• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

28

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran umum peneltian

Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri merupakan sekolah yang terdiri dari Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Pertama. Sekolah Luar Biasa (SLB) didirikan khusus untuk anak yang berkebutuhan khusus. Di SLB ini ada berbagai anak yang mengalami berkebutuhan khusus mulai dari cacat mental sampai cacat fisik. Penelitian dilakukan berawal dari keinginan peneliti untuk mengetahui bagaimana koping pada ibu yang memiliki anak tunagrahita mengingat adanya dampak pada orang tua yang memiliki anak tunagrahita.

Penelitian ini di mulai dengan mendapatkan ijin dari kepala sekolah SLB Negeri pada 27 April 2016, peneliti kemudian menghubungi responden dan mulai melakukan penelitian sejak 28 April 2016. Dalam penelitian ini ada beberapa kendala yang di alami yaitu awalnya ada responden yang tidak bersedia karena malu, sehingga peneliti harus mencari penggantinya. Proses wawancara dilakukan berdasarkan guide line atau panduan pertanyaan wawancara yang sudah disiapkan

(2)

peneliti. Tapi yang ditanyakan tidak berurutan sesuai dengan susunan pertanyaan peneliti sebelumnya, karena saat wawancara berlangsung peneliti mengembangkannya sehingga proses wawancara lebih santai dan bisa mendapatkan informasi sesuai yang peneliti harapkan. Selama wawancara berlangsung peneliti merekam semua pembicaraan antara responden dan peneliti yang dianggap penting dan mendukung hasil wawancara, dalam merekam ini awalnya ada responden yang tidak mau karena takut suara mereka disebarluaskan di media namun karena peneliti menjelaskan kalau hasil rekaman ini peneliti saja yang mendengarkan barulah mereka mau diwawancarai. 4.2. Gambaran umum responden

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada empat responden ibu yang memiliki anak tunagrahita. Secara umum identitas ke empat responden tersebut dapat ditunjukkan dalam tabel dibawah ini.

Tebel 4.1. Gambaran umum responden

R1 R2 R3 R4

Nama Ibu W Ibu H Ibu A Ibu K

Umur 26 43 32 43

Asal Salatiga Salatiga Salatiga Salatiga Agama Islam Islam Katolik Islam

(3)

a. Responden 1

Responden 1 merupakan ibu yang memiliki anak tunagrahita yang berasal dari Salatiga. Saat peneliti meminta (R1) untuk menjadi responden penelitian, R1 bersedia dan wawancara dilakasanakan pada tanggal 28 April 2016 pukul 08.00 – 10.15 di SLB Negeri Salatiga. Wawancara dimulai dengan peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian tersebut dan wawancara dilakukan sekitar 2 jam lebih. Responden 1 adalah anak ke 3 dari 3 bersaudara. R1 mengatakan anaknya sudah ± 2 tahun sekolah di SLB Negeri Salatiga dan sekarang dan sekarang kelas 1 SD.

a. Responden 2

Responden 2 merupakan ibu yang memiliki anak tunagrahita yang berasal dari Salatiga. Saat peneliti meminta R2 untuk menjadi responden penelitian, R2 bersedia dan wawancara dilakasanakan pada tanggal 29 April 2016 pukul 08.15 – 10.40 di SLB Negeri Salatiga. Wawancara dimulai dengan peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian tersebut dan wawancara dilakukan sekitar 2 jam lebih. Responden 2 adalah anak ke 4 dari 7 bersaudara. R2 mengatakan anaknya sudah ± 4 tahun

(4)

sekolah di SLB Negeri Salatiga dan sekarang kelas 4 SD. Selain itu R2 dengan senang hati menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan peneliti

b. Responden 3

Responden 3 merupakan ibu yang memiliki anak tunagrahita yang berasal dari Salatiga. Saat peneliti meminta (R3 menjadi responden penelitian, R3 bersedia dan wawancara dilakasanakan pada 2 Mei 2016 pukul 08.00-10.45 di SLB Negeri Salatiga. Wawancara dimulai dengan peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian tersebut dan wawancara dilakukan sekitar ± 3 jam. Responden 1 adalah anak dari ke 3 dari 4 bersaudara. R3 mengatakan anaknya sudah 3 tahun sekolah di SLB Negeri Salatiga dan sekarang kelas 2 SD, selama proses wawancara berlangsung R3 agak malu dalam menjawab pertanyaan.

c. Responden 4

Responden 4 merupakan ibu yang memiliki anak tunagrahita yang berasal dari Salatiga. Saat peneliti meminta (R4) untuk menjadi responden penelitian, R4 bersedia dan wawancara dilakasanakan pada tanggal 3 Mei 2016 pukul 08.10-10.40 di SLB Negeri Salatiga. Wawancara dimulai dengan peneliti menjelaskan tujuan

(5)

dari penelitian tersebut dan wawancara dilakukan sekitar 2 jam lebih. Responden 4 adalah anak dari ke 2 dari 4 bersaudara. R4 mengatakan anaknya sudah 1 tahun sekolah di SLB Negeri Salatiga.

4.3. Deskrispi Hasil penelitian 1. Bentuk problem focused coping

a. Usaha langsung (confrontive coping)

Pada aspek ini hasil penelitian didapatkan bahwa semua ibu yang memiliki anak tunagrahita melakukan suatu bentuk usaha secara langsung, ketika anaknya mulai menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini bentuk usaha secara langsung yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi yaitu responden melakukan usaha dengan cara membawa anaknya ke dokter, terapi di rumah sakit, ada juga salah satu responden juga melakukan dengan cara pengobatan alternatif lainnya misalnya ke tukang pijat saraf, tindakan seperti ini di lakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi secara langsung. Berikut ini pernyataan ini responden yang menggunakan usaha langsung dengan melakukan pengobatan medis

“...Saya langsung mencari informasi dengan pergi ke dokter” 16-17 (R1)

(6)

