• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI

ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM

(STUDI KASUS BANDUNG)

SATRIYANI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

SATRIYANI. Studi Identifikasi Pola Utama Data Radiosonde melalui Analisis Komponen Utama dan Analisis Spektrum (Studi Kasus Bandung). Dibimbing oleh AHMAD BEY dan SONNI SETIAWAN.

Menyadari pentingnya atmosfer bagi aktifitas makhluk hidup di bumi, maka dilakukan kajian tentang unsur yang mempengaruhi atmosfer, yaitu suhu udara, tekanan udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Unsur-unsur udara tersebut mempengaruhi karakteristik atmosfer sebagai pembentuk cuaca. Objek studi ini hanya melibatkan unsur medan angin mencakup komponen zonal dan meridional sebagai objek utama yang akan dikaji, serta suhu udara dan kelembaban sebagai objek penunjang. Data angin dalam komponen zonal (u) dan meridional (v) diolah dengan teknik eigen dan analisis spektrum sehingga didapatkan profil vertikal vektor eigen dan periode dinamika atmosfer.

Hasil analisis data radiosonde Bandung pada waktu pengamatan 10 April-9 Mei 2004 dengan ketinggian 1 km sampai 30 km menunjukkan bahwa berdasarkan perbandingan nilai eigen untuk komponen angin zonal dan meridional, dinamika angin dalam komponen zonal lebih mendominasi daripada dinamika angin meridional. Hal ini dapat dijelaskan oleh fenomena yang utama saja yaitu nilai eigen komponen utama pertama, dinamika angin meridional hanya memberikan kontribusi sebesar 27,9% atau hampir sepertiga terhadap dinamika angin zonal. Berdasarkan keempat vektor eigen angin zonal dapat dikatakan bahwa pada lapisan troposfer-bawah (1-6 km) selama periode pengamatan yaitu peralihan angin monsun barat ke monsun timur, angin berhembus dengan skala sangat kecil, serta dari pola keempat vektor eigen tampak tidak adanya dinamika angin. Tropopause terdapat pada ketinggian 17-18 km. Pada lapisan troposfer-tengah zona angin timuran lebih mendominasi di ketinggian 10-16 km dengan intensitas tertinggi terjadi di ketinggian 14 km dan pada ketinggian 15-16 km terdapat osilasi angin zonal dengan periode 7,5 hari yang bergerak ke timur. Ketika memasuki troposfer-atas hingga tropopause osilasi angin zonal dengan periode 7,5 hari ini mengalami penguatan kemudian setelah ketinggian 18 km osilasi zonal berperiode 7,5 hari mengalami peredaman akibat adanya shear angin timuran. Distribusi vektor eigen pertama angin meridional yang memberikan kontribusi dinamika angin sebesar 15,8% dari keseluruhan pergerakan angin, dan terkonsentrasi di lapisan troposfer-tengah hingga troposfer-atas (7-17 km) dimana angin meridional bergerak ke arah selatan. Pergerakan angin meridional ke arah selatan merupakan manifestasi dari sel Hadley.

(3)

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI

ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM

(STUDI KASUS BANDUNG)

SATRIYANI

G 24102033

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Studi Identifikasi Pola Utama Data Radiosonde melalui Analisis Komponen Utama dan Analisis Spektrum (Studi Kasus Bandung)

Nama : Satriyani

NRP : G 24102033

Tanggal Disetujui:

Menyetujui,

Sonni Setiawan, M.Si NIP. 132321569

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M. Sc NIP. 131473999

Pembimbing I Pembimbing II

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Prof. Dr. Ahmad Bey

NIP. 130543586

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Desember 1984, merupakan anak keempat dari empat bersaudara, putri dari pasangan Bapak Yahya Suryadi dan Ibu Murniati.

Tahun 2002 penulis lulus dari SMUN 47 Jakarta Selatan dan pada tahun yang sama melanjutkan kuliah ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SPMB. Penulis diterima di Program Studi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (HIMAGRETO) IPB sebagai anggota.

(6)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta begitu banyak nikmat yang tak terhingga jumlahnya. Hanya dengan ridha dan kemudahan yang diberikan-Nya sehingga karya ilmiah dengan topik “Studi Identifikasi Pola Utama Data Radiosonde melalui Analisis Komponen Utama dan Analisis Spektrum (Studi Kasus Bandung)‘’ berhasil diselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam terpanjat ke hadirat Nabi Muhammad S.A.W yang telah menunjukkan cahaya kebenaran. Semoga penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan pada bidang meteorologi dinamik.

Tidak lupa penulis turut mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Bey selaku pembimbing pertama, yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

2. Bapak Sonni Setiawan, M.Si selaku pembimbing kedua, yang selalu dengan sabar memberikan bimbingan, pengarahan, dan ilmu kepada penulis sejak awal kegiatan tugas akhir hingga skripsi ini selesai.

3. Kedua orang tua (mama dan bapak) dan seluruh keluarga (mas Tisna, mas Weweng, mba Neng) yang telah memberikan dukungan penuh, doa, dan kasih sayang kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan baik.

4. Bapak Sobri Effendy, M.Si selaku pembimbing akademik dan penguji dalam ujian tugas akhir.

5. Seluruh Staf Pengajar Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor, atas bimbingan, semangat dan pengetahuan.

6. Staf Tata Usaha atas kerjasamanya dalam membantu kelancaran penulis selama masa studi. 7. RISH-Kyoto University dan Shimane University Jepang, yang telah menyediakan data

radiosonde.

8. Teman-teman mahasiswa GFM angkatan 39 yang telah banyak membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis ucapkan banyak terima kasih atas masa-masa indah yang telah penulis rasakan selama menjalankan studi di IPB.

9. A’ Haries Satyawardhana, yang dengan sabar dan setia memberikan segala bantuan, doa, semangat dan kasih sayang kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

Akhir kata, penulis hanya bisa menyampaikan bahwa tanpa pihak-pihak di atas, skripsi ini tidak akan selesai dengan baik, semoga Allah S.W.T membalas semua kebaikan pihak-pihak tersebut. Penulis menyadari tulisan karya ilmiah ini masih jauh dalam kesempurnaan, namun demikian penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Mei 2007

Penulis

(7)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ... I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1.2. Tujuan ...

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Lapisan Atmosfer... 2.2. Angin Gunung dan Angin Lembah... 2.3. Monsun ... 2.4. Gelombang Stratosfer Ekuatorial... 2.5. QBO (Quasi-Biennial Oscillation)...

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 3.2. Bahan dan Alat ... 3.3. Metode ...

3.3.1. Analisis Komponen Utama... 3.3.2. Analisis Spektrum/Spektral... 3.3.3. Analisis Fenomena Meteorologi Dinamik...

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Geografis dan Status Klimatologis Data... 4.2. Karakteristik Variabel Atmosfer... 4.2.1. Troposfer-Bawah... 4.2.2. Troposfer-Atas dan Stratosfer-Bawah... 4.3. Analisis Komponen Utama... 4.3.1. Analisis Vektor Eigen 1 Angin Zonal... 4.3.2. Analisis Vektor Eigen 2 Angin Zonal... 4.3.3. Analisis Vektor Eigen 3 Angin Zonal... 4.3.4. Analisis Vektor Eigen 4 Angin Zonal... 4.3.5. Analisis Vektor Eigen 1 Angin Meridional... V. KESIMPULAN DAN SARAN ... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN i ii ii iii iii 1 1 1 1 2 2 2 3 3 3 3 5 5 6 7 7 8 9 10 10 11 11 11 13 DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan Hal.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Gambar Diagram Alur Penelitian... Gambar Peta Wilayah Penelitian ... Gambar Time Height Section Komponen Angin Zonal Bandung Tanggal 10 April - 9 Mei 2004... GambarTime Height Section Komponen Angin Meridional Bandung Tanggal 10 April - 9 Mei 2004.... Gambar Time Height Section Kelembaban Bandung Tanggal 10 April - 9 Mei 2004... Gambar Time Height-Section Suhu Udara Bandung Tanggal 10 April - 9 Mei 2004... Gambar Distribusi Nilai Eigen (Screeplot) Angin Zonal... Gambar Distribusi Nilai Eigen (Screeplot) Angin Meridional... Gambar Distribusi Vektor Eigen Angin Zonal Bandung (10 April - 9 Mei 2004)... Gambar Distribusi Vektor Eigen 1 Angin Meridional Bandung (10 April - 9 Mei 2004)...

6 6 7 7 7 8 9 9 12 13

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Keterangan Hal.

1. Nilai Eigen 8 Komponen Utama Angin Zonal dan Meridional... 9

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Keterangan Hal.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.

Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 1 km... Analisis Spektrum Kelembaban pada Ketinggian 1 km... Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 1 km... Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 21 km... Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 22 km... Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 23 km... Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 24 km... Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 15 km... Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 16 km... Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 17 km... Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 18 km... Analisis Spektrum Angin Meridional pada Ketinggian 18 km... Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 18 km... Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 21 km... Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 22 km... Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 24 km... Analisis Spektrum Angin Meridional pada Ketinggian 13 km... Analisis Spektrum Angin Meridional pada Ketinggian 14 km... Analisis Spektrum Angin Meridional pada Ketinggian 15 km... Analisis Spektrum Angin Meridional pada Ketinggian 16 km... Analisis Spektrum Angin Zonal Komponen Utama 1... Analisis Spektrum Angin Zonal Komponen Utama 2... Analisis Spektrum Angin Zonal Komponen Utama 3... Analisis Spektrum Angin Zonal Komponen Utama 4... Analisis Spektral Angin Meridional Komponen Utama 1... Profil Vertikal Angin Zonal Bandung (Tanggal 10 April - 9 Mei 2004)... Profil Vertikal Angin Meridional Bandung (Tanggal 10 April - 9 Mei 2004)... Gambar Time Heigh Section Angin Zonal Bandung (10 April – 9 Mei 2004)... Gambar Time Heigh Section Angin Meridional Bandung (10 April – 9 Mei 2004)... Gambar Time Height Section Suhu Udara Bandung (10 April – 9 Mei 2004)... Gambar Time Heigh Section Kelembaban Bandung (10 April – 9 Mei 2004)...

15 15 15 15 16 16 16 16 17 17 17 17 18 18 18 18 19 19 19 19 20 20 20 20 21 21 21 22 23 24 25

iii

(9)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara tropis yang

memiliki fenomena meteorologi yang

menarik untuk diteliti, karena letak geografis Indonesia yang berada di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Pasifik, serta dua benua yaitu Benua Asia dan Australia. Indonesia dipengaruhi berbagai fenomena atmosfer baik fenomena lokal maupun fenomena global seperti Monsun, ENSO, dan QBO (Quasi-Biennial Oscillation), serta karakteristik meteorologi daerah tropis berdampak pada pola cuaca di wilayah Indonesia.

Atmosfer sangat penting bagi

kehidupan makhluk hidup, karena tanpa atmosfer makhluk hidup tidak akan dapat bertahan hidup. Atmosfer juga berperan sebagai pelindung kehidupan di bumi dari radiasi matahari yang kuat pada siang hari dan mencegah hilangnya panas ke ruang angkasa pada malam hari. Oleh karena itu meteorologi menarik untuk dikaji karena salah satu lapisan atmosfer yaitu troposfer merupakan tempat dari sebagian besar gejala-gejala cuaca terjadi.

Menyadari pentingnya atmosfer bagi aktifitas makhluk hidup di bumi, maka dilakukan kajian tentang unsur-unsur yang mempengaruhi atmosfer, yaitu suhu udara, tekanan udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Unsur-unsur udara tersebut

mempengaruhi karakteristik atmosfer

sebagai pembentuk cuaca. Objek studi ini hanya melibatkan unsur medan angin mencakup komponen zonal dan meridional sebagai objek utama yang akan dikaji, serta suhu udara dan kelembaban sebagai objek penunjang. 1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian

tentang Studi Identifikasi Pola Utama Data Radiosonde melalui Analisis Komponen Utama dan Analisis Spektrum (Studi Kasus Bandung), adalah sebagai berikut:

1. Menentukan pola data radiosonde daerah Bandung pada berbagai ketinggian dengan menggunakan teknik analisis komponen utama dan analisis spektrum.

2. Mengetahui dinamika atmosfer yang terjadi pada beberapa ketinggian.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Lapisan Atmosfer

Atmosfer adalah lapisan gas yang menyelimuti bumi dan penting bagi proses kehidupan makhluk hidup di bumi. Struktur

vertikal atmosfer dapat dibedakan

berdasarkan parameter suhu udara,

komposisi udara, sifat-sifat radioelektrik dan sifat-sifat kimia.

Lapisan atmosfer terbawah disebut lapisan troposfer dengan ketinggian sekitar 8-16 km. Pada lapisan troposfer struktur vertikal suhu udara berkurang terhadap ketinggian dengan besaran lapse rate yang

hampir konstan sebesar 6,5°C/km.

Fenomena meteorologi seperti

pembentukkan awan konvektif dan hujan terjadi pada lapisan troposfer. Lapisan di atas troposfer adalah stratosfer dengan ketinggian 16-50 km, dimana profil vertikal suhu udaranya adalah inversi, yang berarti suhu udara meningkat dengan bertambahnya ketinggian. Stratosfer merupakan lapisan atmosfer utama yang mengandung gas ozon, dengan konsentrasi maksimum terdapat pada ketinggian 22 km di atas permukaaan bumi (Prawirowardoyo, 1996). Lapisan atmosfer

selanjutnya adalah mesosfer dengan

ketinggian mencapai 50-80 km. Profil vertikal suhu udara pada mesosfer adalah lapse rate dengan suhu udara sekitar -5°C pada dasar lapisan hingga -95°C pada puncaknya. Lapisan mesosfer merupakan daerah penguraian O2 menjadi atom O. Lapisan atmosfer yang paling atas adalah termosfer dengan ketinggian mulai dari 80 km dari permukaan bumi, dimana profil vertikal suhu udaranya adalah inversi. Pada termosfer terjadi proses ionisasi gas N2 dan O2.

2.2 Angin Gunung dan Angin Lembah Angin gunung dan angin lembah terjadi karena keadaan topografi. Kedua angin ini merupakan hasil dari perbedaan suhu udara antara lembah dan puncak gunung. Pada siang hari, puncak gunung menerima energi radiasi matahari lebih banyak daripada lembah yang terlindungi di bawahnya. Udara di atas permukaan gunung mengembang dan naik ke atas. Hal ini menimbulkan gradien tekanan antara udara lembah yang dingin dan bertekanan tinggi dengan udara puncak gunung yang lebih hangat dengan tekanan rendah. Karena terjadinya gradien tekanan, udara lembah naik ke puncak gunung dan udara dari sisi

(10)

gunung yang terbuka masuk ke lembah menggantikan udara yang ke atas tadi. Angin ini disebut angin lembah yang terjadi pada siang hari.

Sedangkan pada malam hari, proses pemanasan berhenti dan udara di dekat permukaan puncak gunung mengalami pendinginan lebih cepat karena lebih banyak energi yang hilang melalui pancaran radiasi gelombang panjang. Udara yang dingin ini turun ke dasar lembah, menumpuk, dan mendorong udara di lembah keluar menuju ke sisi yang terbuka. Angin yang bergerak ke bawah dan ke sisi gunung ini disebut angin gunung.

2.3 Monsun

Secara umum angin monsun

merupakan angin laut atau darat dalam skala besar. Angin ini tidak berbatas pada jalur garis pantai yang sempit, tetapi berhembus bolak-balik melintasi daerah lautan dan daratan yang luas. Angin monsun terikat pada daur musim panas dan dingin. Daratan menjadi lebih panas pada musim panas dan

menjadi dingin pada musim dingin,

sedangkan suhu permukaan laut di

sekitarnya relatif tetap akibatnya arus naik konveksi besar-besaran terjadi di atas daratan pada musim panas dan udara dari

lautan mengalir ke darat untuk

menggantikannya. Maka terbentuklah angin monsun musim panas yang sarat dengan kelembaban (uap air). Selama musim dingin pada waktu daratan lebih dingin daripada samudera, prosesnya pun berkebalikan dari musim panas.

2.4 Gelombang Stratosfer Ekuatorial Telah cukup lama diketahui bahwa terdapat beberapa bentuk gelombang di atmosfer tengah yang menjalar dalam arah zonal (timur-barat) dan vertikal sepanjang

daerah ekuator. Gelombang-gelombang

tersebut mempunyai periode beberapa hari dan berskala planeter (panjang gelombang antara 10000-40000 km) dalam arah zonal, tetapi terperangkap di antara 15°LU dan 15°LS (Kato, 1998). Gelombang Kelvin atmosfer dan gelombang Rossby-graviti merupakan dua jenis gelombang planeter atmosfer terpenting di zona ekuatorial yang dapat dideteksi. Gelombang Rossby-graviti

dapat dianggap sebagai kombinasi

gelombang gravitasi yang menjalar ke arah barat dan timur dengan gelombang Rossby yang hanya menjalar dalam arah barat saja.

Sedangkan gelombang Kelvin adalah

gelombang yang menjalar secara zonal ke arah timur. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yanai dan Murakami (1970) ketika mempelajari gangguan medan angin di lapisan troposfer-atas Pasifik Barat dekat Indonesia, bahwa ada dua tipe gangguan yang merambat ke barat dengan periode 4-7 hari. Periode gelombang Kelvin adalah ± 12 hari.

