• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Perdarahan Antepartum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Perdarahan Antepartum"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Pekerjaan   melayani   perempuan   melahirkan   sungguh   pekerjaan   yang   tidak terhindar  dari  berlumuran  darah.   Sampai   sekarang  perdarahan  dalam  obstetrik  masih memegang peran penting sebagai penyebab utama kematian maternal, sekalipun dinegara maju,   terutama   pada   kelompok   sosial­ekonomi   rendah.   Baik   laporan   penelitian   dari Inggris   (1985­1996)   maupun   laporan   penelitian   dari   Amerika   (1979­1992)   keduanya menyatakan bahwa perdarahan obstetrik merupakan penyebab utama kematian maternal. Laporan dari Amerika menyebutkan 30% kematian maternal disebabkan oleh perdarahan di luar keguguran.1

Perdarahan obstetrik yang tidak dengan cepat diatasi dengan transfusi darah atau cairan  infus dan fasilitas  penanggulangan  lainnya (misal  upaya pencegahan dan atau mengatasi  syok, seksio sesarea  atau histerektomi  dan terapi  antibiotika  yang sesuai), prognosisnya akan fatal bagi penderitanya.1

Setiap tahun didunia terdapat kematian perinatal yang tinggi yaitu 3 juta kematian janin sebelum lahir (still­birth) dan 3 juta kematian neonatus dini (dalam usia ≤ 7 hari). Peristiwa tragis ini 99% terjadi di negara berkembang dan hanya 1% di negara maju. Dari aspek prenatal care lebih 35% dari perempuan hamil tersebut tidak memperoleh asuhan kehamilan, dan dari aspek  intranatal care  50% persalinan ditangani oleh petugas yang tidak terampil. Jika melihat latar belakang yang menyebabkan kematian maternal dan perinatal di atas, sesungguhnya secara teknis medis kematian tersebut tidak harus terjadi. Namun,   kematian   meternal   dan   perinatal   terjadi   juga.   Salah   satu   faktor   yang mempengaruhi   mortalitas   dan   morbiditas   maternal   dan   perinatal   adalah   faktor keterlambatan pasien menerima bantuan medis saat pertama pasien mulai sakit di rumah (delay   in   decision   to   seek   care),   kemudian   keterlambatan   dalam   pengangkutan   dan

(2)

perjalanan (delay in reaching care), bahkan setelah tiba di rumah sakit pun masih terjadi keterlambatan (delay in receiving care).1

Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 22 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus ¹´²

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI DAN KLASIFIKASI 1’3

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu.

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak berbahaya. Pada kasus perdarahan antepartum, pikirkan kemungkinan yang lebih berbahaya lebih dahulu, yaitu perdarahan dari plasenta, karena merupakan kemungkinan dengan prognosis terburuk atau terberat, dan memerlukan penatalaksanaan gawat darurat segera.

Perdarahan antepartum dapat berasal dari :³

Kelainan plasenta, yaitu plasenta previa, solutio plasenta (abruption plasenta), atau perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya.

Bukan dari kelainan plasenta, biasanya tidak begitu berbahaya, misalnya kelainan serviks dan vagina serta trauma.

(4)

FREKUENSI ¹´²

Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3 % dari seluruh persalinan. Di RS Tjipto Mangunkusumo (1971-1975) dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan.

(5)

GAMBARAN KLINIK 1

Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan ketiga, atau setelah kehamilan 28 minggu. Perdarahan antepartum tanpa rasa nyeri merupakan tanda khas plasenta previa, apalagi kalau disertai tanda-tanda lainnya, seperti bagian terbawah janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul, atau kelainan letak janin. Karena Tanda pertama adalah perdarahan sehingga pada umumnya penderita segera datang untuk meminta pertolongan. Lain halnya dengan solutio plasenta. Kejadiannya tidak segera ditandai oleh perdarahan pervaginam, sehingga mereka tidak segera datang untuk mendapatkan pertolongan. Gejala pertamanya ialah rasa nyeri pada kandungan yang makin lama makin hebat, dan berlangsung terus menerus. Nyeri ini sering diabaikan, disangka sebagai tanda permulaan persalinan biasa. Baru setelah penderita pingsan karena perdarahan retroplasenta yang banyak, atau setelah tampak ada perdarahan pervaginam, mereka datang untuk

