• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Iklim Mikro Tanaman Jagung (Zea Mays. L) pada Sistem Tanam Sisip

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Iklim Mikro Tanaman Jagung (Zea Mays. L) pada Sistem Tanam Sisip"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Jagung merupakan salah satu ko-moditas strategis dan bernilai ekonomis tinggi karena selain sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras, jagung merupakan bahan baku industri pakan ter-nak dan rumah tangga. Pada beberapa tahun terakhir ini, kebutuhan jagung terus mening-kat seiring dengan semakin meningmening-katnya laju pertumbuhan penduduk dan peningkat-an kebutuhpeningkat-an untuk pakpeningkat-an. Namun demi-kian, konversi lahan pertanian yang subur untuk kepentingan non-pertanian terus ber-langsung seperti perumahan, industri, bisnis dan infrastruktur. Konsekuensinya adalah kebutuhan lahan untuk pertanian hanya

da-pat dipenuhi melalui pemanfaatan lahan-lahan sub-optimal di luar jawa yang pada umumnya miskin hara, dan sering dilanda kekeringan (Dahlan, 2001)

Kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat dalam hal bahan pangan dan kebu-tuhan akan daging dan susu menyebabkan tuntutan peningkatan produksi pada sektor pertanian dan peternakan. Hal ini dapat dila-kukan dengan kegiatan ekstensifikasi dan in-tensifikasi.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mendapatkan produksi yang lebih baik agar produksi jagung lebih meningkat adalah de-ngan penerapan pola tanam yang sesuai. Penetapan pola tanam sangat tergantung dari

Analisis Iklim Mikro Tanaman Jagung

(Zea Mays. L) pada Sistem Tanam Sisip

Bunyamin Z, dan M. Aqil

Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi 274 Maros, Sulawesi Selatan Abstrak

Jagung merupakan salah satu komoditas strategis dan bernilai ekonomis tinggi karena selain sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras, jagung merupakan bahan baku in-dustri pakan ternak dan rumah tangga. Pada beberapa tahun terakhir, kebutuhan jagung terus meningkat seiring dengan semakin meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan untuk pakan. Iklim mikro merupakan iklim di lapisan udara dekat dengan permukaan bumi dengan ketinggian ± 2 meter yang memberikan pengaruh langsung terhadap fisik tanaman. Iklim mikro sangat penting untuk dianalisis agar dapat diketahui sejauhmana pengaruhnya terha-dap pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung pada sistem pertanaman sisipan. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui sejauhmana pengaruh iklim mikro terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung pada system pertanaman sisipan. Penelitian lapangan dilak-sanakan di Kebun Percontohan (Exfarm) Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanud-din pada bulan Mei hingga November 2005. Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan 2 faktor perlakuan yaitu jenis varietas dan waktu penyisipan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Lamuru memberikan respon terbaik terhadap pertum-buhan dan perkembangan tanaman. Waktu penyisipan saat panen efektif untuk mendapatkan ca-haya yang optimal pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Terdapat interaksi antara varietas Lamuru dan waktu penyisipan saat panen terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanam sisip pada perlakuan waktu sisip saat panen mempunyai iklim mikro/suhu lebih rendah jadi tanaman terhindar dari stress/panas.

(2)

varietas yang akan ditanam, teknik bertanam yang disesuaikan dengan ekosistem dan saat tanam yang cocok dengan tipe agroklimat la-han. Kondisi lahan budidaya pada lahan ke-ring dengan musim hujan yang pendek dapat diterapkan pola tanam melalui teknik pena-naman jagung dengan sistem tapena-naman sisipan yaitu menyisipkan tanaman baru sebelum ta-naman lama dipanen agar bisa mempersing-kat masa tanam pada musim hujan sehingga dalam musim hujan petani dapat memanen sebanyak tiga kali dan kebutuhan tanaman jagung terhadap air masih dapat terpenuhi.

Iklim mikro adalah faktor-faktor kon-disi iklim setempat yang memberikan penga-ruh langsung terhadap fisik pada suatu ling-kungan. Iklim mikro merupakan iklim di lapi-san udara dekat permukaan bumi dengan ke-tinggian ± 2 meter, dimana pada daerah ini gerak udara lebih kecil karena permukaan bumi yang kasar dan perbedaan suhu lebih besar. Keadaan tanaman dapat mengakibat-kan perlawanan iklim yang besar pada ruang sempit. Iklim mikro meliputi suhu, kelemba-ban dan cahaya.

