• Tidak ada hasil yang ditemukan

LATAR BELAKANG MASALAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LATAR BELAKANG MASALAH"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Pada saat ini, tema kekerasan sepertinya sudah menjadi suatu hal yang biasa dalam masyarakat. Banyak sekali kasus kekerasan yang terjadi dan kebanyakan yang menjadi korban adalah perempuan. Misalnya saja kasus pembunuhan dan penganiayaan TKW di luar negri, pemerkosaan, KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga), dan pelecehan seksual (menggoda, menyentuh tubuh atau berkata-kata tidak senonoh pada perempuan). Hal ini menjadikan kekerasan atas perempuan dianggap sebagai hal yang sepele karena perempuan dianggap sosok yang lemah dan mudah diperdaya. Sehingga perempuan, baik sebagai subyek atau obyek dalam kekerasan, selalu menjadi pihak yang dirugikan.

Hal ini juga terdapat dalam Alkitab, khususnya Perjanjian Lama. Banyak sekali kasus kekerasan yang melibatkan perempuan tetapi kurang diperhatikan oleh ahli tafsir. Menurut Schussler Fiorenza, hal ini dipengaruhi oleh budaya patriarkhal Alkitab. Dia mengatakan:

The Bible is not only written in the words of men but also serves to legitimate patriarchal power and oppression insofar as it ‘renders God’ male and determines ultimate reality in male terms, which make women invisible or marginal.1

Sehingga cerita tentang perempuan dalam Alkitab dapat dikatakan memang dianggap tidak berharga dan perempuan diposisikan dalam keadaan diam atau tidak bersuara.

Budaya Israel adalah budaya patriarkhal yang menganggap bahwa laki-laki adalah penguasa segala sesuatu. Schussler Fiorenza mengatakan:

Patriarchy as a male pyramid of graded subordination and exploitations specifies women’s oppression in terms of the class, race, country, or religion of the men to whom we ‘belong’….Patriarchy defines not just women as the ‘other’ but also subjugated peoples and races as the ‘other’ to be dominated. It defines women, moreover, not just as the other of men but also as subordinated to men in power insofar as it conceives of society as analogous to the patriarchal house-hold, which was sustained by slave labor. 2

1

Elizabeth Schussler Fiorenza, Bread not Stone: The Challenge of Feminist Blibical Interpretation, Boston : Beacon Press, 1984, hal xi-5

2

(2)

Sehingga perempuan memang diposisikan sebagai sosok yang diam dan tidak boleh bersuara. Sedangkan laki-laki bisa bebas untuk melakukan segala sesuatu. Ester Fuchs mengatakan:

Rather, I argue that patriarchy as the fundamental social system of ancient Israel is justified, universalized and naturalized in the blibical text. My contention is that the Bible does not merely project a male consciousness, but that promotes a male-supremacist social and cognitive system. According to this system, man is a more ‘authentic’ representative of God because God is male, and God is male because the Bible reflects a masculine construction of the divine.3

Anggapan bahwa perempuan adalah sosok invisible dan lemah sangat terlihat dalam cerita Dina dan Sikhem (Kejadian 34:1-31). Tafsiran yang ada selama ini menggambarkan bahwa Dina diperkosa Sikhem dan kakak-kakak laki-laki Dina melakukan balas dendam terhadapnya. Budaya patriarkhal terlihat sangat mengagung-agungkan para lelaki dalam cerita ini dan melupakan Dina. Tetapi penyusun berasumsi bahwa Dina tidak diperkosa Sikhem. Justru dialah yang dijadikan alasan kakak-kakak laki-lakinya untuk membunuh Sikhem. Dina dianggap sebagai seorang perempuan yang lemah dan bisa diperalat oleh laki-laki sehingga mereka menjadikannya alasan untuk membunuh Sikhem.

Penyusun menganggap bahwa budaya patriarkhal Israel sudah menempatkan perempuan sebagai sosok yang marginal dan tidak berharga dalam masyarakat. Buktinya adalah Dina tidak bersuara dalam cerita ini. Asumsinya adalah budaya patriarkhal memang tidak mengajarkan dan membiasakan perempuan untuk mengatakan pikirannya di depan umum. Cerita Dina dan Sikhem ini merupakan cerita yang jarang diangkat oleh beberapa ahli tafsir. Dan anggapan bahwa Dina memang diperkosa oleh Sikhem seakan-akan sudah membuat perikop ini menjadi tabu untuk dibicarakan. Karena seksualitas seringkali dianggap sesuatu yang personal, yang tidak dibicarakan secara sembarangan. Berkaitan dengan itu, Aquarini mengatakan:

