• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat PT. Intraco Penta, TBK (INTA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat PT. Intraco Penta, TBK (INTA)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

52 4.1. Deskripsi Objek Penelitian

4..1.1 Sejarah Singkat PT. Intraco Penta, TBK (INTA)

Objek penelitian yang dipilih peneliti adalah PT. Intraco Penta, Tbk (INTA) yang melayani kebutuhan alat-alat berat dengan menyediakan rangkaian produk berkualitas tinggi serta serangkaian solusi yang melayani kebutuhan khusus setiap pelanggannya. PT. Intraco Penta, Tbk (INTA) merupakan perusahaan yang mendistribusikan alat berat segmen khusus yang telah berdiri selama 43 tahun. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1970 oleh empat orang kerabat yakni Sucipto Halim, Halex Halim, Wahab Firmansyah, dan Simin Kusumo. Keempat founding father ini merintis PT. Intraco Penta, Tbk dari sebuah took sederhana di Jakarta Pusat,sebagai toko yang menjual suku cadang alat berat.

Berbekal komitmen yang kuat serta prinsip maju bersama mitra, hingga tahun 2012 aset PT. Intraco Penta, Tbk telah mencapai 4,27 triliun rupiah. Kepemimpinan PT. Intraco Penta, Tbk di pasar khusus juga membawa Perseroan mencapai volume penjualan sebanyak 1.260 unit alat berat pada tahun 2011. Sepanjang tahun 2011 PT. Intraco Penta berhasil mencatatkan pendapatan sebesar 2,59 triliun rupiah.

(2)

Pelanggan utama INTA adalah perusahaan tambang dan kontraktor domestik. INTA juga menjaga kemitraan erat dengan perusahaan-perusahaan tambang terkemuka di Indonesia. Selain itu, INTA juga melayani perusahaan dari berbagai sektor, antara lain: konstruksi/infrastruktur, kehutanan, industri agro, minyak dan gas, dan industri umum.

Dalam hal jajaran produk, INTA saat ini memiliki lima merek alat berat kelas dunia dari Eropa, Amerika, dan Asia. Kelima merek besar tersebut adalah VOLVO yang menduduki peringkat empat dunia di industri alat-alat konstruksi, INGERSOLL-RAND yang populer di bidang konstruksi, dan aneka produk BOBCAT, MAHINDRA dan SDLG. PT. Intraco Penta, Tbk (INTA) bukan hanya menjual peralatan-peralatan konstruksi, tapi juga kebutuhan-kebutuhan lain seperti Component Rebuild Centre (CRC), persediaan suku cadang, dan konsinyasi kepada pelanggan untuk memastikan agar peralatan mereka bisa beroperasi secara terus menerus tanpa ada gangguan yang berarti.

Untuk menyempurnakan konsep penyedia solusi total, INTA menerapkan budaya yang mencakup Care, Excellence dan Synergy (INTAces). PT. Intraco Penta, Tbk (INTA) akan terus memainkan peranan penting dengan pendekatan istimewanya

VOLVO yang dikenal sebagai produsen alat berat premium di dunia yang berasal dari Swedia, selama ini produk-produknya yang berkualitas seperti Articulated Haulers, Hydraulic Excavators, Wheel

(3)

Loaders, Motor Graders, dan Compactors. Produk berkualitas lainnya adalah Ingersoll-Rand yang berasal dari Amerika yang telah lama dikenal sebagai produsen kompresor premium dan juga Light Tower, Genset dan Montabert Hydraulic Breakers.

INTA juga memasarkan produk dan perawatan alat berat buatan Bobcat dari Amerika Serikat: Mini Excavator, Skid Steer Loader, Telescopic Handler dan Light Sources. Di tahun 2009, produk-produk dari dua principal baru yaitu Mahindra & Mahindra dari India dan Shan Dong Lin Gong (SDLG) dari China tentunya kembali menambah jajaran produk alat berat yang berkualitas baik di INTA.

Mahindra & Mahindra, perusahaan kelas dunia yang berbasis India, dengan fasilitas manufaktur teknologi terbaru di Amerika Serikat, Australia, dan India, telah berhasil membuat dan menjual lebih dari 1 juta unit ke seluruh dunia setiap tahun. Perusahaan ini masuk peringkat tiga besar produsen traktor pertanian di dunia, dan memiliki 25% pangsa pasar Australia, dan 15% di Amerika Serikat.

