• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Konsep Sastra Jepang Menurut Orang Jepang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Konsep Sastra Jepang Menurut Orang Jepang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Sastra Jepang Menurut Orang Jepang

Sastra merupakan karya seni yang memiliki arti atau keindahan. Dalam bahasa Jepang, kesusastraan adalah :

日本文学とは、日本語で書かれた文学作品、もくしはそれらの作品や作 家を研究する学問のこと。國分学ともいう。日本文学の定義を何に求め る かについては諸説あり、言語、発表日された地域、文学の形式など多 くの必要が考えられる。

Kesusastraan Jepang adalah hasil karya sastra yang dituliskan dengan menggunakan bahasa jepang atau juga ilmu yang digunakan untuk meneliti hasil karya dan pengarang. Dapat di sebut juga kokubungaku (kesusastraan jepang). Untuk mengetahui definisi dari nihon bungaku (kesusastraan jepang), banyak yang yang harus kita pikirkan seperti teori, bahasanya, penyebaran di kawasannya, bentuk-bentuk kesusastraannya dan lain-lain. (http://jp.wikipedia.org/wiki:15 maret 2006).

2.2 Fiksi

Suatu bentuk sastra haruslah bersifat menarik dan juga harus mempunyai kaitan yang nampak dengan kehidupan, tetapi hubungan itu sangat beragam. Kehidupan dalam karya sastra dapat diperindah, diejek, atau digambarkan bertolak belakang dengan kenyataan. Cerita pendek yang saya teliti merupakan karya sastra yang bersifat fiksi. Menurut Pickering dan Hoeper dalam Minderop (2005:1) menerangkan bahwa fiksi adalah:

Fiksi berarti segala narasi dalam bentuk prosa atau sajak dan merupakan karya imajinatif. Baik drama maupun puisi naratif (mengisahkan cerita) dapat diklasifikasikan sebagai fiksi, seperti juga cerita rakyat, legenda, sartir, parabel dan roman, semua mengandung elemen-elemen fiktif.

(2)

Wellek dan Waren (1977:278) menerangkan bahwa realitas dalam karya fiksi yakni ilusi kenyataan dan kesan meyakinkan yang ditampilkan kepada pembaca, tidak selalu merupakan kenyataan sehari-hari. Pada aliran klasik atau Neo-Klasik, fiksi menampilkan sesuatu yang khas, yang universal, seperti tipe orang yang pelit, tipe orang tidak mempunyai belas kasihan, tipe orang yang tidak mempunyai belas kasihan, tipe orang yang mempunyai kelainan pada tubuhnya (cacat), dan lain-lain. Wellek dan Waren (1977:280) juga menerangkan bahwa cerita fiksi berkaitan dengan waktu atau urutan waktu, yaitu dengan memberikan kronologi kejadian yang menampilkan seorang tokoh yang mengalami kemunduran atau kemajuan karena sebab-sebab tertentu yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu.

2.3 Penokohan

Sebuah cerita tentu terdiri dari peristiwa atau kejadian. Sesuatu peristiwa tejadi karena aksi atau reaksi tokoh-tokoh. Mungkin antara tokoh dengan tokoh, antara tokoh dengan lingkungan, atau mungkin pula antara tokoh dengan dirinya sendiri (Mido, 1994:21). Dalam pembicaraan sebuah fiksi, istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya atau pelaku ceritanya. Nurgiyantoro (2002:165) menjelaskan bahwa penokohan dan karakterisasi-karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita. Menurut Jones dalam Nurgiayantoro (2002:165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Nurgiyantoro juga mengutip dari Stanton (1965:17) yang menerangkan istilah “karakter”, yaitu:

(3)

Penggunaan istilah “karakter” (character) sendiri dalam berbagai literatur bahasa Inggris menyarankan pada dua pengertian yang berbeda yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut .

Menurut Oemarjati dalam Mido (1994:21), menerangkan bahwa tokoh hidup dalam cerita ialah tokoh yang mempunyai tiga dimensi, yaitu:

1. Dimensi fisiologis, yaitu ciri-ciri fisik sang tokoh: jenis kelamin, umur, keadaan tubuh/tampang, cirri-ciri tubuh, raut muka dan sebagainya.

2. Dimensi sosiologis, yaitu unsure-unsur status social, pekerjaan, jabatan, peranan dalam masyarakat, pendidikan, pandangan hidup, agama dan kepercayaan, dan lain-lain.

3. Dimensi psikologis, yaitu mentalitas, temperamen, perasaan-perasaan dan keinginan pribadi, sikap dan watak, kecerdasan, dan lain-lain.

Karena dalam skripsi ini penulis akan lebih melihat dari dimensi psikologis dari tokoh utamanya, maka pemaknaannya dilakukan berdasarkan kata-kata (verbal) dan tingkah laku (non-verbal) yang akan di kaitkan dengan teori psikoanaliasis.

2.3.1 Teknik Kata-kata (Verbal)

Menurut Nurgiyantoro (2002:201), percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan. Bentuk percakapan dalam sebuah karya fiksi, umumnya cukup banyak, baik percakapan yang pendek maupun yang panjang.

