• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Kepailitan Atas Gugatan-Gugatan Hukum Oleh dan Terhadap Debitur Pailit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akibat Kepailitan Atas Gugatan-Gugatan Hukum Oleh dan Terhadap Debitur Pailit"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

AKIBAT KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PKPU

A. Syarat dan Putusan Pailit

Secara tata bahasa kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit.

kata pailit menandakan ketikmampuan untuk membayar serang debitur atas

utang-utangnya yang telah jatuh tempo atau yang dikenal dalam bahasa Inggris dengan

Banckrupty”. Sedangkan terhadap perusahaan debitur yang berada dalam keadaan tidak membayar utang-utangnya disebut dengan “insolvensi”14

Kepailitan dalam kamus karangan Black Henry Campbell (Black’s Law Dictionary) yang mengatakan bahwa pailit atau Bankrupt adalah “the state or condition of operson (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay it’s debt as they are, or become due”. The term includes the person against whom an involuntary petition has been field a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt. Dari pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut dapat dilihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan “ketidakmampuan untuk membayar”

dari seseorang (debitur) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.15

Pengertian dan batasan pailit dalam UU Kepailitan dan PKPU tidak ditemukan,

hanya pengertian kepailitan yang ada dalam Pasal 1 angka 1 yaitu kepailitan adalah sita

umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan

oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam

14

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op., Cit., hlm. 11

15Ibid

(2)

undang ini. Hal ini menegaskan bahwa kepailitan adalah sita umum bukan sita individual.

Karena itu disyaratkan dalam UU Kepailitan dan PKPU bahwa untuk mengajukan

permohonan pailit, harus memiliki 2 (dua) atau lebih kreditur. Dalam sita umum maka

seluruh harta kekayaan debitur akan berada di bawah penguasaan dan pengurusan

kurator, sehingga debitur tidak memiliki hak untuk mengurus dan menguasai harta

kekayaannya.16

Kreditur terdiri atas kreditur konkuren, kreditur separatis maupun kreditur

preferen. Khusus kreditur separatis maupun kreditur preferen, mereka dapat mengajukan

permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka

miliki terhadap harta debitur dan haknya untuk didahulukan. Bilamana terdapat sindikasi

kreditur maka masing-masing kreditur adalah kreditur sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 1 angka 2 UU Kepailitan dan PKPU.

Dalam UU Kepailitan dan PKPU juga memberikan pengertian tentang kreditur

dan debitur pailit. Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa kreditur adalah orang yang

mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka

pengadilan. Dan dalam Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa debitur adalah orang yang

mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat

ditagih di muka pengadilan. Sementara dalam Pasal 1 angka 4 UU Kepailitan dan PKPU

menyebutkan juuga debitur pailit adalah debitur yang sudah dinyatakan pailit dengan

Putusan Pengadilan.

17

1. Menolak untuk membayar;

Terhadap pengertian “tidak membayar”, menurut Pradjoto adalah:

2. Cidera janji (wanprestasi);

16

Sunarmi, Op.Cit., hlm. 29.

17Ibid.,

(3)

3. Keadaan tidak membayar tidak sama dengan keadaan bahwa kekayaan debitur tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya;

4. Tidak diharuskan bahwa debitur tidak memiliki kemampuan untuk membayar dan memikul seluruh utangnya;

5. Istilah “tidak membayar” harus diartikan sebagai Naar De Letter, yaitu debitur pada saat diajukan permohonan pernyataan pailit telah sama sekali berhenti membayar utangnya.18

Menurut Sutan Remy Sjahdeini bahwa hukum kepailitan bukan mengatur

kepailitan debitur yang tidak membayar kewajibannya kepada salah satu kreditur nya

saja, tetapi debitur harus berada dalam keadaan insolvent.19 Seorang debitur berada dalam keadaan insolvent hanyalah apabila debitur tidak mampu secara financial untuk

membayar utangnya kepada sebagian besar para krediturnya. Seorang debitur tidak dapat

dikatakan telah dalam keadaan insolvent apabila hanya kepada seorang kreditur saja

maka debitur tersebut tidak membayar utangnya, sedangkan kepada kreditur-kreditur

lainnya debitur tetap dapat melaksanakan kewajiban pelunasan utang-utangnya dengan

baik.20

Untuk menyatakan debitur seorang debitur pailit tidak saja oleh karena

ketidakmampuan debitur tersebut untuk membayar utang-utangnya, tetapi juga termasuk

ketidakmampuan debitur tersebut untuk melunasi utang-utang tersebut seperti yang telah

diperjanjian.21 Secara hukum, seorang debitur tidak dapat dikatakan insolvent meskipun asset lebih besar dari utang. Hal ini berpokok pada pangkal dari istilah ‘tidak membayar’

dalam hukum kepailitan di Indonesia.22

18

Pradjoto, ”RUU Kepailitan Ditinjau Dari Aspek Perbankan,” Makalah ini disampaikan dalam Seminar Sosialisasi RUU Tentang Kepailitan oleh BPHN dan Ellips Project, tgl 27-28 Juli 1999 di Jakarta.

19

Sutan Remy Sjahdeini (selanjutnya Sutan Remi Sjahdeni I), “Sejarah Hukum Kepailitan di Indonesia,” Jurnal Hukum Bisnis Vol. 12,( 2002): hlm. 42-48.

