• Tidak ada hasil yang ditemukan

referat kolelitiasis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "referat kolelitiasis"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.(1)

Kejadian batu empedu di negara – negara industri antara 10 – 15 %. Di Amerika Serikat, insiden kolelitiasis diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi ( menurut “Healthy Lifestyle” Desember 2008). Sedangkan penelitian di Jakarta pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien ( menurut divisi Hepatology,Departemen IPD, FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009 ). Prevalensi tergantung usia, jenis kelamin, dan etnis. Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita. Faktor risiko batu empedu memang dikenal dengan singkatan 4-F, yakni Fatty (gemuk), Fourty ( 40th), Fertile (subur), dan Female (wanita). Wanita lebih berisiko mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski wanita dan usia 40th tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti bahwa wanita di bawah 40th dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes mellitus ( DM ), baik wanita maupun pria, berisiko mengalami komplikasi batu empedu akibat kolesterol tinggi. Bahkan, anak – anak pun bisa mengalaminya, terutama anak dengan penyakit kolesterol herediter.(2),(3)

Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu : 1. Batu kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%, 2. Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai komponen utama, dan 3. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.(1)

Walaupun batu dapat terjadi dimana saja dalam saluran empedu, namun batu kandung empedu ialah yang tersering didapat. Bila batu empedu ini tetap saja tinggal di dalam kandung empedu, maka biasanya tidak menimbulkan gejala apapun. Gejala – gejala biasanya timbul bila batu ini keluar menuju duodenum melalui saluran empedu, karena dapat menyebabkan kolik empedu akibat iritasi, hidrops, atau empiema akibat obstruksi duktus cysticus. Bila obstruksi terjadi pada duktus koledokus maka dapat terjadi kolangitis ascendens, ikterus, dan kadang – kadang sirosis bilier.(4)

(2)

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 ANATOMI

1.1.1 Kandung Empedu

Kandung empedu merupakan sebuah kantung berbentuk seperti buah pear,panjangnya 7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml. Ketika terjadi obstruksi, kandung empedu dapat terdistesi dan isinya dapat mencapai 300 ml. Kandung empedu berlokasi di sebuah fossa pada permukaaan inferior hepar yang secara anatomi membagi hepar menjadi lobus kanan dan lobus kiri.(5),(6)

Kandung empedu dibagi menjadi:

 Fundus : Berbentuk bulat, dan ujungnya 1-2 cm melebihi batas hepar

 Korpus : Bagian dari kandung empedu yang di dalamnya berisi getah empedu. Getah empedu adalah cairan yang di ekskresi setiap hari oleh sel hati sebanyak 500-1000 cc, sekresinya berjalan terus menerus dan produksi meningkat sewaktu mencerna lemak  Leher : Merupakan saluran pertama masuknya getah empedu ke badan kantung

empedu lalu menjadi pekat berkumpul dalam kandung empedu.

Arteri cystica yang menyuplai kandung empedu biasanya berasal dari cabang arteri hepatika kanan. Lokasi arteri cystica dapat bervariasi tetapi hampir selalu di temukan di segitiga hepatocystica, yaitu area yang di batasi oleh Ductus cysticus, Ductus hepaticus communis dan batas hepar (segitiga Calot). Ketika arteri cystica mencapai bagian leher dari kandung empedu, akan terbagi menjadi anterior dan posterior. Aliran vena akan melalui vena kecil dan akan langsung memasuki hepar, atau lebih jarang akan menuju vena besar cystica

(3)

menuju vena porta. Aliran limfe kandung empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian leher.(5),(7)

Persyarafan kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari cabang simpatis melewati pleksus celiaca. Tingkat preganglionik simpatisnya adalah T8 dan T9. Rangsang dari hepar, kandung empedu, dan duktus biliaris akan menuju serat aferen simpatis melewati nervus splanchnic memediasi nyeri kolik bilier. Cabang hepatik dari nervus vagus memberikan serat kolinergik pada kandung empedu, duktus biliaris dan hepar.(8)

1.1.2 Duktus Biliaris

Duktus biliaris extrahepatik terdiri dari Ductus hepatikus kanan dan kiri, Ductus hepatikus komunis, Ductus sisticus dan Ductus koledokus. Ductus koledokus memasuki bagian kedua dari duodenum lewat suatu struktur muskularis yang disebut Sphincter Oddi.(9)

 Duktus sistikus : Panjangnya kurang lebih 3 ¾ cm, berjalan dari leher kandung empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus membentuk saluran empedu ke duodenum. Bagian dari duktus sistikus yang berdekatan dengan bagian leher kandung empedu terdiri dari lipatan-lipatan mulkosa yang disebut valvula heister. Valvula ini tidak memiliki fungsi valvula, tetapi dapat membuat pemasukan kanul ke duktus sistikus menjadi sulit

 Duktus hepatikus komunis : Ductus hepaticus communis umumnya 1-4cm dengan diameter mendekati 4 mm. Berada di depan vena porta dan di kanan Arteri hepatica. duktus hepatikus komunis dihubungkan dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus

 Duktus koledokus : Panjang Ductus choledochus kira-kira 7-11 cm dengan diameter 5-10 mm. Bagian supraduodenal melewati bagian bawah dari tepi bebas dari ligamen hepatoduodenal, disebelah kanan arteri hepatica dan di anterior vena porta. Ductus koledokus bergabung dengan ductus pankreatikus masuk ke dinding duodenum (Ampulla Vateri) kira-kira 10cm distal dari pylorus.

