• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Ilmu Manajemen

Kata manajemen sendiri berasal dari bahasa Prancis kuno yaitu ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Menurut Robbins dan Coulter (2007:8) manajemen adalah proses pengordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Kata efisiensi dapat diartikan sebagai mendapatkan output terbesar dengan input yang sangat kecil, sementara efektivitas dapat diartikan pada penyelesaian kegiatan-kegiatan sehingga sasaran organisasi dapat tercapai.

Menurut Mary Parker Follet yang dikutip oleh Handoko (2008:3) manajemen merupakan seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan berbagai tugas yang mungkin diperlukan.

Menurut Ismail Solihin (2009:4) manajemen dapat didefinisikan sebagai “proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian dari berbagai sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien”. Dari ketiga pengertian manajemen diatas, penulis merangkum pengertian dari manajemen adalah “seni dalam mencapai tujuan organisasi dengan cara pengordinasian sumber daya dari mulai perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan kepemimpinan sehingga dapat terselesaikan secara efisien dan efektif”.

2.1.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)

Berdasarkan Mathis dan Jackson (2006:67), manajemen SDM adalah penggunaan karyawan secara organisasional untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif terhadap para pesaing. Manajemen SDM adalah keseluruhan penentuan dan pelaksanaan berbagai aktivitas, kebijakan, dan program yang bertujuan untuk mendapatkan tenaga kerja, pengembangan, dan pemeliharaan dalam usaha meningkatkan dukungannya terhadap peningkatan efektivitas organisasi dengan cara yang secara etis dan sosial dapat dipertanggungjawabkan. Aktivitas

(2)

berarti melakukan berbagai kegiatan, misalnya melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, pengarahan, analisis jabatan, rekrutmen, seleksi, orientasi, memotivasi, dan lain-lain.

Menentukan berbagai kebijakan sebagai arah tindakan seperti lebih mengutamakan sumber dari dalam untuk mengisi jabatan yang kosong, memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mengisi jabatan dan lain-lain, dan program seperti melakukan program-program latihan dalam aspek metode yang dilakukan, orang yang terlibat, dan lain-lain. Menurut Hariandja (2007:3) secara etis dan sosial dapat dipertanggungjawabkan artinya semua aktivitas dilakukan dengan tidak bertentangan dengan norma-norma dalam masyarakat yang berlaku.

Berdasarkan pandangan dan pendapat dari beberapa ahli yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah keseluruhan program, kebijakan, dan tindakan untuk mengelola tenaga kerja dalam suatu organisasi untuk meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara yang secara etis dan sosial dapat dipertanggungjawabkan.

2.2 Pengertian Komitmen Organisasi

Banyak ahli yang sudah merumusakan pengertian dari komitmen berorganisasi, antara lain: Meyer dan Allen (1991) dalam Cut Zurnali (2010) yang menyimpulkan bahwa pengerian komitmen organisasi adalah hubungan psokologis antara anggota organisasi (karyawan) dengan organisasi (perusahaan) itu sendiri dan berdampak bagi dalam keputusan anggota karyawan tersebut dalam melanjutkan keberanggotaannya dalam sebuah organisasi. Menurut Sidharta dan Margaretha (2011:131) dalam jurnal Harwin Sukamto, komitmen organisasional adalah semacam kesepakatan antara individu-individu di dalamnya yang bersifat mengikat dan mengarah pada keseluruhan tujuan organisasi. Dari definisi ini maka setiap anggota yang berkomotmen terhadap organisasi tempat ia bekerja akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dalam organisasi dari pada mereka yang tidak memiliki komitmen organisasi. Allen dan Meyer lalu menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen akan bekerja penuh dedikasi, yang membuat karyawan memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih untuk menyokong kesejahteraan dan keberhasilan perusahaan tempatnya bekerja.

(3)

Robbins dan Judge (2008) menyatakan bahwa komitmen organisasi (organizational commitment) merupakan suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak terhadap tujuan-tujuan organisasi serta memiliki keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut.