20

Sunarmi, Op., Cit., hlm. 33.

21

Ricardo Simanjuntak, “Rancangan Perubahan Undang-Undang Kepailitan Dalam Perspektif Pengacara (Komentar Terhadap Perubahan Undang-Undang Kepailitan)”, Artikel Utama, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 17, Januari 2002, hlm. 6.

22

(4)

Sutan Remy Sjahdeini mengatakan pengertian ‘jatuh tempo’ berbeda dengan

pengertian ‘dapat ditagih’. Utang yang telah jatuh waktu adalah utang yang telah expired

dengan sendirinya adalah ‘utang yang telah dapat ditagih’. Tetapi ‘utang yang telah dapat

ditagih’ belum tentu telah ‘jatuh waktu’. Utang hanyalah waktu. Utang hanyalah ‘jatuh

waktu’ apabila menurut perjanjian kredit atau perjanjian utang-piutang telah sampai

‘jadwal waktunya untuk dilunasi oleh debitur sebagaimana ditentukan dalam perjanjian

itu.23

Ketentuan dalam Pasal 1238 KUHPerdata dapat dijadikan pegangan apabila

debitur tetap tidak membayar utangnya walaupun belum jatuh temo namun telah

diberikan somasi untuk membayar utangnya. Dengan pasal tersebut debitur dapat

ditentukan telah lalai apabila debitur dengan surat somasi tersebut telah dinyatakan lalai

dan di dalam surat tersebut debitur diberi waktu tersebut lewat debitur belum juga

melunasi utangnya maka debitur dianggap telah lalai. Kelalaian tersebut mengakibatkan

utang debitur telah dapat ditagih.

24

Apabila syarat sebagaimana dalam Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU telah

terpenuhi, maka hakim menyatakan bahwa debitur pailit dan bukan dapat menyatakan

pailit. hal ini mengingat ketentuan bahwa prosedut pembuktian yang sumir dalam Pasal 8

ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU. Dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan dengan fakta

atau keadaan yang terbukti secara sederhana adalah adanya fakta dua atau lebih kreditur

dan fakta bahwa utang yang telah jatuh tempo dan tidak dibayar sedangkan perbedaan

23

Sutan Remy Syadeini (selanjutnya disebut Sutan Remy Syadeini II), Hukum Kepailitan: Memahami Faillissementsverordening juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002), hlm. 70.

24

(5)

besarnya jumlah utang yang telah didalilkan oleh Pemohon Pailit dan Termohon Pailit

tidak menghalangi dijatuhkanya putusan pernyataan pailit.25

1. Debitur sendiri;

Pihak yang dapat mengajukan pailit adalah:

2. Seorang atau beberapa orang kreditur (Pasal 2 ayat 1);

3. Kejaksaaan demi kepentingan hukum (Pasal 2 ayat 2);

4. Bank Indonesia dalam hal menyangkut debitur yang merupakan bank (Pasal 2 ayat 3);

5. Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal menyangkut debitur yang merupakan

Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring Dan Penjaminan, Lembaga

Penyimpanan Dan Penyelesaian (Pasal 2 ayat 4)

6. Menteri Keuangan dalam hal debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan

Reasuransi, Dana Pensun, atau BUMN yang bergerak di bidang kepentungan publik

(Pasal 2 ayat 5)

Pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit menurut UU Kepailitan dan PKPU

adalah:

1. Orang perorangan

2. Perserikatan-perserikatan atau perkumpulan-perkumpulan yang bukan badan hukum

seperti maatschap, firma, dan perkumpulan komanditer.

3. Perseroan-perseroan atau perkumpulan-perkumpulan yang berbadan hukum seperti

Perseroan Terbata (PT), Koperasi dan Yayasan,

4. Balai Harta Peninggalan.

Untuk dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debitur harus sesuai dan

memeuhi syarat kepailitan menurut peraturan perundang-undangan. Esensi kepailitan

(6)

adalah debitur telah berhenti dan tidak mampu lagi membayar utang-utangnya. Artinya

debitur tidak melaksanakan kewajiban membayar utang-utangnya yang telah dapat

ditagih, lalu oleh pengadilan, debitur dinyatakan pailit. Seluruh harta debitur pailit berada

dalam sitaan umum untuk dijual oleh kurator. Hasil penjualan itu dibayarkan kepada

krediturnya secara proporsional.

Syarat permohonan pailit dalam Pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU terdiri

atas:

1. Ada utang;

Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah

uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik secara langsung

maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontijen, yang timbul karena perjanjian

atau undang-undang dan wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi

hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.