Suplai arteri untuk Duktus biliaris berasal dari Arteri gastroduodenal dan Arteri hepatika kanan, dengan jalur utama sepanjang dinding lateral dan medial dari Ductus koledokus (kadang-kadang pada posisi jam 3 dan jam 9). Densitas serat saraf dan ganglia meningkat di dekat Sphincter Oddi tetapi persarafan dari Ductus koledokus dan Sphinchter Oddi sama dengan persarafan pada kandung empedu.(7)

(4)

Kandung empedu terdiri dari epitel columnar tinggi yang mengandung kolesterol dan tetesan lemak. Mukus disekresi ke dalam kandung empedu dalam kelenjar tubuloalveolar yang ditemukan dalam mukosa infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi tidak pada fundus dan corpus. Epitel yang berada sepanjang kandung empedu ditunjang oleh lamina propria. Lapisan ototnya adalah serat longitudinal sirkuler dan oblik, tetapi tanpa lapisan yang berkembang sempurna. Perimuskular subserosa mengandung jaringan penyambung, syaraf, pembuluh darah, limfe dan adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan serosa kecuali bagian kandung empedu yang menempel pada hepar. Kandung empedu di bedakan secara histologis dari organ-organ gastrointestinal lainnya dari lapisan muskularis mukosa dan submukosa yang sedikit.

1.3 FISIOLOGI

Fungsi kandung empedu, yaitu:

a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.

b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.(10),(11)

Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh

(5)

darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati.(12)

Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan.(10) Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum.(13)

Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.(11) Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan. Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh. Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja.Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang disekresikan dalam feses.(11)

(6)

1.4 DEFINISI

Kolelitiasis adalah massa inorganik yang terbentuk di dalam kandung empedu, yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau saluran empedu, atau pada kedua-duanya.(14)

1.5 EPIDEMIOLOGI

Dikenal tiga jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu bilirubin, yang terdiri atas kalsium bilirubinat, dan batu campuran. Di negara Barat 80% batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu pigmen meningkat akhir-akhir ini. Sebaliknya di Asia Timur, lebih banyak batu pigmen dibandingkan dengan batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu kolesterol sejak 1965 makin meningkat. Diduga perubahan gaya hidup, termasuk perubahan pola makanan, berkurangnya infeksi parasit, dan menurunnya frekuensi infeksi empedu, mungkin menimbulkam perubahan insidens hepatolitiasis.(13)

Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Kebanyakan kolelitiasis tidak bergejala atau bertanda. Angka kejadian penyakit batu empedu dan penyakit saluran empedu di Indonesia diduga tidak jauh berbeda dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.

Sementara ini, didapatkan kesan bahwa meskipun batu kolesterol di indonesia lebih umum, angka kejadian batu pigmen lebih tiggi dibandingkan dengan angka yang terdapat di negara Barat, dan sesuai dengan angka di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina. Hal ini menunjukkan bahwa faktor infeksi empedu oleh kuman gram negatif E.coli ikut berperan penting dalam timbulnya batu pigmen. Diwilayah ini insidens batu primer saluran empedu adalah 40-50% dari penyakit empedu, sedangkan di dunia Barat sekitar 5%.

Perbedaan lain dengan negara Barat ialah batu empedu ditemukan mulai pada usia muda di bawah 30 tahun, meskipun usia rata-rata tersering ialah 40-50 tahun. Pada usia diatas 60 tahun, insiden batu saluran empedu meningkat, Jumlah penderita perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun batu empedu terbanyak ditemukan di dalam kandung empedu, sepertiga dari batu saluran empedu merupakan batu duktus koledukus. Oleh sebab itu, kolangitis di negara Barat ditemukan pada berbagai usia, dan merupakan sepertiga dari jumlah kolesistitis.

