• Tidak ada hasil yang ditemukan

stemi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "stemi"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Miokard Infark dengan ST Elevasi

Tio Naro – 10.2012.331 (C.5)

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat: Jalan Arjuna Utara nomor 6 Jakarta Barat, 11510

Email : tionaro@yahoo.com

Skenario4 (Blok19-Kardiovaskuler Sistem2-2014)

Seorang perempuan berusia 50tahun datang diantar anaknya ke IGD RS dengan keluhan nyeri dada kiri tiba-tiba dan menjalar ke lengan kiri sejak 3jam yang lalu. Nyeri dirasakan sedikit berkurang saat istirahat namun akan terus menerus muncul kembali dan semakin memberat. Keluhan tidak disertai demam ataupun batuk. Sebelumnya pasien juga pernah merasakan nyeri dada kiri, namun tidak terlalu sakit dan hanya berlangsung sekitar 5menit saja

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jantung memiliki peranan yang besar dalam mengatur siklus kehidupan manusia. Apabila adanya gangguan terhadap sirkulasi kerja jantung, maka akan mengganggu kehidupan manusia. Gejala yang ditimbulkan juga tidak semuanya dapat terlihat sehingga sulit untuk mendiagnosis. Angina pectoris merupakan salah satu gejala yang sering ditemui, dengan gejala nyeri dada di sebelah kiri yang menjalar hingga ke rahang dan lengan.

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.

II. PEMBAHASAN

A.

Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari

(2)

koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat miokard infark sebelumnya, serta faktor risiko lain seperti hipertensi, DM, merokok, stress, dll.

Pada hampir setengah kasus, terdapat beberapa faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres, emosi, atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI dapat terjadi pada sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

Nyeri dada. Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut, perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau salah dapat memperburuk penyakit. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA, dengan sifat nyeri sbb:1

1. Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.

2. Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk.

3. Penjalaaran : biasanya ke lengan kiri, leher, rahang bawah, gigi, punggung, perut, dan dapat juga hingga ke lengan kanan.

4. Nyeri membaik atau mengjhilang setelah istirahat, atau obat nitrat. 5. Faktor pencetus: latihan fisik, stress, udara dingin.

6. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, dan lemas.

7. mengindikasikan disfungsi miokard iskemik berat sebagai akibat infark sebelumnya.

B.

Pemeriksaan 1. Gejala Klinis

a. Gejala umum (Sistemik)

Tekanan atau nyeri substernum atau dada sesak dengan atau tanpa penyebaran ke leher, rahang, bahu kiri, atau lengan; dispneu; mual atau muntah; kepala pening; stress; nyeri berkurang dengan istirahat/berkepanjangan/menetap.2

b. Gejala khusus (khas)

- Angina pectoris stabil: nyeri dada episodik saat pasien berolahraga atau mengalami bentuk stress lainnya. Nyeri mereda dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin.

- Angina Prinzmetal: angina yang terjadi saat pasien beristirahat bahkan saat tidur.

- Angina pectoris tidak stabil: nyeri angina yang frekuensinya meningkat dipicu oleh olahraga dan serangan menjadi lebih intens, dan lebih lama dari angina pectoris stabil.

(3)

2. Pemeriksaan Fisik

Tidak ada hal yang spesifik dalam pemeriksaan fisik. Sering pemeriksaan fisik normal didapatkan pada pasien tersebut. Mungkin, pemeriksaan fisis yang dilakukan waktu nyeri dada dapat menemukan adanya aritmia, gallop bahkan murmur, split S2 paradoksal, rongki basah bagian basal paru, yang menghilang saat nyeri berhenti. Hal-hal lain yang bisa didapat dari pemeriksaan fisik adalah tanda-tanda adanya faktor risiko, misalnya tekanan darah tinggi.

Denyut nadi, sering normal pada pasien dengan angina stabil. Selama serangan akut, takikardia atau aritmia transien (misalnya fibrilasi atrium (AF), takikardia ventrikel) dapat terjadi. Takikardia saat istirahat atau pulsus alternans dapat mengindikasikan disfungsi miokard iskemik berat sebagai akibat infark sebelumnya.