Menurut Kato (1998), sumber utama pembangkit gelombang atmosfer belum dapat diketahui dengan baik, sumber pembangkit yang mungkin adalah angin kencang baratan, hambatan topografi, dan konveksi kuat pada pembentukan awan di daerah tropis.

2.5 QBO (Quasi-Biennial Oscillation) Menurut Kato (1998), QBO (Quasi-Biennial Oscillation) ditemukan oleh Reed di Amerika Serikat dan oleh Veryard dan Ebdon di Inggris pada tahun 1961. QBO adalah fenomena hasil interaksi antara aliran dasar di stratosfer-bawah dengan dua gelombang planeter ekuatorial yaitu gelombang Rossby-graviti dan gelombang Kelvin. Baik gelombang Kelvin maupun gelombang Rossby-graviti, keduanya dipicu oleh osilasi pola pemanasan konvektif berskala besar pada lapisan troposfer di ekuatorial.

Gerak osilasi QBO yang terdapat di lapisan stratosfer ekuator mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

Medan angin yang simetris dalam arah zonal, berganti arah secara hampir teratur dengan periode bervariasi antara 24 sampai 30 bulan (sekitar 2,5 tahun). Daerah angin tersebut pertama kali

muncul di ketinggian 30 km, kemudian menjalar turun dengan kecepatan 1 km per bulan.

Pada waktu menjalar turun, amplitudonya tidak banyak berubah sampai ketinggian 23 km, tetapi di bawah ketinggian tersebut amplitudo berkurang dengan cepat.

Dalam arah meridional, osilasi medan angin tersebut simetrik terhadap ekuator dengan amplitudo maksimum sekitar 20 m/detik.

(11)

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2006 sampai dengan Februari 2007. Pengolahan data radiosonde dilakukan di Laboratorium Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, IPB. Objek kajian penelitian ini adalah daerah Bandung (107° 18’-107° 49’ BT dan 6° 41’-7° 44’ LS).

3.2. Bahan dan Alat

Alat yang digunakan adalah

seperangkat komputer dengan perangkat lunak: Microsoft Office, Surfer ver 8.0, Minitab ver 14, Statistica ver 6.0. Sedangkan bahan penelitian ini adalah data radiosonde daerah Bandung dengan resolusi harian (pada pengamatan pukul 00.00, 06.00, 12.00 dan 18.00) selama satu bulan (10 April-9

Mei 2004). Data didapat dari

http://rslab.riko.shimane.ac.jp/CPEA/campai gn/sonde/data.html.

3.3. Metode

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik eigen dan analisis spektrum yang diharapkan bisa mengekstraksi informasi langsung dari data-data radiosonde sehingga dapat diidentifikasi periode fenomena-fenomena dinamika atmosfer yang terekam dalam data.

3.3.1 Analisis Komponen Utama

Dalam statistik, analisis komponen utama adalah teknik yang digunakan untuk menyederhanakan suatu data, dengan cara mentransformasi linear sistem koordinat lama sehingga terbentuk sistem koordinat baru dengan variansi maksimum. Analisis komponen utama dapat digunakan untuk mereduksi dimensi suatu data tanpa mengurangi karakteristik data tersebut secara signifikan.

Secara teknis analisis komponen utama merupakan suatu teknik mereduksi data multivariat (banyak data) untuk mengubah (mentransformasi) suatu matrik data awal atau asli menjadi satu suatu set kombinasi linier yang lebih sedikit akan tetapi menyerap sebagian besar jumlah variansi dari data awal (Supranto J, 2004).

Tujuan utama analisis komponen

utama adalah menjelaskan sebanyak

mungkin jumlah variansi data asli dengan

sedikit mungkin komponen utama.

Banyaknya komponen yang bisa diekstrak

dari data awal atau asli adalah sebanyak variabel yang ada. Katakan ada m komponen yang bisa diekstrak dari p variabel asli, maka paling banyak m = p, artinya banyaknya komponen utama sama dengan banyaknya variabel. Hal ini tidak diharapkan karena menjadi tidak hemat, maka m harus lebih kecil dari p (m<<p) artinya banyaknya komponen yang harus dipertahankan harus sedikit mungkin akan tetapi sudah mencakup sebagian besar informasi yang terkandung di dalam data asli.

Data time series dalam sebuah pengukuran biasanya akan direkam dari sejumlah variabel (p) dan dalam waktu (n) tertentu, struktur data akan membentuk sebuah matrik yang mempunyai p baris dan n kolom.

=

pn p p n n

x

x

x

x

x

x

x

x

x

X

...

:

...

...

2 1 2 22 21 1 12 11 ...(1)

Dapat juga ditulis, X=(Xij) dimana i=1,2,3,...,p dan j=1,2,3,...,n. Data x12, berarti data yang direkam untuk pada variabel ke-1 untuk waktu pengamatan ke-2. Secara matematis, komponen utama adalah kombinasi linear dari p variabel acak (X) dan dapat dituliskan sebagai berikut.

p ip i i i

e

X

e

X

e

X

Y

=

1 1

+

2 2

+

...

+

...(2) i = 1, 2, 3, ..., p

Pada penelitian ini realisasi dari variabel acak (X) adalah data (x) kecepatan angin zonal dan meridional pada berbagai ketinggian (1-30 km), dengan matrik data berordo (59 x 120) dimana 59 adalah

ketinggian dan 120 adalah waktu

pengamatan, sehingga akan dihasilkan 59 kombinasi linear komponen utama yang saling ortogonal seperti dibawah ini.

p pp p p p p p p p X e X e X e Y X e X e X e Y X e X e X e Y + + + = + + + = + + + = ... : ... ... 2 2 1 1 2 2 22 1 21 2 1 2 12 1 11 1 ....(3) p=1,2,3,...,59.

Dengan ei1, ei2, ..., eip adalah elemen-elemen dari vektor eigen yang berhubungan dengan nilai eigen ke-i. Secara umum komponen utama dapat dituliskan sebagai berikut.

X

e

(12)

i

e ′adalah matrik transformator yang

mereduksi matrik

X

menjadi lebih

sederhana. Agar satuan

Y

i sama dengan

satuan X , maka e ′i harus tidak

mempunyai satuan (nondimensional),

sehingga e ′i harus merupakan vektor satuan dimana ei =1 atau e ′i ei = 1.

Variansi Yi = variansi

e

i

X

, dengan formula matematis dari variansi adalah sebagai berikut.

Var (Yi) = var (

e

i

X

) ...(5) Var (Yi) =

e′

i

S

e

i ...(6) Dimana S adalah matrik varian-kovarian. S = pp p p p p σ σ σ σ σ σ σ σ σ ... : ... ... 1 1 2 22 21 1 12 11 ...(7) Komponen-komponen utama Y1, Y2, ..., Yp merupakan kombinasi linear yang tidak saling berkorelasi, dengan variansi semaksimum mungkin. Komponen utama pertama (Y1) adalah kombinasi linear dengan variansi paling maksimum, yaitu dengan memaksimumkan Var (Y1) =

e′

1

S

e

1. Kendala dalam memaksimumkan variansi komponen utama adalah e ′i ei = 1. Salah

satu cara untuk menentukan nilai ekstrim berkendala adalah dengan metode pengali Lagrange sebagai berikut.

( )

i i

(

i i

)

i

Y

e

e

T

=

var

+

λ

1

...(8)

(

i i

)

i i i i

e

S

e

e

e

T

=

+

λ

1

...(9)

Dengan syarat variansi maksimum

0

=

i i

e

d

dT

, maka:

(

)

[

+

1

]

=

0

i i i i i i

e

e

e

S

e

e

d

d

λ

...(10) i i

e

e

S

=

λ

...(11) atau dapat ditulis

(

S

λ

i

I

)

e

i

=

0

...(12) dimana I adalah matrik identitas. Agar solusi tidak trivial maka:

0

=

I

S

λ

i . ...(13) Dari persamaan (13), akan didapatkan nilai eigen ( i). Dan jelas bahwa

e

i adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan

nilai-nilai

λ

i dari matrik varian kovarian S. Karena matrik varian-kovarian S itu merupakan matrik simetris dan definit non-negatif, maka

λ

i adalah real dan non-negatif. Bila persamaan (11) dan persamaan (6), maka akan didapatkan sebagai berikut. Var (Yi) =

e

i

λ

i

e

...(14) Dimana e ′i ei = 1, maka:

Var (Yi) =

λ

i ...(15) Berdasarkan persamaan (15), dapat disimpulkan bahwa ( i) merupakan variansi dari komponen utama ke-i yang merupakan nilai eigen. Nilai eigen merupakan bobot

yang dipakai untuk memaksimalkan

perbandingan komponen utama ke-i (Yi) terhadap variansi total.