(6)

PENGAWASAN ANTENATAL 1

Pengawasan antenatal dapat dipakai sebagai cara untuk mengetahui atau menanggulangi perdarahan antepartum, yaitu :

1. Penentuan golongan darah ibu dan golongan darah calon donornya 2. Pengobatan anemia dalam kehamilan

3. Seleksi ibu untuk bersalin dirumah sakit

4. Memperhatikan kemungkinan adanya plasenta previa

5. Mencegah serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan pre-eklampsia.

Para ibu hamil yang patut dicurigai akan mengalami perdarahan antepartum ialah :

1. Para ibu yang umurnya telah lebih dari 35 tahun 2. Paritasnya 5 atau lebih

3. Bagian terbawah janin selalu terapung di atas pintu atas panggul, atau 4. Menderita pre-eklampsia

PENANGANAN 1

Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Pemasangan tampon dalam vagina tidak berguna sama sekali untuk menghentikan perdarahan, malahan menambah perdarahan karena sentuhan serviks sewaktu pemasangan. Selagi penderita belum jatuh ke dalam keadaan syok, infus cairan intravena harus segera dipasang, dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang jarum infus ke dalam pembuluh darah, sehingga akan jauh lebih memudahkan transfusi darah apabila sewaktu-waktu diperlukan. segera setelah tiba di rumah sakit pengadaan darah harus segera dilakukan.

(7)

PLASENTA PREVIA

DEFINISI 1’3

Plasenta previa ialah suatu keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat yang abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal). Pada keadaan normal plasenta terletak diatas uterus.

KLASIFIKASI 1’2’3’4

Berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.

(8)

· Plasenta previa parsialis bila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.

· Plasenta previa marginalis bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.

· Plasenta letak rendah bila plasenta yang letaknya abnormal di segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.

(9)

FREKUENSI 2

Plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Di Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo, antara tahun 1971-1975, terjadi 37 kasus plasenta previa di antara 4781 persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 diantara 125 persalinan terdaftar. ETIOLOGI1

Belum diketahui dengan pasti, mungkin secara kebetulan blastokista menimpa desidua didaerah segmen bawah Rahim. Teori lain adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atropi. Faktor resiko terjadinya Plasenta previa yang dapat dipandang berperan dalam proses peradangan dan kejadian atropi di endometrium seperti paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim, misalnya bekas bedah sesar, kerokan, dan miomektomi. Pada perempuan perokok insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.

Hipoksemia akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertropi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bias menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah Rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh Ostium Uteri Internum.

(10)

DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIK ¹’2’3’4’5 Sifat perdarahan

Perdarahan tanpa alasan dan tanpa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, akan tetapi, perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak daripada sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya sudah dilakukan pemeriksaan dalam. Pada kehamilan 20 minggu dapat terjadi perdarahan karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen-segmen uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah

terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar.

Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala – gejala klinis dan beberapa pemeriksaan : Anamnesis

Perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan setelah 20 minggu, tanpa rasa nyeri, tanpa alasan, berulang dengan volume lebih banyak daripada sebelumnya, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.

Pemeriksaan luar Inspeksi

 Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, dan darah beku

 Bila berdarah banyak ibu tampak pucat/ anemis. Palpasi

 Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu atas panggul atau mengolak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.

(11)

 Tidak jarang terdapat kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang.

 Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.

 Tidak terdapat nyeri tekan uterus, uterus tidak tegang, dan tidak iritabel

Auskultasi

 Denyut jantung janin biasanya normal Pemeriksaan Inspekulo

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasall dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.

Pemeriksaan letak plasenta tidak langsung

 Pemeriksaan radiografi dan radioisotope yang sudah ditinggalkan  Pemeriksaan ultrasonografi merupakan cara yang paling tepat untuk

menegakkan diagnosis definitif, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janin. Pemeriksaan USG rutin pada kehamilan 18-20 minggu dengan plasenta letak-rendah tidak dianjurkan, kecuali terjadi perdarahan berulang. Pemeriksaan USG rutin untuk kehamilan dengan

(12)

plasenta previa partial atau total dianjurkan setelah 32 minggu, walaupun saat itu tidak terjadi perdarahan.

