• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEMAM BERDARAH DENGUE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEMAM BERDARAH DENGUE"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

DEMAM BERDARAH DENGUE

PEMBIMBING :

dr.Paul Matulessy, MN

DISUSUN OLEH :

Melisa Silvia Sembiring

(0861050184)

Leonard Evan Mella

(0961050199)

KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KEDOKTERAN INDONESIA

PERIODE 24 Juni – 20 Juli 2013

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan anugerahNya kami dapat menyelesaikan referat ini dengan baik.

Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kedokteran Keluarga, Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Kristen Indonesia.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini yaitu dr.Paul Matulessy,MN, selaku pembimbing dalam penyusunan referat.

Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki referat ini. Kami berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, Juni 2013

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN...1

BAB II DEMAM BERDARAH DENGUE...3

2.1 Definisi ...3

2.2 Epidemiologi ...3

2.3 Etiologi ...7

2.4 Patogenesis ...8

2.5 Diagnosis ...11

2.6 Manifestasi Klinis ...13

2.7 Pemeriksaan ...15

2.8 Diagnosis Banding ...17

2.9 Penatalaksanaan ...18

2.10 Pemberantasan ...30

BAB III PENUTUP ...32

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Penyakit virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tipe I,II III dan IV golongan arthropod borne virus group B (arbovirus) yang ditularkan oleh nyamuk

Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Sejak tahun 1968 penyakit ini ditemukan di Surabaya dan Jakarta, selanjutnya sering terjadi kejadian luar biasa dan meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang awalnya banyak menyerang anak tetapi akhir-akhir ini menunjukkan pergeseran menyerang dewasa.1

Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong (Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini masih sering dijumpai penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis maupun laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya. Kenyataan di atas membuktikan bahwa sesungguhnya masih banyak misteri di dalam imunopatogenesis infeksi dengue yang belum terungkap1

Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi 35,19 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini DBD di banyak negara kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab utama perawatan anak di rumah sakit. Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut endemis di Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris.3

(5)

1.2

Tujuan Penulisan

1.2.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan demam berdarah dengue.

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya demam berdarah dengue. 2. Untuk mengetahui hal – hal yang dapat menegakkan diagnosis. 3. Untuk mengetahui penatalaksanaan demam berdarah dengue.

1.3

Manfaat Penulisan

Referat ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan tentang patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan demam berdarah dengue.

(6)

DEMAM BERDARAH DENGUE

2.1 Definisi

Demam Berdarah Dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.2

2.2 Epidemiologi

Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun 1994, seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3% pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun 19913

Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara, pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak berumur <15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus golongan usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari3

(7)

Gambar 1.1 Negara dengan resiko transmisi dengue (WHO, 2011)

Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan demam dengue dan demam berdarah dengue antara lain : demografi dan perubahan sosial, suplai air, manejemen sampah padat, infrastruktur pengontrol nyamuk, consumerism, peningkatan aliran udara dan globalisasi, serta mikroevolusi virus. Indonesia berada di wilayah endemis untuk demam dengue dan demam berdarah dengue. Hal tersebut berdasarkan penelitian WHO yang menyimpulkan demam dengue dan demam berdarah dengue di Indonesia menjadi masalah kesehatan mayor, tingginya angka kematian anak, endemis yang sangat tinggi untuk keempat serotype, dan tersebar di seluruh area.3

Selama 5 tahun terakhir, insiden DBD meningkat setiap tahun. Insiden tertinggi pada tahun 2007 yakni 71,78 per 100.000 pddk, namun pada tahun 2008 menurun menjadi 59,02 per 100.000 penduduk. Walaupun angka kesakitan sudah dapat ditekan namun belum mencapai target yang diinginkan yakni <20 per 100.000 penduduk.

(8)

Gambar 1.2 Angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di Indonesia (Depkes, 2008)

Epidemic sering terjadi di Americas, Europe, Australia, dan Asia hingga awal abad 20. Sekarang demam dengue endemic pada Asia Tropis, Kepulauan di Asia Pasifik, Australia bagian utara, Afrika Tropis, Karibia, Amerika selatan dan Amerika tengah. Demam dengue sering terjadi pada orang yang bepergian ke daerah ini. Pada daerah endemic dengue, orang dewasa seringkali menjadi imun, sehingga anak-anak dan pendatang lebih rentan untuk terkena infeksi virus ini.5

Gambar 2. Distribusi Dengue di Dunia. CDC 2009.7

Keterangan : Biru : area infestasi Aedes aegypti.Merah : area infestasi Aedes aegyptidan epidemic dengue

Pada tahun 2003, delapan negara (Bangladesh, India, Indonesia, Maladewa, Myanmar, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste) melaporkan adanya kasus dengue. Epidemic dengue adalah masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste yang beriklim tropis dan berada di daerah ekuator dimana

(9)

Aedes aegypti berkembang biak baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Di Negara ini dengue merupakan penyebab rawat inap dan kematian tertinggi pada anak-anak.6

DHF/ DSS lebih sering terjadi pada daerah endemis virus dengue dengan beberapa serotype.Penyakit ini biasanya menjadi epidemic tiap 2-5 tahun. DHF/DSS paling banyak terjadi pada anak di bawah 15 tahun, biasanya pada umur 4-6 tahun. Frekuensi kejadian DSS paling tinggi pada dua kelompok penderita : a. anak-anak yang sebelumnya terkena infeksi virus dengue, b. bayi yang darah ibunya mengandung anti dengue antibody. Transmisi penyakit biasanya meningkat pada musim hujan.Suhu yang dingin memungkinkan waktu survival nyamuk dewasa lebih panjang sehingga derajat tranmisi meningkat.2

