• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Positif di Indonesia dan Hukum Positif di Hong Kong Terhadap Hak-Hak Dasar Penata Laksana Rumah Tangga Indonesia yang Bekerja di Hong Kong

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perlindungan Hukum Positif di Indonesia dan Hukum Positif di Hong Kong Terhadap Hak-Hak Dasar Penata Laksana Rumah Tangga Indonesia yang Bekerja di Hong Kong"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar, jumlah angkatan kerjanya pada tahun 2012 sebesar 120,4 juta orang dan yang bekerja 112,8 juta orang, sehingga tingkat penganggurannya sekitar 6,32%.1 Tingkat pengangguran ini menurun apabila dibandingkan dengan keadaan pada tahun 2011 yang jumlah penganggurannya sebesar 6,80%. Penurunan ini diakses di bidang perdagangan dan keuangan, sedangkan yang menurun ada di sektor pertanian, transportasi dan komunikasi. Tidak dikemukakan rincian jumlah penduduk yang bermigrasi, terutama ke luar negeri dari data tersebut, namun demikian data dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang bermigrasi ke luar negeri untuk bekerja mencapai angka 3,01 juta ke 46 negara tujuan bekerja dan mereka berasal dari 19 provinsi dan 156 kota/kabupaten di Indonesia.2 Dari penempatan mereka ke luar negeri ini menghasilkan devisa yang luar biasa, yakni US$ 4.37 miliar atau 39,7 trilliun rupiah pada nilai tukar dolar tahun 2010 sekitar 8 ribu rupiah per dolar, jadi pantas kalau banyak pihak menyebut mereka “pahlawan devisa” karena hasil remitensi mereka yang demikian besar. Dari angka-angka yang demikian besar tersebut sudah tentu harus mencermati tentang keadaan para Tenaga Kerja Indonesia (untuk selanjutnya disingkat TKI) selama proses untuk bermigrasi tersebut, yakni pada saat pra pemberangkatan, saat di negara tujuan dan saat pulang kembali ke daerahnya. Dengan jumlah penempatan ke luar negeri yang besar, maka dalam proses pra pemberangkatan banyak kasus-kasus yang terjadi, kasus gagal berangkat 1. Badan Pusat Statistik; “Berita Resmi Statistik”; No. 33/05/Th. XV, 7 Mei 2012; Penerbit Badan Pusat Statistik; Mei 2012, halaman: 1. 2 Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia pada Semester II tahun 2010 yang tercantum dalam Bab 3, www.bpk.go.id/web/fles/2013/04/Buku-V-TL.pdf.

(2) 2. yang bukan kesalahan calon TKI dan kasus kekerasan saat di penampungan jumlahnya cukup signifikan, walaupun mayoritas dari mereka tidak mau menyelesaikannya karena malu atau tidak tahu harus ke mana mereka melaporkan maupun meminta bantuan. Demikian pula kasus-kasus yang mereka alami ketika proses pemulangan, yang sebagian ada di negara tempat mereka bekerja dan sebagian lagi ketika dalam perjalanan pulang setelah tiba di bandara di Indonesia. Kebanyakan kasus yang dialami adalah pemerasan oleh berbagai pihak, baik orang-orang yang ada di sekitar bandara maupun dalam perjalanan darat ketika mereka kembali ke desa asal mereka.3 Untuk proses pra pemberangkatan dan pemulangan Undangundang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Nomor 39 Tahun 2004 (untuk selanjutnya disingkat UU PPTKILN) dan peraturan perundang-undangan lain dapat digunakan untuk melindungi calon TKI maupun TKI. Tidak demikian halnya dengan ketika saat TKI bekerja di luar negeri, walaupun terdapat Bab VI, pasal 77 sampai dengan pasal 84 merupakan bab yang mengatur tentang Perlindungan TKI, di mana pasal 77 mengatur tentang hak calon TKI maupun TKI atas perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan pada ayat (1)-nya dan perlindungan tersebut sejak saat pra penempatan, masa penempatan dan purna penempatan pada ayat (2)-nya. Tapi perlindungan pada masa penempatan, masih tergantung pada pengaturan yang ada di negara tempat mereka bekerja, sehingga penting untuk mempelajari, membandingkan pengaturan tersebut. Bab VI UU PPTKILN pada dasarnya merupakan amanah konstitusi, yakni Undangundang Dasar Republik Indonesia 1945 (untuk selanjutnya disingkat UUD 1945) baik dalam pembukaannya maupun dalam pasal-pasalnya. Dalam pembukaannya dikemukakan pada alinea IV, bahwa: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. 3. UP3TKI Jawa Timur menerima 704 pengaduan, 264 TKI yang bekerja di Hong Kong, 181 orang dari Singapura, Taiwan 220 orang dan sisanya 39 orang dari Malaysia, Brunei dan Macau; dimuat dalam “Tempat Berkumpulnya Para Pahlawan Devisa di Seluruh Dunia”; https://id-id.facebook.com/kami.../498883073482774.

(3) 3. dan untuk memajukan kesejahteraan umum, ………”. Jadi pemerintahan yang dibentuk adalah pemerintahan yang melindungi segenap bangsa, sehingga tentu saja termasuk TKI yang bekerja di luar negeri, apalagi mereka telah menghasilkan devisa yang besar dan dapat secara mandiri berjuang untuk menghidupi keluarganya. Selain melindungi, pemerintah yang dibentuk juga diamanahkan untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga ketika TKI yang bekerja di negara lain kalau terjadi sesuatu, ditipu oleh perusahaan yang menempatkan, tidak dibayar oleh majikan pemberi kerja, maka mereka mempunyai hak untuk itu dan pemerintah wajib memberikan jaminan atas pemenuhan hak-haknya. Bukan hanya itu, pemerintah wajib pula mengupayakan kesejahteraan mereka; karena dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke IV tersebut terdapat kata “memajukan” yang kemudian dapat diinterpretasikan sebagai mengupayakan tercapainya kesejahteraan yang dalam hal ini TKI dan calon TKI. Bentuk negara yang melindungi segenap bangsa dan memajukan kesejahteraan umum ini tertuang pula dalam pasal-pasalnya, antara lain: (1) pasal 27 ayat (2) tentang hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; (2) pasal 28D ayat (2) tentang hak atas pekerjaan dan hak untuk mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dalam hubungan kerja; (3) pasal 28E ayat (3) tentang kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat; (4) pasal 28F tentang hak untuk berkomunikasi, memperoleh memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi; (5) pasal 28G ayat (1) tentang atas perlindungan, rasa aman, dan dari ancaman ketakutan. Penempatan TKI mengalami perkembangan dari masa ke masa. Pada awalnya negara tujuan utama adalah Belanda. Hal itu terjadi pada tahun 1969-1974 yakni 50% dari sejumlah 5.624 orang bekerja di Belanda. Perubahan negara tujuan dari mayoritas Belanda menjadi Timur Tengah terjadi pada tahun 1979-1984, yakni 64% dari 96.410 orang. Peningkatan terus terjadi, pada tahun1984-1989 berjumlah 292.262 orang dengan didominasi perempuan yang.

(4) 4. bekerja di sektor domestik.4 Pada tahun 1993, migrasi ke 5 (lima) negara berjumlah 155.557 orang dan 88.831 orang pada tahun 2003 untuk Asia Pasifik serta 90.271 orang untuk semua negara tujuan.5 Demikianlah dari tahun ke tahun jumlah TKI yang ke luar negeri bertambah, sampai pada tahun 2011, di mana Indonesia merupakan daerah pada urutan ke 19 yang penduduknya bermigrasi ke luar negeri yang jumlahnya 2,5 juta orang dan menjadi negara pada urutan ke 17 dalam penerimaan remitansi dengan jumlah 7,1 juta US$.6 Jumlah pekerja yang dari tahun ke tahun meningkat tersebut, apabila dilihat dari jenis kelamin dan jenis kerjanya, maka data yang ada menunjukkan bahwa pada tahun 1994 sampai dengan tahun 2004 jumlah perempuan selalu lebih besar dari laki-laki (pada tahun 2004 terdapat 380.688 orang yang bekerja di luar negeri, 83%-nya perempuan). Selanjutnya dikemukakan bahwa mayoritas perempuan yang bekerja di luar negeri tersebut merupakan pekerja di sektor informal, karena itu jumlah remitansinya terkecil apabila dibandingkan dengan Philipina, Bangladesh dan India.7 Tapi peningkatan jumlah tersebut juga meningkatkan masalah yang dihadapi oleh TKI, yang paling ekstrim adalah data yang didapat dari Migrant Care8 pada akhir 2011 sebanyak 32 TKI di luar negeri mendapat ancaman hukuman mati. Jumlah tersebut meliputi sebanyak 17 orang divonis di Malaysia, 9 orang di China, dan 5 orang di Arab Saudi. Sedangkan sebanyak 417 TKI juga terancam dikenai hukuman mati dengan jumlah meliputi 348 orang terancam di Malaysia, 45 orang di Arab Saudi dan dua orang di Singapura 9 yang. 4. Basani Situmorang, “Pengkajian Hukum tentang Tanggung Jawab Lembaga Pengerah Tenaga Kerja (PPTKIS) dalam Pemenuhan Hak-hak Tenaga Kerja”; Laporan Penelitian; Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional; 2012; halaman: 10. 5 Michele Ford; “Migrant Labour in Southeast Asia Country, study: Indonesia”; Friedrich Ebert Stiftung (Fes) Project On Migrant Labor In Southeast Asia; Flinders Asia Centre & School of Political and International Studies; Flinders University; page: 7-8. 6 Factbook 2011, Migration and Remittances second edition, The World Bank. 7 Chitrawati Buchori dan Mia Amalia; “Migrasi, Remitansi Dan Pekerja Migran Perempuan”; The World Bank; 2005; World Bank mengkategorikan Pekerja Rumah Tangga merupakan pekerja informal. 8 Migran Care, 2012, Kasus TKI di Luar Negeri (Online), http:/www.migrancare.com/info-tenagakerja1/arsip-13-02-2012.html.; diakses 14 Desember 2012. 9 Ibid..