Selama episode iskemia akut, pasien akan mengalami cemas, takikardi, takipneu, kemungkinan ada rongki paru, S3, S4 atau murmur. Bila terjadi syok kardiogenik akan terjadi hipotensi dengan perfusi jaringan yang buruk .3

Sebagian besar, pasien cemas dan tidak dapat beristirahat. Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis dan hampir setengahnya adalah sebaliknya. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikuler adalah S4 dan S3 Gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung ke dua. Dapat ditemukan murmur midsistolik yang bersifat sementara karena disfungsi apartus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38o C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca

STEMI.1

General Appearance

Pemeriksaan selalu dimulai dengan pengamatan fisik secara keseluruhan, yang akan dirangkum dalam beberapa poin berikut ini:5,6

1. Apparent state of health. Cobalah untuk menilai pasien secara keseluruhan berdasarkan pengamatan sekilas ketika pasien datang. Dukung hal tersebut dengan beberapa detail yang signifikan. Contohnya seperti tampak sakit akut atau kronis, rapuh, tampat sehat, atau bahkan tampak sangat kuat.

(4)

2. Level of consciousness. Apakah pasien dalam keadaan sepenuhnya sadar, responsif terhadap setiap rangsangan dari luar atau tidak. Jika tidak, cepat nilai level tingkat kesadarn pasien, apakah sadar sepenuhnya, letargik, obtundation, stupor, hingga koma.

3. Sign of distress. Lihatlah gejala apa yang sedang diderita oleh pasien.

4. Skin color and obvious lesion. Perhatikan apakah pucat, sianosis, jaundice, rash, atau memar. Sianosis sendiri berbeda-beda jenis tergantung penyebabnya. Khusus untuk penyakit kardiovaskular harus dapat membedakan penyebab sianosis yang terlihat. Sianosis sentral terjadi karena adanya shunting antara ventrikel kanan ke ventrikel kiri, yang menyebabkan darah yang belum teroksigenasi mencapai sirkulasi sistemik. Sianosis perifer atau acrocyanosis adalah sianosis yang terjadi karena penurunan aliran darah menuju ekstremitas karena adanya vasokostriksi pembuluh darah kecil, seperti yang terjadi pada pasien dengan gagal jantung berat., shock, atau penyakit vaskular perifer. Sianosis diferensial merupakan sianosis yang terjadi pada ekstremitas bawah namun tidak pada ekstremitas atas, seperti yang terjadi pada patent duktus arteriosus (PDA) besar dan hipertensi pulmonal sekunder dengan right-to-left shunting pada pembuluh darah besar.

5. Dress, grooming, and personal hygiene. Perhatikan bagaimana pasien berpakaian, kebersihan pakaian, rapi atau tidak, bandingkan dengan orang lain seusia pasien. Perhatikan juga alas kaki yang digunakan, perhiasan, rambut, kuku, penggunaan kosmetik, dan sebagainya.

6. Facial expression. Perhatikan ekspresi wajah saat istirahat, selama berkomunikasi, selama pemeriksaan fisik, dan interaksinya dengan orang lain. Perhatikan kontak mata pasien, apakah natural, berusaha diperpanjang, cepat menghindar, atau bahkan tanpa kontak mata sama sekali.

7. Odors of the body and breath. Bau tubuh dapat menjadi petunjuk diagnostik yang cukup penting, seperti bau aseton pada pasien diabetes, bau alkohol, dan lainnya. 8. Posture, gait, and motor activity. Posisi manakah yang pasien lebih sukai harus

diperhatikan, karena seperti pada gagal jantung kiri pasien lebih menyukai posisi duduk. Perhatikan pula berapa kali pasien berganti posisi, dan seberapa cepat pergerakannya. Perhatikan adanya gerakan motorik involunter, adakah bagian tubuh yang tidak dapat bergerak dan apakah pasien berjalan dengan baik, seimbang, atau tidak.

(5)

10. Weight. Apakah pasien gemuk, kurus, obesitas. Perhatikan juga distribusi lemak pasien, apakah tersebar merata atau hanya pada bagian sentral, dan sebagainya.

