• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESA PENYEBAB EKSPLOSIVITAS ERUPSI MERAPI 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINTESA PENYEBAB EKSPLOSIVITAS ERUPSI MERAPI 2010"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

314

SINTESA PENYEBAB EKSPLOSIVITAS ERUPSI MERAPI 2010

Maria Christine Rosaria*, Lucas Donny Setijadji

Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada *corresponding author: marchristine56@gmail.com

ABSTRAK

Fase erupsi Merapi 2010 dimulai pada tanggal 26 September yang dibuka dengan suatu erupsi eksplosif dengan gas CO2 dengan kadar terbesar setelah erupsi 1992-2006. Selanjutnya, beberapa erupsi kecil terjadi dan puncak erupsi terjadi pada peralihan tanggal 4 dan 5 November 2010. Skala indeks VEI erupsi Merapi 2010 mencapai tingkat 4. Erupsi Merapi 2010 mengeluarkan produk hingga 10 kali lipat dari jumlah produk erupsi normal selama 130 tahun terakhir. Studi terdahulu menunjukkan adanya interaksi antara lava dengan batuan dasar, yang tersusun dari batuan dominan CaCO3, menghasilkan gas CO2 yang melimpah. Dari studi seismik tomografi, Merapi diperkirakan memiliki dapur magma yang jamak. Teori tersebut juga didukung oleh adanya inklusi andesit dalam andesit dan tingkatan pendinginan magma pada sistem dapur magma Merapi. Energi seismik yang terekam saat erupsi Merapi 2010 sangat tinggi yang diakibatkan pergerakan fluida dalam jumlah besar dan deformasi. Kemudian naik ke permukaan dengan sangat cepat yang dicirikan dengan amfibol yang belum sempat bereaksi dan miskinnya produk erupsi yang vesikuler. Simpulan yang dapat ditarik dari beberapa teori tersebut, hal yang paling mempengaruhi besarnya eksplosivitas Merapi 2010 adalah besar jumlah dan kecepatan naik magma ke permukaan. Merapi memiliki siklus erupsi empat tahunan dan erupsi tahun 2014 tingkat eksplosivitasnya sangat jauh dibawah erupsi 2010. Hal yang masih perlu diamati lebih lanjut adalah bagaimana magma dengan jumlah besar tersebut terbentuk.

I.

PENDAHULUAN

Salah satu gunungapi yang paling tersohor adalah Gunung Merapi yang terletak di perbatasan Provinsi D.I. Yogyakarta dengan Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Menurut Kusumadinata (1979) dalam Ratdomopurbo (2013), Gunung Merapi adalah salah satu gunungapi paling aktif di antara 130 gunungapi aktif yang ada di Indonesia. Di sekitar gunung ini terdapat gunungapi-gunungapi aktif yaitu Gunung Lawu, Gunung Sindoro-Sumbing, Gunung Ungaran, dan dataran tinggi Dieng. Pada dekade terakhir ini, Gunung Merapi mengalami erupsi setiap empat tahun sekali, yaitu tahun 2006, 2010, serta erupsi 2014 yang tidak terlalu besar dibanding sebelumnya.

Dari tiga episode tersebut, erupsi terbesar adalah erupsi tahun 2010 dengan volume material hasil erupsi mencapai 20 juta m3, mencapai 10 kali lebih besar jika dibanding dengan material hasil letusan Merapi selama kurang lebih 130 tahun terakhir (Cronin et al.,

2013). Dua fase letusan terbesar dari episode letusan Merapi 2010 terjadi pada tanggal 26 Oktober dan 5 November. Letusan Merapi 2010 menelan korban jiwa hingga 318 jiwa dan kerugian tidak hanya berhenti saat paperfase erupsi berhenti, namun adanya banjir lahar dingin juga menambah kerugian yang ditanggung penduduk sekitar Merapi. Akibatnya, status aktif Merapi masih menjadi daya tarik tersendiri bagi studi kegunungapian.

II.

SEJARAH AKTIVITAS MERAPI

Newhall et al., 2000 membagi aktifitas Merapi pra historis kedalam empat fase, yakni fase Pra Merapi, fase Proto Merapi, fase Merapi Tua, dan fase Merapi Muda.