Case Fatality Rate yang dilaporkan adalah 1%, tetapi di India, Indonesia dan Myanmar, telah dilaporkan adanya outbreak lokal di daerah perkotaan dengan laporan Case Fatality Rate sebesar 3-5%. Di Indonesia, dengan 35% populasi yang bertempat tinggal di daerah perkotaan, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 (kasus tertinggi diantara semua negara) dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan berasal dari Jakarta dan Jawa Barat dengan Case Fatality Rate sebesar 1%.4

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.1

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola

(10)

waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.1

2.3 Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 .

Gambar 1.3 Virus Dengue (Smith, 2002)

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.5

Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan. Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik – bintik putih, biasanya

(11)

menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100 meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih. Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon – pohon, tempat menampung air hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter.

Gambar 1.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus (WHO, 2011)

2.4 Patogenesis

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.2

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah yang kontroversial.Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian

(12)

menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.2

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.2

Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.2

Secondary heterologous dengue infection

(13)

Kompleks virus-antibody

Aktivasi komplemen Komplemen

Anafilatoksin (C3a, C5a) Histamin dalam urin meningkat

Permeabilitas kapiler ↑ Ht ↑

> 30% pada Perembesan plasma Natrium ↓

kasus syok 24-48 jam

Hipovolemia Cairan dalam rongga

serosa Syok

Anoksia Asidosis

Meninggal

Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD2

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.2

Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus Anamnestic antibody

Kompleks virus antibody

(14)

Penghancuran Pengeluaran Aktivasi faktor Hageman trombosit oleh RES platelet faktor III

Anafilatoksin

Trombositopenia Koagulopati Sistem kinin

konsumtif

Gangguan Kinin Peningkatan

fungsi trombosit penurunan faktor permeabilitas

pembekuan kapiler

FDP meningkat

Perdarahan massif syok

Gambar 2. Patogenesis Perdarahan pada DBD2

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.1

2.5 Diagnosis

Perubahan patofisiologis pada DBD adalah kelainan hemostasis dan perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit.2

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan faring hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.2

(15)

Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple Leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok.2

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.2

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi:2

• Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik • Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

o Uji bendung positif

o Petekie, ekimosis, atau purpura

o Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)

o Hematemesis atau melena

• Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)

• Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:

o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin

o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya

o Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemi.

(16)

a. Derajat 1

Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan spontan, trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.

b. Derajat 2

Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti mimisan, muntah darah dan berak darah.

c. Derajat 3

Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tand adini renjatan).

d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4

Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur

2.6 Manifestasi Klinis

a. Demam5

Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam yang mendadak tanpa sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung 2-7 hari (Bagian Patologi Klinik, 2009). Naik turun dan tidak berhasil dengan pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda-tanda anak menjadi lemah, ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin dan lembab. Masa kritis pda hari ke 3-5. Demam akut (38°-40° C) dengan gejala yang tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta seperti , anoreksi, lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan kepala.

(17)

Gambar: Kurva suhu pada DHF b. Perdarahan

Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam. Bentuk perdarahan dapat berupa: uji tourniquet positif yang menandakan fraglita kapiler meingkat (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kondisi seperti ini juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid, dll. Perdarahan tanda lainnya ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan perdarahan gusi, hematemesisi melena. Uji tourniquet positif jika terdapat lebih dari 20 ptekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti.

c. Hepatomegali

Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai ikterus. Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan (Bagian Patologi Klinik, 2009). Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun nyeri tekan pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.

d. Renjatan (Syok)

Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan ke-7 sakit. Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya mempunyai prognosa buruk (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kegagalan sirkulasi ini ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah disertai penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan tekanan darah kurang dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan pasien terlihat gelisah.

(18)

2.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Darah5

1) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) (≤ 100000/µI)

2) Hematokrit meningkat ≥ 20%, merupakan indikator akan timbulnya renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DBD dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi hemaglutnasi (Brasier, Ju, Garcia, Spratt, Forshey, Helsey, 2012).

Gambar: Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan DHF

3) Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.

4) Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga 5) Masa perdarahan memanjang

6) Protein rendah (hipoproteinemia) 7) Natrium rendah (hiponatremia) 8) SGOT/SGPT beisa meningkat 9) Asidosis metabolic

(19)

b. Urine

Kadar albumine urine positif (albuminuria) (Vasanwala, Puvanendran, Chong, Ng, Suhail, Lee, 2011).

c. Foto thorax

Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.

d. USG

Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai pertimbangan karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menentukan diagnose penyakit yang mungkin muncul lebh berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan pancreas.

e. Diagnosis Serologis

1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)

Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitive namun tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi. Antibody HI bertahan dalam tubuh lama sekali (>48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi-epidemioligi. Untuk diagnosis pasien, Kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum akut atau konvalesen daianggap sebagai presumtif (+) atau di dugan keras positif infeksu dengue yang baru terjadi (Vasanwala dkk, 2011).

2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)

Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).

3) Uji neutralisasi

Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya memamkai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Anti body neutralisasi dapat dideteksi dalam serum bersamaan dengan antibody HI tetapi lebih cepat dari antibody komplemen fiksasi dan bertahan lama (>4-8 tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama sehingga tidak rutin digunakan (Vasanwala dkk, 2011).