(5) 5. sampai saat ini mereka belum terlindungi. Padahal kasus pelecehan seksual, penganiayaan, pembunuhan, pemerkosaan, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, pemotongan gaji, hingga bekerja tanpa diberi upah terus menerus menjadi permasalahan utama. Bila melihat semua paparan yang ada, kasus yang terjadi di negara-negara kawasan Asia Timur lebih kecil jumlahnya. Sementara untuk penempatan TKI terbagi atas 4 wilayah yakni; Asia Pasifik, Timur Tengah, Eropa, dan Amerika. Selain faktor upah, terdapat faktor-faktor penarik lainnya yang kerap kali menjadi penarik minat calon TKI ke luar negeri. Kedekatan wilayah geografis yang memudahkan perjalanan serta keimigrasian yang longgar menjadikan Malaysia sebagai negara tujuan penempatan terbesar bagi TKI saat ini, khususnya yang berasal di wilayah Kalimantan yang berbatasan langsung dengan Sabah, dan Sarawak. Kesamaan agama dan kemungkinan menjalankan ibadah haji menjadi daya tarik tersendiri bagi calon TKI untuk bekerja di Arab Saudi, dengan mengesampingkan fakta kultur patriakis dan kebiasaan masyarakat Arab Saudi yang jauh berbeda dibandingkan dengan masyarakat Indonesia. Sementara itu Yordania dipilih karena kemudahan memperoleh visa on arrival, sehingga tak jarang menjadi tujuan akhir bagi TKI yang tidak dapat memasuki negara tujuan penempatan awalnya atau bagi TKI yang lari dari majikan. Lalu bagi TKI yang memiliki pendidikan minimal SMA, Hong Kong merupakan daerah tujuan penempatan yang disukai untuk pekerjaan sektor informal karena kondisi kerja dan upah yang lebih baik bila dibandingkan dengan negara-negara tujuan penempatan lainnya (sekitar 500 dolar Amerika Serikat perbulan). Peningkatan ekonomi yang pesat (sampai 300%) pada negara-negara kawasan Asia Timur seperti China, Hong Kong, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, dan juga hubungan baik Indonesia di negara-negara tersebut sangat memungkinkan bahwa Indonesia kedepannya akan memusatkan penempatan TKI jauh lebih banyak ke kawasan Asia Timur. Hal lain yang.

(6) 6. merupakan penunjang adalah besarnya gaji yang ditawarkan.10 Dari beberapa negara tersebut, Hong Kong dan Taiwan merupakan dua negara tujuan penempatan yang disukai oleh sebagian TKI dan sebaliknya pemberi kerja di kedua negara tujuan tersebut juga lebih menyukai TKI karena lebih cepat berkomunikasi dengan bahasa lokal dari pada tenaga kerja dari Philipina yang lebih suka menggunakan bahasa Inggris. Data yang dikemukakan oleh Andi Kartiko Utomo dan Lisna Y. Poelongan menunjukkan akan hal tersebut, jumlah TKI di Hong Kong 189.000 orang sedangkan di Taiwan 168.000 orang, meningkat dua kali lipat.11 Oleh karena Hong Kong yang terbesar jumlah TKI-nya, maka penelitian akan difokuskan di Hong Kong, apalagi Hong Kong merupakan salah satu negara tujuan yang telah ada atase ketenagakerjaannya. Data dari BNP2TKI menunjukkan bahwa jumlah penempatan pada sektor formal hanya 3.394 orang dan sektor informal 217.870 orang dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2012. Apabila dilihat dari jenis kelaminnya, maka jumlah laki-laki 2.413 dan perempuan 212.063 orang. Jumlah seluruh penempatan dari tahun 2007 sampai tahun 2012 1,422,170 orang dimana yang bekerja di sektor domestik, di mana dalam statistik menggunakan istilah housemaid menduduki ranking pertama sebanyak 356,360 orang, kedua women worker 292,176 orang dan ketiga care taker 141,614 orang, jadi kalau dijumlah menjadi 790.150 orang.12 Data-data tersebut menunjukkan bahwa TKI yang bekerja di luar negeri memang mayoritas bekerja di sektor informal yang seputar ketiga jabatan tersebut: housemaid, women worker dan care taker. Demikian pula di Hong Kong, di mana dalam Buku Pedoman yang ada di Hong Kong digunakan istilah Penata Laksana Rumah Tangga (untuk selanjutnya disingkat PLRT). 10. Bachrawi Sanusi, “Gejolak Asia Timur,” Panji Masyarakat, No. 808, 1‐10 Nopember 2012, halaman:30. 11 R. Andi Kartiko Utomo (Country Manager Western Union Company; “Disukai di Hong Kong dan Taiwan, Jumlah TKI Melonjak 2 Kali Lipat” dalam Detik finance; http://m.detik.com/finance/read/2012/09/26/ 121720/2037380/4/ diakses 27 Desember 2013. 12 Data penempatan didapat dari BNP2TKI melalui situs: http://www.bnp2tki.go.id/statistikpenempatan/ 6757- penempatan-berdasar-sektor.html dan http://www.bnp2tki.go.id/statistik-penempatan/ 6758penempatan-berdasarkan-jenis-kelamin-2006-2012.html dan http://www.bnp2tki.go.id/statistikpenempatan/6759-penempatan-berdasar-jabatan-2007-2012.html..

(7) 7. Walaupun Hong Kong bukan negara yang meratifikasi UN Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Member of Their Families, tapi beberapa pengaturan tentang tenaga kerja asing yang bekerja di Hong Kong dapat digunakan untuk melindungi. Pengaturan yang dimaksud antara lain tentang pengupahan, jaminan keselamatan dan kesehatan, libur mingguan, dan cuti.13 Pengaturan di Hong Kong ini menjadi penting untuk dianalisis, karena berguna untuk menerapkan perlindungan terhadap TKI yang bekerja di Hong Kong sebagaimana yang diamanahkan dalam UU PPTKILN. B. Rumusan Masalah Dari paparan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana perbandingan perlindungan hukum penata laksana rumah tangga Indonesia yang bekerja di Hong Kong bedasarkan hukum positif di Indonesia dan Hong Kong, dalam hal: pengupahan, jaminan keselamatan dan kesehatan, serta libur mingguan dan cuti. C. Tujuan Adapun tujuan dari dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan membandingkan hukum yang berlaku di Indonesia dan hukum yang berlaku di Hong Kong terhadap perlindungan hak TKI yang bekerja sebagai penata laksana rumah tangga yang sedang bekerja di Hong Kong.. 13. Pedoman Ringkas Upah Minimum Berdasarkan Undang-undang (Bahasa Indonesia version); Pedoman tentang hak-hak dan kewajiban majikan dan pekerja dalam hal pekerjaan Penata Laksana Rumah Tangga asing; yang diterbitkan oleh pemerintah Hong Kong..

(8) 8. D. Manfaat 1. Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wacana akademik dalam ilmu hukum pada umumnya dan hukum perburuhan pada khususnya. 2. Praktis Sedangkan secarapraktis penelitian ini diharapkan memiliki 3 manfaat: 1. Untuk Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rajukan bagi pemerintah untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dalam melindungi TKI di luar negeri. 2. Untuk TKI Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat agar lebih tahu mengenai hukum, terutama bagi mereka yang sedang atau hendak memilih bekerja di kawasan Hong Kong. E. Sistematika Penulisan Agar mempermudah pemahaman, penulis akan mendeskripsikan secara singkat dan jelas substansi penelitian ini: BAB I PENDAHULUAN Berisi latas belakang pengambilan tema oleh penulis, rumusan masalah yang menjadi pokok kajian pembahasan, tujuan dan manfaat dari penelitian yang dilakukan serta sitematika penelitian ini..

(9) 9. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi teori-teori dan konsep yang akan dijadikan pisau analisis dalam membahas hasil penelitian serta terdapat penjelasan yang bersifat informative kepada pembaca. BAB III METODE PENELITIAN Berisi metode penelitian yang digunakan terkait dengan metode pendekatan penelian, yang di dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum yang dibagi atas sumber bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Kemudian teknik penelusuran guna mendapatkan bahan hukum yang diperlukan serta bagaimana menganalisis bahan penelitian yang diperoleh. BAB IV PEMBAHASAN Berisi tentang analisis hasil temuan tentang permasalahan yang menjadi kajian dalam penulisan ini. Mengacu pada rumusan masalah maka bab ini akan membahas perbandingan perlindungan hukum bagi PLRT Indonesia yang bekerja di kawasan Hong Kong. BAB V PENUTUP Berisi kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan bedasarkan permasalahan yang menjadi focus kajian, serta saran sebagai sumbangan pemikiran penulis..

(10) 10. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Negara Untuk Melindungi Warga Negara Pembangunan nasional merupakan pengamalan Pancasila dan pelaksanaan UUD 1945 yang diarahkan pada peningkatan harkat, martabat, kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, baik material maupun spiritual. Dalam hal mewujudkan kesejahteraan kehidupan warganya, negara Indonesia menekankan kepada terwujudkannya masyarakat yang adil dan makmur secara merata. Ini berarti negara Indonesia bertekad untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh bangsa Indonesia, bukan hanya bagi kelompok atau sebagian masyarakat tertentu saja. Dilihat dari tujuan pembangunan nasional, negara Indonesia menganut tipe negara kesejahteraan (welfare state).14 Indonesia sebagai penganut tipe negara kesejahteraan dapat dilihat dari: pertama, salah satu sila dari Pancasila sebagai dasar falsafah negara (sila kelima) adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini berarti salah satu tujuan negara adalah mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kedua, dalam Pembukaan UUD 1945 (alinea IV) dikatakan bahwa tujuan pembentukan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pernyataan ini merupakan penjabaran dari kesejahteraan yang akan diwujudkan bangsa Indonesia. Konsekuensinya negara mengemban empat fungsi pokok, yakni protectional,. 14. Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia 2009, PT. Alumni, Bandung, halaman 72.