Secara normatif, makna utang di sinni sangat luas. Utang yang terjadi bukan

hanya karena perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit saja, tetapi juga kewajiban

membayar sejumlah uang yang timbul dari perjanjian lainnya, antara lain seperti

perjanjian sewa-menyewa, perjanjian jual beli, perjanjian pemborongan, perjanjian

tukar-menukar, perjanjian sewa-beli, dan lain-lain. Demikian juga halnya kewajiban membayar

sejumlah uang yang timbul karena undang-undang adalah utang. Misalnya pajak yang

belum dibayar kepada negara adalah utang. Selain itu, kewajiban membayar uang

berdasarkan putusan pepngadilan termasuk putusan badan arbitrase yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap termasuk juga utang.26

2. Utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih

26

(7)

Utang yang telah jatuh tempo, dapat terjadi karena beberapa hal, pertama, jatuh tempo biasa, yakni jatuh tempo sebagaimana yang disepakati bersama antar kreditur dan

debitur dalam perjanjian kredit; kedua, jatuh tempo yang dipercepat, yakni jatuh tempo yang mendahului jatuh tempo biasas karena debitur melanggar isi perjanjian, sehingga

pernagihannya diakselerasi. Debitur diwajibkan mencicil utangnya setiap bulan termasuk

bunga dan biaya-biaya lainnya. Apabila debitur tidak membayar angsuran cicilan

kreditnya tiga bulan berturut-turut, maka jatuh tempo dapat dipercepat; ketiga, jatuh tempo karena pengenaan sanksi/denda oleh instansi yang berwenang; keempat, jatuh tempo karena putusan pengadilan atau putusan badan arbitrase. Berdasarkan kebiasaan

yang berlaku di antara debitur dan kreditur, atau dapat juga dipakai sebagai dasar jatuh

tempo surat tegoran atau somasi.27

Tidak semua utang dapat ditagih. Utang yang dapat ditagih adalah utang yang

legal. Utang yang timbul berdasarkan perjanjian atau undang-undang. Bukan utang yang

illegal utang yang timbul dengan cara melawan hukum tidak dapat ditagih melalui

mekanisme dan prosedur hukum kepailitan.

28

3. Ada dua atau lebih kreditur

Untuk dapat mengajukan permohonan pailit harus ada dua atau lebih kreditur.

Jika unsur ini tidak dapat dibuktikan, maka permohonan pailit ditolak. Untuk

membuktikan adanya dua atau lebih kreditur, cukup dengan meminta daftar kreditur

misalnya dari bank atau dari kantor pajak. Bilamana ada sindikasi kreditur maka unsur

27

Ibid., hlm. 92.

28 Ibid.,

(8)

dua atau lebih kreditur, masing-masing kreditur sendiri dan setiap kreditur dapat

mengajukan permohonan pailit.29

4. Debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang.

Pasal 2 ayat 1 UU kepailitan dan PKPU tidak mengharuskan debitur tidak mampu

membayar utang-utangnyya. Yang disyaratkan adalah debitur yang mempunyai dua atau

lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan

dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.

Dengan demikian, bisa saja debitur mempunyai harta yang jauh lebih besar atau

lebih banyak daripada utang-utangnya, tetapi debitur dapat dipailitkan karena tidak mau

membayar lunas satu utang. Dengan perkataan lain, debitur bukan tidak mampu,

melainkan tidak mau membayar utangnya. Jadi ada transformasi nilai dari

ketidakmampuan (secara hukum) keketidakmauan (secara moral). Dari norma hukum

yang menyatakan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak

membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih,

dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. Terbukti bahwa hukum kepailitan Indonesia

memberikan perlindungan hukum yang seimbang, baik kepada kreditur maupun kepada

debitur. Debitur tidak bisa semena-mena mengabaikan kewajibannya kepada kreditur

lain, khususnya kreditur yang jumlah utangnya kecil. Debitur wajib memperhatikan

semua kepentingan kreditur secara proporsional dan adil.30

Untuk membuktikan empat syarat permohonan pailit tersebut,dibuktikan dengan

sederhana yang diatur dalam Pasal 8 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU artinya apabila

dalam persidangan, fakta atau keadaan yang menjadi syarat permohonan pailit telah

29

Ibid., hlm. 94.

30Ibid.,

(9)

terpenuhi, maka permohonan pailit harus dikabulkan dan debitur dinyatkaan pailit. dalam

praktik untuk membuktikan empat syarat permohonan pailit, alat buktinya cukup dengan

alat bukti surat sebagaimana diatur dalam Pasal 1867 KUHPerdata. Tidak perlu memakai

atau dilengkapi dengan alat bukti lain seperti, saksi, persangkaan, pengakuan, dan

sumpah sebagaimana diatur dalam Pasal 164 HIR, yang lazim digunakan dlam perkara

gugatan perdata.

Pembuktian sederhana tersebut, adalah adanya fakta dua atau lebih. Kreditur dan

fakta utang uang telah jatuh tempo dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan jumlah utang

yang didalilkan oleh pemohon palit dan termohon pailit tidak menjadi halangan untuk

dinyatakannya pailit. keadaan tidak mau dan tidak mampu membayar itu diucapkan

apabila secara sederhana terbukti ada peristiwa atau keadaan yang menunjukkan bahwa

keadaan tidak mau atau tidak mampu membayar itu ada. Kendatipun sistem pembuktian

perkara kepailitan sederhana namun integritas dan kapasitas dari hakim karena

jabatannya apabila memeriksa dan memutus perkara kepailitan sangatlah menentukan.31

Putusan pailit adalah putasan yang diucapkan dalam sudang terbuka untuk umum

yang bertujuan untuk mengakhiri suatu perkara serta memberikan kebenaran dan keadilan

ats perkara dimaksud. Dalam putusan akhir tersebut ditunjuk seorang hakim pengawas

dari Hakim Niaga dan diangkat seorang atau lebih kurator untuk mengurus dan

membereskan asset debitur pailit. putusan pailit ducapkan dalam sidang terbuka untuk

umum 60 hari dihitung sejak permohonan pailit didaftarkan. Putusan pailit diumumkan

dalam Berita Negara RI dan dua surat kabar harian. 32

31

Ibid., hlm. 98.

