• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemilikan Tanah Pertanian Absentee di Desa Paslaten Kabupaten Minahasa Selatan T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemilikan Tanah Pertanian Absentee di Desa Paslaten Kabupaten Minahasa Selatan T1 BAB II"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB II

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Dalam Bab II Ini dijelaskan tiga hal yaitu Pertama Tinjauan Pustaka, Kedua akan di

jelaskan Tentang Hasil Penelitian akan menggambarkan tanah absentee di wilayah

penelitiankemudian menggambarkan bagaimana tindakan Kantor Pertanahan yang

dilakukan selama ini untuk meyelesaikan dan mengatasi kepemilikan tanah pertanian

secara absentee Ketiga analisis hasil penelitiantentang kepemilikan tanah absenteedi

DesaPaslaten dan Peran Kantor Pertanahan Minahasa Selatan menurut Teori Robert

Seidman.

A. TINJAUAN PUSTAKA

A.1 Larangan Pemilikan Tanah Secara Absentee

A.1.1 Pengertian Tanah Pertanian Absentee dan Dasar Penganturannya

Kata absentee berasal dari kata latin “absentee” atau “absentis”, yang berarti

tidak hadir. Dalam kamus Bahasa Inggris karangan John M. Echlos dan Hasan

Sadily, absentee adalah yang tidak ada atau tidak hadir di tempatnya, atau landlord

yaitu pemilik tanah bukan penduduk daerah itu, tuan tanah yang bertempat tinggal di

lain tempat 1.

(2)

2

Sedangkan dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 224 Tahun 1961

tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian (telah diubah

dan ditambah dengan PP No. 41 Tahun 1964) mengatur sebagai berikut : “ Pemilik

tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak tanahnya,

dalam jangka waktu 6 bulan wajib mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain

di kecamatan tempat letak tanah itu atau pindah ke kecamatan letak tanah tersebut”.

Menunjukkan bahwa pemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai menurut

Peraturan Perundang-undangan tidak diperbolehkan, karena pada prinsipnya

melanggar asas dalam Pasal 10 UUPA yang mengatur bahwa setiap orang dan badan

hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan

mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara

pemerasan.

Mengingat bahwa tujuan ketentuan Pasal 10 UUPA ini adalah menyangkut

kepentingan umum, maka secara yuridis ketentuan dalam Pasal ini termasuk

ketentuan-ketentuan hukum yang memaksa atau “Dwingend Recht”. Menurut

ketentuan Pasal 3 PP No 224 Tahun 1961, disebutkan bahwa:

Ayat (1) Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar kecamatan letak tempat tanahnya, dalam jangka waktu 6 bulan wajib mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain di kecamatan tempat letak tanah itu atau pindah ke kecamatan letak tanah tersebut.

(3)

3

Ayat (3) Dengan tidak mengurangi ketentuan pada ayat (2) Pasal ini, maka jika pemilik tanah berpindah tempat atau meninggalkan tempat kediamannya ke luar kecamatan tempat letak tanah itu selama 2 tahun berturut-turut, ia wajib memindahkan hak milik atas tanahnya kepada orang lain yang bertempat tinggal di kecamatan itu.

Ayat (4) Ketentuan ayat (1) dan (3) tidak berlaku bagi mereka yang menjalankan tugas Negara, menunaikan kewajiban agama atau mempunyai alasan khusus lainnya yang dapat diterima Menteri Agraria. Bagi pegawai Negeri dan Pejabat Militer dan menjalankan tugas Negara, perkecualian tersebut pada ayat ini terbatas pada pemilikan tanah pertanian sampai seluas 2/5 dari luas maksimum yang ditentukan untuk daerah yang bersangkutan menurut Undang-Undang No. 56 Tahun 1960.

Ayat (5) Jika kewajiban pada ayat (1) dan (3) tidak dipenuhi maka tanah yang bersangkutan diambil oleh Pemerintah.

Jangka waktu pemindahan hak milik atas tanah pertanian yang dimaksud

dalam pasal tersebut perlu dibatasi agar pemilik tanah yang bersangkutan tidak

mengulur-ulur waktu dalam usahanya untuk memindahkan hak miliknya tersebut.

Jika kewajiban tersebut tidak dilaksanakan atau terjadi pelanggaran terhadap larangan

tersebut maka tanah yang bersangkutan akan diambil alih oleh Pemerintah untuk

kemudahan diredistribusikan dalam rangka program landreform, kepada bekas

pemilik diberikan ganti rugi menurut ketentuan yang berlaku. Pemberian ganti rugi

ini diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Peraturan Pemerintah 224 Tahun 1961.

Jadi siapapun dalam hubungan dengan masalah pemilikan tanah

absentee/guntai harus tunduk kepada Peraturan Pemerintah tersebut. Selain daripada

(4)

4

pidana kepada pemilik tanah yang menolak atau dengan sengaja menghalang-halangi

pengambilan tanah oleh pemerintah danpembagiannya.2

Bahwa ketika undang-undang ini di buat, pada saat itu transportasi masih sulit

dan tidak terjangkau oleh masyarakat dengan kemajuan yang sangat pesat di bidang

transportasi saat ini maka masalahjarak antara pemilik tanah dan letak tanahnya sudah

bukan menjadi kendala bagi pemilik tanah dalam mengerjakan tanahnya sendiri

secara efisien,Pemerintah dalam hal ini Kementrian Agraria dan Tata Ruang/BPN

perlu me redifinisikembali peraturan tentang larangan pemilikan tanah pertanian

secara absente. Ketika mulai berlakunya undang-undang ini pada “masa”nya tentu

memang disesuaikan dengan keadaan karena masih sulitnya akses untuk bepergian

ketempat yang jauh, baik dari segi jarak serta alat transportasinya. Namun, kenyataan

pada saat ini banyak masyarakat yang memiliki tanah dimana-mana, dimana ukaran

yang digunakan pada saat ini bisa memungkinkan karena adanya perkembangan alat

transportasi serta kemajuan teknologi. 3

A.1.2 Pengcualian Larangan Pemilikan Tanah Secara Absentee

Dari larangan yang yang sudah dijelaskan diatas terdapat adanya

pengecualian dari larangan pemilikan Tanah Absentee/Guntai yaitu:4

2 Ibid Pasal 19

3Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan, Antara Regulasi dan Implementasi,

Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2005, hal : 53

4Perangin, Effendi, Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah dari Sudut

(5)

5

a. Mereka yang menjalankan tugas negara.

b. Mereka yang sedang menunaikan kewajiban agama.

c. Mereka yang mempunyai alasan khusus yang dapat di terima oleh Menteri

Agraria.

Pengecualian pemilikan tanah pertanian secara guntai sampai 2/5 dari luas

maksimum untuk Daerah Tingkat II (sekarang Kabupaten/Kota) yang

bersangkutan, diberikan kepada :

a) Pensiunan Pegawai Negeri

b) Janda pegawai negeri dan janda pensiunan pegawai negeri selama tidak

menikah lagi dengan seorang bukan pegawai negeri atau pensiunan

pegawai negeri. 5

Dengan adanya pengecualian tersebut seorang pegawai negeri dalamwaktu

2 tahun menjelang pensiun diperbolehkan membeli tanah pertanian secara

absentee sampai batas 2/5 luas maksimum untuk Daerah Kabupaten/Kota letak

tanah yang bersangkutan. Di dalam pengecualian ini termasuk pula pemilikan oleh

istri dan anak yang masih menjadi tanggungannya. Tetapi sewaktu-waktu seorang

pegawai negeri atau yang dipersamakan dengan mereka berhenti menjalankan

tugas Negara, misalnya mendapat pensiun, maka ia wajib memenuhi ketentuan

tersebut dalam waktu satu tahun terhitung sejak mengakhiri tugasnya. Jangka

waktu tersebut dapat diperpanjang oleh Menteri Agraria jika ada alasan yang

wajar.

(6)

6

Pengecualian bagi pensiunan pegawai negeri diatur dalam Peraturan

Pemerintah No. 4 Tahun 1977 tentang Pemilikan Tanah Pertanian Secara Guntai

(Absentee) Bagi Para Pensiunan Pegawai Negeri, mengatur bahwa

ketentuan-ketentuan pengecualian mengenai pemilikan tanah pertanian yang berlaku bagi

pegawai negeri diberlakukan juga bagi para pensiunan pegawai negeri.

Pemilikan tersebut boleh diteruskan setelah pensiunan, kemudian ia

berpindah tempat tinggal ke kecamatan letak tanah yang bersangkutan, dengan

sendirinya pemilik tersebut dapat ditambah hingga seluas batas maksimum.

