1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam bahasa Inggris adalah
Classroom Action Research (CAR) merupakan sebuah kegiatan penelitian
yang dilakukan dikelas. Terdapat tiga kata dalam penelitian tindakan kelas
yaitu penelitian, tindakan, dan kelas.
a. Penelitian, penelitian menunjukkan pada suatu kegiatan mencermati
sesuatu objek dengan menggunakan cara atau aturan metodologi
tertentu untuk memperoleh data atau informadi yang bermanfaat dalam
meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi
peneliti
b. Tindakan, tindakan menunjukkan pada suatu gerak kegiatan yang
sengaja dilakukan dalam tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk
rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.
c. Kelas adalah sekelompok siswa dalam waktu yang sama, menerima
pelajaran yang sama dari guru yang sama juga.
Maka dapat diartikan bahwa penelitian tindakan kelas (classroom
action research) adalah penelitian yang dilakukan guru ke kelas atau
disekolah tempat ia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan
atau peningkatan proses dan praksis pembelajaran. Ciri terpenting dalam
2
untuk memecahkan masalah sekaligus mencari dukungan
ilmiahnya.(Suharsimi Arikunto, 2014: 134-135)
Penelitian tindakan kelas perlu dilakukan oleh guru mengingat
penelitian sistematis yang mereka laksanakan merupakan karakteristik
seseorang yang memiliki label „profesional‟. Sebagai seorang guru
hendaknya memiliki otonomi untuk mengembangkan profesionalitasnya
tanpa diminta dan dijelaskan apa yang seharusnya dikerjakan. Secara
profesional guru tidak bergantung pada peneliti atau inovator atau
supervisor, tetapi bukan berarti bahwa guru menolak nasihat atau gagasan
orang lain yang tidak fungsional sehingga dijadikan subjek bagi
pengembangan profesionalitas guru sebab hanya guru yang memiliki
kesempatan terbaik untuk menciptakan pengajaran yang baik. (David
Hopkins, 2011: 69-70)
Menurut Stenhouse, 1975 dalam David Hopkins, terdapat
hubungan antara penelitian kelas dengan pengajaran dan kurikulum
bahwasannya penelitian yang dilakukan oleh guru tidak dapat terlepas dari
perubahan kurikulum dan strategi-strategi pengajaran yang baru. Hal ini
menunjukkan bagaimana pengajaran menjadi suatu profesi.( David
Hopkins, 2011: 74)
Berikut adalah dua kurikulum yang berlaku di Indonesia, dan
masih menjadi topik hangat dalam dunia pendidikan. Pertama, Kurikulum
2006 atau sering disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
3
Berbasis Kompetensi (KBK) yang disempurnakan melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(PP No. 19 Tahun 2005 tentang SNP) yang merupakan penjabaran
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UU No. 20 Tahun 2003 tentang SPN). Oleh karena itu,
kurikulum 2004 merupakan embrio dari Kurikulum 2006 (KTSP) yang
juga berbasis kompetensi.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan. KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut (BSNP, 2007):
a. Peningkatan Iman dan Taqwa, serta Akhlak Mulia.
Keimanan dan ketaqwaan dijadikan sebagai dasar pembentukan
kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun dengan
tujuan semua mata pelajaran dapat meningkatkan iman, taqwa, dan
akhlak mulia.
b. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan peserta didik. Pendidikan merupakan
proses sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara
holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif dan
psikomotorik) berkembang secara optimal (Bloom, 1965). Maka
4
perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional, sosiao,
spiritual, dan kinestetik peserta didik.
c. Keragaman Potensi, Karakteristik Daerah, dan Lingkungan
Setiap daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman
karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan
pendidikan berdasarkan berbagai keragaman tersebut, maka kurikulum
disesuaikan dengan keragaman yang dimiliki setiap daerah agar dapat
menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan
daerah.
d. Tuntutan Pembangunan Daerah dan Nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan
yang otonom dan demokratis perlu diperhatikan keragaman dan
partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan
nasional, maka keduanya harus ditampung secara berimbang dan
saling mengisi.
e. Tuntutan Dunia Kerja
Kegiatan pembelajaran harus membentuk peserta didik menjadi
pribadi berjiwa kewirausahaan dan memiliki kecakapan hidup yang
kelak menjadi bekal dalam menghadapi dunia kerja.
f. Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni (IPTEKS)
Pendidikan harus secara terus menerus melakukan adaptasi dan
menyesuaikan perkembangan IPTEKS sehingga dalam perkembangan
5
Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan
berkesinambungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
g. Agama
Kurikulum dikembangkan untuk meningkatkan iman, taqwa dan
akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dalam kerukunan
umat beragama.
h. Dinamika Perkembangan Global
Pendidikan harus mampu menciptakan kemandirian, baik secara
individu maupun bangsa yang sangat penting dalam dinamika
perkembangan global ketika pasar bebas berpengaruh bagi seluruh
kehidupan bangsa. Pergaulan antar bangsa semakin dekat maka
diperlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta dapat
hidup berdampingan dengan bangsa lain.
i. Persatuan Nasional dan Nilai-Nilai Kebangsaan
Pendidikan diarahkan pada pembangunan karakter dan wawasan
kebangsaan bagi peserta didik, karena kedua hal tersebut merupakan
landasan untuk pemeliharaan persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam
kurikulum harus dapat mendorong perkembangan wawasan dan
kebangsaan, serta persatuan dalam rangka menjaga keutuhan NKRI.
j. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Setempat
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik
6
keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat
harus ditumbuhkan terlebih dahulu sebelum mempelajari budaya dari
daerah dan bangsa lain.
k. Kesetaraan Gender
Kurikulum harus mengacu pada keadilan dalam pendidikan dan
kesetaraan gender.
l. Karakter Satuan Pendidikan
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan,
kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan. (Herry Widyastono, 2015:
88-93)
Kedua adalah Kurikulum 2013 yang saat ini sedang berlaku untuk
pendidikan di Indonesia. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan
filosofis yang memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi
peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas yang tercantum
dalam tujuan pendidikan nasional. Filosofi yang digunakan dalam
pengembangan Kurikulum 2013, antara lain:
a. Pendidikan berakar pada budaya bangsa membangun kehidupan
bangsa masa kini dan masa mendatang. Dalam rangka mempersiapkan
kehidupan masa kini dan masa mendatang peserta didik, kurikulum
2013 mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan
kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai kompetensi
kehidupan yang diperlukan masa kini dan masa mendatang. Dalam
7
mereka sebagai pewaris budaya dan menjadi orang yang peduli
terhadap permasalahan masyarakat dan bangsa masa kini.
b. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Kurikulum
2013 memposisikan keunggulan budaya dipelajari untuk mewujudkan
rasa bangga, diaplikan dan dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi
dalam interaksi sosial di masyarakat sekitar dan kehidupan berbangsa
masa kini.
c. Pendidikan ditujukan untuk pengembangan kecerdasan intelektual dan
kecemerlangan akademik melelui pendidikan disiplin ilmu. Filosofi ini
mewajibkan kurikulum memiliki mata pelajaran yang sama dengan
disiplin ilmu, selalu bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
intelektual dan kecemerlangan akademik.
d. Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan
dengan baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual,
kemampuas berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan
berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa
yang lebih baik. (Herry Widyastono, 2015: 132-133)
“Pengembangan di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah
negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk menusia-manusia
pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia
Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya memiliki ketrampilan, dapat
mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan
8
kecerdasan yang tinggi dan disertai akala budi pekerti yang luhur,
mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan
ketentuan termaktub dalam UUD 1945.” (Suharsimi Arikunto, 2015: 143)
Perkembangan dari kurikulum 2006 ke kurikulum 2013 sangat
jelas terlihat. Pada kurikulum 2006 pembelajaran cenderung terpusat pada
guru atau teacher center dan pada pembelajaran kurikulum 2013 siswalah
yang menjadi pusat dari pembelajaran atau student center. Guru hanya
menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran dikelas. Siswa dituntut
untuk lebih aktif dan lebih mandiri dalam proses pembelajaran. Tetapi
juga harus dapat bekerjasama dengan temannya dalam kelompok, sebagai
gambaran tentang kurikulum 2013 selain mengajarkan kemandirian
sebagai cara untuk mengembangkan kecerdasan secara individu, tetapi
juga kecerdasan dalam bekerja kelompok yang mengajarkan siswa agar
dapat bersosialisasi, bekerjasama, dan bergaul dalam masyarakat.
Pendidikan Indonesia yang menjadi sarana pembentukan karakter
bangsa yang dimulai dari pendidikan anak-anak agar mampu mandiri dan
mampu hidup dalam masyarakat sebagai warga negara yang baik. Semua
tujuan pendidikan Indonesia sangat sesuai dengan tujuan dari mata
pelajaran IPS. Untuk itu, IPS sangat penting untuk diterapkan didalam
pembelajaran. Berikut adalah tujuan dari IPS:
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
9
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam
kehidupan sosial
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan
global.