32

(10)

Putusan pailit berlaku serta merta. Artinya putusan tersebut segera dapat

dilaksanakan atau dieksekusi oleh kurator waaupun terhadap putusan itu duajukan upaya

hukum lanjutan (kasasi) hal ini ditegaskan dalam Pasal 8 UU Kepailitan dan PKPU.

Putusan pailit dihitung berlaku sejak pukul 00.00 waktu setempat. Berdasarkan Pasal 15

ayat 4 dan Pasal 17 ayat 1 UU Kepailitn dan PKPU, kurator berkewajiban

mengumumkan putusan pailit di Berita Negara RI dan paling sedikit di dua surat kabar

harian yang berskala nasional dan lokal, yang ditetapkan hakim pengawas. Pengumuman

tersebut mengenai ikhtisar putusan pernyataan pailit yang memuat:

1. Nama, alamat, dan pekerjaan debitur;

2. Nama hakim pengawas;

3. Nama dan alamat kurator;

4. Nama, alamat dan pekerjaan anggota panitia kreditur sementara, apabila telah

ditunjuk;

5. Tempat dan waktu penyelenggaraan rapat kreditur pertama.

Maksud pengumuman putusan pailit adalah sebagai bentuk pemenuhan asas

publisitas dari keadaan tidak mampu membayar debitur. dengan pengumuman itu, maka

kreditur dan/atau pihak lain yang berkepentingan dengan debitur an hartanya, tidak dapat

mengajukan keberatan bahwa mereka tidak mengetahui keadaan pailit dari debitur.33

B. Prosedur Permohonan Pailit

Setelah terpenuhi persyaratan pailit, maka langkah selanjutnya yang akan

ditempuh adalah prosedur permohonan pailit. UU Kepailitan dan PKPU membentuk

suatu peradilan khusus yang berwenang menangani perkara kepailitan yaitu pengadilan

33Ibid.,

(11)

Niaga. Pembentukan peradilan khusus ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah

kepailitan secara cepat dan efektif. Proses permohonan putusan pernyataan pailit diatur

dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11 UU Kepailitan dan PKPU dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Pendaftaran permohonan kepailitan

Permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan atas permintaan seorang atau

lebih para subjek pemohon yang berwenang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU

Kepailitan dan PKPU. Permohonan ini ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga yang

daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitur. Hal ini diatur dalam

Pasal 3 UU Kepailitan dan PKPU tentang kompetensi relatif Pengadilan Niaga, yaitu:

a. Dalam hal debitur telah meninggalkan wilayah Negara RI, pengadilan yang

berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah

pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir

debitur.

b. Apabila debitur adalah persero atau firma, pengadilan yang daerah hukumnya

meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut juga berwenang memutuskan.

c. Bagi debitur yang tidak berkedudukan di wilayah Negara RI tetapi menjalankan

profesi atau usahanya dii wilayah negara RI, pengadilan yang berwenang

memutuskan adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat

kedudukan atau kantor pusat debitur menjalankan profesi usahanya di wilayah

(12)

d. Dalam hal debitur merupakan badan hukum, tempat kedudukan hukumnya adalah

sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya. Pemohon juga harus

menyertakan berkas-berkas yang menjadi syarat-syarat pengajuan.

Setelah menerima pendaftaran tersebut Panitera Pengadilan kemudian

mendaftarkan pemohonan pernyataan kepailitan pada tanggal permohonan dan kepada

pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang

berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran. Hal yang perlu diingat

oleh pemohon ialah bahwa permohonan pernyataan pailit yang diajukan diri sendiri oleh

kreditur ataupun debitur sendiri wajib memakai advokat yang memiliki ijin praktik

beracara. Namun, apabila permohonan pernyataan pailit diajukan oleh BI,

BAPEPAM-LK, Menkeu, tidak diperlukan advokat. Adapun dasar yang menjadi pertimbangan

ketentuan tersebut adalah bahwa di dalam suatu proses kepailitan dimana memerlukan

pengetahuan tentang hukum dan kecakapan teknis, perlu kedua pihak yang bersengketa

dibantu oleh seseorang atau beberapa ahli yang memiliki kemampuan teknis, agar segala

sesuatunya berjalan dengan layak dan wajar.

2. Penyampaian kepada Ketua Pengadilan

Berkas permohonan yang diterima oleh panitera muda perdata dapat dibuatkan

tanda terima sementara, berup formulir yang diisi nomor permohonan, tanggal

penyerahan permohonan, nama penasehat hukum yang menyerahkan, nama pemohon,

tanggal kembali ke pengadilan, dalam hal berkas perkara belum selesai diteliti.