(4)

2.3.2 Teknik Tingkah Laku (Non-Verbal)

Menurut Nurgiyantoro (2002:203) apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dapat dipandang sebagai menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya

2.4 Psikoanalisis

Psikoanalisis secara tegas memperhatikan struktur jiwa manusia .Dalam skripsi ini teori psikologi yang saya ambil adalah teori psikoanalisis dari Sigmund Freud. Sigmund Freud merupakan pendiri paham psikoanalisis dan terkenal dengan analisis ’bawah sadarnya’. (http://www.fisikanet.go.id:2006). Sigmund Freud lahir di Moravia pada tahun 1856 dan meninggal di London pada tahun 1939.

Alwisol (2004) menjelaskan bahwa Freud menggunakan sistematika untuk mendiskripsikan kepribadian menjadi tiga pokok bahasan yaitu:

1. Struktur Kepribadian. Pada awalnya Freud mengemukakan bahwa jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar, prasadar dan tak sadar. Lalu pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model sruktural yang lain, yakni id, ego dan superego. 2. Dinamika Kepribadian. Freud memandang manusia sebagai sebuah sistem energi

yang kompleks. Berbagai kebutuhan badaniah manusia menimbulkan berbagai ketegangan atau kegairahan dan akan terungkap melalui sejumlah perwakilan mental dalam bentuk dorongan atau keinginan yang dinamakan naluri. Jadi naluri adalah perwujudan ketegangan badaniah yang berusaha mencari. Selain naluri, dalam teori ini Freud juga menjelaskan insting sebagai energi psikik, jenis-jenis insting, distribusi dan pamakaian energi, kecemasan dan mekanisme pertahanan. Tetapi

(5)

dalam penelitian ini saya hanya akan memakai faktor kecemasan (Anxiety) dan mekanisme pertahanan (Defense Mechanism).

3. Perkembangan Kepribadian. Teoritisi pertama Freud adalah memusatkan perhatiannya kepada kepribadia dan menekankan pentingnya masa bayi dan awal anak dalam membentuk karakter seseorang. Dalam teori ini Freud menjelaskan beberapa fase untuk pembentukkan karakter seseorang, yaitu fase oral, fase anal, fase falis, fase laten dan fase genital.

2.5 Penjelasan Teori Sigmund Freud

Pada skripsi ini penulis hanya menggunakan dua dari tiga pokok bahasan yang Freud diskripsikan, yaitu:

2.5.1 Struktur Kepribadian

a. Id adalah segi kepribadian tertua, sistem kepribadian pertama, ada sejak lahir. Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia. Id bersifat egoitis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani manusia ( J. Rakhmat, 1985:19 & 20). Id beroperasi pada prinsip kenikmatan, yaitu berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit oleh karena itu Id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principles).

b. Ego adalah kepribadian yang berkembang dari Id dan harus mencari dalam realitas apa yang dibutuhkan Id sebagai pemuas kebutuhan. Ego bekerja berdasarkan prinsip realita (reality principles). Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang

(6)

yang mana yang hendak di respon atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan dan menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal.

c. Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian. Superego mempunyai 2 subsistem, yaitu hati nurani yang diperoleh melalui penghukuman berbagai perilaku anak yang dinilai ‘jelek’ oleh orang tua dan menjadi dasar rasa bersalah. Lalu, ego ideal adalah hasil pujian dan penghadiahan atas berbagai perilaku yang dinilai ‘baik’ oleh orang tua. Superego juga seperti ego dalam mengontrol id, bukan hanya menunda pemuasan tetapi merintangi sepenuhnya. Superego mempunyai 3 fungsi, (1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan moralistik, (2) merintangi implus id, terutama implus seksual dan agresif yang bertentangan dengan standar nilai masyarakat, dan (3) mengejar kesempurnaan.

2.5.2 Dinamika Kepribadian

a. Kecemasan (anxiety) merupakan dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang takterhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Freud mengemukakan tiga jenis kecemasan, yaitu: 1. Kecemasan realistik (realistic anxiety) adalah takut kepada bahaya yang

nyata ada diluar.

2. Kecemasan neurotik (neurotic anxiety) adalah ketakutan akan tidak terkontrolnya insting dan akan mengakibatkan adanya hukuman. Ketakutan

(7)

ini merupakan ketakutan terhadap hukuman yang akan diterima dari orangtua atau figur penguasa lainnya.