(7)

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain(15),(16)

a. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.(17),(18)

b. Usia

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

c. Berat badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

d. Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

e. Riwayat keluarga

Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.

f. Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

(8)

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

h. Nutrisi intravena jangka lama

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu. 1.7 KLASIFIKASI BATU

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan:

1.7.1 Batu kolesterol

Merupakan jenis batu terbanyak dan mengandung lebih dari 50% kolesterol, sisanya adalalah kalsium karbonat, fosfat, bilirubinat, fosfolipid, glikoprotein dan mukopolisakartida. Berbentuk bulat atau oval dengan permukaan yang halus atau sedikit granuler, berwarna kuning pucat dengan bagian inti yang lebih gelap. (19),(20)

1.7.2 Batu pigmen

Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung <30% kolesterol. Jenisnya antara lain:

 Batu pigmen coklat

Berwarna coklat atau coklat tua, konsistensi lunak, permukaanya kasar dan seperti lumpur serta pada potongan melintang tampak lapisan berwarna coklat dan coklat muda berselang seling. Lapisan coklat mengandung garam bilirubinat sedangkan lapisan coklat muda mengandung kalsium palmitat dan stearat. Batu pigmen cokelat sering terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu.(21)

(9)

 Batu pigmen hitam

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, konsistensi keras, bila dipotong permukaanya seperti gelas. Komponen utamanya adalah kalsium bilirubinat dengan jalinan musin glikoprotein-garam kalsium. Garam kalsiumnya dapat beruta kalsium karbonat atau kalsium non karbonat. Intinya mengandung belerang dan tembaga dalam kadar yang tinggi.Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hepar.(19),(21)

1.7.3 Batu campuran

Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 30-50% kolesterol. (21)

Batu Kolesterol Batu Pigmen

Hitam Coklat

Komposisi Utama Kolesterol Kalsium bilirubinat

Garam kalsium

(fosfat, karbonat)

Kalsium bilirubinat

Garam kalsium

(palmitat, stearat)

Konsistesi Kristalin Keras Lunak, rapuh

Lokasi Kandung empedu

Duktus koledokus

Kandung empedu Duktus empedu

Duktus koledokus

Radiodensitas Lusen (85%) Opaque (50%) Lusen (100%)

Predisposisi Metabolik Hemolisis

Sirosis

Infeksi Inflamasi

(10)

1.8.1 Batu Kolesterol

Batu kolestrol murni merupakan hal yang jarang ditemui dan prevalensinya kurang dari 10%. Biasanya merupakan soliter, besar, dan permukaannya halus. Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan lesitin. Ini dapat dinyatakan oleh grafik segitiga, yang koordinatnya merupakan persentase konsentrasi molar garam empedu, lesitin dan kolesterol.(22)

Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam tiga tahap: - Supersaturasi empedu dengan kolesterol.

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam air.Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.

Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :

o Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh lebih banyak.

o Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi supersaturasi.

o Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)

o Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.

o Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).

(11)

o Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.

- Fase Pembentukan inti batu

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen.Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.

- Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.

Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar.

1.8.2 Batu Pigmen

Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika Serikat. Ada dua bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan batu kalsium bilirubinat. Batu pigmen

(12)

murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel, sangat keras dan penampilan hijau sampai hitam. Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah bervariasi kalsium bilirubinat, polimer bilirubin, asam empedu dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa organik lain. Didaerah Timur, batu kalsium bilirubinat dominan dan merupakan 40 sampai 60 % dari semua batu empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai hitam.(23) bilirubin pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, aktiv disekresikan ke empedu oleh sel liver. Kebanyakan bilirubin dalam empedu dibentuk dari konjugat glukorinide yang larut air dann stabil. Tetapi ada sedikit yang terdiri dari bilirubin tidak terkkonjugasi yang tidak larut dengan kalsium.

Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol. Kemungkinan mencakup sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen. Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi (anemia hemolitik), lazim membentuk batu pigmen murni. Di negara Timur, tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa berhubungan dengan invasi bakteri sekunder dalam batang saluran empedu yang di infeksi parasit Clonorchis sinensis atau Ascaris Lumbricoides. E.coli membentuk B-glukoronidase yang dianggap mendekonjugasikan bilirubin di dalam empedu, yang bisa menyokong pembentukan kalsium bilirubinat yang tak dapat larut.(23)

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :

- Saturasi bilirubin

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell.Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut.Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.

- Pembentukan inti batu

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing.Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris

(13)

lumbricoides.Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.

1.8.3 Batu campuran

Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar metabolisme yang sama dengan batu kolesterol.

1.9 DIAGNOSIS 1.9.1 Manifestasi Klinis

Kolelitiasis dapat dibagi menjadi beberapa stadium yaitu: asimptomatik (adanya batu empedu tanpa gejala), simptomatik (kolik bilier), dan kompleks ( menyebabkan kolesistitis, koledokolitiasis, serta kolangitis). Sekitar 60-80 % kolelitiasis adalah asimptomatik.Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimptomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.(11)

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam. Episode kolik ini sering disertai dengan mual dan muntah-muntah dan pada sebagian pasien diikuti dengan kenaikan bilirubin serum bilamana batu migrasi ke duktus koledokus. Adanya demam atau menggigil yang menyertai kolik bilier biasanya menunjukkan komplikasi seperti kolesistitis, kolangitis atau pankreatitis. Kolik bilier dapat dicetuskan sesudah makan banyak yang berlemak

1.9.2 Pemeriksaan Fisik

a. Manifestasi batu kandung empedu

Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dgn peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankreatitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan

(14)

punktum maksimum didaerah letak anatomi kandung empedu. Tanda murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas. b. Manifestasi batu saluran empedu.(24),(25)

Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda dalam fase tenang. Kadang teraba hepar agak membesar dan sclera ikterik. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, baru akan timbul ikterus klinis. Apabila timbul serangan kolangitis yg umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut.

Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial nonplogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hepar, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis biasanya berupa kolangiti piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentaderainold, berupa 3 gejala trias charcot ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma. Kalau ditemukan riwayat kolangitis yang hilang timbul, harus dicurigai kemungkinan hepatolitiasis. (24),(25)

1.9.3 Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita bati empedu diantaranya hitung sel darah lengkap, urinalisis, pemeriksaan feses, tes fungsi hepar, dan kadar amilase serta lipase serum.

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Diduga terdapat kolesistitis akut jika ditemukan leukositosis dan hingga 15% penderita memiliki peningkatan sedang dari enzim hepar, bilirubin serum dan alkali fosfatase. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar alkali fosfatase serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.(26)Alkali fosfatase merupakan enzim yang disintesis dalam sel epitel saluran

empedu. Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel duktus meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang sangat tinggi, menggambarkan obstruksi saluran empedu. Tetapi alkasi fosfatase juga ditemukan di dalam tulang dan dapat meningkat pada kerusakan tulang. Selain itu alkali fosfatase juga meningkat selama kehamilan karea sintesis plasenta.(27),(28)Pada pemeriksaan urinalisis adanya bilirubin tanpa adanya urobilinogen dapat

(15)

mengarahkan pada kemungkinan adanya obstruksi saluran empedu. Sedangkan pada pemeriksaan feses, tergantung pada obstruksi total saluran empedu, maka feses tampak pucat. b. Pemeriksaan Radiologis

Diagnosis batu empedu dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan radiologis terutama pemeriksaan Ultrasonography (USG). Pemeriksaan radiologis lain yang dapat dilakukan adalah dengan foto polos abdomen, Computed tomography [CTl, Magnetic nesonance cholangiography [MRCP], Endoscopic ultrasound [EUS], dan Biliary scintigraphy.(25) Hanya sekitar l0% dari kasus batu empedu adalah radioopak karena batu empedu tersebut mengandung kalsium dan dapat terdeteksi dengan pemeriksaan foto polos abdomen. Ultasonography (USG) dan cholescintigraphy adalah pemeriksaan imaging yang sangat membantu dan sering digunakan untuk mendiagnosis adanya batu empedu.

1. Ultrasonography (USG)

Ultrasonography (USG) merupakan suatu prosedur non-invasif yang cukup aman, cepat, tidak memerlukan persiapan khusus, relatif tidak mahal dan tidak melibatkan paparan radiasi, sehingga menjadi pemeriksaan terpilih untuk pasien dengan dugaan kolik biliaris. Ultrasonography mempunyai spesifisitas 90% dan sensitivitas 95% dalam mendeteksi adanya batu kandung empedu. Prosedur ini menggunakan gelombang suara (sound wave) untuk membentuk gambaran (image) suatu organ tubuh. Indikasi adanya kolesistitis akut pada pemeriksaan USG ditunjukkan dengan adanya batu, penebalan dinding kandung empedu, gas intramural, pengumpulan cairan perikolesistikus dan Murphy sign positif akibat kontak dengan probe USG .USG juga dapat menunjukkan adanya obstruksi distal dengan ditemukannya pelebaran saluran intrahepatik atau saluran empedu ekstrahepatik. Tes ini kurang berguna untuk menemukan batu yang berada di common bile duct

(16)

2. Computed Tomography(CT) Scan

Pada pemeriksaan ini gambaran suatu organ ditampilkan dalam satu seripotongan cross sectional yang berdekatan, biasanya 10-12 gambar. Deteksi batu empedu dapat dilakukan juga dengan Computed tomography, tetapi tidak seakurat USG dalam mendeteksi batu empedu, oleh karena itu CT scan tidak digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan kemungkinan penyakit biliaris kronik. CT scan berguna dalam menunjukkan adanya massa dan pelebaran saluran empedu Pada kasus akut, pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya penebalan dinding kandung empedu atau adanya cairan perikolesistikus akibat kolesistitis akut.(25)

3. Cholescintigraphy

Pemeriksaan cholescintigraphy menggunakan zat radioaktif, biasanya derivat imidoacetic acid, yang dimasukkan ke dalam tubuh secara infravena, zat ini akan diabsorpsi hati dan diekskresikan ke dalam empedu. Scan secara serial menunjukkan radioaktivitas di dalam kandung empedu, duktus koledokus dan usus halus dalam 30-60 menit. Pemeriksaan ini dapat memberikan keterangan mengenai adanya sumbatan pada duktus sistikus. Cholescintigraphy mempunyai nilai akurasi 95% untuk pasien dengan kolesistitis akut, tetapi pemeriksaan ini mempunyai nilai positif palsu 30-40% pada pasien yang telah dirawat beberapa minggu karena masalah kesehatan lain, terutama jika pasien tersebut telah mendapat nutrisi parenteral(29)