Fase Pra Merapi

Suatu bukit di timur laut Merapi diperkirakan menjadi sumber aktifitas Pra Merapi, yaitu Gunung Bibi. Gunung ini terdiri dari lava basaltik yang kaya akan fenokris dengan kandungan hornblend lebih banyak dibanding dengan kandungan augitnya dan pada lava

(2)

315 yang lebih muda ditemukan adanya sifat andesitik yang cukup dominan (52,7% SiO2) di mana pada lava muda tersebut augitnya sangat kaya dan tidak ditemukan adanya hornblend (Newhall et al., 2000).

Menurut Newhall et al., (2000), pada produk erupsi Merapi tidak ditemukan piroklastik dengan karakter seperti itu sehingga diintepretasikan kemungkinan sumbernya merupakan Gunung Bibi yang letaknya paling dekat dengan lokasi walaupun secara topografi ada pula kemungkinan sumbernya merupakan Gunung Merbabu. Dari penarikan umur yang dilakukan oleh Berthommier et al., (1990 dalam Newhall et al., 2000) Gunung Bibi menunjukkan angka umur 0,64 juta tahun lalu yang menunjukkan bahwa sampai sekarang umur tersebut merupakan umur dari kegiatan vulkanisme yang paling tua yang terjadi di sekitar kerucut Merapi masa kini.

Fase Proto Merapi

Fase diperkirakan ini berumur kurang lebih 40.000 hingga 18.000 menurut penarikan umur berdasarkan dating U-Th (Newhall et al., 2000). Oleh Newhall et al., fase ini dikelompokkan menjadi fase Proto-Merapi yaitu fase peralihan dari fase Perbukitan Menoreh ke fase Merapi Tua. Gunung Turgo dan Gunung Plawangan terletak di lereng selatan kerucut Merapi saat ini dan diperkirakan merupakan bagian dari hancuran fase Proto Merapi atau fase Merapi Tua (Voight, 2000 dalam Newhall et al., 2000). Kedua gunung ini tersusun dari aliran lava basaltik yang sudah mengalami pelapukan. Fase Merapi Tua

Pada fase ini, banyak ditemukan aliran-aliran lava basal yang menunjukkan adanya perbedaan dengan kandungan lava pada masa sekarang sedangkan lava pada fase Merapi Muda didominasi oleh lava andesit (del Marmol, 1989 dalam Newhall et al., 2000). Produk tertua dari fase ini ditemukan di dua lokasi, yaitu endapan piroklastik dengan adanya breadcrust-bomb yang berlokasi di

Cepogo dan endapan napal pumisan yang terendapkan di atas tuff pumisan dan lava bantal di daerah Watuadeg. Produk yang pertama menunjukkan umur 9630 ± 60 14C y dan produk yang kedua menunjukkan umur 6000 14C y (Newhall et al., 2000).

Fase Merapi Muda

Aktivitas Merapi muda tersebut diperkirakan lebih eksplosif dibanding fase sebelumnya jika dilihat dari sebaran endapan piroklastik, utamanya sebaran piroklastik jatuhan yang dihasilkan (Gertisser dan Keller, 2003). Batas umur yang didapat dari penarikan carbon dating sampel arang yang terjebak di aliran piroklastik secara umum menunjukkan umur ~ 2.000 14C SM hingga 200 14C SM (Gertisser dan Keller, 2003). Pada diagram aktifitas vulkanik Merapi muda menurut Gertisser dan Keller (2003), terdapat beberapa kali fase di mana Merapi mengalami penurunan aktivitas vulkanisme, antara lain sekitar umur 700 hingga 55014C SM dan umur 1300 hingga 115014C SM yang diperkirakan akibat adanya letusan yang sangat eksplosif sebelumnya sehingga menutupi produk-produk aktifitas erupsi sebelumnya. Pada kerenggangan aktivitas itu pula diperkirakan ada proses diferensiasi magma akibat absennya influx magma baru dan ketika parental magma masuk ke dapur magma, terjadilah magma mixing yang mengakibatkan erupsi (Gertisser dan Keller, 2003).