(11) 11. function, welfare function, educational function, dan peacefulness function.15 Ketiga, dalam Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945 dinyatakan sebagai berikut: (1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas assas kekeluargaan; (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam kenyataanya, usaha yang telah dilakukan dalam rangka memenuhi hak-hak mereka itu belum berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus unjuk rasa, pemogokan yang dilakukan pekerja/buruh yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan, namun sayang peningkatan upah minimum dirasa jauh dari kesejahteraan yang diharapkan oleh para pekerja. Berbicara mengenai hak pekerja/buruh berarti membicarakan hak-hak asasi maupun hak yang bukan asasi. Hak asasi adalah hak yang melekat pada diri pekerja/buruh itu sendiri yang dibawa sejak lahir dan jika hak tersebut terlepas/terpisah dari diri pekerja itu akan menjadi turun derajat dan harkatnya sebagai manusia. Sedangkan hak yang bukan asasi berupa hak pekerja/buruh yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang sifatnya non asasi.16 Hak asasi manusia (untuk selanjutnya disingkat HAM) merupakan materi inti dari konstitusi di Indonesia. Setelah perubahan kedua UUD 1945, HAM diatur menjadi bab tersendiri, yaitu Bab XA dengan pasal 10 (pasal 28A sampai dengan Pasal 28J). Kategori HAM sendiri dibagi menjadi hak-hak sipil dan politik maupun hak ekonomi, sosial dan budaya.. 15 16. Adrian Sutedi, S.H., M.H. “Hukum Perburuhan”, 2009, Sinar Grafika, Jakarta, halaman: 15. Ibid.,halaman: 1..

(12) 12. Adapun hak asasi manusia yang dimaksud adalah sebagai berikut:17 1. Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28A). 2. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (Pasal 28B ayat 1). 3. Hak seorang anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta hak anak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28B Ayat 2). 4. Hak untuk mengembangkan diri, hak mendapat pendidikan dan memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi, sendi dan budaya demi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia (Pasal 28C ayat 1). 5. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (Pasal 28D ayat 2). 6. Hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28D ayat 1). 7. Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28D ayat 3). 8. Ha katas status kewarganegaraan (Pasal 28D ayat 4). 9. Hak untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, hak untuk memilih pendidikan dan pengajaran, hak untuk memilih pekerjaan, hak untuk memilih kewarganegaraan, hak untuk memilih tempat tinggal di wilahah negara dan meninggalkannya dan juga kembali (Pasal 28E ayat 1). 10. Hak untuk meyakini kepercayaan, hak untuk menyetakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nurani (Pasal 28E ayat 2). 11. Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28E ayat 3). 17. 1945).. Lihat di konstitusi Indoesia yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD.

(13) 13. 12. Hak untuk berkomunikasi dan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, menyampaikan informasi (Pasal 28F). 13. Hak atas perlintdungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda di bawah kekuasaannya, hak atas rasa aman, perlindungan dari ancaman ketakutan (Pasal 28G ayat 1). 14. Hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan hak untuk memperoleh suaka politik dari negara lain (Pasal 28G ayat 2). 15. Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat, hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28H ayat 1). 16. Hak atas jaminan sosial (Pasal 28H ayat 3). 17. Hak untuk mempunyai hak milik pribadi secara utuh (Pasal 28H ayat 4). 18. Hak untuk hidup hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, hak untuk tidak dituntutat atas dasar hukum yang berlaku surut (Pasal 28I ayat 1). 19. Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif tersebut (Pasal 28I ayat 2). Peran negara dalam melakukan tugasnya untuk memberikan perlindungan atas hak asasi warga negara bisa dikatakan cukup baik. Lantaran dalam klausula perlindungan hukum juga menggunakan terminologi „setiap orang‟ atau „setiap warga negara‟..

(14) 14. B. Kajian Tentang Yurisdiksi Negara Dalam Hukum Intrenasional Kata yurisdiksi (jurisdiction) berasal dari kata yurisdictio. Kata yurisdictio berasal dari dua kata yaitu kata yuris dan diction. Yuris berarti kepunyaan hukum atau kepunyaan menurut hukum. Adapun dictio berarti ucapan, sabda atau sebutan. Dengan demikian dilihat dari asal katanya maka bahwa yurisdiksi berkaitan dengan masalah hukum, kepunyaan menurut hukum atau kewenangan menurut hukum.18 Dalam praktik kata yurisdiksi sering memiliki beberapa arti seperti di pengadilan Inggris dalam kasus custody of children sering dinyatakan bahwa para pihak dilarang melakukan “out of the jurisdiction of the court” terhadap anak-anak yang berarti melarang membawa anak-anak keluar dari Inggris. Kata jurisdiction di sini berarti territory. Dalam Piagam PBB sering digunakan istilah domestic jurisdiction yang berarti kewenangan domestik. Meskipun demikian, dalam praktik, kata yurisdiksi paling sering untuk menyatakan kewenangan yang dilaksanakan oleh negara terhadap orang, benda atau peristiwa. Menurut Wayan Parthiana, kata yurisdiksi berarti kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki suatu badan peradilan atau badan-badan negara lainnya yang berdasarkan atas hukum yang berlaku. Bila yurisdiksi dikaitkan dengan negara maka akan berarti kekuasaan atau kewenangan negara untuk menetapkan dan memaksakan (to declare and to enforce) hukum yang dibuat oleh negara atau bangsa itu sendiri.19 Dalam bahasa yang lebih sederhana Shaw dalam J.G. Starke mengemukakan bahwa yurisdiksi adalah kompetensi atau kekuasaan hukum negara terhadap orang, benda dan peristiwa hukum. Yurisdiksi ini merupakan refleksi dari prinsip dasar kedaulatan negara, persamaan derajat negara dan prinsip non intervensi.. 18 19. J.G Starke; Pengantar Hukum Internasional; 2009; Sinar Grafika; Jakarta; halaman: 120. Ibid.; halaman: 121..

(15) 15. Ada tiga macam yurisdiksi yang dimiliki oleh negara yang berdaulat menurut O‟Brien, yaitu:20 1. Kewenangan negara untuk membuat ketentuan-ketentuan hukum terhadap orang, benda, peristiwa maupun perbuatan di wilayah teritorialnya (legislative jurisdiction or prescriptive jurisdiction) ; 2. Kewenangan Negara untuk memaksakan berlakunya ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya (executive jurisdiction or enforcement jurisdiction); 3. Kewenangan pengadilan Negara untuk mengadili dan memberikan putusan hukum (yudicial jurisdiction).. Adalah penting untuk membedakan antara ketiga yurisdiksi tersebut. Menurut Akehurst, khususnya membedakan kewenangan negara untuk memaksakan berlakunya ketentuan-ketentuan hukum dengan kewenangan pengadilan negara untuk mengadili dan memberikan putusan hukum. Contoh: enforcement jurisdiction adalah menangkap seseorang, menyita. harta. kekayaan. dan. lain-lain. Enforcement. jurisdiction menurut. Akehurst. merupakan powers of physical interference exercised by the executive. Contoh enforcement jurisdiction adalah menangkap seseorang, menyita harta kekayaan dan lain-lain21. Adapun contoh judicial enforcement adalah persidangan yang dilakukan pengadilan suatu negara berkaitan dengan orang, benda maupun peristiwa tertentu. Bila Akehurst menekankan perbedaan antara enforcement jurisdiction dengan judicial jurisdiction. Beberapa penulis lain seperti Martin Dixon dan Tien Saefullah menggabungkan keduanya dalam enforcement jurisdiction. Dengan demikian, menurut mereka kewenangan negara untuk menetapkan ketentuan-ketentuan hukum dikenal sebagai jurisdiction to prescribe, adapun kewenangan untuk menegakkan atau menerapkan ketentuan hukum nasionalnya terhadap peristiwa, kekayaan dan perbuatan dikenal sebagai jurisdiction to enforce. Dengan jurisdiction to prescribe negara bebas untuk merumuskan materi ketentuan hukum nasional-nya, juga untuk menyatakan bahwa ketentuan tersebut berlaku secara ekstrateritorial, maka beberapa penulis lain justru menekankan pentingnya perbedaan. 20 21. I Wayan Parthia, Pengantar Hukum Internasional, 2003, Mandar Maju Yogyakarta, halaman 41 Ibid.; halaman: 131..

(16) 16. antara prescriptive jurisdiction dengan enforcement jurisdiction. Kewenangan negara untuk menetapkan ketentuan-ketentuan hukum dikenal sebagai jurisdiction to prescribe. Adapun berkaitan dengan jurisdiction to enforce negara tidak dapat secara otomatis memaksakan ketentuan hukum yang telah dirumuskannya di luar wilayah negaranya. Hal ini dikarenakan oleh adanya prinsip par in parem non habet imperium yang melarang suatu negara yang berdaulat melakukan tindakan kedaulatan di dalam wilayah negara lain. Dalam kasus Lotus 1927 Mahkamah Internasional Permanen (PJIC) dinyatakan bahwa suatu negara tidak dapat melaksnakan segala bentuk kekuasaannya di wilayah negara lain. Dengan kata lain, kecuali ditentukan lain, negara A tidak dapat melaksanakan yurisdiksinya di negara B. Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa bila negara memiliki kekuasaan penuh di bawah hukum internasional to prescribe jurisdiction, namun pelaksanaan prescriptive jurisdiction tersebut terbatas hanya di wilayah teritorialnya saja.22 Penggunaan kekuatan polisi, eksekusi putusan pengadilan nasional, tidak dapat dilakukan di wilayah negara lain, kecuali diperjanjikan secara khusus oleh pihak-pihak terkait. Contoh yang jarang terjadi adalah perjanjian antara Scotlandia dan Belanda 1999 yang mengizinkan persidangan kasus Lockerbie diselenggarakan oleh Pengadilan Scotlandia, menggunakan hukum Scotlandia, di wilayah Belanda. Kesemuanya ini sebenarnya senada dengan yang dikemukakan oleh Muchtar Kusumaatmadja bahwa kedaulatan negara berakhir ketika berada di wilayah negara lain. Kedaulatan negara dibatasi oleh hukum internasional dan kepentingan negara lain. Penerapan yurisdiksi menjadi masalah hukum internasional bila dalam suatu kasus ditemukan unsur asing. Misalkan saja kewarganegaraan pelaku dan/atau korban warga negara asing, atau tempat perbuatan atau peristiwa terjadi di luar negeri. Dalam kasus yang kompleks bisa tersangkut banyak unsur asing, misalkan saja dalam kasus pembunuhan yang. 22. Ibid.; halaman: 140..