Pemeriksan persyaratan serta kelengkapan permohonan dilakukan dengan cara

memberikan tanda pada formulir sehingga apabila ada kekurangan langsung dapat

(13)

dengan dijelaskan supaya melengkapi surat-surat sesuai dengan kekurangan yang

tercantum dalam formulir kelengkapan berkas permohonan. Berkas perkara yang telah

lengkap dibuatkan SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) dalam rangkap tiga, lembar

pertama untuk pemohon, kedua untuk dilampirkan dalam berkas permohonan, dan ketiga

untuk kasir.

Biaya perkara di Pengadilan Niaga bersarnya ditentukan sesuai dengan Surat

Keputusan Ketua Pengadilan Niaga. Panjar biaya perkara dibayar kepada kasir, kasir

setela menerima pembayaran menandatangani, membubuhkan cap stempel lunas pada

SKUM dan sekaligus mencantumkan nomor perkara baik pada SKUM maupun pada

lembar pertama surat permohonan; setelah proses pembayaran panjar biaya perkara

selesai, petugas mencatat data-data dan member nomor perkara. Cara menentukan nomor

perkara didasarkan pada tata urutan penerimaan panjar biaya perkara. Untuk menentukan

nomor perkara kasasi dan perkara peninjauan kembali digunakan nomor perkara awal;

panitera selanjutnya paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan

harus menyampaikan permohonan tersebut kepada ketua pengadilan sebagaimana diatur

dalam Pasal 6 ayat 4 UU Kepailitan dan PKPU.

3. Penetapan hari sidang

Berdasarkan Pasal 6 ayat 5 UU Kepailitan dan PKPU, pengadila paling lambat 3

(tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan wajib mempelajari

permohonan dan menetapkan hari sidang.

4. Sidang pemeriksaan

Sidang pertama pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan

(14)

didaftarkan. Menurut Pasal 6 ayat 7 UU Kepailitan dan PKPU, pengadilan dapat

menunda penyelenggaran sidang tersebut sampai dengan paling lambar 25 hari setelah

tanggal permohonan didaftarkan. Penundaan ini atas permohonan debitur dan harus

disertai alasan yang cukup. Pada sidang pemeriksaan tersebut pengadilan wajib

memanggil debitur, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Kreditur,

kejaksaan, BI, BAPEPAM-LK atau Menkeu, sedangkan apabila permohonan diajukan

oleh debitur pengadilan dapat memanggil kreditur. Hal ini dilakukan jika terdapat

keraguan bahwa pernyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2 ayat 1 telah terpenuhi atau tidak. Pemanggilan oleh pengadilan ini dilakukan paling

lambat 7 hari sebelum sidang pertama pemeriksaan dilaksanakan. Sidang ini selanjutnya

berjalan sebagaimana proses beracara perdata biasa. Hanya saja proses beracara

Pengadilan Niaga hanya berlaku dengan tulisan dan surat. Acara dengan surat berarti

bahwa pemeriksaan perkara pada pokoknya berjalan dengan tulisan. Akan tetapi, kedua

belah pihak mendapat kesempatan juga untuk menerangkan kedudukannya dengan lisan.

Dalam persidangan ini pemohon harus hadir, apabila dalam sidang pertama pemohon

tidak hadir, padahal panggilan telah disampaikan secara sah (patut), maka perkara

dinyatakan gugur. Apabila pemohon menghendaki, dapat mengajukannya lagi sebagai

perkara baru. Jika termohon tidak datang dan tidak ada bukti bahwa pemanggilan telah

disampaikan kepada termohon maka sidang harus diundur dan pengadilan harus

melakukan panggilan lagi kepada termohon. Selama putusan atas permohonan pernyataan

pailit belum diucapkan, setiap kreditur, kejaksaan, BI, BAPEPAM atau Menkeu dapat

(15)

a. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitur atau

b. Menunjuk kurator sementara untuk mengawasi

1) Pengelolaan usaha kreditur; dan

2) Pembayaran kepada debitur, penagihan atau pengagunan kekayaan debitur

yang dalam mengabulkan permohon tersebut apabila hal tersebut diperlukan

guna melindungi kepentingan kreditur.

Ratio legis dari norma ini adalah agar dalam proses kepailitan sebelum putusan

dijatuhkan harta yang dimiliki debitur pailit tidak dialihkan atau ditransaksikan sehingga

kemungkinan jika dialihkan atau ditransaksikan bisa merugikan kreditur nantinya. Dalam

hukum kepailitan memang dikenal instrument hukum yang namanya actio pauliana, yakni suatu gugatan pembatalan ats transaksi yang dilakukan oleh debitur pailit yang

merugikan kreditur. Namun, instrument ini jauh lebih rumit dan dalam praktik belum ada

pernah gugatan action pauliana yang dikabulkan hakim. 5. Putusan Hakim

Menurut Pasal 8 ayat 5, putusan pengadilan atas permohonan pernyataan pailit

harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit

didaftarkan. Inilah yang membedakan antara Pengadilan Niaga dan Pengadilan Umum

dimana hakim diberi batasan waktu untuk menyelesaikan perkara. Putusan atas

permohonan pernyataan pailit diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.