Fase Historikal Merapi

Ulasan mengenai fase ini terangkum dalam Voight et al., (2000). Merapi masih memiliki siklus yang periodik seperti pada fase sebelumnya, namun pada fase ini jeda antara periodenya kurang lebih hanya 10 tahun. Hal tersebut diakibatkan waktu selang influx dari parental magma yang pendek. Akibat siklus tersebut, beberapa erupsi yang terjadi di fase ini mencapai indeks V.E.I 3 hingga 4. Beberapa di antaranya adalah periode erupsi pada tahun 1822-1823, 1846-1848, 1849, periode 1872-1873, 1930-1931, dan erupsi tahun 1961 dari

(3)

316 total 50 periode erupsi. Walaupun demikian, pada fase ini indeks V.E.I dari erupsi-erupsi Merapi didominasi oleh skala 1-3 (Andreastuti et al., 2000).

III.

PEMAPARAN DATA

Kronologi Erupsi

Surono et al., (2012), membagi fase erupsi Merapi 2010 ke dalam 4 fase utama. Penjelasan mengenai fase-fase tersebut menurut Surono et al., (2012), adalah sebagai berikut:

Fase pertama merupakan fase Intrusi dimana fase ini dimulai pada bulan Oktober 2009 dengan gejala swarm yang terekam beberapa kali dan terjadi peningkatan kadar gas vulkanik yang keluar di bulan September 2010. Pada fase ini, terjadi juga keluaran gas SO2 dengan kadar tertinggi selama periode 1992-2007. Jika dibandingkan dengan erupsi Merapi pada dekade-dekade sebelumnya, maka erupsi 2010 memiliki frekuensi gempa dan pelepasan energi seismik tertinggi, deformasi puncak yang sangat cepat, dan emisi gas yang tertinggi.

Fase kedua adalah fase Eksplosif Awal dimana fase ini berlangsung dari akhir Oktober 2010 hingga awal November 2010. Setelah naiknya frekuensi gempa dan emisi gas di fase sebelumnya, pada fase kedua ini mulai terjadi erupsi eksplosif yang mengarah ke lereng selatan dengan kadar CO2 tertinggi sejak periode 1992-2006. Fase ini sempat memasuki masa pasif yang singkat, namun pada puncaknya terjadi hingga tiga kali erupsi yang menghancurkan kubah lava tahun 2006 dan membuat kedalaman kawah bertambah. Fase ketiga dapat dikatakan sebagai fase puncak erupsi Merapi 2010. Fase ini berlangsung hingga tanggal 5 November 2010. Fase diawali dengan pertumbuhan kawah yang sangat cepat, hingga 25 m3/s dan volume kawah yang tercapai hingga 5x106m3. Erupsi pertama terjadi pada tanggal 3 November 2010 pagi hari yang disusul dengan aliran

piroklastik yang mencapai 12 kilometer. Selanjutnya gempa tremor kembali terjadi hingga 3 skala Mercalli.

Puncak dari aktivitas vulkanik Merapi 2010 terjadi pada peralihan tanggal 4 ke 5 November 2010, dimana pada waktu tersebut terjadi beberapa kali erupsi yang membentuk tiang erupsi setinggi 17 kilometer dan merubah morfologi puncak Merapi akibat hilangnya batuan penyusun yang menghasilkan kawah yang sangat luas yang membuka ke arah tenggara. Di tanggal 6 November aktivitas vulkanik yang eruptif menurun, namun pertumbuhan kubah kava masih terjadi. Fase terakhir adalah fase penyusutan aktivitas vulkanime yang dicirikan dengan penurunan aktivitas seismik.