“...Saat saya tahu anak saya mengalami masalah, saya langsung mencari informasi dengan pergi kedokter, terapi atau hal lainnya” 14-16 (R2) Sementara itu salah satu responden lainnya mengatakan bahwa bentuk usaha langsung yang dilakukan selain pergi ke dokter juga dilakukan dengan cara terapi. Berikut pernyataan responden yang mengatakan usaha langsung langsung yang dilakukan dengan cara terapi:

“...Setiap dia kejang saya langsung bawa periksa kedokter” 18-19” (R3)

Selain itu ada salah satu responden yang juga mengatakan bahwa usaha langsung lainnya yang dilakukan yaitu dengan cara pergi ke tukang pijat saraf. Berikut pernyataan responden yang mengatakan usaha langsung yang dilakukan dengan cara pergi ke tukang pijat:

“...dari umur 7 bulan dia sering kejang saya langsung bawa dia ke tukang pijat syaraf, dokter dan terapi” 24-25, 104 (R4)

b. Mencari dukungan sosial (seeking social emotional support)

Dalam aspek ini hasil penelitian didapatkan bahwa semua responden melakukan usaha pencarian informasi dalam bentuk dukungan sosial yang coba dilakukan oleh responden terhadap masalah yang

(7)

dihadapi, hal in responden lakukan dengan cara bertanya kepada ibunya, saudaranya, teman, dan lingkungan sekitar. Pencarian dukungan sosial yang dilakukan responden yaitu baik internal maupun eksternal. Beberapa responden lainnya dalam penelitian ini cenderung mencari dukungan sosial untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari keluarga atau orang sekitar responden. Ibu merasakan kenyamanan ketika ibu menceritakan masalah yang ada dan mendapatkan dukungan yang diberikan seseorang sehingga ibu merasa tenang dari situasi yang membuatnya merasa sedih saat menghadapi masalah tersebut. Berikut ini pernyataan responden sebagai pencarian dukungan sosial :

“...Saya minta pendapat suami juga untuk jalan keluarnya, neneknya,kakeknya, dan tetangga-tetangga juga kadang bantu” 58-61 (R1)

“...saya minta bantuan suami, atau dukungan dari nenek sama kakeknya, adek kandung saya juga” 67-70) (R3).

“...Bapak sama neneknya dan saudara lainnya juga membantu” 72, 79-80 (R4)

Sementara itu responden 2 mengungkapkan pencarian dukungan eksternal didapatkan dari teman dengan cara berbagi cerita untuk memperoleh solusi terhadap masalah yang dihadapi. Berikut ini pernyataan responden dalam melakukan usaha mencari dukungan:

(8)

“...saya perkenalkan sama teman-teman saya, dengan begitu teman-teman saya tahu keadaan anak saya dan saya bisa punya teman untuk bercerita siapa tahu ada solusi yang bisa mereka berikan , walaupun tidak semua bisa menerima dengan baik tapi saya cuek saja mbak” R2 84-86) (R2)

c. Perencanaan pemecahan masalah (plan problem solving)

Pada aspek ini didapatkan hasil penelitian bahwa semua responden melakukan perencanaan untuk memecahkan yang dihadapi. responden 1 dan 2 melakukan dengan cara merawat anak mereka secara hati-hati sedangkan responden 3 dan 4 melakukan dengan cara mengajarkannya dirumah dan saat ini ke empat responden tersebut menyekolahkan anaknya di sekolah luar biasa (SLB) Negeri Salatiga. Berikut ini pernyataan responden dalam merawat anak secara hati-hati

“...ya sabar gitu mbak, saya merawatnya seperti anak yang lain cuma kalau yang ini harus harus diawasi selama 24 jam, kalau main juga harus diawasi” 38-39 (R1)

“...Iya solusinya saya mencoba untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan saya” 94-95 (R2)

Sementara itu dua responden lainnya mengatakan bahwa perencanaan masalah yang dilakukan yaitu dengan cara mengajarkan dirumah membaca dan

(9)

menulis. Berikut pernyataan responden dalam mengajarkan anaknya dirumah.

“...dulu awalnya kan dia lambat dalam segala hal, usaha yang sudah saya lakukan hingga ini yaitu mengajarnya membaca dan menulis dirumah serta aktivitas lainnya lagi biar dia bisa mengerti “63-64 (R3)

“...saya mengajarkannya nulis dan baca serta memberikan perhatian yang lebih” 104 (R4)

Selain melakukan usaha dalam merawat anak dengan mengajarkannya di rumah saat ini semua responden 1 sampai 4 juga melakukan usaha pemecahan masalah yaitu dengan cara menyekolahkannya di SLB Negeri Salatiga. Sebelumnya ada salah satu responden juga yang memasukkan anaknya di sekolah taman kanak-kanak umum yang normal, namun secara bertahap responden menyadari keterbatasan anaknya sehingga memasukkannya di sekolah luar biasa (SLB). Berikut pernyataan responden yang menyekolahkan anaknya di TK umum sebelum di SLB:

“...sebelum masuk sini kan dia sekolah di TK umum mbak, jadi kalau waktu bermain begitu dia sering sendirian sedangkan teman-temannya yang lain main bersama melihat hal seperti akhirnya saya memutuskan untuk memasukkan nya di SLB” 109-111 (R3)

2. Bentuk emotional focused coping

(10)

Pada aspek ini hasil penelitian didapatkan bahwa responden melakukan usaha terhadap keadaan yang dihadapi dengan cara mengembangkan pola pikir secara positif terhadap keadaan yang dihadapi. Dalam hal mengembangkan pola pikir secara positif responden mencoba untuk menggunakan pikiran yang penuh harapan dalam mengatasi permasalahan mengenai anaknya yang tunagrahita. Dalam mengembangkan pola pikir secara positif dilakukan adalah berharap anaknya ada perubahan dalam perkembangan kognitifnya selama sekolah di SLB. Pikiran-pikiran yang penuh harapan tersebut seperti berharap anak mereka bisa menulis, membaca dan hidup normal seperti anal lain pada umumnya. Berikut pernyataan responden dalam melakukan usaha dengan cara membuat harapan positif tehadap keadaan yang mereka hadapi:

“...harapan saya ke depannya anak saya bisa mandiri mbak, dia bisa nulis dan baca itu saya sudah bersyukur mbak” R3 131-132)

“...Saya harus bepikir optimis terus mbak kedepannya anak saya pasti bisa normal seperti orang lain” 106 (R4)

Salah satu responden lainnya juga mengatakan bahwa dia berharap jika ada perubahan selama anaknya sekolah di SLB maka anaknya akan dipindahkan ke

(11)

sekolah umum seperti anak normal lainnya. Berikut pernyataan responden:

“...kalau ada perubahan saya pindahkan mbak jadi tergantung perkembangan anaknya bagaimana 169-170 (R1)

Selain berharap bisa membaca dan menulis salah satu responden juga berharap jika nanti anaknya bisa menikah seperti orang lain pada umumnya. Berikut pernyataan responden dalam melakukan usahal langsung dengan cara berharap hal postif:

“...harus berpikir positif, ke depannya kan kita tidak tahu nasibnya dia bagaimana, siapa tahu dia juga bisa nikah seperti orang lain kan kita tidak tahu mbak. Yang penting saya harus punya rencana dari sekarang untuk masa depannya mbak” 175-177 (R2)

b. Menghindar (escape avoidance)

Pada aspek ini hasil penelitian didapatkan bahwa semua responden kadang, sering atau pernah melakukan usaha untuk menghindar dari memikirkan terkait dengan anak berkebutuhan khsusus. Hal ini dilakukan dengan cara mengalihkan pikiran itu pada aktivitas fisik sehari-hari untuk menghindari memikirkan masalah yang dihadapi baik di luar maupun di dalam rumah seperti yang dilakukan sebagian responden dengan cara memasak, sebagian responden juga melakukan aktivitas dengan berjualan di rumah, sebagian juga dilakukan dengan sering berkomunikasi

(12)

dengan orang lain, meskipun salah satu responden melakukan dengan cara berdoa untuk meghindari memikirkan masalah yang dihadapi. Berikut ini pernyatan responden dalam usaha melakukan yang dilakukan untuk menghindari memikirkan masalah yang dihadapi dengan cara melakukan banyak aktivitas di rumah:

“...saya orangnya suka melakukan banyak aktivitas mbak dengan begitu pikiran bisa teralihkan. Saya juga suka berkomunikasi sama orang, saya senang banyak omong dan cerita sama orang mbak (57-159 (R2)

“...saya mencoba untuk banyak melakukan aktivitas dirumah mbak yang penting pikiran saya bisa tenang, tapi yang paling utama saya lakukan berdoa mbak” 134-135 (R3).

Sementara itu dua responden lainnya mengatakan bahwa dirumah responden sambil berjualan, dengan begitu banyak aktivitas yang dilakukan responden. Berikut pernyataan responden dalam usaha menghindari memikirkan masalah yang dihadapi dengan cara berjualan dirumah:

“...Ya dirumah kan saya nunggu anaknya sambil jualan mbak, jadi banyak aktivitas yang saya lakukan” 155) (R1)

“...Saya melakukan aktivitas saja mbak, saya kan jualan di rumah mbak jadi banyak aktivitas yang bisa saya lakukan” 129-130 (R4)

(13)

Pada aspek ini hasil penelitian didapatkan bahwa responden mencoba untuk beradaptasi dengan masalah yang dihadapi dengan cara menggunakan pengontrolan diri agar keadaan yang dirasakan menjadi lebih tenang. Beradaptasi yang baik sebagian responden lakukan dengan cara mengontrol dirinya seperti berdoa dan bersyukur serta yakin kepada Tuhan bahwa anak adalah titpan yang harus dirawat. Berikut ini penyataan responden dalam usaha yang dilakukan untuk mengontrol perasaan dengan cara berdoa dan bersyukur: Saya sabar , sholat, banyak berdoa, memberi perhatian lebih” 135-137 (R1)

“...saya berusaha untuk tetap berpikir positif, berdoa dan berserah kepada Tuhan supaya rasa khawatir dan cemas saya bisa hilang” 108-110 (R2) Sementara itu salah satu responden juga mengatakan bahwa dalam mengontrol perasaannya dilakukan dengan cara percaya kalau bukan hanya dirinya sendiri yang mempunyai anak tunagrahita tapi diluar sana banyak orang lain yang mempunyai masalah yang sama seperti yang dialaminya. Berikut pernyataan responden dalam mengontrol perasaannya dengan cara percaya:

“...Iya berusaha sabar mbak, soalnya bukan saya sendiri yang punya anak bermasalah tapi banyak orang lain juga” 87-89 (R4)

(14)

Tidak hanya berdoa dan bersyukur usaha yang dilakukan responden untuk mengontrol perasaanya, pernyataan lain yang diungkapkan dari salah satu responden juga mengungkapkan yang dilakukan untuk mengontrol perasaanya dengan cara meyakini bahwa anak adalah titpan Tuhan yang harus harus disyukuri. Berikut pernyataan responden

“...merasa sedih ada, tapi saya menganggapnya rejeki saya sama suami, ya mungkin Tuhan juga menguji kesabaran saya” 25-27 (R3) d. Penerimaan tanggung jawab (accepting responbility).