Majelis hakim dalam menjatuhkan putusan harus memuat pasal tertentu dari peraturan

perundang-undangan yang bersangkutan dan/atau sumber hukum tak tertulis yang

(16)

dari hakim anggota atau ketua majelis. Secara umum isi sistematika putusan juga sama

dengan putusan pada perkara perdata yang meliputi:

a. Nomor putusan

b. Kepala putusan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

c. Identitas pemohon pailit dengan kuasa hukumnya, serta termohon pailit dan kuasa

hukumnya.

d. Tentang duduk perkaranya

e. Tentang pertimbangan hukumnya

f. Amar putusan

g. Tanda tangan majelis hakim dan panitera

Perlu diketahui putusan pernyataan palit dapat dilaksanakan lebih dahulu,

meskipun terhadap putusan tersebut masih diajukan upaya hukum atau putusan tersebut

bersifat serta merta.

C. Akibat Hukum Putusan Pailit

Suatu Putusan Pailit banyak menimbulkan berbagai konsekuensi hukum baik bagi

debitur pailit, para kreditur maupun pihak ketiga. Konsekuensi hukum atau akibat-akibat

hukum berlaku kepada debitur dengan dua mode perlakuan, yaitu :

1. Berlaku demi hukum.

Ada beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum (by the operation of law)

segera setelah pernyataan pailit dinyatakan atau setelah pernyataan pailit mempunyai

hukum tetap, ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Dalam hal ini, Pengadilan Niaga,

(17)

tidak dapat memberikan andil secara langsung untuk terjadinya akibat yuridis tersebut.

Misal, dalam Pasal 93 UU Kepailitan dan PKPU disebutkan, larangan bagi debitur pailit

untuk meninggalkan tempat tinggalnya (cekal), sungguhpun dalam hal ini pihak hakim

pengawas masih mungkin memberi izin bagi debitur pailit untuk meninggalkan tempat

tinggalnya.

2. Berlaku secara Rule of Reason.

Untuk akibat-akibat hukum tertentu dari kepailitan berlaku rule of reason, adalah bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku, akan tetapi baru berlaku jika

diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu, setelah mepunyai alasan yang wajar untuk

diberlakukan. Pihak-pihak yang mesti mempertimbangkan berlakunya akibat-akibat

hukum tertentu tersebut. Misal, kurator, Pengadilan Niaga, hakim pengawas, dan

lain-lain.34

Secara umum kepailitan mengakibatkan debitur yang dinyatakan pailit kehilangan

segala “hak perdata” untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah

dimasukkan kedalam harta pailit. “Pembekuan” hak perdata ini diberlakukan oleh Pasal

22 UU Kepailitan dan PKPU terhitung sejak saat keputusan pernyataan pailit diucapkan.

Hal ini juga berlaku suami atau istri dari debitur pailit yang kawin dalam persatuan harta

kekayaan.35

Hak debitur untuk melakukan segala sesuatu tindakan hukum yang berkenan

dengan kekayaannya sebelum pernyataan pailit harus dihormati. Namun keadaan ini akan

berubah ketika debitur dinyatakan pailit oleh putusan Pengadilan Niaga, maka debitur

demi hukum kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya. Dan

34

Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 65-66.

35

(18)

terhitung sejak putusan pailit diucapkan maka kewenangan debitur untuk mengurus harta

kekayaan beralih kepada kurator.

Semenjak pengadilan mengucapkan keputusan kepailitan dalam sidang yang

terbuka untuk umum terhadap debitur, maka hak dan kewajiban si pailit beralih kepada

kurator untuk mengurus dan menguasai boedelnya. Akan tetapi si pailit masih berhak

melakukan tindakan-tindakan atas harta kekayaannya, sepanjang itu tidak membawa atau

memberikan keuntungan atau manfaat bagi boedelnya. Sebaliknya tindakan yang tidak

memberikan mamfaat bagi boedel, tidak mengikat hartatersebut.36

Sebagai konsekuensi dari ketentuan Pasal 22 UU kepailian dan PKPU, maka

semua perikatan antara debitur yang dinyatakan pailit dengan pihak ketiga yang

dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat dibayar dari harta pailit,

kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit.37

a. Kekayaan debitur pailit yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum atas

harta para pihak yang dinyatakan pailit.

Secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut:

b. Kepailitan semata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi

debitur pailit. misalnya seorang tetap melangsungkan pernikahan meskpun ia

telah dinyatakan pailit.

c. Debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai

kekayaannya yang termasuk harta pailit, sejak hari keputusan pailit diucapkan.

d. Segala perikatan debitur yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan tidak dapat

dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit.

36

Republik Indonesia, Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, Pasal 19 dan 22.

37Ibid.,

(19)

e. Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua para kreditur

dan debitur dan hakim pengawas memimpin dan mneguasai pelaksanaan jalannya

kepailitan.38

Adapun akibat-akibat kepailitan yang diatur dalam UU Kepailitan dan PKPU

antara lain:

1. Akibat hukum kepailitan bagi debitur pailit dan hartanya

Akibat kepailitan hanyalah terdapat kekayaan debitur, dimana debitur tidaklah

berada dibawah pengampuan. Debitur tidaklah kehilangan kemampuannya untuk

melakukan perbuatan hukum menyangkut dirinya, kecuali apabila perbuatan hukum

tersebut menyangkut pengurusan dan pengalihan harta bendanya yang telah ada. Apabila

menyangkut harta benda yang akan diperolehnya, debitur tetap dapat melakukan

perbuatan hukum menerima harta benda yang akan diperolehnya itu kemudian menjadi

bagian dari harta pailitnya.39

Dengan pernyataan pailit, debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk

menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimaksudkan dengan kepailitan, terhitung

sejak tanggal kepailitan itu, termasuk juga untuk kepentingan perhitungan hari

pernyataannya itu sendiri.40

Untuk kepentingan harta pailit , semua perbuatan hukum debitur yang dilakukan

sebelum pernyataan pailit ditetapkan, yang merugikan dapat dimintakan pembatalannya.