Tinjau matrik X′=

[

X1,X2, ..., Xp

]

mempunyai matrik varian-kovariansi S dengan pasangan nilai eigen dan vektor eigen ( i,

e

1), ( 2,

e

2), ..., ( p,

e

p) dimana 1 2 ... p 0 dan komponen-komponen utamanya adalah Y1=

(

e1′ X

)

, Y2=

(

e2′ X

)

, ..., Yp=

(

ep′ X

)

, maka: tr(S)= 11+ 22+ 33+…+ pp=

( )

= p i i X 1 var ...(16) Diagonalisasi S menjadi: tr(S)= tr(EDET)= tr(DEET)= tr(D)= = p i i 1 λ ...(17) Sehingga,

( )

= p i i X 1 var = tr(S)= tr(D)=

( )

= p i i Y 1 var ...(18)

Persamaan (18) mengatakan bahwa variansi total populasi sama dengan jumlah nilai eigennya dan proporsi dari komponen ke-k adalah sebagai berikut.

p k

λ

λ

λ

λ

+

+

+

2

...

1 k = 1,2,...,p ...(19) Korelasi diantara komponen utama ke-i dengan variabel ke-k dapat dituliskan dengan persamaan (20) dibawah ini.

kk i ki k i

e

X

Y

σ

λ

ρ

=

i = 1,2,...,p ...(20)

Dengan eki adalah elemen ke-k dari vektor eigen ke-i.

Dari persamaan (12) dan (13) akan didapatkan nilai eigen ( i) dan vektor eigen

(13)

(

e

i), maka selanjutnya dapat diketahui kombinasi linear dari dari p variabel acak yang merupakan komponen utama, dengan mengalikan vektor eigen transpose (

e′

i

)

dengan variabel acak (

X

)

seperti pada persamaan (4). Karena matrik varian-kovarian S adalah matrik yang simetris, maka akan mempunyai nilai eigen ( i) yang berbeda dan vektor eigen (

e

i) yang tidak saling berkorelasi (ortogonal) satu sama lain. Sehingga komponen utama yang dihasilkan akan saling ortogonal juga.

Komponen pertama merupakan

gambaran variansi terbesar data. Kombinasi linear komponen pertama (Y1) dapat dituliskan sebagai berikut.

p p

X

e

X

e

X

e

Y

1

=

11 1

+

12 2

+

...

+

1 ...(21) Sedangkan untuk sisa variansi yang tidak terhitung oleh Y1 akan muncul pada komponen kedua Y2, dengan jaminan bahwa Y1 dan Y2 tidak saling berkorelasi. Y3 akan menghitung sisa variansi dari Y1 dan Y2 demikian seterusnya.

Jadi dapat dikatakan bahwa tahapan-tahapan yang dilakukan dalam analisis komponen utama adalah sebagai berikut: 1. Mengorganisir data yang digunakan

dalam bentuk data matrik, dengan peubah asal X1 , X2 , ..., XP untuk mendapatkan nilai tengah = 0 dan unit keragaman. 2. Membuat matrik varian-kovarian S. 3. Menentukan nilai eigen ( i) dengan 1

2 ... p 0 dan menentukan elemen vektor eigen e1, e2, ..., ep yang berhubungan dengan nilai eigen. Nilai eigen ( i) menyatakan ragam (variansi) dan elemen vektor eigen (ei) adalah koefisien dari komponen utama ke-i. 4. Membuat kombinasi linear komponen

utama dengan cara mengalikan vektor eigen transpose (

e′)

i dengan variabel acak (

X

)

.

5. Tidak menggunakan komponen utama yang hanya memiliki sedikit sumbangan terhadap varian data seluruhnya. Untuk menentukan jumlah komponen utama

yang dapat mewakilkan varaiansi

(keragaman) data, dapat digunakan uji scree (scree test).

Vektor eigen dapat digunakan untuk menjelaskan pola vertikal dari data kecepatan angin yang dianalisis dalam tugas akhir ini. Sedangkan nilai eigen mampu menjelaskan nilai persentase dinamika angin

dari total varian pergerakan angin keseluruhan.

3.3.2 Analisis Spektrum/Spektral

Transformasi rekaman dari domain waktu ke domain frekuensi (atau bilangan gelombang) disebut spektrum atau spektral. Analisis spektrum adalah metode yang digunakan untuk mengestimasi fungsi densitas spektral dari sebuah deret waktu yang diberikan. Analisis spektrum pada dasarnya merupakan modifikasi terhadap analisis Fourier sedemikian sehingga analisis ini dapat diterapkan pada deret waktu yang stokastik daripada deret waktu deterministik (Priestly dalam Chatfield, 1989). Analisis spektrum dapat digunakan untuk mengidentifikasi periode-periode yang berpengaruh terhadap suatu deret waktu.

Secara definisi, jika Xt adalah proses stokastik dengan fungsi autokovarian (k) dengan k=...,-2, -1, 0, 1, 2, ..., maka spektrum f( ) adalah transformasi Fourier dari fungsi autokovariansi, yang dalam ekspresi matematisnya adalah sebagai berikut. ∞ −∞ = − = k k i k f( ) 1

γ

( )exp(

ω

)

π

ω

...(22)

Sebagai alat untuk menganalisis data berkaitan dengan masalah fenomena selain topografi yang berhubungan dengan waktu, tentunya diperlukan suatu teknik tersendiri dalam mengurai informasi data. Analisis spektrum dengan menggunakan transformasi Fourier, akan dipakai dalam pemecahannya. 3.3.3 Analisis Fenomena Meteorologi Dinamik

Pada Gambar 1 dijelaskan bahwa pengolahan awal data radiosonde (suhu udara, kelembaban, kecepatan angin zonal dan meridional) yaitu dengan dibuatnya profil vertikal parameter cuaca selama waktu pengamatan (time height section). Kemudian kecepatan angin zonal dan meridional diolah

dengan menggunakan teknik analisis

komponen utama untuk mereduksi jumlah dimensi data, sehingga jumlah dimensi data yang akan dianalisis dapat sekecil mungkin

dengan membawa informasi sebanyak

mungkin. Dari hasil analisis komponen utama akan didapatkan nilai eigen dan vektor eigen komponen angin zonal dan meridional, sehingga dapat dilihat pola-pola dinamika angin pada ketinggian tertentu melalui vektor eigen, yang kemudian akan dianalisis fenomena meteorologi apa yang

(14)

menyebabkan pola dinamika angin seperti itu. Proporsi nilai eigen mempresentasikan seberapa besar pengaruh dinamika angin pada komponen utama angin baik zonal maupun meridional terhadap keseluruhan pergerakan angin. Komponen utama pertama memberikan kontribusi dinamika angin terbesar pada keseluruhan pergerakan angin.

Sedangkan pola vektor eigen pada

komponen utama angin baik zonal maupun meridional, dapat mempresentasikan pola-pola dinamika angin.

Selanjutnya data kecepatan angin zonal dan meridional diolah dengan

menggunakan analisis spektrum yang

bertujuan agar diketahui periode pergerakan angin. Periode data time series yang didapatkan dengan menggunakan analisis spektrum dapat memperjelas analisis fenomena meteorologi yang digambarkan oleh pola vektor eigen. Setelah pengolahan data akan dianalisis fenomena meteorologi dinamik yang terjadi pada berbagai ketinggian.

Gambar 1. Diagram Alur Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Geografis dan Status

Klimatologis Data

Lokasi kajian penelitian ini adalah daerah Bandung (107° 20’-107° 42’ BT dan 6° 43’-7° 06’ LS) dengan luasan sekitar

368.372 ha. Wilayah ini berbentuk

menyerupai cekungan, yang secara

topografis mempunyai ketinggian yang sangat bervariasi antara 600 hingga 2.250 meter di atas permukaan laut. Bandung merupakan daerah yang dipengaruhi efek global maupun regional seperti angin monsunal.

(Sumber: http://www.dartmouth.edu)

Gambar 2. Peta Wilayah Penelitian.

Secara garis besar dapat dilihat pada

Gambar 2 bahwa wilayah Bandung

dikelilingi atau berbatasan dengan daratan. Karena letaknya yang dikelilingi oleh pegunungan maka wilayah Bandung juga dipengaruhi oleh efek lokal seperti angin gunung dan lembah.