Pola tanam sisipan (relay cropping) merupakan pola tanam dengan cara menyisip-kan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang (Anonim, 2005).

Penggunaan varietas unggul terutama varietas yang dapat menekan seminimal mungkin pengaruh akibat interaksi intra-spesies maupun inter-intra-spesies merupakan langkah intensifikasi untuk tetap memper-tahankan serta meningkatkan produksi tana-man jagung dengan model penanatana-man sisipan

terutama varietas yang dapat mengoptimal-kan penggunaan cahaya.

Penelitian ini bertujuan untuk menen-tukan waktu penyisipan yang efektif untuk mendapatkan cahaya serta hasil panen yang optimal, menentukan varietas yang sesuai dengan waktu

Bahan dan Metode

Lokasi penelitian yang dipilih untuk penelitian yaitu di Kebun Percobaan (Experi-mental Farm) Fakultas Pertanian dan Kehu-tanan Universitas Hasanuddin Makassar. Ke-giatan penelitian ini berlangsung pada bulan Mei – November 2005. Penelitian ini dilaksa-nakan dalam bentuk Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan 2 faktor perlakuan. Petak utama adalah Varietas Jagung (V), yaitu Lamuru (v1),

Pioner (v2), Sukmaraga (v3). Anak Petak

adalah waktu Penyisipan (S), yaitu Saat Panen (s0), 1 Minggu Sebelum Panen (s1), 2 Minggu

Sebelum Panen (s2), dan 3 Minggu Sebelum

Panen (s3), sehingga didapatkan 12 kombinasi

perlakuan.

Pelaksanaan penelitian meliputi per-siapan lahan, penanaman tanaman pokok ya-itu jagung varietas Srikandi Kuning (masa panen 90 hari/12 minggu), selanjutnya pada minggu ke-9, dilaksanakan penanaman sisipan pertama (S3) sesuai perlakuan dan seterusnya

sampai penyisipan saat panen (S0).

Komponen pengamatan meliputi as-pek iklim mikro dan produksi (a) suhu udara mingguan di sekitar tanaman sela; (b) intensi-tas radiasi surya yang masuk dalam lingkung-an pertlingkung-anamlingkung-an diukur pada saat penyisiplingkung-an dengan menggunakan Cobe Solarimeter setiap minggu pukul 7.30, 13.30 dan17.30, Suhu Uda-ra (oC); (c) intensitas radiasi surya (kal.cm-2.

(3)

dilakukan setiap minggu selama ± 5 menit pada ketinggian 100 cm, hasil pengukuran ter-mometer bola kering pada tiga waktu peng-amatan dapat digunakan untuk mengetahui suhu udara mingguan rata-rata sebagai beri-kut (persamaan dasar diberikan oleh Handoko (1994) dan digunakan untuk menghitung su-hu udara mingguan rata-rata), (f) Kelembaban udara (%). Diukur setiap minggu pada pukul 7.30, 13.30, 17.30 dengan menggunakan ter-mometer. Hasil pengukuran termometer bola basah dan termometer bola kering digunakan untuk menentukan kelembaban nisbi udara dengan menggunakan tabel kelembaban (%) untuk psikometer sangkar (Hasan et al, 1992).

Tmingguan =

Dimana :

T7.30 = suhu T BK pukul 7.30

T12.30 = suhu T BK pukul 13.30

T16.30 = suhu T BK pukul 17.30

Hasil dan Pembahasan

Tabel 1 menunjukkan bahwa penana-man saat panen menghasilkan rata-rata inter-sepsi radiasi surya pada tanaman jagung tertinggi (42, 41 kal.cm-2.detik-1) dan berbeda

nyata dengan waktu penyisipan 1 minggu, 2 minggu dan 3 minggu sebelum panen.

Analisis sidik ragam intersepsi radiasi surya menunjukkan bahwa penggunaan ber-bagai varietas tidak berpengaruh nyata, waktu penyisipan sangat berpengaruh nyata sedang-kan interaksi antara varietas dan waktu peny-isipan tidak berpengaruh nyata terhadap in-tersepsi radiasi surya pada tanaman jagung.