Proses Erupsi

Peningkatan kandungan gas CO2 pada erupsi Merapi 2010 diperkirakan berhubungan dengan batuan dasar penyusun Formasi Kendeng, formasi penyusun daerah tempat Merapi berada. Formasi ini terdiri dari batuan sedimen batugamping, marl, dan sedimen vulkaniklastik (van Bemmelen, 1949 dalam Costa et al., 2013). Buktinya adalah adanya inklusi metasedimen dan xenolith batuan penyusun Formasi Kendeng pada produk erupsi Merapi. Kontak magma dengan batuan samping melalui retakan hasil ketidakstabilan batuan samping akibat kenaikan suhu yang tinggi dan retakan akibat dorongan gas (Surono et al., 2012 dalam Troll et al., 2013). Merapi memiliki dapur magma yang terbilang dangkal, ditunjukkan dengan seismik gap pada kedalaman 0,8 km dengan area luasan kurang lebih 1,2 km (Ratdomopurbo dan Poupinet, 2000 dalam Troll et al., 2013). Diperkirakan akibat dapur magma yang dangkal dan adanya kontak dengan batugamping, menyebabkan adanya tambahan suplai CO2 pada proses erupsi Merapi yang berakibat adanya erupsi eksplosif (Troll et al., 2013).Dari studi seismik tomografi, tidak ditemukan adanya suatu sistem dapur magma yang tunggal dengan

(4)

317 volume yang besar pada Merapi, namun diperkirakan Merapi memiliki dapur magma yang jamak (Koulakov et al., 2007; Wagner et al., 2007, dalam Troll et al., 2013).

Hal tersebut didukung oleh data pengamatan inklusi yang dilakukan oleh Troll et al. (2013) yang menunjukkan adanya inklusi andesit dalam andesit akibat adanya mixing dari magma andesit yang masuk ke dapur magma yang lebih dangkal (lih. Gambar 1). Seperti yang juga dijelaskan dalam paper Costa et al., (2013) yang menunjukkan adanya tingkat percampuran magma sisa yang telah mendingin di bagian atas dapur magma dengan magma baru pada sistem dapur magma Merapi. Magma sisa yang telah mendingin dengan kandungan kristal yang lebih tinggi namun miskin gas akan bercampur dengan magma baru yang jauh lebih panas dengan kandungan kristal yang miskin namun kaya gas. Percampuran tersebut ditunjukkan dengan adanya proses

perkembangan ulang dari mineral-mineral penyusun magma, meningkatnya kandungan Al dan Wo pada klinopiroksen, kehadiran amfibol dengan kandungan Al tinggi, dan meningkatnya kandungan An pada mikrolit plagioklas (Costa et al., 2013).

Aktivitas seismik yang terekam selama erupsi Merapi sangat sering dan energi yang terekam pun besar. Tingginya energi seismik yang terekam dapat terjadi akibat dua faktor, antara lain adanya pergerakan fluida dalam jumlah besar dan adanya deformasi (Santoso, 2013). Long Period Seismic (LPS) yang terdiri dari seismik LP dan VLP sangat sering terjadi hingga 90 kali LP dengan frekuensi 0,2 – 4 Hz dengan kedalaman dari beberapa seismik VLP yang dangkal (1 km) (Jousset et al., 2013). Dari rekaman LPS tersebut, diperkirakan adanya volume magma dalam jumlah yang besar dengan kandungan volatil tinggi yang naik ke permukaan yang menyebabkan adanya deformasi pada bangun Merapi.

Erupsi 26 Oktober meruntuhkan kubah lava sehingga terjadi penurunan tekanan yang drastis dan pada akhirnya mengakibatkan proses degassing yang sangat besar pada erupsi selanjutnya (Jousset et al., 2013). Perekaman data seismik lain juga menunjukkan adanya pelepasan energi seismik yang sangat tinggi, hingga mencapai tiga kali lipat dari energi erupsi lainnya atau sekitar 7,5 x 1010 J (Santoso, 2013). Selain dari pengamatan data seismik, pengamatan data petrografi juga menunjukkan kesamaan, bahwa terdapat magma baru dalam jumlah yang sangat tinggi yang menerobos kerak dalam waktu yang cepat. Namun, jenis magma yang dihasilkan Merapi 2010 masih menujukkan kesamaan dengan magma 2006 (Costa et al., 2013).