11. Calculating the BMI. Pengukuran body mass index (BMI) diperlukan untuk mengetahui apakah berat badan dan tinggi badan seseorang sudah sesuai atau tidak, sehingga melihat apakah pasien obesitas atau kurus.

Blood Pressure and Heart Rate

Setiap memulai pemeriksaan kardiovaskular, pemeriksaan tekanan darah serta frekuensi nadi harus dilakukan pada awal memulai pemeriksaan fisik. Pemeriksaan tekanan darah dan frekuensi nadi termasuk di dalam pemeriksaan tanda-tanda vital.6

Pemeriksaan Fisik pada STEMI

Kebanyakan pasien terlihat cemas dan gelisah, berusaha untuk menghilangkan rasa sakit dengan terus merubah posisi tidur hingga stretching, namun biasanya tidak berhasil. Wajah pasien biasanya pucat, di mana hal ini berhubungan dengan keringat

dan dingin pada ekstremitas yang terjadi cukup sering. Nyeri dada substernal menetap hingga lebih dari 30 menit dan diaforesis merupakan kombinasi gejala yang sangat kuat merujuk kepada STEMI. Meskipun kebanyakan pasien STEMI memiliki frekuensi nadi dan tekanan darah yang normal pada satu jam pertama serangan, namun sekitar seperempat pasien dengan infark anterior termanifestasi sebagai hiperaktivitas sistem saraf simpatis, yaitu muncul sebagai takikardi dan/atau hipertensi, dan sekitar setengah pasien dengan infark posterior menunjukkan hiperaktivitas sistem saraf parasimpatis, yaitu bradikardia dan/atau hipotensi.5

Prekordial (permukaan ventral tubuh yang berada di atas jantung dan gaster, yang meliputi epigastrium dan bagian bawah-tengah dari toraks) biasanya tenang, dan iktus kordis biasanya sulit diraba. Pada pasien dengan infark anterior, dapat terjadi pulsasi sistolik yang abnormal pada daerah periapikal dalam hari pertama gejala dan dapat hilang dengan sendirinya, yang disebabkan karena pergerakan yang tidak teratur akibat adanya perbesaran pada dinding miokardium yang mengalami infark. Tanda fisis lain yang menunjukkan adanya disfungsi ventrikel adalah terdengarnya suara bunyi jantung ke-4 dan ke-3, sehingga dikatakan sebagai gallop, penurunan intesitas bunyi jantung pertama dan split yang paradoksikal bunyi jantung yang kedua. Dapat ditemukan murmur middiastolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup mitral. Pada STEMI transmural, dapat terdengar pericardial friction rub pada kebanyakan pasien, kapanpun selama proses perjalanan penyakit masih berlangsung, dan jika pasien tersebut diperiksa

(6)

secara rutin. Pulsasi karotis sering menurun dalam hal volume, yang mencerminkan adanya penurunan stroke volume. Suhu dapat meningkat hingga 38oC dalam minggu pertama pasca

STEMI. Tekanan arterial dapat bervariasi; pada pasien dengan infark transmural, tekanan sistolik menurun sekitar 10-15 mmHg dari saat sebelum infark.5,6

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn 1 dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skelet, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak bergantung pada pemeriksaan biomarker.

Peningkatan enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukan ada nekrosis jantung (infark miokard); 1

- CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversielektrik dapat meningkatkan CKMB.

- cTn ada 2 jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

Pemeriksaan enzim jantung yang lain, yaitu:

- mioglobin: dapat deteksi 12 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.

- Kreatinin kinase atau CK : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. - LDH : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard mencapai puncak

3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.

- Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang

(7)

bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis miokard infark gelombang Q, sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pectoris tidak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukan gelombang Q disebut infark non Q. Istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG hanya menunjukan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T.

(8)

- Ekokardiografi

Pemeriksaan ini bermanfaat sekali pada pasien dengan murmur sistolik untuk memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta atau kardiomiopati hipertropik. Selain itu dapat pula menentukan luasnya iskemi bila dilakukan waktu nyeri dada sedang berlangsung. 4

C. Diagnosis Banding

2,6

1. Angina Pektoris Tak Stabil (UAP)

Angina Pektoris adalah nyeri dada yang mejalar ke rahang, gigi, bahu dan lengan kiri. Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasanya. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.

