai berikut:
a) Siswa bekerja sama tentang suatu tugas bersama, atau kegiatan
pembelajaran yang akan tertangani dengan baik melalui karya suatu
kerja kelompok.
b)Siswa bekerja sama dalam suatu kelompok heterogen yang terdiri dari
31
c) Siswa bekerja sama, berperilaku pro-sosial untuk menyelesaikan tugas
bersama atau kegiatan pembelajaran.
d)Siswa saling bergantung secara positif, aktivitas pembelajaran
terstruktur membuat siswa saling membutuhkan satu sama lain untuk
menyelesaikan tugas bersama.
e) Setiap siswa bertanggung jawab secara individu terhadap tugas yang
menjadi bagiannya.
5)Metode siswa aktif
Metode siswa aktif menekankan pada proses yang melibatkan anak
sejak awal pelajaran. Guru memberikan pokok bahasan dan anak dalam
kelompok mencari dan mengembangkan proses selanjutnya. Anak
melakukan pengamatan, pembahasan, analisis sampa pada proses
penyimpulan atas kegiatan mereka.
6)Metode penjernihan nilai
Metode ini dilakukan dengan dialog aktif dalam bentuk sharing
atau diskusi mendalam dan intensif sebagai pendampingan agar anak tidak
mengalami pembelokan nilai hidup. Peserta didik diajak untuk secara
kritis melihat nilai-nilai hidup yang ada dalam masyarakat dan bersikap
terhadap situasi tersebut. Penjernihan nilai dalam kehidupan amat penting,
sebab apabila kontradiksi atau bias tentang nilai dibiarkan dan seolah
dibenarkan maka akan terjadi kekacauan pandangan dalam hidup bersama.
Banyaknya metode-metode yang digunakan dalam pendidikan
32
yang penting nilai-nilai karakter yang ditanamkan dapat disampaikan
sesuai dengan tujuan pembelajaran.
c. Pengintegrasian dalam Budaya Sekolah
Kemendiknas mengemukakan bahwa pada tataran sekolah, kriteria
pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah yaitu
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan
nilai-nilai tersebut (Jamal Ma’mur Asmani, 2012: 55-56).
Doni Koeoema menyatakan bahwa desain pendidikan karakter berbasis cultur
sekolah mencoba membangun kultur sekolah yang mampu membentuk
karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu
terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa (Masnur Muslich, 2011: 91).
Marijan (2012: 257-258) menyebutkan bahwa sekolah hendaknya
membangun budaya berkarakter dengan strategi sebagai berikut:
1) Menyusun program praktik pendidikan karakter di sekolah sebagai perilaku yang dibiasakan
2) Memberikan ruang dan kesempatan kepada warga sekolah untuk mengekspresikan perilaku-perilaku yang berkarakter baik
3) Guru tak henti-hentinya memberikan motivasi untuk mengembangkan karakter yang baik, motivasi mencintai karakter baik dan motivasi melakukan aksi berkarakter baik
4) Memperkuat kondisi sebagai wahana terlaksananya praktik pembiasaan bertindak sebagaimana karakter yang diharapkan dengan mmenerapkan reward dan sanksi yang tegas
5) Kepala sekolah, guru dan segenap tenaga kependidikan senantiasa memberikan tauladan sebagai kiblat peserta didik dalam bertindak pada rel pendidikan karakter.
Agus Wibowo (2012: 93) menyatakan bahwa cultur atau budaya sekolah
33
warga sekolah yang tercermin dalam semangat, perilaku, maupun simbol serta
slogan khas identitas mereka.
Pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter dalam budaya sekolah
mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor,
tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan
menggunakan fasilitas sekolah.
1)Kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang
dirancang sedemikian rupa. Setiap kegiatan belajar mengembangkan
kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2)Sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang di ikuti seluruh peserta
didik, guru, kepala sekolah, dan tenaga administrasi di sekolah itu,
dirancang sekolah sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam
Kalender Akademik dan yang dilakukan sehari-hari sebagai bagian dari
budaya sekolah.
3)Luar Sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang
diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah sejak
awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik.
Dengan demikian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
pengintegrasian nilai-nilai karakter di sekolah dapat dilakukan dalam
program pengembangan diri, mata pelajaran, dan budaya sekolah. Bentuk
pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam program pengembangan diri
34
pengkondisian. Selanjutnya, pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam
budaya sekolah meliputi kegiatan kelas, sekolah, dan luar sekolah.