(17) 17. dilakukan Oki, seorang mahasiswa WNI terhadap dua WNI lainnya dan warga negara India di New York tahun 1995. Kasus ini menyangkut tiga negara. Semua negara mengklaim memiliki yurisdiksi terhadap si pembunuh, tetapi hanya ada satu negara yang akan mengadilinya. Seorang pelaku kejahatan tentu tidak dapat diadili untuk kedua kalinya dalam perkara dan tuntutan yang sama. Negara tempat di mana pelaku ditemukan memiliki kesempatan terbesar untuk menerpkan yurisdiksinya. Meskipun demikian, belum tentu negara tersebut mau menerapkan yurisdiksinya. Dalam kasus mahasiswa Indonesia di atas meskipun pelaku ditangkap di New York, tetapi atas permintaan pemerintah Indonesia, AS mengekstradisikan pelaku ke Indonesia. Dalam kaitannya dengan klasifikasi beberapa penulis hukum internasional telah mencoba untuk membuat beberapa kualifikasi. Berdasarkan objeknya (hal, masalah, peristiwa, orang dan benda), yurisdiksi negara dibedakan menjadi yurisdiksi personal, yurisdiksi kebendaan, yurisdiksi criminal, yurisdiksi perdata, dan yurisdiksi eksklusif. Adapun berkaitan dengan ruang atau tempat objek atau masalah yang bukan semata-mata masalah domestik maka yurisdiksi negara dapat dibedakan menjai yurisdiksi teritorial, quasi teritorial, ekstrateritorial, universal dan eksklusif.. a. Prinsip-Prinsip Yurisdiksi Dalam Hukum Internasional Secara garis besar yurisdiksi pengadilan (judicial jurisdiction) mencakup perdata dan pidana. Yurisdiksi perdata adalah kewenangan hukum pengadilan suatu negara terhadap perkara-perkara yang menyangkut keperdataan baik yang sifatnya perdata biasa (nasional), maupun yang bersifat perdata internasional di mana ada unsur-unsur asing dalam kasus tersebut baik menyangkut para pihak, objek yang disengketakan maupun tempat perbuatan dilakukan. Adapun yurisdiksi pidana adalah kewenangan hukum pengadilan suatu negara.

(18) 18. terhadap perkara-perkara yang menyangkut kepidanaan baik yang murni nasional maupun yang terdapat unsur asing di dalamnya. Hukum internasional publik tidak banyak membuat aturan atau pembatasan berkaitan dengan kasus-kasus perdata internasional. Hukum internasional publik lebih memfokuskan diri pada yurisdiksi pengadilan yang berkaitan dengan kasus-kasus pidana internasional. Sepanjang menyangkut perkara pidana ada beberapa prinsip yurisdiksi yang dikenal dalam hukum internasional yang dapat digunakan oleh negara untuk mengklaim dirinya memiliki judicial jurisdiction. Adapun prinsip-prinsip tersebut ialah: 1. Prinsip Yurisdiksi Teritorial Menurut prinsip ini setiap negara memiliki yurisdiksi terhadap kejahatan-kejahatan yang dilakukan di dalam wilayah atau teritorialnya. Dibandingkan prinsip-prinsip lain, prinsip teritorial merupakan prinsip yang tertua, terpopuler dan terpenting dalam pembahasan yurisdiksi dalam hukum internasional. Menurut Hakim Loed Macmillan, suatu negara harus memiliki yurisdiksi terhadap semua orang, benda dan perkara-perkara perdata dan pidana dalam batas-batas teritorialnya sebagai pertanda negara tersebut berdaulat. Pengadilan negara di mana suatu kejahatan dilakukan memiliki. yurisdiksi terkuat dengan. pertimbangan:23 1. negara di mana kejahatan dilakukan adalah negara yang ketertiban sosialnya paling terganggu; 2. biasanya pelaku ditemukan negara di mana kejahatan dilakukan; 3. akan lebih mudah menemukan saksi dan bukti-bukti sehingga proses persidangan dapat lebih efisien dan efektif; 4. seseorang warga negara asing yang datang ke wilayah suatu Negara dianggap menyerahkan diri pada system hukum nasionalnegara tersebut, sehingga ketika ia melakukan pelanggaran hukum nasional di Negara yang ia datangi maka ia harus tunduk pada hukumsetempat meskipun mungkin apa yang ia lakukan sah (lawful) menurut system hukum nasional negaranya sendiri.. 23. Ibid.; halaman: 133..

(19) 19. Dengan demikian, ketika seorang warga negara Australia tertangkap basah menyimpan dan memperjualbelikan ganja di sebuah hotel Denpasar, Bali Indonesia dapat menerapkan yurisdiksi teritorialnya terhadap orang tersebut. Meskipun penting, kuat dan populer, penerapan yurisdiksi teritorial tidaklah absolute. Ada beberapa perkecualian yang diatur dalam hukum internasional di mana negara tidak dapat menerapkan yurisdiksi teritorialnya, meskipun suatu peristiwa terjadi di wilayah hukum nasionalya, beberapa perkecualian yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e.. terhadap pejabat diplomatik negara asing; terhadap negara dan kepala negara asing; terhadap kapal publik negara asing; terhadap organisasi internasional; Terhadap pangkalan militer negara asing;. 2. Prinsip Teritorial Subjektif Berdasarkan prinsip ini negara memiliki yurisdiksi terhadap seseorang yang melakukan kejahatan yang dimulai dari wilayah hukum nasionalnya, tetapi diakhiri atau menimbulkan kerugian di negara lain. Di dekat perbatasan wilayah Indonesia-Malaysia, A yang berada di wilayah Indonesia menembak B yang berada di seberang perbatasan (wilayah Malaysia). Dalam kasus ini, Indonesia memiliki dasar untuk mengadili A berdasarkan prinsip territorial subjektif karena A melakukan kejahatan yang dimulai dari wilayah Indonesia meskipun kerugiannya timbul di wilayah Malaysia.. 3. Prinsip Teritorial Objektif Berdasarkan prinsip ini suatu negara memiliki yurisdiksi terhadap seseorang yang melakukan kejahatan yang menimbulkan kerugian di wilaya hukum nasionalnya meskipun perbuatan itu dimulai dari negara lain. Prinsip teritorial objektif muncul pertama dalam kasus Lotus, di mana kapal Perancis menabrak kapal Turki yang mengakibatkan kapal Turki tenggelam. Turki mengklaim memiliki yurisdiksi terhadap kapal Perancis karena menderita.

(20) 20. kerugian yang ditimbulkan oleh kapal (wilayah ekstrateritorial) Perancis. Dalam kasus A di atas, Malaysia juga dapat mengklaim memiliki yurisdiksi untuk mengadili A karena telah menimbulkan kerugian yaitu tertembaknya B di wilayah Malaysia, meskipun penembakan dilakukan A dari wilayah Indonesia.. 4. Prinsip Nasionalitas Aktif Berdasarkan prinsip ini negara memiliki yurisdiksi terhadap warga yang melakukan kejahatan di luar negeri. Indonesia memiliki yurisdiksi untuk mengadilil TKI yang membunuh majikannya di Arab Saudi atas dasar prinsip ini. Dalam praktik sering terjadi klaim yang tumpang tindih dari beberapa negara karena pelaku kejahatan memiliki kewarganegaraan ganda. Karenanya sangat penting bagi suatu negara untuk membuat aturan tegas siapa yang berhak mendapatkan kewarganegaraan di negaranya.. 5. Prinsip Nasionalitas Pasif Berdasarkan prinsip ini negara memiliki yurisdiksi terhadap warganya yang menjadi korban kejahatan yang dilakukan orang asing di luar negeri. Dengan prinsip ini maka Indonesia akan memiliki yurisdiksi berdasarkan prinsip nasionalitas pasif terhadap Philip (Warga Filipina) yang membunuh Soni (warga Indonesia) di Thailand. Dalam kasus US v Yunis 1989, Amerika mengadili Yunis, warga Libanon yang dituduh terlibat pembajakan pesawat Yordania di Timur Tengah atas dasar prinsip nasionalitas pasif. Beberapa warga AS yang ada dalam pesawat Yordania itu menjadi korban perbuatan Yunis.. 6. Prinsip Universal Berdasarkan prinsip ini setiap negara memiliki yurisdiksi untuk mengadili pelaku kejahatan internasional yang dilakukan dimanapun tanpa memperhatikan kebangsaan pelaku.

