• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Hasil Template Matching Untuk Deteksi Posisi Mata Menggunakan Receiver Operating Characteristic (ROC)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengujian Hasil Template Matching Untuk Deteksi Posisi Mata Menggunakan Receiver Operating Characteristic (ROC)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pengujian Hasil Template Matching Untuk Deteksi Posisi Mata

Menggunakan Receiver Operating Characteristic (ROC)

Sangap Mulyadi

(1,2)

, Mochamad Hariadi

(1)

, Mauridhi Hery Purnomo

(1) 1) Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya – Indonesia

2) Jurusan Teknik Elektro , Politeknik Negeri Medan – Sumatera Utara - Indonesia. Email : [email protected], (mochar,hery)@ee.its.ac.id

Abstract : Template matching salah satu metode ekstraksi bentuk (shape extraction method) yang secara konseptual merupakan proses sederhana untuk mencocokkan template berupa sub image yang berisi bentuk bagian dari fitur yang ingin ditemukan pada sebuah image. Pada penelitian ini, penulis mengunakan template matching untuk mendeteksi lokasi posisi fitur mata sebagai salah satu bagian dari fitur wajah dengan menggunakan objek data pengujian image berupa sketsa yang belum banyak dilakukan sebelumnya. Proses dari metode template matching untuk deteksi fitur mata pada sketsa wajah ini mempunyai beberapa tahapan. Pertama, membentuk template mata dari sketsa wajah. Kedua, image yang akan dideteksi fiturnya dibuat dalam dua keadaan yaiu tanpa grid dan menggunakan grid. Selanjutnya dilakukan proses deteksi lokasi posisi mata dengan template matching. Akhirnya untuk menguji performansi deteksi lokasi posisi mata menggunakan template matching pada sketsa wajah digunakan analisis Receiver Operating Characteristic (ROC) meliputi hasil deteksi tanpa grid dan menggunakan grid dengan nilai threshold tertentu. Sebanyak 50 data sketsa wajah frontal view model halftone telah diuji. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat akurasi kebenaran deteksinya sebesar 71% dan 77%.

Kata Kunci : Template matching, sketsa wajah model halftone,grid, Receiver Operating Characteristic(ROC).

1. PENDAHULUAN

Teknologi biometrik telah banyak dikembangkan dalam pengenalan fitur-fitur wajah khususnya melalui deteksi fitur mata dari wajah sebagai langkah awal bagian dari proses pengenalan wajah telah dilakukan oleh banyak peneliti [1-5].

Untuk mencari informasi titik lokasi posisi mata pada wajah salah satu cara deteksi lokasi posisi mata yang diusulkan dalam penelitian ini adalah menggunakan template matching. Pengunaan template matching salah satu metode ekstraksi fitur [1,4,5] Cara ini dilakukan dengan menggunakan sub image yang berisi bentuk bagian dari fitur yang ingin ditemukan pada sebuah image berukuran tertentu membentuk window yang disebut sebagai template kemudian dicocokkan (matching) dengan objek image atau data testing. Sehingga akhirnya ditemukan bagian yang dicari dengan membandingkan tiap piksel pada image

terhadap template. Data sketsa wajah pada penelitian ini adalah berupa sketsa wajah frontal view tipe halftone. Sampel data uji yang digunakan pada penelitian ini adalah model halftone [6-8], yaitu sketsa di gambar dengan memanfaatkan efek gradasi dari gelap ke terang untuk tercapai plastisitas yang dikehendaki.

Pada pengujian ini digunakan sketsa yang berukuran 110x150 piksel. Proses template matching dilakukan pada sketsa wajah tanpa grid dan sketsa wajah menggunakan grid sehingga kemudian dapat dilihat adanya perubahan hasil deteksi posisi lokasi titik mata. Untuk mengetahui tingkat akurasi hasil proses tersebut digunakan analisis Receiver Operating Characteristics sebagai suatu teknik untuk memvisualisasikan, mengorganisir dan memilih classifier berdasarkan performansinya [9-10]. Suatu classifier dipetakan dari contoh kepada kelas yang diprediksi. Beberapa model klasifikasi menghasilkan keluaran yang kontinyu untuk nilai threshold yang berbeda-beda

Gambar (1). Contoh Sketsa Frontal View model Halftone .