Pada aspek ini didapatkan hasil penelitian bahwa tiga responden telah menerima meskipun ada salah satu responden yang merasa kadang tidak menerima keadaan anaknya. Beberapa responden melakukan usaha untuk mengontrol emosinya dengan cara menyadari tanggung jawab sebagai seorang ibu yang memiliki anak tunagrahita dan mencoba menerima keadaan yang terjadi meliputi menyadari bahwa anak adalah bagaian yang harus dijaga dan dirawat, pasrah dan mencoba menjalani apa adanya, mencoba bersabar serta yakin bahwa anak adalah titipan Tuhan. Berikut ini penyataan responden dalam melakukan usaha untuk mengontrol

(15)

emosinya dengan cara menerima dan menyadari tanggung jawab sebagai seorang ibu:

“...Kalau sekarang saya menerima dengan sepenuh hati mbak” 151-153 (R1)

“...saya mencoba menerima dengan sepenuh hati mbak, alhamdullilah saya mampu sabar dan mampu menerimanya” 35-38 (R2)

“...Saya menerima dengan sepenuh hati mbak, pasrahkan diri kepada Tuhan, berdoa terus semua pasti ada jalan keluarnya” 133-134 (R4)

Meskipun ada salah satu responden yang mengatakan bahwa ia kadang menerima dan kadang tidak menerima keadaan yang menimpa anaknya. Berikut pernyataan responden:

“...kadang saya menerima dengan sepenuh hati mbak, kadang juga tidak menerima keadaan anak saya seperti ini, tapi mungkin ini sudah rencananya Tuhan biar saya lebih banyak sabar mbak” 141-142 (R3)

e. Penilaian positif (positive reappraisal)

Pada aspek ini didapatkan hasil penelitian bahwa melakukan usaha terhadap masalah yang dihadapi dengan cara mencari arti positif dari keadaan yang dihadapi, dengan mengambil pelajaran dari masalah yang dihadapi. Dalam hal ini usaha yang dilakukan responden berkaitan dengan hal-hal yang religius misalnya dengan cara berdoa atau ibadah responden bisa merasakan ketenangan dalam menghadapi masalahnya. Hal ini dibuktikan dengan setelah berdoa

(16)

dan beribadah sebagai cara untuk melakukan pemaknaan yang positif terhadap masalah yang dihadapi. Berikut ini pernyataan responden dalam berdoa, beribadah dan bersyukur:

“...Hidup kita harus bersyukur mbak,yang seperti ini bukan hanya kita sendiri bahkan ada yang lebih tidak beruntung lagi dari kita, saya sudah bersyukur punya anak seperti ini” 178-179 (R1)

“...ibadah itu jalan paling terbaik dan paling utama buat saya mbak, dengan kita lebih mendekatkan diri kepada Tuhan masalah kita akan ada jalan keluarnya mbak, apalagi kalau saya jadi hamba yang lebih dekat dan penurut” 138-140 (R2)

Selain berdoa, beribadah dan bersyukur dua responden lainnya mengatakan bahwa mereka mendapatkan makna atau arti positif dari masalah yang mereka dihadapi. Berikut pernyataan responden dalam memaknai keadaan keadaan yang dihadapi:

“...Makna yang bisa saya dapat yaitu mbak mungkin kesabaran saya sedang di uji” 145 (R3).

“...Maknanya kita tidak boleh meremahkan seseorang mbak, anak-anak yang seperti ini kan pasti punya kelebihan sendiri. kita sebagai orang tua harus mendukung dan menerimanya, jangan sendiri” 136-139 (R4)

4.4. Data pendukung observasi 1. Observasi responden 1

Observasi dilakukan tanggal 28 April 2016 di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Salatiga. Reponden 1 adalah seorang ibu yang berumur 26 tahun dan mempunyai 1

(17)

orang anak dengan latar pendidikan lulusan SMA. Peneliti melakukan wawancara dengan responden di SLB Negeri Salatiga. Pada awal perkenalan responden menunjukkan sikap yang ramah dan agak malu pada saat peneliti memperkenalkan diri. Selama wawancara berlangsung responden sering menundukkan kepala dan wajah tampak sedih pada saat menceritakan keadaan anaknya. Namun sesekali juga responden tersenyum dan ketawa ketika peneliti bercerita tentang hal lain diluar topik penelitian.

Dari awal wawancara hingga selesai sikap responden menunjukkan apa yang responden katakan benar, hal ini terlihat pada saat responden menemani anaknya ketika jam istirahat di depan umum responden tidak menunjukkan perasaan malu memeluk anaknya yang tunagrahita. Responden tampak menyayangi anaknya dan memperlakukannya dengan sabar, pada saat wawancara berlangsung responden 1 juga tidak terlalu menunjukkan perasaan malu ketika menceritakan keadaan anaknya.

Observasi hari selanjutnya dilakukan tanggal 29 April 2016 pada saat wawancara dengan reponden ke 2 peneliti memperhatikan sikap responden karena tempat

(18)

peneltian satu tempat responden lainnya hal ini memudahkan peneliti melakukan obervasi. Saat wawancara selesai peneliti mulai memperhatikan responden selama jam istirahat ibu W terlihat sibuk membantu anaknya jajan dan ibu W terlihat sangat memperhatikan anaknya hal ini sama dengan yang di lakukan ibu W pada hari pertama observasi.

2. Observasi responden 2

Observasi dilakukan dari hari pertama wawancara tanggal 29 April 2016, reponden 2 adalah seorang ibu berumur 43 tahun yang berinisial ibu H dengan latar belakang lulusan SMA dan mempunyai 2 orang anak dan anak yang tunagrahita anak yang nomor 2. Dari awal pekenalan sampai proses wawancara ibu H adalah orang yang sangat ramah dan ceria, selama proses wawancara ibu H sering tertawa sehingga wawancara berlangsung dengan baik. Pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan peneliti dijawab dengan senang hati oleh ibu H, ibu H juga mengatakan kalau dulu pernah kuliah jurusan hukum di salah satu universitas di Semarang tapi sayang tidak sempat selesai karena masalah pribadi, jadi selama wawancara ibu H terbuka dengan apa yang dialaminya.

(19)

Ibu H juga sangat menyayangi anaknya hal ini terlihat saat ibu H menemani anaknya jajan ketika jam istirahat dan selama berksekolah di SLB ibu H tidak pernah meninggalkan anaknya, ibu H juga terlihat sangat akrab dengan ibu-ibu yang lainnya hal ini menunjukkan ibu H adalah orang yang mudah beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya bahkan ibu H juga tidak segan meminta ibu yang lain untuk membantunya. Observasi hari selanjutnya di lakukan ketika peneliti datang melakukan wawancara lagi dengan responden ke 3 pada tanggal 2 Mei 2016, sebelum melakukan wawancara dengan responden ke 3 penelti sempat bercerita dengan ibu H dan sambil memperhatikan anaknya, ibu H dengan senang hati menyapa orang sekitarnya bahkan ibu H juga sempat mengajak peneliti mengunjungi rumahnya hal ini terlihat sekali bahwa apa yang dikatakan responden pada saat wawancara benar-benar dilakukan.