Berdasarkan pernyataan para ahli diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa komitmen oganisasi adalah sesuatu hal yang penting untuk dimiliki oleh setiap karyawan dalam setiap organisasi, hal ini dikarenakan dapat meningkatkan semangat kerja dan efisiensi kerja para karyawan dalam organisasi dimanatempat mereka bekerja. Karyawan akan memiliki alasan yang kuat untuk tetap bertahan dan bahkan meningkatkan kinerjanya dalam sebuah organisasi perusahaan jika mereka memiliki komitmen organisasi yang kuat.

2.2.1 Jenis Komitmen Organisasi

Penelitian yang penulis lakukan terhadap komitmen organisasi merujuk pada penelitian Meyer dan Allen (1991) dalam Cut Zurnali (2010) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi dapat dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu komitmen affektif, komitmen continuitas, dan komitmen normative. Ketiga dimensi ini pula yang kan membedakan jenis dan macam komitmen yang akan atau sudah dilakukan oleh seorang karyawan terhadap sebuah organisasi. Berikut penjelasan singkat dari ketiga komitmen tersebut:

a) Komitmen Affektif

Komitmen ini sangat berkaitan dengan tingkat emosional karyawan terhadap organisasi. Komitmen ini membahas hubungan atau relasi emosional karyawan dengan identitifikasi karyawan itu sendiri terhadap organisasi. b) Komitmen Kontinuitas

Kontinuitas commitment sangat berkaitan dengan kesadaran karyawan terhadap kerugian yang akan diterima apabila dirinya meninggalkan organisasi tempat ia bekerja sekarang. Karyawan yang memiliki tingkat komitmen kontinuitas yang tinggi akan berusahaa untuk terus tinggal dalam organisasi tempat ia bekerja dan memang dirinya memiliki kebutuhan untuk hal itu.

(4)

Komitmen ini menggambarkan perasaan keterkaitan (bond) yang telah terjadi antara seorang karyawan dengan organisasi. Karyawan yang memiliki tingkat komitmen normative yang tinggi akan merasa dirinya sangat dibutuhan oleh organisasi, oleh sebab itu dia merasa bahwa dirinya harus tetap berada di dalam organisasi tersebut sampai tugasnya selesai dan organisasi sudah tidak membutuhan dirinya lagi.

2.2.2 Proses Terbentuknya Komitmen Afektif

Telah banyak penelitian yang membahas tentang terbentuknya komitmen afektif ini, secara garis besar pembentukan komitmen afektif dapat dibagi menjadi tiga kategori karakteristik, yaitu karakteristik organisasi, karakteristik individu, dan pengalaman kerja karyawan yang bersangkutan. Berikut penjelasan dari ketiga karakteristik tersebut

Menurut Allen & Meyer (1997) dalam Diana Sulianti K. L. Tobing (2009) Karakteristik Organisasi ini mempengaruhi komitmen afektif seorang karyawan dengan beberapa faktor, yaitu system desentralisasi, adanya kebijakan organisasi yang adil, dan bagaimana cara sebuah organisasi dalam menyampaikan kebijakannya kepada individu. Telah dilakukan praktek sebagai contoh di sebuah organisasi gereja dan bagaimana kedudukan para anggota didalam organisasi gereja tersebut.

Menurut Allen & Meyer (1997) dalam Diana Sulianti K. L. Tobing (2009), karakteristik individu sangat berpengaruh dengan gender. Selain gender, usia juga telah diteliti menjadi pengaruh dari karakteristik individu ini, namun masih tergantung dari beberapa kondisi dari individu itu sendiri, organizational tenure, status pernikahan, tingkat pendidikan, kebutuhan untuk berprestasi, etos kerja, dan presepsi individu mengenai pengalaman kerja.

Pengalaman Kerja juga dibagi menjadi beberapa faktor pengaruh antara lain: Job scope, yaitu karakteristik yang menunjukkan kepuasan dan motivasi individu. Hal ini mencakup tantangan dalam pekerjaan, tingkat otonomi individu, dan variasi kemampuan yang digunakan individu.

2.2.3 Proses Terbentuknya Komitmen Kontinuitas

Komitmen ini dapat terjadi jika timbul rasa rugi dari seorang karyawan jika meninggalkan atau keluar dari perusahaan tempatnya bekerja sekarang. Beberapa kejadian ini dapat dibagi menjadi dua variable, yaitu investasi dan alternative.