INTA yang baru memasarkan farm tractor Mahindra pada pertengahan 2009, telah sukses menjual 20 unit di pasar domestik. Penjualan dipastikan akan terus meningkat seiring misi INTA untuk menjadikan produk yang berkualitas sebagai pemimpin pasar di Indonesia.

Produk baru dan berkualitas lainnya adalah SDLG Wheel Loader dibuat oleh Shan Dong Lin Gong Pte Ltd dari Linyi, China, yang termasuk tiga besar produsen alat berat terbesar di China. Perusahaan sudah

(4)

diakuisisi Volvo Construction Equipment (VCE) dari Swedia, tentunya setelah diakuisisi oleh Volvo maka SDLG sudah mengusung nilai-nilai inti dari Volvo berupa quality, productivity dan nilai keselamatan yang baik. Dan di tahun 2009 INTA ditunjuk oleh Volvo Construction Equipment untuk memasarkan produk tersebut.

PT. Intraco Penta, Tbk (INTA) mengalami beberapa peristiwa penting sebagai berikut :

a. 1970, UD Intraco berdiri dengan bidang usaha distribusi suku cadang b. 1975, Berganti nama menjadi PT. Intraco Penta

c. 1982, Sebagai Dealer dari NV PD Pamitran untuk merek Clark Equip., and P&H Crane

d. 1984, Memperluas usaha dibidang alat berat dengan mengageni produk Renault Trucks, Lamborghini Farm Tractors (1991), Bell (1991)

e. 1992, Mengakuisisi NV PD Pamitran beserta seluruh keagenannya, a.l. VME, P&H/PPM dan Bobcat.

f. 1993, Go Public, dengan mencatatkan saham di Bursa Efek Jakarta g. 2001, Implementasi program terintegrasi SAP – ERP

h. 2002, Reorganisasi perusahaan menjadi 3 regional: Jawa & Indonesia Timur, Kalimantan dan Sumatra

i. 2003, Mengakuisisi Intan Baruprana Finance (IBF) j. 2008, Reorganisasi perusahaan menjadi sentralisasi

(5)

k. 2009, INTA mempertahankan total pendapatan diatas Rp 1 triliun, sementara laba bersih naik sebesar 63.3%, meskipun permintaan lebih rendah akibat krisis ekonomi global dan ditunjuk sebagai dealer Mahindra & SDLG

l. 2010, INTA mengakuisisi Terra Factor Indonesia (TFI) dan Columbia Chrome Indonesia (CCI) dengan nilai transaksi sebesar Rp 170 miliar dan membentuk Unit Usaha Syariah di IBF

m. 2011, INTA mencetak rekor baru dalam kinerja keuangan, dengan mencapai total aset 3,7 triliun dan pendapatan 3 triliun. INTA dipercaya menjadi distributor tunggal di Indonesia untuk memasarkan produk merek Sinotruk dari China

n. 2012, INTA masuk jajaran Indeks LQ45 di Bursa Efek Indonesia sekaligus termasuk ke dalam daftar 50 Perusahaan Terbaik Indonesia versi majalah Forbes Indonesia dan menjadi Top Performing Company versi majalah Investor

Anak perusahaan dan afiliasi PT. Intraco Penta, Tbk (INTA) adalah sebagai berikut :

a. PT. Columbia Chrome Indonesia, Industrial Hard Chrome Plating & Hydraulic / Pneumatic Cylinder, Fabrication Bucket and Engineering b. PT. Terrafactor, Penyewaan dan penjualan alat-alat berat bekas c. PT Intan Baruprana Finance, Pembiayaan alat-alat berat (leasing) d. PT Labuan Monodon, Bidang perikanan (budidaya udang) e. PT Kasuari, Kontraktor tambang

(6)

f. PT Pratama Atha Sejati (d/h TWL), Bidang usaha di sektor kehutanan dan perkebunan

g. PT General Agromesin Lestari, Fokus pada sektor pertanian dan perkebunan serta perikanan (peralatan tambak)