A.1.3. Maksud dan Tujuan Larangan Pemilikan Tanah Pertanian Secara

Absentee

Pemilikan / penguasaan tanah secara absentee dilarang karena UUPA

menganut prinsip bahwa tanah pertanian harus diusahakan sendiri secara aktif oleh

pemiliknya. Sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 10 UUPA, pada umumnya

tanah-tanah pertanian letaknya adalah di desa, sedangkan mereka yang memiliki tanah-tanah

secara absentee/guntai umumnya bertempat tinggal di kota. Orang yang tinggal di

kota memiliki tanah pertanian di desa tentunya tidak sejalan dengan prinsip tanah

pertanian untuk petani. Orang yang tinggal di kota sudah jelas bukan bukan termasuk

kategori petani.

Tujuan melarang pemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai adalah

(7)

7

dinikmati oleh masyarakat petani yang tinggal di pedesaan, bukan dinikmati oleh

orang kota yang tidak tinggal di desa. Penguasaan tanah secara absentee ini pada

umumnya diketahui oleh masyarakat sekitar.6

Menurut Boedi Harsono, tujuan adanya larangan ini adalah agar hasil yang

diperoleh dari pengusahaan tanah itu sebagian besar dapat dinikmati oleh

masyarakat pedesaan tempat letak tanah yang bersangkutan, karena pemilik tanah

akan bertempat tinggal di daerah penghasil.7

Pemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai ini, menimbulkan

penggarapan yang tidak efisien, misalnya tentang penyelenggaraannya,

pengawasannya, pengangkutan hasilnya, juga dapat menimbulkan sistem-sistem

penghisapan. Ini berarti bahwa para petani penggarap tanah milik orang lain

dengan sepenuh tenaganya, tanggung jawabnya dan segala resikonya, tetapi hanya

menerima sebagian dari hasil yang dikelolanya.

Di sisi lain, pemilik tanah yang berada jauh dari letak tanah dan tidak

mengerjakan tanahnya tanpa menanggung segala resiko dan tanpa mengeluarkan

keringatnya akan mendapatkan bagian lebih besar dari hasil tanahnya.Sehingga

semua bentuk pemindahan hak milik atas tanah pertanian melalui jual beli,

tukar-menukar,atau hibah yang mengakibatkan pemilikan baru tanah pertanian yang

terkena larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai akan dikuasai

oleh Pemerintah,untuk selanjutnya dijadikan objek landreform ( distribusikan )

6Maria S.W. Sumardjono, Op.cit, hal: 21.

(8)

8

kepada petani yang memerlukan tanah dan kepada bekas pemilik tanah pertanian

secara absentee diberikan ganti kerugian.

Dengan demikian hal itu tidak sesuai dengan tujuan landreform yang

diselenggarakan di Indonesia yaitu untuk mempertinggi penghasilan dan taraf

hidup para petani penggarap tanah dan sebagai landasan atau persyaratan untuk

menyelenggarakan pembangunan ekonomi menuju masyarakat adil dan makmur

berdasarkan Pancasila.

A.2 Tugas dan Wewenang Kantor Pertanahan

A.2.1. Tugas dan Fungsi Kantor Pertanahan

Kantor Pertanahan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi

Badan Pertanahan Nasional di kabupaten atau kota yang bersangkutan.8 Dalam

menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tentang

Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Dan Kantor

Pertanahan, Kantor Pertanahan mempunyai fungsi :

1. Penyususnan rencana, program, dan penganggaran dalam rangka pelaksanaan tugas pertanahan pelayanan, perijinan, dan rekomendasi di bidang pertanahan.

(9)

9

2. Pelaksanaan survei, pengukuran, dan pemetaan dasar, pengukuran, dan pemetaan bidang, pembukuan tanah, pemetaan tematik, dan survey potensi tanah.

3. Pelaksanaaan penatagunaan tanah, landrefrom, konsolidasi tanah, dan penataan pertanahan wilaya pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan, dan wilayah tertentu.

4. Pengusulan dan pelaksanaan penetapan hak tanah, pendaftaran hak tanah, pemeliharaan data pertanahan dan administrasi tanah asset pemerintah.

5. Pelaksanaan pengadilan pertanahan, pengelolaan tanah Negara, tanah terlantar dan tanah kritis, peningkatan partisipasi dann pemberdayaan masyarakat. 6. Penanganan konflik, sengketa, dan perkara pertanahan.

7. Pengkoordinasian pemangku kepentingan pengguna tanah.

8. Pengelola sistem informasi manajemen pertanahan nasional (simtanas).

9. Pemberian penerangan dan informasi pertanahan kepada masyarakat, pemerintah dan swasta.

10.Pengkoordinasian penelitian dan pengembangan.

11.Pengkoordinasian pengembangan sumberdaya manusia pertanahan.

12.Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana, perundang-undangan serta pelayanan pertanahan.

Dari 12 fungsi Kantor Pertanahan tersebut di atas ada tiga yang menurut

penulis berkaitan dengan penelitian penulis yaitu :

a. Pelaksanaaan penatagunaan tanah, landrefrom, konsolidasi tanah, dan

penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan, dan

wilayah tertentu. Disini di lihat adanya program landreform yang dalam

program tersebut adalah adanya larangan pemilikan tanah pertanian secara

absentee.

b. Pemberian penerangan dan informasi pertanahan kepada masyarakat,

pemerintah dan swasta.

Pada prinsipnya pelayanan pertanahan pada Kantor Pertanahan adalah

(10)

10

merupakan data yang diperoleh dan diolah melalui proses yang rumit dan panjang

mengikuti aturan yang tertuang pada Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2005

tentang Standar Prosedur Operasional Pelayanan Pertanahan (SPOPP). Pembaharuan

data selalu dilakukan apabila terjadi perubahan pada subyek atau objek hak atas

tanah.

Dengan demikian dapat dibayangkan apabila data pertanahan disimpan dalam

suatu database sedangkan pengelolahan dilakukan dengan kecanggihan komputerisasi

maka semua proses pelayanan data pertanahan disetiap Kantor Pertanahan dapat

dilalukan secara cepat dan tepat. Pengelolahan data dan informasi dibidang

pertanahan ditindaklanjuti dengan dibentuknya pusat data dan informasi pertanahan

(Pusdatin) yang tugasnya melaksanakan pengumpulan, pengelolahan, penyajian data

dan informasi pertanahan serta membangun dan mengembangkan sistem informasi

pertanahan nasional.9

Untuk melaksanakan fungsi – fungsi maka aparatur pertanahan diberikan

pedoman kerja untuk melaksanakan fungsi – fungsi tersebut yaitu dengan membut

Catur Tertib Pertanahan. Sehingga sasaran pembangunan di bidang pertanahan adalah

terwujudnya Catur Tertib Pertanahan yang meliputi : 10

1. Tertib Hukum Pertanahan

9Artha Rumondang Siburian, Eksistensi larangan kepemilikan tanah secara Latifundia dan absentee (guntai) studi di Kantor Pertanahan kabupaten deli serdang, Thesis, universitas Sumatra utara, 26 februari 2017, h. 112

10H.Ali Achmad Chomzah,

(11)

11

Masih banyak sekali terjadi penguasaan pemilikan dan penggunaan tanah

oleh orang-orang/badan hukum yang melanggar ketentuan perundangan agraria

yang berlaku, karenanya perlu diambil langkah-langkah:

a. Mengadakan penyuluhan/penerangan kepada masyarakat mengenai Tertib

Hukum Pertanahan guna tercapainya Kepastian Hukum yang meliputi

penertiban penguasaan dan pemilikan tanah berdasarkan Peraturan

Perundangan Agraria yang berlaku. Dalam pengertian pelaksanaan tertib

hukum pertanahan sudah tercakup pelaksanaan tertib dokumentasi dan

administrasi tanah.

b. Sanksi hukum atas pelanggaran yang terjadi.

c. Melengkapai peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

d. Meningkatkan pengawasan internal di bidang pelaksanaan tugas

keagrariaan.

e. Mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang sengaja melakukan

penyelewengan.

f. Mengadakan interopeksi terhadap aturan-aturan atau kebijakan yang saling

tumpang tindih.

Dengan usaha-usaha tersebut, maka akan terwujud adanya Tertib Hukum

Pertanahan yang menimbulkan Kepastian Hukum Pertanahan dan Hak-hak serta

penggunaannya, yang kesemuannya itu akan menciptakan suasana ketentraman

dalam masyarakat dan pengayoman masyarakat dari tindakan-tindakan

(12)

12

2. Tertib Administrasi Pertanahan.

Upaya memperlancar setiap usaha dari masyarakat yang menyangkut tanah

terutama dengan pembangunan yang memerlukan sumber informasi bagi yang

memerlukan tanah sebagai sumber daya, uang, dan modal. Menciptakan suasana

pelayanan di bidang pertanahan agar lancar, tertib, murah, cepat dan tidak

berbelit-belit dengan berdasarkan pelayanan umum yang adil dan merata Dengan adanya

tertib administrasi pertanahan dimaksud bahwa setiap bidang tanah tercatat dan

diketahui dengan mudah, baik mengenai riwayat, kepemilikan, subyek haknya,

keadaan fisik serta ketertiban prosedur dalam setiap urusan yang menyangkut

tanah.