Data unsur medan angin mencakup komponen zonal dan meridional sebagai objek utama yang akan dikaji, serta suhu udara dan kelembaban sebagai objek

penunjang, didapat selama rentang

pengamatan 10 April sampai 9 Mei 2004. Pengamatan dalam sehari dilakukan selama empat kali yaitu pada pukul 00.00, 06.00, 12.00 dan 18.00. Pada periode pengamatan tersebut matahari sudah melalui ekuator dan bergeser ke arah utara menjauhi Pulau Jawa dan dalam rentang periode pengamatan tersebut secara umum wilayah pulau Jawa khususnya Bandung sedang mengalami masa transisi pertama yaitu peralihan kondisi medan angin dari monsun Asia (monsun barat) menuju ke kondisi medan angin monsun Australia (monsun timur).

6

Angin Zonal Angin Meridional Suhu udara Kelembaban Data Radiosonde Time height section Analisis Fenomena Meteorologi Dinamik Analisis Spektrum Analisis Komponen Utama Nilai Eigen Vektor Eigen

(15)

4.2 Karakteristik Variabel Atmosfer

Pola kondisi atmosfer berdasarkan data radiosonde selama periode observasi, yaitu tanggal 10 April sampai 9 Mei 2004 akan di analisis.

4.2.1 Troposfer-Bawah

Pada rentang waktu pengamatan

matahari sudah melalui ekuator dan bergeser ke arah utara menjauhi Pulau Jawa. Pergeseran posisi matahari ini menyebabkan pergeseran pola-pola tekanan rendah di permukaan bergerak menjauh dari Pulau Jawa, sehingga di Pulau Jawa sudah tidak dipengaruhi oleh monsun Asia (monsun barat). Hal ini tampak pada gambar time height section komponen angin zonal (u) yang dapat dilihat pada Gambar 3, dimana selama selang pengamatan, di troposfer-bawah dekat permukaan (±1-4 km) angin

timuran lebih mendominasi walaupun

mempunyai kecepatan yang rendah, berkisar ± 0-10 m/detik.

Gambar 3. Time height section Komponen Angin Zonal Bandung pada Tanggal 10 April - 9 Mei 2004.

Sedangkan untuk pola keadaan angin dalam arah meridional (v) dapat dilihat pada Gambar 4, bahwa keadaan angin meridional daerah Bandung dalam keadaan tidak beraturan atau tidak ada arah angin yang mendominasi. Pola angin meridional juga dapat dilihat didominasi oleh kecepatan angin utara atau angin selatan yang sebagian besar berskala rendah. Hal ini dapat menjelaskan bahwa pada rentang waktu pengamatan yang merupakan masa peralihan dari monsun Asia ke monsun Australia tidak mempengaruhi komponen angin meridional secara signifikan.

Gambar 4. Time height section Komponen Angin Meridional Bandung pada Tanggal 10 April - 9 Mei 2004.

Walaupun nilai kecepatan angin zonal (u) dan kecepatan angin meridional (v) pada lapisan troposfer-bawah dekat permukaan (±1-4 km) rendah, tetapi komponen zonal

lebih besar dibandingkan komponen

meridional. Sehingga dapat dikatakan bahwa selama pengamatan, dinamika di troposfer-bawah didominasi oleh komponen zonal.

Gambar 5. Time height section

Kelembaban Bandung pada Tanggal 10 April - 9 Mei 2004.

Berdasarkan time height section kelembaban relatif (RH) pada Gambar 5 terlihat di lapisan troposfer-bawah (±1-4 km) nilai RH daerah Bandung sangat tinggi yaitu antara 50-100%. Karena rata-rata nilai suhu udara Bandung pada troposfer-bawah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Waktu (Hari ke)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 K e ti n g g ia n ( K m ) -26-24-22-20-18-16-14-12-10-8 -6 -4 -2 02468 10 12 14 16 18 20 22 24 26

Time Height-Section Komponen Angin Meridional (V) Bandung

Skala Laju Angin (m/det)

Ke Selatan Ke Utara

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930

Waktu (Hari ke)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 K e ti n g g ia n ( k m ) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100

Time Height-Section Kelembaban (RH) Bandung

Skala RH Bandung (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Waktu (Hari ke)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 K e ti n g g ia n ( K m ) -26-24-22-20-18-16-14-12-10-8 -6 -4 -2 02468 10 12 14 16 18 20 22 24 26

Time Height-Section Komponen Angin Zonal (U) Bandung

Skala Laju Angin (m/det)

(16)

tergolong rendah yaitu 13,5°C, sehingga kapasitas udara untuk menampung uap air (es) relatif kecil maka kelembaban relatif Bandung tinggi. Dapat dikatakan bahwa zona angin timuran di troposfer-bawah dekat permukaan diikuti dengan kelembaban yang cukup tinggi, hal ini merupakan efek lokal fenomena angin gunung dan angin lembah akibat kondisi topografi Bandung yang dikelilingi oleh pegunungan.

Fenomena angin lokal yaitu angin lembah terjadi ketika matahari terbit dan berlangsung maksimum hingga siang hari. Ketika pagi hari matahari memanasi

langsung permukaan Bandung, lereng

gunung menerima intensitas energi radiasi surya lebih banyak daripada lembah sehingga terjadi gradien tekanan udara dimana permukaan gunung mempunyai

tekanan udara yang lebih rendah

dibandingkan permukaan lembah. Sehingga angin bergerak dari lembah ke gunung. Pada time height section angin zonal (Gambar 3), terlihat pada ketinggian dekat permukaan (±1 km) ada zona angin timuran, dan tampak pada analisis spektrum untuk angin zonal (u) dan RH di ketinggian 1 km (Lampiran 1 dan 2) adanya periode satu harian. Dalam zona angin timuran ini terdapat osilasi angin zonal yang disebabkan oleh angin lembah dengan periode satu hari. Fluktuasi RH terjadi akibat fluktuasi angin zonal timuran dengan periode 1 hari, kondisi maksimum kelembaban ini terjadi hingga siang hari dan terus berulang.

Gambar 6. Time height section Suhu Udara Bandung pada Tanggal 10 April - 9 Mei 2004.

Time height section suhu udara daerah Bandung pada periode pengamatan secara umum dapat dilihat pada Gambar 6. Dapat dianalisis dari warna yang menunjukkan skala suhu udara bahwa pada lapisan troposfer yaitu ketinggian 1-17 km profil suhu udara adalah lapse rate. Suhu udara rata-rata pada ketinggian sekitar 1 km adalah 20°C dan suhu menurun sampai ketinggian 17 km dengan suhu rata-rata -82°C. Pada analisis spektrum suhu udara di ketinggian 1 km (Lampiran 3) terdapat fluktuasi suhu udara dengan periode 1 hari, hal ini menjelaskan bahwa suhu maksimum terjadi pada siang hari dan terus berulang setiap hari. Tropopause terdapat pada ketinggian 17-18 km, karena suhu udara tetap terhadap ketinggian (isotermal). Pada ketinggian 18-30 km yaitu pada lapisan stratosfer-bawah terjadi profil suhu udara inversi yaitu suhu udara meningkat dengan bertambahnya ketinggian.

Pada ketinggian 21-24 km terdapat gas ozon dengan konsentrasi maksimum di ketinggian 22 km. Karena intensitas matahari maksimum pada siang hari, maka ada fluktuasi suhu udara akibat penyerapan sinar ultraviolet oleh ozon. Hal ini tampak pada analisis spektrum suhu udara di ketinggian 21-24 km (Lampiran 4-7) terdapat fluktuasi suhu udara dengan periode 1 hari.

4.2.2 Troposfer-Atas dan Stratosfer-Bawah

Pada lapisan stratosfer-bawah,

dinamika dengan energi yang terbesar adalah Quasi-Biennial Oscillation (QBO). Dalam Gambar 3 yaitu time height section angin zonal, tampak adanya zona angin baratan di stratosfer-bawah yang kemudian merambat ke bawah meluas dari 22 km pada 10 April sampai 21 km pada 9 Mei 2004. Sedangkan di ketinggian 17-22 km ada zona angin timuran yang berkurang intensitasnya yaitu 17-22 km pada 10 April hingga 17-21 km pada 9 Mei 2004. Pengurangan intensitas ini disebabkan masuknya zona angin baratan dari stratosfer-bawah yang merambat ke tropopause dan troposfer-bawah.

Fenomena angin baratan yang

mendominasi stratosfer-bawah merupakan fasa baratan dari QBO stratosferik.

Sedangkan fenomena angin timuran

merupakan fasa timuran QBO yang zonanya berkurang akibat masuknya fasa baratan

QBO yang merambat ke bawah.