(5)

Menurut Allen & Meyer (1997) dalam Khikmah (2005) proses timbang – menimbang juga dapat mempengaruhi munculnya komitmen kontinuitas ini

Variable investasi ini mencakup hal – hal berharga bagi karyawan atau individu, yaitu waktu, uasaha maupun uang yang harus dilepaskan dan ditinggalkan oleh karyawan ketika dirinya memutuskan hubungan kerja dengan perusahaan tempat dia bekerja. Sedangakan variable alternative adalah kemungkinan untuk berpindah dan diterima oleh perusahaan lain. Proses timbang – menimbang adalah suatu kondisi kesadaran individu memilih diantara kedua variable diatas dan dampaknya bagi individu itu sendiri.

Contoh organisasi dalam gereja kembali diangkat untuk membandingkan perbedaan dengan organisasi pada umumnya. Variable alternative dan investasi menjadi lebih terkait dengan kegiatan – kegiatan khas gereja yang berhubungan dengan sikap rohani individu dibandingkan materi dan kedudukan yang terjadi dalam organisasi pada umumnya.

2.2.4 Proses Terbentuknya Komitmen Normatif

Allen & Meyer; 1997 dalam Khikmah (2005) menyatakan bahwa komitmen normatif dapat muncul dan berkembang dengan adanya tekanan yang dirasakan oleh individu selama proses sosialisasi dan interaksinya dengan sesama (keluarga dan budaya) ketika bejerja di sebuah perusahaan atau organisasi dan ketika individu atau sosialisasi pertama kali saat karyawan baru pertama kali masuk dan bekerja di sebuah perusahaan. Selain itu komitmen ini juga berkembang ketika organisasi atau perusahaan telah melakukan hal yang terbaik dan sangat berharga untuk seorang individu sehingga yang tidak bias dibalas kembali kepada organisasi oleh individu tersebut.

Faktor lainnya adalah adanya kontrak psikologis antara individu dengan organisasi tempat dia bekerja. Kontrak psikologis sendiri berarti kepercayaan dari individu dan organisasi saling timbal balik dan saling menguntungkan.

2.2.5 Indikator Komitmen Organisasi

Menurut Quest (1995) dalam Soekidjan (2009) komitmen merupakan nilaisentral dalam mewujudkan soliditas organisasi. Untuk mengetahui komitmen organisasi yang dimiliki karyawan, sebuah organisasi perlu melakukan pengukuran

(6)

terhadap beberapa indikator. Indikator - indikator prilaku komitmen yang dapat dilihat pada karyawan adalah:

a) Melakukan upaya penyesuaian, agar cocok di organisasinya dan melakukan hal-hal yang diharapkan, serta menghormati norma-norma organisasi, menuruti peraturan dan ketentuan yang berlaku.

b) Meneladani kesetiaan, dengan cara membantu orang lain, menghormati dan menerima hal-hal yang dianggap penting oleh atasan, bangga menjadi bagian dari organisasi, serta peduli akan citra organisasi.

c) Mendukung secara aktif, dengan cara bertindak mendukung misi memenuhi kebutuhan/misi organisasi dan menyesuaikan diri dengan misi organisasi d) Melakukan pengorbanan pribadi, dengan cara menempatkan kepentingan

organisasi diatas kepentingan pribadi, pengorbanan dalam hal pilihan pribadi, serta mendukung keputusan yang menguntungkan organisasi walaupun keputusan tersebut tidak disenangi.

2.3 Pengertian Kepuasan Kerja

Pentingnya kepuasan kerja dari seorang karyawan sudah lama disadari oleh perusahaan untuk dapat dipenuhi dan dijaga, sudah banyak ahli yang melakukan penelitian tentang pengertian kepuasan kerja dan faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja seorang karyawan, salah satunya Husain Umar (2008:213) yang menyatakan bahwa Kepuasan kerja adalah perasaan dan penilaian seorang atas pekerjaannya, khususnya menegenai kondisi kerjanya, dalam hubungannya dengan apakah pekerjaannya mampu memenuhi harapan, kebutuhan, dan keinginannya.

Guru dan ahli psikologi, Locke juga memaparkan bahwa kepuasan kerja hasil interaksi dengan sekitarnya, “sekitarnya” yang dimaksudkan disini adalah lingkungan organisasi tempat karyawan bekerja dan mengharapkan keinginan – keinginan karyawan terhadap organisasi perusahaannya tercapai atau terpenuhi.