Pembatalannya tersebut hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa debitur

38

Sutan Remi Sjahdeini II, Op., Cit., hlm. 225-256.

39

Sutan Remy Sjahdeini II, Op., Cit., hlm. 257.

40

(20)

dan dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan tersebut

merugikan kreditur.41

2. Akibat hukum kepailitan terhadap perikatan-perikatan yang telah dibuat oleh debitur

sebelum pernyataan pailit diucapkan

a. Perikatan sepihak dan perikatan timbal balik

Menurut Pasal 26 UU Kepailitan dan PKPU, apabila pada saat putusan pernyataan

pailit ditetapkan terhadap perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian

dipenuhi, maka pihak dengan siapa debitur mengadakan perjanjian tersebut dapat

meminta kepada kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan

perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh kurator dan pihak tersebut.

Apabila dalam jangka waktu yang telah disepakati oleh kurator dan kreditur atau

dalam jangka waktu yang telah ditetapkan oleh hakim pengawas untuk melanjutkan

pelaksanaan perjanjian, namun kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia

melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka perjanjian berakhir dan pihak yang

telah membuat perjanjian dengan debitur, dapat menuntut ganti rugi dan akan

diperlakukan sebagai kreditur konkuren.

Sebaliknya apabila kurator menyatakan kesanggupan, maka pihak kreditur dengan

siapa ia telah membuat perjanjian dengan debitur, dapat minta kurator untuk memberikan

jaminan atas kesanggupannya melaksanakan perjanjian tersebut.42

b. Pembatalan dan batal demi hukum

Perikatan-perikatan yang sedang berlangsung atau terdapat satu atau lebih

kewajiban yang belum dilaksanakan oleh debitur pailit, sedang putusan pernyataan pailit

41

Rudi A. Lontoh, Penyelesaian Utang-piutang (Bandung: Alumni, 2001)

42

Bernadette Waluyo, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(21)

telah diucapkan, maka demi hukum perikatan tersebut berakhir, kecuali jika menurut

pertimbangan kurator masih dapat dipenuhi dari harta pailit.43

Untuk dapat membatalkan suatu perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh

debitur pailit dengan pihak ketiga sebelum pernyataan pailit diucapkan, yang merugikan

harta pailit, UU Kepailitan dan PKPU mensyaratkan bahwa pembatalan terhadap

perbuatan hukum tersebut hanya dimungkinkan jika dapat dibuktikan pada saat perbuatan

hukum (yang merugikan) tersebut dilakukan debitur dan pihak dengan siapa perbuatan

hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan hukum terssebut akan mengakibatkan

kerugian bagi kreditur. Kecuali perbuatan tersebut adalah suatu perbuatan hukum yang

wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan atau undang-undang.44

Undang-Undang Kepailitan dan PKPU memberikan hak kepada pihak kreditur

dan atau pihak-pihak lainnya yang berkepentingan untuk memintakan permohonan

pembatalan atas perbuatan-perbuatan hukum debitur pailit, yang dilakukan sebelum

putusan pernyataan pailit diucapkan, yang bersifat merugikan, baik harta pailit secara

keseluruhan maupun terhadap kreditur konkuren tertentu.45

3. Akibat hukum kepailitan bagi kreditur

Pada dasarnya kedudukan para kreditur adalah sama (paritas creditorum).

Oleh karena itu, mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi hartapailit sesuai

dengan besarnya tagihan mereka masing-masing (pari passu prorate parte). Asas tersebut mengenal pengecualian yaitu golongan kreditur yang memegang hak agunan atas

kebendaan dan golongan kreditur yang haknya didahulukan berdasarkan UU Kepailitan

43

Gunawan Widjaya, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 89.

44

Ibid., hlm. 90.

45

(22)

dan PKPU serta peraturan perundangan lainnya. Dengan demikian, asas paritas creditorum berlaku bagi para kreditur konkuren saja.46

Lembaga penangguhan pelaksanaan hak kreditur separatis untuk memungkinkan

kurator mengurus harta pailit secara teratur untuk kepentingan semua pihak yang

tersangkut dalam kepailitan, termasuk kemungkinan tercapainya perdamaian atau untuk

memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit. Penangguhan eksekusi tersebut

tidak berlaku terhadap tagihan kreditur yang dijamin dengan uang tunai dan hak kreditur

untuk memperjumpakan utang.47

4. Akibat hukum kepailitan terhadap eksekusi atas harta kekayaan debitur pailit

Menurut Pasal 31 UU Kepailitan dan PKPU, putusan pernyataan pailit

mempunyai akibat, bahwa segala putusan hakim menyangkut setiap bagian harta

kekayaan debitur yang telah diadakan sebelum diputuskannya pernyataan pailit harus

segera dihentikan dan sejak saat yang sama pula tidak satu putusan pun mengenai

hukuman paksaan badan dapat dilaksanakan. Segala putusan mengenai penyitaan, baik

yang sudah maupun yang belum dilaksanakan, dibatalkan demi hukum, bila dianggap

perlu, hakim pengawas dapat menegaskan hal itu dengan memerintahkan pencoretan.