USG yang menunjukkan adanya plasenta previa totalis

P = plasenta ; F = janin ; AF = cairan amnion ; B = Kandung kemih ; Cx = Cervix

Pemeriksaan letak plasenta secara langsung

Diagnosis plasenta previa dahulunya jarang ditegakkan melalui pemeriksaan klinis, kecuali jari tangan pemeriksa dimasukkan lewat serviks dan jaringan plasenta teraba. (Dewasa ini dengan adanya pemeriksaan USG, pemeriksaan tersebut tidak lagi dilakukan). Pemeriksaan serviks semacam ini tidak pernah diperbolehkan kecuali bila wanita tersebut sudah berada di kamar operasi dengan segala persiapan untuk pembedahan seksio sesarea segera, karena pemeriksaan serviks yang paling hati-hati pun dapat menimbulkan perdarahan hebat.

Pemeriksaan dalam diatas meja operasi (PDMO) dapat dilakukan bila semua syarat terpenuhi, yaitu :

 Infus/ transfusi telah terpasang, kamar dan Tim Operasi telah siap

 Kehamilan > 37 minggu ( berat badan > 2500 g) dan in partu, atau

 Janin telah meninggal atau terdapat anomaly congenital mayor (misal ansefali)

 Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar)

(13)

PENANGANAN 1’3’5’6’7 Terapi Ekspektatif

Tujuan supaya janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non invasi.

- Syarat terapi ekspektatif :

 Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti

 Belum ada tanda inpartu

 Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dan tanda-tanda vital dalam batas normal)

 Janin masih hidup

- Rawat inap, tirah baring, observasi tanda vital, dan berikan antibiotik profilaksis.

- Apabila berhubungan dengan trauma, monitoring sekurang-kurangnya 12-24 jam untuk menyingkirkan kemungkinan solutio plasenta.

- Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia kehamilan,letak, dan presentasi janin.

- Perbaiki anemia dengan pemberian Sulfas ferosus atau Ferous fumarat peroral 60 mg selama 1 bulan.

- Pastikan sarana untuk melakukan tranfusi

- Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat dirawat jalan (kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan waktu > 2 jam untuk mencapai rumah sakit) dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.

-Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan resiko ibu dan janin untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Terapi Aktif ( tindakan segera )

Rencanakan terminasi kehamilan jika:

(14)

 Janin mati atau menderita anomaly atau keadaan yang mengurangi kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali)

 Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang maturitas janin.

Untuk pasien dengan perdarahan aktif dan gangguan hemodinamik, tindakan segera yang harus dilakukan adalah terminasi kehamilan dan penggantian cairan tubuh.

Selama persiapan proses terminasi kehamilan, dilakukan:

 Resusitasi cairan dengan saline atau ringer laktat, 2 jalur, jarum besar (16G, 18G)

 Persiapkan 4 labu darah yang sesuai golongan darah pasien

 Observasi keadaan janin

Berikan O2 murni untuk semua pasien dengan hipotensi (konsumsi O2 pada kehamilan meningkat hingga 20% dan janin sangat rentan terhadap hipoksia)

Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa

Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan dipilih adalah :

 Jenis plasenta previa

 Perdarahan: banyak, atau sedikit tapi berulang-ulang

 Keadaan umum ibu hamil

 Keadaan janin: hidup, gawat janin, atau meninggal

 Pembukaan jalan lahir

 Paritas atau jumlah anak hidup

 Fasilitas penolong dan rumah sakit.

(15)

Persalinan pervaginam; bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti.

Cara yang terpilih adalah pemecahan selaput ketuban (Amniotomi). Indikasi amniotomi pada plasenta previa:

 Plasenta previa lateralis atau marginalis atau letak rendah, bila telah ada pembukaan

 Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis dengan pembukaan 4 cm atau lebih

 Plasenta previa lateralis/marginalis dengan janin yang telah meninggal.

Apabila amniotomi tidak berhasil, maka terdapat 2 cara lain yang lebih keras menekan plasenta dan mungkin pula lebih cepat menyelesaikan persalinan, yaitu pemasangan cunam Willet, dan versi Braxton-Hicks. Kedua cara tersebut telah ditinggalkan dalam dunia kebidanan muktahir karena seksio caesaria jauh lebih aman. Kedua cara tersebut cenderung dilakukan pada janin yang telah meninggal atau yang prognosis untuk hidup di luar uterus tidak baik. Cara ini, apabila akan dilakukan, lebih tepat dilakukan pada multipara karena persalinannya dijamin lebih lancar; dengan demikian tekanan pada plasenta berlangsung tidak terlampau lama.

