BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 19
BAB 2 :
P
ERKEMBANGAN INFLASI
Pada triwulan II-2010, inflasi tahunan Gorontalo tercatat sebesar 2,73% (y.o.y), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,59% (y.o.y). Penurunan inflasi Provinsi Gorontalo terutama disebabkan oleh melemahnya tekanan volatile food inflation. Perbaikan produksi sektor pertanian menyebabkan pasokan relatif lancar sehingga mengurangi tekanan harga-harga terutama pada kelompok bahan makanan. Output gap diperkirakan mulai mengalami peningkatan seiring dengan membumbungnya permintaan masyarakat. Semarak kegiatan domestik pada periode laporan diantaranya penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di tiga kabupaten, periode liburan sekolah, dan tahun baru ajaran sekolah mendorong peningkatan permintaan masyarakat. Sementara itu, aspek produksi diperkirakan belum optimal dalam memenuhi tekanan permintaan. Disisi lain, administered price inflation mengalami kenaikan seiring dengan kebijakan pemerintah untuk menaikan cukai rokok.
2.1 INFLASI GORONTALO
Penurunan inflasi Provinsi Gorontalo terutama disebabkan oleh melemahnya tekanan volatile food inflation. Inflasi tahunan Gorontalo triwulan II-2010 tercatat sebesar 2,73% (y.o.y), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,59% (y.o.y). Perbaikan produksi sektor pertanian menyebabkan pasokan relatif lancar sehingga mengurangi tekanan harga-harga terutama pada kelompok bahan makanan. Sementara itu, dorongan inflasi mulai muncul dari inflasi inti (core inflation) dan inflasi administered price. Berdasarkan aspek permintaan-penawaran, diperkirakan tekanan permintaan mulai meningkat seiring dengan maraknya aktivitas perekonomian daerah. Disisi lain, harga-harga yang dikendalikan pemerintah mengalami kenaikan.
Sumber : BPS Prov. Gorontalo Grafik 2.1 Disagregasi Inflasi Provinsi Gorontalo
20 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
Kelancaran pasokan bahan makanan mengawal penurunan harga-harga barang
yang bergejolak (volatile food inflation). Barang yang dikategorikan volatile foods pada
umumnya merupakan bahan makanan yang permintaannya sangat tinggi sementara aspek produksi sangat rentan/bergejolak. Perbaikan produksi sektor pertanian menjadi salah satu
penyebab berkurangnya tekanan pada harga volatile food. Produksi pertanian yang lebih
baik mampu menjaga kelancaran pasokan bahan makanan sehingga harga-harga cenderung menurun. Hasil pemantauan harga menunjukkan bahwa harga beras sebagai
komoditas bahan makanan yang memiliki bobot tertinggi dalam pembentukan volatile food
inflation mengalami penurunan.
Sumber : Diskoperindagprov. Gorontalo Grafik 2.2 Perkembangan Harga Beras
Inflasi Inti (core inflation) pada triwulan II-2010 sebesar 3,41% (y.o.y) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,32% (y.o.y). Output gap diperkirakan mulai
mengalami peningkatan seiring dengan membumbungnya permintaan masyarakat.
Sumber ; Bank Indonesia Gorontalo Grafik 2.3 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 2.4 Realisasi Volume Produksi
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 21
Semarak kegiatan domestik pada periode laporan diantaranya penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di tiga kabupaten, periode liburan sekolah, dan tahun baru ajaran sekolah mendorong peningkatan permintaan masyarakat. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan II-2010 sebesar 129,60 (saldo bersih + 100) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 125,92. Sementara itu, aspek produksi diperkirakan belum optimal dalam memenuhi tekanan permintaan. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha menunjukkan bahwa realisasi volume produksi masih menunjukkan posisi negatif walaupun meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Volume produksi pada triwulan II-2010 bernilai negatif sebesar -0,43 SB (Saldo Bersih) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -6,27 SB.
Inflasi harga-harga yang dikendalikan pemerintah (administered price inflation) pada
triwulan II-2010 sebesar 2,39% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,13% (y.o.y). Kebijakan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok melalui Peraturan Menteri Keuangan No.181/PMK.011/2009 memberikan tekanan pada inflasi
administered price. Hal ini dikonfirmasi oleh peningkatan inflasi tahunan sub-kelompok tembakau dan minuman beralkohol pada triwulan laporan sebesar 7,43% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,40% (y.o.y).
Sumber : Diskoperindagprov. Gorontalo Grafik 2.5 Inflasi Subkelompok Tembakau dan Minuman Beralkohol (yoy)
22 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
2.2 INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA 2.2.1 INFLASI TAHUNAN (y.o.y)
Secara tahunan, inflasi Gorontalo triwulan II-2010 sebesar 2,73% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,59% (y.o.y). Tendensi penurunan harga terutama terjadi pada kelompok bahan makanan akibat ketersediaan pasokan yang cukup memadai.
Tabel 2.1
Inflasi Tahunan Kelompok Barang dan Jasa (y.o.y)
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Penurunan inflasi kelompok bahan makanan terutama didorong oleh penurunan sub
kelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya. Pada triwulan II-2010, inflasi tahunan
kelompok bahan makanan sebesar 2,03% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,10% (y.o.y). Penyebab utama melemahnya tekanan inflasi pada kelompok ini karena perkembangan harga subkelompok padi-padian mengalami penurunan. Subsektor padi-padian pada triwulan II-2010 mengalami inflasi sebesar 5,97% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,46% (y.o.y).