4. Magnetic Resonance Cholangio Pancreatography

Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) adalah suatu pemeriksaan yang menggunakan MRI imaging dengan software khusus. Pemeriksaan ini mampu menghasilkan gambaran (images) yang serupa Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) tanpa risiko sedasi, pankreatitis atau perforasi. MRCP membantu dalam menilai obstruksi biliaris dan anatomi duktus pankreatikus. Pemeriksaan ini lebih efektif dalam mendeteksi batu empedu dan mengevaluasi kandung empedu untuk melihat adanya kolesistitis.(29)

(17)

Oral Cholecystography adalah suatu pemeriksaan non invasif lain, tetapi jarang dilakukan. Pemeriksaan ini memerlukan persiapan terlebih dahulu, yaitu pasien harus menelan sejumlah zat kontras oral yang mengandung iodine sehari sebelum dilakukan pemeriksaan. Zat kontras tersebut akan diabsorpsi dan disekresikan ke dalam empedu. Iodine di dalam zat kontras menghasilkan opasifikasi dari lumen kandung empedu pada foto polos abdomen keesokan harinya. Batu empedu tampak sebagai gambaran fiiling defects. Pemeriksaan ini terutama digunakan untuk menentukan keutuhan duktus sistikus yang diperlukan sebelum melakukan lithotripsy atau metode lain untuk menghancurkan batu empedu. Pemeriksaan ini memerlukan persiapan 48 jam sebelumnya.

6. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography

Endoscopic Retrograde Cholangio pancreatography (ERCP) adalah pemeriksaan gold standard untuk mendeteksi batu empedu di dalam duktus koledokus dan mempunyai keuntungan terapeutik untuk mengangkat batu empedu. ERCP adalah suatu teknik endoskopi untuk visualisasi duktus koledokus dan duktus pankreatikus. Pada pemeriksaan ini mengggunakan suatu kateter untuk memasukkan alat yang dimasukkan ke dalam duktus biliari dan pankreatikus untuk mendapatkan gambaran x-ray dengan fluoroscop. Selama prosedur, klinisi dapat melihat secara langsung gambaran endoskopi dari duodenum dan papila major, serta gambaran duktus biliari dan pankreatikus seperti tampak pada gambar berikut.(25)

7. Endoscopic Ultrasonography Endoscopic Ultrasonography (EUS)

Endoscopic Ultrasonography Endoscopic Ultrasonography (EUS) adalah suatu prosedur diagnostik yang menggunakan ultrasound frekuensi tinggi untuk mengevaluasi dan mendiagnosis kelainan traktus digestivus. EUS menggunakan duodenoskop dengan probe ultrasound pada bagian distal yang dapat menggambarkan organ, pembuluh darah, nodus limfatikus dan duktus empedu. Dari bagian dalam lambung atau duodenum, endoskop dapat memberikan gambaran pankreas dan struktur yang berdekatan. EUS dapat mendiagnosis secara akurat adanya batu empedu di dalam duktus koledokus tetapi tidak mempunyai nilai terapeutik seperti ERCP.

(18)

8. Foto Polos Abdomen

Pemeriksaan foto polos abdomen dapat mengidentifikasi batu jika batu tersebut radio opak atau terbuat dari kalsium dalam konsentrasi tinggi. Pada radiografi polos, batu empedu biasanya muncul sebagai tunggal atau ganda, piramida, faceted, atau kalsifikasi cuboidal yang terletak di kuadran kanan atas (kuadran kanan atas). Kalsifikasi mungkin terjadi di pusat, homogen, atau rimlike. Ketika beberapa batu empedu terlihat, biasanya batu-batu berkerumun dan membentuk segi. Udara dapat terlihat pada celah pusat, menciptakan lucency stellata yang disebut tanda Mercedes Benz. Pada film tegak, batu mungkin terlihat berlapis pada kantong empedu.

1. 10 DIAGNOSIS BANDING  Kosistitis  Kolangitis  Hepatitis  Pankreatitis  Appendisitis 1.11 PENATALAKSANAAN 1. Terapi Operatif

Kolesistektomi merupakan satu-satunya terapi definitive untuk penderita batu simtomatik, yaitu dengan mengangkat batu dan kandung empedu, dapat mencegah berulangnya penyakit.