Kebudayaan Indonesia secara keseluruhan membangun citra seks dan seksualitas sebagai wacana yang seharusnya sangat personal, yang tidak semestinya dibuka atau dibicarakan di depan umum. Meskipun demikian, wacana seks dan seksualitas selalu dapat melepaskan diri dari kungkungan itu dan menjadi pelbagai produk kebudayaan kita, baik dalam apa yang disebut sebagai kebudayaan tinggi maupun kebudayaan massa/popular. Karya sastra dulu dan kini juga diwarnai oleh gambaran seks dan seksualitas.4

3

Esther Fuchs, Sexual Politics in the Blibical Narative: Reading the Hebrew Bible as a Woman, Inggris : Sheffield Academic Press, 2000, hal 12

4

Aquarini Priyatna Prabasmoro, Kajian Budaya Feminis: Tubuh, Sastra dan Budaya Pop, Yogyakarta : Jalasutra, 2006, hal 291

(3)

Walaupun sepertinya cerita Dina dan Sikhem ini hanya berisikan kisah perkosaan saja, tetapi penyusun merasa bahwa cerita ini juga menjadi contoh ketidakadilan gender perempuan yang terjadi pada saat itu (pada masa Israel). Dimana Dina diposisikan sebagai perempuan yang hanya menurut saja apa yang dikatakan oleh keluarganya. Ataukah seksualitas Dina yang menjadi masalahnya sehingga cerita ini jarang dibicarakan? Inilah yang menjadikan penyusun tertarik untuk mengangkat cerita Dina dan Sikhem. Tafsiran yang ada selama ini menggambarkan bahwa Dina diperkosa Sikhem. Tetapi penyusun meragukan tafsiran ini dengan asumsi bahwa Dina memang berhubungan seksual dengan Sikhem tetapi tidak ada paksaan. Dan yang sebenarnya melakukan kekerasan adalah kakak-kakak laki-laki Dina, yaitu kekerasan fisik atas Sikhem dan kekerasan psikologis atas Dina. Inilah yang membuat unik cerita Dina dan Sikhem.

2. POKOK PERMASALAHAN

Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah Dina dijadikan alasan untuk suatu kejahatan padahal dia bukanlah alasan sebenarnya mengapa kejahatan tersebut terjadi. Asumsi ini melihat dari cerita Dina dan Sikhem dimana saudara-saudara Dina, Simeon dan Lewi, membunuh Sikhem dengan alasan bahwa Dina sudah diperlakukan sebagai perempuan sundal untuk merampas harta kekayaan Sikhem. Padahal jika kita membaca ayat-ayat sebelumnya dapat diketahui bahwa Sikhem sudah dimaafkan (bandingkan dengan Esau dan Yakub) tetapi masih saja mereka membunuh dan merampas harta Sikhem. Cerita ini menimbulkan pertanyaan: apakah benar Dina diperkosa atau tidak? Apakah Dina sudah menjadi umpan untuk merampas dan membunuh Sikhem, yang notabene adalah penguasa daerah tersebut? Karena jika kita membaca kisah sebelumnya, Esau dan Yakub, terlihat jelas bagaimana Esau bisa memaafkan Yakub atas kesalahannya dan berakhir dengan damai. Tetapi tidak demikian dengan Sikhem yang walaupun sudah dimaafkan tetap dibunuh.

Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan inilah maka penyusun akan mencoba untuk melakukan kajian hermeneutik feminis terhadap teks Kejadian 34:1-31. Karena cerita ini juga mengandung unsur feminis di dalamnya, yaitu ke’diam’an Dina menanggapi kekerasan kakak-kakak laki-lakinya. Apakah budaya diam ini direkonstruksi oleh kultur patriarkhal masyarakat Israel? Inilah yang menjadi pokok permasalahan skripsi ini.

(4)

3. BATASAN PERMASALAHAN

Untuk memfokuskan permasalahan yang akan dibahas maka penyusun membatasi hanya dalam perikop Dina dan Sikhem: Kejadian 34:1-30, yang nantinya akan dihubungkan dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini dalam hal kekerasan atas perempuan.

Kekerasan yang mengatasnamakan perempuan disini dilihat dari cerita Dina dan Sikhem, yaitu bagaimana perempuan dijadikan kambing hitam untuk membunuh orang lain. Bagaimana kekerasan atas nama perempuan itu juga terjadi dalam Alkitab mengingat bagaimana saat ini perempuan selalu dijadikan alasan laki-laki apabila terjadi tindak pelecehan seksual (kekerasan seksual).