Tabel 2.2
Inflasi Tahunan Sub-kelompok Bahan Makanan (y.o.y)
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Hasil konfirmasi pemantauan harga menunjukkan bahwa beberapa komoditas utama subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Harga beras jenis IR-64 pada triwulan I-2010 sebesar Rp6.000/kg turun menjadi Rp5.000/kg pada triwulan II-2010, sedangkan harga tepung terigu merek Segitiga Biru pada triwulan I-2010 sebesar Rp8.000/kg turun menjadi Rp6.500/kg pada triwulan II-2010.
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Umum 9.24 11.01 10.54 10.92 9.83 7.22 4.07 4.89 3.59 2.74 2.69 2.73
1 Bahan makanan 12.49 20.78 21.05 18.27 15.16 14.59 5.26 7.98 5.1 3.54 2.34 2.03
2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 13.57 13.93 21.08 16.48 16.49 12.39 8.13 8.52 5.93 4.09 5.83 5.56 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 11.8 9.51 14.74 8.99 8.76 5.57 3.57 3.17 3.06 2.98 3.06 3.57
4 Sandang 2.45 4.11 6.36 2.44 3.12 2.53 2.63 0.42 -0.18 0.27 1.17 2.25
5 Kesehatan 4.43 3.73 3.42 3.48 3.54 3.41 7.81 8.1 9.35 7.86 7.31 7.38
6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 4.15 4.35 4.27 4.18 4.28 4.24 0.53 0.28 0.36 0.18 0.35 0.35 7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0.52 -0.36 -0.37 2.39 0.8 -5.15 -0.97 -0.09 -0.06 -0.2 -0.36 -0.40
No Kelompok 2009 2010
JAN FEB MAR APR MEI JUNI JAN FEB MAR APR MEI JUNI
BAHAN MAKANAN 12.49 20.78 21.80 18.27 15.16 14.59 5.26 7.98 5.1 3.54 2.34 2.03
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 10.47 16.10 14.49 13.63 11.50 8.67 5.41 9.06 7.46 4.17 3.36 5.97 Daging dan Hasil-hasilnya 23.52 21.37 14.70 6.00 5.37 2.65 -4.86 -1.62 0.31 1.59 0.86 0.63 Ikan Segar 35.75 46.35 51.62 64.53 46.56 49.54 5.18 5.74 5.58 -0.55 -10.89 -8.8 Ikan Diawetkan 13.82 -1.37 -9.24 -7.44 -7.55 -8.61 0.75 8.67 10.14 7.56 7.8 9.94 Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 13.84 12.64 9.14 9.64 6.29 1.36 -5.81 -2.3 -2.47 -4.7 -5.14 -2.91 Sayur-sayuran -10.91 -14.75 -17.13 -26.54 -10.63 -7.41 -7.25 8.55 25.92 10.17 21.99 30.25 Kacang - kacangan 9.15 8.62 12.90 19.27 15.06 10.81 11.58 10.85 4.09 1.65 6.85 9.04 Buah - buahan 50.44 83.04 84.66 67.59 66.84 65.24 29.04 40.99 27.79 24.31 24.21 -4.61 Bumbu - bumbuan -25.65 3.86 18.49 -15.19 -19.50 -16.01 21.23 8.32 -17.84 9.74 44.9 26.78 Lemak dan Minyak -11.58 -11.68 -13.27 -10.95 -10.49 -10.80 5.86 7.34 6.45 2.8 -8.82 -7.23 Bahan Makanan Lainnya 0.86 -1.11 1.51 2.87 3.41 3.41 2.49 5.01 2.3 0.95 0.95 0.95
2010
Kelompok / Sub kelompok
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 23 Sumber : Diskoperindagprov. Gorontalo Grafik 2.6 Perkembangan Harga Beras dan Tepung Terigu
2.2.2 INFLASI TRIWULANAN (q.t.q)
Secara triwulanan, perkembangan harga-harga di Gorontalo pada triwulan II-2010 mengalami deflasi sebesar -0,25% (q.t.q) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 1,59% (q.t.q). Penurunan inflasi secara triwulanan terutama didorong oleh penurunan harga-harga pada subkelompok bahan makanan dan subkelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar.
Tabel 2.3
Kelompok Barang dan Jasa (q.t.q)
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Kelancaran pasokan menjadi penyebab menurunnya inflasi triwulanan kelompok bahan makanan. Perkembangan harga-harga kelompok bahan makanan pada triwulan II-2010 sebesar -0,25% (q.t.q) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,25% (q.t.q). Membaiknya pasokan bahan makanan terutama komoditas beras, kacang kedelai, daging ayam tepung terigu, gula pasir, dan minyak goreng dapat mengurangi tekanan inflasi. Hasil pemantauan harga menunjukkan bahwa komoditas-komoditas dimaksud mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2
Umum -0.04 3.83 4.01 0.16 2.33 0.59 0.85 0.53 1.59 -0.25
Bahan makanan -4.72 4.73 7.89 -1.44 6.83 0.88 -0.67 0.62 4.25 -2.07
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 1.96 4.01 2.32 4.46 3.15 1.93 2.00 -5.18 7.45 1.57
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 5.20 1.36 4.40 1.34 -0.14 -0.07 2.23 -8.16 9.85 0.42
Sandang 2.33 -0.67 -0.04 1.14 2.52 -1.08 0.22 -1.61 2.34 1.33
Kesehatan 1.74 1.34 0.56 0.42 0.62 1.77 5.59 0.08 1.67 -0.08
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0.26 0.47 3.98 -0.12 0.17 0.20 0.19 0.01 -0.05 0.19
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0.60 8.37 0.13 -3.09 -2.39 0.14 -0.08 -0.17 0.05 -0.21
2010
24 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
Inflasi subkelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan sebesar 0,42% (q.t.q) mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,85% (q.t.q). Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan biaya
tempat tinggal terutama harga komoditas semen yang turun pada kisaran Rp500 –
Rp1000 /sak. Sementara itu harga biaya tempat tinggal lainnya seperti seng dan besi beton turut mengalami penurunan.