Gambar 1 menunjukkan bahwa varie-tas Lamuru menghasilkan rata-rata suhu uda-ra basah pada tanaman jagung tertinggi (26,02  C) dan berbeda nyata dengan varietas Pioner, tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Sukmaraga.

4

T

T

2.T

7.30

12.30

12.30

Tabel 1. Rata-rata intersepsi radiasi surya (kal.cm-2.detik-1) pada tanaman jagung

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak

berbeda nyata pada taraf uji BNT =0,05

Waktu Penyisipan (Minggu Sebelum Panen) Perlakuan s0 s1 s2 s3 Lamuru (v1) 42,93 37,93 38,15 40,33 Pioner (v2) 42,37 30,74 32,41 35,96 Sukmaraga (v3) 41,93 32,78 35,44 38,22 Rata-rata 42,41a 33,82c 35,33c 38,17b NP BNT (0,05) 4,1018

(4)

Analisis sidik ragam suhu udara basah menunjukkan bahwa penggunaan berbagai varietas berpengaruh nyata, waktu penyisipan serta interaksi antara varietas dan waktu penyisipan tidak berpengaruh nyata terhadap suhu udara basah pada tanaman jagung.

Gambar 2 menunjukkan bahwa varie-tas Lamuru menghasilkan rata-rata suhu udara kering pada tanaman jagung tertinggi (31,67  C) dan berbeda nyata dengan varietas Pioner, tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Sukmaraga.

Gambar 1. Grafik rata-rata suhu udara (oC) basah pada tanaman jagung

(5)

Analisis sidik ragam suhu udara kering menunjukkan bahwa penggunaan berbagai varietas berpengaruh nyata, waktu penyisipan serta interaksi antara varietas dan waktu penyisipan tidak berpengaruh nyata terhadap suhu udara kering pada tanaman jagung.

Tabel 2 menunjukkan bahwa penana-man saat panen menghasilkan rata-rata bobot biji tanaman jagung per petak (3,78 kg) dan per hektar (1,89 ton) terberat dan berbeda nyata dengan waktu penyisipan 1 minggu, 2 minggu dan 3 minggu sebelum panen.

Analisis sidik ragam bobot tongkol per petak dan per hektar menunjukkan bahwa penggunaan berbagai varietas tidak ruh nyata, waktu penyisipan sangat berpenga-ruh nyata, sedangkan interaksi antara varie-tas dan waktu penyisipan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot tongkol tanaman jagung per petak per hektar.

Bobot biji per tanaman yang lebih be-rat akan meningkatkan pula bobot biji tanam-an secara kutanam-antitas dalam satu petaktanam-an (3,78 kg) yang pada akhirnya meningkatkan bobot biji per hektar (1,89 ton). Penanaman dengan waktu penyisipan yang berbeda (saat panen, 1

minggu, 2 minggu dan 3 minggu setelah pa-nen) memperlihatkan pula laju pertumbuhan, aktivitas fisiologis serta tingkat produksi yang berbeda. Waktu penyisipan sebagai faktor tunggal yang diteliti memberikan pengaruh pada komponen-komponen pengamatan bo-bot tongkol per petak dan per hektar, dan in-tersepsi radiasi surya yang diterima tanaman. Pengaruh yang diperlihatkan pada komponen-komponen tersebut adalah nyata sampai sa-ngat nyata akibat adanya perbedaan waktu penyisipan.

Fitter dan Hay (1998), mengemuka-kan bahwa sebagian besar tanaman menun-jukkan gejala etiolasi pada keadaan gelap, Tabel 2. Rata-rata bobot biji tanaman jagung per petak (kg) dan hektar (ton)

Keterangan:

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT =0,05 Angka–angka yang berada dalam tanda kurung adalah hasil konversi ton per hektar dari kg per petak

Perlakuan Waktu Penyisipan (Minggu Sebelum Panen)

s0 s1 s2 s3 Lamuru (v1) (1,83) 3,67 (1,33) 2,67 (1,50) 3,00 (1,67) 3,33 Pioner (v2) (1,67) 3,33 (1,00) 2,00 (1,17) 2,33 (1,33) 2,67 Sukmaraga (v3) (2,17) 4,33 (1,33) 2,67 (1,33) 2,67 (1,50) 3,00 Rata-rata (1,89) 3,78a (1,22) 2,44b (1,33) 2,67b (1,50) 3,00b NP BNT (0,05) (0,2859) 0,5718

(6)

selanjutnya menurut Goldsworthy dan Fisher (1992) bahwa kelakuan pertumbuhan yang teretiolasi dalam keadaan ternaungi keliha-tannya lebih disebabkan oleh perubahan kua-litas cahaya ke arah merah jauh (FR) dari pe-ngurangan intensitas cahaya itu sendiri. Ke-mudian Chang (1968) dalam Nasir 2001); Sa-lisbury dan Ross (1995) dan Jones (1992) dalam Haris (1999), menjelaskan lebih lanjut bahwa merah jauh (FR) dapat menyebabkan pemanjangan batang.

Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa pengaruh naungan itu (etiolasi) di-anggap disebabkan oleh peningkatan auksin, yang bekerja secara sinergis dengan giberelin, perusakan auksin karena cahaya lebih sedikit pada tegakan yang ternaungi, karena penyi-naran yang kuat menurunkan auksin dan me-ngurangi tinggi tanaman. Ditambahkan oleh Harjadi (1991), bahwa auksin bergerak ke bawah sepanjang batang secara seragam; te-tapi cahaya dapat menembus ke dalam dan akibatnya akan merusak atau mengalirkan uksin ke arah lain dari yang terkena cahaya. Akibatnya pemanjangan batang berjalan jauh lebih cepat di sisi yang jauh dari cahaya. Reaksi ini memerlukan cahaya dengan inten-sitas rendah sekali, jadi cahaya sedikitpun dapat menghambat etiolasi.

Ekspresi (fenotipe) yang berbeda dan kemudian ditampilkan merupakan variasi ge-netik dari masing-masing varietas yang ke-mudian ditumbuhkan pada perlakuan (waktu penyisipan) yang berbeda-beda, dimana per-lakuan yang diberikan menciptakan suatu lingkungan mikro yang berbeda, dalam hal ini waktu penyisipan berpengaruh terhadap in-tensitas cahaya yang diterima akibat adanya efek naungan dari tegakan tanaman-tanaman terdahulu. Menurut Sitompul dan Guritno

(1995), tanaman yang kekurangan cahaya akan mempunyai jumlah sel yang lebih sedikit dengan kondisi habitus tanaman yang lebih tinggi daripada tanaman yang memperoleh banyak cahaya. Hal ini diduga akibat pengaruh etiolasi.

Intersepsi cahaya yang berkurang pada tanaman yang ternaungi mengakibatkan tingginya nilai indeks luas daun (> 4) yang menggambarkan keadaan saling menutupi di antara daun pada tanaman jagung yang di-sisipkan sebelum panen. Hal ini berarti bahwa daun-daun sudah banyak yang saling me-naungi dan berarti daun yang berada pada lapisan bawah menerima cahaya di bawah titik jenuh.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang dila-kukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tanam sisip pada saat panen menyebabkan suhu udara lebih rendah dibandingkan waktu penyisipan lainnya sehingga tanaman dapat terhindar dari stress/panas. Selain memper-baiki iklim mikro, tanam sisip pada saat panen mendapatkan hasil yang lebih tinggi.

Daftar Pustaka

Anonim. 1993. Teknik Bercocok Tanam Ja-gung. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Banziger M., Edmeades GO, Beck D., Bellon M.

(2000) Breeding for drought and nitro-gen stress tolerance in maize: From the-ory to practice. Mexico, D.F.: CIMMYT Dahlan, M., Slamet. 1992. Pemuliaan

Tanam-an Jagung. dalam Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman I. (Penyunting: Kas-no, Dahlan daN Hasnan). Perhimpunan Pemuliaan Tanaman Indonesia, Komisa-riat Daerah Jawa Timur.

(7)

Dahlan. M. 2001. Pemuliaan tanaman untuk ketahanan terhadap kekeringan. Dalam Prosiding International Conference on Agricultural Development NTT. Timor Timur and Maluku Tenggara. 11-15 De-sember 2001. Kupang.

Djaenuddin.D.S., Basuni,S.s., Hardjowigeno, H. Subagyo., M.Sukardi., Ismangun Mar-sudi., N. Suharta., L.Hakim., Widagdo, J.Dai., V.Suwandi., S.Bachari., dan E.R Jordens. 1994. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pertanian dan Tanaman Kehu-tanan (land Suitability For Agricultural nd Silvicultural Plants). Centre for Soil and Agriclimate Research. Bogor.