Kenyataan ini, masih terasa adanya keluh kesah dari masyarakat, tentang

hal berurusan dengan aparat pertanahan, khususnya dalam hal :

a. Pelayanan urusan yang menyangkut tanah masih berbelit-belit dan biaya

relatif mahal.

b. Masih terjadi adanya pungutan-pungutan tambahan (liar) dalam hal

pembiayaan pelayanan pertanahan.

Dengan demikian maka yang disebut Tertib Administrasi Pertanahanadalah

merupakan keadaan dimana :

a. Untuk setiap bidang telah tersedia mengenai aspek-aspek ukuran fisik,

penguasaan penggunaan, jenis hak dan kepastian hukumnya yang dikelola

(13)

13

b. Terdapat mekanisme prosedur, tata kerja pelayanan di bidang pertanahan

yang sederhana, cepat dan mudah tetapi menjamin kepastian hukum yang

dilaksanakan secara tertib dan konsisten.

c. Penyimpanan warkah-warkah yang berkaitan dengan pemberian hak dan

pemanfaatan tanah dilaksanakan secara tertib, beraturan dan terjamin

keamanaannya

3. Tertib Penggunaan Tanah

Dengan tertib penggunaan pertanahan dimaksudkan bahwa setiap bidang

tanah telah diusahakan atau dipergunakan sesuai dengan kemampuan dan

peruntukannya sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

Dengan demikian yang disebut Tertib Penggunaan Tanah adalah

merupakan keadaan dimana :

a. Tanah telah digunakan secara lestari, serasi dan seimbang. Sesuai dengan

potensi guna berbagai kegiatan kehidupan dan pengharapan diperlukan

untuk menunjang terwujudnya Tujuan Nasional.

b. Penggunaan tanah di daerah perkotaan dapat menciptakan suasana aman,

tertib, lancar dan sehat.

c. Tidak terdapat pembentukan kepentingan antara sektor dalam peruntukkan

tanah.

(14)

14

Dengan tertib pemeliharan tanah dan lingkungan hidup dimaksudkan

bahwa setiap penguasaan dan penggunaan atas tanah telah memperhatikan dan

melakukan usaha-usaha untuk menunjang terwujudnya kelestarian hidup.11

Dengan demikian, unsur-unsur yang berhubungan dengan azas-azas Tataguna

Tanah dan keselamatan hidup sudah benar-benar ditinggalkan guna mengejar

kebutuhan hidup yang menDesak dan bersifat sementara. Tertib pemeliharaan

tanah ini merupakan kewajiban tiap orang/ Badan Hukum/ Instansi Pemerintah.12

Oleh karena itu, maka yang disebut Tertib Pemeliharaan Tanah dan

Lingkungan Hidup adalah merupakan keadaan di mana :

a. Penanganan bidang pertanahan telah dapat menunjang kelestarian hidup

b. Pemberian hak atas tanah dan pengarahan penggunaan telah dapat

menunjang terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan dan bernuansa

lingkungan.

c. Semua pihak yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah

melaksanakan kewajiban sehubungan dengan pemeliharaan tanah tersebut.

Catur Tertib Pertanahan ini merupakan kebijakan bidang pertanahan yang

dijadikan “landasan”, sekaligus “sasaran” untuk mengadakan penataan kembali

penggunaan dan pemilikan tanah serta program-program khusus di bidang agraria

11Rusmandi Murad,, Administrasi Pertanahan (Pelaksanaan Hukum Pertanahan Dalam

Praktek), Bandung CV Mandar Maju, 2013, hlm 39

12Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolahan

Lingkungan HidupPasal 5 ayat (2) : “Setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan

(15)

15

untuk usaha meningkatkan kemampuan petani-petani yang tidak bertanah atau

mempunyai tanah yang sangat sempit.

Untuk mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan yang

meliputi Pengaturan Penggunaan, Penguasaan, Pemilikan dan Pengelolaan Tanah

(P4T), penguasaan hak-hak atas tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah dan

lain-lain yang berkaitan dengan masalah pertanahan, sehingga BPN sangat berperan

aktif dalam mewujudkan penggunaan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran

rakyat dengan melaksanakan fungsinya di bidang pertanahan sebagai lembaga non

Departemen pembantu Presiden.

A.2.3Wewenang Badan Pertanahan Nasional

Badan Pertanahan Nasional di atur dalam Peraturan Presiden Nomor

20Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional dimana dalam Peraturan

Presiden ini telah ditetapkan Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya disebut

BPN adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Presiden13. Kelembagaan instansi ini dikepalai oleh

Menteri Agraria dan Tata Ruang, lembaga ini telah beberapa kali mengalami

perubahan kelembagaan dari sejak era orde lama, orde baru sampai dengan saat ini

namun tugas dan fungsi tidak mengalami banyak perubahan yang signifikan,

kebijakan politik pertanahan masih menaruh keberpihakan kepada masyarakat

bawah yang antara lain adalah mengenai kebijakan landreform.

(16)

16

Program landreform sebagai strategi untuk mencapai keadilan dalam

pemilikan dan pemanfaatan tanah pertanian telah diawali dengan diterbitkannya

Undang-Undang Nomor 56 tahun 1960 dan peraturan pelaksanaannya, strategi

yang menjadi primadona dari kebijakan ini adalah Redistribusi tanah pertanian

yang berasal dari tanah-tanah kelebihan maksimum, tanah absente, tanah swapraja,

tanah-tanah partikelir dan tanah negara. Menurut Erich Jacoby redistribusi tanah

lebih dikenal dengan landreform. Redistribusi tanah adalah pembagian tanah-tanah

yang dikuasai oleh negara dan telah ditegaskan menjadi objek landreform yang

diberikan kepada para petani penggarap yang telah memenuhi syarat dan ketentuan

yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961.14

Namun penerapan kebijakan ini sampai dengan saat ini dirasakan belum

berjalan lancar karenakendala bersifat politis, teknis administrasi dan legal serta

perlu mengoptimal aparat pertanahan dalam mensosialisasi manfaat program

(kebijakan) ini kepada masyarakat luas.15

Dalam melaksanakan program landreform di Indonesia Badan Pertanahan

Nasional mempunyai fungsi pengendalian Pemilikan dan penguasaan tanah pertanian,

Dalam tugas dan fungsi pengendalian tersebut aparat pertanahan mempunyai tugas

memberikan pemahaman peraturan pertanahan kepada masyarakat dan aparat

14https://elkafilah.wordpress.com di unduh pada Tanggal 26 Februari , Waktu 10.04

(17)

17

Desa/kelurahan danmelakukan pendataan administrasi pemilikan tanah di setiap

Desa/kelurahan.

Pembagian tanah merupakan salah satu dari kewenangan Kantor pertanahan,

pembagian tanah lazim di sebut juga redistribusi dalam rangka landreform adalah

merupakan wewenang Negara yang lahir dari Hak Menguasai Negara yang

sehari-hari dijalankan oleh Pemerintah yang membawa fungsi dan tugas kenegaraan sebagai

suatu kehormatan yang pantas diterima bagi warganegara yang memerlukan tanah

sesuai dengan kedudukan, profesi, dan prestasinya.16

Sehingga dalam peraturan larangan kepemilikan tanah pertanian secara

absenteedapat ditetapkan oleh Pemerintah sebagai tanah negara objek landreform

yang dapat di redistribusikan kepada petani yang memenuhi syarat dan kepada bekas

pemilik diberikan ganti rugi sesuai Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 4 tahun 1992 tentang Penyesuaian Ganti Rugi tanah Objek Landreform

Kelebihan Maximum dan Absente.

A.3 Bekerjanya Hukum Dalam Masyarakat

Hukum dalam kehidupan masyarakat diartikan dengan berbagai macam

sesuai dengan sudut pandang masyarakat tersebut. Robert B. Seidman menyatakan

bahwa bekerjanya hukum merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh

(18)

18

kekuatan-kekuatan sosial. Kekuatan sosial ini sudah mulai bekerja sejak proses

pembuatan undang-undang, berjalannya penegakan hukum dan perilaku para

pemegang peran (role occupant). Seluruh kekuatan sosial itu selalu ikut bekerja

dalam setiap upaya untuk memfungsikan peraturan-peraturan yang berlaku,

menerapkan sanksi-sanksinya dan dalam seluruh aktivitas lembaga-lembaga

pelaksanaannya.

Dengan demikian, peranan yang pada akhirnya dijalankan oleh lembaga

dan pranata hukum itu merupakan hasil dari bekerjanya berbagai macam faktor.