Sumber : Diskoperindag Provinsi Gorontalo Grafik 2.7 Harga Beras dan Kacang Kedelai Grafik 2.8 Harga Daging Ayam
Grafik 2.9 Harga Gula dan Tepung Grafik 2.10 Harga Minyak Goreng Sumber : Diskoperindag Provinsi Gorontalo
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 25
BOX 1 : DISAGREGASI INFLASI GORONTALO
Konsep Disagregasi Inflasi
“a condition of generally rising prices” (Okun, 1970)
“a process of continuously rising prices, or, equivalently, of a continuously falling value of money” (Laidler & Parkin, 1975)
“kecenderungan kenaikan harga secara umum dan terus menerus” – (Boediono, 1999).
Secara kontekstual, Inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga yang bersifat umum
(general price movements) dan sifatnya langgeng atau terus menerus (persistent price movements). Nilai inflasi umumnya merupakan nilai pertumbuhan Indeks Harga Konsumen
(IHK) dalam dimensi waktu bulanan (month-to-month), kuartalan (quarter-to-quarter), dan
tahunan (year-on-year). Inflasi IHK merupakan indikator inflasi dengan kontinuitas
penyediaan data yang dapat disediakan dengan segera dan perannya yang dapat
mencerminan kenaikan biaya hidup masyarakat (cost of living). Di dalam inflasi IHK juga
mencakup variabilitas pergerakan harga karena pengaruh kejutan temporer (seperti pengaruh alam, gangguan distribusi) dan dampak perubahan kebijakan pemerintah di
bidang harga (administered prices). Sehingga, sering kali pergerakan inflasi IHK tidak
mencerminkan perubahan harga yang bersifat langgeng (persistent price movements). Oleh
karena itu, analisis berdasarkan disagregasi inflasi diperlukan untuk mendapatkan inflasi inti
yang dapat menangkap persistent price movement dan general price movement sehingga
lebih mencerminkan perubahan harga-harga fundamental perekonomian.
Perubahan dan pergerakan inflasi inti merupakan resultan dari pengaruh faktor-faktor
fundamental yang meliputi faktor eksternal, kesenjangan output (output gap), dan ekspektasi
inflasi. Pergerakan nilai tukar rupiah dan gejolak inflasi di luar negeri (eksternal) dapat memberikan pengaruh pada inflasi domestik. Melemahnya nilai tukar rupiah dapat mengakibatkan harga-harga di luar negeri menjadi relatif lebih mahal sehingga dapat secara langsung meningkatkan harga komoditas internasional yang dikonsumsi di dalam negeri, misal emas. Sementara itu, dalam proses produksi juga membutuhkan barang-barang modal impor sehingga bila harga barang-barang tersebut meningkat mengakibatkan naiknya biaya produksi dan mendorong inflasi domestik.
Munculnya kesenjangan antara penawaran dan permintaan (output gap) dapat
memberikan tekanan pada tingkat inflasi. Lonjakan permintaan dapat memaksa kegiatan produksi untuk berproduksi melebihi tingkat potensialnya dengan biaya yang lebih tinggi. Sementara itu, perkembangan persepsi masyarakat terhadap tingkat harga juga memberikan dampak terhadap kondisi inflasi kedepan. Studi kasus, pada saat menjelang
26 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
lebaran pada umumnya harga-harga telah meningkat jauh hari sebelumnya akibat adanya faktor ekspektasi inflasi.
Gambar Disagregasi Inflasi
Dalam komponen inflasi IHK, terdapat komponen selain inflasi inti yaitu inflasi
volatile food dan inflasi administered price. Inflasi volatile food merupakan pergerakan harga-harga yang sangat bergejolak dan cenderung ekstrim. Barang yang dikategorikan dalam volatile food biasanya merupakan kelompok bahan makanan yang permintaannya sangat tinggi namun aspek produksi sangat rentan
akibat faktor pasokan dan masalah distribusi. Sementara itu, inflasi administered
price merupakan pergerakan harga-harga barang/jasa yang dikendalikan oleh pemerintah seperti harga bahan bakar, tarif listrik, dan cukai rokok.