F. Penelitian yang relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Utomo (2012) dari program studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, dengan judul “Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Mata pelajaran IPA SD N Wates Tahun Ajaran 2012.
Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa langkah yang di tempuh
dalam implementasi pendidikan karakter meliputi, perencanaan, pelaksanaan,
dan penilaian. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan menyisipkan
nilai-nilai karakter dalam kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup yang
bertujuan mengembangkan karakter siswa.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sike Mart Riskatd tahun 2012
mengenai Implementasi Pendidikan Karakter di SD Negeri Kraton
Yogyakarta menyebutkan bahwa pembinaan karakter seharusnya termasuk
dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh
peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Begitu pentingnya sebuah karakter sebagai tujuan pendidikan nasional,
maka institusi pendidikan memiliki tanggung jawab besar untuk
menanamkannya melalui proses pembelajaran, terutama dalam pendidikan
sekolah dasar. Penguatan pendidikan karakter dalam konteks saat ini begitu
relevan dengan upaya mengatasi krisis moral yang terjadi di negara kita saat
ini. Perlu diketahui bahwa adanya krisis yang nyata dan mengkhawatirkan
35
Krisis itu antara lain berupa terjadi peningkatan pergaulan bebas, maraknya
angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, kebiasaan
menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, perkosaan dan masih
banyak lagi masalah-masalah sosial yang terjadi saat ini belum dapat diatasi
secara tuntas. Perilaku pelajar kita juga diwarnai dengan gemar menyontek
ataupun menjiplak tugas lain (plagiat), kekerasan terhadap siswa lainnya, dan
tawuran. Akibat yang ditimbulkannya cukup serius dan tidak dianggap
sebagai persoalan yang sederhana bahkan hal ini sudah masuk dalam ranah
kriminal.
Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh Ratna Nurhidaya pada
tahun 2011 mengenai pelaksanaan Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar
Muhamadiyah Prambanan Sleman Yogyakarta menyebutkan bahwa
pelaksanaan pendidikan karakter di SD tersebut sudah terlaksana tetapi masih
mengalami hambatan yang cukup sulit untuk diatasi yaitu lingkungan
masyarakat dan keluarga kurang baik dan komunikasi orang tua dengan pihak
sekolah kurang lancar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan
pendidikan karakter perlu adanya komponen-komponen yang berperan dalam
pendidikan karakter sebagai berikut: Kepala sekolah, guru, karyawan, orang
tua siswa, dan siswa. Semua komponen ini harus bekerja sama dalam
36 G. Kerangka Pikir
Pendidikan karakter adalah suatu usaha yang menyeluruh agar
orang-orang memahami, peduli, dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai etika dasar
dengan demikian, objek dari pendidikan karakter adalah nilai. Nilai-nilai
yang ditanamkan dalam mata pelajaran dapat merubah siswa kearah yang
lebih baik, misalnya dalam penampilan/berpakaian,bertutur kata, disiplin dan
berperilaku baik. Sekolah merupakan tempat untuk mendapatkan pendidikan
secara formal yang memiliki peran dan tanggungjawab dalam menghasilkan
generasi muda berkarakter, bermoral dan bersikap baik. Generasi tersebut
diharapkan dapat memperbaiki kondisi bangsa saat ini. Salah satu solusi
untuk melahirkan generasi muda tersebut melalui penerapan nilai-nilai
karakter di sekolah. Nilai karakter tersebut salah satunya nilai disiplin.
Disiplin merupakan tindakan seseorang yang taat , tertib, dan patuh pada
peraturan atau tata tertib yang ada dilingkungan sosial tertentu. Pencapaian
tujuan tersebut tidak luput dari beberapa kegiatan. Oleh karena itu, diperlukan
upaya untuk membangun karakter siswa agar memiliki watak, sikap, perilaku
dan menghormati nilai-nilai luhur serta dapat merealisasikannya didalam
kehidupan sehari-hari. Meskipun terdapat sekolah yang sudah menerapkan
pendidikan karakter, namun perlu diketahui lebih rinci mengenai pentingnya
pendidikan karakter di sekolah dasar. Hal ini diharapkan dapat menjadikan
siswa berperilaku baik terhadap guru, orangtua dan teman. Setelah
mengetahui pentingnya pendidikan karakter di sekolah dasar, diharapkan
37
membangun pendidikan karakter. Terutama upaya yang dilakukan oleh guru
kelas guna menerapkan pendidikan karakter diusia dini dan lingkungan yang
mendukung untuk menanamkan nilai karakter kepada siswa dapat
memberikan dampak positif terhadap siswa tersebut.
H. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dapat diajukan pertanyaan
penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana pemahaman kepala sekolah dan guru tentang arti pendidikan
karakter?
2. Bagaimana pemahaman kepala sekolah dan guru tentang metode
pendidikan karakter?
3. Apa nilai karakter yang dikembangkan di SD Negeri Gedongkiwo
38 BAB III
METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian
Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif karena
menyajikan data yang berupa kata-kata. Sebagaimana pengertian penelitian
kualitatif yang didefinisikan oleh Moleong (2007: 6) berikut ini: “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”.
B. Jenis Penelitian
Bogdan dan Biklen mengemukakan bahwa ada beberapa istilah yang
digunakan untuk penelitian kualitatif, yaitu penelitian atau inkuiri naturalistik
atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik, perspektif ke dalam,
etnometodologi, the Chicago School, fenomenologis, studi kasus,
interpretative, ekologis, dan deskriptif (Moleong, 2007: 3). Apabila di lihat
dari permasalahan yang diteliti, penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian di mana pengumpulan
data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan
dengan keadaan dan kejadian sekarang, melaporkan keadaan objek atau
39
Tujuan utama dilakukannya penelitian deskriptif adalah
menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek
yang diteliti secara tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
suatu keadaan, melukiskan dan menggambarkan pendidikan karakter di SD
Negeri Gedongkiwo Yogyakarta. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 18 Oktober sampai 9 November 2016
di SD Negeri Gedongkiwo Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta.
Sekolah tersebut merupakan SD yang mempunyai karakteristik dalam
merintis pendidikan karakter bangsa yang mempunai visioner baik dan
pengembangan kualitas sekolah yang maju dalam mengembangkan
pendidikan karakter.
D. Penentuan Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian
Adapun kriteria yang dijadikan tolak ukur untuk menjadi seorang
informan oleh peneliti adalah:
a. Seseorang yang berperan sebagai kepala sekolah SD Negeri
Gedongkiwo Yogyakarta
b. Orang yang bersangkutan dalam mendidik siswa di SD Negeri
Gedongkiwo Yogyakarta
c. Siswa yang berada dan belajar di SD Negeri Gedongkiwo
40
Adapun informan yang dijadikan subjek penelitian sebagai berikut:
kepala sekolah SD Negeri Gedongkiwo, guru SD Negeri Gedongkiwo
sebanyak 11 orang , dan siswa SD Negeri Gedongkiwo sebanyak 8 orang,
SD yang dalam proses pembelajarannya masih dilakukan oleh guru kelas,
hanya mata pelajaran tertentu seperti bahasa Inggris, komputer, agama,
penjaskes, dan tari yang diampu oleh guru bidang studi.
2. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah Implementasi Pendidikan Karakter
di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta.
E.Sumber Data
Suharsimi Arikunto (2010: 172) menyatakan bahwa sumber data dalam
penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Data yang diperoleh
adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Adapun sumber data
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer merupakan sumber-sumber dasar yang merupakan bukti atau
saksi utama (Moh Nazir, 2005: 50). Adapun sumber data primer dalam
penelitian ini didapatkan melalui kata dan tindakan yang diperoleh peneliti
dengan melakukan pengamatan dan wawancara terhadap pihak-pihak terkait
yang meliputi kepala sekolah, guru, dan siswa berkaitan dengan implementasi
41 2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk mendukung
pembahasan-pembahasan yang ada dalam penelitian ini. Adapun data
sekunder meliputi dokumen-dokumen yang berupa rencana kerja sekolah,
program sekolah, kurikulum sekolah, silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran, papan slogan dan foto yang berkaitan dengan pendidikan
karakter di SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta.
F. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, data kualitatif
yaitu data yang disajikan dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka.
Yang termasuk data kualoitatif dalam penelitian ini yaitu gambaran objek
penelitian, meliputi: sejarah singkat berdirinya, letak geografis objek, visi dan
misi, struktur organisasi, keadaan guru, keadaan siswa, keadaan sarana,
prasarana dan standar penilaian.
G. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data. Menurut Sugiyono (2009: 224-225) teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah pengu