Melalui pemahaman yang demikian, dapat dipahami bahwa bekerjanya hukum

tidak terjadi karena sebuah peraturan perundang-undangan telah dibuat, tetapi

setiap peraturan akan memberitahu bagaimana seorang pemegang peran, yaitu

subyek hukum yang diaturnya (masyarakat dan aparatur) diharapkan

bertindak/berbuat. Dengan kata lain, bagaimana seorang itu akan bertindak

merupakan respon terhadap peraturan yang ditujukan kepadanya. 17

Bekerjanya hukum dalam masyarakat tersebut, oleh Seidman dirumuskan

beberapa pernyataan teoretis sebagai berikut :18

1) Setiap peraturan hukum itu menunjukkan aturan-aturan tentang bagaimana

seseorang pemegang peran diharapkan untuk bertindak;

17 Satjipto Rahardjo, op.cit, hal: 34.

(19)

19

2) Tindakan apa yang akan diambil oleh seseorang pemegang peran sebagai

respons terhadap peraturan hukum, sangat tergantung dan dikendalikan

oleh peraturan hukum yang berlaku, dari sanksi-sanksinya, dari aktivitas

lembaga pelaksanaannya, serta dari seluruh kompleks kekuatan sosial,

politik, dan lain sebagainya yang bekerja atas dirinya;

3) Tindakan apa yang akan diambil oleh lembaga pelaksana sebagai respons

terhadap peraturan-peraturan hukum, sangat tergantung dan dikendalikan

oleh peraturan hukum yang berlaku, dari sanksi-sanksinya, dan dari seluruh

kompleks kekuatan sosial, politik, dan lain sebagainya yang bekerja atas

dirinya, serta dari umpan balik yang datang dari pemegang peran dan

birokrasi;

Tindakan apa yang akan diambil oleh lembaga pembuat

undang-undang sebagai respons terhadap peraturan hukum, sangat tergantung dan

dikendalikan oleh berfungsinya peraturan hukum yang berlaku, dari

sanksi-saksinya, dan dari seluruh kompleks kekuatan sosial, politik, dan lain sebagainya

yang bekerja atas mereka, serta dari umpan balik yang datang dari pemegang peran

dan birokrasi.

Dengan demikian, hukum dan politik yang berpengaruh dan tak dapat

dipisahkan dari hukum yang bekerja di dalam masyarakat. Bahwa hukum itu untuk

masyarakat, sebagaimana teori living law. Fungsi-fungsi hukum hanya mungkin

dilaksanakan secara optimal, jika hukum memiliki kekuasaan dan ditunjang oleh

(20)

20

dibatasi, sebaliknya hukum memiliki karakteristik untuk membatasi segala sesuatu

melalui aturan-aturannya yang demikian agar tidak timbul penyalahgunaan

kekuasaan dan kesewenang-wenangan, sebaliknya kekuasaan politik menunjang

terwujudnya fungsi hukum dengan “menyuntikan’ kekuasaan pada hukum, yaitu

dalam wujud sanksi hukum.19

A.3.1. Faktor-Faktor yang Mendorong Bekerjanya Hukum Dalam Masyarakat

Di Indonesia fungsi hukum adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat

dan berfungsi sebagai alat untuk ketertiban, keteraturan dalam masyarakat. Dengan

adanya fungsi hukum ini sangat berkaitan dengan sistem hukum yang ada di

Indonesia. Dalam beberapa peraturan atau kebijakan hukum yang dibuat oleh

Pemerintah sering tidak berjalan sesuai dengan keinginan dan tujuan yang ingin

dicapai. Kenyataan yang demikian disebabkan karena hukum tidak akan dapat

berjalan atau berfungsi dengan sendirinya tanpa ditunjang oleh kondisi sosial, politik,

ekonomi, dan budaya masyarakat setempat.

Sehingga berfungsinya hukum harus melibatkan juga beberapa faktor yaitu:20

1. Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri harus sistematis, tidak

bertentangan baik secara vertikal maupun secara horizontal dan dalam

19Ibid hlm 39

20 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta:

(21)

21

pembuatannya harus disesuaikan dengan persyaratan yuridis yang telah

ditentukan ;

2. Penegak hukum haruslah mempunyai pedoman berupa peraturan yang

tertulis yang menyangkut ruang lingkup tugasnya dengan menentukan

batas-batas kewenangan dalam pengambilan kebijaksanaan, yang paling

penting adalah kualitas petugas memainkan peranan penting dalam

berfungsinya hukum ;

3. Adanya fasilitas yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan kaidah

hukum yang telah ditetapkan. Fasilitas disini terutama sarana fisik yang

berfungsi sebagai faktor pendukung untuk mencapai tujuan ;

4. Warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut ;

Bekerjanya hukum dalam masyarakat dapat dipengaruhi juga oleh

faktor-faktor atau kekuatan sosial mulai dari tahap pembuatan sampai dengan pemberlakuan.

Kekuatan sosial akan berusaha masuk dalam setiap proses legislasi secara efektif dan

efesien. Peraturan dikeluarkan diharapkan sesuai dengan keinginan, tetapi efek dari

peraturan tersebut tergantung dari kekuatan social, seperti budaya hukumnya baik,

maka hukum akan bekerja dengan baik pula, tetapi sebaliknya apabila kekuatannya

berkurang atau tidak ada maka hukum tidak akan bisa berkerja.

Melihat bekerjanya hukum sebagai suatu pranata dalam masyarakat, maka

perlu memasukkan satu faktor yang menjadi perantara yang memungkinkan

terjadinya penerapan dari norma hukum itu. Dalam kehidupan masyarakat, maka

(22)

22

perantaranya. Masuknya faktor manusia ke dalam hubungan dengan bekerjanya

hukum, akan membawa ke dalam penglihatan mengenai hukum sebagai karya

manusia di dalam masyarakat, sehingga tidak dapat dibatasi masuknya pembicaraan

mengenai faktor-faktor yang memberikan beban pengaruh terhadap hokum.21

Sosiolog William J. Chambliss dan Robert B. Seidman, menyebut anggota

masyarakat yang dikenai peraturan (norma adressat) sebagai pemegang peran, dimana

peranannya diharapkan sesuai dengan tujuan peraturan perundangan.

Secara lebih mudah Chambliss dan Seidman mengemukakan model

bekerjanya hukum dalam masyarakat pada bagan sebagai berikut :

(23)

23

Faktor-faktor sosial

dan personal lainnya

Norma Umpan Balik

Umpan Norma

balik

Aktivitas

Penerapan

Faktor-faktor sosial dan Faktor-faktor sosial dan

personal lainnya personal lainnya

Lembaga Pembuat Peraturan

Pemegang peran Lembaga Penerapan

(24)

24

Dari bagan tersebut di atas dapat diuraikan dalam dalil-dalil sebagai berikut22:

1. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seorang

pemegang peran (role accupant) itu diharapkan bertindak.

2. Bagaimana seorang pemegang peran itu akan bertindak sebagai suatu

respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan

yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari

lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik

dan lainnya mengenai dirinya.

3. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai suatu

respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi-fungsi peraturan

hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan

kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang

mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang datang dari para

pemegang peran.

4. Bagaimana para pembuat Undang-undang itu akan bertindak merupakan

fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka,

sanksi-sanksinya keseluruhan kekuatan sosial, politik, ideologis dan lain-lain

yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang

peran serta birokrasi.

Bahwa dalam tabel di atas berhubungan dengan penegakan hukum Ada 3

elemen penting yang dapat mempengaruhi proses penegakan hukum yaitu :

(25)

25

1. Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan

prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya ;

2. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai

kesejahteraan aparatnya, dan ;

3. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya

maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja,

baik hukum materiilnya maupun hukum acaranya.23

Ketiga aspek/elemen ini harus diperhatikan dan dipenuhi agar proses

penegakan hukum dan keadilan dapat diwujudkan secara nyata. Institusi yang

melaksanakan larangan pemilikan tanah pertanian secara absente adalah Badan

Pertanahan Nasional yang dijabarkan dalam Tugas pokok dan fungsi aparaturnya

(Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2006 ) pada Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kota tugas dan fungsi ini dilaksanakan oleh seksi pengaturan

dan penataan pertanahan, didalam pelaksanaannya berpedoman pada Peraturan

Pemerintah Nomor 224 tahun 1961 dan petunjuk kerja lainnya. Sanksi terhadap

aparat pertanahan yang tidak melaksanakan tupoksinya telah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Apatur Sipil Negara. Bahwa efektifnya

penertiban larangan ini sangat tergantung pada budaya dan hukum adat masyarakat

setempat.24

23imly Asshiddiqie, Penegakan Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia, Jurnal Keadilan, Vol 2, No 2, Jakarta, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan, 2002, hal : 18

(26)

26

Sehingga dapat dikatakan bekerjanya hukum dalam masyarakat

dipengaruhi oleh faktor peraturannya, penegakannya, kondisi dan budaya dalam

(27)

27 B. HASIL PENELITIAN

B.1 Gambaran Umum Lokasi Desa Paslaten

Desa Paslaten adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Tatapaan

Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara. Secara geografis,

DesaPaslatenmemiliki luas wilayahnya sekitar 1.880.00 Ha, yang berbatasan

langsung di sebelah utara berbatasan dengan Sungai Manembo-Nembo; sebelah

selatan berbatasan dengan Teluk Amurang; sebelah Timur berbatasan dengan Desa

Sulu; serta sebelah barat berbatasan langsung dengan DesaPaslaten Satu

Desa Paslaten mempunyai tanah pertanian yang cukup luas dan sangat

potensial untuk dikembangkan. Namun, dalam kenyataannya, tanah-tanah pertanian

(28)

28

a. Gambaran Penggunaan Tanah.

