BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam mencapai keberhasilan perawatan ortodonti, banyak alat penunjang diagnosa yang digunakan oleh klinisi, salah satunya yaitu radiografi sefalometri.1 Radiografi sefalometri yang sering digunakan klinisi dalam perawatan ortodonti adalah sefalogram lateral.2 Analisis sefalometri dapat membantu klinisi dalam menganalisis hubungan skeletal, dental dan jaringan lunak secara akurat sehingga tercipta hasil perawatan ortodonti yang tepat.3,4 Tujuan dari perawatan ortodonti bukan hanya untuk kebutuhan estetis wajah, tetapi juga harus memperhatikan fungsi dan keseimbangan struktur dentokraniofasial.1,5
Pertumbuhan wajah dan kepala seseorang mengikuti sebuah pola yang ditentukan oleh ras, keluarga, dan umur. Ras Kaukasoid, Mongoloid, dan Negroid mempunyai pola wajah yang berbeda. Pola pertumbuhan dapat dibedakan pada kelompok umur dari sisi ras atau keluarga.6Bentuk wajah seseorang adalah hasil perpaduan antara pola dari gen yang berasal dari kedua orang tua dan pengaruh faktor lingkungan, seperti nutrisi, penyakit, dan sebagainya. Gen yang berasal dari orang tua akan mempertahankan pola bentuk wajah yang asli, sedangkan faktor lingkungan dapat mempengaruhi jalannya pertumbuhan sehingga menghasilkan bentuk ukuran struktur fenotip tulang kraniofasial yang berbeda dari pola aslinya, tetapi pengaruh
lingkungan terhadap pola asli selama jalannya pertumbuhan dan perkembangan tidak akan menghilangkan pola asli, dan pola asli akan tetap terlihat setelah anak menjadi dewasa.
Penentuan proporsi wajah adalah salah satu metode untuk mengetahui
proporsi estetika dan keharmonisan wajah. Evaluasi proporsi wajah sangat penting untuk ortodontis dalam menentukan tipe wajah, diagnosis, dan tujuan perawatan.
6,7
4
morfologi yang berbeda-beda.8 Ricketts menyatakan pentingnya meramalkan
proporsi normal wajah karena akan mempengaruhi kesehatan, seperti gangguan sendi temporomandibula dan gangguan pernafasan ataupun gangguan tidur.9 Jefferson menyatakan orang yang memiliki profil dan proporsi wajah yang normal jarang mengalami masalah fisiologis seperti masalah nyeri kraniofasial dan sakit kepala.4
Pasien dengan tipe wajah panjang atau long face syndrome cenderung mengalami masalah hambatan jalan nafas bagian atas dan sering mengalami masalah tidur (sleep apnea).4,7 Selain itu, tipe wajah panjang juga akan mengakibatkan skeletal open bite sehingga terjadi maloklusi serta bibir inkompeten(keadaan bibir terbuka pada waktu istirahat), sedangkan pasien dengan tipe wajah pendek cenderung mengalami masalah nyeri miofasial, nyeri pada sendi temporomandibula dan segi dental akan mengakibatkan deepbite serta maloklusi Klas II divisi 2. 4,7,10
Snodell melakukan evaluasi longitudinal tentang perubahan pertumbuhan dimensi transversal dan vertikal pada pasien yang berusia 4 sampai 20 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan vertikal wajah lebih mendominasi pertumbuhan wajah dibandingkan pertumbuhan wajah dalam arah transversal. Pertumbuhan vertikal wajah meningkat antara 32% - 40% pada pria dan 19% - 20% pada wanita selama pertumbuhan.11
Analisis yang digunakan harus dapat menilai hubungan anteroposterior antara maksila dan mandibula dengan basis kranial, menilai hubungan vertikal antara mandibula dengan basis kranial serta mendiagnosa hubungan fasial-skeletal dengan baik dan akurat. Beberapa metode analisis sefalometri radiografi antara lain
dikemukakan oleh: Downs, Steiner, Ricketts, Tweed, Koski, Schwarz, McNamara dan Jefferson. Menurut Jefferson analisis sefalometri yang ideal harus mudah di -tracing, mudah didiagnosa, efisien, universal (dapat digunakan pada individu siapapun tanpa melihat ras, jenis kelamin dan umur), akurat, dan sesuai dengan
proporsi biologis.