Pada pemeriksaan ECG didapatkan adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya iskemi akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T non spesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan karena hal lain.

Pada pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya mitral insufisiensi dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosis kurang baik. Stres ekokardiografi juga dapat membantu menegakkan adanya iskemi miokardium.

Pada pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. CK-MB

(9)

kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.

2. NSTEMI

Angina pectoris tak stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST (non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD.

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.

Pada pemeriksaan gambaran (elektrokardiogram = EKG), secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien pada

Thrombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak

0,05 mV merupakan predictor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.

Troponin T atau Troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai, karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.

Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan penilaian resiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan

(10)

terapi awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang heterogen dengan subgroup yang berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula. Penatalaksanaan sebaiknya terkait pada faktor resikonya.

TABEL 1. Perbedaan antara UAP, NSTEMI dan STEMI

Jenis Nyeri dada EKG Enzim Jantung

UAP Angina pada waktu istirahat / aktivitas

ringan, crescendo angina, bisa hilang

dengan nitrat

Depresi segmen ST Inversi Gelombang T Tidak ada gelombang Q

Tidak meningkat

NSTEMI Lebih berat dan lama (>30 menit ), tidak hilang dengan nitrat, mungkin perlu opiat

Depresi segmen ST Inversi T dalam

Meningkat minimal 2x dari nilai batas atas normal

STEMI Lebih berat dan lama (> 30 menit ) tidak hilang dengan nitrat , mungkin

perlu opiat

Hiperakut T Elevasi segmen ST > 0,1

mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas, >0,2

mV pada prekordial Gelombang Q Inversi Gelombang T

Meningkat minimal 2x dari nilai batas atas normal

3.Perikarditis Akut

Perikarditis akut adalah peradangan primer maupun sekunder perikardium parietalis/visceralis atau keduanya. Etiologi bervariasi luas dari virus, bakteri, tuberkulosis, jamur, uremia, neoplasia, autoimun, trauma, infark jantung sampai ke idiopatik. Keluhan paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam, yang menjalar ke bahu kiri dan kadang ke lengan kiri. Nyerinya menyerupai serangan jantung, tetapi pada perikarditis akut nyeri ini cenderung bertambah buruk jika berbaring, batuk atau bernafas dalam. Perikarditis dapat menyebabkan tamponade jantung, suatu keadaan yang bisa

(11)

berakibat fatal. Keluhan lainnya rasa sulit bernafas karena nyeri pleuritik di atas atau efusi perikard.

Pemeriksaan fisik didapatkan friction rub presistolik, sistolik atau diastolik. Bila efusi banyak atau cepat terjadi, akan didapatkan tanda tamponade. Elektrokardiografi menunjukkan elevasi segmen ST. Gelombang T umumnya ke atas, tetapi bila ada miokarditis akan ke bawah (inversi). Foto jantung normal atau membesar (bila ada efusi perikard). Foto paru dapat normal atau menunjukkan patologi (misalnya bila penyebabnya tumor paru, TBC, dan lain-lain).

4. Angina prinzmetals

Sakit dada atau nyeri yang timbul pada waktu istirahat, seringkali pada pagi hari. Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroner arterosklerotik. EKG menunjukan elevasi segmen ST. Cenderung berkembang menjadi infark miokard akut, dapat terjadi aritmia.