Restrukturisasi organisasi yang dilakukan pada tahun 2011 membentuk 3 anak perusahaan baru yaitu PT. Intraco Penta Wahana (IPW),PT. Intraco Penta Prima Service (IPPS) dan INTA Resources. PT. Intraco Penta Wahana (IPW) merupakan anak usaha PT. Intraco Penta, Tbk yang memasarkan alat berat merek Sinotruk, Ingersoll Rand, Mahindra, dan Bobcat di seluruh Indonesia. Sedangkan PT. Intraco Penta Prima Servis (IPPS) akan berfokus memperdagangkan alat berat merek VOLVO dan SDLG di wilayah Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. PT.Intraco Penta Tbk, yakin dengan langkah tersebut IPPS akan dapat lebih fokus melayani kebutuhan peralatan berat dari Kalimantan dan Sulawesi yang telah terbukti memiliki potensi pasar yang besar.

Sementara itu, Perseroan berharap INTA Resources dapat menjadi holding atas bisnis pertambangan di masa mendatang. PT. Intraco Penta, Tbk akan tetap mencari peluang untuk mengakuisisi tambang batubara yang memiliki cadangan besar untuk melengkapi konsep Total Solution.

(7)

4..1.2 VISI & MISI PT. INTRACO PENTA, TBK a. VISI

Menjadi penyedia layanan terbaik di pasar alat-alat berat yang melebihi standar kinerja tinggi yang ada sekarang.

b. MISI

Selalu terfokus pada pelanggan, berpacu dalam mutu, serta berusaha menjadi perusahaan terbaik dalam ilmu dan seni memuaskan pelanggan.

Selalu bekerja keras untuk mencapai efisiensi tertinggi dalam pemanfaatan sumber daya manusia, alam, keuangan, waktu dan sumber daya lainnya.

Selalu menjalankan usaha dengan integritas sebagai warga negara korporasi (coporate citizen) yang bertanggung jawab.

(8)

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian 4.2.1. Rasio Likuiditas

1. Rasio Lancar (Current Ratio) Tabel 4.1

Rasio Lancar (Current Ratio) PT. Intraco Penta. Tbk, Tahun 2009-2013

Tahun Aktiva Lancar Hutang Lancar CR (%) Perubahan

( Rp ) ( Rp ) 2009 768.963.703.981 538.628.650.940 142,70% -72,10% 2010 1.065.857.940.370 869.726.064.066 122,50% -20,20% 2011 2.001.160.000.000 2.383.059.000.000 83,90% -38,60% 2012 2.336.636.000.000 2.698.291.000.000 86,50% 2,60% 2013 2.516.215.000.000 2.723.122.000.000 92,39% 6,35%

Rasio lancar atau (current ratio) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Perhitungan rasio lancar dilakukan dengan cara membandingkan antara total aktiva lancar dengan total utang lancar.

Dari hasil perhitungan current ratio pada PT. Intraco Penta. Tbk untuk tahun 2009 - 2013 masing-masing menunjukkan angka: 142,70%, 122,50%, 83,90%, 86,50% dan 92,39%.

Current ratio tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 142,70%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 hutang lancar dijamin dengan Rp 1,427 aktiva lancar.

(9)

Current ratio terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 83,90%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 hutang lancar dijamin dengan Rp 0,839 aktiva lancar.

2. Rasio Cepat (Quick Ratio)

Tabel 4.2

Rasio Cepat (Quick Ratio) PT. Intraco Penta. Tbk Tahun 2009-2013

Tahun Aktiva Lancar ( Rp ) Hutang Lancar ( Rp ) Persediaan QR (%) Perubahan 2009 768.963.703.981 538.628.650.940 265.124.585.306 93,50% -55,70% 2010 1.065.857.940.370 869.726.064.066 407.546.350.562 75,60% -17,90% 2011 2.001.160.000.000 2.383.059.000.000 765.344.000.000 51,80% -23,80% 2012 2.336.636.000.000 2.698.291.000.000 1.185.636.000.000 42,60% -9,20% 2013 2.516.215.000.000 2.723.122.000.000 1.215.6724.000.000 49,50% -6,50%

Quick Ratio dirancang untuk mengukur seberapa baik perusahaan dapat memenuhi kewajibannya, tanpa harus melikuidasi atau terlalu bergantung pada persediaannya. Persediaan tidak bisa sepenuhnya diandalkan, karena persediaan bukanlah sumber kas yang bisa diperoleh, dan bahkan mungkin tidak mudah dijual pada kondisi ekonomi yang lesu.