2. METODE USULAN

Jika diketahui sebua image objek data pengujian yang dinotasikan sebagai fim(x,y) dimana x adalah tinggi

image dan y adalah lebar image serta sub image yang berisi fitur yang ingin dicari yang disebut template g(m,n), dimana m adalah tinggi template dan n adalah lebar template. Maka formulasi template matching terhadap image dapat dicari dengan cara mengurangkan nilai template g(m,n) terhadap nilai image fim(x,y) yang

dimodelkan menggunakan Persamaan (1)

(

)

[

]

∑∑

= = + + − = m y n x j y i x fim n m g j i D 0 0 , ) , ( ) , ( (1)

Dengan membuat nilai minimum perbedaan kecocokan template terhadap image dan menghindari unsur negatif maka seperti dinyatakan dalam persamaan (2)

(2)

[

∑∑

[

(

)

]

= = + + − m y n x j y i x fim n m g 0 0 , ) , ( min (2).

Maka skor nilai minimum kecocokan (score matching) yang diinginkan dinyatakan dalam persamaan (3)

( )

[

D

i

j

]

SMatching

=

min

,

(3)

Nilai skor kecocokan yang minimum menjadi indikasi area lokasi posisi fitur yang diinginkan dari suatu image. Pada penelitian ini digunakan template mata membentuk window berukuran 65x10 pixel. Gambar (2) adalah ilustrasi proses template matching terhadap image. .

F11  F12  F13  F14  F15  I16  I17  I18 I19 F21  F22  F23  FI24  F25  I26  I27  I28 I29 F31  F32  F33  F34  F35  I36  I37  I38 I39 I41  I42  I43  I44  I45  I46  I47  I48 I49

     

Gambar (2). Proses Template Matching terhadap Image.

3.1. Pembuatan template mata

Setelah terbentuk sketsa wajah dilakukan proses pengubahan format sketsa wajah yang masih dalam bentuk RGB ke bentuk grayscale untuk dapat dilakukan proses deteksi fiturnya. Kemudian dibuat template mata yang diambil sebagai model untuk menentukan lokasi titik posisi mata pada setiap sketsa/data pengujian. Pada proses pembuatan template, Pembuatan template mata dilakukan dengan cropping bagian mata tanpa alis. Pada penelitian ini template mata yang digunakan membentuk window berukuran 65x10 piksel. Gambar (3) menunjukkan ilustrasi template mata yang digunakan

Gambar (3).Sampel Template Mata.

3.2. Pembentukan Grid pada Objek Data Pengujian.

Pada tahap berikutnya, penulis membentuk suatu kondisi dimana proses template matching yang dilakukan terhadap image yang dideteksi fiturnyadalam keadaan tanpa grid dan menggunakan grid. Untuk membentuk gradient citra, digunakan turunan pertama yang dapat dinyatakan menggunakan persamaan :

Pencarian lokasi titik posisi mata pada sketsa wajah akan memberi hasil yang lebih signifikan bila area pencarian dilokalisir,selain itu juga mempercepat waktu proses deteksi. Lokalisir area pencarian fitur mata pada sketsa dapat dilakukan dengan grid. Pembuatan grid pada sketsa wajah dengan memberi kotak-kotak wajah disesuaikan dengan jumlah kolom dan baris yang diinginkan berpedoman dari titik tengah gambar sehingga dari pengamatan grid yang ada diperoleh nilai batas upper bound dan lower bound yang dapat dilihat dalam ilustrsi berikut ini

Gambar (3) Sketsa wajah menggunakan grid

3.3. Deteksi Fitur.

Proses deteksi fitur merupakan proses untuk mencari fitur yang ada pada sketsa wajah menggunakan algoritma template matching. Pada penelitian ini fitur yang akan dideteksi adalah lokasi posisi mata kiri, mata kanan, hidung dan bibir. Proses deteksi fitur dibagi menjadi 2 bagian, yaitu proses deteksi tanpa grid dan proses perbaikan deteksi fitur menggunakan grid.

3.4. Receiver Operating Characteristic (ROC) Receiver Operating Characteristics adalah suatu teknik untuk memvisualisasikan, mengorganisir dan memilih classifier berdasarkan performansinya [4]. Suatu classifier dipetakan dari contoh kepada kelas yang diprediksi. Beberapa model klasifikasi menghasilkan keluaran yang kontinyu untuk nilai threshold yang berbeda-beda. Ada empat kemungkinan yang bisa dihasilkan.