(20)

4) IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)

Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi virus dengue karena IgM sudah timbul kamudian akan diikuti IgG. Bila IgM negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM msih negative maka dilaporkan sebagai negative. IgM dapat bertahan dalam darah samapi 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac Elisa sedikit di bawah uji HI dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI (Vasanwala dkk, 2011).

5) Identifikasi Virus

Cara diagnostic baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk. Sensitifitas PCR sama dengan isolasi virus namun PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan specimen yang kurang baik bahkan adanya antibody dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR (Vasanwala dkk, 2011).

2.8 Diagnosis Banding

a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri virus, atau infeksi parasit seperti demam tifoid,campak, influenza hepatitis, demam, chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.6

b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hamper selalu disertai ruam makulopapular,injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.

(21)

c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran kekiri pada hitung jenis) pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus, jelas terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinal

d. Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh karena didapatkan demamdisertai perdarahan dibawah kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran kekanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombositlebih cepat kembali normal daripada ITP

e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelasdiagnosis leukemia. Pada anemia aplastik akan sangat anemic, demam timbul karena infeksi sekunder. Pada

pemeriksaan darahditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin, trombosit menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma

2.9 Penatalaksanaan

a.Pre Hospital7

Penatalaksanaanprehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah. DinasKesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan yang dilakukan meliputi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik ditempat perkembangbiakan dengan cara 3M Plus:

1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi / WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).

(22)

2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dan lain-lain (M2).

3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan (M3).

Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk dengan cara:

1) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosid. Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan sekali dengan takaran 10 gram Abate ( ± 1 sendok makan peres untuk 100 liter air atau dengan takaran 2,5 gram Altosid ( ± 1/4 sendok makan peres) untuk 100 liter air. Abate dan Altosid dapat diperoleh di puskesmas atau di apotik.

2) Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.

3) Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk

4) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok 5) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi

6) Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar

7) Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3 kasus positif DBD dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di daerah tersebut ditemukan banyak jentik nyamuk.

Pada orang yang menderita demam berdarah pada awalnya mengalami demam tinggi. Kondisi demam dapat mengakibatkan tubuh kekurangan cairan karena penguapan, apalagi bila gejala yang menyertai adalah muntah atau intake tidak adekuat (tidak mau minum), akhirnya jatuh dalam kondisi dehidarasi. Pertolongan pertama yang dapat diberikan adalah mengembalikan cairan tubuh yaitu meberikan minum 2 liter/hari (kira – kira 8 gelas) atau 3 sendok makan tiap 15 menit. Minuman yang diberikan sesuai selera misalnya air putih, air teh manis, sirup, sari buah, susu, oralit, shoft drink, dapat juga diberikan nutricious diet yang banyak beredar saat ini. Untuk mengetahui pemberian cairan cukup atau masih kurang, perhatikan jumlah atau frakuensi kencing. Frekuansi buang air kecil minimal 6 kali sehari menunjukkan pemberian cairan mencukupi

(23)

Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit, tapi butuh kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah sebagai berikut (WHO, 1999):

1) Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari (lebih banyak lebih baik)

2) Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas. Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak lebih dari 4 kali sehari. Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen, sebab dapat menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.

3) Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion tambahan ( pocari sweet )

4) Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk meningkatkan trombosit

5) Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas yang banyak

6) Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus berikut ini : a) Dewasa: 50 cc/kg BB/hari

b) Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari - Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari

- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari

Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam maka perlu diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan kehilangan cairan akibat demam tinggi, kondisi demam tinggi juga dapat mencetuskan kejang pada anak sehingga harus diberikan obat penurun panas. Untuk menurunkan demam, berilah obat penurun panas. Untuk jenis obat penurun panas ini harus dipilih obat yang berasal dari golongan parasetamol atau asetaminophen, jangan diberikan jenis asetosal atau aspirin oleh karena dapat merangsang lambung sehingga akan memperberat bila terdapat perdarahan lambung. Kompres dapat membantu bila anak menderita demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan bukan kompres dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan anak menggigil. Sebagai tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam disamping obat penurun panas dapat diberikan obat anti kejang.

(24)

IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik karena sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan baik maka akan menyusul gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada saat terjadi perdarahan hebat penderita akan tampak sangat kesakitan, tapi bila syok terjadi dalam waktu yang lama, penderita sudah tidak sadar lagi. Dampak syok dapat menyebabkan semua organ tubuh akan kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Oleh karena itu penderita harus segera dibawa kerumah sakit bila terdapat tanda gejala dibawah ini:

1) Demam tinggi (lebih 39oc ataulebih)

2) Muntah terus menerus

3) Tidak dapat atau tidak mauminum sesuai anjuran 4) Kejang

5) Perdarahan hebat, muntah atau berak darah 6) Nyeri perut hebat

7) Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat, seluruh badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa haus, kencing berkurang atau tidak ada sama sekali

8) Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah atau penurunan jumlah trombosit

Peran serta keluarga dan masyarakat sangat penting untuk membantu dalam menangani penyakit demam berdarah. Dinas Kesehatan Kota Denpasar mengarahkan apabila ada penderita yang terkena demam berdarah maka harus segera melaporkan Kadus/Kaling/Kades/Lurah atau sarana pelayanan kesehatan terdekat bila ada anggota masyarakat yang terkena DBD.