(21) 21. maupun korban. Alasan munculnya prinsip ini adalah bahwa pelaku dianggap orang yang sangat kejam, musuh seluruh umat manusia, jangan sampai ada tempat untuk pelaku meloloskan diri dari hukuman, sehingga tuntutan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap pelaku adalah atas nama seluruh masyarakat internasional. Yurisdiksi universal dalam hukum internasional bertujuan untuk memproses fenomena pengampunan (impunity) bagi orang-orang tertentu. Pelaku serious international crime tanpa di bawah hukum internasional yang menikmati impunity bebas bepergian ke suatu tempat yang diinginkannya setelah ia melakukan serious international crime tanpa bisa dimintai pertanggungjawaban bahkan hanya untuk sekedar diinvestigasi. Yurisdiksi universal adalah yurisdiksi yang bersifat unik dengan beberapa ciri menonjol sebagai berikut24: a. Setiap Negara berhak untuk melaksanakan yurisdiksi universal. Frase “setiap negara” mengarah hanya pada negara yang merasa bertanggung jawab untuk turut serta secara aktif menyelamatkan masyarakat internasional dari bahaya yang ditimbulkan oleh serious crime, sehingga merasa wajib untuk menghukum pelakunya. Rasa bertanggung jawab tersebut harus dibuktikan dengan tidak adanya niat untuk melindungi pelaku dengan memberikan safe heaven dalam wilayah negaranya. b. Setiap negara yang ingin melaksanakan yurisdiksi universal tidak perlu mempertimbangkan siapa dan berkewarganegaraan apa pelaku juga korban dan di mana serious crime dilakukan. Dengan kata lain dapat dikatakan tidak diperlukan titik pertautan antara negara yang akan melaksanakan yurisdiksinya dengan pelaku, korban dan tempat dilakukannya kejahatan itu sendiri. Satu-satunya pertimbangan yang diperlukan adalah apakah pelaku berada di wilayahukum nasionalya atau tidak? Tidak mungkin suatu negara bisa melaksanakan yurisdiksi universal bila pelaku tidak berada di wilaya hukum nasionalnya. Akan merupakan pelanggaran hukum internasional bila negara memaksa menangkap seseorang yang berada di wilayah negara lain. c. Setiap Negara hanya dapat melaksanakan yurisdiksi universalnya terhadap pelaku serious crime atau yang lazim disebut internastional crime.. Berdasarkan karakteristik sebagaimana dipaparkan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya yurisdiksi yang berpotensi untuk mengisi kekosongan hukum dalam pelaksanaan yurisdiksi terhadap tindak-tindak pidana internasional. Hakikat yurisdiksi universal berbeda dengan yurisdiksi yang lain karena tidak memerlukan titik pertautan antara 24. Ibid.;halaman 41..

(22) 22. negara yang melaksanakan yurisdiksinya dengan pelaku, korban, dan tindak pidana itu sendiri. Kekosongan hukum dapat diatasi dengan diberikannya wewenang oleh hukum internasional kepada setiap negara untuk melaksanakan yurisdiksi universal. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, selama ini yurisdiksi universal hanya dapat diterapkan dalam kasus-kasus international crime menurut hakim Supreme Court Amerika Serikat dalam Hostage Case adalah : “an international crime is such an act universally recognized as criminal, which is considered as agrave matter of international concern and for some valid reason cannot be left within the state that would have control over it under normal circumatances” Dengan demikian, untuk menjadi international crime harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut25: 1. Perbuatan itu diakui universal sebagai tindak pidana, sudah dirumuskan sebagai tindak pidana dalam semua system hukum pidana di semua Negara. Semua Negara mengutuk (condemn) perbuatan itu dan menentukan hukumannya yang layak. 2. Tindak pidana itu harus memenuhi criteria tertentu sebagai international crime, yaitu bahwa pelakunya merupakan musuh umat manusia dan tindakannya bertentangan dengan kepentingan umat manusia sehingga penegakan hukum internasionalnya harus dilakukan, dengan melalui hukum kebiasaan internasional maupun perjanjian internasional, dengan menghukum pelakunya. 3. Arena sifatnya yang sangat membahayakan masyarakat internasional maka sangat beralasan untuk tidak hanya memberikan yurisdiksi pada suatu Negara saja yang jika dalam keadaan normal memang berhak untuk melaksanakannya.. Hukum internasional klasik menyebutkan kejahatan perang (war crime) dan piracy sebagai kejahatan internasional yang kepadanya dapat diterapkan yurisdiksi universal. Pasal 404 Restatement (Third) of the Foreign Relations Law of United States menyebutkan yurisdiksi universal diberlakukan terhadap piracy, perdagangan budak, attack or hijacking of aircraft, genocide, war crimes dan terrorism. ICTY memasukkan pelanggaran berat Konvensi Jenewa 1949, pelanggaran hukum atau kebiasaan perang, genocide, dan kejahatan kemanusiaan sebagai kejahatan internasional yang memerlukan yurisdiksi universal. 25. J.G Starke; Pengantar Hukum Internasional; 2009; Sinar Grafika; Jakarta; halaman: 120..

(23) 23. Yurisdiksi ICTR mencakup genocide, kejahatan kemanusiaan, pelanggaran pasal 3 bersama Konvensi. Geneva. dan. Protokol. Tambahan. II. 1977.. Adapun. Statuta. ICC. menyebutkan genocide, war crime, kejahatan kemanusiaan dan kejahatan agresi sebagai yurisdiksinya.. 7. Prinsip Perlindungan Berdasarkan prinsip ini negara memiliki yurisdiksi trehadap orang asing yang melakukan yurisdiksi terhadap orang asing yang melakukan kejahatan yang sangat serius yang mengancam kepentingan vital negara, keamanan, integritas dan kedaulatan, serta kepentingan vital ekonomi negara. Beberapa contoh kejahatan yang masuk yurisdiksi perlindungan antara lain spying, plots to overthrow the government, forging currency, immigration and economic violation. Meskipun dipraktikan di beberapa hukum nasional negara seperti halnya Perancis, Inggris, dan lain-lain termasuk Indonesia, namun prinsip ini terkadang dipandang sangat berbahaya karena dapat diinterpretasikan dengan sangat luas oleh suatu negara untuk mengadili seseorang atas dasar prinsip perlindungan bagi negaranya. Beberapa negara barat menggunakan prinsip ini dalam kasus perdagangan obat-obat terlarang juga terorisme. Adapun Indonesia menyatakan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidananya bahwa Indonesia memiliki yurisdiksi terhadap seseorang yang ada di luar negeri yang melakukan tindakan mengancam dan kepentingan vital ekonomi Indonesia..

(24) 24. C. Sistem Hukum Di Dunia Sistem berasal dari bahasa Yunani “systema” yang dapat diartikan sebagai keseluruhan yang terdiri dari macam-macam bagian. Menurut Subekti sistem adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruh yang tediri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut arah atau pola, hasil dari suatu penulisan untuk mencapai suatu tujuan.26 Dalam suatu sistem yang baik tidak boleh terdapat suatu pertentangan atau benturan antara bagian-bagian. Selain itu juga tidak boleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih di antara bagian-bagian itu. Suatu sistem mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya. Dapat dikatakan bahwa suatu sistem tidak terlepas dari asas-asas yang mendukungnya. Untuk itu hukum dapat diartikan sebagai suatu sistem, yaitu merupakan suatu susunan atau tatanan teratur dari aturan-aturan hidup, keseluruhannya terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, misalnya dalam hukum perdata sebagai sistem hukum positif. Sebagai keseluruhan di dalamnya terdiri dari bagian-bagian yang mengatur tentang hidup manusia sejak lahir sampai meninggal dunia, dari bagian-bagian itu dapat dilihat kaitan aturannya sejak seseorang dilahirkan, hidup sebagai manusia yang memiliki hak dan kewajiban dan suatu waktu keinginan untuk melanjutkan keturunan dilaksanakan dengan membentuk kelurga. Dalam kehidupan sehari-hari manusia juga memiliki kekayaan yang dipelihara dan dipertahankan dengan baik. Pada saat meninggal dunia semuanya akan ditinggalkan untuk diwariskan kepada yang berhak. Dari bagian-bagian sistem hukum perdata itu, ada aturan-aturan hukumnya yang berkaitan secara teratur. Keseluruhannnya merupakan peraturan hidup manusia dalam keperdataan (hubungan manusia satu sama 26. 121.. Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum: Prespektif ilmu Sosial, 2009, Nusamedia, Jakarta, halaman.

(25) 25. lainnya demi hidup). Menurut Bellfroid menyebut sistem hukum sebagai suatu rangkaian kesatuan peraturan-peraturan hukum yang disusun secara tertib menurut asas-asasnya.27 Menurut Sudikno Mertukusumo28 sistem hukum merupakan tatanan atau kesatuan yang utuh yang tediri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain yaitu kaidah atau pernyataan tentang apa yang seharusnya, sehingga sistem hukum merupakan sistem normatif. Dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan sistem hukum adalah suatu kesatuan peraturan-peraturan hukum, yang terdiri atas bagian-bagian (hukum) yang mempunyai kaitan (interaksi) satu sama lain, tersusun sedemikian rupa menurut asas-asasnya, yang berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. Masing-masing bagian peraturan hukum tersebut, harus dilihat dalam kaitannya dengan bagian-bagian lain dan dengan keseluruhannya. Masing-masing bagian tidak berdiri sendiri lepas hubungannya dengan yang lain, tetapi saling berhubungan dengan bagian-bagian lainnya. Sistem hukum merupakan sistem abstrak (konseptual) karena terdiri dari unsur-unsur yang tidak konkrit, yang tidak menunjukan kesatuan yang dapat dilihat. Unsur-unsur dalam sistem hukum mempunyai hubungan khusus dengan unsur-unsur lingkungannya selain itu juga dikatakan, bahwa sistem hukum merupakan sistem yang terbuka, karena peraturanperaturan hukum dengan istilah-istilahnya bersifat umum, terbuka untuk penafsiran yang berbeda dan untuk penafsiran yang luas.. 27. Ibid.; halaman: 123. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, 2010, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, halaman 92. 28.