• Bila contohnya positif dan contoh tersebut diklasifikasikan positif dihitung true positif • Bila contohnya positif dan contoh tersebut

diklasifikasikan negatif dihitung false negatif • Bila contohnya negatif dan contoh tersebut

diklasifikasikan negatif dihitung sebagai true negatif

• Bila contohnya negatif dan contoh tersebut diklasifikasikan positif dihitung sebagai false positif

Formulasi untuk menghitung variabel diatas adalah TPRate(TPR) ≈ Positives correctly classification/ total

positives

(3)

FPRate(FPR) = Negatives incorrectly classified/ total negatives = FP/N = FP/ (FP +TN) (5) Specificity = TN/(FP+TN) = 1- FPR True class p n Hyphothes ized class True Positives (TP) False Positives (FP) False Negatives (FN) True Negatives (TN) P N

Gambar (4) Matriks confusion Dimana: p,n = jumlah contoh data positif/negatif

P,N= Jumlah total positif/negatif

Untuk memproses keadaan tersebut dibutuhkan data pembanding yang disebut dengan data impostor (data palsu) dan dipengaruhi oleh besaran nilai threshold yang diberikan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN.

Pada penelitian ini yang digunakan adalah sketsa wajah frontal view model halftone dalam bentuk keabuan yang berukuran 150x110 sebanyak 50 orang, dimana 37 diantaranya adalah laki-laki dan 37 perempuan. Untuk data pelatihan menggunakan pose norma tegak.

Data uji adalah image hasil sketsa yang dibuat oleh sketcher model halftone. Gambar 5(a) dan (b) merupakan hasil proses deteksi lokasi posisi mata data pada sketsa wajah model halftone.

(a)

(b)

Gambar 5 (a) dan (b). Hasil Proses Deteksi mata

Gambar (6) ROC deteksi fitur dua mata tanpa grid

TPRate(TPR) ≈ Positives correctly classification/ total positives

≈ TP/P= TP/(TP + FN) FPRate(FPR) = Negatives incorrectly classified/ total negatives

= FP/N = FP/ (FP +TN) TPRate(TPR) ≈ Positives correctly classification/ total positives

0.86 ≈ TP/P=TP/50 • TP = 50 x 0.86 = 43

TPR = TP/(TP + FN) 0.86 = 43/(43+FN)

• FN = 7

FPRate(FPR) = Negatives incorrectly classified/ total negatives

(4)

• FP = 50 x 0.44= 22

• Accuracy = TP + TN / total positives + total negatives

= 43 +28/100

= 0.71 = 71 %

Gambar (7) ROC deteksi fitur dua mata menggunakan grid

Untuk TPRate(TPR) ≈ Positives correctly classification/ total positives

0.88 ≈ TP/50= • TP = 50 x 0.88 = 44 TPR = TP/(TP + FN) TPR = 44/(44+FN)

• FN = 6

FPRate(FPR) = Negatives incorrectly classified/ total negatives

0.34 = FP/N = FP/50 • FP = 50 x 0.34= 17

• Accuracy = TP + TN / total positives + total negatives

= 44 +33/100

= 0.77 = 77 %

4.1. Hasil eksperimen menggunakan sketsa wajah.

Dari 50 sketsa wajah model halftone, prosentase hasil untuk masing-masing fitur dapat dilihat pada Tabel 1,. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat tanpa grid pergerakanprosentasi posisi deteksi mata mencapai 80,%, dengan menggunakan grid terjadi kenaikan akurasi deteksi sebesar 90%.

Tabel 1. Prosentase hasil proses deteksi posisi mata sketsa wajah model halftone

Data Sketsa Wajah = 50 Hasil Proses Dikenali Tidak Dikenali % Deteksi tanpa grid 40 10 80 Deteksi menggunakan grid 45 5 90 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil eksperimen dan pengamatan, maka dapat disimpulkan :

a. Pengunaaan algorima template matching untuk deteksi lokasi posisi mata sketsa wajah tanpa grid dan menggunakan grid menghasilkan 80% dan 90%. Ini membuktikan penggunaan grid cukup efektif untuk deteksi lokasi posisi mata.

b. Uji Hasil proses deteksi lokasi posisi mata tanpa grid dan dengan grid menggunakan analisis menggunakan ROC dengan nilai threshold 0.01333 diperoleh Tingkat akurasi sistem masing-masing 71% dan 77%

c. Hasil uji tersebut menunjukkan adanya faktir threshold yang mempengaruhi tingkat akurasi sistem yang berimplikasi pada nilai True Positif Rate dan False Positif Rate.

