• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS WILAYAH PERAIRAN TELUK PELABUHAN RATU UNTUK KAWASAN BUDIDAYA PERIKANAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG PRAMA HARTAMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS WILAYAH PERAIRAN TELUK PELABUHAN RATU UNTUK KAWASAN BUDIDAYA PERIKANAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG PRAMA HARTAMI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS WILAYAH PERAIRAN TELUK PELABUHAN

RATU UNTUK KAWASAN BUDIDAYA PERIKANAN SISTEM

KERAMBA JARING APUNG

PRAMA HARTAMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 % dan selebihnya sekitar 299 juta ton/tahun (60 %) dibutuhkan untuk bahan baku bagi industri farmasi, pakan dan sebagainya. Salah satu pemicu peningkatan kebutuhan tersebut adalah tingginya minat masyarakat dalam hal mengkonsumsi ikan. Di Indonesia, jumlah ikan yang dikonsumsi setiap orang pada tahun 2008 rata-rata 28 kg/tahun dan pada tahun 2010 dan 2030 diperkirakan akan naik menjadi 30 kg/tahun dan 45 kg/tahun. Di Filipina, Singapura dan Malaysia saat ini setiap orang mengkonsumsi ikan minimal 30 kg/tahun, Korea Selatan mengkonsumsi ikan sebanyak 60 kg/orang/tahun dan di Jepang mencapai 140 kg/orang/tahun. Secara umum, volume ikan yang dikonsumsi setiap penduduk dunia rata-rata 18,4 kg/tahun dengan jumlah penduduk sebanyak 6,5 miliar jiwa. Sebaliknya, jumlah ikan yang diproduksi ± 155,87 juta ton/tahun, bahkan di sejumlah negara seperti Jepang, China, Amerika Serikat serta kawasan Eropa, volume produksi cenderung turun menyusul diterapkannya kebijakan penghentian sementara (moratorium) penangkapan ikan (Dahuri, Media Indonesia 5 Agustus 2008; Wawa, Harian Kompas 13 Agustus 2007; DKP, 2005).

Sumberdaya perikanan laut mempunyai sifat yang spesifik yang dikenal dengan akses terbuka (open access) yang memberikan anggapan bahwa setiap orang atau individu merasa memiliki sumberdaya tersebut secara bersama (common property), oleh karena sifatnya yang demikian maka semua individu baik nelayan maupun pengusaha perikanan laut akan merasa mempunyai hak untuk mengeksploitasi sumberdaya laut sesuai dengan kemampuan masing-masing hingga nilai rente dari sumberdaya terbagi habis, sebaliknya tidak satupun pihak merasa berkewajiban untuk menjaga kelestariannya. Di satu pihak masing-masing akan berusaha untuk memaksimumkan hasil tangkapan, di lain pihak masing-masing mempunyai insentif untuk mempertahankan ataupun meningkatkan kelestarian sumberdaya yang pada akhirnya tetap merugikan nelayan lemah yang merupakan mayoritas penduduk setempat yang justru tidak

(3)

2 mendapatkan manfaat dari kekayaan sumberdaya wilayahnya sendiri (Gordon, 1954; Hartwick dan Nancy, 1998; Fauzi, 2005).

Untuk memenuhi kebutuhan produksi perikanan yang terus meningkat dan menjaga agar kegiatan penangkapan ikan laut di Indonesia tetap berkelanjutan, sudah saatnya peningkatan produksi perikanan beralih dari usaha penangkapan ke usaha budidaya baik di perairan tawar, payau maupun di laut. Berdasarkan potensi lahan budidaya dengan sistem yang berbeda (tambak, kolam, perairan umum, mina padi dan budidaya laut) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, ternyata kita memiliki areal seluas 11.806.392 ha yang baru dimanfaatkan baru sekitar 39 %. Khusus untuk budidaya laut pada tahun 2005 mencapai area seluas 8.363.501 ha yang tersebar di berbagai pulau besar dan kecil. Di wilayah Jawa Barat, luas lahan potensial untuk budidaya laut adalah 23.995 ha (DKP, 2006; Idris et al., 2007).