Analisis ini merupakan modifikasi dari analisis Arkial Sassouni. 4
7
kesehatan fisiologis. Jefferson menggunakan panduan busur umur (age vertical arc)
dalam analisis vertikalnya yaitu age 4 vertical arc dan age 18 vertical arc. Pasien yang berusia 18 tahun atau 18 tahun ke atas, distribusi morfologi vertikal skeletal wajah berdasarkan analisis Jefferson mengunakan pengukuran linear yaitu jarak antara age 18 vertical arc terhadap menton. Pasien dikatakan berwajah pendek
apabila menton tidak mencapai age 18vertical arc dengan jarak > 2mm, berwajah panjang apabila menton melewati age 18vertical arc dengan jarak > 2mm dan berwajah normal apabila menton berada pada age 18 vertical arc dengan jarak ± 2 mm.4,7,12
Penelitian mengenai tipe wajah sebelumnya dilakukan oleh Kurnia C dkk (2012), pada 48 mahasiswa etnis Cina (Asiatik Mongoloid) di Maranatha Christian University yang terdiri dari 33 mahasiswi dan 15 mahasiswa. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa etnis Cina mempunyai tipe wajah panjang, sedangkan mahasiswi etnis Cina memiliki tipe wajah normal. Penelitian lain mengenai tipe wajah dilakukan oleh Ukhra M (2012) pada 22 orang mahasiswa dan 22 orang mahasiswi USU ras Deutro-Melayu (Melayu Mongoloid). Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa baik pria maupun wanita memiliki tipe wajah pendek.13
Shetti dkk (2011) melakukan penelitian tentang tipe wajah pada 100 orang mahasiswa India (Kaukasoid) dari Kasturba Medical College di India yang terdiri dari 66 orang mahasiswa dan 34 orang mahasiswi. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tipe wajah yang dominan pada mahasiswa India adalah tipe
wajah normal (36%), sama halnya pada mahasiswi tipe wajah yang dominan adalah tipe wajah normal (32%) dan tipe pendek (32%).14Suku Jawa memiliki ras campuran Austromelanesoid dan Mongoloid dengan ciri-ciri yaitu: bentuk kepala dolikosefalik, tipe wajah panjang, akar hidung dan mandibula lebar namun tidak begitu kokoh serta
Pada penelitian Agrawal D, tentang perbedaan morfologi vertikal wajah pada
orang dewasa populasi Jaipur di India Utara menyimpulkan bahwa populasi Jaipur lebih banyak memiliki tipe wajah pendek dibandingkan dengan populasi India lainnya. Nilai rerata sudut MP-SN perempuan adalah 27,70 sedangkan pada laki-laki 24,60.18 Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Gulati A, dkk pada populasi Malwa
di India menunjukkan bahwa besar sudut MP-SN populasi Malwa lebih kecil dibanding ras Kaukasoid. Hasil dari penelitian mengatakan bahwa populasi Malwa cenderung memiliki tipe wajah pendek dibandingkan dengan Kaukasoid, Jepang, Negro dan Cina.12
Menurut Fischer ada dua kelompok ciri fisik (racial stock) pada masyarakat Indonesia, yaitu Deutro-Melayu dan Proto-Melayu.14 Suku Batak termasuk bagian Proto-Melayu merupakan suku terbesar yang terdapat di Sumatera Utara dengan persentase (44.75%), diikuti Jawa (33.40%), Nias (6.36%), Minang (2.66%), Tionghoa (2.17%), Aceh (0.97%) dan suku lainnya (3.29%).
1.2 Rumusan Masalah
16
Penelitian-penelitian yang dilakukan diatas menunjukkan pentingnya radiografi sefalometri dalam perawatan ortodonti dimana distribusi morfologi vertikal skeletal wajah berbeda untuk setiap ras. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa distribusi tipe vertikal skeletal wajah pada ras-ras di Indonesia khususnya suku Batak belum cukup banyak. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai distribusi morfologi vertikal skeletal wajah dalam dimensi vertikal berdasarkan Jefferson pada suku Batak.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui distribusi tipe vertikal skeletal wajah dengan relasi rahang Klas I, II, III pada pasien Suku Batak di Klinik RSGMP FKG USU berdasarkan analisis Jefferson.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritik
1. Bagi dinas kesehatan, informasi ini digunakan untuk merencanakan program tentang kesehatan gigi dan mulut khususnya mengenai distribusi morfologi vertikal skeletal wajah pasien suku Batak.
2. Memberikan informasi bagi masyarakat umum mengenai distribusi morfologi vertikal skeletal wajah pada suku Batak.
3. Memberikan informasi kepada peneliti dan dokter gigi mengenai analisis Jefferson dalam menganalisis dan mengevaluasi jaringan keras pada foto sefalometri lateral.
4. Sebagai bahan referensi dan informasi tambahan dalam bidang ortodonti mengenai distribusi morfologi vertikal skeletal wajah khususnya pada orang suku Batak.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Sebagai penunjang dalam diagnosa dan penentuan rencana perawatan yang tepat khususnya pada suku Batak.