D.Diagnosis Kerja

Diagnosis infark miokard akut dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi segmen ST lebih dari 2 mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau lebih dari 1 mm pada 2 sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat dapat memperkuat diagnosis, namun keputusan untuk memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksanan infark miokard akut, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle.1

a. Etiologi

Penyakit jantung iskemik adalah sekelompok sindrom yang berkaitan erat yang disebabkan olehn ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah. Penyakit jantung iskemik juga merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang timbul dengan keluhan dada seperti diikat atau nyeri seperti ditekan di bagian tengah dada yaitu angina atau infark miokard. Penyebab tersering PJI adalah menyempitnya lumen arteria koronaria oleh aterosklerosis, sehingga sering disebut penyakit jantung koroner.

b. Epidemiologi

Merupakan pembunuh nomor satu pada pria maupun wanita di Amerika Serikat. Lebih dari satu juta infark miokard terjadi pertahun di AS. Kematian akibat kardiovaskuler telah menurun 50% pada 3 dekade terakhir (angka penurunan ini tertinggi terjadi pada pria

(12)

kulit putih dan terendah pada wanita kulit hitam). Diperkirakan bahwa lebih dari 2 juta warga AS menderita iskemia miokard silent dengan peningkatan risiko menderiota MI dan kematian mendadak. Bahkan dari tahun 2000-an dapat dipastikan kecenderungan penyebab kematian di Indonesia bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit kardiovaskuler.

Penyakit ini dapat timbul pada semua usia, tetapi paling sering pada usia lanjut, dengan insiden lebih dari 60 tahun pada laki-laki dan 70 tahun pada perempuan

c. Gejala Klinis

Pada sepertiga kasus, faktor-faktor pencetus terjadi lebih dulu sebelum terjadi STEMI, seperti olahraga yang berlebihan dan stres emosional. Meskipun STEMI dapat terjadi pada waktu kapanpun, siang maupun malam, namun ternyata irama sirkadian dapat cukup mempengaruhi, dapat terjadi serangan pada beberapa jam setelah bangun tidur.5

Nyeri, merupakan keluhan utama pasien yang mengalami STEMI. Tipe nyeri adalah

nyeri dalam dan viseral. Sifat nyeri biasanya dijelaskan sebagai nyeri yang berat, seperti tertindih dan teremas, meskipun kadang-kadang dapat dijelaskan juga sebagai rasa tertusuk dan terbakar. Sifat-sifat tersebut cukup mirip dengan karakteristik nyeri pada angina pectoris, namun biasanya STEMI muncul pada saat istirahat, lebih berat, dan nyeri bertahan cukup lama. Biasanya nyeri melibatkan bagian sentral dada atau epigastrium, dan menjalar menuju lengan. Tempat penjalaran lain yang cukup jarang adalah abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Lokasi tersering terdapatnya nyeri biasanya di bawah xiphoid dan epigastrium, dan pasien biasanya menolak jika dikatakan sebagai serangan jantung karena lebih dikira sebagai gangguan pencernaan. Selain nyeri, biasanya diikuti dengan adanya kelelahan/kelemahan, berkeringat banyak, nausea, vomiting, gelisah, dan rasa akan meninggal dalam waktu dekat. Nyeri dapat muncul saat istirahat, namun jika nyeri muncul saat aktivitas, biasanya tidak mereda dengan penghentian aktivitas, berbeda dengan pada angina pektoris.5

Nyeri pada STEMI dapat meniru/mirip seperti nyeri yang timbul pada penyakit lain seperti pericarditis akut, emboli pulmonal, diseksi aorta akut, costochondritis, dan gangguan gastrointestinal. Kondisi ini harus dapat dipertimbangkan sebagai diferensial diagnosis. Penjalaran nyeri hingga trapezius biasanya tidak terjadi pada STEMI dan lebih diperkirakan sebagai pericarditis. Meskipun demikian, nyeri tidak selalu terjadi pada pasien dengan STEMI. Jumlah pasien STEMI tanpa nyeri lebih banyak dari pada pasien STEMI dengan nyeri, terutama jika pasien tersebut juga mengalami diabetes melitus, serta meningkat seiring dengan meningkatnya umur. Pada orang tua, STEMI dapat terjadi berupa rasa sulit bernafas yang tiba-tiba muncul, yang dapat berlanjut menjadi edema pulmonal. Dapat juga gejala lain,

(13)

dengan rasa nyeri ataupun tidak, yaitu adalah hilangnya kesadaran secara tiba-tiba, kebingungan, kelemahan yang sangat mendalam, aritmia, hingga sekedar penurunan tekanan arterial tiba-tiba tanpa sebab.5

d. Patofisiologi 2

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari

fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons

terhadap terapi trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, seratonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara stimulan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.