Kepuasan kerja sangat berpengaruh dan berdampak bagi sikap karyawan terhadap organisasi tempat dia bekerja, misalnya tingkat kemalasan, kerajinan, dan produktifitas dari karyawan itu sendiri. Namun pada kenyataanya, masih banyak perusahaan yang belum mampu mempertahankan bahkan menciptakan kepuasan kerja yang maksimal bagi karyawan - karyawannya Buhler (2004) dalam Rivai (2006).

(7)
(8)

2.3.1 Indikator Kepuasan Kerja

Seperti yang sudah dijelaskan dalam sub-bab sebelumnya bahwa kepuasan kerja merupakan hal yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi perusahaan. Ada pula indicator – indicator untuk mengukur tingkat kepuasan kerja karyawan. Penelitian dari Spector (Yuwono, 2005:69) mendefinisikan kepuasan sebagai cluster perasaan evaliatif tentang pekerjaan dan dia dapat mengidentifikasikan indikator kepuasan kerja dari sembilan aspek yaitu:

1. Upah: jumlah dan rasa keadilannya

2. Promosi: peluang dan rasa keadilan untuk mendapatkan promosi 3. Supervisi: keadilan

4. Benefit: asuransi, liburan dan bentuk fasilitas yang lain

5. Contingent rewards: rasa hormat, diakui dan diberikan apresiasi 6. Operating procedures: kebijakan, prosedur dan aturan

7. Co-workers: rekan kerja yang menyenangkan dan kompeten 8. Nature of work: tugas itu sendiri dapat dinikmati atau tidak

9. Communication: berbagai informasi didalam organisasi (vebal maupun nonverbal)

2.4 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan kerja secara umum mencakup dan berkaitan dengan banyak hal, antara lain mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat bekerja & lingkungan, serta masih banyak lagi. Keselamatan kerja yang dibahas peneliti disini adalah keselamatan yang mencakup seluruh proses kerja dalam sebush organisasi mulai dari produksi sampai distribusi, baik barang maupun jasa.

Menurut (Suma’mur; 2009) keselamatan kerja adalah tugas semua orang yang bekerja di sebuah perusahaan. Keselamatan kerja dari dan untuk seluruh tenaga kerja serta orang lainnya dan masyarakat yang berhubungan dengan sebuah organisasi perusahaan

Sedangkan Mathis dan Jackson (2002:245) dalam Denny Bagus (2009), menyatakan bahwa keselamatan kerja adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan.

(9)

Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.

Selain keselamatan kerja, ada satu indikator lainnya yang harus diperhatikan perusahaan yaitu kesehatan kerja. Menurut Suma’amur (2009) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja / masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi - tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha - usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit atau gangguan - gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor - faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Status kesehatan seseorang menurut ditentukan oleh empat faktor, yakni:

1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).

2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.

3. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi

4. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Demikian pula status kesehatan pekerja dan karyawan sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya.

2.4.1 Indikator Keselamatan dan Keshatan Kerja

Ada beberapa indikator yang perlu diperhatikan perusahaan dalam pengambilan data keselamatan dan kesehatan kerja karyawannya. Menurut Suma’amur (2009), ada 5 indikator yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), dimana indikator-indikator tersebut harus dapat menjadi perharian perusahaan dalam mempekerjakan karyawannya. Adapun indikator-indikator tersebut adalah sebagai berikut:

a) Alat - alat perlindung kerja b) Ruang kerja yang aman c) Penggunaan peralatan kerja d) Ruang kerja yang sehat e) Penerangan diruang kerja

(10)

2.5 Pengertian Turnover Intention

Turnover intention merupakan sebuah situasi yang meningkatkan keinginan seorang karyawan untuk berpindah dari tempat kerja yang sekarang ke tempat kerja yang lainnya atas dasar alasan tertentu. Banyak ahli yang merumuskan pengertian Turnover Intention, antara lain:

Menurut Glissmeyer, Bishop & Fass (2007) turnover intention didefinisikan sebagai sikap yang mempengaruhi niat untuk berhenti dan benarbenar berhenti dari organisasi. Kemudian Harnoto (2002:2) dalam Tito Firmanto dan Anang Kistyanto (2013) juga menyatakan bahwa Tunover Intention adalah kadar atau intensitas dari keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan. Banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover intention ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan keinginan yang lebih baik.”