Seksio sesaria; bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber perdarahan, dengan demikian memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahnnya, dan untuk menghindarkan perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila dilangsungkan persalinan pervaginam.

(16)

posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.

 Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti dengan tindakan-tindakan yang ada

 Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang. KOMPLIKASI 1’4

 Pada Ibu :

 Perdarahan hingga syok akibat perdarahan

 Anemia karena perdarahan

 Plesentitis

 Endometritis pasca persalinan

 Robekan-robekan jalan lahir akibat tindakan

 Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan.

 Pada Janin :

 Persalinan prematur atau lahir mati

 Prolaps tali pusat

 Asfiksia berat PROGNOSIS ³

Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10% dan mortalitas janin 50-80%.

Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara, dan trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga turun menjadi 7-25%, terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan persalinan buatan (tindakan).

(17)

SOLUTIO PLASENTA

DEFINISI 1´³

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan.

Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio plasentae,

accidental haemorrhage dan prematur separation of the normally implanted placenta.

KLASIFIKASI 1,2,3,4

Menurut derajat lepasnya plasenta :

· Solusio plasenta totalis, bila plasenta terlepas seluruhnya · Solusio plasenta parsialis, bila plasenta sebagian terlepas

· Ruptura sinus marginalis, bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas. · Solusio plasenta dengan perdarahan yang keluar, perdarahan dapat menyelundup keluar dibawah selaput ketuban.

· Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, perdarahan tersembunyi dibelakang plasenta.

(18)

Solusio plasenta di bagi menurut tingkat gejala klinik yaitu : a) Kelas 0 : asimptomatik

Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan hematoma atau daerah yang mengalami pendesakan pada plasenta. Rupture sinus marginal juga dimasukkan dalam kategori ini.

b) Kelas I : gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48 % kasus.

Solusio plasenta ringan yaitu : rupture sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak,sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu atau janinnya.

Gejala : perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit sekali bahkan tidak ada, perut terasa agak sakit terus-menerus agak tegang,tekanan darah dan denyut jantung maternal normal, tidak ada koagulopati, dan tidak ditemukan tanda-tanda fetal distress.

c) Kelas II : gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus.

Solusio plasenta sedang dalam hal ini plasenta telah lebih dari seperempatnya tetapi belum sampai dua pertiga luas permukaannya. Gejala : perdarahan pervaginan yang berwarna kehitam-hitaman,perut mendadak sakit terus-menerus dan tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam walaupun tampak sedikit tapi kemungkinan lebih banyak perdarahan di dalam,didinding uterus teraba terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian bagian janin sulit diraba, apabila janin masih hidup bunyi jantung sukar di dengar dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop ultrasonic, terdapat fetal

(19)

d) Kelas III : gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus.

Solusio plasenta berat,plasenta lebih dari dua pertiga permukaannya,terjadinya sangat tiba-tiba biasanya ibu masuk syok dan janinnya telah meninggal. Gejala : ibu telah masuk dalam keadaan syok, dan kemungkinan janin telah meninggal,uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri, perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, perdarahan pervaginam mungkin belum sempat terjadi besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal,hipofibrinogenemi (< 150 mg/dl)

Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam a) Solusio plasenta ringan

Perdarahan pervaginam <100-200 cc. b) Solusio plasenta sedang

Perdarahan pervaginam > 200 cc, hipersensitifitas uterus atau peningkatan tonus, syok ringan, dapat terjadi fetal distress.

c) Solusio plasenta berat

Perdarahan pervaginam luas > 500 ml,uterus tetanik, syok maternal sampai kematian janin dan koagulopati.

FREKUENSI 1

Frekuensi yang dilaporkan untuk solutio plasenta adalah 1 diantara 50 persalinan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo antara tahun 1968 – 1971 solutio plasenta terjadi pada kira – kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solutio plasenta sedang, dan 86% solutio plasenta berat. Solutio plasenta ringan jarang didiagnosis.