(14)

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagi penyakit inflamasi sistemik.

e. Penatalaksanaan

- Medika Mentosa (STEMI) 1. Antitrombotik1

Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan ntendensi pasien menjadi thrombosis. Aspirin merupakan anti platelet standar pada STEMI.

Klopidogrel harus diberikan sesegera mungkin pada semua pasien STEMI yang mengalami PCI. Pada pasien yang mengalami PCI, dianjurkan dosing loading 600 mg. Sedangkan yang tidak mengalami PCI dosis loading 300 mg dilanjutkan dosis pemulihan 75 mg per hari. Inhibitor glikoprotein menunjukan manfaat untuk mencegah komplikasi thrombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI.

Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung kongestif, riwayat emboli, trombusmural pada echocardiografi 2 dimensi atau fibrtilasi atriakl merupakan risiko tinggi tromboemboli paru siostemik. Pada keadaan ini harus mendapat terapi anti thrombin kadar terapeutik penuh atau (UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan terapi Warfarin sekurang-kurangnya 3 bulan. Pada pasca STEMI, dengan onset <12 jam yang tidak diberikan terapi reperfusi, atau pasien STEMI dengan onset >12 jam aspirin, klopidogren dan obat anti thrombin (heparin, enoksapirin atau fondaparinux) harus diberikan segera mungkin.

2. Penyekat beta

Manfaat penyekat beta terhadap pasien STEMI, dapat dibagi menjadi: yang terjadi segera jika diberikan obat secara kuat dan diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian penyekat beta akut IV memperbaiki keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang serius. Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk : sebagian besar pasien yang mendapat terapi inhibitor ACE. Kecuali pada pasien dengan

(15)

kontraindikasi atau (pasien dengan gagal jantung atu fungis sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik atau riwayat asma).

3. Inhibitor ACE

Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Mekanisme yang melibatkan penurunan remodeling ventrikel pasca infark dengan penurunan risiko gagal jantung. Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark. Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE ahrus diberikan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung. Pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau terdapat abnormalitas dinding global. Penelitian klinis dalam tatalaksana pasien gagal jantung trermasuk data dari penelitian klinis pada pasien STEMI menunjukkan bahwa angiotensin receptor bloker (ARB) bermanfaat pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri menurun atau gagal jantung klinis yang tak toleran terhadap inhibitor ACE.

4. Aspirin

Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibise cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg diruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

- Non medika STEMI

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang aritmia. Sasaran terapi reperfusi pada psien STEMI adalah door-to-needle ( atau medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon (atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit. Percutaneus Coronary Intervention (PCI), biasanya angiplasti dan/atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama

(16)

infark miokard. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka panjang dan jangka pendek yang lebih baik.

f. Komplikasi 2

1. Disfungsi Ventrikular

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan dalam bentuk ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventrikular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al; slippage serat otot disrupsi sel miokard normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.

2. Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di Rumah Sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.

3. Edema Paru Akut

Pada Miokard Infark, seringkali terjadi bendungan sirkulasi vena. Pada pasien dengan miokard infark atau gagal jantung kiri, hal ini menyebabkan bendungan pasif

(17)

sirkulasi paru. Seiring dengan semakin parahnya gagal ventrikel kiri, tekanan hidrostatik pada pembuluh paru meningkat sehingga terjadi kebocoran cairan dan kadang-kadang eritrosit ke dalam jaringan intersitium dan rongga udara paru untuk menyebabkan edema paru. Kongesti sirkulasi paru juga meningkatkan resistensi vaskular paru dan karenannya peningkatan beban kerja bagi sisi kanan jantung. Peningkatan beban ini apabila menetap dan parah, akhirnya menyebabkan sisi kanan jantung akan mengalami kegagalan.

4. Syok kardiogenik

Syok kardiogenik merupakan ekspresi klinik yang paling berat dari kegagalan ventrikel kiri dan dihubungkan dengan besarnya kerusakan struktur pada ventrikel kiri yang lebih dari 80% pada pasien STEMI. Biasanya syok kardiogenik dikarenakan oleh ruptur musculus papilaris. Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.