Penelitian oleh Kandou, Grace D (2006) pelatihan uji tourniquet bagi kader kesehatan sebagai salah satu cara deteksi dini demam berdarah dengue memberikan gambaran bahwa setelah diberikan penyuluhan dan simulasi pemeriksaan uji tourniquet terjadi perubahan yang bermakna dimana para kader menjadi tahu dan paham tentang penyakit demam berdarah Dengue serta cara deteksi dini sederhana yang dapat dilakukan sebelum merujuk penderita ketempat pelayanan kesehatan.

(25)

b.Intra Hospital di Unit Gawat Darurat 7

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.

Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan ease

awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit

Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A

(26)

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selamademam 8

Tabel 1

Dosisi Parasetamol Menurut umur

Umur (Tahun) Parasetaol (tiap kali pemberian) Dosis (mg) Tablet (1 tab = 500

mg)

< 1 60 1/8

1-3 60-125 1/8-1/4

4-6 125-250 1/4-1/2

7-12 250-500 1/2-1

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu

(27)

sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb

a) Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin.

Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus smuntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan8

Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini.

(28)

Tabel 2

Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang (defisit cairan 5 – 8 %)

Berat Badan waktu masuk RS ( kg )

Jumlah cairan Ml/kg berat badan per hari

< 7 220

7-11 165

12-18 132

>18 88

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama8.

Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat menentukan diagnosis DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman tatalaksana awal dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu:2

1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD derajat I dan DBD derajat II tanpa peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 1 dan 2)

2. Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 3)

3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III dan IV. (Bagan 4)

(29)

Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadak terus menerus <7 hari

tidak disertai infeksi saluran nafas bagian atas, badan lemah/lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan

Tanda syok Periksa uji torniquet

Muntah terus menerus

Kejang Uji torniquet (+) Uji torniquet (-)

Kesadaran menurun (Rumple Leede) (Rumple Leede) Muntah darah

Berak darah

Jumlah trombosit Jumlah trombosit Rawat Jalan

<100.000/µl >100.000/µl Parasetamol

Kontrol tiap hari

Tatalaksana sampai demam hilang

disesuaikan, (Lihat bagan 3,4,5)

Rawat Inap (lihat bagan 3)

Rawat Jalan Nilai tanda klinis & Minum banyak 1,5 liter/hari jumlah trombosit, Ht Parasetamol bila masih demam Kontrol tiap hari hari sakit ke-3 sampai demam turun

periksa Hb, Ht, trombosit tiap kali

Perhatian untuk orang tua Pesan bila timbul tanda syok: gelisah, lemah, kaki/tangan dingin, sakit perut, BAB hitam, BAK kurang

Lab : Hb & Ht naik Trombosit turun

Segera bawa ke rumah sakit

Tersangka DBD

(30)

Bagan 2. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II tanpa peningkatan hematokrit[2]

DBD derajat I atau II tanpa peningkatan hematokrit

Gejala klinis: Demam 2-7 hari Uji torniquet (+) atau perdarahan spontan Laboratorium:

Hematokrit tidak meningkat Trombositopenia (ringan)

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum

Beri minum banyak 1-2 liter/hari Pasien muntah terus menerus Atau 1 sendok makan tiap 5 menit

Jenis minuman; air putih, teh manis, Sirup, jus buah, susu, oralit

Bila suhu >39oC beri parasetamol Pasang infus NaCl 0,9%:

Bila kejang beri obat antikonvulsi dekstrosa 5% (1:3)

Sesuai berat badan tetesan rumatan sesuai berat badan

Periksa Ht, Hb tiap 6 jam,trombosit Tiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan laboratorium

Perhatikan tanda syok Palpasi hati setiap hari

Ukur diuresis setiap hari Ht naik dan atau trombosit turun Awasi perdarahan

Periksa Ht, Hb tiap 6-12 jam

Infus ganti RL

Perbaikan klinis dan laboratoris (tetesan disesuaikan, lihat Bagan 4)

Pulang (Kriteria memulangkan pasien)

• Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik • Nafsu makan membaik

• Secara klinis tampak perbaikan • Hematokrit stabil

• Tiga hari setelah syok teratasi • Jumlah trombosit >50.000/µl

• Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan

DBD derajat I atau II tanpa peningkatan hematokrit

(31)

hematokrit >20%[2]

DBD derajat I atau II dengan peningkatan hematokrit >20%

Cairan awal

RL/RA/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9%+D5 6-7 ml/kgBB/jam

Monitor tanda vital/Nilai Ht & Trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak ada perbaikan

Tidak gelisah Gelisah

Nadi kuat Distress pernafasan

Tek.darah stabil Frek.nadi naik

Diuresis cukup Tanda vital memburuk Ht tetap tinggi/naik

(12 ml/kgBB/jam) Ht meningkat Tek.nadi <20

mmHg

Ht turun Diuresis </tidak ada

(2x pemeriksaan)

Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan

10-15 ml/kgBB/jam Perbaikan

5 ml/kgBB/jam Evaluasi 12-24 jam

Tanda vital tidak stabil Perbaikan

Sesuaikan tetesan

Distress pernafasan Ht turun

3 ml/kgBB/jam Ht naik

Tek.nadi < 20 mmHg IVFD stop setelah 24-48 jam

Apabila tanda vital/Ht stabil dan Koloid Transfusi darah segar

diuresis cukup 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB

Indikasi Transfusi pd Anak

- Syok yang belum teratasi

Perbaikan - Perdarahan masif

Bagan 4. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV (Sindrom Syok Dengue/SSD)[6,2]

DBD derajat I atau II dengan peningkatan hematokrit >20%

(32)

DBD derajat III & IV

1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 liter/menit

2. Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis) Ringer laktat/NaCl 0,9%

20ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 15 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?