Perhitungan Disagregasi Inflasi Provinsi Gorontalo
Blinder (1982 dan 1997) menyatakan inflasi inti sebagai prediktor inflasi IHK
dalam periode mendatang karena telah mengeliminasi temporary shocks. Dalam
perkembangannya, secara umum inflasi inti dapat dipahami sebagai indikator inflasi
yang lebih menunjukkan perkembangan harga yang persistent sesuai kondisi
fundamental ekonomi dengan mengeluarkan komponen inflasi yang lebih
menggambarkan temporary shocks. Sebagai implikasinya, metode pengukuran
inflasi inti juga sangat beragam mulai dari metode exclusion (mengeluarkan sebagian
komponen inflasi), pemangkasan data stokastik (trimmed mean) ataupun model
struktural. Perhitungan inflasi inti di Provinsi Gorontalo dilakukan dengan melakukan
disagregasi inflasi metode exclusion atau mengeluarkan inflasi volatile food dan
inflasi administered price dalam komponen inflasi IHK. Bank Indonesia telah
melakukan estimasi untuk mengkategorikan sub-kelompok barang dan jasa yang dikategorikan sebagai inflasi inti, volatile food, dan administered price sebagai berikut:
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 27
Berdasarkan pengelompokkan tersebut, dapat diestimasi komponen disagregasi inflasi Provinsi Gorontalo sehingga dapat diketahui pergerakan dari inflasi inti,
volatile food, dan administered price sebagai berikut:
Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa pergerakan inflasi inti
Provinsi Gorontalo pada tahun
2010 cenderung relatif stabil
dibandingkan tahun sebelumnya.
Aspek produksi masih perlu
diperkuat sehingga dapat
mengurangi tekan inflasi dari sisi
output gap.
Disisi lain, ekspektasi inflasi diperkirakan minim sementara faktor eksternal inflation
tidak banyak mempengaruhi perekonomian Gorontalo. Inflasi volatile food terlihat sangat bergejolak dalam tiga tahun terakhir, namun pada tahun 2010 cenderung menurun karena membaiknya produksi pertanian akibat cuaca yang mendukung.
Sementara itu, tekanan inflasi administered price tahun 2010 relatif minim
dibandingkan tahun sebelumnya terkait dengan efek lanjutan kebijakan penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh pemerintah.
28 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 29
BAB 3 :
P
ERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Pada triwulan II-2010 kinerja perbankan di Provinsi Gorontalo menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan, diikuti dengan stabilitas sistem perbankan yang relatif terkendali. Dana pihak ketiga mengalami pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, penyaluran kredit masih dalam posisi yang tinggi dengan pertumbuhan di atas 30% (y.o.y). Di sisi lain, stabilitas sistem perbankan di Gorontalo meliputi aspek risiko kredit dan risiko pasar relatif terkendali, namun risiko likuiditas perlu mendapat perhatian. Non Performing Loans (NPLs) relatif terjaga berada pada nilai dibawah batas ketentuan BI yaitu dibawah 5%. Sementara, aspek penyerapan dana masyarakat perlu menjadi perhatian karena Loan to Deposit Ratio (LDR) berada di ambang ‘tidak wajar’.
3.1 FUNGSI INTERMEDIASI
Perkembangan fungsi intermediasi perbankan pada triwulan II-2010 menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan. Dana pihak ketiga mengalami pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kinerja penghimpunan dana pihak ketiga terutama didorong oleh peningkatan tabungan masyarakat. Kenaikan pendapatan masyarakat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kenaikan tabungan, sementara perbankan juga semakin aktif untuk terus menggiatkan penyerapan tabungan dari masyarakat. Sementara itu, penyaluran kredit masih dalam posisi yang tinggi dengan pertumbuhan di atas 30% (y.o.y). Pertumbuhan kredit yang relatif tinggi terutama didorong oleh perkembangan kredit konsumsi. Sementara itu secara sektoral, sektor perdagangan menjadi sektor utama penyaluran kredit perbankan.
3.1.1 PERKEMBANGAN KANTOR BANK
Kegiatan perbankan di Provinsi Gorontalo saat ini dilayani oleh 9 Bank Umum Konvensional, 2 Bank Umum Syariah, 4 Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Jaringan kantor Bank Umum baik yang konvensional maupun syariah di Provinsi Gorontalo terdiri dari 13 kantor cabang, 26 kantor cabang pembantu, 12 kantor kas serta 21 kantor unit. Sedangkan, jaringan kantor BPR terdiri dari 4 kantor pusat, 3 kantor cabang dan 2 kantor kas
3.1.2 PENYERAPAN DANA MASYARAKAT
Pada posisi akhir triwulan II-2010 dana yang dihimpun tercatat sebesar Rp1,99 triliun, tumbuh sebesar 6,79% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
-0,80% (y.o.y). Tabungan sebagai komponen DPK dengan share tertinggi sebesar 54,42%
30 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
sebelumnya sebesar 6,55% (y.o.y). Kenaikan pendapatan masyarakat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kenaikan tabungan, sementara perbankan juga semakin aktif untuk terus menggiatkan penyerapan tabungan dari masyarakat. Giro mengalami pertumbuhan sebesar 15,79% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 8,61% (y.o.y). Peningkatan giro tersebut merupakan cerminan dari realisasi pengeluaran pemerintah yang belum optimal. Sementara itu, deposito mengalami kontraksi sebesar -6,44% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -15,93% (y.o.y). Kontraksi pada perkembangan deposito sejalan dengan tren penurunan suku bunga deposito.