3. Obervasi responden 3

Observasi dilakukan pada saat hari pertama wawancara tanggal 2 Mei 2016, responden 3 adalah seorang ibu berumur 32 tahun yang berinisial ibu A dengan latar pendidikan lulusan SMA dan mempunyai 2

(20)

orang anak dan anak yang tunagrahita anak yang nomor 1. Pada awal perkenalan ibu A tampak takut dan malu tapi setelah peneliti menjelaskan tujuan wawancara ibu A tampak menerima. Ibu A adalah orang yang tidak terbiasa becerita dengan orang yang baru dikenal jadi selama proses wawancara peneliti tidak langsung menanyakan ke inti pertanyaan agar ibu A bisa terbuka dan nyaman selama proses wawancara belangsung. Selama proses wawancara berlangsung ibu A menunjukkan perasaan sedih mempunyai anak tunagrahita, ibu A juga terlihat murung ketika menceritakan bagaimana masa depan anaknya nanti.

Dari pernyataan yang ditanyakan ada beberapa pertanyaan yang ibu A bingung cara menjawabnya, ibu A mengatakan susah mengatakan apa yang di rasakannya secara langsung. Ibu A menujukkan perasaan malu takut apa yang diceritkannya peneliti menceritakan lagi ke orang lain. Observasi selanjutnya dilakukan pada saat wawancara dengan responden ke 4 pada tanggal 3 Mei 2016 dilakukan setelah peneliti selesai wawancara dengan responden ke 4 peneliti langsung duduk di dekat responden dan menanyakan bagaimana perasaanya setelah di wawancara hari

(21)

kemaren, ibu A mengatakan merasa lega setelah menceritakan apa yang dirasakannya dan ibu A mengatakan bersyukur bisa wawancara sebelumnya karena ada hal positif yang didapatkan dari wawancara tersebut. Selama kami bercerita kurang lebih 15 menit ibu H menunjukkan perasaan senang.

4. Observasi responden 4

Observasi dilakukan pada hari pertama wawancara tanggal 3 mei, responden 4 adalah seorang ibu berumur 43 tahun yang berinisial ibu K dengan latar belakang lulusan SMA dan mempunyai 2 orang anak dan anak yang tunagrahita anak yang nomor 2. Pada awal pekenalan ibu K juga terlihat malu, tapi selama proses wawancara berlangsung ibu K menjawab semua pertanyaan yang ditanyakan peneliti dengan baik. Ibu K menunjukkan perasaan malu tapi juga menerima keadaan anaknya. Selama proses wawancara berlangsung sesekali ibu K juga sambil berbicara dengan ibu yang ada di dekatnya, ibu juga menjukkan sikap yang ramah terhadap orang di sekitarnya. Pada saat jam istirahat wawancara kami berhenti sebentar karena ibu K menemani anaknya jajan dan langsung

(22)

menyuapinya makan, ibu K terlihat begitu perhatian dengan anaknya.

4.5. Uji keabsahan data

1. Member chek responden 1

Member chek responden 1 dilakukan pada hari kamis 12 Mei 2016 pukul 09.00 di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Salatiga pada saat responden selesai menemani ankanya jajan, peneliti membawa hasil rekaman dan transkip wawancara yang telah dibuat dan didengarkan oleh peneliti. Peneliti memberikan transkip wawancara dan rekaman kepada responden supaya dilihat dan didengar langsung serta dikoreksi jika ada data yang dimasukkan tidak sesuai dengan pernyataan responden, setelah responden melihat transkip dan mendengarkan rekaman tersebut responden mengatakan bahwa data-data tersebut sudah sesuai dengan pernyataan responden.

2. Member chek responden 2

Member chek responden 2 dilakukan pada hari Senin 16 Mei 2016 pukul 10.00 Wib di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Salatiga, peneliti membawa hasil rekaman dan transkip wawancara yang telah dibuat oleh peneliti. Peneliti memberikan transkip wawancara dan

(23)

hasil rekaman tersebut kepada responden supaya dilihat dan didengar langsung serta dikoreksi jika ada data yang dimasukkan tidak sesuai dengan pernyataan responden, setelah responden melihat dan mendengarkan hasil rekaman tersebut responden mengatakan bahwa data-data tersebut sudah sesuai dengan pernyataan responden.

3. Member chek responden 3

Member chek responden 3 dilakukan pada hari Selasa 17 Mei 2016 pukul 08.30 Wib di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Salatiga sebelum jam istirahat pada saat responden bercerita dengan ibu-ibu yang disampingnya, peneliti meminta waktu responden sebentar. Peneliti membawa hasil rekaman dan transkip wawancara yang telah dibuat oleh peneliti, peneliti memberikan transkip wawancara dan rekaman kepada responden supaya dilihat dan didengar langsung serta dikoreksi jika ada data yang dimasukkan tidak sesuai dengan pernyataan responden , setelah responden melihat transkip wawancara dan mendengar hasil rekaman tersebut responden mengatakan bahwa data-data tersebut sudah sesuai dengan pernyataan responden.

(24)

4. Member chek responden 4

Member chek responden 2 dilakukan pada hari Rabu 18 Mei 2016 pukul 10.00 di Sekolah luar biasa (SLB) Negeri, peneliti membawa hasil rekaman dan transkip wawancara yang telah dibuat dan di dengarkan oleh peneliti. Peneliti memberikan hasil transkip wawancara dan rekaman kepada responden supaya di lihat dan dindengar langsung serta di koreksi jika ada data yang dimasukkan tidak sesuai dengan pernyataan responden, setelah responden melihat transkip dan mendengarkan rekaman tersebut responden mengatakan bahwa data-data tersebut sesuai dengan pernyataan responden.