Dari luas Wilayah Desa Paslaten penggunaan tanah di Desa Paslaten sebagai

berikut :

Tabel 2.1 Penggunaan Tanah di DesaPaslaten

Penggunaan Tanah Luas Areal

1. Tanah Pertanian

terdiri dari :

a. Tanah Sawah :

- Irigasi

- Non irigasi

b. Tanah Perkebunan.

1.627,50 Ha

188 Ha

135 Ha

1.304,5 Ha

2. Tanah rawah 65,00 Ha

3. Fasilitas Umum/Pemukiman 47,50 Ha

4. Tanah Hutan 140 Ha

Total Luas 1.880,00

Sumber: Buku Desa Paslaten 2016

Dari data tersebut diatas penggunaan tanah paling adalah tanah

pertanian seluas 1.627,50 Ha yang terbagi yaitu tanah sawah irigasi dan non

irigasi seluas 323,00 Ha dan tanah perkebunan seluas 1.304,5 Ha. Sedangkan

luas dari tanah non pertanian adalah seluas 252,5 Ha, yang terbagi yaitu tanah

rawa seluas 65,00 Ha, tanah fasilitas umum seluas 47,50 Ha dan tanah hutan

(29)

29 b. Jumlah Penduduk

Menurut data pertumbuhan penduduk tahun 2016 Desa Paslaten penduduknya

berjumlah 1208 orang penduduk, yang terdiri dari 573 penduduk laki-laki dan

635 orang penduduk perempuan. Data jumlah penduduk menurut usia

selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel di bawah ini :

Tabel 2.2. Jumlah Penduduk di Desa Paslaten

Umur Laki-laki Perempuan Jumlah

0-6 74 79 153

7-12 44 69 113

13-18 91 69 160

19-24 55 70 125

25-38 158 148 306

39-55 119 189 308

56-75 48 60 108

75 th ke atas 6 9 15

Total 573 635 1,208 orang

(30)

30

Berdasarkan Tabel 2.2 terlihat bahwa Di Desa Paslaten memiliki

angka usia produktif yaitu dari umur 19 – 55 tahun sejumlah 739 orang yang

produktif kerja, usia sekolah dari umur 7 – 18 tahun sejumlah 273. Dari

jumlah usia produktif tersebut terdapat 25 % (180 orang) yang belum

mendapatkan pekerjaan dan 75% (559 orang) sudah mendaptkan pekerjaan

dengan profesi sebagai petani, nelayan, Pegawai Negeri dan wiraswasta.

Di Desa Paslaten untuk mendapatkan pekerjaan cukup mudah

dikarenakan jarak ke kota cukup dekat, sehingga memudahkan dalam mencari

pekerjaan. Usia produktif dengan profesi sebagai petani merupakan profesi

yang dominan.

c. Mata Pencarian Penduduk

Penduduk di Desa Paslaten ini rata-rata memiliki mata pencarian sebagai

(31)

31

Tabel 2.3 Mata Pencarian Penduduk di DesaPaslaten.

Mata Pekerjaan Laki-Laki Perempuan Jumlah

Petani 383 orang 5 orang 388 orang

Buruh tani 49 orang 8 orang 57 orang

Buruh migrant 0 orang 1 orang 1

Pegawai negeri sipil 10 orang 21 orang 31

Montir 11 orang 0 orang 11

Pengusaha kecil, menengah dan besar 3 orang 2 orang 5

Pembantu rumah tangga 0 orang 2 orang 2

Karyawan perusahan swasta 14 orang 13 orang 25

Karyawan perusahaan pemerintah 4 orang 3 orang 7

Wiraswasta 23 orang 9 orang 32

Pelajar 135 orang 116 orang 251

Ibu rumah tangga 0 orang 314 orang 314

Purnawirawan/pensiunan 7 orang 13 orang 20

Pengrajin industri rumah tangga lainnya 0 orang 2 orang 2

Jumlah Mata Pencarian Penduduk 1.148 orang

Sumber: Buku Desa Paslaten 2016.

Dari data tabel 2.3 diatas membuktikan bahwa sebagian besar

penduduk DesaPaslaten lebih menggantungkan hidupnya pada alam sekitar

(32)

32

masyarakat yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri sipil, Karyawan swasta,

wirausaha lainnya merupakan profesi dengan presentase kecil.

d. Pemilikan Tanah Pertanian

Luas tanah pertanian di DesaPaslaten sejumlah 1.692,5 Ha dan jumlah

yang memiliki tanah pertanian sejumlah 236 orang dan yang tidak memiliki

tanah pertanian 127 orang dengan luas pemilikan rata-rata masing-masing

keluarga 0,5 s/d 2 Ha.

Dari 236 orang yang memiliki tanah pertanian yang berdomisili di

DesaPaslaten 191 orang dan diluar DesaPaslaten sejumlah sejumlah 45 orang

dengan berdomisili sebagai berikut:

Tabel 2.4 Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Paslaten.

Jumlah orang Berdomisili

18 Kalimantan

11 Pulau Jawa

4 Papua

12 Manado dan sekitarnya

Sumber: Buku Desa Paslaten 2016.

Sehingga dari tabel 4 di atas dapat di ketahui jumlah orang pemilikan

tanah pertanian secara absentee yang berdomisili di luar pulau ada 33 orang

dan yang berada di Manado sekitarnya ada 12 orang. Pemilik tanah yang di

(33)

33

dulu mereka pernah tinggal di Desa Paslaten dan mereka ada yang

mendapatkan tanah tersebut karena warisan.25

e. Keberadaan Tanah Absentee/Guntai Di Desa Paslaten Kecamatan Tatapaan

Kepemilikan Tanah Absentee sangat umum dijumpai di seluruh

Indonesia. Termaksud juga di Desa Paslaten, walaupun masih terdapat

kepemilikan tanah absentee tetapi menurut keterangan Bapak Steven

Lintjewas Mantan Sekertaris Desa, tanah-tanah pertanian tersebut sangat

produktif dan aktif di kerjakan oleh petani penggarapnya sehingga sampai

sejauh ini tidak ada tanah pertanian yang terlantar dan tidak diurus meskipun

pemilik tanah tersebut tidak tinggal di Desanya. Kebiasaan pengelohan tanah

di Desa Paslaten dilakukan dengan sistem bagi hasil apabila pemilik tanah

tidak berdomisili didesa tersebut. System bagi hasil ini tanah dikerjakan oleh

petani penggarap dengan hasil dibagi dengan pemilik tanah dengan

berbandingan 40 % : 60 % yaitu pemilik tanah 40 % sedangkan 60 % petani

penggarap. Bagi pemilik tanah hal itu tidak menjadi masalah karena bagi

dirinya yang terpenting tanah tersebut tidak di terlantar (tidak dimanfaatkan

sesuai peruntukannya) karena ada yang mengurusnya. Setelah itu secara

berkala setiap musim panen atau setidaknya setahun sekali si penggarap akan

melaporkan keadaan tanah tersebut dan memberikan hasil panennya kepada

pemilik tanah sesuai kesepakatan. Bapak Steven juga mengatakan bahwa,

25Wawancara dengan Bapak Stevan Lintjewas, Mantan Sekertaris Desa, Tanggal 22

(34)

34

pemilik tanah yang berdomisili di luar provinsi memiliki Surat Keterangan

Domisili penggati KTP untuk bisa memiliki tanah tersebut, hal-hal seperti ini

yang menyebabkan pemilik tanah secara absentee di Desa Paslaten.26

Berdasarkan dari hasil penelitian, cara perolehan tanah absentee di

lakukan dengan jalan ialah:

1. Jual Beli Dibawah Tangan.

- Dari keterangan ibu Vivi Sumajow 27 seorang PNS yang berdomisili di

Manado, beliau memiliki tanah absentee melalui jual beli di bawah

tangan. Dalam proses jual beli tersebut hanya antara pembeli dan penjual

(pemilik Tanah) di depan Kepala Desa Paslaten dengan di hadiri oleh para

saksi yaitu tetangga dan kerabat keluarga. Peralihan hak atas tanah di

bawah tangan, ini dilakukan di atas kertas dengan materai atau kertas

segel yang didalamnya dituangkan perjanjian yang mengikat kedua belah

pihak yang harus ditandatangani oleh para pihak dan saksi-saksi.