Grafik 3.1 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Grafik 3.2 Komposisi Dana Pihak Ketiga
3.1.3 PENYALURAN KREDIT
Pada posisi akhir triwulan laporan, kredit yang disalurkan tercatat sebesar Rp3,05 triliun, tumbuh 31,98% (y.o.y) sedikit lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 32,59% (y.o.y). Pertumbuhan kredit yang relatif tinggi terutama didorong oleh perkembangan kredit konsumsi yang mengalami pertumbuhan sebesar 40,07% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 37,64% (y.o.y). Kredit konsumsi sangat mendominasi dalam portofolio kredit perbankan Gorontalo yaitu sebesar 60,83%, jauh meninggalkan kredit modal kerja sebesar 33,17% (y.o.y) dan kredit investasi sebesar 6,00% (yoy). Dari sisi risiko, protofolio kredit yang di dominasi oleh kredit konsumtif merupakan hal
yang baik karena kredit konsumsi memiliki exposure resiko yang relatif rendah. Namun, dari
segi perannya terhadap perekonomian daerah, dominasi kredit konsumtif menunjukkan bahwa peran perbankan dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi kurang optimal karena
kredit konsumtif tidak memberikan efek multiplier yang tinggi bila dibandingkan kredit
investasi atau modal kerja. Sementara itu, kredit modal kerja tumbuh sebesar 19,17% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 21,95% (y.o.y). Sedangkan kredit
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 31
sebesar 51,68% (y.o.y).
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.3 Pertumbuhan Kredit Penggunaan Grafik 3.4 Komposisi Kredit Penggunaan
Perlambatan kredit sektor produktif mewarnai kinerja perbankan pada triwulan II-2010. Kredit pertanian mengalami perlambatan yang cukup signifikan yaitu terkontraksi sebesar -49,23% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar -41,23% (y.o.y). Hal ini diperkirakan karena perbankan masih menganggap kredit pertanian memiliki risiko yang cukup tinggi. Sementara itu, kontraksi perkembangan kredit juga dialami oleh sektor industri sebesar 42,66% (y.o.y) dan sektor angkutan sebesar -36,05% (y.o.y), keduanya lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja kredit perdagangan masih menunjukkan pertumbuhan sebesar 14,99% (y.o.y) namun masih lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 16,07% (y.o.y). Sementara itu, sektor konstruksi mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan sektor lainnya sebesar 64,60% (y.o.y) namun masih lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 121,12% (y.o.y). Peran perbankan dalam dukungan pendanaan proyek-proyek infrastruktur menjaga kinerja kredit konstruksi. Adapun beberapa proyek pembangunan infrastruktur yang saat ini tengah dalam proses pengerjaan adalah Dermaga Penyebrangan Marisa, Pelabuhan Internasional Anggrek, Dermaga Penyebrangan Tilamuta, dan Pelapisan landasan Bandara.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.5 Pertumbuhan Kredit Sektoral Grafik 3.6 Komposisi Kredit Sektoral
32 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
Pada triwulan laporan, kredit UMKM tercatat sebesar Rp2.53 triliun atau tumbuh 76,677% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 69,13% (y.o.y). Peningkatan kinerja kredit UMKM tak lepas dari kinerja perbankan untuk terus menggali dan men-support potensi daerah dengan berbagai program kegiatannya. Salah satu bentuk dari
program tersebut adalah dibentuknya Financial Advisor (FA) yaitu merupakan forum individu
profesional dari perbankan yang dikoordinir oleh Bank Indonesia untuk memberikan bantuan teknis kepada masyarakat dan pelaku UMKM secara langsung.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.7 Pertumbuhan Kredit UMKM
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 33
BOX 2 : UPAYA NYATA PERBANKAN MENDORONG
PENINGKATAN DANA
Sejak dicanangkannya Gerakan Indonesia Menabung dan peluncuran produk TabunganKu mulai tanggal 20 Februari 2010 lalu, antusiasme dan respon masyarakat terhadap gerakan menabung dengan produk TabunganKu mulai dirasakan. Berdasarkan data BI, per bulan Juni 2010, jumlah rekening TabunganKu sudah mencapai 409.125 rekening dengan total simpanan sebesar Rp 395 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa setiap bulan terjadi pembukaan rata-rata hampir 100 ribu rekening dengan rata-rata simpanan per bulan sebesar Rp 100 miliar untuk seluruh Indonesia. Jika merunut ke belakang, alasan diluncurkannya produk TabunganKu adalah potensi nasabahnya demikian besar. Berdasarkan data bahwa penduduk dewasa yang memiliki rekening di bank hanya 42% atau 58 juta jiwa dari jumlah penduduk Indonesia ± 138 juta.
TabunganKu di Gorontalo
Salah satu sumber pembiayaan bagi
pembangunan perekonomian daerah Gorontalo adalah pengumpulan dana masyarakat (DPK) oleh perbankan. Hingga Juni 2010, DPK Gorontalo sebesar Rp 1,99 triliun namun julah kredit yang dikucurkan telah mencapai angka 3,05 triliun.
Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi ketimpangan antara permintaan kredit dengan kemampuan masyarakat menyediakan dana di perbankan. Upaya mendorong tabungan masyarakat perlu dilakukan melalui inovasi produk perbankan. Inovasi produk TabunganKu yang didukung oleh perbankan Gorontalo (Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN, BCA, Bank Muamalat, BSM, Bank Danamon, Bank BPD Sulut dan Bank Mega) mempunyai tujuan utama untuk menggalang dana murah dari masyarakat.