4.6. Pembahasan

Dari hasil penelitian yang didapatkan ibu yang memiliki anak tunagrahita menggunakan strategi koping untuk mengatasi situasi yang menekan. Strategi koping tersebut ada dua yaitu yang berpusat pada masalah problem focused coping yaitu bentuk strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan cara mempelajari keterampilan-keterampilan yang baru, mencari dukungan sosial baik internal maupun eksternal serta melakukan bentuk usaha langsung dan yang berpusat pada

(25)

emosi yaitu emotional focused coping dilakukan responden dalam menghadapi keadaan anaknya.

Jenis strategi koping yang berpusat pada masalah (problem focused coping) digunakan saat pertama kali responden mengetahui anaknya punya masalah dalam pertumbuhannya. Keadaan anak yang mengalami tunagrahita tidak membuat responden menjadi putus asa tapi membuat responden bersikap tegar dengan kondisi yang terjadi pada anak mereka responden berusaha mencari informasi tentang bagaimana cara menangani anak tunagrahita. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Aisyah (2008) di Semarang tentang strategi koping pada orang tua yang memiliki cacat mental, koping yang digunakan orang tua adalah koping yang berorientasi pada tugas (task oriented) dengan tetap memberikan hak anak dengan memberikan pengobatan baik medis maupun non medis, memberikan pendidikan dan menyekolahkan anak, serta kasih sayang yang menjadi kebutuhan anak.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada empat responden didapatkan bahwa responden melakukan usaha langsung ketika mengetahui anaknya bermasalah pada pertumbuhan dan perkembangannya dengan cara membawa anaknya langsung ke dokter untuk melakukan pengobatan

(26)

medis, dan terapi. Dalam hal ini salah satu responden juga melakukan usaha secara langsung dengan melakukan pengobatan alternatif lainnya dengan cara ke tukang pijat syaraf. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa tindakan responden dalam melakukan usaha langsung dengan cara mencari pengobatan di berbagai tempat seperti ke dokter, ahli terapi dan pijat syaraf, pengobatan ini dilakukan responden untuk memperoleh kesembuhan anak. Hal ini ini juga terlihat pada saat peneliti melakukan observasi di sekolah ketika pulang sekolah salah satu responden langsung mengantar anaknya ke tukang pijat tradisional. Tindakan yang dilakukan oleh responden tersebut menurut Lazarus dan Folkman (dalam Rustiana, 2003) termasuk dalam problem focused coping bentuk confrontive coping yaitu tindakan individu yang diarahkan pada penyelesaian masalah secara langsung.

Selain melakukan usaha secara langsung dengan cara melakukan pengobatan medis, terapi dan pijat tradisional ke empat responden juga melakukan usaha dengan cara mencari dukungan sosial dan emosional dari keluarga, teman maupun orang di sekitar responden. Satu responden juga mengatakan bahwa usaha yang dilakukan yaitu dengan cara menceritakan masalah yang dihadapinya terhadap

(27)

teman-temannya agar bisa mendapatkan solusi ataupun saran terhadap masalah yang di hadapinya dengan cara seperti itu responden bisa mendapatkan kenyaman emosional. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pramadi & Lasmono (2003) yang menyatakan bahwa dukungan sosial yang terdiri dari informasi atau nasehat baik nasehat verbal maupun nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau yang didapat karena kehadiran orang-orang terdekat mempunyai efek emosional atau perilaku bagi individu.

Adanya dukungan sosial juga berdampak terhadap proses kesembuhan anak. Salah satu reponden mengatakan bahwa dukungan yang ia dapatkan dari keluarga yaitu berupa nasehat bahkan ada juga dalam bentuk tindakan langsung. Hal ini sejalan dengan pernyataan Tati (2004) yang menyatakan bahwa mengatasi masalah yang dihadapi dengan melakukan strategi koping dapat dibantu dengan adanya dukungan sosial.

Dari hasil penelitian yang didapatkan dari ke empat responden sumber dukungan sosial yang paling sering didapatkan berasal dari keluarga yaitu suami. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Houtson, 1991) yang menyatakan bahwa dukungan dari suami merupakan

(28)

faktor pendukung paling penting pada keluarga yang memiliki anak dengan keterbelakangan mental. Keluarga merupakan sumber dukungan yang paling utama karena keluarga merupakan orang yang terdekat dan selalu ada ketika individu membutuhkan pertolongan. Gove, dkk (1990) menyatakan bahwa dukungan sosial dapat memberikan kekuatan dan mengurangi kesulitan seseorang dalam menjalani kehidupannya.

Penelitian lain yang dilakukan Triana dan Andriani (2010) di Semarang tentang stres dan koping keluarga pada anak tunagrahita, didapatkan penggunaan koping dalam problem focused coping berupa mencari informasi dari orang lain, mencari dukungan sosial keluarga baik internal maupun eksternal, dan mencari pengobatan alternatif lainnya. Mempunyai anak tunagrahita atau cacat mental merupakan masalah tersendiri bagi orang tua terutama bagi seorang ibu, dimana seorang ibu akan membutuhkan dukungan untuk menghadapi masalah-masalah yang dihadapinya.

Selain itu responden juga melakukan dengan cara membuat perencanaan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi, dalam hal ini responden melakukan usaha dengan cara mengajarkannya di rumah serta menyekolahkan anaknya di SLB agar bisa memperolah pendidikan seperti

(29)

anak lainnya, salah satu responden mengatakan melakukan usaha dengan menyekolahkan anaknya di TK umum sebelumnya tapi karena kondisi anaknya tidak menyesuaikan dengan anak lainnya responden langsung menyekolahkan anaknya di sekolah anak berkebutuhan khusus, dan saat ini ke empat anak responden tersebut sekolah di SLB Negeri Salatiga. Hal ini sejalan dengan pernyataan Firdaus (2004) yang menyatakan perilaku koping yang positif dapat memberikan manfaat kepada seorang untuk dapat melanjutkan hidup dengan mempertahankan keseimbangan emosi, citra diri yang positif serta merencanakan kembali masa depan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Dalam menghadapi pandangan negatif dari lingkungan sekitar dan keadaan sang anak responden melakukan usaha untuk mengontrol diri dengan cara diam, sabar dan mencoba untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan anak. Menurut Stone dan Neale (dalam Indirawati, 2006) tindakan responden tersebut disebut dengan self controlling (pengendalian diri) yaitu individu akan menunjukkan dirinya dalam berusaha menguasai dan mengendalikan diri, khususnya dalam perasaan dan tindakan. Tiga responden mengatakan untuk mengontrol emosinya dalam menghadapi keadaan anaknya yaitu dengan cara bersabar, responden bersabar dengan cara

(30)

tidak mengeluh kepada Tuhan (Atok, 2007), sedangkan strategi lain yang yang digunakan untuk mengontrol emosinya yaitu dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan anaknya. Keempat responden mengatakan berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan anaknya dengan cara bersikap santai menghadapi dan mengikuti kemauan anak (Smet, 1994).