Berdasarkan analisis spektrum angin zonal,

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 K e ti n g g ia n ( K m ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930 Waktu (Hari Ke)

-90 -80 -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20

Time Height-Section Temperatur Bandung

Skala Temperatur (°C)

Time Height-Section Suhu udara Bandung

(17)

meridional dan suhu udara pada ketinggian 18 km (Lampiran 11-13) tampak bahwa dalam fasa timuran QBO, terdapat fluktuasi angin zonal dan suhu udara dengan periode 7,5 hari serta fluktuasi angin meridional dan suhu udara dengan periode 3,7 hari. Osilasi angin zonal (u) berperiode 7,5 hari yang bergerak ke barat muncul di ketinggian 15 km (Lampiran 8) kemudian menguat di ketinggian 16 km (Lampiran 9) tetapi

spektral densitasnya melemah pada

ketinggian 17 dan 18 km (Lampiran 10 dan 11). Peredaman osilasi angin zonal (u) dengan periode 7,5 hari seiring dengan

menguatnya shear angin timuran di

ketinggian 18 km. Osilasi angin zonal (u) dengan periode 7,5 hari mengalami disipasi (penghilangan) ketika memasuki lapisan stratosfer-bawah akibat menguatnya zona angin timuran. Energi fluktuasi osilasi angin zonal yang mengalami disipasi ini menjadi sumber momentum percepatan fasa timuran

QBO. Sehingga fasa timuran QBO

merupakan modulator bagi osilasi angin zonal berperiode 7,5 hari, angin meridional dengan periode 3,7 hari serta suhu udara dengan periode 7,5 dan 3,7 hari.

4.3 Analisis Komponen Utama

Seperti pada tujuan penelitian tugas akhir ini, yaitu mereduksi kompleksitas pola angin dan mengekstraksi sejumlah pola angin utama yang membentuk dinamika medan angin, baik pada komponen zonal maupun meridional dalam suatu rentang pengamatan, maka data komponen angin

diolah dengan menggunakan analisis

komponen utama. Berdasarkan analisis komponen utama terhadap data yang berdimensi 59 x 120 dimana 59 adalah variabel ketinggian dan 120 adalah waktu pengamatan yaitu setiap pukul 00.00, 06.00,

12.00 dan 18.00 selama periode

pengamatan, didapatkan 59 buah nilai eigen

yang mempresentasikan total 100%

dinamika atmosfer yang terekam oleh medan angin selama rentang waktu pengamatan. Pada grafik plot distrbusi nilai eigen (screeplot) untuk angin zonal danmeridional (Gambar 7 dan 8) ditentukan delapan komponen utama, tetapi hanya empat komponen utama untuk angin zonal dan satu komponen utama untuk angin meridional yang akan dianalisis tanpa mengurangi informasi yang terkandung dalam data asli.

Gambar 7. Distribusi Nilai Eigen

(Screeplot) Angin Zonal.

Gambar 8. Distribusi Nilai Eigen

(Screeplot) Angin Meridional.

Tabel 1 menyatakan nilai eigen pada delapan komponen utama yang mencakup delapan nilai eigen zonal yang menentukan 78,7% dari dinamika angin zonal dan delapan nilai eigen meridional yang menentukan 62% dari dinamika angin meridional.

Tabel 1. Nilai Eigen 8 Komponen Utama Angin Zonal dan Meridional.

Komponen Angin Zonal Komponen Utama Ke Nilai Eigen (m2 /s2 ) Proporsi (%) Proporsi Kumulatif (%) 1 506,37 30,2 30,2 2 202,36 12,1 42,3 3 194,14 11,6 53,9 4 130,19 7,8 61,7 5 106,21 6,3 68,1 6 85,06 5,1 73,1 7 50,83 3 76,2 8 42,55 2,5 78,7

Komponen Angin Meridional

Komponen Utama Ke Nilai Eigen (m2 /s2 ) Proporsi (%) Proporsi Kumulatif (%) 1 141,4 15,8 15,8 2 101,22 11,3 27,1 3 82,62 9,2 36,3 4 60,6 6,8 43,1 5 55,28 6,2 49,2 6 46,95 5,2 54,5 7 35,96 4 58,5 8 31,62 3,5 62 ! " ! # " !

(18)

Nilai eigen komponen utama menunjukkan power atau daya dinamika dari komponen angin. Untuk faktor dinamika angin (nilai eigen) dapat dilihat pada Tabel 1, tampak bahwa nilai eigen komponen angin zonal lebih besar daripada komponen angin meridional. Empat komponen utama untuk angin zonal memberikan kontribusi 61,7%, dan satu komponen utama untuk angin meridional memberikan kontribusi 15,8% dari keseluruhan dinamika angin. Hanya empat komponen utama angin zonal yang akan dianalisis dikarenakan sulitnya menginterpretasikan informasi sampai delapan komponen utama dan kecilnya

kontribusi komponen kelima sampai

kedelapan terhadap variansi total dinamika angin. Sedangkan hanya komponen utama pertama saja dari angin meridional yang dianalisis, dikarenakan untuk fenomena yang utama saja yaitu nilai eigen komponen utama pertama, dinamika angin meridional hanya memberikan kontribusi sebesar 27,9% atau hampir sepertiga terhadap dinamika angin zonal.

Hal ini berarti bahwa selama

pengamatan secara kuantitatif, komponen angin zonal lebih mendominasi dinamika medan angin daripada dinamika angin dalam arah meridional. Pada Lampiran 26 dan 27 yaitu profil vertikal komponen angin zonal dan meridional, dapat dilihat bahwa secara kualitatif dinamika angin zonal lebih kuat dibandingkan angin meridional karena tampak amplitudo angin zonal lebih besar daripada angin meridional.

Ekstrasi kompleksitas evolusi profil angin zonal dan meridional dapat dilihat pada Gambar 9 (a)-(d) dan Gambar 10, yaitu profil distribusi vektor eigen komponen utama kesatu, kedua, ketiga dan keempat untuk komponen angin zonal dan profil distribusi vektor eigen komponen utama kesatu untuk komponen angin meridional, yang satu sama lain tidak saling terkait atau saling ortogonal. Masing-masing komponen utama angin zonal memberikan kontribusi dinamika angin sebesar 30,2%, 12,1%,

11,6% dan 7,8% sedangkan angin

meridional memberikan kontribusi dinamika angin sebesar 15,8%.

4.3.1 Analisis Vektor Eigen 1 Angin Zonal Pada vektor eigen pertama angin zonal yang diperlihatkan dalam Gambar 9 (a), menyatakan pola-pola angin secara vertikal yang paling dominan dan mempresentasikan komposisi dinamika angin yang terbesar

menyangkut 30,2% dari keseluruhan

pergerakan udara yang diakibatkan oleh beberapa fenomena dinamika atmosfer. Pada Gambar 9 (a) tampak bahwa pada troposfer-bawah, yaitu pada ketinggian 1-6 km tampak tenang dan tidak ada zona dinamika angin. Sedangkan pada ketinggian 6-17,5 km terdapat zona angin timuran yang melemah terhadap waktu dengan intensitas terbesar di troposfer atas (13,5 km). Pada ketinggian 17,5-19,5 km (tropopause) terdapat zona pergerakan angin baratan.

Bila dibandingkan dengan time height section angin zonal, maka pola vektor eigen pertama angin zonal di troposfer secara umum menyatakan bahwa zona angin timuran lebih mendominasi.

Pada stratosfer-bawah (19-30 km) secara keseluruhan dalam time height section angin zonal (Gambar 3) merupakan zona angin baratan. Tetapi dapat dilihat pada pola vektor eigen pertama angin zonal, yang terekam adalah zona angin timuran dengan energi kinetik yang melemah karena mulai masuknya fasa angin baratan QBO yang terlihat pada time height section angin zonal (Gambar 3). Pada ketinggian 19-21 km disini terekam pada pola vektor eigen bahwa zona angin timuran tampak lebih kuat dibandingkan ketinggian di atasnya.

4.3.2 Analisis Vektor Eigen 2 Angin Zonal Pola vektor eigen kedua angin zonal yang memberikan kontribusi dinamika angin sebesar 12,1% dari variansi totalnya dapat dilihat pada Gambar 9 (b). Untuk troposfer-bawah (1-6 km) masih belum terlihat adanya dinamika angin sehingga kondisi tergolong tenang. Pada ketinggian 10-16 km yaitu pada lapisan troposfer-tengah hingga atas terlihat adanya perembesan angin baratan yang bergerak ke timur. Berdasarkan analisis spektrum angin zonal di ketinggian 15 dan 16 km (Lampiran 8 dan 9) angin berosilasi dengan periode 7,5 harian dan bergerak ke arah timur sesuai dengan hasil yang terekam pada pola vektor eigen kedua angin zonal. Pada tropopause yaitu pada ketinggian 17-18 km terdapat pergerakan angin ke arah barat. Berdasarkan spektrum angin zonal di ketinggian 17 dan 18 km (Lampiran 10 dan 11) tampak bahwa pergerakan angin zonal ke barat ini berfluktuasi dengan periode 7,5 hari, selain itu berdasarkan analisis spektrum suhu udara di ketinggian 18 km (Lampiran 13) maka ada osilasi suhu udara dengan periode 7,5 hari juga. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada tropopause ada osilasi angin zonal dengan periode 7,5 hari yang bergerak ke

(19)

arah barat dan osilasi ini diikuti dengan osilasi suhu udara berperiode sama di ketinggian yang sama.