Sistem budidaya laut yang tepat untuk dikembangkan untuk wilayah pesisir Teluk Pelabuhan Ratu apabila dilihat dari kondisi topografinya adalah budidaya perikanan sistem keramba jaring apung. Beberapa keunggulan ekonomis usaha budidaya ikan dalam keramba yaitu: 1) Menambah efisiensi penggunaan sumberdaya; 2) Prinsip kerja usaha keramba dengan melakukan pengurungan pada suatu badan perairan dan memberi makan dapat meningkatkan produksi ikan; 3) Memberikan pendapatan yang lebih teratur kepada nelayan dibandingkan dengan hanya bergantung pada usaha penangkapan (Galapitage, 1986).

Meskipun Propinsi Jawa Barat memiliki lahan potensial yang luas untuk budidaya laut, sampai saat ini produksi perikanan berdasarkan data statistik Departemen Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Barat hanya terbatas pada budidaya kerang hijau dan rumput laut dengan kecendrungan yang terus meningkat mulai tahun 2004 – 2006 yang kemudian tidak lagi berproduksi pada tahun 2007 hingga sekarang (Lampiran 4). Sementara itu, data produksi berdasarkan jenis ikan (Lampiran 5) di Jawa Barat tahun 1999 – 2004 terutama ikan kerapu pada tahun 2000 mencapai produksi sebesar 107 ton dan ikan kakap mencapai produksi sebesar 736 ton pada tahun 1999 kemudian produksinya terhenti mulai tahun 2004 – 2008 (Statistik Perikanan DKP Jabar, 2008). Khusus untuk wilayah Teluk Pelabuhan Ratu, produksi ikan yang didaratkan mulai dari

(4)

3 tahun 2004 – 2007 terbatas pada cakalang, lisong, tuna abu-abu, banyar, albakor, yellow fin, eteman, tembang, layur, layang, peperek dan teri (Statistik Perikanan PPN Pelabuhan Ratu, 2007).

Teluk Pelabuhan Ratu yang terletak 60 km arah selatan dari kota Sukabumi, adalah sebuah kawasan yang terletak di pesisir selatan Jawa Barat, di Samudra Hindia. Wilayah pesisirnya terbentang dengan panjang garis pantai ± 200 km. Potensi wilayah pesisir Pelabuhan Ratu mencakup potensi sumberdaya hayati, non-hayati dan jasa-jasa lingkungan. Potensi sumberdaya hayati meliputi ekosistem pesisir, perikanan dan biota laut lainnya. Wilayah pesisir selatan ini secara umum aktivitas pembangunannya belum optimal, padahal tidak sedikit potensi pesisir selatan yang dapat dikembangkan, seperti pariwisata dan budidaya laut dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungannya (Kinerja Penataan Ruang Jawa Barat, 2006).

Pelabuhan Ratu merupakan lokasi yang sangat cocok untuk dikembangkannya kegiatan budidaya perikanan dengan sistem keramba jaring apung. Selain kemudahan penyediaan sarana dan prasarana pendukung kegiatan budidaya seperti transportasi dan komunikasi, bahan baku instalasi budidaya, ketersediaan benih serta kemudahan menjangkau lokasi, Teluk Pelabuhan Ratu merupakan kawasan wisata pantai yang menghendaki adanya bahan baku seafood yang segar. Selain itu, Pelabuhan Ratu memiliki pelabuhan perikanan Nusantara

yang merupakan tempat pelelangan ikan terbesar di Jawa Barat. Dengan demikian,

pemasaran produk budidaya yang bersifat lokal dan nasional dipastikan tidak mengalami kesulitan. Letak Pelabuhan Ratu ± 180 km dari Ibu Kota Jakarta merupakan keunggulan lainnya dalam hal melakukan kegiatan ekspor ikan hidup ke mancanegara.