Dalam pasal tersebut dapat dilihat bahwa setelah ada pernyataan pailit, semua

putusan hakim mengenai suatu bagian kekayaan debitur apakah penyitaan atau penjualan,

menjadi terhenti. Semua sita jaminan maupun sita eksekutorial menjadi gugur, bahkan

sekalipun pelaksanaan putusan hakim sudah dimulai, maka pelaksanaan itu harus

dihentikan.

46

Ibid., hlm. 193.

47

(23)

Menurut Pasal 33 UU Kepailitan dan PKPU, apabila hari pelelangan untuk

memenuhi putusan hakim sudah ditetapkan, kurator atas kuasa hakim pengawas dapat

melanjutkan pelelangan barang tersebut dan hasilnya masuk dalam harta pailit.

5. Akibat hukum kepailitan terhadap barang jaminan

Setiap kreditur yang memegang hak tanggungan, hak gadai atau hak agunan atas

kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.

Dalam berlangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hukum untuk

mempeoleh pelunasan atau suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang peradilan,

dan baik kreditur maupun pihak ketiga dimaksud dilarang mengeksekusi atau

memohonkan sita atas barang yang menjadi agunan.48

6. Akibat hukum kepailitan terhadap status hukum si pailit.

Tentang masa status atau kedudukan hukum si pailit setelah berakhirnya

pemberesan yang dilaksankan oleh Balai Harta Peninggalan. Adapun status atau keadaan

hukum si pailit disini dimaksudkan adalah gambaran tentang hak dan kewajiban si pailit

setelah berakhirnya pemberesan. Dalam hal ini pengertian pemberesan adalah tidak selalu

berarti bahwa para kreditur telah memperoleh kembali piutang mereka secaraa penuh

seratus persen. Bilamana terjadi bahwa piutangnya para kreditur masih tersisa, maka sisa

tersebut tetap merupakan tagihan yang harus dilunasi oleh seorang pailit, dan kreditur

tersebut berhak menuntutnya.

Sebaliknya apabila dalam kesempatan membicarakan daftar pembagian penutup si

debitur (yang berpiutang) dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri

supaya terhadapnya tidak boleh dikenakan paksaan badan mengenai hutang-hutang yang

terbit sebelum pernyataan pailit berdasarkan jatuhnya dalam kepailitan diluar

48

(24)

kesalahannya atau karena alasan-alasan lain yang penting. Terhadap keputusan

Pengadilan Negeri dalam hal ini tidak dapat diajukan banding, dan keputusan ini dapat

dijalankan atas surat asli.

Berdasarkan pada uraian-uraian diatas jelaslah bahwa meskipun seseorang telah

dinyatakan pailit, orang tersebut masih mendapat perlindungan hukum. Dengan perkataan

lain bahwa seseorang dinyatakan paiit masih dapat bertindak bilamana suatu tindakan

yang ditujukan kepadanya akan mengakibatkan kerugian morilnya. Disamping itu pula,

hal-hal yang membawa keuntungan bagi harta hartamasih dapat dilakukan oleh si pailit,

karena dengan keuntungan yang diperoleh tersebut diharapkan dapat melunasi

hutang-hutangnya yang sekaligus mempercepat proses pailit berakhir, dan selanjutnya

pengembalian hak untuk mengurus harta kekayaan sendiri sebagaimana sebelum adanya

pernyataan pailit.49

49

Victor Situmorang dan Henry Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia (Jakarta: PT. Rinekka Cipta, 1994), hlm. 99.

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap kedua dilakukan wawancara kepada siswa dan guru untuk memverifikasi temuan hasil tes dan mengungkap faktor yang mungkin menjadi penyebab miskonsepsi

Tujuan dari penelitian ini adalah mengadopsi model pengukuran kinerja rantai pasok di konstruksi yang berkelanjutan dari SCOR 12.0.. Metode penelitian dengan mengadopsi

P3KM (Kepala Pusat Penelitian) Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung. 63 Kepala Pusat Penelitian

bahwa dalam rangka pelaksanaan kewenangan Menteri Negara Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 22 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Guru memberikan penguatan terhadap hasil diskusi peserta didik, kemudian menjelaskan kembali makna yang terkandung dalam peristiwa bencana alam

Berdasarkan uraian diatas, untuk mengetahui lebih dalam proses pembel- ajaran SBK, baik seni rupa dan keterampilan maupun seni musik di kelas V SD Singapore

Dimana dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian yaitu agroindustri dodol buah naga di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo yang merupakan

Dalam antisipasi anomali iklim, diperlukan langkah-langkah strategis seperti: mengefektifkan informasi prakiraan iklim dan teknik menghadapinya, memanfaatkan peta