Disamping itu biasanya juga dilakukan dengan hanya memberikan

kwitansi pembayaran dengan membubuhkan tujuan penyerahan uang

tersebut, jadi tidak dengan perjanjian yang di tuangkan di atas kertas. ibu

26 Wawancara dengan Bapak Stevan Lintjewas, Mantan Sekertaris Desa, Tanggal 22 Desember 2016.

27Wawancara dengan Ibu Vivi Sumajow, Pegawai Negeri Sipil, Pemilik Tanah Absentee,

(35)

35

Vivi Sumajow memiliki tanah sawah 2800 m2 dan memperoleh tanah

tersebut yaitu dengan jalan jual beli dibawah tangan pada tahun 1980.

Beliau adalah penduduk asli Desa tetapi sudah migrasi ke Manado.

Sesuai dari keterangan Ibu Vivi lahan pertaniannya yang terletak di Desa

Paslaten, di kelola oleh penggarap dengan perjanjian bagi hasil dengan

pembagian 60 % di berikan kepada ibu Vivi dan 40 % kepada petani

penggarap. Bisa di katakan bahwa walaupun ibu Vivi tidak mengelola

tanah yang bersangkutan, akan tetapi beliau mendapatkan 60 % dari hasil

bersih yang diserahkan oleh penggarap. Diperoleh informasi dari Ibu Vivi

bahwa alasanya untuk melakukan jual beli di bawah tangan adalah :

karena mudah pelaksanannya dan biaya lebih murah dibandingkan dengan

jual beli yang dilakukan di depan PPAT.

Lebih lanjut ibu Vivi juga mengatakan bahwa dengan terjadinya

jual beli di bawah tangan maka terhindar dari kewajiban untuk membayar

pajak kepada Negara yaitu Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

(BPHTB) dan Pajak Penghasilan (Pph), Berkaitan dengan peraturan

tentang larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee, beliau

mengatakan tidak mengetahui bahwa pemilikan tanah secara absente itu di

larang, karena Kantor Pertanahan sendiri pun tidak pernah mengadakan

sosialisasi kepada pemilik tanah absentee. Sehingga tanah tersebut

dijadikan investasi untuk memperoleh keuntungan sendiri dan mungkin

(36)

36

2. Melalui Pelelangan Negara

Ada dua bidang tanah absentee yang diperoleh melalui pelelangan

Negara yakni tanah yang dimiliki oleh Bapak Yoko Ferry dan Ibu Sandra

Johannis. Tentang proses perolehan tanah absentee dapat di jelaskan

sebagai berikut:

a. Dari keterangan Bapak Ferry Yoko, seorang wiraswasta, yang merupakan

pemilik tanah absentee di Desa Paslaten yang berdomisili di Kota Manado

dan beliau bukan penduduk asli Desa Paslaten. Diperoleh informasi bahwa

Bapak Ferry Yoko memiliki tanah sawah 1800 m2 dan memperoleh tanah

tersebut yaitu dengan lelang negara pada tahun 1990. Beliau mengatakan

bahwa perolehan tanah pertanian di Desa Paslaten diperoleh melalui

lembaga lelang negara dan proses pelelangan tersebut tidak

mempersyaratkan bahwa beliau harus berdomisili di Kecamatan Tatapaan.

Keterangan lebih lanjut di jelaskan dari bapak Yoko bahwa pemilikan

tanahnya diperoleh dengan cara yang sah yaitu melalui lelang Negara

sehingga proses untuk memiliki tanah tersebut sudah di akui oleh

pemerintah. Selanjutnya, beliau berharap bahwa peraturan tanah absentee

harus di sesuaikan dengan kondisi saat ini.28

b. Menurut keterangan Ibu Sandra Johannis seorang Wiraswasta, yang merupakan pemilik tanah absentee yang berdomisili di Kota Tomohon.

28Wawancara dengan Bapak Ferry Yoko, Wiraswasta, Pemilik Tanah Absentee, Tanggal 22

(37)

37

Ibu Sandra Johannis memiliki tanah sawah sekitar 1500 m2 dan

memperoleh tanah absentee melalui lelang Negara juga pada tahun 1988.

Beliau bukan penduduk asli Desa Paslaten. Seperti halnya yang

diinformasikan oleh Bapak Ferry Yoko, beliau juga mengatakan bahwa

waktu memperoleh tanah tersebut tidak ada usaha dari Kantor Pertanahan

untuk mencegah. Beliau juga mengatakan bahwa sewaktu mendapatkan

tanah tersebut tidak ada larangan dari pihak Kantor Pertanahan dan juga

belum ada penyuluhan dari Kantor Pertanahan. Menurut keterangannya

cara memiliki tanah tersebut dengan mendaftarkan akta lelang di Kantor

Pertanahan Kabupaten Minahasa Selatan dan diproses peraalihan haknya.

Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Selatan tidak mempermasalahkan

domisili sesuai dengan KTP Kota Tomohon, sehingga ibu Sandra merasa

yakin bahwa pemilikannya adalah sesuai dengan prosedur. 29

3. Karena Warisan

- Menurut Bapak Larry Katiandhago, seorang PNS yang berdomisili di Kota

Manado, beliau memperoleh tanah pertanian seluas 2500 m2 melalui

pewarisan 1992 tahun yang lalu. Beliau bukan penduduk asli Desa

Paslaten. Dari keterangan beliau dimana pembagian warisan tersebut

dilakukan 1 tahun setelah kematian pewaris. Ahli waris adalah anak dari

pewaris yang sudah meninggal. Tanahnya saat ini dikelolah dengan sistem

29Wawancara dengan Ibu Sandra Johannis , Wiraswasta, Pemilik Tanah Absentee, Tanggal

(38)

38

bagi hasil kepada sanak saudara yang berdomisili di Desa Paslaten. Bapak

Larry masih berkunjung di kebun tersebut selama 3 kali dalam 1 tahun.

Dari segi pengolahan tanah bagi dirinya tidak menjadi masalah karena

dengan adanya kemudahan transportasi membuat jarak antara

Manado-Paslaten dapat ditempuh beberapa jam saja sehingga dia dapat dengan

mudah melakukan pengawasan, mengingat dia bukan penduduk daerah

tersebut dan berdomisili di luar kota sehingga membutuhkan proses yang

cepat dalam pengalihan hak atas tanah tersebut. Dari keterangan beliau,

pemerintah harus merevisi aturan tentang kepemilikan tanah absentee bagi

tanah-tanah yang dimiliki secara turun-temurun. karena tanah tersebut

adalah pemberian dari orangtuanya untuk dijaga dan dikeloah.30

Dari hasil wawancara tersebut diatas yang dilakukan kepada 4 subjek

hak kepemilikan tanah yaitu Bapak Ferry dan Ibu Sandra , yang keduanya

berprosesi sebagai wiraswata, Bapak Larry dan Ibu Vivi yang berprofesi

sebagai Pegawai Negeri, diperoleh informasi bahwa para subyek hak pemilk

tanah absentee, memperoleh haknya melalui jual beli dibawah tangan,

warisan dan melalui lelang Negara. Dalam memperoleh hak atas tanah

tersebut menunjukkan bahwa pemilikan tanah pertanian secara absentee di

Desa Paslaten terjadi karena melalui jual beli dibawah tangan merupakan

pelanggaran yang di lakukan oleh pihak penjual dan pembeli yang di legalkan

30Wawancara dengan Bapak Larry Katiandhago, Pegawai Negeri Sipil, Pemilik Tanah

(39)

39

oleh aparat desa. Sedangkan peralihan hak atas tanah yang di peroleh memalui

lembaga lelang Negara merupakan kelemahan hukum karena larangan

pemilikan tanah secara absentee belum di atur lebih lajut oleh ketentuan

lelang Negara. Selain itu, pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan

Nasional Khususnya Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Selatan belum

maksimal dalam melakukan penyuluhan hokum pertanahan. Bagi masyarakat

Desa Paslaten masih kurang pemahaman mengenai larangan ini dan Kantor

Pertanahan ternyata belum melakukan sosialisasi tentang larangan ini.

Sejauh ini Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Selatan belum

maksimal dalam melakukan tugas penyuluhan/sosialisasi hukum pertanahan

kepada masyarakat dan belum juga melakukan hal yang konkrit untuk

menunjang terlaksananya efektivitas larangan pemilikan tanah

absentee/guntai tersebut. Hal itu terbukti adanya tanah-tanah absentee Di

Desa Paslaten berdasarkan 4 orang sampel penelitian yang ada.