(26) 26. D. Macam-macam Sistem Hukum di Dunia Sistem hukum di dunia ini ada bermacam-macam, yang satu dengan lainnya saling berbeda. Pada dasarnya banyak sistem hukum yang dianut oleh berbagai negara-negara didunia, namun dalam sejarah dan perkembangannya ada 4 (empat) macam sistem hukum yang sangat mempengaruhi sistem hukum yang diberlakukan di bergagai negara tersebut. Adapun sistem hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Sistem Hukum Eropa Kontinental Berkembang di negara-negara Eropa (istilah lain Civil Law - hukum Romawi). Dikatakan hukum Romawi karena sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di Kekaisaran Romawi pada masa Pemerintahan Kaisar Yustinianus abad 5 (527-565 Masehi). Kodifikasi hukum itu merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Yustinianus yang disebut Corpus Juris Civilis (hukum yg terkodifikasi) Corpus Juris Civilis dijadikan prinsip dasar dalam perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda, Perancis, Italia, Amerika Latin, Asia (termasuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda). Artinya adalah menurut sistem ini setiap hukum harus dikodifikasikan sebagai daar berlakunya hukum dalam suatu negara. Prinsip Utama yang menjadi dasar sistem Hukum Eropa Kontinental: 1. Memperoleh kekuatan mengikat karena diwujudkan dalam peraturan berbentuk UU, yang disusun secara sistematis dan lengkap dalam bentuk kodifikasi atau komplikasi. 2. Kepastian hukumlah yang menjadi tujuan hukum. Kepastian hukum dapat terwujud apabila segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan tertulis, misalnya UU. 3. Dalam sistem hukum ini, terkenal suatu adagium yang berbunyi “tidak ada hukum selain undang-undang”. Dengan kata lain hukum selalu diidentifikasikan dengan undang-undang (hukum adalah undang-undang). Dalam kekuasaan legislatif berdasarkan wewenang yang telah ditetapkan. 4. Peranan dan fungsi hakim dalam sistem ini hanyalah sebatas menetapkan dan menafsirkan peraturan sebatas wewenangnya, dan putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat pihak yang berpekara saja..

(27) 27. Hakim dalam hal ini tidak bebas dalam menciptakan hukum baru, karena hakim hanya berperan menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan yang ada berdasarkan wewenang yang ada padanya. Putusan hakim tidak mengikat umum tetapi hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrin res ajudicata) sebagaimana yurisprudensi sebagai sistem hukum Anglo Saxon (Mazhab/Aliran Freie Rechtsbegung). Sumber hukum sistem ini adalah: a.. Undang-undang dibentuk oleh legislatif (statutes).. b.. Peraturan-peraturan hukum (regulation = administrasi negara= PP, dll), dan. c.. Kebiasaan-kebiasaan (custom) yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat. b. Sistem Hukum Anglo Saxon Sistem ini berkembang di negara Inggris pada abad XI, dan dikenal dengan istilah Common Law atau Unwriten Law (hukum tidak tertulis). Sistem hukum diikuti oleh negara negara bekas jajahan, dominion dan mendapat pengaruh dari Inggris dan Amerika Serikat, yaitu negara-negara Amerika Utara seperti Kanada dan beberapa negara Asia yang termasuk negara persemakmuran Inggris dan Australia selain Inggris dan Amerika Serikat sendiri.29 Sistem hukum negara-negara Anglo Saxon mengutamakan commmon law yaitu kebiasaan dan hukum adat dari masyarakat, sedangkan undang-undang hanya mengatur pokok-pokok nya saja dari kehidupan masyarakat, jadi bukannya tidak mempunyai undangundang sama sekali. Adanya sistem common law di Amerika Serikat, sebetulnya berasal dari hukum adat Inggris yang mempunyai latar belakang para imigran Inggris. Dalam sistem common law hakim di pengadilan menggunakan prinsip “membuat hukum sendiri” dengan. 29. Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra; Hukum Sebagai Suatu Sistem; Remaja Rusdakarya; Bandung; 1993; halaman; 118..

(28) 28. melihat kepada kasus-kasus dan fakta-fakta sebelumnya (dengan istilah “case law” atau “judge made law”)30. Pada hakikatnya hakim berfungsi sebagai legislatif, sehingga hukum lebih banyak bersumber pada putusan-putusan pengadilan yang melakukan kreasi hukum. Adanya sistem common law di negara-negara Anglo Saxon, menunjukkan bahwa hukum tidak mutlak harus dituangkan dalam bentuk undang-undang yang lengkap dan sempurna yang terhimpun dalam kodifikasi adapun sumber hukum dari sistem hukum Anglo Saxon adalah: 1) 1.Putusan–putusan hakim/putusan pengadilan atau yurisprudensi (judicial decisions). 2) Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka melalui putusanputusan hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum. 3) Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan hukum tertulis yang berupa undangundang dan peraturan administrasi negara diakui juga, kerena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis tersebut bersumber dari putusan pengadilan. 4) Putusan pengadilan, kebiasaan dan peraturan hukum tertulis tersebut tidak tersusun secara sistematis dalam kodifikasi sebagaimana pada sistem hukum Eropa Kontinental. Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga berperan besar dalam menciptakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan-peraturan hukum dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang berguna sebagai pegangan bagi hakim-hakim lain dalam memutuskan perkara sejenis. Oleh karena itu, hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis (asas doctrine of precedent). Namun, bila dalam putusan pengadilan terdahulu tidak ditemukan prinsip hukum yang dicari, hakim berdasarkan prinsip kebenaran dan akal sehat dapat memutuskan perkara. 30. Ibid.; halaman: 201..

(29) 29. dengan menggunakan metode penafsiran hukum. Sistem hukum Anglo-Amerika sering disebut juga dengan istilah case law. Dalam sistem hukum Eropa Kontinental ”hukum privat lebih dimaksudkan sebagai kaidah-kaidah hukum perdata dan hukum dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu”. Berbeda dengan itu bagi sistem hukum Anglo Amerika pengertian ”hukum privat lebih ditujukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang (law of persons), hukum perjanjian (law of contract) dan hukum tentang perbuatan melawan hukum (law of tort). Seluruhnya tersebar di dalam peraturanperaturan tertulis, putusan-putusan hakim dan kebiasaan. Kelebihan sistem hukum Anglo Saxon adalah hakim diberi wewenang untuk melakukan penciptaan hukum melalui yurisprudensi (judge made law). Berdasarkan keyakinan hati nurani dan akal sehatnya keputusannya lebih dinamis dan up to date karena senantiasa memperlihatkan keadaan dan perkembangan masyarakat. Memiliki sifat yang fleksibel dan sanggup menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan masyarakatnya karena hukum-hukum yang diberlakukan adalah hukum tidak tertulis (common law). Kelemahannya adalah tidak ada jaminan kepastian hukumnya karena dasar hukum untuk menyelesaikan perkara/masalah diambil dari hukum kebiasaan masyarakat/hukum adat yang tidak tertulis.31 Jika hakim diberi kebebasan untuk melakukan penciptaan hukum dikhawatirkan ada unsur subjektifnya. Kecuali hakim tersebut sudah dibekali dengan integritas dan rasa keadilan yang tinggi. Untuk negara-negara berkembang yang tingkat korupsinya tinggi tentunya sistem hukum anglo saxon kurang tepat dianut.. 31. J.G Starke, “Pengantar Hukum Internasional” 2009, sinar grafika, Jakarta halaman, 110.

(30) 30. c. Sistem Hukum Adat Istilah “hukum adat” adalah terjemahan dari istilah dalam bahasa Belanda“adatrecht”. Snouck Hurgronje adalah orang yang pertama yang memakai istilah “adatrecht” kemudian dikutip dan dipakai selanjutnya oleh van Vollenhoven sebagai istilah tehnis-juridis. Adatrecht adalah dat samenstel van voor inlanders en vreemde oosterlingen geldende gedragre gels, die eenerzijds sanctiehebben (daarom adat) (Adatrecht itu ialah keseluruan aturan tingkah laku yang berlaku bagi bumiputera dan orang timur asing, yang mempunyai upaya pemaksa, lagi pula tidak dikodifikasikan. Dalam perundang-undangan, istilah “adatrecht” baru muncul pada tahun1920, yaitu untuk pertama kali dipakai dalam undang-undang Belanda mengenai perguruan tinggi di negeri Belanda.32 Tetapi pada permulaan abad ke 20 lama sebelum dipakai dalam perundangundangan, istilah “adat-recht” itu makin sering dipakai dalam literatur (kepustakaan) tentang hukum adat, yaitu dipakai oleh Nederburgh, Juynboll, Scheuer. Sistem. hukum adat adalah sistem hukum yang tidak tertulis, yang tumbuh dan. berkembang serta tertpelihara karena sesuai dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena hukum adat sifat nya tidak tertulis, maka hukum adat senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Yang berperan dalam melaksanakan sistem hukum adat ialah pemuka adat sebagai pemimpian yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat, untuk memelihara ketertiban dan ketenteraman masyarakat. Sistem hukum adat terdapat dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Cina, India, Pakistan, dan lain-lain. Adapun sumber hukum dalam sistem hukum adat adalah:33. 32 33. Ibid.; halaman, 120 Hukum Adat Indonesia, Soerjono Soekamto, 2012, Raja Grafindo Persada, Bandung, halaman 82.

(31) 31. 1) Sistem hukum adat umumnya bersumber dari peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang serta dipertahankan berdasarkan kesadaran hukum masyarakatnya. 2) Sifat hukum adat adalah tradisional dengan berpangkal pada kehendak nenek moyangnya. 3) Hukum adat berubah-ubah karena pengaruh kejadian dan keadaan sosial yang silihberganti. 4) Karena sifatnya yang mudah berubah dan mudah menyesuaikan dengan perkembangansituasi sosial, hukum adat elastis sifatnya. Karena sumbernya tidak tertulis, hukum adat tidak kaku dan mudah menyesuaikan diri.. d. Sistem Hukum Islam Islam semula dianut oleh masyarakat Arab, karena di tanah Arab-lah awal mulanya timbul dan menyebarnya agama Islam. Kemudian agama Islam berkembang ke seluruh pelosok dunia, terutama negara-negara Asia, Afrika, Eropa, Amerika secara individu dan kelompok. Malahan beberapa negara di dunia (seperti Arab Saudi dan Pakistan) menjadikan hukum Islam sebagai sistem hukum yang berlaku dan mengikat bagi masyarakatnya. Sistem Hukum Islam bersumber kepada: a. Al-Qur‟an, yaitu kitab suci kaum muslimin yang diwahyukan dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. b. Sunnah Nabi (hadist), yaitu cara hidup dari nabi Muhammad SAW atau cerita tentang Nabi Muhammad SAW. c. Ijma‟, yaitu kesepakatan para ulama besar tentang suatu hak dalam cara hidup. d. Qiyas, yaitu analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua kejadian. Sistem hukum Islam mengandung aturan yang sangat luas, yang meliputi segala keperluan hidup dan kehidupan manusia, dunia dan akhirat. Hukum Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lainnya, tetapi juga mengatur hubungn manusia dengan Tuhan-nya (ibadah). Selain itu hukum Islam juga mempunyai sifat-sifat universal..