Pada ketinggian 20-23 km ada pergerakan angin zonal ke barat dengan periode dominan 2,7 hari di ketinggian 21-22 km, hal ini tampak pada analisis spektrum komponen utama kedua angin zonal (Lampiran 22). Pada ketinggian 24-30 km terdapat pergerakan angin zonal ke barat, tetapi karena zona angin timuran ini melemah maka osilasi inipun melemah juga. 4.3.3 Analisis Vektor Eigen 3 Angin Zonal Pola vektor eigen ketiga angin zonal yang memberikan kontribusi dinamika angin sebesar 11,6% dari variansi totalnya dapat dilihat pada Gambar 9 (c). Pada pola vektor eigen ketiga untuk angin zonal tampak di troposfer-bawah (1-6 km) keadaan relatif tenang, hampir tidak didapatkan dinamika angin yang berarti. Sedangkan pada troposfer-tengah dan troposfer-atas terlihat adanya zona angin baratan di ketinggian 7-14 km dengan intensitas yang kecil, namun di ketinggian 15-18 km terdapat zona angin yang bergerak ke barat dengan periode dominan 7,5 hari di ketinggian 16 km hal ini terlihat pada analisis spektrum angin zonal di ketinggian 16 km (Lampiran 9).

Pada tropopause dan stratosfer-bawah

didapatkan keadaan yang sangat

berfluktuasi. Tampak pada ketinggian 18-21 km terdapat pergerakan angin baratan ke timur dengan periode 7,5 hari, hal ini dapat terlihat pada analisis spektrum angin zonal pada ketinggian 18 km (Lampiran 11) dan analisis spektrum komponen utama ketiga angin zonal (Lampiran 23). Pada ketinggian 21-22 km terdapat angin timuran yang bergerak ke barat dengan periode tiga harian, hal ini tampak pada analisis spektrum angin zonal pada ketinggian 21 km (Lampiran 14) dan analisis spektrum komponen utama ketiga angin zonal (Lampiran 23).

4.3.4 Analisis Vektor Eigen 4 Angin Zonal Pada Gambar 9 (d) yaitu pola vektor

eigen keempat angin zonal yang

memberikan kontribusi dinamika angin hanya sebesar 7,8%, terlihat pada lapisan stratosfer-bawah yaitu pada ketinggian 23-30 km terdapat zona angin baratan (fasa baratan QBO) mulai tampak dan fasa baratan QBO ini melemahkan fasa timuran QBO. Pada ketinggian 24,5 km terdapat osilasi angin dengan periode 15 hari (dapat terlihat pada Lampiran 16 dan 24) yang bergerak ke timur dalam fasa baratan QBO,

hal ini merupakan gelombang Kelvin stratosferik. Gelombang ini memberikan sumber fluks momentum bagi zona angin baratan sehingga fasa baratan QBO tersebut mengalami percepatan. Informasi yang diberikan oleh vektor eigen keempat ini sesuai dengan time height section angin zonal (Gambar 3) di stratosfer-bawah terjadi penguatan zona angin baratan.

Berdasarkan keempat vektor eigen angin zonal dapat dikatakan bahwa pada lapisan troposfer-bawah (1-6 km) selama periode pengamatan yaitu peralihan angin monsun barat ke monsun timur, angin berhembus dengan skala sangat kecil, serta dari pola keempat vektor eigen tampak tidak adanya dinamika angin. Pada lapisan troposfer-tengah zona angin timuran lebih mendominasi di ketinggian 10-16 km dengan intensitas tertinggi terjadi di ketinggian 14 km dan pada ketinggian 15-16 km terdapat osilasi angin zonal dengan periode 7,5 hari yang bergerak ke timur. Ketika memasuki troposfer-atas hingga tropopause osilasi angin zonal dengan periode 7,5 hari ini mengalami penguatan kemudian setelah ketinggian 18 km osilasi zonal berperiode 7,5 hari mengalami peredaman akibat adanya shear angin timuran.

4.3.5 Analisis Vektor Eigen 1 Angin Meridional

Komponen utama angin meridional yang pertama hanya memberikan kontribusi sebesar hampir sepertiga dari dinamika

angin zonal maka komponen angin

meridional tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan angin selama pengamatan.

Pola distribusi vektor eigen angin meridional untuk komponen utama pertama dapat dilihat pada Gambar 10. Dapat terlihat bahwa pola distribusi vektor eigen pertama

angin meridional yang memberikan

kontribusi dinamika angin sebesar 15,8% dari keseluruhan pergerakan angin, dan terkonsentrasi di lapisan troposfer-tengah hingga troposfer-atas (7-17 km) dimana angin meridional bergerak ke arah selatan. Pergerakan angin meridional ke arah selatan merupakan manifestasi dari sel Hadley. Berdasarkan analisis spektrum komponen utama pertama angin meridional (Lampiran 25) dibandingkan dengan analisis spektrum angin meridional pada ketinggian 13-16 km (Lampiran 17-20) dapat dilihat bahwa dalam pergerakan udara ke selatan ini, terdapat

(20)

Gambar 9. Vektor Eigen Angin Zonal Bandung (10 April - 9 Mei 2004): (a) Vektor Eigen 1, (b) Vektor Eigen 2, (c) Vektor Eigen 3, (d) Vektor Eigen 4.

(a)

Distribusi Vektor Eigen 1 Angin Zonal

Bandung -1 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 K e ti n g g ia n ( K m ) Vektor Eigen 30,2 %

Elemen Vektor Eigen

Vektor Eigen 1 Angin Zonal Bandung

(b)

Distribusi Vektor Eigen 2 Angin Zonal

Bandung -1 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 K e ti n g g ia n ( K m ) Vektor Eigen 12,1 %

Elemen Vektor Eigen

Vektor Eigen 2 Angin Zonal Bandung

(c)

Distribusi Vektor Eigen 3 Angin Zonal

Bandung -1 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 K e ti n g g ia n ( K m ) Vektor Eigen 11,6 %

Elemen Vektor Eigen

Vektor Eigen 3 Angin Zonal Bandung

(d)

Distribusi Vektor Eigen 4 Angin Zonal

Bandung -1 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 K e ti n g g ia n ( K m ) Vektor Eigen 7,8 %

Elemen Vektor Eigen

Vektor Eigen 4 Angin Zonal Bandung

(21)

Gambar 10. Vektor Eigen 1 Angin Meridonal Bandung (10 April - 9 Mei 2004)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Hasil analisis data radiosonde Bandung pada waktu pengamatan 10 April-9 Mei 2004 dengan ketinggian 1 km sampai 30 km menunjukkan bahwa berdasarkan perbandingan nilai eigen untuk komponen angin zonal dan meridional, dinamika angin dalam komponen zonal lebih mendominasi daripada dinamika angin meridional. Hal ini dapat dijelaskan oleh fenomena yang utama saja yaitu nilai eigen komponen utama pertama, dinamika angin meridional hanya memberikan kontribusi sebesar 27,9% atau hampir sepertiga terhadap dinamika angin zonal. Pada analisis komponen utama, komponen utama pertama baik pada angin zonal maupun meridional mempresentasikan sebagian kondisi rata-rata pergerakan angin yaitu 30,2% untuk angin zonal dan 15,8% untuk angin meridional.

Berdasarkan keempat vektor eigen angin zonal dapat dikatakan bahwa pada lapisan troposfer-bawah (1-6 km) selama periode pengamatan yaitu peralihan angin monsun barat ke monsun timur, angin berhembus dengan skala sangat kecil, serta dari pola keempat vektor eigen tampak tidak adanya dinamika angin. Tropopause terdapat pada ketinggian 17-18 km. Pada lapisan troposfer-tengah zona angin timuran lebih mendominasi di ketinggian 10-16 km dengan intensitas tertinggi terjadi di ketinggian 14 km dan pada ketinggian 15-16 km terdapat osilasi angin zonal dengan periode 7,5 hari yang bergerak ke timur. Ketika memasuki troposfer-atas hingga tropopause osilasi angin zonal dengan periode 7,5 hari ini mengalami penguatan kemudian setelah ketinggian 18 km osilasi zonal berperiode 7,5 hari mengalami peredaman akibat adanya shear angin timuran.