ETIOLOGI1’3’4

Penyebab utama dari solusio plasenta, masih belum diketahui dengan jelas. Meskipun demikian , beberapa hal tersebut dibawah ini diduga merupakan faktor – faktor yang berpengaruh pada kejadiannya, antara lain :

1. Hipertensi essensialis atau preeklamsi 2. Tali pusat yang pendek

(20)

4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior

5. Uterus yang sangat mengecil ( Hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir ).

Disamping itu , ada juga pengaruh dari :  Umur lbu yang tua  Multiparitas

 Ketuban pecah sebelum waktunya  Defisiensi asam folat

 Merokok, alkohol, kokain

DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIK1’2’3’4’5’6

Solutio Plasenta Ringan

☺ Perdarahan pervaginam sedikit dan berwarna kehitam – hitaman

☺ Tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun

janinnya

☺ Perut terasa agak sakit, atau terus menerus agak tegang

☺ Bagian janin masih mudah diraba

Solutio Plasenta Sedang

☺ Gejala dapat timbul perlahan – lahan seperti plasenta solutio ringan

☺ Gejala dapat timbul mendadak dengan sakit perut terus menerus

☺ Perdarahan pervaginam tampak sedikit namun perdarahan mungkin telah mencapai 1000 ml

☺ syok

☺ Dinding uterus tegang terus menerus dan nyeri tekan

(21)

Solutio Plasenta Berat

☺ Ibu Syok

☺ Biasanya janin telah meninggal

☺ Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri

☺ Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibunya

☺ Kemungkinan besar telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal

Solusio plasenta yang ringan, pada umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas, perdarahan antepartum hanya sedikit, dalam hal ini diagnosis baru kita tegakkan setelah anak lahir. Pada plasenta kita dapati koagulum-koagulum darah dan krater.

Pada keadaan yang agak berat kita dapat membuat diagnosis berdasarkan : 1. Anamnesis

· Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien bisa melokalisir tempat mana yang paling sakit, dimana plasenta terlepas.

· Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah.

· Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).

(22)

· Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain. 2. Inspeksi

· Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan. · Pucat, sianosis, keringat dingin.

· Kelihatan darah keluar pervaginam. 3. Palpasi

· TFU naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.

· Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun diluar his.

· Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.

· Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang. 4. Auskultasi

Sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140, kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari sepertiga.

5. Pemeriksaan dalam

· Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.

· Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun diluar his.

(23)

· Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan plasenta previa.

6. Pemeriksaan umum.

· Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.

· Nadi cepat, kecil, dan filiformis. 7. Pemeriksaan Ultrasonography (USG).

Ultrasonography adalah suatu metode yang penting untuk mengetahui adanya pendarahan di dalam uterus. Kualitas dan sensitifitas ultrasonografi dalam mendeteksi solusio plasenta telah meningkat secra signifikan belakangan ini.

Tetapi bagaimanapun juga ini bukan metode yang sempurna dan sensitif untuk mendeteksi solusio plasenta, tercatat hanya 25% kasus solusio plasenta yang ditegakkan dengan USG.

Solusio plasenta tampak sebagai gambaran gumpalan darah retroplacental, tetapi tidak semua solusio plasenta yang di USG ditemukan gambaran seperti di atas. Pada fase akut, suatu perdarahan biasanya hyperechoic, atau bahkan isoechoic, maka kita bandingkan dengan plasenta.

Gambaran konsisten yang mendukung diagnosa solusio plasenta antara lain adalah; gumpalan hematom retroplasenta (hyperochoic hingga isoechoic pada fase akut, dan berubah menjadi hypoechoic dalam satu minggu), gambaran perdarahan tersembunyi, gambaran perdarahan yang meluas. Manfaat lainnya adalah USG dapat dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain perdarahan antepartum.

(24)

8. Pemeriksaan laboratorium

· Urin,albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit. · Darah

Hb menurun (anemi), periksa golongan darah, kalau bisa cross match test.

Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah a/hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap 1 jam, test kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan test kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 150 mg%).

9. Pemeriksaan plasenta

· Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.

(25)

 Ekspektatif (Konservatif)

Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan kemudian partus spontan.

Dilakukan apabila kehamilan kurang dari 36 minggu, dan keadaan hemodinamik yang stabil yakni perdarahan berhenti spontan, kontraksi uterus tidak ada, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup.