Menurut keterangan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa

Selatan Bapak Tjatur Wahyudi, SE pada Tahun 2012 pernah dilaksanakan

soasialisasi tentang larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee di

Desa Paslaten kecamatan Tatapaan bersamaan dengan soasialisasi tentang

(40)

40

Setelah itu tidak pernah ada penyuluhan lagi dari Kantor Pertanahan berkaitan

dengan tanah absentee. 31

Beliau juga mengatakan bahwa pihaknya sudah maksimal dalam

melakukan tertib administrasi khususnya dalam hal peralihan hak dan

penerbitan sertifikat tanah. Upaya yang selama ini telah dilakukan selain

penyuluhan/sosialisasi adalah dengan meningkatkan pengawasan dalam hal

meneliti dokumen kependudukan (KTP) yang kaitannya dengan domisili pada

setiap permohonan hak atas tanah pertanian dan peralihan hak. Hal ini untuk

memastikan pemilik tanah berdomisili didesa dimana letak tanahnya, dan

apabila pemilik tanah berdomisili di luar kecamatan maka wajib membuat

pernyataan dalam jangka waktu enam (6) bulan setelah mendapatkan hak atas

tanah pertanian maka yang bersangkutan memilih berdomisili didesa letak

tanahnya (sesuai Pasal 3 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 224 tahun

1961).

Selain itu menurutnya Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa

Selatan dalam rencana kegiatan tahun anggaran 2018 mendatang akan

mengadakan kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan

Pemanfaatan Tanah (IP4T) bahwa dengan kegiatan ini dapat di pantau/ di

ketahui penguasaan pemilikan tanah oleh orang perorangan atau badan hukum

31Wawancara Dengan Bapak Tjatur Wahyudi S.E, Kepala Kantor Pertanahan Minahasa

(41)

41

sehingga dapat di tindak lanjuti dengan penertiban pemilikan penguasaan

tanah yang terindikasi absentee tersebut.

Dengan adanya data IP4T tersebut para pejabat Kantor Pertanahan

dapat melakukan upaya peringatan dan penindakan kepada subyek

hak/pemilik tanah secara objektif dan transparan. Di samping itu dapat

menerapkan sanksi pidana bagi pemilik tanah yang memperoleh atau dengan

sengaja menghalang-halangi pengambilan tanah oleh Pemerintah dan

pembagianya sebagaimana di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224

Tahun 1961 Pasal 19 yaitu :

(1) Pemilik tanah yang menolak atau dengan sengaja menghalanghalangipengambilan tanah oleh Pemerintah dan pembagiannya,sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), di pidana denganhukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000,- sedang tanahnya diambil olehPemerintah tanpa pemberian ganti rugi

(2) Barang siapa dengan sengaja menghalang-halangi terlaksananyaPeraturan Pemerintah ini dipidana dengan hukuman kurunganselama-lamanya 3 bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknyaRp. 10.000,-

(3) Tindak pidana yang dimaksudkan dalam ayat (1) dan (2). Pasal ini adalah pelanggaran Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, bahwa di Kantor Pertanahan Minahasa Selatan belum pernah adanya penerapan sanksi pidana tersebut.

Dari hasil wawancara tersebut diatas, upaya mengendalikan,

meminimalisir dan penertiban Pemilikan Tanah pertanian secara absente oleh

Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Selatan sudah mulai dilakukan

(42)

42 B.2 ANALISIS

Dalam analisis ini penulis menganalisis memakai Teori Robert B. Seidman,

dapat dilihat dari tiga elemen, yaitu: 1). Lembaga pembuat peraturan 2). Lembaga

pelaksana peraturan (Kantor pertanahan) dan 3). Pemegang peran (Masyarakat).

Secara lengkap dalam dilihat pada uraian bagan di bawah ini:

Aktivitas Penerapan

Sehingga umpan balik kepada pembuat peraturan belum ada karena peraturan tersebut

Sehingga Badan Pertanahan Nasional membut peraturan mengenai tanah-tanah bermasalah yang terjadi dimasyarakat.

1. Faktor Masyarakat, masyarakat kurang mendapatkan informasi tentang hak dan kewajiban serta larangan mengenai hukum pertanahan.

2. Faktor Budaya, pemilikan tanah secara turun-temurun merupakan budaya hukum didalam masyarakat Minahasa pada umumnya sehingga hak waris merupakan sala satu faktor penyebab pemilikan tanah pertanian secara absenti hal ini terjadi juga di desa paslaten dimana penerima waris memiliki profesi sebagai pekerja formal (PNS dan lannya) dan berdomisili di luar desa.

3. Faktor Ekonomi, tanah mempunyai nilai ekonomi yang cendrung meningkat dari tahun ketahun sehingga oleh beberapa kalangan masyarakat yang bermodal tanah di jadikan sebagai investasi dan sebagai modal jaminan bank dalam menjalankan usahanya, pemilikan tersebut diatas dilakukan dengan cara jual beli dibawah tangan dan melalui lelang Negara.

- Dalam penerapan peraturan tersebut di masyarakat Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Selatan belum maksimal.

- Sebagian besar masyarakat Desa Paslaten ternyata belum mengetahui adanya peraturan larangan absentee karena kantor pertanahan, belum pernah melakukan penyuluhan atau soasialisasi mengenai larangan dalam pemilikan tanah seperti tanah absentee.

- Penegakan hukum, jual beli tanah di bawah tangan, mahalnya biaya pembuatan akta jual-beli oleh camat sebagai pejabat pembuat akta tanah sementara, mudahnya mendapatkan surat keterangan berdomisili oleh aparat desa, kurangnya pemahaman peraturan pertanahan oleh aparat desa hal ini merupakan faktor lemahnya penegakan hukum pertanahan khususnya pengendalian pemilikan tanah pertanian secara absentee

Kantor pertanahan Minahasa Selatan yang melaksanakan penerapan peraturan kepada masyarakat di Desa Paslaten, tugasnya ialah melaksanakan pengawasan dan penyuluhan aturan yang mengenai pertanahan kepada masyarakat. melalui Kepala Desa agar masalah-masalah tanah yang terjadi di Desa Paslaten dapat terealisasikan dengan baik terkhusunya mengenai peraturan larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee.

Kepala

Desa

(43)

43

Pada bagan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

Badan Pertanahan Nasional di bentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor

10 Tahun 2006. Untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi BPN di daerah, dibentuk

Kantor Wilayah BPN di tingkat provinsi dan Kantor Pertanahan di tingkat

kabupaten/kota berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4

Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Dalam Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2006, pada Pasal 70 angka 2 ditegaskan

bahwa Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan fungsi

melaksanakan sosialisasi tentang ketentuan Landreform, menyiapkan bahan usulan

penetapan/penegasan Tanah objek Landreform (yang antara lain Tanah objek

landreform karena Absente), penerbitan Surat Keputusan Redistribusi dan

mengusulkan ganti rugi.

Selain kewenangan dalam Pasal 2 (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

ada kewenangan lain yang telah dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah melalui

Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang

Pertanahan dan di pertegas dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah Pasal 12 (dan di dalam Lampirannya). Bahwa mengenai

pembagian urusan Pemerintah dibidang Pertanahan dimana ada sembilan 9

kewenangan pemerintah yang diserahkan ke pemerintah daerah antara lain adalah

Penetapan Subyek dan Obyek Redistribusi Tanah, serta Ganti Kerugian Tanah

(44)

44

1. Penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian

tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee lintas Daerah provinsi

(posisi lokasi objek terletak diantara 2 Provinsi) menjadi kewenangan

pemerintah pusat.

2. Penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian

tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee lintas Daerah

kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi. (posisi lokasi objek

terletak diantara 2 Kabupaten atau Kota).

3. Kewenangan kabupaten/kota, sebaliknya apabila letak tanahnya itu di

dalam kabupaten/kota tidak berbatasan tapi mutlak di dalam

Kota/Kabupaten itu merupakan kewenangan dari Kabupaten/Kota.

Ketentuan tersebut merupakan landasan hukum bagi Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota seluruh Indonesia untuk mengelolah dan mengatur tanah objek

landreform. Namun sampai dengan saat ini pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan

dan Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Selatan belum menindak lanjuti

kebijakan tersebut (Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 2003 tentang Kebijakan

Nasional di Bidang Pertanahan dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah).32

Menjadi dasar pelaksanaan larangan pemilikan tanah pertanian secara

absentee terdapat dalam Pasal 10 angka 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 yang

32Wawancara dengan Bapak Stevan Lintjewas, Mantan Sekertaris Desa, Tanggal 22

(45)

45

berbunyi “ Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas

tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya

sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan ”, yang lebih lanjut

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan

Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Rugi serta tugas pokok dan fungsinya dan

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964 tentang Perubahannya dan Tambahan

Peraturan Pemerintah No.224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah

Dan Pemberian Ganti Kerugian. Ada beberapa hal penting yang diatur dalam

peraturan-peraturan tersebut diatas sebagai berikut :33

1. Pemilik tanah pertanian wajib mengerjakan tanahnya secara aktif.

2. Pemilik tanah pertanian wajib bertempat tinggal di kecamatan tempat

letak tanahnya.

3. Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar kecamatan

tempat letak tanahnya, wajib mengalihkan hak atas tanahnya atau

pindah ke kecamatan letak tanah tersebut.

4. Dilarang memindahkan atau mengalihkan hak atas tanah pertanian

kepada orang atau badan hukum yang bertempat tinggal atau

berkedudukan di luar kecamatan tempat letak tanahnya.

5. Larangan pemilikan tanah secara absentee hanya mengenai tanah

pertanian.

6. Sanksi pidana terhadap larangan tersebut.

(46)

46

Dengan berlakunya peraturan tentang larangan pemilikan tanah pertanian

secara absentee dapat dipastikan bahwa setiap masyarakat yang bukan petani dan

berdomisili di luar wilayah kecamatan dilarang memiliki tanah pertanian. Larangan

ini mempunyai maksud dan tujuan yang mulia sesuai dengan tujuan dari

Undang-Undang Pokok Agraria yaitu, sebagai sarana membawakan kemakmuran, keadilan

dalam pemilikan dan penguasaan tanah pertanian kepada masyarakat terutama

masyarakat yang penghidupannya bergantung pengolahan tanah atau berprofesi

sebagai petani. Namun bagi masyarakat yang memiliki tanah pertanian dan bukan

petani dan berdomisili diluar wilayah kecamatan letak tanah merupakan cara-cara

perampasan hak atas tanah mereka.

Hal-hal seperti terjadi di Desa Paslaten dimana perubahan tingkah laku

masyarakat dan pola hidup masyarakat yang sudah mengenal pendidikan

mengakibatkan berubahnya gaya hidup dari profesi awal sebagai petani menjadi

pekerja formal. Perubahan ini mengakibatkan banyaknya migrasi orang ke kota untuk

memperbaiki pola hidupnya, sehingga banyak menimbulkan terjadinya pemilikan

tanah pertanian secara absentee yang terjadi di mana-mana, mengakibatkan pemilik

tanah absentee kebanyakan berprofesi sebagai pegawai swasta, pegawai negeri bukan

petani dan tempat tinggal pemilik tanah berada diluar kecamatan, kabupaten dan

mungkin juga di luar pulau.34 Namun, hasil penelitian menunjukan bahwa hal ini

tidak mempengaruhi pengolahan/ pemanfaatan tanah tersebut karena dapat dilakukan

oleh pihak lain dengan sistim bagi hasil. Semestinya pemilik tanah juga dapat

mengolah tanahnya sendiri walaupun letak tanah di luar kecamatan tempat tinggalnya

(47)

47

karena adanya kemudahan alat transportasi itulah yang terjadi di Desa Paslaten. Ada

beberapa faktor penyebab maraknya pemilikan tanah pertanian secara absente di Desa

Paslaten yaitu jual beli dibawah tangan, Warisan, Lelang Negara.

Pada umumnya cara-cara/terjadinya pemilikan tanah yang dilakukan oleh

masyarakat Desa Paslaten adalah jual beli dibawah tangan. Alasanya bahwa biayanya

lebih murah dibandingkan dengan jual beli yang dilakukan didepan PPAT dan mudah

pelaksanaanya. Lain halnya dengan Pemilikan tanah secara turun-temurun (waris)

merupakan sesuatu yang lumrah terjadi di setiap keluarga. Biasanya ahli waris dalam

melakukan pembagian warisan terikat dengan kebiasaan masyarakat yang ada bahwa

dapat dilakukan dengan tegang waktu satu tahun sejak kematian pewarisnya. hal itu

disebabkan karena adat kebiasaan masyarakat, yaitu adanya hal-hal yang tidak pantas

dilakukan yang pada umumnya berlaku dalam masyarakat Desa Paslaten bila ada

kehendak untuk segera membagikan-bagikan harta warisan sebelum 100 hari

kematian pewaris, hal ini merupakan kebiasaan-kebiasaan peralihan hak atas tanah

yang telah berlangsung lama didalam masyarakat Desa Paslaten. Faktor personal lain

yang mempengaruhi dalam masyarakat tidak menjual tanah absentee yaitu tanah

tersebut dapat memberikan keuntungan apabila di investasi ataupun dapat dijadikan

warisan kelurga keapada anak cucu mereka mendatang.

Sedangkan pemilikan tanah pertanian secara absentee di Desa Paslaten yang

terjadi karena diperoleh melalui Lelang Negara merupakan suatu cara yang aturanya

ada tentang lelang Negara. Tetapi sebetulnya ketidak cermatan oleh petugas pada saat

melakukan pelelangan yaitu petugas tidak melihat subyek calon pemegang haknya

(48)

48

absentee. Peralihan hak lelang itu harus di perhatikan subyeknya dan objeknya,

apakah sebagai subyek pemegang atas tanah atau tidak. Nampaknya ini yang tidak di

perhatikan oleh petugas, jadi petugas beranggapan siapa yang berani membeli dia

yang sebagai pemenang lelang. Seharusnya petugas lelang memperhatikan bahwa hal

tersebut bukan subyek hak pemegang atas tanah karena melanggar ketentuan

absentee. Hal ini dapat dijelaskan dengan Teori Seidman bahwa elemen penting yang

dapat mempengaruhi proses penegakan hukum yaitu : Institusi penegak hukum

beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja

kelembagaannya; Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai

kesejahteraan aparatnya, dan Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja

kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja,

baik hukum materilnya maupun hukum acaranya. Hal ini terlihat jelas dalam kasus

diatas bahwa jika seorang petugas tidak memahami mekanisme kerja kelembagaan,

tidak memahami dengan baik materil dan standar kerja serta budaya kerja yang

kurang baik dengan semestinya mengakibatkan adanya kesalahan yang berimbas pada

kepemilikan tanah absentee.

Oleh sebab itu, terjadinya pemilikan tanah pertanian secara absentee di Desa

Paslaten telah berlangsung lama dan hal tersebut di legalkan oleh aparat pemeritahan

dalam hal ini Kepala Desa dan perangkatnya. Selain itu Kantor Pertanahan

Kabupaten Minahasa Selatan dalam melakukan penyuluhan hukum tentang

pertanahan, tidak konsisten dalam menginformasikan tentang adanya larangan

pemilikan tanah pertanian secara absentee karena hanya pada tahun 2012 saja dan

(49)

49

Minahasa Selatan belum pernah membagikan brosur yang menginformasikan

mengenai layanan pertanahan serta larangan-larangan yang menyangkut pemilikan

tanah kepada masyarkat di Desa Paslaten maupun di Kabupaten Minahasa Selatan.

Penulis berpendapat bahwa peran pemerintah yakni Kantor Pertanahan

Kabupaten Minahasa Selatan belum maksimal dengan baik sehingga masih terdapat

Gambar

Tabel 2.1 Penggunaan Tanah di DesaPaslaten
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk di Desa Paslaten
Tabel 2.3 Mata Pencarian Penduduk di DesaPaslaten.
Tabel 2.4 Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Paslaten.

Referensi

Dokumen terkait

Pengumuman Bupati Bandung nomor: 800/811/BKPSDM tanggal 1 April 2019 tentang Hasil Akhir Seleksi Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja di Lingkungan

dengan lebih baiknya pencapaian kelas eksperimen daripada kelas kontrol dalam hal kemampuan berpikir kreatif pada indikator keterampilan elaborasi dari postes yang

Dari hasil simulasi model Kapal Angkut Ikan 60 GT ini diketahui bahwa tidak ada perubahan pola/tren yang signifikan dari tiap mode gerak dalam variasi kecepatan maupun

Hasil pengamatan mendapatkan bahwa hutan mangrove Batuline Desa Bahoi masih dalam kondisi yang baik dimana tutupan kanopi secara umum berada pada kisaran 80-90

Dalam menganalisis tingkat pemahaman dampak buruk rokok dan empati perokok, maka peneliti melakukan pengkategorian menggunakan skor hipotetik.Alasan pengkategorian dengan

penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak kandung di kota Badar Lampung dapat diketahui bahwa faktor utama yang

 Pertemuan ke-2.. Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 3 Mei 2012 ditempat yang sama, pada pertemuan kedua ini seperti yang sudah dijelaskan pada pertemuan ke-1

Selain bermain, pemain juga dapat berkreasi dengan memasukkan file musik digital (dengan format .mp2, .mp3, .aiff, .mid, .au, dan .wav sesuai dengan format- format audio