Dari hasil perhitungan quick ratio pada PT. Intraco Penta. Tbk untuk tahun 2009 - 2013 masing-masing menunjukkan angka: 93,50%, 75,60%, 51,80%, 42,60% dan 49,50% .

Quick ratio tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 93,50%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 hutang lancar dijamin dengan Rp 9,350 kas, setara kas dan piutang (quick assets).

(10)

Quick ratio terkecil terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 42,60%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 hutang lancar dijamin dengan Rp 0,426 kas, setara kas dan piutang (quick assets).

4.2.2. Rasio Rentabilitas/Profitabilitas

1. Gross Pofit Margin (Margin Laba Kotor) Tabel 4.3

Gross Pofit Margin (Margin Laba Kotor) PT. Intraco Penta. Tbk Tahun 2009-2013

Tahun Laba Kotor Penjualan GPM

(%) Perubahan ( Rp ) ( Rp ) 2009 236.312.634.409 934.303.648.833 152,62% 8,65% 2010 316.641.645.799 1.532.682.624.147 162,04% 9,42% 2011 523.649.000.000 2.462.647.000.000 161,97% -0,07% 2012 576.051.000.000 2.132.024.000.000 203,05% 41,08% 2013 582.121.000.000 2.235.035.000.000 260,45% 57,04%

Gross profit margin merupakan perbandingan antara laba kotor dengan penjualan. Bagi perusahaan dagang dan manufaktur, angka rasio gross profit margin yang rendah menandakan bahwa perusahaan tersebut rawan terhadap perubahan harga, baik harga jual maupun harga pokok. Ini berarti bahwa apabila terjadi perubahan pada harga jual atau harga pokok, perubahan ini akan sangat berpengaruh terhadap laba perusahaan.

Dari hasil perhitungan Gross Profit Margin pada PT. Intraco Penta. Tbk untuk tahun 2009 - 2013 masing-masing menunjukkan angka: 152,62%, 162,04%, 161,97%, 203,05% dan 260,45%.

(11)

Gross Pofit Margin tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 260,45%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 laba kotor dihasilkan dari Rp 2,60 penjualan.Gross Pofit Margin terkecil terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 152,62%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 laba kotor dihasilkan dari Rp 1,52 penjualan.

2. Net Profit Margin (Margin Laba Bersih) Tabel 4.4

Net Profit Margin (Margin Laba Bersih) PT. Intraco Penta. Tbk Tahun 2009-2013

Tahun Laba Bersih Penjualan NPM

(%) Perubahan ( Rp ) ( Rp ) 2009 37.473.252.355 934.303.648.833 4,01% 1,83% 2010 83.081.383.677 1.532.682.624.147 5,42% 1,41% 2011 120.214.000.000 2.462.647.000.000 4,88% -0,54% 2012 12.430.000.000 2.132.024.000.000 0,58% -4,30% 2013 12.510.000.000 2.225.032.000.000 0,56% -0,02%

Net profit margin merupakan rasio ini menunjukkan berapa besar presentase pendapatan bersih diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba cukup tinggi.

Jika netprofit margin suatu perusahaan lebih rendah dari rata-rata industrinya, hal itu dapat disebabkan oleh harga jual perusahaan yang lebih rendah daripada perusahaan pesaing, atau harga pokok penjualan lebih tinggi daripada harga pokok penjualan perusahaan pesaing.

(12)

Dari hasil perhitungan Net Pofit Margin pada PT. Intraco Penta. Tbk untuk tahun 2009 - 2013 masing-masing menunjukkan angka: 4,01%, 5,42%, 4,88%, 0,58% dan 0,56%.

Net Pofit Margin tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 5,42%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 pendapatan bersih dihasilkan dari Rp 5,42 penjualan.Net Pofit Margin terkecil terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 0,56 %, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 pendapatan bersih dihasilkan dari Rp 0,56 penjualan.