(32) 32. E. Teori Perlindungan Hukum Terjadi perbedaan pandangan para filosof tentang eksitensi hukum alam, tetapi pada aspek yang lain juga menimbulkan sejumlah harapan bahwa pencarian pada yang “absolut” merupakan kerinduan manusia akan hakikat keadilan. Hukum alam sebagai kaidah yang bersifat “universal, abadi, dan berlaku mutlak”, ternyata dalam kehidupan modern sekalipun tetap akan eksis yang terbukti dengan semakin banyaknya orang membicarakan masalah hak asasi manusia (HAM).34 Menurut Von Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum alam adalah cerminan dari undang-undang abadi (lex naturalis). Jauh sebelum lahirnya aliran sejarah hukum, ternyata aliran hukm alam tidak hanya disajikan sebagai ilmu pengetahuan, tetapi juga diterima sebagai prinsip-prinsip dasar dalam perundang-undangan. Keseriusan umat manusia akan kerinduan terhadap keadilan, merupakan hal yang esensi yang berharap adanya suatu hukum yang lebih tinggi dari hukum positif. Hukum alam telah menunjukkan, bahwa sesungguhnya hakikat kebenaran dan keadilan merupakan suatu konsep yang mencakup banyak teori. Berbagai anggapan dan pendapat para filosof hukum bermunculan dari masa ke masa. Pada abad ke-17, substansi hukum alam telah menempatkan suatu asas yang berisfat universal yang bisa disebut HAM.35 Berbicara mengenai hak asasi manusia atau HAM menurut UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.36. 34. Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional,2003, PT Alumni, Bandung, halaman 72. Ibid., halaman 12. 36 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 35.

(33) 33. Menurut Locke, hak-hak tersebut tidak ikut diserahkan kepada penguasa ketika kontrak sosial dilakukan. Oleh karena itu, kekuasaan penguasa yang diberikan lewat kontrak sosial, dengan sendirinya tidak mungkin bersifat mutlak. Kalau begitu, adanya kekuasaan tersebut justru untuk melindungi hak-hak kodrat dimaksud dari bahaya-bahaya yang mungkin mengancam, baik datang dari dalam maupun dari luar. Begitulah, hukum yang dibuat dalam negara pun bertugas melindungi hak-hak dasar tersebut. Hak-hak dasar yang biasa disebut sebagai hak asasi, tanpa perbedaan antara satu dengan lainnya. Dengan hak asasi tersebut, manusia dapat mengembangkan diri pribadi, peranan, dan sumbangannya bagi kesejahteraan hidup manusia.37 Pemikiran yang lebih eksplisit tentang hukum sebagai pelindung hak-hak asasi dan kebebasan warganya, dikemukakan oleh Immanuel Kant. Bagi Kant, manusia merupakan makhluk berakal dan berkehendak bebas. Negara bertugas menegakkan hak-hak dan kebebasan warganya. Kemakmuran dan kebahagian rakyat merupakan tujuan negara dan hukum, oleh karena itu, hak-hak dasar itu, tidak boleh dihalangi oleh negara.38 Hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan, yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun. Menyinggung hak keamanan pada diri setiap individu, pada pasal 1 UU HAM angka (7) menjelaskan setiap manusia di depan hukum berhak untuk mendapatkan perlindungan dari hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama. 37. Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak dan MarkusY.; Judul buku/makalah???penerbit……???; kota….; halaman: 72-73. 38 Maria Alfons; “Implementasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-produk Masyarakat Lokal Dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual”; Ringkasan Disertasi Doktor tidak diterbirkan; Universitas Brawijaya; 2010; Malang; halaman: 18..

(34) 34. terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam itu. Menurut Fitzgerald, dia menjelaskan teori pelindungn hukum Salmond bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.39 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.40 Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseoranan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingak masyarakat. Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.41 Menurut Lili Rasjidi dan I.B. Wysa Putra berpendapat bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif.42 Pendapat Sunaryati Hartono mengatakan bahwa hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.43. 39. Satjipto Raharjo; Ilmu Hukum; Citra Aditya Bakti; Bandung; 2000; halaman: 53. Ibid.; halaman: 69. 41 Ibid.; halaman: 54. 42 Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra; Hukum Sebagai Suatu Sistem; Remaja Rusdakarya; Bandung; 1993; halaman: 118. 43 Sunaryati Hartono; Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasiona;Alumni; Bandung; 1991; halaman: 55. 40.

(35) 35. Menurut pendapat Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif. 44 Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan bedasarkan diskresi, dan perlindungan yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penangananya di lembaga peradilan.45 Patut dicatat bahwa upaya untuk mendapatkan perlindungan hukum tentunya yang diinginkan oleh manusia adalah ketertiban dan keteraturan antara nilai dasar dari hukum yakni adanya kepastian hukum, kegunaan hukum serta keadilan hukum, meskipun pada umumnya dalam praktek ketiga nilai dasar tersebut bersitegang, namun haruslah diusahakan untuk ketiga nilai dasar tersebut bersamaan.46 Fungsi primer hukum, yakni melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang dapat merugikan dan menderitakan hidupnya dari orang lain, masyarakat maupun penguasa. Di samping itu berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Perlindungan, keadilan, dan kesejahteraan tersebut ditujukan pada subyek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban, tidak terkecuali kaum wanita.47. F. Teori Perbandingan Hukum Istilah perbandingan hukum atau comparative law dalam bahasa Inggris, rechtsvergleichung dalam bahasa Jerman atau vergeleichende rechtslehre dalam bahasa Belanda, atau droit compare dalam bahasa Perancis; baru dikenal pada abad ke-19.. 44. Phillipus M. Hadjon; Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia; Bina Ilmu; Surabaya; 1987; halaman: 2. 45 Maria Alfons; Op.Cit.; halaman: 18. 46 Ibid; ,halaman: 12. 47 Supanto; “Perlindungan Hukum Wanita” dimuat dimedia Online; http://supanto.staff.hukum.uns. ac.id/; diakses 27 November 2013..

(36) 36. Rudolf B. Schleisinger dalam Maria Alfons; mengatakan, bahwa comparative law atau perbandingan hukum merupakan suatu metoda penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu.48 Secara yuridis, dapat dikatakan bahwa comparative jurisprudence adalah the study of the principles of legal science by the comparison of various systems of law. Comparative dimaksudkan adalah proceeding by the method of comparison; estimated by comparison and founded by comparison.49 Selanjutnya dikatakan bahwa comparative law bukanlah perangkat aturan dan asasasas hukum, bukan suatu cabang hukum. comparative law is the technique of dealing with actual foreign law element of a legal problem.50 Menurut Van Apeldorn, tujuan perbandingan hukum dapat dibedakan antara tujuan teoritis dan tujuan yang bersifat praktis. Tujuan yang bersifat teoritis menjelaskan bahwa hukum sebagai gejala dunia (universiil) dan oleh karena itu ilmu pengetahuan hukum harus dapat memahami gejala dunia tersebut; dan untuk itu kita harus memahami hukum di masa lampau dan pada masa sekarang. Tujuan yang bersifat praktis dari perbandingan hukum adalah merupakan alat pertolongan untuk tertib masyarakat dan pembaharuan tentang berbagai peraturan dan pikiran hukum kepada pembentuk undang-undang dan hakim.51 Menurut Michael Bogdan, terdapat manfaat perbandingan hukum bagi: a) b) c) d) e) f) 48. Proses pemahaman terhadap hukum negara sendiri. Proses pembentukan hukum di masa depan. Proses harmonisasi dan unifikasi hukum-hukum. Proses penyelesaian kasus-kasus hukum yang mengandung adanya unsur hukum asing. Proses penerapan hukum asing yang berasal atau diadopsi dari hukum asing. Proses perkembangan hukum internasional publik.. Soedarto, Himpunan Kuliah Perbandingan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Univ. Padjajaran; 19821984, halaman: 6. 49 Black Law Dictionary; (tanpa penerbit); 1968. 50 Ibid.; halaman: 8. 51 Romli Atmasasmita; Asas-asas Perbandingan Hukum Pidana; Yayasan Lembaga Hukum Indonesia; Jakarta; 1989; halaman: 29..

(37) 37. Perbandingan hukum memiliki prosedur dan cara kerja sendiri, sesuai dengan prinsip dan esensi dari apa yang dinamakan perbandingan. Prosedur dan teknik kerja inilah yang akan diuraikan berikut ini.52 a. Memilih topik penelitian dan jenis perbandingan hukumnyaTopik yang dipilih tidak boleh terlalu luas, sebab akan menimbulkan risiko sebagai berikut: (a) penelitian menjadi tidak terfokus sehingga kerapkali justru hanya sumir atau dangkal analisisnya; (b) sulit bagi peneliti untuk mengendalikan penelitian tersebut; dan (c) membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan penelitian. Obyek penelitian dapat berupa hukum substantif atau hukum material dari dua atau lebih sistem hukum yang ada, atau juga yang dapat diperbandingkan adalah aspek formal dari berbagai sistem hukum tersebut. b. Menentukan tertium comparationis Obyek yang akan diperbandingkan haruslah sesuatu yang masing-masing memiliki unsur atau elemen atau karakteristik tertentu yang sama sehingga obyek tersebut memang pantas untuk diperbandingkan. Dalam perbandingan hukum, unsur yang sama tersebut yang menjadi. common. denominator. dalam. perbandingan. hukum. dinamakan. tertium. comparationis. Tertium comparationis adalah: 1.. The common denominator: Titik persamaan yang harus ada dalam setiap obyek yang hendak diperbandingkan agar dengan demikian obyek tersebut layak untuk saling diperbandingkan.. 2.. Basis. for. comparison:. dasar. untuk. memperbandingkan. sesuatu.. Tertium. comparationis tersebut tidak selalu berupa nama atau sebutan yang sama, melainkan 52. R. Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, 2005, Sinar Grafika Bandung, halaman 12.