Terdapat dua jenis kolesistektomi yaitu:

 Kolesistektomi laparaskopi

Kolesistektomi laparoskopi, disebut juga bedah minimally invasive, atau keyhole surgery merupakan teknik bedah modern dimana operasi abdomen melalui irisan kecil (biasanya 0,5-1 cm) dibandingkan dengan prosedur bedah tradisional yang

(19)

memerlukan irisan yang lebih besar, dimana tangan ahli bedah masuk ke badan pasien. Laparoskopi mencakup operasi dalam abdomen dan pelvis menggunakan lensa teleskop untuk mendapatkan gambaran yang jelas pada layar monitor. Operator dalam melaksanakan operasi menggunakan hand instrument. Lapangan operasi pada abdomen diperluas dengan dimasukkannya gas karbondioksida. Kolesistektomi laparoskopi sekarang menjadi standar untuk pengelolaan pasien kolelitiasis . Teknik ini memberikan banyak keuntungan yaitu meningkatkan pemulihan pasien dengan mengurangi nyeri, waktu tinggal di rumah sakit lebih pendek, dan lebih cepat kembali ke aktivitas harian yang normal. Kolesistektomi laparoskopi berhubungan dengan insisi kulit yang kecil sehingga membuat kondisi setelah operasi lebih menyenangkan bagi pasien. Pendekatan ini juga lebih hemat bagi penyelenggara kesehatan.(30)

 Kolesistektomi terbuka

Kolesistektomi terbuka merupakan tindakan pembedahan abdomen yang besar, dimana ahli bedah mengambil kandung empedu melalui irisan panjang 10-18 cm. Kolesistektomi terencana pertama dilakukan oleh Karl Lungenbach dari Jerman pada tahun 1882. Lebih dari satu abad, kolesistektomi terbuka menjadi standar pengelolaan kolelitiasis simtomatis. Kolesistektomi terbuka dilakukan ketika kantong empedu yang sangat meradang, terinfeksi, atau bekas luka lainnya dari operasi. Dalam kebanyakan kasus, kolesistektomi terbuka direncanakan dari permulaan. Namun, ahli bedah mungkin melakukan kolesistektomi terbuka saat masalah terjadi selama laparoskopi sebuah kolesistektomi.

2. TerapiNon-operatif

Terapi non operatif hanya digunakan dalam situasi khusus, seperti ketika seseorang dengan batu kolesterol memiliki kondisi medis yang serius yang mencegah operasi. Batu empedu sering kambuh dalam waktu 5 tahun setelah pengobatan.Terdapat dua jenis terapi non-operatif yang dapat digunakan untuk melarutkan batu empedu kolesterol yaitu:

 Terapi disolusi oral.

Ursodiol(Actigall) dan chenodiol (Chenix) adalah obat yang mengandung asam empedu yang dapat melarutkan batu empedu. Ursodiol adalah obat yang paling efektif dalam melarutkan batu kolesterol kecil. Pengobatan mungkin diperlukan selama bertahun-tahun untuk melarutkan semua batu.

(20)

Prosedur shock wave lithotripsy dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang disebut lithotripter untuk menghancurkan batu empedu. Lithotripter menghasilkan gelombang kejut yang melewati tubuh seseorang untuk memecahkan batu empedu menjadi potongan kecil. Prosedur ini jarang digunakan dan dapat digunakan bersama dengan ursodiol.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENATALAKSANAAN BATU EMPEDU

 Lokasi

Lokasi batu empedu bisa bermacam-macam yakni di kandung empedu, duktus sistikus, duktus koledokus, ampulla Vateri, di dalam hati. Batu di dalam kandung empedu yang tidak memberikan keluhan atau gejala-gejala (asimtomatik) dibiarkan saja. Bilamana timbul gejala, biasanya karena batu tersebut migrasi ke leher kandung empedu atau masuk ke duktus koledokus, maka batu ini harus dikeluarkan. Migrasi batu ke leher kandung empedu akan menyebabkan obstruksi duktus sistikus. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya iritasi kimiawi mukosa kandung empedu oleh cairan empedu yang tertinggal sehingga terjadilah kolesistitis akut atau kronis, tergantung dari beratnya perubahan pada mukosa.Pada pasien dengan batu kandung empedu yang simtomatik ini dapat dilakukan kolesistektomi secara konvensional ataupun dengan cara laparoskopi. Batu empedu yang terjepit di duktus sistikus, di muara duktus sistikus pada duktus koledokus, dapat menekan duktus koledokus atau duktus hepatikus komunis sehingga mengakibatkan obstruksi (sindroma Mirizzi).Batu ini harus dikeluarkan dengan cara operasi. Bila tidak dikeluarkan akan menyebabkan obstruksi dengan penyulit seperti kolangitis atau sepsis dan ikterus obstruktif yang bisa mengakibatkan gagal hati atau sirosis bilier. Batu koledokus harus dikeluarkan karena akan mengakibatkan obstruksi bilier sehingga dapat mengganggu fungsi hati sampai menimbulkan gagal hati. Selain dari pada itu aliran bilier yang tidak lancar dapat menimbulkan penyulit kolangitis - sepsis. Pengeluaran batu koledokus ini dapat dilakukan dengan operasi secara konvensional atau dengan cara melalui endoskopi yakni dengan sfingterotomi endoskopik dan ekstraksi batu dengan basket Dormia. Batu empedu intrahepatik atau hepatolitiasis adalah batu empedu yang berada pada saluran empedu intrahepatik. Batu intrahepatik didapatkan pada 20% kasus dengan batu empedu. Masalah batu intrahepatik berbeda sekali dengan batu empedu yang lain karena penatalaksanaannya secara bedah sulit; kadang-kadang diperlukan operasi berulang-ulang karena sering kambuh dan pada akhirnya pasien seringkali menderita karena kerusakan hati akibat ikterus obstruktif yang lama, kolangitis, abses hati multipel dan sepsis. Bila batu intrahepatik kecil dan jumlahnya 1 atau 2 buah saja dan