Sehubungan dengan pentingnya IPS atau Ilmu Pengetahuan Sosial,
maka IPS perlu ditekankan dalam pembelajaran di sekolah. Akan tetapi
pada kenyataannya banyak siswa yang tidak menyukai pelajaran IPS. dan
berdampak pada perolehan hasil belajar IPS siswa di dalam kelas.
Mengingat perkembangan kurikulum di Indonesia beserta tuntutan yang
ada didalam kurikulum, maka diperlukan perubahan dalam teknik
pembelajaran di dalam kelas.
Pembelajaran tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan
teknik yang sama pada setiap generasi, oleh karena itu diperlukan
model-model pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif untuk membangkitkan
semangat belajar siswa. Ada tiga aspek terkait dengan kemampuan siswa
dalam belajar, yaitu: aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek
psikomotorik.
a. Aspek kognitif adalah kemampuan yang pada hakikatnya adalah hasil
10
b. Aspek afektif adalah sikap siswa untuk mampu menerima atau
menolak yang berhubungan dengan materi yang guru sampaikan
dikelas.
c. Aspek psikomotorik adalah kemampuan yang dimiliki siswa untuk
bertindak dalam melakukan tugas.
Kemampuan siswa untuk dapat menerima pelajaran yang telah
diberikan merupakan tolak ukur peran pendidikan yang menjadi landasan
dasar terbentuknya suatu karakter dan manusia yang bermutu sebagai
generasi penerus bangsa. Selain itu, hasil belajar juga menjadi evaluasi
bagi guru dalam menentukan langkah yang harus diambil guru apabila
terjadi penurunan dalam hasil belajar siswa.
Belajar dengan permainan-permainan sangat tepat dijadikan solusi
terhadap permasalahan ketidak sukaan dan kesulitan siswa dalam belajar
IPS. Dengan penanaman rasa cinta terhadap pelajaran IPS akan
membangkitkan keinginan siswa untuk giat belajar dan berdampak pada
11
Contoh analisis data dari pembelajaran IPS yang diperoleh dari
nilai ulangan harian pertama siswa kelas VIII B SMP Negeri 1 Ampel dan
wawancara dengan guru mata pelajaran IPS:
No Nilai Jumlah Keterangan
1 80-84 5 Tuntas
2 75-79 10 Tuntas
3 70-74 11 Belum Tuntas
4 65-69 8 Belum Tuntas
Berdasarkan analisis data diatas, dari jumlah keseluruhan siswa
yang megkikuti tes yaitu 34 siswa. Hanya 15 siswa yang nilainya
meencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM) yaitu 75 dan 19
diantaranya masih belum mencapai KKM karena nilainya masih dibawah
75. Dari data diatas dapat dilihat bahwa hasil belajar IPS masih rendah.
Sebenarnya guru sudah menjalankan proses belajar mengajar dengan baik,
tetapi siswa sudah memiliki anggapan bahwa pelajaran IPS merupakan
pelajaran yang menuntut hafalan dan membosankan, sehingga siswa tidak
menyukai pelajaran IPS. proses belajar yang berpusat pada guru dan siswa
kurang diberikan kebebasan dalam diskusi mengakibatkan siswatidak
memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru, lebih suka bermain
dikelas dan mengobrol dengan teman sebangkunya.
Selain permasalahan diatas, waktu pelajaran IPS yang berada di
jam terakhir yaitu jam ke 7 dan 8 membuat semangat siswa sudah
12
lelah. Selain itu kondisi pintu kelas dan jendela kelas yang terbuka
membuat siswa kurang berkonsentrasi untuk mengikuti pelajaran ditambah
dengan pelajaran ips yang dianggap hafalan. Hal tersebut mengakibatkan
fokus belajar siswa terpecah bahkan pemberian materi dikelaspun
diacuhkan oleh siswa, siswa tidak merasa senang dengan pelajaran IPS
dan berdampak pada rendahnya perolehan hasil belajar IPS siswa.