4. PEMILIHAN JUDUL

Atas permasalahan yang akan diangkat dan dibahas dan berangkat dari pembatasan permasalahan, maka penyusun memberi judul pada skripsi ini adalah sebagai berikut:

KEKERASAN ATAS NAMA PEREMPUAN (Hermeneutik Feminis terhadap Kejadian 34:1-31) Penjelasan judul :

Kekerasan atas nama Perempuan: perempuan selalu dianggap sebagai sosok yang lemah dan dapat diperdaya sehingga seringkali menjadi umpan laki-laki untuk berbuat kekerasan terhadap orang lain. Kekerasan atas nama perempuan berbeda dengan kekerasan terhadap perempuan karena di sini dilihat bagaimana perempuan itu diperalat laki-laki untuk melakukan tindak kekerasan, bukan perempuan sebagai korban fisik secara langsung. Tetapi lebih kepada korban kekerasan psikologis.

Hermeneutik Feminis: hermeneutik feminis adalah sudut pandang yang akan digunakan penyusun terhadap perikop Alkitab yang dipakai dalam penulisan skripsi.

Kejadian 34:1-31: perikop ini dipilih karena berhubungan dengan kekerasan atas nama perempuan.

5. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa yang menjadi pelaku kekerasan dalam teks Kejadian 34:1-31 adalah anak-anak laki-laki Yakub, yaitu kekerasan psikologis pada Dina.

(5)

6. METODE PENULISAN

Metode penulisan yang penyusun pakai adalah kajian hermeneutik feminis dengan bantuan langkah-langkah penafsiran kritik historis terhadap Kejadian 34:1-31.

7. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penyusun menjelaskan latar belakang masalah, fokus permasalahan yang akan dibahas, batasan permasalahan, judul tulisan (penjelasan judul), tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II HERMENEUTIK FEMINIS TERHADAP KEJADIAN 34:1-31

Pada bab ini penyusun akan mengadakan studi hermeneutik feminis terhadap Kejadian 34:1-31 sebagai perikop utama dalam menjawab tema utamanya yaitu Kekerasan atas nama Perempuan. Dengan menggunakan metode hermeneutik feminis dan pertolongan kritik historis, penyusun ingin memperlihatkan bagaimana perempuan dalam Alkitab menjadi korban pembenaran laki-laki untuk melakukan kekerasan.5

BAB III KEKERASAN ATAS NAMA PEREMPUAN

Pada bab ini penyusun akan melihat sejauh mana kekerasan perempuan itu terjadi di Indonesia. Melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi belakangan ini, di mana perempuan masih saja mengalami perbedaan perlakuan maka penyusun ingin memberikan paparan tentang peristiwa kekerasan atas nama perempuan Indonesia.

BAB IV PENUTUP

Pada bab ini akan dikemukakan kasus-kasus kekerasan psikologis, usaha Gereja untuk menanggulanginya, bagaimana Kejadian 34:1-31 itu dibaca dan kesimpulan.

5

Lih. tulisan E.G.Singgih, Adakah yang disebut “Tafsir Feminis”, Jakarta, 1999, hal 285-308. Di sana dikatakan bahwa tafsir feminis tidak ada. Yang ada adalah hermeneutik feminis yang merupakan metode yang memperlihatkan keabsahan dari sudut pandang perempuan di dalam menafsirkan teks Alkitab

Referensi

Dokumen terkait

Penyusun memutuskan untuk menggunakan judul tersebut karena judul tersebut sesuai dengan apa yang ingin dibahas penyusun yakni menafsirkan bagian-bagian Injil Markus yang

Dalam bab ini memuat hasil penelitian dan pembahasan yang akan menjawab permasalahan yang diangkat dalam rumusan masalah mengenai perlindungan konsumen makanan terhadap

Maka, di dalam penelitian ini akan mendeskripsikan dan mengungkap makna yang ada di dalam pertunjukan Lakon Wayang Sawitri Sanggit Ki Nartosabdo dengan kajian

Dalam bab IV ini penyusun menguraikan sintesa kajian pada bab II, tentang peraturan dalam Pranata penggembalaan khusus bagi pendeta dari bab III, tentang prinsip – prinsip

Dalam pengertian yang paling luas, feminis adalah gerakan kaum perempuan untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh

Dalam bab ini dilakukan penerapan strategi khusus yang akan digunakan untuk menganalisa permasalahan yang menjadi tema dari pembuatan Proyek Akhir ini, yaitu tentang

Pada Bab V ini berisikan hasil penelitian dengan raw data yang digunakan adalah Susenas 2014 yaitu Gambaran Umum Tenaga Kerja Perempuan Kawin Indonesia

Masalah yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah sikap Yesus menghadapi para murid yang mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia yang terdapat di dalam perikop Yohanes 6: 60