5. Infark ventrikel kanan

Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferoposterior menunjukan sekurang-kurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark terbatas primer pada ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST pada sadapan EKG sisi kanan terutama sadapan V4R, sering dijumpai dalam 24 jam pertama pasien dengan infark ventrikel kanan. Terapi terdiri dari ekspansi volume untuk mempertahankan preload ventrikel kanan yang adekuat dan upaya untuk neningkatkan tampilan dengan reduksi Pulmonary capillary wedge (PCW) dan tekanan arteri pulmonalis.

g. Pencegahan

- Olahraga dapat mengurangi risiko sebanyak 45%, penurunan berat badan sebanyak 55%.

- Pengontrolan tekanan darah dengan gaya hidup, diet, dan obat-obatan dapat menurunkan risiko secara bermakna.

(18)

- Diet: mengurangi lemak dan kolesterol diet menurunkan risiko jantung - Berhenti merokok

h. Prognosis

Prognosis STEMI bergantung kepada seberapa cepat ditanganinya STEMI/pemberian terapi reperfusi, karena lamanya penanganan dapat menyebabkan komplikasi lebih cepat terjadi, sehingga meningkatkan tingkat mortalitas pasien.5

E . Kesimpulan

STEMI terjadi karena adanya ruptur plak aterosklerosis pada arteri koronaria yang menyebabkan agregasi trombosit, sehingga menyumbat aliran darah dan menyebabkan jaringan jantung yang diperdarahi mengalami kekurangan oksigen hingga infark. Gejala khasnya merupakan nyeri dada kiri yang menjalar hingga lengan dan leher, namun ketikda beristirahat tidak menunjukkan adanya perbaikan, dan nyeri bertahan lebih dari 30 menit. Gejala demikian sesuai dengan skenario, sehingga pasien tersebut dinyatakan menderita STEMI.

D. Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 1741-54.

2. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006. h. 83-4, 99-118.

3. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7th ed. USA: Cengage Learning, 2010.

p. 303-27, 377-8.

4. Guyton, Arthur C. Textbook of medical physiology. 11th ed. Pennsylvania: Elsevier Saunders,

2006. p. 116.

5. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison’s principles of internal medicine. 18thed Vol II. Philadelphia: The McGraw-Hill Companies; 2012. p. 1817-8;

2021-4.

6. Bickley LS. Bates: guide to physical examination and history taking. 10th ed. USA:

Wolters Kluwer, 2009. p. 109-12; 337-9.

7. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment. USA: The McGrawHill Companies; 2013. p. 365.

(19)

8. Dharma SD. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. h. 78.

9. Robbins, Cortan, Mitchell RN. Buku saku dasar patologi penyakit. Edisi 7. Jakarta: EGC, 2008, hal 331.

10. Valentina L. Brashers. Aplikasi klinis patofisiologi. Jilid 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008, hal 35-42.

11. Kumar, Cotran, Robbins. Buku ajar patologi. Edisi 7. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2007, hal 409.

Gambar

TABEL 1. Perbedaan antara UAP, NSTEMI dan STEMI

Referensi

Dokumen terkait

9 STEMI Pasien dengan kenaikan biomarker jantung melebihi standar persentil tertinggi bersamaan dengan adanya gejala dan tanda nyeri dada iskemik dan Elevasi Segmen ST pada

Sindrom koroner akut adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia miokard akut, yang terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi

tidak mual lagi Gangguan rasa nyaman nyeri teratasi dalam waktu ±3 hari setelah tindakan perawatan -klien tidak mengeluh lagi adanya rasa nyeri dada bagian tengah -klien tidak

Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen).. Keluhan angina tipikal berupa rasa

Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam; mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai korban

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi

Sehingga fase ini sering ditandai dengan gejala-gejala tidak khas seperti demam tinggi mendadak, malaise, mual muntah tanpa mencret, nyeri otot, ikterus, sakit kepala, nyeri ulu