Salah satu indikator naiknya magma dalam waktu yang sangat cepat antara lain melimpahnya jumlah amfibol yang belum bereaksi pada produk erupsi 2010 dibanding produk erupsi 2006 (lih. Gambar 3) (Surono et al., 2012). Besarnya jumlah magma yang naik ke permukaan mengakibatkan luasnya kontak magma baru dengan batugamping penyusun kerak sehingga meningkatkan jumlah gas CO2 yang dihasilkan. Selain itu, peningkatan jumlah magma juga mengakibatkan percampuran magma baru dengan magma yang sudah mendingin sebelumnya menjadi lebih besar yang ditunjukkan dengan peningkatan indikator percampuran magma (Costa et al., 2013). Anomali lain yang ditunjukkan oleh erupsi Merapi 2010 adalah miskinnya produk piroklastik yang berstruktur vesikuler utamanya pumisan dan tergantikan dengan endapan piroklastik yang lebih padat (Pallister, 2013 dalam Costa et al., 2013), padahal erupsi Merapi 2010 merupakan erupsi bertipe sub-Plinian yang seharusnya menghasilkan produk piroklastik yang vesikuler.

Suatu terobosan magma yang sangat cepat, tidak memiliki waktu yang lama bagi magmanya untuk mengalami proses degassing yang cukup untuk membentuk rongga pada

(5)

318 produk piroklastiknya. Magma 2010 memiliki waktu yang lebih pendek dibanding magma 2006 untuk berhenti di kedalaman yang dangkal sehingga tidak sempat mengalami vesikulasi (Costa et al., 2013). Magma juga tidak sempat untuk bereaksi dengan zona dangkal yang kaya akan kristal, melainkan akibat volume yang sangat besar, magma akan seolah-olah membanjiri zona tersebut dan gas yang terkandung dalam magma akan terpreservasi dengan baik sehingga mengakibatkan erupsi yang jauh lebih eksplosif (Costa et al., 2013). Kecepatan yang dimiliki terobosan magma ini juga mampu untuk membentuk kubah lava yang sangat cepat tumbuh pada fase erupsi Merapi 2010 yang pada akhirnya juga mampu untuk menekan kubah lava tersebut dan mengakibatkan runtuhnya kubah lava serta terjadinya erupsi eksplosif (Komorowski et al., 2013; Costa et al., 2013). Namun, sumber dari melimpahnya magma yang naik ke permukaan dan proses pembentukan magma tersebut masih belum diketahui dan masih perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut (Costa et al., 2013).

IV.

DISKUSI

Erupsi 2010 memang bukan erupsi yang paling besar sepanjang sejarah aktivitas vulkanisme Merapi. Namun, karena erupsi ini terjadi pada waktu dimana populasi disekitar Merapi semakin padat, maka erupsi ini merupakan salah satu erupsi yang paling disorot. Dari segi ilmiah, ada beberapa parameter yang menunjukkan nilai tertinggi jika dibandingkan dengan erupsi pada beberapa tahun terakhir,

antara lain keluaran gas SO2 dan gas CO2 serta kenaikan jumlah magma yang sangat besar. Beberapa hasil penelitian dari peneliti terdahulu, dirangkum dalam paper ini dan disintesiskan sehingga mendapatkan suatu kesimpulan apa penyebab utama terjadinya erupsi yang begitu eksplosif di tahun 2010. Kandungan CO2 yang begitu tinggi yang keluar pada erupsi 2010 ini diperkirakan akibat adanya kontak magma yang begitu besar volumenya dengan batuan samping yang merupakan penyusun Formasi Kendeng yang didominasi oleh batuan karbonat (kaya akan CO2). Jalur dari kontak tersebut adalah rekahan yang diakibatkan oleh tekanan dari magma tersebut. Luas daerah dan intensivitas kontak antara batuan samping dan magma mengakibatkan reaksi pembentukan gas CO2 dalam jumlah besar.

Dapur magma Merapi cukup dangkal jika dilihat dari seismik gap, dan tidak hanya satu melainkan dapur magma yang jamak. Data geofisika maupun data petrologi menunjukkan adanya dapur magma yang jamak, antara lain adanya inklusi andesit-andesit, adanya mineral yang bertumbuh ulang dan hasil pengamatan tomografi. Magma dengan jumlah yang demikian besar juga naik ke kedalaman yang dangkal dengan cepat, yang dibuktikan dengan adanya seismisitas tinggi dan adanya produk piroklastik yang belum mengalami vesikulasi. Bukti lain adanya penaikan magma dengan jumlah besar dan kecepatan tinggi adalah pertumbuhan kubah magma pada fase puncak erupsi 2010.