3. Kecemasan moral (moral anxiety) ketakutan terhadap kata hati. Perasaan bersalah dimana mereka melakukan sesuatu atau berfikir untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kode moral yang telah ada.

b. Mekanisme pertahanan ego adalah cara ego untuk menghilangkan tekanan. Semua mekanisme pertahanan mempunyai dua ciri umum, yakni:

1) Mereka menyangkal, memalsukan, atau mendistorsikan (mengubah) kenyataan

2) Mereka bekerja secara tak sadar sehingga orangnya tidak tahu apa yang sedang terjadi. (Hall & Lidzey,1993:86)

Alwisol dalam buku Psikologi Kepribadian (2004:30) menerangkan bahwa Freud mendeskripsikan tujuh mekanisme pertahanan, yaitu :

1. Identifikasi (identification) yaitu cara mereduksi (meredakan) tegangan dengan cara meniru (mengimitasi) atau mengidentifikasikan diri dengan orang yang dianggap lebih berhasil memuaskan hasratnya dibanding dirinya. Beberapa tujuan dari mekanisme pertahanan, pertama, cara orang dapat memperoleh kembali sesuatu (Obyek) yang telah hilang, kedua, untuk mengatasi rasa takut, dan ketiga, orang dapat memperoleh informasi baru dengan mencocokan khayalan mental dengan kenyataan.

2. Pemindahan (displacement) yaitu obyek asli yang dipilih oleh insting (naluri) tidak dapat dicapai karena adanya rintangan dari luar (social, alami) atau dari dalam, maka insting itu akan ditahan (repress), yang berarti pemindahan energi dari obyek satu ke

(8)

Penumpukan tegangan dapat menjadi sumber motivasi yang permanen dan dapat menimbulkan kegelisahan dan gangguan syaraf.

3. Represi (repression) yaitu proses ego untuk menekan segala sesuatu (id, insting, ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan kecemasan keluar dari kesadaran. Yang terpenting bahwa, pikiran atau keinginan yang menimbulkan kecemasan dipindahkan ketaraf lain, yaitu taraf tak sadar (Bertens, 2006:265).

4. Fiksasi (fixation) yaitu terhentinya perkembangan normal pada tahap perkembangan tertentu karena perkembangan lanjutannya sukar sehingga menimbulkan frustasi dan kecemasan yang terlalu kuat. Orang memilih tetap berhenti (fiksasi) pada tahap perkembangan tertentu dan menolak untuk bergerak maju, karena merasa puas dan aman pada tahap itu.

5. Regresi (regression) yaitu mundur ke tahap perkembangan terdahulu, dimana dia merasa puas disana. Frustasi, kecemasan dan pengalaman traumatik yang sangat kuat pada tahap perkembangan tertentu dapat mengakibatkan regresi. Arah regresi ditentukan oleh fiksasi yang pernah dilakukan, yakni orang cenderung regresi ketahap perkembangan dimana dia pernah fiksasi.

6. Pembentukan reaksi (Reaction Formation). Tindakan pertahanan dengan cara mengganti perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan perasaan lawan/kebalikan dalam kesadaran. Misalnya benci diganti cinta, rasa permusuhan diganti rasa persahabatan. Timbul masalah bagaimana membedakan ungkapan asli suatu implus dengan ungkapan pengganti reaksi formasi: bagaimana cinta sejati dibedakan dengan cinta reaksi formasi. Biasanya reaksi formasi ditandai oleh sifat serba berlebihan, ekstrim, dan kompulsif.

(9)

7. Projeksi (projection). Kecemasan realistik biasanya lebih mudah ditangani oleh ego dibanding kecemasan neurotik atau kecemasan moral. Proyeksi mereduksikan kecemasan dengan cara menggantikan suatu bahaya besar dengan bahaya yang lebih ringan, dan memungkinkan orang yang melakukan proyeksi mengungkapkan impuls-impulsnya dengan berkedok mempertahankan diri. (Hall & Lindzey, 1993:88). Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu yang lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia perhatikan itu cenderung dibesar-besarkan (http//:www.e-psikologi.com/remaja/htm:2006).

Referensi

Dokumen terkait

Dari gejala Gn, sistem akan memberikan pertanyaan gejala (Pn) yang harus dijawab oleh user, jika user menjawab [Ya] maka solusi (Sn) untuk memecahkan masalah troubleshooting

Setelah barang yang Anda pesan jadi / selesai kami buat, maka akan kami kirimkan foto barang pesanan Anda tersebut via bbm/whatsapp/line/email sebelum barang

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap pelaksanaan bauran pemasaran dan implikasi strateginya pada masa yang akan datang di Bali

1. Bayu Widagdo dan Winastwan Gora.S, Produser adalah orang yang bertugas menjadi fasilitator dan menyiapkan segala kebutuhan produksi dari tahap awal hingga tahap akhir,

Untuk memecahkan masalah ini, penelitian yang berhubungan dengan alasan mengapa suatu varietas kentang dapat diterima petani (karakteristik tanaman dan umbi) perlu

Eksplan yang digunakan dalam menentukan fase perkecambahan anggrek hitam dan menentukan medium dasar yang optimal bagi perkecambahan biji secara in vitro adalah buah

Antera untuk induksi androgenesis kelapa sawit dengan populasi mikrospora stadium uninukleat akhir sampai binukleat awal lebih dari 50% dapat diisolasi dari bunga pada

Kajian ini juga mendapati bahawa senarai bilangan ayat bagi setiap surah yang tercatat di dalam Tafsir Turjuman al-Mustafid adalah menepati riwayat- riwayat di