3. Operating Income Margin (Margin Laba Usaha) Tabel 4.5

Operating Income Margin (Margin Laba Usaha) PT. Intraco Penta. Tbk Tahun 2009-2013

Tahun Laba Usaha Penjualan OIM

(%) Perubahan ( Rp ) ( Rp ) 2009 106.779.780.080 934.303.648.833 11,43% 3,01% 2010 151.798.120.091 1.532.682.624.147 9,90% -1,52% 2011 168.857.000.000 2.462.647.000.000 6,86% -3,05% 2012 42.139.000.000 2.132.024.000.000 1,98% -4,88% 2013 44.224.000.000 2.276.035.000.000 1,94% -0,04%

Pada rasio ini, angka laba yang digunakan dalam perhitungan adalah yang berasal dari kegiatan usaha pokok perusahaan. Semakin tinggi operating income margin semakin kurang baik, karena biaya-biaya operasi berarti naik dan gejala ini ada kemungkinan pemborosan.

(13)

Rasio ini mencerminkan keuntungan yang diperoleh tanpa mengingat dari mana sumber modal dan menunjukkan tingkat efisiensi perusahaan dalam melaksanakan operasi sehari-hari. Rasio ini sangat berguna membandingkan antara dua perusahaan atau lebih yang memiliki struktur permodalan yang berbeda atau untuk membandingkan perusahaan yang sama untuk dua periode yang berbeda, karena dengan demikian akan diketahui Retum on Investment (ROI) dari perusahaan yang bersangkutan atau dari periode ke periode lainnya.

Dari hasil perhitungan Operating Income Margin pada PT. Intraco Penta. Tbk untuk tahun 2009 - 2013 masing-masing menunjukkan angka: 11,43%, 9,90%, 6,86%, 1,98% dan 1,94%.

Operating Income Margin tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 11,43%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 laba dihasilkan dari Rp 11,43kegiatan usaha pokok perusahaan.Operating Income Margin terkecil terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 10,94%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 laba dihasilkan dari Rp 0,56 kegiatan usaha pokok perusahaan.

(14)

4. Return On Asset (Pengembalian Aktiva) Tabel 4.6

Return On Asset (Pengembalian Aktiva) PT. Intraco Penta. Tbk Tahun 2009-2013

Tahun Laba Bersih Total Aktiva ROA

(%) Perubahan ( Rp ) ( Rp ) 2009 37.473.252.355 1.172.129.502.335 3,20% 1,18% 2010 83.081.383.677 1.634.903.848.219 5,08% 1,88% 2011 120.214.000.000 3.737.918.000.000 3,22% -1,87% 2012 12.430.000.000 4.268.975.000.000 0,29% -2,92% 2013 14.210.000.000 4.363.139.000.000 3,25% -2,96%

Analisis Return On Asset (ROA) merupakan teknik analisa yang lazim digunakan oleh perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. ROA adalah salah satu bentuk dari rasio rentabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.

Return On Asset (ROA) merupakan rasio yang mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh aset yang ada atau rasio yang menggambarkan efisiensi pada dana yang digunakan dalam perusahaan. Semakin tinggi ROA, berarti perusahaan semakin mampu mendayagunakan aset dengan baik untuk memperoleh keuntungan.

(15)

Dari hasil perhitungan Return on Asset pada PT. Intraco Penta. Tbk untuk tahun 2009 - 2013 masing-masing menunjukkan angka: 3,20%, 5,08%, 3,22%, 0,29% dan 3,25%.

Return on Asset tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 5,08%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 tingkat pengembalian dihasilkan dari Rp 5,08 pendayagunaan aktiva dalam operasi perusahaan. Return on Asset terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 0,29%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 tingkat pengembalian dihasilkan dari Rp 0,29 pendayagunaan aktiva dalam operasi perusahaan.

5. Return On Equity (Pengembalian Ekuitas) Tabel 4.7

Return On Equity (Pengembalian Ekuitas)PT. Intraco Penta. Tbk Tahun 2009-2013

Tahun Laba Bersih Modal Sendiri ROE

(%) Perubahan ( Rp ) ( Rp ) 2009 37.473.252.355 230.335.053.041 16,27% 12,02% 2010 83.081.383.677 196.131.876.304 42,36% 26,09% 2011 120.214.000.000 -381.899.000.000 -31,48% -73,84% 2012 12.430.000.000 -361.655.000.000 -3,44% 28,04% 2013 12.840.000.000 -382.227.000.000 -3,35% 0,09%

Return on equity atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri.Semakin tinggi rasio ini semakin baik, artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian

(16)

pula sebaliknya.Rasio ini mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh modal yang ada.ROE merupakan salah satu indikator yang digunakan oleh pemegang saham untuk mengukur keberhasilan bisnis yang dijalani.