Pantau tanda vital tiap 10 menit

Catat balance cairan selama pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak

teratasi

Kesadaran membaik Kesadaran menurun

Nadi teraba kuat Nadi lembut/tidak teraba

Tekanan nadi >20 mmHg Tekanan nadi <20 mmHg

Tidak sesak nafas/sianosis Distress pernafasan/sianosis

Ekstrimitas hangat Kulit dingin dan lembab

Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin

Periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan 1. Lanjutkan cairan

10 ml/kgBB/jam 15-20 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketat

Tanda vital 2. Tambahkan koloid/plasma

Tanda perdarahan Dekstran/FFP

Diuresis

Pantau Hb, Ht, Trombosit 3. Koreksi asidosis

Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jam

Tetesan 5 ml/kgBB/jam Syok belum teratasi

Ht stabil dalam 2x Syok teratasi

Pemeriksaan Ht turun Ht tetap tinggi/naik

Tetesan 3 ml/kgBB/jam Transfusi darah segar

10 ml/kgBB Koloid 20 ml/kgBB

dapat diulang sesuai

Infus stop tidak melebihi 48 jam kebutuhan

setelah syok teratasi

2.10 Pemberantasan Demam Berdarah Dengue

(33)

Kegiatan pemberantasan DBD terdiri atas kegiatan pokok dan kegiatan penunjang. Kegiatan pokok meliputi pengamatan dan penatalaksaan penderita, pemberantasan vektor, penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi.3

Kegiatan pokok

1. Pengamatan dan penatalaksanaan penderita

Setiap penderita/tersangka DBD yang dirawat di rumah sakit/puskesmas dilaporkan secepatnya ke Dinas Kesehatan Dati II. Penatalaksanaan penderita dilakukan dengan cara rawat jalan dan rawat inap sesuai dengan prosedur diagnosis, pengobatan dan sistem rujukan yang berlaku.3

2. Pemberantasan vektor

Pemberantasan sebelum musim penularan meliputi perlindungan perorangan, pemberantasan sarang nyamuk, dan pengasapan. Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan nyamuk bisa dilakukan dengan meniadakan sarang nyamuk di dalam rumah dan memakai kelambu pada waktu tidur siang, memasang kasa di lubang ventilasi dan memakai penolak nyamuk. Juga bisa dilakukan penyemperotan dengan obat yang dibeli di toko seperti mortein, baygon, raid, hit dll.3

Pergerakan pemberantasan sarang nyamuk adalah kunjungan ke rumah/tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya setiap 3 bulan untuk melakukan penyuluhan dan pemeriksaan jentik. Kegiatan ini bertujuan untuk menyuluh dan memotivasi keluarga dan pengelola tempat umum untuk melakukan PSN secara terus menerus sehingga rumah dan tempat umum bebas dari jentik nyamuk Ae. aegypti. Kegiatan PSN meliputi menguras bak mandi/wc dan tempat penampungan air lainnya secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali, menutup rapat TPA, membersihkan halaman dari kaleng, botol, ban bekas, tempurung, dll sehingga tidak menjadi sarang nyamuk, mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung, mencegah/mengeringkan air tergenang di atap atau talang, menutup lubang pohon atau bambu dengan tanah, membubuhi garam dapur pada perangkap semut, dan pendidikan kesehatan masyarakat.3

Pengasapan masal dilaksanakan 2 siklus di semua rumah terutama di kelurahan endemis tinggi, dan tempat umum di seluruh wilayah kota. Pengasapan dilakukan di dalam dan di sekitar rumah dengan menggunakan larutan malathion 4% (atau fenitrotion) dalam solar dengan dosis 438 ml/Ha.3

(34)

Penyuluhan perorangan dilakukan di rumah pada waktu pemeriksaan jentik berkala oleh petugas kesehatan atau petugas pemeriksa jentik dan di rumah sakit/puskesmas/praktik dokter oleh dokter/perawat. Media yang digunakan adalah leaflet, flip chart, slides, dll.3

Penyuluhan kelompok dilakukan kepada warga di lokasi sekitar rumah penderita, pengunjung rumah sakit/puskesmas/ posyandu, guru, pengelola tempat umum, dan organisasi sosial kemasyarakatan lainnya.3

Evaluasi operasional dilaksanakan dengan membandingkan pencapaian target masing-masing kegiatan dengan direncanakan berdasarkan pelaporan untuk kegiatan pemberantasan sebelum musim penularan. Peninjauan di lapangan dilakukan untuk mengetahui kebenaran pelaksanaan kegiatan program.3

Kegiatan penunjang

Kegiatan penunjang yang dilakukan adalah peningkatan keterampilan tenaga melalui pelatihan, penataran, bimbingan teknis dan penyebarluasan buku petunjuk, publikasi dll.