Guru pengampu mata pelajaran IPS memiliki latar belakang
pendidikan D1 IPS, D2 PMP (Pendidikan Moral Pancasila), D3
PKN(Pendidikan Kewarganegaraan), dan S1 PPKN. Sub pelajaran dalam
mata pelajaran IPS juga sangat banyak (Ekonomi,Geografi, Sosiologi,
Ekonomi, dan Sejarah) sehingga guru kurang menguasai pelajaran, apalagi
dalam kurikulum 2013 materi yang tercetak didalam buku sempit dan
mengharuskan siswa maupun guru untuk mengeksplor materi agar lebih
mendalam. Selain itu, guru pengampu mata pelajaran IPS juga memiliki
tugas lain seperti mengampu mata pelajaran selain IPS yaitu mata
pelajaran ketrampilan dan menjabat sebagai ketua bidang IKS (Ikatan
Keluarga Sekolah) yang sering kali meninggalkan kelas untuk menghadiri
acara dari keluarga sekolah contohnya, kematian anggota keluarga siswa
dan guru. Usia guru pengampu mata pelajaran IPS yang sudah mencapai
57 tahun juga mempengaruhi semangat guru dalam menciptakan media
pembelajaran yang menarik bagi siswa ditambah guru tidak memiliki
banyak waktu dalam mempersiapkan media pembelajaran yang menarik
13
Dari permasalahan diatas, maka bermain sambil belajar secara
kelompok (team) sangat tepat untuk dijadikan solusi terhadap
permasalahan diatas. Teams Games Tournament (TGT) menjadi pilihan
yang sangat tepat untuk menanamkan rasa suka terhadap pelajaran IPS,
selain itu dalam model pembelajaran inovatif ini akan menghemat tenaga
guru dalam mengajar karena mengurangi metode ceramah pada guru dan
diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengatasi rendahnya hasil belajar
IPS siswa dalam mata pelajaran IPS.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diidentifikasikan masalah sebagai
berikut:
1. Secara umum peserta didik belum berpartisipasi secara aktif didalam
pembelajaran IPS.
2. Pintu kelas yang sering dibiarkan dalam kodisi terbuka membuat
peserta didik tidak dapat berkonsentrasi saat pelajaran IPS.
3. Waktu untuk pelajaran IPS yang berada di jam terakhir yaitu jam ke
7-8 membuat peserta didik kurang tertarik untuk belajar IPS karena
sudah lelah.
4. Sub pelajaran IPS yang sangat banyak membuat guru kurang
menguasai materi.
5. Selain mengajar pada mata pelajaran IPS, guru juga mengajar mata
14
6. Hasil belajar peserta didik kelas VIII B SMP Negeri 1 Ampel blum
optimal. Maka diperlukan solusi dalam mengatasi permasalahan dalam
pembelajaran IPS agar hasil belajar siswa kelas VIII B SMP Negeri 1
Ampel dapat meningkat.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti dapat merumuskan
masalah penelitian sebagai berikut: Apakah penerapan model belajar
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas VIII B SMP Negeri 1 Ampel semester II tahun
ajaran 2016/2017.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa melalui
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament
(TGT) pada mata Pelajaran IPS kelas VIII B SMP Negeri 1 Ampel
semester II tahun ajaran 2016/2017.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara menyeluruh, hasil penelitian ini mampumemberikan sarana
baru terhadap pembelajaran Sejarah terutamapada pengembangan
kemampuan berfikir kritis dan keaktifan peserta didik melalui model
15
penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT), dan hasil dari penelitian
ini diharapkan dapat memberikan solusi terhadap pembelajaran efektif di
16 2. Manfaat Praktis
1) Siswa
a. Penelitian ini dapat meningkatkan ketrampilan bekerjasama dalam
kelompok dan mampu meningkatkan hasil belajar IPS.
b. Penelitian ini dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk
mengembangkan kemampuan belajar didalam kelas, dapat
menciptakan konsep kerja sama dalam kelompok, dan
meningkatkan kecintaan siswa untuk belajar IPS.
2) Guru
a. Penelitian ini dapat meningkatkan profesionalitas dan kreatifitas
guru
b. Penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang pembelajaran
IPS didalam kelas yang aktif, kreatif, inofatif, efektif, dan
menyenangkan.
c. Penelitian ini dapat memberikan solusi bagi guru dalam memilih
cara belajar yang tepat.
d. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan guru
mengenail pembelajaran kooperatif TGT yang dapat digunakan
pada waktu tertentu dalam pembelajaran.
3) Sekolah
a. Penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran sebagai alternatif
17
b. Peningkatan hasil belajar IPS juga dapat meningkatkan
meningkatkan citra sekolah dimata masyarakat dan meningkatkan