Dari hasil perhitungan Return on Equity pada PT. Intraco Penta. Tbk untuk tahun 2009 - 2013 masing-masing menunjukkan angka: 3,20%, 5,08%, 3,22%, 0,29% dan 3,25%.

Return On Equity tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 42,36%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 laba bersih dihasilkan dari Rp 42,36 modal.Return On Equity terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar -31,48%, hal ini berarti bahwa bahwa setiap Rp. 1,00 laba bersih dihasilkan dari Rp -31,48 modal.

4.2.3 Rasio Rata-rata Industri Sejenis

Dalam penelitian ini, rasio rata-rata industri PT.Intraco Penta Tbk akan dibandingkan dengan rasio rata-rata industri sejenisnya yaitu dengan PT. Hexindo Adi Perkasa, Tbk. Berikut ini adalah rasio rata-rata PT. Hexindo Adi Perkasa, Tbk :

a) Likuiditas Perusahaan

Aktiva Lancar Current Ratio =

(17)

1.022.265 Current Ratio =

887.073

= 1,1

(artinya setiap Rp 1 hutang lancar dijamin dengan Rp 1.1 aktiva lancar)

Aktiva Lancar - Persediaan Quick Ratio = Kewajiban Lancar 1.022.265 -600.064 Current Ratio = 887.073 = 0,5

( artinya Kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban lancar dengan aktiva perusahaan adalah setiap Rp 1 hutang lancar dijamin dengan Rp 0.5 aktiva lancar yang likuid atau dalam bentuk uang bukan persediaan barang dagangan )

b) Solvabilitas Perusahan

Modal Sendiri Rasio Modal Dengan Aktiva =

Total Aktiva 380.791 = 1.383.840 = 0,3

(18)

( Artinya Setiap Rp 1 total aktiva dibiayai dengan Rp 0.3 modal sendiri, sedangkan Rp 0.7 dari pinjaman)

Modal Sendiri Rasio Modal Dengan Aktiva =

Aktiva Tetap 380.791 = 361.575 = 0,1

( Artinya aktiva tetap dibiayai dengan 110 % modal sendiri)

Aktiva Tetap Rasio Aktiva Tetap Dengan =

Hutang Jangka Panjang hutang jangka panjang

361.575 =

115.976

= 3,1

(Artinya Kemampuan perusahaan untuk memperoleh pinjaman jangka panjang dengan jaminan aktiva aktiva tetap sebesar 310%)

c) Rentabilitas Perusahaan

Laba Usaha

Rasio Laba Usaha Dengan Total Aktivitas=

Total Aktiva 136.620

(19)

=

1.383.840

= 0,1

(Artinya : Setiap Rp 1 Total Aktiva , menghasilkan Laba Usaha sebesar Rp 0.1)

Penjualan

Perputaran Total Aktivitas = Total Aktiva 1.825.358 = 1.383.840 = 1,3

(artinya Total Aktiva telah digunakan untuk meningkatkan penjualan efisiensi sebesar 1,3x )

Laba Kotor Gross Margin Ratio =

Penjualan 347.720 = 1.825.358 = 0,2

(Artinya Perusahaan dapat mencapai laba kotor 20% dari penjualannya)

Laba Bersih Net Margin Ratio =

Penjualan 49.522 =

(20)

= 0,03

(Artinya Rp 1 penjualan meenghasilkan Laba bersih sebanyak Rp 0.03)

Laba Usaha Operating Margin Ratio =

Penjualan 136.620 = 1.825.358 = 0,07

(Artinya Setiap Rp 1 penjualan menghasilkan Rp 0.07)

Laba Bersih Rentabilitas Modal Sendiri =

Modal Sendiri 49.522 = 380.791 = 0,13

(Artinya Rp 1 modal sendiri menghasilkan laba bersih Rp 0.13)

4.3 Pembahasan

Current ratio tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 142,70%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 hutang lancar dijamin dengan Rp 1,427 aktiva lancar. Current ratio terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 83,90%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 hutang lancar dijamin dengan Rp 0,839 aktiva lancar.