Pasien dirawat dengan tirah baring, atasi anemia, USG, dan CTG serial, berikan tokolisis dengan syarat keadaan janin baik, lalu tunggu persalinan spontan.

Pemeriksaan laboratoirum darah lengkap , golongan darah, pembekuan darah harus dilakukan

 Aktif

Prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak segera dilahirkan dan perdarahan berhenti.

Dilakukan apabila ada perdarahan berlangsung terus, uterus berkontraksi, dapat mengancam ibu/janin, gejala solutio plasenta itu bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solutio plasenta bertambah luas.

Disseminating Intravaskular Coagulophaty (DIC) harus disingkirkan, terutama pada kasus-kasus dengan kematian janin. Bedside bleeding test dapat mengkonfirmasikan diagnosis tersebut.

Apabila terdapat koagulopati, koreksi dengan fresh frozen plasma atau cryoprecipitate. Segera setelah faktor pembekuan terkoreksi dan volume cairan tergantikan, lakukan terminasi kehamilan.

Bila janin hidup, dilakukan seksio caesaria. Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan (amniotomi) disusul pemberian infus oksitosin untuk mempercepat persalinan pervaginam (dalam 6 jam). Bila kemajuan partus tidak memuaskan atau pembukaan serviks kurang dari 5, lakukan seksio caesaria.

(26)

Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan karena vasospasmus sebagai reaksi dari perdarahan ini akan meninggikan tekanan darah. Petunjuk paling tepat untuk pemberian transfusi darah secukupnya ialah dengan mengukur tekanan vena pusat (Central Venous Pressure (CVP), CVP pada triwulan ketiga sekitar 10 Cm Air.

Untuk memperbaiki hemodinamik pasien berikan lakukan juga resusitasi cairan dengan saline atau ringer laktat dalam 2 jalur dengan jarum besar (16G, 18G). Observasi terus keadaan janin, dan berikan O2 murni untuk pasien dengan hipotensi.

Ketuban segera dipecahkan, tidak peduli keadaan umum pasien dan tidak peduli apakah persalinan akan dilakukan pervaginam atau per abdominam. Amniotomi akan merangsang dimulainya persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin yang dapat menyebabkan komplikasi nekrosis korteks ginjal (refleks uterorenal) dan gangguan pembekuan darah. Bila perlu, persalinan dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.

Apabila persalinan tidak selesai atau diperkirakan tidak akan selasai dalam 6 jam setelah terjadinya solutio plasenta, walaupun amniotomi dan pemberian infus oksitosin telah dilakukan, satu-satunya cara untuk segera mengosongkan uterus ialah dengan seksio caesaria. Seksio Caesaria tidak perlu menunggu sampai darah tersedia secukupnya, atau syok teratasi, karena tindakan terbaik dalam mengatasi perdarahan adalah dengan segera menghentikan sumbernya.

Apabila perdarahan tidak dapat diatasi dengan seksio caesaria, uterus Couvelaire dengan kontraksi tidak baik, terjadi afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia, persediaan darah atau fibrinogen tidak ada atau tidak cukup; maka histerektomi perlu dipertimbangkan.

Dapat juga dilakukan ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi masih ingin dipertahankan.

KOMPLIKASI 1

Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi adalah :

(27)

a. Perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III, dan kelainan pembekuan darah.

Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah di anatara otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus Couvelaire. Apabila perdarahan post-partum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi bimanual uterus, pemberian uterotonika, maupun pengobatan kelainan pembekuan darah, maka tindakan terakhir untuk mengatasi perdarahan postpartum itu ialah histerektomia atau pengikatan arteria hipogastrika.

b. Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta yang biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira-kira 10%; sedangkan di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menurut Wirjohadiwardojo (1973) terjadi pada 46% dari 134 kasus yang diselidikinya. Terjadinya hipofibrinogenemi diterangkan oleh Page (1951) dan Schneider (1955) dengan masuknya tromboplastin ke dalam peredaran darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenter, sehingga terjadi pembekuan darah intravaskular di mana-mana, yang akan menghabiskan factor-faktor pembekuan darah lainnya, terutama fibrinogen. Selain keterangan yang sederhana ini, masih terdapat banyak keterangan lain yang lebih rumit.

Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup-bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100 mg %, akan terjadi gangguan pembekuan darah.

c. Oligouria dan gagal ginjal. Hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran air kencing yang harus secara rutin dilakukan pada solution plasenta sedang, dan berat, apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, pre-eklamsia, atau hipertensi menahun. Terjadinya oligouria belum dapat diterangkan dengan jelas. Sangat mungkin berhubungan dengan hipovolemia, dan penyempitan

(28)

menerangkan bahwa tekanan intrauterine yang meninggi karena solution plasenta menimbulkan refleks penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan pembekuan darah berperanan pula dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.

d. Gawat janin. Jarang kasus solusio plasenta yang dating ke rumah sakit dengan janin yang masih hidup. Kalau pun didapatkan janin masih hidup, biasanya keadaannya sudah demikian gawat, kecuali pada kasus solution plasenta ringan. PROGNOSIS 1’3

· Terhadap ibu

Mortalitas menurut kepustakaan 5-10%, sedangkan di RS Pringadi Medan dilaporkan 6,7%. Hal ini dikarenakan adanya perdarahan sebelum dan sesudah partus, toksemia gravidarum, kerusakan organ terutama nekrosis korteks ginjal dan infeksi.

Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun atau preeklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, jarak waktu antara terjadinya solutio plasenta dan pengosongan uterus.

· Terhadap anak

Mortalitas anak tinggi menurut kepustakaan 70-80%, sedangkan di RS Pringadi Medan 77,7%. Hal ini tergantung pada derajat pelepasan dari plasenta, bila yang terlepas lebih dari 1/3 maka kemungkinan kematian anak 100%. Selain itu juga tergantung pada prematuritas dan tindakan persalinan.

Prognosis janin pada solutio plasenta berat hampir 100% mengalami kematian. Pada solutio plasenta ringan dan sedang, kematian janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 mL

(29)

· Terhadap kehamilan berikutnya

Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio plasenta, maka pada kehamilan berikutnya sering terjadio solusio plasenta yang lebih berat dengan partus prematurus atau immaturus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi T. Perdarahan Dalam Kehamilan Lanjur. Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2006 2. Library.usu.ac.id/download/fk/anatomi-djakobus.3.pdf

(30)

4. Bagian Obstetri & Ginekologi Fak. Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung, Obstetri Patologi, Ed. 1984, Elstar Offset: Bandung

5. Saifuddin A.B, Adriansz G, Wiknjosastro, H, Waspodo D. Perdarahan kehamilan lanjut dan persalinan. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwomo Prawirohardjo, Jakarta, 2006

6. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Plasenta Previa, Antepartum hemorrhage. In : Williams Obstetrics, 22st ed, Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange, Connecticut, 2001;

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Patterson (Berkowitz, 1995) selama lebih dari satu dekade melakukan observasi dalam hubungan keluarga, hasil penelitian memaparkan bahwa

India merupakan negara tujuan utama ekspor komoditas pertanian Indonesia dikarenakan banyaknya ekspor komoditas perkebunan yang mencapai US$ 2,75 milyar pada periode

Pada penelitian ini alat yang digunakan untuk pengumpulan data atau instrumen adalah menggunakan kuesioner. Ada dua kuesioner yaitu kuesioner pengetahuan untuk meneliti

Kemudian dilakukan analisis data target realisasi dan penerimaan Pajak Hotel dari tahun 2011 s/d 2015 dengan cara melakukan perbandingan antara teori-teori tentang analisis

Sehingga perlu disediakan juga akomodasi bagi atlet yang berkompetisi dan atlet KONI Jawa Tengah yang berlatih di kompleks olahraga Jatidiri Semarang, apalagi

insculpta maupun calon regenerasinya (anakan) di alam. Kedua, menguji pola sebaran sarang apakah bersifat acak, homogen atau berkelompok. Kepadatan sarangnya

Kar.a !l!a% $($uler.. raian di atas menun$ukkan peran bahasa atau praktik berbahasa dalam penulisan karya ilmiah. arya ilmiah mustahil ditulis tanpa bahasa, yang mana

Guru bersama siswa menyimpulkan apa yang telah mereka pelajari mengenai deskripsi ciri-ciri Spermatophyta dan peranannya bagi manusia.. Siswa menyimpulkan apa yang telah