Sampai dengan saat ini realisasi TabunganKu per Juni 2010 mencapai 2.327 rekening atau setara 0,2% dari total jumlah penduduk Gorontalo, dengan jumlah nominal TabunganKu sebesar Rp 4,15 miliar. Meskipun pertumbuhan jumlah rekening TabunganKu berdasarkan tabel 4, terjadi penurunan, pada bulan Juni 2010 terjadi peningkatan jumlah rekening tabungan sebanyak 591 buah atau sebesar 34% dibandingkan dengan Mei 2010 jumlah rekening TabunganKu sebesar 1736 buah.
34 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA Tabel 4 Perkembangan Rekening TabunganKu di Gorontalo
Upaya-upaya untuk meningkatkan DPK melalui TabunganKu
Meskipun demikian, beberapa upaya terus dilakukan oleh BI Gorontalo untuk meningkatkan DPK khususnya TabunganKu. Dimulai dengan melakukan koordinasi BI dengan perbankan Gorontalo dibawah naungan BMPD untuk terus melakukan upaya supaya perbankan Gorontalo dapat meningkatkan jumlah nasabah TabunganKu. Salah satunya adalah pembuatan standing banner TabunganKu yang ditempatkan di bank-bank masing-masing sehingga masyarakat dapat mengetahui dan tertarik terhadapa produk TabunganKu.
Selain itu, BMPD bersama BI Gorontalo turut serta dalam pameran yang diselenggarakan oleh Pemda Provinsi Gorontalo dengan menampilkan produk TabunganKu
disamping memperkenalkan produk perbankan lainnya. Beberapa account officer perbankan
Gorontalo difasilitasi oleh BI Gorontalo telah membentuk Financial Advisor (FA). FA secara
rutin melakukan pertemuan (focus group discussion) untuk membicarakan hal-hal terkait
dengan permasalahan perbankan yang ada di Gorontalo seperti perkembangan TabunganKu. Selanjutnya, KBI Gorontalo bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Gorontalo dan Perbankan Gorontalo melakukan sosialisasi Produk Perbankan TabunganKu
dan Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah ke sekolah-sekolah dengan tema BAGOeS (Bank Goes
to School).
Untuk tahap awal, BAGOeS telah dilaksanakan pada 4 SMA pada bulan Juli 2010 lalu. Tujuan akhir kegiatan BAGOeS ini tidak lain adalah selain untuk menanamkan budaya menabung juga memperkenalkan TabunganKu. Dalam kegiatan tersebut, perbankan juga membuka pelayanan perbankan bagi para peserta yang tertarik untuk membuka TabunganKu dapat langsung membuka rekeningnya. Kehadiran perbankan dan BI Gorontalo sesungguhnya sudah dinantikan pihak sekolah. Hal ini terbukti dengan banyaknya antusias dan respon dari pihak sekolah seperti pembukaan rekening TabunganKu oleh siswa dan guru.
0 0.5 1 1.5 2 0 500 1000 1500 2000 2500
Feb Mar Mei Jun
Jumlah rekening TabunganKu Pertumbuhan rekening TabunganKu
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 35 Stabilitas sistem perbankan di Gorontalo meliputi aspek risiko kredit dan risiko pasar relatif terkendali, namun risiko likuiditas perlu mendapat perhatian. Non Performing Loans (NPLs) relatif terjaga berada pada nilai dibawah batas ketentuan BI yaitu dibawah 5%. Sementara itu, aspek penyerapan dana masyarakat perlu menjadi perhatian karena Loan to Deposit Ratio (LDR) berada di ambang „tidak wajar‟ mencapai lebih dari 145% sehingga dapat mengancam ketersediaan likuiditas perbankan. Sedangkan volatilitas kurs diyakini tidak akan berdampak besar terhadap risiko pasar, karena paparan tehadap transaksi valuta asing yang tidak tinggi.
3.2.1 RISIKO KREDIT
Dari indikator kredit non-lancar dan konsentrasi kredit diindikasikan bahwa risiko kredit
tetap terkendali pada level yang rendah. Kredit Non-Lancar atau Non Performing Loans
(NPLs) untuk kredit secara keseluruhan tetap terjaga pada level 2.03% (bruto) lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2.38%. Nilai ini tergolong „baik‟ karena masih
berada di bawah batas maksimal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5% (bruto). Dengan nilai NPL yang relatif terjaga maka terdapat peluang untuk terus meningkatkan kinerja penyaluran kredit. Sementara itu secara sektoral, NPL tertinggi terdapat pada sektor industri sebesar 6.38%. Sedangkan sektor strategis lainnya memiliki tingkat NPL yang relatif rendah seperti pertanian sebesar 2,51%, perdagangan sebesar 3,65%, dan konstruksi sebesar 3.40%.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.8 Perkembangan NPL Grafik 3.9 NPL per Sektor
Konsentrasi kredit di sektor tertentu. Selain NPL, risiko kredit yang stabil-rendah disebabkan
pula oleh komposisi kredit yang disalurkan, dimana kredit konsumsi memiliki pangsa yang dominan sebesar 65%. Selain itu, pangsa terbesar kredit produktif dikucurkan ke sektor
36 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
PHR sebesar 28%. Sektor-sektor produktif lain yang dianggap lebih tinggi tingkat risikonya memiliki pangsa kucuran kredit yang relatif kecil.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.10 Konsentrasi Kredit
3.2.2 RISIKO LIKUIDITAS
Indikator risiko likuiditas yaitu konsentrasi jangka waktu sumber dana dan tingkat Loan
Deposit Ratio menunjukkan risiko likuiditas pada triwulan laporan patut mendapat perhatian. Hal tersebut terlihat dari komposisi dana jangka menengah panjang yang lebih kecil dari dana jangka pendek. Komposisi dana jangka panjang yaitu deposito hanya mencapai 26.25% dari total DPK lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 29,01% dari total DPK. Sementara itu, dana jangka pendek mencapai lebih dari 70% dalam struktur dana pihak ketiga yaitu giro sebesar 19,33% dan tabungan sebesar 54,42%.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.11 Perkembangan Protofolio DPK
Posisi LDR pada triwulan laporan sebesar 152,28% menunjukkan bahwa likuiditas Perbankan Gorontalo sangat ketat. Tingginya LDR menunjukkan bahwa jumlah kredit yang disalurkan jauh melebihi jumlah dana yang dihimpun oleh perbankan. Tentunya hal ini patut
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 37
jumlah besar dapat mengakibatkan ketidakstabilan pada kesehatan perbankan. Sementara itu, perbankan Gorontalo harus lebih meningkatkan kemampuannya dalam menghimpun dana dari masyarakat untuk mengimbangi jumlah kredit yang digelontorkan menuju tingkat LDR yang dinilai optimal berada pada kisaran tidak jauh dari 90%.
Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.12 Perkembangan LDR Perbankan Gorontalo
3.2.3 RISIKO PASAR
Risiko pasar yang dihadapi oleh perbankan dapat dilihat dari kestabilan volatilitas suku bunga dan kurs. Kebijakan Bank Indonesia untuk menetapkan suku bunga acuan yang mendukung sektor rill dengan mempertimbangkan potensi tekanan inflasi ke depan diharapkan dapat meningkatkan penyaluran kredit. Sementara itu, volatilitas kurs diyakini tidak akan berdampak besar terhadap kinerja perbankan Gorontalo, karena paparan terhadap transaksi valuta asing yang tidak tinggi.
Sumber: Bank Indonesia Grafik 3.13 Perkembangan Kurs USD dan BI-Rate
38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
BOX 3 : PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT
DAERAH SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN
UMKM
Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan pilar perekonomian suatu daerah yang dikenal tahan banting. Berdasarkan penelitian “Dampak Krisis Global Terhadap Perekonomian” yang dilakukan oleh Bank Indonesia Gorontalo pada tahun 2009 yang lalu
membuktikan bahwa sebagian besar UMKM tidak terpengaruh terhadap external shock
yang menimpa Indonesia. Kondisi UMKM yang memiliki resistensi yang tinggi terhadap krisis tidak dapat dilepaskan dari besarnya jumlah usaha serta akses pasar yang sebagian besar masih mendominasi lingkup lokal provinsi maupun domestik.
Data Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Gorontalo menunjukkan peningkatan jumlah UMKM dari 51.332 unit usaha pada tahun 2008, menjadi 55.891 unit usaha pada akhir tahun 2009. Strata usaha yang mendominasi jumlah tersebut adalah usaha mikro dengan proporsi 86.3% atau sekitar 48.238 unit usaha, sementara strata usaha kecil dan menengah berturut-turut 7.431 dan 222 unit usaha. Dibalik angka yang sedemikian fantastis, ternyata UMKM tidak terlepas dari berbagai masalah yang
melingkupinya. Penelitian Baseline Economic Survey (BLS) yang dilakukan oleh Bank
Indonesia Manado pada tahun 2007 menunjukkan bahwa secara umum permasalahan yang dihadapi oleh UMKM di Provinsi Gorontalo adalah proses produksi dan pemasaran yang
belum optimal, regulasi/ perizinan yang rumit, jiwa entrepreneurship/ kewirausahaan yang
masih rendah serta akses pembiayaan yang masih belum menjangkau sebagian besar strata usaha.
Diantara beberapa kendala tersebut, rendahnya akses pembiayaan seringkali mengemuka dan membutuhkan jawaban pemecahan tidak hanya di level akademisi, namun juga langkah nyata dalam menyikapi kondisi di lapangan. Perlu keterlibatan dan keberpihakan semua elemen, tidak hanya pemerintah daerah, namun juga perbankan hingga akademisi untuk bersama-sama duduk dan memecahkan masalah ini. Apabila kita mencoba menelisik lebih dalam, telah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah
maupun perbankan dalam upaya penetrasi access to finance. Berbagai skim maupun pola
pembiayan mulai dari dana bergulir hingga produk kredit perbankan telah ditawarkan kepada UMKM berdasarkan strata usahanya. Pembagian strata ini mengacu pada stratifikasi yang disampaikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam sosialisasi Kredit Usaha Rakyat di Kantor Bank Indonesia Surabaya pada tahun 2008.