(38) 38. fungsi dan/atau tugas dari obyek yang diperbandingkan. Perbandingan hukum kaidah atau pranata atau institusi hukum yang akan diperbandingkan harus cocok untuk saling diperbandingkan secara fungsional satu terhadap yang lain. a. Mencari dan menjelaskan persamaan dan perbedaan Untuk menjelaskan mengapa terjadi perbedaan dan atau persamaan kita lazimnya akan mencari: faktor apa saja yang sangat signifikan yang mempengaruhi struktur, perkembangan dan substansi dari sistem hukum yang diteliti itu. Persamaan atau perbedaan dari faktor-faktor itulah yang menyebabkan terjadinya persamaan dan perbedaan di bidang hukum. Faktor yang berpengaruh terhadap sistem hukum suatu masyarakat sehingga dapat menjadi penyebab terjadinya persamaan atau perbedaan yaitu sistem ekonomi, ideologi dan sistem politik, agama, dan sejarah. b. Mengevaluasi hasil perbandingan Dilakukannya penilaian atau evaluasi atas hasil perbandingan yang ia lakukan itu. Termasuk dalam pengertian evaluasi ini misalnya: a. b. c. d. e.. Menganalisis bagaimana sistem-sistem hukum yang berbeda itu mengatur pokok persoalan yang sama. Menilai apakah ada alternative atau solusi lain yang muncul dalam sistem hukum asing yang diperbandingkan itu dalam mengatur problem hukum yang sama. Menilai hukum mana dari yang diperbandingkan itu yang paling tepat, paling lengkap, paling baik. Menilai apakah hukum asing yang menurut penilaiannya itu adalah yang terbaik dapat diterapkan di dalam masyarakat dimana peneliti itu berasal. Merumuskan rekomendasi atau saran apabila memang dibutuhkan misalnya bila metode perbandingan hukum tersebut dilakukan dalam konteks memperbaharui sistem hukum nasionalnya sendiri atau untuk menyusun suatu perundangundangaan yang baru.. G. Perlindungan Orang Asing Dalam Hukum Internasional Individu yang bertempat tinggal dalam suatu negara berupa warga negara dan bukan warga negara. Orang yang bukan warga negara ini disebut sebagai orang asing Untuk menentukan seseorang penduduk adalah warga negara atau bukan, hal tersebut diatur oleh.

(39) 39. hukum nasional dari masing-masing negara. Dalam hukum nasionalnya akan ditentukan siapa saja termasuk warga negaranya dan yang bukan. Meskipun masing-masing negara berwenang menentukan peraturan kewarganegaraannya yang diberlakukan dalam wilayah negara itu, tetapi negara tersebut juga harus memperhatikan prinsip-prinsip hukum internasional yang terdapat dalam perjanjian internasional, hukum kebiasaan internasional dan azas-azas umum hukum internasional mengenai kewarganegaraan. Menurut J.G. Starke, arti penting status kewarganegaraan.53 Nationalitas seseorang bagi hukum internasional adalah dalam hal: 1. 2. 3.. 4. 5.. 6.. 7. 8.. Pemberian hak perlindungan diplomatik di luar negeri. Setiap negara berhak melindungi warga negaranya di luar negeri. Negara yang menjadi kebangsaan seseorang tertentu akan bertanggungjawab kepada negara lain apabila negara itu melalaikan kewajibannya mencegah tindakan-tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan atau negara tersebut tidak menghukumnya, setelah tindakan melanggar hukum itu dilakukan. Secara umum, suatu negara tidak boleh menolak atau menerima kembali warganegaranya sendiri di wilayahnya. Nasionalitas berhubungan erat dengan kesetiaan, dan salah satu hak utama dari kesetiaan adalah kewajiban untuk dinas militer di negara terhadap mana kesetiaaan itu dibaktikan. Suatu negara mempunyai hak luas, kecuali adanya traktat khusus yang mengikatnya untuk melakukan hak itu, untuk menolak pengekstradisian warganya kepada negara lain yang meminta penyerahannya. Status musuh dalam perang dapat ditentukan oleh nasionalitas orang tersebut. Suatu negara melaksanakan yurisdiksi pidana dan yurisdiksi lainnya berdasarkan nasionalitas seseorang.54. Dengan demikian, cukup penting untuk terlebih dahulu menentukan status kewarganegaraan seseorang supaya tidak timbul keragu-raguan dalam penerapan hukum kepadanya. Apabila timbul keragu-raguan, maka aturan hukum yang dipergunakan adalah hukum nasional setempat yang diakui oleh orang tersebut atau hukum yang berlaku di negara yang diduga menjadi kebangsaan orang tersebut, demikian pendapat Russell J dalam perkara Stoeck v Public Trustee, sebagai berikut: persoalan dari negara mana seseorang berasal pada. 53. J.G Starke; Op.Cit.; halaman: 120. Phillipus M. Hadjon; Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia; Bina Ilmu; Surabaya; 1987; halaman: 2 . 54.

(40) 40. akhirnya harus diputuskan oleh hukum nasional setempat dari negara yang diklaim oleh orang itu sebagai negaranya atau yang diduga sebagai negaranya. Prinsip tersebut sesuai pula dengan pasal 1 dan 2. The Hague Convention on the Conflict of Nationality Law 1930, berbunyi sebagai berikut: pasal 1 “Setiap negara untuk menentukan menurut haknya sendiri tentang siapa yang merupakan warganegaranya. Hukum ini harus diakui oleh negara-negara lain sejauh hal tersebut konsisten dengan konvensi-konvensi internasional, kebiasaan internasional dan prinsip-prinsip hukum yang umumnya diakui berkenaan dengan nasionalitas”. Pasal 2: “Setiap persoalan mengenai apakah seseorang yang berkewarganegaraan suatu negara harus ditentukan sesuai dengan hukum dari negara tersebut”. Dalam membahas persoalan perlindungan hukum internasional terhadap orang asing ini digunakan pendekatan doktrinal dan praktek pengadilan internasional. Dari pendapat para ahli hukum internasional, akan ditemukan azas-azas dan teori-teori hukum mengenai kedudukan individu sebagai subyek hukum internasional. Azas-azas kewarganegaraan sebagai dasar utama pemberlakuan azas yurisdiksi dan tanggungjawab negara terhadap warga negaranya dan orang asing. H. Individu Sebagai Subyek Hukum Internasional Terlepas dari kedudukan seorang individu sebagai warga negara atau orang asing, ia adalah subyek hukum internasional, yang memiliki hak dan kewajiban menurut hukum internasional dalam arti yang terbatas. Dalam arti terbatas ini sebagai kebalikan dari pengertian negara sebagi subyek hukum internasional dalam arti penuh. Pandangan ini didasarkan pada konsep teoritis bahwa hanya negara sebagai subyek hukum, dan individu memiliki hak dan kewajiban tertentu melalui negara yang menjadi peserta suatu konvensi, seperti pada Konvensi Palang Merah Tahun 194955. Dengan meminjam istilah dari Prof.. 55. Mochtar Kusmaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, 2003, PT alumni, Bandung, halaman 82.

(41) 41. Nguyen Quoc Din, bahwa individu adalah subyek hukum internasional buatan, karena kehendak negaralah, yang dirumuskan dalam ketentuan-ketentuan konvensional, yang menjadikan individu dalam hal-hal tertentu sebagai subyek hukum internasional. Dalam perkembangannya, kedudukan individu sebagai subyek hukum internasional menjadi penting dan paham mengenai hanya negara sebagai subyek hukum internasional mulai ditinggalkan, seperti dalam kasus Danzig Railway Officials Case, Mahkamah Internasional mengeluarkan keputusan dalam diktumnya yang bersifat umum berpendapat bahwa, apabila suatu perjanjian internasional memberikan hak tertentu kepada orang perorangan, hak itu harus diakui dan mempunyai daya laku dalam hukum internasional, artinya diakui oleh badan peradilan internasional. Demikian pula dengan adanya peradilan di Nurenberg dan Tokyo dalam mengadili para pelaku kejahatan perang, dalam hal mana para pelaku kejahatan bertanggungjawab secara individu atas kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan, dan tidak dapat berlindung pada negaranya.

Referensi

Dokumen terkait

Maka dapat disimpulkan dalam penelitian ini menunjukan hasil bahwa tingkat hutang berpengaruh terhadap persistensi laba yang berarti bahwa tingkat hutang perusahaan berdampak

Dalam menyelesaikan masalah yang ada pada game tersebut penulis akan menerapkan metode Linear Congruent Method, juga merancang sebuah aplikasi game yang sangat berbeda

Data tersebut adalah peningkatan yang terjadi dari awal dimana peserta didik baru mampu mencapai nilai rata-rata 68,00 dengan presentase ketuntasan belajar

Penelitian ini termasuk desain survei karena menjelas- kan pengaruh atau kecenderungan dari variabel kinerja karena pengaruh gaji dan loyalitas. Populasi penelitian ini adalah

Masing-masing perlakuan diulang lima kali dan setiap ulangan terdiri dari empat ekor larva uji (instar V) yang ditempatkan secara individual, sedangkan untuk pengujian

rescue boat ) yang merupakan kapal dengan lambung berbentuk katamaran ( twin hull ) yang dilengkapi dengan peralatan keselamatan yang beroperasi di periairan

Hasil penelitian sebelumnya yang serupa dengan penelitian ini ialah atas nama Angelina Taimenas (2016) melakukan studi kasus tentang manajemen asuhan kebidanan

Namun dalam kitab Hosea terdapat ungkapan nubuatan yang dikutip dalam secara langsung maupun tidak langsung dalam perjanjian baru yang berkaitan dengan Yesus Kristus