Erupsi sebelum erupsi 2010, yaitu erupsi 20 06, merupakan erupsi yang eksplosif dan

cukup besar sedangkan erupsi setelah periode 2010, yaitu erupsi 2014 hanya merupakan erupsi kecil, yang ditandai oleh adanya hujan abu kecil di daerah Yogyakarta. Erupsi 2006 diasumsikan cukup mengosongkan dapur magma Merapi sehingga magma yang tertinggal sempat mengalami degassing dan diferensiasi. Kemudian datang sumber magma dengan

jumlah yang sangat besar dan kecepatan tinggi. Magma tersebut mengalami percampuran dengan magma yang sudah ada dan memberikan desakan pada dapur magma sehingga mengakibatkan letusan yang sangat eksplosif. Di periode selanjutnya, yaitu periode 2014, diperkirakan influx magma yang masuk ke dapur magma hanya sedikit jika dibandingkan dengan erupsi 2010. Seperti

(6)

319 yang diungkapkan Costa et al. (2012), masih

diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mengapa dapat terjadi influx magma yang begitu besar di periode 2010.

V.

KESIMPULAN

 Eksplosivitas Merapi yang besar di tahun 2010 diakibatkan adanya magma yang naik ke dapur magma Merapi dengan cepat dan jumlah yang sangat besar.  Kondisi Merapi yang memiliki batuan

samping dominasi karbonat dan dapur

magma yang diperkirakan jamak juga mendukung tingginya eksplosivitas Merapi 2010.

 Sumber dan penyebab adanya influx magma sedemikian besar dan cepat masih memerlukan penelitian lebih lanjut karena penelitian yang telah dilakukan masih sebatas penemuan bukti adanya influx magma yang sangat

besar dan cepat.

DAFTAR PUSTAKA

Costa, F., Andreastuti, S. D., de Maisonneuve, C. B., and Pallister, J. S., 2013. Petrological Insights into The Storage Conditions, and Magmatic Processes That Yielded The Centennial 2010 Merapi Explosive Eruption. Journal of Volcanology and Geothermal Research 261, 209-235.

Gertisser, R. and Keller, J., 2003. Temporal variations in magma composition at Merapi Volcano (Central Java, Indonesia): magmatic cycle during the past 2000 years of explosive activity. Journal of Volcanology and Geothermal Research 123, 1-23.

Jousset, P., Santoso, A. B., Jolly, A. D., Boichu, M., Surono, Dwiyono, S., Sumarti, S., Hidayati, S., and Thierry, P., 2013. Signs of magma ascent in LP and VLP seismic events and link to degassing: An example from the 2010 explosive eruption at Merapi volcano, Indonesia. Journal of Volcanology and Geothermal Research 261, 171-192.

Komorowski, J.C., Jenkins, S., Baxter, P.J., Picquout, A., Lavigne, F., Charbonnier, S., gertisser, R., Preece, K., Cholik, N., Santoso, A.B., and Surono, 2013. Paroximal dome explosion during the Merapi 2010 eruption: Processes and facies relationships of associated high-energy pyroclastic density currents. Journal of Volcanology and Geothermal Research 261, 260-294.

Newhall, C. G., Bronto, S., Alloway, B., Banks N. G., Bahar, I., del Marmol, M. A., Hadisantono, R.D., Holcomb, R. T., McGeehin, J., Miksic, J. N., Rubin, M., Sayudi, S. D., Sukhyar, R., Andreastuti, S. D., Tilling, R. I., Torley, R., Trimble, D., and Wirakusumah, A. D., 2000. 10.000 Years of explosive eruptions of Merapi Volcano, Central Java: archaeological and modern implications. Journal of Volcanology and Geothermal Research 100, 9-50.