Salah satu responden juga mengatakan dalam mengontrol emosinya yaitu dengan cara berdoa membuat hati responden bisa tenang dalam menghadapi keadaan anaknya, hal ini sejalan dengan teori (Fitriani, 2000) yang mengatakan bahwa doa adalah salah satu cara untuk meminta pertolongan kepada Tuhan. Berdoa, bersabar, menyesuaikan diri dan berpikir positif serta yakin kepada Tuhan bahwa anak adalah titipan yang harus di rawat.

Selain mengontrol perasaan dan tindakannya dengan cara diam, sabar dan pasrah kepada Tuhan, ke empat responden juga melakukan strategi koping dengan cara menghindar. Usaha yang dilakukan untuk menghindar tersebut yaitu dengan cara melakukan aktivitas-aktvitas fisik di dalam maupun diluar rumah, jalan-jalan dan berpikir tenang seperti menganggap masalah yang dihadapi biasa-biasa saja. Pernyataan responden tersebut memiliki keterkaitan dengan

(31)

teori Lazarus dan Folkman (1984) yang menyatakan bahwa dalam mekanisme koping ibu yang memiliki anak tunagrahita akan melakukan suatu usaha untuk mengontrol perasaan emosional yang sangat menekan, dalam hal ini responden melakukan usaha dengan cara lain yang lebih menyenangkan dan menghindari masalah dengan makan, tidur ataupun aktivitas lainnya.

Dari hal tersebut peneliti mengungkapkan bahwa tindakan responden dalam mengalihkan pikiran terhadap masalah yang dihadapi merupakan jalan terbaik dikarenakan jika responden mengalami stres berkepanjangan hal tersebut akan berdampak terhadap kesehatan psikologis responden. Dari hal diatas dapat disimpulkan bahwa ketika seorang mengetahui dirinya punya masalah ia akan berusaha untuk menghindari pemikirannya terhadap masalah yang dihadapi.

Selain menghindari memikirkan masalah yang dihadapi dengan cara jalan-jalan atau melakukan aktivitas diluar maupun di dalam rumah keempat responden ini juga mengatakan bahwa masalah yang dihadapi tersebut bukan merupakan beban yang berat karena responden yakin anak mereka bisa disembuhkan. Hurlock (1974) mengatakan bahwa, jika Ibu menemukan sendiri harapannya disesuaikan dengan kemampuannya, dan bukan diarahkan oleh orang lain

(32)

dalam mencapai tujuannya dengan memiliki harapan yang realistiks, maka akan semakin besar tercapainya harapan itu. Oleh karena itu ada baiknya ketika responden memiliki harapan yang realistik sesuai dengan kemampuannya dan usaha yang dilakukan pada anak. Responden kedua mengatakan senang dan merasa nyaman menjalani hari-harinya bersama anaknya, tanggung jawabnya sebagai seorang ibu ia jalankan sebaik-baiknya dengan harapan anaknya bisa kembali normal seperti anak yang lain pada umumnya. Sama halnya dengan responden kedua, ketiga responden lain nya juga memiliki harapan yang positif pada situasi yang dihadapi. Harapannya agar anaknya kelak bisa normal seperti anak yang lainnya.

Didapatkan hasil penelitian bahwa responden 1, 2 dan 4 menerima keadaan anaknya dengan segala kekurangan yang dimiliki dengan sepenuh hati dan menyadari tanggung jawab sebagai seorang ibu. Menurut Sulastrini (2002), menyatakan bahwa salah satu bentuk penerimaan orang tua adalah toleransi terhadap kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh anaknya. Meskipun ada responden 3 yang kadang menerima dan kadang tidak menerima keadaan anaknya. Tiga responden mengatakan bersikap pasrah kepada Tuhan terhadap masalah yang menimpa anaknya dan

(33)

mengembalikan semua kepada Tuhan dan percaya kepada Tuhan bahwa anak adalah titipan yang harus dirawat dan dijaga, hal ini menurut (Safaria, 2005) yang menyatakan bahwa keluarga dengan anak tungrahita senantiasa pasrah terhadap ketentuan Tuhan.

Ke empat responden juga mengatakan keadaan yang terjadi pada anaknya merupakan tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan baik, hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Anita, 2009). Responden mengatakan bahwa apa yang menimpa anak mereka merupakan rencana Tuhan dalam hidup mereka dan mereka percaya bahwa apa yang terjadi terhadap anak mereka pasti akan ada jalan keluarnya. Dengan menerima keadaan yang terjadinya pada anaknya responden juga sambil berusaha memikirkan jalan keluarnya. Responden kedua mengatakan bahwa ia rela meninggalkan hobinya demi merawat anaknya, sama halnya responden ke empat juga mengatakan bahwa tidak semua orang atau ibu yang bisa menerima keadaan anak seperti itu, tapi ia bersyukur dari awal mengetahui anaknya punya masalah responden bisa menerima hal itu.