Dengan melihat fenomena berupa peluang dan tantangan tersebut, maka kajian kesesuaian lahan untuk budidaya dengan sistem keramba jaring apung sebagai alternatif usaha bagi para nelayan setempat dalam upaya memanfaatkan lahan pesisir mutlak harus dilakukan.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan lokasi dan seberapa luas yang dapat dikembangkan untuk budidaya ikan dengan sistem

(5)

4 keramba jaring apung yang berkelanjutan. Penentuan lokasi tersebut didasarkan pada parameter-parameter kualitas perairan, analisa spasial mengenai kesesuaian lahan, estimasi beban limbah yang dihasilkan serta analisa daya dukung lingkungan perairan berdasarkan flushing di Teluk Pelabuhan Ratu.

Secara spesifik manfaat penelitian ini diharapkan:

a. Dapat memberikan kontribusi kepada kelompok nelayan atau pengusaha pembudidaya perikanan laut tentang persyaratan dan kelayakan teknis kesesuaian lahan di Teluk Pelabuhan Ratu untuk pengembangan budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung dengan mutu akhir yang baik.

b. Melalui pengelolaan/pemanfaatan wilayah pesisir di Teluk Pelabuhan Ratu untuk budidaya ikan laut secara baik dan berkelanjutan diharapkan dapat menjaga konservasi perikanan laut, tanpa menimbulkan degradasi sumberdaya lingkungan perairan teluk tersebut.

c. Dapat memberikan kontribusi dan rekomendasi pada instansi terkait sebagai pertimbangan dalam mengambil langkah kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perairan pesisir khususnya budidaya perikanan laut di daerah penelitian, guna peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir serta sebagai upaya pemanfaatan wilayah pesisir yang berkelanjutan.

1.3. Kerangka Berpikir Penelitian

Alokasi sumberdaya perikanan budidaya yang tidak terkendali akan memicu penurunan kualitas lingkungan perairan dan berdampak pada proses biologi dalam sistem produksi perikanan budidaya, serta dampak ekologi yang lebih luas. Limbah atau polutan yang masuk kedalam perairan apabila masih berada dalam batas yang ditolerir tidak akan menimbulkan dampak yang negatif bagi perairan. Namun sebaliknya apabila konsentrasinya di perairan melebihi daya dukung akan menyebabkan terganggunya ekosistem perairan tersebut.

Pemahaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi limbah yang dihasilkan dari kegiatan budidaya yang dilakukan sangat penting. Hal ini merupakan dasar utama untuk mengestimasi daya dukung lingkungan suatu perairan. Nilai estimasi ini akan menjadi acuan kedua dalam menentukan seberapa besar unit budidaya maksimal yang dapat diusahakan di suatu perairan serta menghindari terjadinya kerusakan lingkungan perairan yang menjadi lokasi usaha

(6)

5 budidaya dengan sistem keramba jaring apung. Kemampuan badan air dalam menerima limbah yang masuk sangat ditentukan oleh kemampuan pencucian (flushing) dari perairan tersebut.

Kegiatan budidaya laut dapat berlangsung secara berkelanjutan apabila kondisi lingkungan perairan sesuai dengan kriteria-kriteria/prasarat untuk pertumbuhan organisme yang akan dipelihara. Penelitian mengenai penentuan kesesuaian lahan, penghitungan daya dukung lingkungan serta estimasi penyebaran limbah organik yang dihasilkan dari kegiatan budidaya keramba jaring apung yang dilakukan merupakan suatu kajian yang sangat penting agar tujuan dari upaya mencapai keberlanjutan budidaya dapat terwujud.

Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Faktor Biofisik

Lingkungan (fisika, kimia dan biologi)

Analisa Spasial dengan SIG

Peta Kesesuaian Lahan

Peta Tematik Dasar: - Hidrooseanografi - Batimetri

- Peta Rupa Bumi Pembobotan

(Pembandingan dgn Kriteria)

Pemanfaatan Wilayah Pesisir Teluk Pelabuhan Ratu untuk Kegiatan Budidaya Ikan dengan Sistem Keramba Jaring Apung Berkelanjutan

Estimasi Beban Limbah Organik Penentuan Daya Dukung (10%) Jumlah Unit Keramba Masukan Bahan Organik Kegiatan KJA

dan Antropogenik

Waktu Flushing Badan Perairan

Produksi Optimal

(7)

6 1.4. Perumusan Masalah

Melihat potensi yang dimiliki oleh perairan pesisir Teluk Pelabuhan Ratu dan rencana pengembangannya dimasa mendatang untuk budidaya laut, maka diperlukan kajian dari segi biofisik perairan apakah perairan Teluk Pelabuhan Ratu layak untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya perikanan laut dengan sistem keramba jaring apung. Kajian ini juga menghasilkan peta daerah mana saja dan seberapa luas area teluk yang layak untuk budidaya perikanan sistem keramba jaring apung.

(8)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan, yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kondisi lingkungan (ekologis) yang unik (Dahuri et al., 1996; Brown, 1996). Definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara daratan dan laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri

et al., 2001) (Gambar 2).

Gambar 2. Skema Batas Wilayah Pesisir

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa wilayah pesisir dimulai dari lingkungan daratan hingga perairan laut. Sehingga harus dikelola secara terpadu dan bukan secara terpisah. Sementara itu, menurut berbagai pustaka utama tentang pengelolaan wilayah pesisir, seperti Gartside (1988), Sorensen dan Creary (1990), Pernetta dan Elder (1993), Chua (1992), Clark (1996), Dahuri et al., (2001), dan

(9)

8 Brown (1996), bahwa penentuan batas-batas wilayah pesisir di dunia pada umumnya berdasarkan pada tiga kriteria berikut:

1. Garis linier secara arbiter tegak lurus terhadap garis pantai (coastline atau

shoreline). Republik Rakyat Cina mendefinisikan wilayah pesisirnya sebagai

suatu wilayah peralihan antara ekosistem darat dan lautan, ke arah darat mencakup lahan darat sejauh 15 km dari garis pantai, dan ke arah laut meliputi perairan laut sejauh 15 km dari garis pantai (Zhijie dan Cote, 1990).

2. Batas-batas adiministrasi dan hukum. Negara bagian Washington, Amerika Serikat; Australia Selatan; dan Queensland, batas ke arah laut dari wilayah pesisirnya adalah sejauh 3 mil laut dari garis dasar (coastal baseline) (Sorensen dan Mc.Creary, 1990).

3. Karakteristik dan dinamika ekologis (biofisik), yakni atas dasar sebaran spasial dari karakteristik alamiah (natural features) atau kesatuan proses-proses ekologis (seperti aliran air sungai, migrasi biota, dan pasang surut). Contoh batas satuan pengelolaan wilayah pesisir menurut kriteria ketiga ini adalah: batasan menurut Daerah Aliran Sungai (catchment area atau

watershed) (Rais et al., 2004; Chua, 2006).

Ciri-ciri Wilayah Pesisir meliputi antara lain:

1. Wilayah yang sangat dinamis dengan perubahan-perubahan biologis, kimiawi dan geologis yang sangat cepat (Tulungen, 2001).

2. Tempat dimana terdapat ekosistem yang produktif dan beragam dan merupakan tempat bertelur, tempat asuhan dan berlindung berbagai jenis spesies organisme perairan (Tulungen, 2001; Dahuri et al., 2001)

3. Ekosistemnya yang terdiri dari terumbu karang, hutan bakau, pantai dan pasir, muara sungai, lamun dan sebagainya yang merupakan pelindung alam yang penting dari erosi, banjir dan badai serta dapat berperan dalam mengurangi dampak polusi dari daratan ke laut (Tulungen, 2001; Dahuri et al., 2001; Idris

et al., 2007).

4. Sebagai tempat tinggal manusia, untuk sarana transportasi, dan tempat berlibur atau rekreasi (UN, 2002a; UNEP, 2002a; da Silva, 2002).