Dari hasil penelitian para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Turnover Intention merupakan tingkat keinginan seorang karyawan untuk berpindah dari sebuah tempat kerja ke tempat kerja lain karena beberapa factor, bisaanya Turnover Intention ini belum terealisasikan, baru hanya terpikir saja oleh karyawan yang bersangkutan untuk keluar dari perusahaan tempat ia bekerja.

Pergantian karyawan memang sebuah tindakan positif yang dapat dilakukan dalam sebuah perusahaan atau tempat kerja, hal ini dilakukan untuk mengganti tenaga kerja yang lama yang sudah kurang produktif dengan tenaga kerja baru yang diharapkan dapat meningkatkan produktifitas sebuah perusahaan. Pergantian karyawan juga dilakukan atas alasan umur karyawan yang sudah tidak memungkinkan untuk bekerja maupun kesalah – kesalahan (human error) yang dilakukan oleh seorang karyawan tersebut sehingga dapat menurunkan efisiensi dari perusahaan itu sendiri.

Namun, jika pergantian karyawan ini terjadi dalam intensitas waktu yang berdekatan atau sering, justru bisa menjadi beban bagi sebuah perusahaan. Hal ini terjadi karena perusahaan perlu menambah biaya, waktu, dan peluang selama mencari karyawan baru.

(11)
(12)

2.5.1 Indikakator Terjadinya Turnover Intention

Menurut Harnoto (2002:2) dalam Denny Bagus (2009) Turnover Intenion ditandai oleh beberapa hal yang menyangkut perilakuk karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas bekerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian menentang atau protes kepada atasan, maupun menurunnya tingat keseriusan dalam menyelesaikan tugas pekerjaan. Point – point ini dapat dijadikan acuan untuk memprediksi terjadinya Turnover Intention yang tinggi pada sebuah perusahaan.

a.) Absensi yang meningkat

Faktor pertama yang memungkinkan terjadinya Turnover adalah tingkat absensi yang tinggi, dengan hal ini maka karyawan mulai memperliahatkan kejenuhan bekerja dengan jarang hadir dan tingkat absensi yang meningkat dari sebelumnya.

b.) Mulai malas bekerja

Selain itu turnover karyawan juga dapat diukur ketika karyawan yang bersangkutan sudah mulai malas – malasan dalam bekerja, karyawan mengindikasikan bahwa sudah tidak ada lagi alasan yang kuat untuk bekerja secara rajin dalam perusahaan tempatnya bekerja sekarang. Karyawan memandang tempat bekerja yang baru dapat memberikan tingkat kepuasan serta motivasi lebih kepadanya.

c.) Peningkatan Pelanggaran

Karyawan yang ingin berpindah juga lebih cenderung melakukan pelanggaran – pelanggaran ditempat dia bekerja sekarang, sebagai contoh karyawan mulai sering meninggalkan tempat kerja sebelum waktu yang seharusnya (pada jam kerja) dan mulai sering menciptakan kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja

d.) Peningkatan protes terhadap atasan

Berbagai protes juga mulai dilakukan karyawan yang ingin pindah dari tempat perusahaannya yang sekarang ke tempat lain. Karyawan sudah merasa tempat bekerja yang sekarang sudah tidak sesuai dengan keinginan atau ekspektasi karyawan tersebut. Karyawan mulai memandang atasan maupun perusahaan secara negatif.

(13)

Hal ini bisaa terjadi kepada karyawan yang selalu bersikap postitif. Karyawan ini biasanya memiliki tanggung jawab dan peran yang besar terhadap sebuah perusahaan serta beban berat yang harus dipikul olehnya untuk perusahaan. Jika karyawan ini bersikap dan bertindak positif lebih dari biasanya maka karyawan tersebut justru ingin melakukan turnover.