Selain menerima keadaan anaknya dan menyadari tanggung jawabnya sebagai seorang ibu yang memiliki anak tunagrahita keempat responden juga berusaha mencari

(34)

berusaha jalan keluanya dengan cara berdoa kepada Tuhan agar diberi kekuatan terhadap masalah yang mereka hadapi. Tiga responden mengatakan responden bahwa apa yang terjadi pada anaknya merupakan ujian dan cobaan hidup yang harus dihadapi, hal ini sejalan dengan pernyataan (Alex, 2009) yang menyatakan bahwa ujian adalah sebuah keharusan dalam kehidupan yang diberikan kepada setiap manusia dan sesuai dengan kemampuan manusia itu sendiri. Dua responden juga mengambil makna dari masalah yang dihadapi dengan mengambil pelajaran hidup dari keadaan tersebut, responden percaya bahwa setiap peristiwa dialami dapat diambil hikmahnya (Hafiz, 2010).

Responden 3 dan 4 mencoba membuat sebuah makna positif atau pelajaran yang bisa diambil dari keadaan yang terjadi pada anak mereka. Responden ketiga mengatakan bahwa makna yang bisa ia ambil dari keadaan anaknya yaitu Tuhan menguji kesabarannya, ia percaya bahwa dengan keadaan anaknya seperti itu responden bisa menjadi orang lebih sabar lagi. Sama halnya dengan responden ketiga, responden ke empat juga mengatakan bahwa makna yang bisa ia ambil yaitu dalam hidup kita tidak boleh meremehkan orang, ia percaya bahwa anak yang berkebutuhan khusus mempunyai kelebihan sendiri bahkan

(35)

sebagai seorang ibu ia berusaha untuk mendukung dan tidak menyalahkan dirinya sendiri. Sementara responden kedua mengatakan bahwa ibadah itu merupakan jalan terbaik untuk menghadapi masalah, ia percaya bahwa dengan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan masalah yang ia alami akan ada jalan keluarnya.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Nirmala, 2013) yang menyatakan bahwa Ibu yang mempunyai anak berkebutuhan khusus mempunyai makna hidup dan optimisme yang tinggi sehingga seorang ibu dapat mengisi kehidupannya dengan penuh makna, mempunyai harapan masa depan, mampu berfikir positif dan mempunyai motivasi untuk memperoleh tujuan hidup. Cara memaknai masalah yang dihadapi secara positif dengan cara berdoa dan beribadah dilakukan responden untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.

Dari hal di atas peneliti menyimpulkan bahwa dalam dalam melakukan strategi koping terhadap masalah yang dihadapi responden juga mengalami proses dimana terdapat hikmah yang dapat mereka ambil dari masalah tersebut dan dengan masalah yang mereka alami itu responden juga lebih mendekatkan diri kepada Tuhan serta percaya bahwa ibadah itu jalan terbaik untuk menghadapi masalah. Pernyataan

(36)

tersebut juga didukung oleh Lazarus dan Folkman (1984) bahwa dari masalah yang setiap orang alami tidak hanya berdampak pada perubahan fisik, psikologis tapi juga berdampak pada perubahan spritual. Dari hal di atas peneliti juga berasumsi bahwa agama juga mempengaruhi responden dalam melakukan strategi koping tersebut.

Selain bentuk strategi problem focused coping dan emotional focus coping yang di lakukan responden, dari hasil penelitian yang dilakukan terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhi koping itu, yaitu keyakinan dan pandangan positif terhadap keadaan yang menimpa sang anak, keyakinan tersebut merupakan sumber daya psikologis yang sangat penting bagi ibu yang memiliki anak tunagrahita. Selain itu responden juga mempunyai keterampilan sendiri dalam mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi. Keterampilan tersebut membantu responden mencari informasi, menganalisa setiap masalah dengan tujuan untuk mengambil tindakan secara langsung dan tepat.

Responden juga mempunyai kemampuan dalam komunikasi dan bersosiolisasi dengan lingkungan sekitar dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai soial yang ada di masyarakat. Selain itu faktor yang mempengaruhi juga berupa materi yang meliputi sumber daya berupa uang, dalam

(37)

hal ini materi juga sangat dibutuhhkan bagi ibu yang memiliki anak tunagrahita dalam mekakukan koping demi pengobatan medis, terapi dan pengobatan alternatif lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi koping yang dilakukan ibu yang memiliki anak tunagrahita tersebut sejalan dengan teori (Jaya, 2015) yaitu setiap individu mempunyai cara masing-masing dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu.

Berdasarkan pernyataan di atas dalam melakukan strategi koping juga dibutuhkan sumber koping bagi ibu yang memiliki anak tunagrahita. Menurut Jaya (2015) sumber koping yang menolong manusia beradaptasi terhadap stres yaitu motivasi, dalam hal ini ada beberapa responden mendapatkan motivasi dari keluarga maupun lingkungan disekitar sumber koping juga berupa teknik pertahanan, dalam hal ini responden sudah melakukan tehnik pertahanan yang baik yaitu dengan cara mengontrol perasaan saat responden mengetahui anaknya bermasalah.

Referensi

Dokumen terkait

4) Belajar sepanjang hayat (Janawi, 2012). Pada anak-anak dan remaja, inisiatif belajar harus muncul dari para guru, karena mereka pada umumnya belum memahami

Pengaruh biaya kualitas terhadap laba bersih di PT PINDAD (Persero ) di Divisi Tempa dan Cor dalam kurun waktu tahun 2002 sampai dengan 2009 adalah sebesar 78%, artinya

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat 9 (Sembilan) Bank BRI Syariah yang efisien yaitu Bank BRI Syariah Mapang, Bogor, Cirebon, Cianjur, Bandung, Solo,

Standar Pelayanan Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

Gambaran tingkat kontrol asma pasien rawat jalan di RSUD Sleman dan RSUD kota Yogyakarta digambarkan pada gambar 1, sedangkan pada tabel 4 tersaji hasil

Tujuan penelitian ini adalah (1) menjelaskan wujud kata dalam tuturan masyarakat Tionghoa di Gang Baru Semarang dan (2) menjelaskan proses fonologi tuturan

Adapun dasar hukumnya adalah : Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturabn Pelaksanaan Undang-undang nomor

Alat- dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk temulawak instan, gula halus, soda kue, asam sitrat, kandang ayam, sekam, sekat, feeder, drinker, brooder,