Ratdomopurbo, A., Beauducel, F., Subandriyo, J., Made Agung Nandaka, I.G., Newhall, C. G., Suharna, Sayudi, D.S., Suparwaka, H., and Sunarta, 2013. Overview of the 2006 eruption of Mt. Merapi. Journal of Volcanology and Geothermal Research 261, 87-97.

Santoso, A.B., Lesage, P., Dwiyono, S., Sumarti, S., Subandriyo, Surono, Jousset, P., and Metaxian, J.P., 2013. Analysis of the seismic activity associated with the 2010 eruption of Merapi Volcano, Java. Journal Volcanology and Geothermal Research 261, 153-170.

Surono, M., Jousset, P., Pallister, J., Boichu, M., Buongiorno, M. F., Santoso, A. B., Rodriguez, F. C., Andreastuti, S. D., Prata, F., Schneider, D., Clarisse, L., Humaida, H., Sumarti, S., Bignam, C., Griswold, J., Cam, S., Oppenheimer, C., and Lavigne, F., 2012. The 2010 Explosive Eruption of Java’s Merapi Volcano – a ‘100-year’ Event. Journal of Volcanology and Geothermal Research, Elsevier, 121-135.

(7)

320

Troll, V. T., Deegan, F. M., Jolis, E. M., Harris, C., Chadwick, J. P., Gertisser, R., Schwarzkopf, L. M., Borrisova, A. Y., Bindeman, I. N., Sumarti, S., and Preece, K., 2013. Magmatic differentiation processes at Merapi Volcano: inclusion petrology and oxygen isotopes. Journal of Volcanology and Geothermal Research 261, 38-49.

Voight, B., Constantine, E.K., Siswodjiwo, S., and Torley, R., 2000. Historical eruptions of Merapi Volcano, Central Java, Indonesia, 1768-1998. Journal of Volcanology and Geothermal Research 100, 69-138.

GAMBAR

Gambar 1. Inklusi andesit-andesit. Sumber: Troll et al., 2013

(8)

321

Gambar 3. Gambar sisi kiri menunjukkan pengamatan petrografi terhadap mineral amfibol (Ca, Al, Mg) hasil erupsi 2006 yang menunjukkan adanya zoning dengan mineral lain. Gambar sisi kanan menunjukkan pengamatan petrografi terhadap mineral amfibol (Mg, Al, K) hasil erupsi 2010 tanpa

Gambar

Gambar 1. Inklusi andesit-andesit. Sumber: Troll et al., 2013
Gambar 3. Gambar sisi kiri menunjukkan pengamatan petrografi terhadap mineral amfibol (Ca, Al,  Mg) hasil erupsi 2006 yang menunjukkan adanya zoning dengan mineral lain

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Jumat Tanggal tiga belas bulan Juni tahun dua ribu empat belas , kami yang bertanda tangan di bawah ini Pokja 9 ULP Kabupaten Kuantan Singingi, yang diangkat

Berdasarkan mencari persentasi hubungan antara variabel x dan variabel y, penulis menggunakan koefesien determinasi dan diperoleh nilai sebesar 17,64% yang berarti

2.Mengklasifikasikan sumberdaya pendidikan yang habis pakai ke dalam pendidik & tenaga kependidikan dan bahan & alat habis pakai & pemeliharaan...

Dan setelah dilakukan Evaluasi Penawaran Administrasi,Teknis,Harga,Kualifikasi, maka Penyedia dinyatakan GUGUR pada Evaluasi Kualifikasi dengan alasan Tidak ada Sertifikat Halal dari

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada pengujian MOE basah sejajar serat, menunjukkan untuk kadar perekat 6% dengan interaksi antara tekanan kempa

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DAN STATUS PEREKONOMIAN DI KABUPATEN KLATEN BERBASIS DATA KECAMATAN TAHUN.. 2007

Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) pada alamat website LPSE, sesuai yang tertuang dalam Dokumen. Kualifikasi Pekerjaan tersebut

yane nenunjuLh kineda perusabMn telekonnnikrsi penain lama lcbih baik danpad.. perusahaan lelekonunikasi pcnajn bmr, scd ekd rasio hnnya dd lcngukuran