Fernando H. A., S. A. Uhart, and M. I. Frugone. 1993. Intercepted Radiation at Flower-ing and Kernel Number In Maize: Shade Vesus Plant Density Effect. Crop Scl, 33: 482 – 485.

Gardner, F., RB Pearce., R. L Mitchell., 1991. Physiology Of Crop Plants (Fisiologi Tanaman Budidaya : Terjemahan Her-awati Susilo). Penerbit Universitas In-donesia, Jakarta.

Goldsworthy, P.R., dan N.M Fisher. 1992. The Physiology Of Tropical Field Crops (Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, Terjemahan Tohari). Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Harjadi, S, S. 1991. Pengantar Agronomi.

Gramedia. Jakarta.

Hebert, Y., E. Guingo, and O. Laudet. 2001. The Response of root/shoot partitioning and root morphology to light reduction in maize genotypes. Crop Sci.41:363 – 371.

Jumin, HB., 1994. Dasar-Dasar Agronomi. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta.

Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Penerbit Raja-grafindo Persada, Jakarta.

Mitchell, R. L. 1970. Crop Growth and Culture. Iowa State University Press.

Nasaruddin. 2002. Dasar-Dasar Fisiologi Tum-buhan. Jurusan Budidaya Tanaman. Fa-kultas Pertanian dan Kehutanan. Uni-versitas Hasanuddin. Makassar.

Qian, Y.L., dan M.C. Engelke. 1999. Influence of Trinexapac-Ethyl on Diamond Zoysia-grass in a Shade Enviroment. Crop Sci. 39:202 – 208.

Ruchjaniningsih, Ali Imran, Muh. Thamrin dan M. Zain Kanro, 2000. Penampilan Feno-tipik dan Beberapa Parameter Genetik Delapan Kultivar Kacang Tanah pada Lahan Sawah. Zuriat Komunikasi Pemu-liaan Indonesia Jatinangor, Sumedang. 11(I) : 8-14.

Salisbury B. F., C. W. Ross. 1995. Plant physi-ology. (Fisiologi Tumbuhan: Terjemahan Diah R Lukman dan Sumaryono). Jilid II. Penerbit ITB, Bandung.

Gambar

Gambar 1 menunjukkan bahwa varie- varie-tas Lamuru menghasilkan rata-rata suhu  uda-ra  basah  pada  tanaman  jagung  tertinggi  (26,02  C) dan berbeda nyata dengan varietas  Pioner,  tetapi  tidak  berbeda  nyata  dengan  varietas Sukmaraga
Gambar 2 menunjukkan bahwa varie- varie-tas  Lamuru  menghasilkan  rata-rata  suhu  udara  kering  pada  tanaman  jagung  tertinggi  (31,67  C) dan berbeda nyata dengan varietas  Pioner,  tetapi  tidak  berbeda  nyata  dengan  varietas Sukmaraga
Tabel 2 menunjukkan bahwa penana- penana-man saat panen menghasilkan rata-rata bobot  biji  tanaman  jagung  per  petak  (3,78  kg)  dan  per  hektar  (1,89  ton)  terberat  dan  berbeda  nyata  dengan  waktu  penyisipan  1  minggu,  2  minggu dan 3 minggu

Referensi

Dokumen terkait

Dari penjelasan tanggapan responden mengenai pelaksanaan promosi pada industry batu bata kulim, maka dapat ditarik kesimpulan bahwasannya pelaksanaan strategi

Proses Pengembangan Masyarakat pada dasarnya mencakup tiga tahapan utama: (a) Memahami komponen-komponen penting yang akan dikenai perubahan sosial, yaitu masalah,

Pemasaran media sosial atau sering disebut social media marketing adalah bentuk pemasaran langsung atau tidak langsung yang digunakan untuk membangun kesadaran, pengakuan,

Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Analisis deskriptif untuk melihat nilai rerata hasil kemampuan metakognitif.

Proses belajar sains kealaman, menurut Saputro (2010) selama ini masih bersifat parsial dengan teknologi, lingkungan dan masyarakat sehingga, pembelajaran berbasis alam dan

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA TANAMAN OBAT TRADISIONAL BALI DAN ISOLASI SENYAWA TERPENOID DARI EKSTRAK METANOL DAUN.. PARE

Peningkatan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berfikir Kreatif Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok Pada Materi Kenekaragaman Makluk