Pelatihan diberikan kepada teknisi alat semprot, petugas pemeriksa jentik, kader, dan tenaga lapangan lainnya sedangkan pentaran diberikan kepada petugas sanitasi puskesmas, dokter/kepala puskesmas, para medis, petugas pelaksana pemberantasan DBD Dinas Kesehatan. Selain itu diadakan pertemuan/rapat kerja di berbagai tingkat mulai dari puskesmas sampai tingkat pusat.3

Penelitian dilaksanakan dalam rangka mengembangkan teknologi pemberantasan meliputi aspek entomologi, epidemiologi, sosioantropologi, dan klinik. Penelitian diselenggarakan oleh Depkes, perguruan tinggi, atau lembaga penelitian lainnya.3

(35)

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopeni, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

Untuk mengurangi kecenderungan penyebarluasan wilayah terjangkit DBD, mengurangi kecenderungan peningkatan jumlah penderita dan mengusahakan agar angka kematian tidak melebihi 3% maka pemerintah terus menyempurnakan program pemberantasan DBD. Strategi pemberantasan DBD lebih ditekankan pada upaya preventif.

Peran dokter dalam program pemberantasan DBD adalah penemuan, diagnosis, pengobatan dan perawatan penderita, pelaporan kasus dan penyuluhan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pengetahuan patofisiologi, patogenesis, manifestasi klinis/laboratoris DBD, pengenalan vektor dan pemberantasannya adalah sangat penting.

3.2 Saran

Diperlukan pengetahuan tentang patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan Demam berdarah dengue secara tepat dan adekuat untuk pengobatan yamg optimal.

(36)

1) Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.. Edisi 3. Jakarta. 2004.

2) Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, Juni 2006. Hal. 1731-5.

3) Sungkar S. Demam Berdarah Dengue. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ikatan Dokter Indonesia. Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta, Agustus 2002.

4) Asih Y. S.Kp. Demam Berdarah Dengue, Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian. World Health Organization. Edisi 2. Jakarta. 1998.

5) Gubler D.J. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. PubMed Central Journal List. Terdapat di: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1508601. Diakses pada: 2009, Desember 29.

6) Gubler DJ, Clark GG. Dengue/Dengue Hemorrhagic Fever: The Emergence of a Global Health Problem. National Center for Infectious Diseases

Centers for Disease Control and Prevention

Fort Collins, Colorado, and San Juan, Puerto Rico, USA. 1996. Terdapat di:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8903160. Diakses pada: 2009, Desember 29.

7) Fernandes MDF. Dengue/Dengue Hemorrhagic Fever. Infectious disease. Terdapat di: http://www.medstudents.com.br/dip/dip1.htm. Diakses pada: 2009, Desember 29. 8) World Health Organization. Dengue and dengue haemorrhagic fever. Terdapat di:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/htm. Diakses pada: 2009, Desember 29.

(37)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

I. STATUS PASIEN

Nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan : Puskesmas Kecamatan Duren Sawit

No. Rekam Medis : 15/648

Pasien ke : 10

Data Administrasi

Pasien Keterangan

Nama Tn.D

Umur / Tanggal Lahir 36 tahun

Alamat Cawang

Jenis Kelamin Laki-laki

Agama Islam

Pendidikan Sekolah Menengah Umum Tamat

Kedatangan yang Ke- I

Telah Diobati Sebelumnya Tidak

Alergi Obat Tidak ada

Sistem Pembayaran Pribadi Biaya sendiri

Data Pelayanan

II. ANAMNESIS (dilakukan secara autoanamnesis)

A. Keluhan Utama

Demam sejak 4 hari yang lalu

B. Keluhan tambahan

Mimisan, sakit kepala, pegal di persendian

C. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum ke puskesmas, demam timbul mendadak tinggi, demam yang dirasakan terus-menerus, hanya turun bila minum obat penurun panas.Selain itu pasien juga mengeluh kepalanya terasa sakit seperti ditusuk-tusuk dan terasa pegal di persendiannya. Pasien juga mengatakan 1 hari sebelum ke puskesmas, pasien mimisan sebanyak 2x, mimisannya tidak begitu banyak karena pasien langsung merebahkan dirinya di tempat tidur. Sebelum ke puskesmas, pasien hanya mengurangi keluhannya dengan minum obat panas dari warung, akan tetapi keluhannya belum membaik. Buang air kecil dan buang air besar lancar.

(38)

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pasien mengaku bahwa di dalam keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien saat ini.

E. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menceritakan bahwa keluhan ini baru pertama kali dialami oleh pasien. Pasien menyangkal pernah dirawat dirumah sakit, menyangkal pernah mengalami operasi, menyangkal pernah kecelakaan, dan menyangkal mempunyai riwayat penyakit yang berat.

F. Riwayat Sosial dan Ekonomi

Pasien tinggal dirumah istri dan anaknya. Hubungan pasien dengan istri dan anaknya baik. Pasien tinggal di rumah seluas ±80m2 di Cawang. Rumah pasien terdiri dari 4 ruangan yang

dibatasi dengan sekat berbahan tembok. Di bagian paling depan adalah teras seluas 2 x 8 m,. Ruang tamu seluas 3 x 3 m dengan 4 buah tempat duduk. Terdapat 2 buah lampu di ruang tamu. Di sebelah ruang tamu terdapat 1 buah kamar tidur seluas 3 x 4m, di pintu dari kamar tersebut terdapat banyak baju yang digantung. Selain itu, didalamnya terdapat 1 buah lemari dan 1 tempat tidur. Di bagian tengah merupakan ruang keluarga seluas 4 x 4, terdapat 1 buah tempat tidur dan 1 buah televisi dengan 1 buah lampu. Di bagian belakang terdapat dapur dan kamar mandi seluas 4 x 3m, Terdapat sebuah mandi yang kurang bersih dan tidak menggunakan abate.Keadaan dapur kurang bersih dan kurang terawat. Di bagian samping merupakan tempat mencuci dan menjemur pakaian. Pencahayaan di ruang tamu dan kamar tidur cukup baik, namun pencahayaan di bagian belakang seperti di dapur dan kamar mandi kurang karena tidak terdapat ventilasi dan kaca di bagian belakang rumah. Kebersihan rumah pasien cukup walaupun terdapat beberapa barang yang kurang tertata dengan rapi. Air berasal dari sumur pompa, jarak sumber air dan septi tanc ± 6m.