DAFTAR REFERENSI

[1]. R. Brunelli and T. Poggio, Face Recognition: Features versus Templates, IEEE Trans on PAMI,1993, 15(10), pp 1042-1052

[2]. Liming Zhang, Patrick Lenders, Knowledge-Based Eye Detection for Human Face Recognition,Fourth International Conference on Knowledge based in Intelligent Engineering system & Allied Technologies,30thAug-1st Sept 2000,Brighton UK

[3]. Vladimir Vezhnevets and Anna Degtiareva, Robust and Accurate Eye Contour Extraction, Graphics and Media Laboratory , Faculty of Computational Mathematics and Cybernetics Moscow State University

[4]. Stefano Arca, Paola Campadelli, Rafaella Lanzarotti, A Face Recognition System Based on Local Feature Analysis, Face Recognition, Book edited by: Kresimir Delac and Mislav Grgic, ISBN 978-3-902613-03-5, 2007

[5]. Nobuo Funabiki, Megumi Isogai Teruo Higashino, Masashi Oda, An Eye-Contour Extraction Algorithm from Face Image using Deformable Template Matching,2006

[6]. Xiaoou Tang and Xiaogang Wang (2003), “Face Sketch Synthesis and Recognition”, Proceedings of the Ninth IEEE International Conference on Computer Vision (ICCV) 2 Volume Set 0-7695-1950-4.

[7]. Xiaoou Tang and Xiaogang Wang (2004), “Face Sketch Recognition”, IEEE Transactions on Circuits and Systems for Video Technology, Vol. 14, No. 1, pp 50-57.

(5)

[8] Muntasa, A., Hariadi, M., Hery Purnomo, M., (2008d), "Automatic Fitur Extraction Based On Two Dimensional Discrete Sinus Transform Segmentation For Face Recognition", Penelitian dan Pengembangan Telekomunikasi Journal, Vol 13, no. 1, pp 6-11.

[9]. Tom Fawcett, An Introduction to ROC analysis, Elsevier on Pattern Recognition. 2005

[10]. Charles E. Metz, Receiver Operating Characteristic Analysis: A Tool for the Quantitative Evaluation of Observer Performance and Imaging Systems, Journal of the American College of Radiology/ Vol. 3 No. 6 June 2006 ;3:413-422

Gambar

Gambar 5 (a) dan (b). Hasil Proses Deteksi  mata
Tabel 1. Prosentase hasil proses deteksi posisi mata   sketsa wajah model halftone

Referensi

Dokumen terkait

telah menemukan bahwa risiko terjadinya katarak subkapsular posterior adalah yang paling rendah pada mereka yang memiliki lutein dengan konsentrasi yang lebih

Rebusan buah mahkota dewa yang berfungsi sebagai stimulator aktivitas sel fagosit terhadap infeksi Salmonella typhi diharapkan dapat menurunkan jumlah koloni kuman

Dengan menggunakan metode DEMATEL, maka dapat diketahui bahwa pusat distribusi yang memiliki nilai pengaruh terbesar secara beruruta adalah wilayah Jakarta diikuti

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas dan dengan tidak perlu menentukan sumber kesalahan dari pihak mana, Majelis Hakim menilai rumah tangga

Melalui kajian ini, golongan dewasa yang belum berkahwin dinilai dari segi persepsi mereka bahawa tanpa ujian saringan thalassemia, mereka berisiko untuk mendapat anak

Apabila terdapat pejabat Fungsional tertentu yang dalam jangka waktu 5 tahun tidak dapat memenuhi angka kredit yang ditentukan agar SEGERA diusulkan Pembebasan Sementara agar

Sebagai informasi terekam (recorded information) arsip mempunyai nilai dan arti penting karena merupakan bahan bukti pertanggungjawaban dalam kehidupan

merupakan kasus bullying dalam bentuk yang lain seperti cyber bullying. Namun demikian, dari hasil penelitian dari beberapa negara, angka kejadian bullying di