Ekosistem alamiah (pada butir 3), seperti ekosistem pesisir dan lautan, menyediakan tempat fungsi utama yang sangat diperlukan bagi kesinambungan

(10)

9 pembangunan ekonomi dan kelangsungan hidup umat manusia itu sendiri (Ortolano, 1984; de Groot, 1992). Pertama adalah sebagai penyedia sumberdaya alam dapat pulih (seperti hutan, ikan, dan energi matahari) dan sumberdaya alam tak dapat pulih (termasuk bahan tambang dan mineral) yang diperlukan untuk bahan baku pangan, papan, transportasi, industri dan kegiatan manusia lainnya.

Kedua sebagai penyedia ruang (space) untuk tempat tinggal (permukiman);

melakukan kegiatan budidaya pertanian dalam arti luas (termasuk perikanan dan peternakan) dan industri; rekreasi dan pariwisata; perlindungan alam; dan lain-lain.

Ketiga sebagai penampung atau penyerap limbah (residu) sebagai hasil samping

dari kegiatan konsumsi, produksi (pabrikasi), dan transportasi yang dilakukan oleh manusia. Keempat sebagai penyedia jasa-jasa kenyamanan (amenities) dan jasa-jasa pendukung kehidupan (life-suport services), seperti udara bersih, siklus hidrologi, siklus hara, keanekaragaman hayati (biodiversity), alur ruaya (migratory routes) berbagai jenis fauna dan lain sebagainya.

Wilayah pesisir merupakan kawasan yang paling padat dihuni oleh manusia serta tempat berlangsung berbagai macam kegiatan pembangunan. Konsentrasi kehidupan manusia dan berbagai kegiatan pembangunan di wilayah tersebut disebabkan oleh tiga alasan ekonomi yang kuat, yaitu bahwa wilayah pesisir merupakan kawasan yang paling produktif di bumi, wilayah pesisir menyediakan kemudahan bagi berbagai kegiatan, dan wilayah pesisir memiliki pesona yang menarik bagi obyek pariwisata. Hal-hal tersebut menyebabkan kawasan pesisir di dunia termasuk Indonesia mengalami tekanan ekologis yang parah dan kompleks sehingga menjadi rusak. Di Indonesia kerusakan wilayah ini terutama disebabkan oleh pola pembangunan yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tanpa ada perhatian yang memadai terhadap karakteristik, fungsi dan dinamika ekosistem. Padahal wilayah pesisir dan lautan beserta segenap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terkandung di dalamnya diharapkan akan menjadi tumpuan pembangunan nasional. Oleh karena itu diperlukan perbaikan yang mendasar di dalam perencanaan dan pengelolaan pembangunan sumberdaya alam pesisir. Pola pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi perlu diganti dengan pembangunan berkelanjutan. Pendekatan dan praktek pengelolaan pembangunan wilayah pesisir yang selama ini dilaksanakan secara

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Faktor Biofisik
Gambar 2. Skema Batas Wilayah Pesisir

Referensi

Dokumen terkait

Poin peluang pada industri kecil kerajinan tenun songket/tenun ikat di Kota Pekanbaru yang memiliki skor dan bobot paling tinggi adalah adanya dukungan dari pemerintah

Perbuatan yang dikriminalisasi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan bentuk penanggulangan tindak pidana penipuan online yaitu untuk mengatur perbuatan yang

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu teknologi mengenai penggunaan sistem yang telah

Selain itu Soekanto mengemukakan bahwa istilah sosial pun berkenaan dengan prilaku interpersonal,atau yang berkaitan dengan proses-proses sosial.Secara

Febri Endra Budi Setyawan, selaku dosen pembimbing I yang selalu memberi dorongan motivasi, bantuan, dan kesediaan waktunya untuk selalu membimbing penulis,

Berkas- berkas cahaya yang tiba di layar akan mengalami interferensi konstruktif dan destruktif juga sehingga akan dihasilkan pola gelap terang tetapi dalam bentuk

Judul skripsi : “Peranan Metode Bermain Sambil Belajar dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Anak Tunagrahita Sedang (Penelitian Tindakan Bersama Keluarga Anak