(21)

Selanjutnya, Quick ratio tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 93,50%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 hutang lancar dijamin dengan Rp 9,350 kas, setara kas dan piutang (quick assets).

Quick ratio terkecil terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 42,60%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 hutang lancar dijamin dengan Rp 0,426 kas, setara kas dan piutang (quick assets).

Maka, rasio likuiditas tertinggi dilihat dari rasio lancar terjadi pada tahun 2009 yang berarti bahwa hutang lancar PT. Intraco Penta Tbk telah dapat dijamin oleh aktiva lancar dan kas, serta setara kas dan piutang.

Gross Pofit Margin tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 260,45%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 laba kotor dihasilkan dari Rp 2,60 penjualan. Gross Pofit Margin terkecil terjadi pada tahun 2009 yaitusebesar 152,62%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 laba kotor dihasilkan dari Rp 1,52 penjualan. Maka PT. Intraco Penta Tbk. tidak dalam kondisi rawan terhadap perubahan harga, baik harga jual maupun harga pokok. Dan berarti pula bahwa apabila terjadi perubahan pada harga jual atau harga pokok, perubahan ini tidak akan terlalu berpengaruh terhadap laba perusahaan.

Net Pofit Margin tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 5,42%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 laba bersih dihasilkan dari Rp 5,42 penjualan. Net Pofit Margin terkecilterjadi pada tahun 2013 yaitusebesar 0,56%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 laba bersih dihasilkan dari Rp 0,56 penjualan. Maka presentase pendapatan bersih

(22)

diperoleh dari setiap penjualan PT. Intraco Penta Tbk mengalami penurunan cukup besar dari tahun 2009 sampai dengan 2013, hal tersebut tidak baik, karena kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba cukup tinggi tidak berhasil dicapai pada tahun 2013.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Operating Income Margin tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 11,43%, hal ini berarti bahwa biaya-biaya operasi naik dan gejala ini ada kemungkinan pemborosan, dan operasional PT. Intraco Penta. Tbk pada tahun 2009, tidak berjalan secara efisien. Operating Income Margin terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 1,94%, hal ini berarti bahwa biaya-biaya operasi turun dan gejala ini menunjukkan tidak adanya pemborosan, dan operasional PT. Intraco Penta. Tbk pada tahun 2009, berjalan secara sangat efisien. Maka, operasional PT. Intraco Penta Tbk. sangat efisien dari tahun 2009 sampai dengan 2013, karena biaya-biaya operasi mengalami penurunan sangat signifikan dan tidak ditunjukkan adanya pemborosan.

Return On Asset tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 5,08%, hal ini berarti bahwa PT. Intraco Penta. Tbk pada tahun 2010 mampu mendayagunakan aset dengan baik untuk memperoleh keuntungan., dan seluruh operasional perusahaan berjalan secara efektif. Return On Asset terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 0,29%, hal ini berarti bahwa PT. Intraco Penta. Tbk pada tahun 2012 kurang mampu mendayagunakan aset dengan baik untuk memperoleh keuntungan., dan seluruh operasional perusahaan berjalan secara kurang efektif. Maka,

(23)

perusahaan hanya mampu mendayagunakan aset dengan baik untuk memperoleh keuntungan pada tahun 2010 saja, dan pada 2011 sampai dengan 2012, terus mengalami penurunan hingga sebesar 0,29%. Namun, pada tahun 2013, mengalami peningkatan sebesar 3,25%, maka dapat disimpulkan pula bahwa efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan PT. Intraco Penta Tbk. mengalami penurunan dari tahun 2009-2012, namun mengalami peningkatan pada tahun 2013.

Return On Equity tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitusebesar 42,36%, hal ini berarti bahwa penggunaan modal sendiri PT. Intraco Penta. Tbk pada tahun 2010 telah sangat efisien, dan posisi pemilik perusahaan semakin kuat. Return On Equity terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar -31,48%, hal ini berarti bahwa penggunaan modal sendiri PT. Intraco Penta. Tbk pada tahun 2010 tidak efisien, dan posisi pemilik perusahaan tidak kuat. Maka, PT. Intraco Penta sangat berhasil dengan efisien menggunakan modal sendiri dan posisi para pemilik perusahaan sangat kuat hanya pada tahun 2010, terbukti dengan tingkat ROE sebesar 42,36%. Namun, pada tahun 2012, PT. Intraco Penta Tbk mengalami penurunan efisiensi penggunaan modal sendiri dan posisi pemilik perusahaan sangat tidak kuat.