Suami pasien bekerja sebagai buruh pabrik dengan penghasilan kurang lebih rp 1.500.000,- sedangkan pasien merupakan ibu rumah tangga. Sejumlah uang tersebut biasanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti membayar air dan listrik (rp 600.000,-/bulan), makan untuk 4 orang (rp 700.000,-/bulan),dll . kedua anak pasien belum sekolah dikarenakan belum ada biaya untuk bersekolah. Dari penghasilan dan pengeluaran yang demikian, pasien kurang memiliki kesempatan untuk menabung.

(39)

Pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah merokok dan pasien jarang berolahraga.

Data Keluarga

No Umur Nama Status dalam

keluarga

Jenis Kelamin

Pekerjaan

1 30 tahun Lisda Ibu Perempuan I.R.T

2 36 tahun Dimas Bapak Laki-laki Buruh pabrik

3 5 tahun Anggi Anak Laki-laki Tidak Bekerja

4 2 tahun Adi Anak Laki-laki Tidak Bekerja

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan umum dan tanda-tanda vital termasuk status gizi

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan umum : Baik Tinggi badan : 150 cm Berat badan : 50 kg Status gizi : Baik

Tanda vital : Tekanan darah 110/70 Frekuensi nadi 85x/menit Frekuensi nafas 20x/menit Suhu 37,5oC

B. Status generalis

Kepala : Normocephali

Rambut : lurus, hitam, distribusi merata

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+), reflex pupil (+) THT : Normotia, Liang telinga lapang, serumen (-/-)

Hidung : Lubang hidung lapang, Tidak ada deformitas dan hiperemis (-) Tenggorok : Uvula ditengah, arkus faring simetris, hiperemis (-)

Gigi dan mulut : Oral hygiene baik, ada beberapa gigi yang sudah tanggal Paru-paru : Inspeksi : pergerakan dinding dada Simetris kiri=kanan

Palpasi : Vokal Fremitus kiri=kanan, krepitasi (-), nyeri tekan (-)

Perkusi : Sonor pada lapangan paru kiri dan kanan

(40)

+/-Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS 5 garis midclavicula sinistra Perkusi : Batas kiri jantung pada garis midclavicula sinistra

Batas kanan jantung pada garis sternal dextra Auskultasi : Bunyi jantung 1& 2 normal, gallop (-), murmur (-)

Abdomen : Inspeksi : Datar

Palpasi : Nyeri tekan (-), Hati dan lien tidak teraba membesar Perkusi : Timpani diseluruh lapangan abdomen, Nyeri ketok (-) Auskultasi : Bising usus (+)5x/menit

Punggung : Vertebrae lurus ditengah, massa (-), nyeri ketok CVA -/-Ekstremitas atas : Akral hangat, Cap.Refill <2 detik

bawah : Akral hangat, Cap.Refill <2 detik Rumpel Leede : (+)

C. Status Neurologis : Refleks fisiologis:

Biseps : kanan + (Normal)/kiri + (Normal) Triseps : kanan + (Normal)/kiri + (Normal) APR : kanan + (Normal)/kiri + (Normal) KPR : kanan + (Normal)/kiri + (Normal) Test sensibilitas (Extremitas Superior et Inferior) Rasa Raba : kanan: Normal/ kiri: Normal Rasa Nyeri : kanan: Normal/ kiri: Normal Suhu : kanan: Normal/ kiri: Normal

D. Status Gizi TB : 150 cm BB : 50 kg IMT : BB (kg) 50 = = 22,22 [TB (m)]² [1,5]²

Status Gizi : Normal

Nilai Rujukan: a. Kurang < 18.5

(41)

b. Normal 18.5 – 22.9 c. Lebih > 23 – 24.9 d. Pre – Obese 23 – 24.9 e. Obese Klas I 25 – 29.9 f. Obese Klas II > 30 Pemeriksaan Laboratorium : Hb : 14,7 g/dl Leukosit : 1.700 /uL Ht : 44,2 % Trombosit : 77.000/ uL E. DIAGNOSIS HOLISTIK Aspek Personal:

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum ke puskesmas, demam timbul mendadak tinggi, demam yang dirasakan terus-menerus.Selain itu pasien juga mengeluh kepalanya terasa sakit seperti ditusuk-tusuk dan terasa pegal di persendiannya. Pasien juga mengatakan 1 hari sebelum ke puskesmas, pasien mimisan sebanyak 2x. Sebelum ke puskesmas, pasien hanya mengurangi keluhannya dengan minum obat panas dari warung, akan tetapi keluhannya belum membaik.Oleh karena itu pasien berobat ke puskesmas.