Beberapa strata usaha menurut klasifikasi Kementerian Koordinator Bidang
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010 39
potensial, feasible dan bankable. Dalam kesempatan ini akan menfokuskan pembahasan
pada strata potensial, feasible namun belum bankable. Strata dimaksud, saat ini menjadi
concern pemerintah dan perbankan melalui skema penjaminan kredit. Pola penjaminan kredit yang menjadi primadona saat ini adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR), dimana penjaminan kredit dilakukan oleh pemerintah melalui perusahaan penjamin kredit (PT Askrindo dan PT Jamkrindo). Dalam perkembangannya, penyaluran Kredit Usaha Rakyat belum memenuhi target yang ditetapkan, sampai-sampai pemerintah harus menaikkan plafon KUR mikro dari Rp5 juta hingga mencapai Rp20 juta per debitur. Belum tercapainya target yang diharapkan pemerintah, salah satunya disebabkan karena perbankan kesulitan
mencari UMKM dengan strata potensial, feasible namun belum bankable tersebut untuk
diberikan kredit/pembiayaan, sementara pemerintah khususnya di daerah tidak dapat melakukan apa-apa.
Untuk menjembatani perbankan dengan UMKM yang feasible namun belum
bankable sesungguhnya pemerintah dapat berperan sebagai fasilitator yang memberikan informasi kredibel mengenai kondisi dunia usaha di daerah. Disamping itu lebih jauh lagi, pemerintah daerah dapat turut andil dalam penguatan intermediasi perbankan melalui pola penjaminan kredit. Pola penjaminan kredit ini kemudian berkembang kelembagaannya menjadi Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah. Pendirian Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah (PPKD) secara nasional diatur dalam peraturan presiden nomor 2 tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.010/2008 tentang Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit. Kegiatan usaha yang dilakukan oleh Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah tidak terbatas pada pemberian jasa penjaminan kredit tunai oleh lembaga keuangan, namun lebih luas lagi, penjaminan diberikan atas PKBL maupun kredit non tunai di luar lembaga keuangan. Jasa konsultasi manajemen bagi UMKM menjadi nilai tambah PPKD disamping penyediaan informasi/database terjamin.
Bentuk badan hukum PPKD dapat berupa Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Daerah, Perusahaan Terbatas atau koperasi. Permodalan PPKD, minimal adalah Rp100 milyar untuk lingkup nasional dan Rp50 milyar untuk lingkup provinsi. Jumlah ini dapat disesuaikan dengan kondisi daerah dimana sumber pembiayaan dapat dimungkinkan dari APBD dalam bentuk modal penyertaan, APBN dalam bentuk dana dekonsentrasi/tugas pembantuan dalam bentuk subsidi atau pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan atau Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang berada dibawah kewenangan Kementerian BUMN.
Mekanisme pendirian PPKD diawali dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atas penggunaan anggaran pemerintah daerah. Selanjutnya PPKD didirikan melalui
40 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN II-2010| BANK INDONESIA
pemberian modal awal dan proses pengawasan yang intensif serta sesuai dengan badan hukum yang telah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Mekanisme kerja PPKD secara sderhana dapat digambarkan dalam skema di bawah ini:
Permohonan kredit yang disampaikan oleh UMKM akan diproses oleh bank. Selanjutnya bank akan mengajukan permohonan penjaminan dan pembayaran premi atas pertanggungan kredit yang akan disalurkannya kepada PPKD. PPKD kemudian memberikan persetujuan pemberian penjaminan dan bank dapat mengeksekusi pencairan kredit yang dimohon UMKM. Manfaat yang dirasakan dari adanya PPKD bagi UMKM, khususnya strata
potensial, feasible namun belum bankable adalah untuk mengisi eligibility gap atau
kesenjangan dalam memenuhi persyaratan pengajuan kredit di bank, Bagi sebagian besar UMKM, persyaratan pengajuan kredit di bank dirasakan berat, apalagi persyaratan
agunan/jaminan. Hal inilah yang menjadi concern pendirian PPKD, dimana penjaminan
kredit dapat diberikan tanpa mensyaratkan agunan maupun aspek legalitas usaha yang terkadang menyulitkan UMKM.
Bagi perbankan, benefit yang dirasakan dari adanya PPKD adalah sebagai upaya mitigasi
risiko, karena dengan adanya PPKD, perbankan tidak menghadapi risiko kredit “sendirian”
namun bersama-sama dengan PPKD selaku penjamin kredit. Risk Sharing juga dapat
dilakukan dalam rangka penanggulangan risiko yang mungkin timbul.
Pemerintah daerah selaku pemangku kebijakan akan merasakan manfaat karena disamping secara`langsung terlibat dalam pembiayaan ekonomi melalui PPKD juga turut serta mendorong terciptanya iklim usaha yang pada`gilirannya akan meningkatkan proses produksi sehingga muara akhir dari proses ini adalah terakselerasinya pertumbuhan ekonomi di daerah.
Meneropong manfaat yang mungkin timbul dari pendirian PPKD di Provinsi Gorontalo, nampaknya semua pihak perlu duduk bersama dan melakukan kontemplasi pemikiran dalam rangka merumuskan formasi pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh UMKM. Pemerintah daerah bersama dengan DPRD dan perbankan perlu mengkaji secara serius kemungkinan-kemungkinan pendirian perusahaan penjaminan kredit dan sumber modal penyertaannya. Tanpa adanya keterlibatan dan keberpihakan semua pihak, mustahil pemberdayaan terhadap sektor usaha mikro, kecil dan menengah dapat terealisir. Sudah saatnya UMKM diberikan kesempatan untuk mengepakkan sayapnya agar`dapat terbang tinggi dan menjelajah angkasa.
PPKD BANK UMKM
Permohonan penjaminan dan
pembayaran premi
Pemberian penjaminan
Pemberian kredit