Jika dibandingkan dengan analisis rasio rata-rata industry sejenis antara PT. Intraco Penta Tbk dengan PT. Hexindo Adi Perkasa, Tbk, adalah, Current ratio tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 142,70%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 hutang lancar dijamin

(24)

dengan Rp 1,427 aktiva lancar. Current ratio terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 83,90%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 hutang lancar dijamin dengan Rp 0,839 aktiva lancar. Selanjutnya, Quick ratio tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 93,50%, hal ini berarti bahwa setiap Rp. 1,00 hutang lancar dijamin dengan Rp 9,350 kas, setara kas dan piutang (quick assets). Rasio likuiditas tertinggi PT. Intraco Penta Tbk dilihat dari rasio lancar terjadi pada tahun 2009 yang berarti bahwa hutang lancar PT. Intraco Penta Tbk dapat dijamin oleh aktiva lancar dan kas, serta setara kas dan piutang.

Sementara Kemampuan PT. Hexindo Adi Perkasa, Tbk memenuhi kewajiban lancar dengan aktiva perusahaan adalah setiap Rp 1 hutang lancar dijamin dengan Rp 0.5 aktiva lancar yang likuid atau dalam bentuk uang bukan persediaan barang dagangan.

Data lain yang dapat diperoleh dari PT. Hexindo Adi Perkasa, Tbk adalah setiap Rp 1 total aktiva dibiayai dengan Rp 0.3 modal sendiri, sedangkan Rp 0.7 dari pinjaman ; Aktiva tetap PT. Hexindo Adi Perkasa, Tbk dibiayai dengan 110 % modal sendiri; Kemampuan perusahaan untuk memperoleh pinjaman jangka panjang dengan jaminan aktiva aktiva tetap sebesar 310%; Total Aktiva telah digunakan untuk meningkatkan penjualan efisiensi sebesar 1,3x; rasio GPM menyatakan bahwa perusahaan dapat mencapai laba kotor 20% dari penjualannya; Rasio NPM menyatakan bahwa Rp 1 penjualan meenghasilkan Laba bersih sebanyak Rp 0.03; Rasio OIM menyatakan bahwa setiap Rp 1

(25)

penjualan menghasilkan Rp 0.07; Rasio rentabilitas menyatakan bahwa Rp 1 modal sendiri menghasilkan laba bersih Rp 0.13.

Jika dibandingkan antara PT. Intraco Penta Tbk dengan PT. Hexindo Adi Perkasa, Tbk, maka posisi keuangan atau kinerja keuangan jika dilihat dari rasio likuiditas dan rentabilitas, PT. Intraco Penta Tbk. lebih baik dari PT. Hexindo Adi Perkasa, Tbk.

Referensi

Dokumen terkait

Istilah tegangan antar permukaan digunakan untuk menunjukkan gaya yang terjadi pada antar permukaan dua cairan yang saling tidak bercampur atau antara permukaan

dan subjek MFT juga tidak menolak apapun yang sudah diberikan oleh Allah kepada dirinya dan dia yakin bahwa segala sesuatu pasti ada masanya masing-masing.

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Hanggoro Setyo Prayogo menyatakan bahwa skripsi dengan judul: “ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN PRODUK

Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan merupakan semua produksi barang dan jasa yang dihasilkan dinilai dengan harga pada tahun tertentu yang dipiih sebagai tahun dasar dan

Multiple resistensi adalah fenomena di mana OPT resisten terhadap lebih dari satu kelas pestisida. Hal ini dapat terjadi jika salah satu pestisida digunakan sampai

Kondisi pada PT Unilever di Indonesia yaitu dengan memiliki beberapa Plant untuk memproduksi satu kategori produk sehingga cakupan kekuasaan setiap struktur

1) Penyuluhan hama perlu ditingkatkan untuk memberikan informasi kepada petani mengenai pengelolaan tanaman melalui sistem budidaya sehat dan penerapan teknik pengendalian

PADA HARI KHAMIS BERTARIKH 22 JANUARI 2015 JAM 9.00 PAGI MAHKAMAH TINGGI MALAYA, MELAKA. BIL