Aspek Klinis:

- Demam Berdarah Dengue derajat II

Aspek Risiko Internal

- Pasien mengaku setiap hari membersihkan rumah, tetapi .

Aspek Psikososial Keluarga dan Lingkungan

- Pasien cukup sadar dengan penyakitnya, sehingga pasien langsung meminta pertolongan untuk menghilangkan keluhan tersebut.

Derajat Fungsional:

(42)

F. RENCANA PENATALAKSANAAN

No. Kegiatan Rencana Intervensi Sasaran Waktu Hasil yg Diharapkan

1. Aspek

Personal

Evaluasi:

-Keluhan, kekhawatiran, dan harapan pasien.

Intervensi:

-Edukasi bahwa penyakit disebabkan oleh suatu mikroorganisme yaitu virus dan dapat disembuhkan

Pasien 3 hari -Keluhan dan kekhawatiran pasien dapat berkurang -Pasien mengerti tentang penyakit dan faktor resikonya. 2. Aspek Klinik Demam Berdarah Dengue grade II Edukasi: -Menyarankan kepada pasien untuk beristirahat yang cukup, makan dan minum yang cukup,-tetap menjaga kebersihan

sehingga dapat

mengurangi sumber infeksi

-Menyarankan pasien untuk mengkonsumsi obat secara teratur dan beristirahat dengan teratur

Terapi:

- Paracetamol - Vitamin

Pasien 3 hari -Keluhan berkurang -Pasien dapat mengatur pola istirahatnya dengan baik -Pasien dapat teratur mengkonsumsi obat 3. Aspek Risiko Internal Pasien seorang buruh

-pasien dianjurkan untuk beristirahat, makan dan minum yang cukup, kebersihan rumah dijaga .

Pasien 3 hari -keluhan berkurang

4. Aspek

(43)

Pasien memiliki seorang istri dan kedua anaknya yang memperhatikan kesehatannya Edukasi:

-Memantau pola aktivitas pasien sehari-hari

-Mengingatkan pasien untuk beristirahat dengan cukup

Pasien 3 hari -Pasien beristirahat dengan cukup

G. TINDAK LANJUT DAN HASIL INTERVENSI

Tanggal Intervensi yang dilakukan, diagnosis holistic, dan rencana selanjutnya

Kedatangan pertama 26 Juni 2013

Saat kedatangan pertama, dilakukan beberapa hal yaitu:

1. Memperkenalkan diri dan menjalin hubungan yang baik dengan pasien.

2. Memberi informed consent pada pasien agar pasien dapat mengerti apa yang dilakukan oleh pemeriksa.

3. Melakukan anamnesis lengkap mengenai keluhan utama pasien, keluhan tambahan, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat kehidupan social, dan kebiasaan pribadi pasien serta melakukan pemeriksaan fisik lengkap.

4. Membuat diagnosis holistik pada pasien.

5. Menyusun dan memberi tata laksana farmakologis.

6. Melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap kondisi rumah dan lingkungan tempat tinggal pasien.

Intervensi yang diberikan:

1. Intervensi untuk menjaga kebersihan rumahnya seperti menggunakan bubuk abate pada bak mandi, tidak menggantung baju-baju di pintu

2. Intervensi untuk beristirahat yang cukup dan mengonsumsi makanan yang bergizi

Kedatangan kedua 27 Juni 2013

Saat kedatangan kedua, dilakukan beberapa hal :

1. Menjalin hubungan yang lebih baik dengan pasien dan keluarga pasien

2. Memberi informed consent pada pasien agar pasien dapat mengerti apa yang dilakukan oleh pemeriksa.

3. Melakukan anamnesis mengenai keluhan yang dialami setelah diberikan pengobatan, dan keluhan pada hari kunjungan, serta mengontrol pasien sudah melakukan atau belum sesuai dengan yang pemeriksa anjurkan.

(44)

Gambar

Gambar 1.1 Negara dengan resiko transmisi dengue (WHO, 2011)
Gambar 1.2 Angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di Indonesia (Depkes,  2008)
Gambar 1.3 Virus Dengue (Smith, 2002)
Gambar 1.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus (WHO, 2011)
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) SSP berbasis inkuiri yang dikembangkan (silabus, RPP, LKS, dan lembar penilaian) telah melalui tahapan validasi, uji coba terbatas,

Pada kombinasi perlakuan konsentrasi Na-alginat paling besar yaitu 2% dan lama penyimpanan 20 hari, penurunan pH dan kenaikan total asam (%) paling kecil karena kekuatan

Selain biaya dan resikonya terlalu besar, merger bank BUMN juga akan melanggar ketentuan PP tentang Pembelian Saham Bank Umum, dimana ada batasan bahwa merger maksimal tidak

Sebuah anugerah dan bukti kasih-NYA, sehingga skripsi yang berjudul Peran Modal Sosial dalam Pencapaian Keberhasilan Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM) (Studi Kasus

-Revisi penampilan atau gaya menulis isi slide , isi slide sangat disarankan bukan berisi tulisan yang penuh, tetapi Anda hanya menuliskan kata kunci atau inti dari topik yang

Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi linier berganda untuk mengetahui hubungan antara ukuran dewan komisaris (DK), komisaris independen (KI), opini

Kebutuhan alumina PT Inalum saat ini sebanyak 500.000 ton (setara 775.000 ton) per tahun, sementara kemampuan produksi bijih bauksit per tahun di Kalimantan Barat sebesar