2.5.2 Dampak Turnover bagi perusahaan

Seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya bahwa turnover merupakan penunjuk kestabilan karyawan dalam bekerja di sebuah perusahaan. Jika tingkat turnover ini semakin tinggi, maka akan sangat merugikan dan berdampak negatif bagi sebuah perusahaan. Berikuat adalah beberapa dampak negatif yang ditimbulkan akibat tingkat turnover yang tinggi dalam sebuah perusahaan:

a) Biaya penarikan karyawan baru yang meningkat, hal ini menyangkut waktu serta fasilitas yang harus digunakan untuk merekrut karyawan baru.

b) Biaya latihan karyawan baru

c) Tingkat ekspetasi yang tidak sesuai ketika merekrut karyawan baru d) Tingkat kecelakaan yang terjadi terhadap karyawan baru

e) Ketidak mampuan karyawan untuk menggunakan perlatan produksi dalam perusahaan

Dari daftar dampak – dampak diatas maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan perlu memperbaiki kondisi, sarana, fasilitas, serta pembinaan yang baik terhadap karyawannya untuk menghindari tingkat turnover yang tinggi.

(14)

(X1) Komitmen Organisasi (X2) Kepuasan Kerja (Y) Turnover Intention (X3) Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2.6 Kerangka Berpikir

(15)

2.7 Hipotesis

Hipotesis dari penilitian ini adalah sebagai berikut :

T-1 : Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Turnover Intention Karyawan PT. KINGS

Ho : Variabel Komitmen Organisasi (X1) tidak berpengaruh terhadap Turnover Intention Karyawan PT. KINGS (Y).

Ha : Variabel Komitmen Organisasi (X1) berpengaruh terhadap Turnover Intention Karyawan PT. KINGS (Y).

T-2 : Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intention Karyawan PT. KINGS

Ho : Variabel Kepuasan Kerja (X2) tidak berpengaruh terhadap Turnover Intention Karyawan PT. KINGS (Y).

Ha : Variabel Kepuasan Kerja (X2) berpengaruh terhadap Turnover Intention Karyawan PT. KINGS (Y).

T-3 : Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana pengaruh Kesehatan dan Keselamatan Kerja terhadap Turnover Intention Karyawan PT. KINGS

Ho : Variabel Kesehatan dan Keselamatan Kerja (X3) tidak berpengaruh terhadap Turnover Intention Karyawan PT. KINGS (Y).

Ha : Variabel Kesehatan dan Keselamatan Kerja (X3) berpengaruh terhadap Turnover Intention Karyawan PT. KINGS (Y).

T-4 : Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana pengaruh Komitmen Organisasi, Kepuasan Kerja, Kesehatan & Keselamatan Kerja secara simultan terhadap Turnover Intention Karyawan PT. KINGS

Ho : Variabel Komitmen Organisasi (X1), Kepuasan Kerja (X2), dan Kesehatan & Keselamatan Kerja (X3) tidak berpengaruh secara simultan terhadap Turnover Intention Karyawan PT. KINGS (Y).

Ha : Variabel Komitmen Organisasi (X1), Kepuasan Kerja (X2), dan Kesehatan & Keselamatan Kerja (X3) berpengaruh secara simultan terhadap Turnover Intention Karyawan PT. KINGS (Y).

(16)

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dengan pembuatan proyek tersebut dapat merangsang aktivitas, kreativitas siswa, menjadikan kegiatan pembelajaran menjadi tidak membosankan siswa, belajar

 Untuk mengetahui faktor resiko yang diduga berperan dalam terjadinya myoma uteri pada pasien dalam laporan kasus ini..  Untuk mengetahui bagaimana diagnosis myoma uteri

Kayla umur 21 tahun datang ke klinik sehat meg eluh badannya demam 2 hari yang lalu, dari anamnesa di dapatkan: ibu melahirkan anak pertamanya sudah 1 minggu, tidak pernah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Secara keseluruhan perbedaan pengaruh antara metode Latihan Sit up (A1) dan metode latihan Back lift (B2) terhadap

Selama sakit klien merasa tidak nyaman karena klien sering merasakan rasa nyeri pada kaki kanannya Klien juga mengatakan kaki kanannya terasa panas dan kesemutan.. P :

This thesis entitled “The Effectiveness of Using Guided Dialogue Activity Toward the Student‟s Achievement in Speaking at Seventh Grade Students of SMP PGRI

Secara definitif dan teknis, resep artinya pemberian obat secara tidak langsung, ditulis jelas dengan tinta,tulisan tangan pada kop resep resmi kepada pasien, format dan

Aspek yang dinilai Reaksi terhadap soal Skor Memahami masalah a. Tidak memahami soal/tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Siswa menuliskan