Distribusi vektor eigen pertama angin meridional yang memberikan kontribusi

dinamika angin sebesar 15,8% dari

keseluruhan pergerakan angin, dan

terkonsentrasi di lapisan troposfer-tengah hingga troposfer-atas (7-17 km) dimana angin meridional bergerak ke arah selatan. Pergerakan angin meridional ke arah selatan merupakan manifestasi dari sel Hadley. 5.2 Saran

Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik pada penelitian lebih lanjut, sebaiknya digunakan data radiosonde dengan rentang waktu yang lebih lama (minimal satu tahun) agar fenomena-fenomena yang memiliki periode tahunan dapat terekam. Juga sebaiknya digunakan data pembanding

daerah lain dengan rentang waktu

pengamatan yang sama, agar dapat

menggambarkan karakteristik dinamika angin arah horizontal, sehingga interpretasi dari karakteristik dinamika angin akan lebih kuat dan meyakinkan. Selain itu untuk penelitian selanjutnya juga disarankan untuk

menggunakan teknik analisis data

multivariat yang lebih komplek seperti teknik fungsi ortogonal empirik komplek, agar hasil yang didapatkan benar-benar dapat mewakilkan keadaan yang sebenarnya. Distribusi Vektor Eigen 1

Angin Meridional Bandung -1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1 2. 4 5. 7 8. 10 11 13 14 16 17 19 20 22 23 25 26 28 29 K e ti n g g ia n ( K m ) Vektor Eigen 15,8 %

Elemen Vektor Eigen Vektor Eigen 1 Angin Meridional

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini SD. 2004. Identifikasi Siklus Bintik Matahari pada Spektrum Curah Hujan Pulau Jawa. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak dipublikasikan). Chatfield C. 1989. The Analysis of Time

Series An Introduction. Chapman and Hall 2-6. Boundary Row. London. Haan CT. 1977. Statistical Methods in

Hydrology. The Iowa State University Press. Ames, Iowa. 378p.

Holton, J.R. 1979. An Introduction to

Dynamic Meteorology. Second

Edition. Aademic Press. Inc. London. 391 pp.

Ismanto T. 2005. Penerapan Analisis Faktor dan Spektrum Silang pada Studio Ektraksi Profil Angin (Studi Daerah Serpong). Skripsi. Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Institut Teknologi Bandung. Bandung. (Tidak dipublikasikan).

Jebada YM. 2005. Analisis Spektrum Silang Osilasi Selatan dengan Curah Hujan di Pulau Jawa. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak dipublikasikan). June, T. 1993. Angin. Dalam: Handoko

(Ed.), Klimatologi Dasar. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Bogor. Pp: 73-95.

Kato S, Hadi TW, Wiratmo J. 1998. Dinamika Atmosfer. Penerbit ITB. Bandung. 90p.

Prawirowardoyo S. 1996. Meteorologi. Penerbit ITB. Bandung. 226p. Setiawan S. 2004. Analisis Fungsi Ortogonal

Empirik Komplek untuk Medan Vektor Angin Berdasarkan Data Radiosonde. Tesis. Institut Teknologi

Bandung. Bandung. (Tidak

dipublikasikan).

Suharsono H. 1993. Iklim Tropika. Dalam: Handoko (Ed.), Klimatologi Dasar. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Bogor. Pp: 161-177.

Supranto J. 2004. Analisis Multivariat Arti dan Interpretasi. Rineka Cipta, Jakarta. Pp. 359

Wilks DS. 1995. Statistical Methods in the

Atmospheric Sciences An

Introduction. Academic Press. San Diego, California. 467p.

Von Storch H, Zwiers FW. 1999. Statistical

Analysis in Climate Research.

Cambridge University Press,

Cambridge. 484p. www.dartmouth.edu www.rslab.riko.shimane.ac.jp/CPEA/campai gn/sonde/data.html

13

14

(23)
(24)

15

Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 1 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 S p e c tr a l D e n s it y 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1

Lampiran 1. Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 1 km.

Analisis Spektrum Kelembaban pada Ketinggian 1 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 S p e c tr a l D e n s it y 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 1

Lampiran 2. Analisis Spektrum Kelembaban pada Ketinggian 1 km.

Lampiran 3. Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 1 km.

Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 1 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 50 100 150 200 250 300 350 S p e c tr a l D e n s it y 0 50 100 150 200 250 300 350 1

Lampiran 4. Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 21 km.

Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 21 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 50 100 150 200 250 300 350 S p e c tr a l D e n s it y 0 50 100 150 200 250 300 350 6 3 1

(25)

Lampiran 5. Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 22 km.

Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 22 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 50 100 150 200 250 300 350 S p e c tr a l D e n s it y 0 50 100 150 200 250 300 350 10 1

Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 23 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 50 100 150 200 250 300 350 S p e c tr a l D e n s it y 0 50 100 150 200 250 300 350 10

Lampiran 6. Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 23 km.

1

Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 24 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 50 100 150 200 250 300 350 S p e c tr a l D e n s it y 0 50 100 150 200 250 300 350 2 7,5 1

Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 15 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 S p e c tr a l D e n s it y 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 7,5

(26)

17

Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 18 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 S p e c tr a l D e n s it y 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 7,5 3,3

Lampiran 11. Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 18 km.

Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 16 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 S p e c tr a l D e n s it y 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 7,5

Lampiran 9. Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 16 km.

Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 17 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 S p e c tr a l D e n s it y 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 7,5 3

Lampiran 10. Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 17 km.

Analisis Spektrum Angin Meridional pada Ketinggian 18 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 S p e c tr a l D e n s it y 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 3,75

(27)

Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 18 Km No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 50 100 150 200 250 300 350 S p e c tr a l D e n s it y 0 50 100 150 200 250 300 350 7,5 3,7

Lampiran 13. Analisis Spektrum Suhu Udara pada Ketinggian 18 km. Lampiran 14. Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 21 km.

Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 21 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 S p e c tr a l D e n s it y 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 10 3 2 1,3

Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 22 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 S p e c tr a l D e n s it y 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 10 2,3

Analisis Spektrum Angin Zonal pada Ketinggian 24 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 S p e c tr a l D e n s it y 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 15 3,75 2

(28)

19

Lampiran 17. Analisis Spektrum Angin Meridional pada Ketinggian 13 km.

Analisis Spektrum Angin Meridional pada Ketinggian 13 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 S p e c tr a l D e n s it y 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 15 3,75

Analisis Spektrum Angin Meridional pada Ketinggian 14 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 S p e c tr a l D e n s it y 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 15

Lampiran 18. Analisis Spektrum Angin Meridional pada Ketinggian 14 km.

Analisis Spektrum Angin Meridional pada Ketinggian 15 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 S p e c tr a l D e n s it y 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 15 4,3

Lampiran 19. Analisis Spektrum Angin Meridional pada Ketinggian 15 km.

Analisis Spektrum Angin Meridional pada Ketinggian 16 Km

No. of cases: 120 Hamming weights:.0357 .2411 .4464 .2411 .0357 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 Frequency 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 S p e c tr a l D e n s it y 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 15 4,3

Gambar

Gambar 2. Peta Wilayah Penelitian.
Gambar 3. Time height section Komponen  Angin  Zonal  Bandung  pada  Tanggal  10  April - 9 Mei 2004
Gambar  6.  Time  height  section  Suhu  Udara  Bandung  pada  Tanggal  10  April  -  9 Mei 2004
Gambar  8.  Distribusi  Nilai  Eigen  (Screeplot) Angin Meridional.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Alasan besarnya pengaruh restrukturisasi birokrasi organisasi terhadap kepuasan pegawai pada aspek pekerjaan dibanding dengan aspek lainnya tidak lepas dari

5. Penerapan menjadi lebih mudah karena pemakai mengetahui apa yang diharapkannya. Pelanggan kadang tidak melihat atau menyadari bahwa perangkat lunak yang ada belum

a) Dengan adanya anggaran kas maka sasaran usaha yang akan dicapai perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu yang akan menjadi jelas, baik dalam kualitas maupun

Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan pengetahuan serat dan asupan serat dengan status obesitas pada remaja di SMA Nasima Semarang.. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan

Cluster headache bentuk tipikal dengan atipikal berbeda dalam hal : 1) Frekuensi serangan sakit kepala pada varian cluster headache atipikal lebih sering dari bentuk yang

Logika: karena penerangan jama dulu masih belum baik, maka apabila memotong rambut malam hari ditakutkan akan membuat potongan rambut menjadi tidak bagus,

Dibanding dengan citra ALOS AVNIR-2 kedua citra gabungan mempunyai nilai akurasi total dan indeks kappa yang lebih rendah, namun lebih tinggi dibanding dengan citra ALOS

Kearifan lokal budaya yang ada di dusun bernai seperti cerita sejarah Bukit Maras, Gaya Bahasa yang dapat di identifikasi melalui dialek dan istilah lokal yang digunakan