(21)

terletak di distal, bisa dicoba dikeluarkan dengan basket Dormia melalui endoskopi. Bila banyak diperlukan tindakan operasi yang berbeda dengan operasi-operasi batu empedu yang lain.

 Ukuran

Batu koledokus dengan diameter lebih dari 1 cm dipecah dulu agar lebih mudah dikeluarkan dengan cara endoskopi. Ada beberapa cara untuk memecah batu ini, yaitu (i) Litotriptor mekanik dari Suhendra: cara ini sudah lama, kini dapat dipakai litotriptor mekanik BML dari Olympus. Pada prinsipnya pada teknik ini setelah batu terperangkap dalam basket kemudian dengan alat khusus cengkeraman basket diperketat sehingga batu tersebut terpecah. Cara lain adalah (ii) Litotriptor hidrolik, (iii) Litotriptor laser, (iv) Litotriptor ultrasonic, (v) Litotriptor “piezoceramic”, (vi) “Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy” (ESWL), ini yang paling baik

 Anatomi dari distal koledokus

Bagian distal koledokus yang sempit dan memanjang akan menyulitkan pengeluaran batu dengan cara endoskopi. Pada keadaan ini sebaiknya pengeluaran batu dilakukan melalui tindakan bedah.

 Adanya penyulit kolangitis akut atau pankreatitis akut

Adanya penyulit-penyulit ini menunjukkan perlunya tindakan segera. Pada kolangitis akut untuk sementara dalam keadaan darurat bisa dipasang pipa nasobilier dan pemberian antibiotika yang adekuat.

Pada pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak perlu dilakukan penanganan apa pun sampai terjadi perkembangan berikutnya. Pada pasien dengan batu empedu simtomatik terdapat beberapa pilihan penatalaksanaan yang tergantung manifestasi klinis, dengan tujuan utama mengurangi gejala klinis dan mencegah berkembangnya komplikasi

1.12 KOMPLIKASI 1. Kolesistisis

Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.

2. Kolangitis

Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.

(22)

Koledokolithiasis dapat didiagnosis dan diobati dengan endoskopi atau cholangiography perkutan. Ini adalah komplikasi yang terjadi ketika batu empedu berpindah ke saluran empedu. Choledocholithiasis disebabkan oleh migrasi kolesterol atau pigmen hitam batu dari kandung empedu ke dalam saluran empedu. Gejala terkait dengan tingkat onset dan derajat obstruksi dan potensi kontaminasi bakteri dari empedu terhambat. Temuan fisik sering tidak hadir jika obstruksi intermiten; Namun, jika obstruksi terjadi kemudian, akan ada ikterus. Standar emas untuk diagnosis dan pengobatan batu empedu menghalangi saluran empedu umum dan / atau saluran utama pankreas ERCP.

4. Hidrops

Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.

5. Empiema

Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.

6. Pankreatitis Bilier

Batu yang menyebabkan batu empedu pankreatitis bisa lewat dari saluran tanpa intervensi atau mungkin memerlukan endoskopi atau pembedahan. Dalam kasus jaringan pankreas yang terinfeksi, atau kondisi yang disebut nekrosis pankreas (jaringan mati) terjadi, antibiotik dapat digunakan untuk mengendalikan atau mencegah infeksi.

1.13 PROGNOSIS

Prognosis dari kolelitiasis bergantung pada keberadaan dan tingkat keparahan komplikasi. Dengan diagnosis dan terapi yang cepat, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil.

(23)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20 - 50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.

Ultrasound: Menyatakan kalkuli, dan distensi kandung empedu dan/atau ductus empedu (sering merupakan prosedur diagnostik awal). Kolangeopankreatografi retrograd endeskopik: Memperlihatkan percabangan bilier dengan kanualasi duktus koledukus melalui deudenum. Kolangiografi transhepatik perkutaneus: Pembedaan gambaran dengan flouroskopi anatara penyakit kantung empedu dan kanker pankreas ( bila ekterik ada ). Kolesistogram (untuk kolositisis kronis): Menyatakan batu pada sistem empedu. Kontraindikasi pada kolesititis karena pasien terlalu lemah untuk menelan zat lewat mulut. Skan CT: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan

(24)

membedakan anatara ikterik obstruksi/non obstruksi. Skan hati (dengan zat radioaktif): Menunjukan obstruksi percabangan bilier. Foto abdomen (multiposisi): Menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu empedu, kalsifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.479 - 481

2. Robbins, dkk., 1999. Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

3. Tait N, Little J.M. Fortnighly Review: The treatment of gall stones. BMJ 1995;311:99-105.

4. Apstein M.D. Gallstones. In: Lawrence J. Brandt, editor. Clinical practice of Gastroenterology. Philadelphia: Churchill Livingstone, 1999: 1035-44

5. Welling TH, Simeone D. M.Gallbladder and Biliary Tract: Anatomy and Structural Anomalies, in Textbook of Gastroenterology (ed T. Yamada), Blackwell Publishing Ltd., Oxford, UK. 2008.

6. AvundukC.Manual of Gastroenterology: Diagnosis and Theraphy 4th Edition. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. 2008.

7. Debas HT.Biliary tract in : Pathophysiology and Management.Springger-Verlaag. 2004; Chapter 7:198-224

8. Welling TH, Simeone D. M.Gallbladder and Biliary Tract: Anatomy and Structural Anomalies, in Textbook of Gastroenterology (ed T. Yamada), Blackwell Publishing Ltd., Oxford, UK. 2008.

9. Toouli J, Bhandari M. Anatomy and Phsiology of the Biliary tree and Gallblader and Bile Duct, in, Diagnosis and Treatment Blackwell Publishing 2006, second Edition. Chapter I: 3-20

(25)

10. Price, S, Lorraine, M., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta

11. Schwartz, dkk., 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta

12. Richard, S., 2002. Anatomi klinik. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

13. Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

14. Allen J. Cholelithiasis. (diakses 10 November 2015). Tersedia dari: http : //www. emedicine. com/

15. Robbins, dkk., 2007. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta

16. Oswari, E., 2006. Penyakit dan Penanggulangannya. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

17. Robbins, dkk., 1999. Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

18. Hayes, P, Mackay,T., 1997. Diagnosis dan Terapi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

19. Kim IS, Myung S, Lee SS, Lee SK, Kim MH. Classification and nomenclature of gallstones revisited. Yonsei Med J.2003;44:561-70

20. Crawford JM. The liver and the biliary tract. In: Robbins Basic Pathology 7th ed. Philadelphia: Saunders. 2003: 591-633

21. Sherlock S, Dooley J. Gallstones and inflammatory gallbladder diseases. Dalam: Diseases of the liver and biliary system. 11th ed. Blackwell Publishing. 2002; 597-623.

22. Doherty GM. Biliary Tract. In : Current Diagnosis & Treatment Surgery 13th edition. 2010. US : McGraw-Hill Companies,p544-55.

23. Hunter JG. Gallstones Diseases. In : Schwart’s Principles of Surgery 8th edition. 2007. US : McGraw-Hill Companies.

24. Greenbergen Nj, Isselbacher KJ. Diseases of the Gallbladder and Bile Ducts, dari Harrison’s Princi-ples of Internal Medicine, Edisi ke-14, hal.1725-1736, Editor Fauci dkk. Mc Graw Hill, 1998

25. Beckingham IJ. ABC of diseases of liver, pancreas and biliary system: Gallstrone disease. 2001;9: 56-9.

26. Shaffer E.A. The Biliary system. (diakses 10 November 2015) . Tersedia dari: http : //www. gastroresource.com/GlTte xtbook/en/chapter I 4/Default.htm

27. Friedman LS. Lover, biliary tracy and pancreas. Dalam: Current Medical Diagnosis ad Treatment. 2005:629-78

28. Vogt DP. Gallbladder disease: an update on diagnosis and treatment. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2002;69:977-84

(26)

29. Johns Hopkins University. 2012. Gallstones. http://www.hopkinsmedicine.org/ gastroenterology_hepatology/_pdfs/pancreas_biliary_tract/gallstone_disease.pdf Akses 10 November 2015

Referensi

Dokumen terkait

Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga

Indikasi lain adalah kandung empedu yang tidak terlihat pada kolesistografi oral, yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu berdiameter besar (&gt;2 cm),

Namun demikian, pelepasan cairan empedu yang disimpan di kandung empedu distimulasi oleh sekresi CCK ke dalam aliran darah saat kimus memasuki duodenum,

Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil

memekatkan empedu  cairan empedu dalam kandung empedu lebih pekat 10 kali lipat dari pada cairan empeduhati.  Secara berkala kandung

Kolangitis akut merupakan superimpose infeksi bakteri yang terjadi pada obstruksi saluran bilier, terutama yang ditimbulkan oleh batu empedu namun dapat pula

„ Pada pankreatitis akut ringan dengan batu empedu di kandung empedu, kolesistektomi sebaiknya dilakukan sebelum pasien keluar RS untuk mencegah

Kolesisttitis akut adalah suatu reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demama. Kolesistitis kronik