• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. adalah seni yang hidup dan berkembang dalam suatu daerah berdasarkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. adalah seni yang hidup dan berkembang dalam suatu daerah berdasarkan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dalam buku Soedarsono 1985 menjelaskan, seni pertunjukan tradisional adalah seni yang hidup dan berkembang dalam suatu daerah berdasarkan kesepakatan bersama antar masyarakat pendukungnya yang terjadi secara turun temurun. Seni pertunjukan tradisional pada umumnya memiliki ciri yang tetap pada bentuk seninya yang menjadikan kekhasan dalam pertunjukannya. Pada saat ini pengembangan seni pertunjukan tradisional sudah dipengaruhi oleh masuknya budaya modern yang memberikan pengaruh pada berbagai unsur pendukung seninya. Diantara unsur tersebut adalah bentuk pertunjukan, gerak tari, iringan, rias, dan busana. Pengembangan seni pertunjukan tradisional yang tidak beradaptasi dengan perkembangan jaman sangat sulit untuk berkembang dan bahkan seni pertunjukan tersebut akan berada diambang kepunahan.

Menurut Haris Supratno (1996) faktor kepunahan seni pertunjukan disebabkan, antara lain karena (1) Semakin berkembangnya kebudayaan atau kesenian populer, (2) Semakin banyaknya hiburan melalui televisi dan radio (3) Seni pertunjukan tidak dapat beradaptasi dengan kebudayaan modern, (4) Masyarakat sudah semakin maju dan sangat sibuk sehingga tidak sempat menonton seni pertunjukan tradisional, dan (5) Masyarakat jarang mau menanggap seni pertunjukan tradisional karena pada umumnya sudah berpikir secara praktis dan hemat.

Pada perkembangannya, struktur seni pertunjukan tradisional mulai bergeser menyesuaikan perkembangan budaya masyarakat, karakter masyarakat

(2)

lebih cenderung pada budaya modern yang lebih mengutamakan unsur kepraktisan, maka hal itu berdampak pula pada seni pertunjukan tradisional di daerah-daerah yang sudah tergolong modern, seni pertunjukan tradisional yang dapat hidup dalam budaya masyarakat yang senantiasa berkembang adalah seni pertunjukan yang dapat beradaptasi dengan budaya masyarakatnya.

Dari pemaparan di atas, peneliti mengangkat judul skripsi yaitu “FUNGSI KESENIAN REOG PONOROGO DI DESA KOLAM” Studi kasusnya peneliti memilih di daerah desa Kolam, Kec. Percut sei tuan, Kab. Deli Serdang, Prov. Sumatera Utara. Alasan peneliti memilih judul ini karena menganggap bahwasannya seperti yang disinggung di atas menjelaskan daerah yang modern itu adalah daerah yang lingkungannya sudah dipengaruhi oleh teknologi, seperti contoh daerah desa Kolam misalnya sudah masuknya tenaga listrik kesetiap masing-masing sudut rumah masyarakat yang hampir keseluruhan sudah menggunakan tenaga PLN, sudah memiliki sarana kesehatan seperti, puskesmas, dan bidan desa, dan juga masuknya teknologi yang berbentuk elektronik, seperti televisi,radio, handpone, digital, parabola yang memungkinkan masyarakat dengan mudah mengakses segala informasi dengan mudah dan cepat, dan juga sudah masuknya jaringan internet ataupun menyedia internet seperti warnet, kemudian tersedianya sarana pendidikan yaitu pendidikan TK (Taman Kanak-kanak), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas), masyarakat desa Kolam masing-masing sudah memiliki sarana transfortasi pribadi seperti kendaraan bermotor, dan di desa Kolam juga sudah masuknya sarana angkutan umum yaitu angkot, becak, dan ojek.

(3)

Penjelasan yang diuraikan di atas adalah sebagai salah satu alasan peneliti dalam memilih judul tentang seni pertunjukan tradisional yaitu Reog Ponorogo yang ada di desa Kolam yang masih bertahan di tengah lingkungan yang mengalami perubahan. Kajian masalah penelitian yang selanjutnya peneliti akan mengkaitkan dengan bagaimana dan apa yang dilakukan oleh kelompok seni dalam mempertahankan seni pertunjukan tradisional seperti kesenian reog Ponorogo dan fungsi kesenian reog Ponorogo di desa Kolam ataupun di suatu daerah yang lingkungannya mengalami perubahan.

Menurut M.Fauzanafi (2005) reog merupakan kesenian sendatari yang berasal dari Ponorogo (Jawa Timur) berlatar belakang sejarah Prabu Kelono Sewandono dari Wengker (Ponorogo) bermaksud meminang putri Kilisuci, putri raja Air Langga dari Kediri. Utusan dipimpin oleh Senopati Bujangganong, di tengah jalan rombongan utusan dikalahkan pasukan merak dan harimau di bawah Singobarong. Akhirnya rombongan dipimpin langsung oleh Prabu Kelono Sewandono. Setelah Singobarong dapat dikalahkan, maka pasukan merak dan harimaunya takluk dan justru membantu Prabu Kelono Sewandono melamar putri Kilisuci. Iringan tabuhan yang keras dan bersemangat menandai rombongan reog,diantara alat-alatnya adalah salompret,rampak ketipung, kendang, kenong, gong, angklung dengan nada selendro. Para pemainnya memakai pakaian hitam, dikepalanya memakai udeng yang merupakan ikat kepala, celana hitam kondor dilengkapi dengan koloran yaitu tali dari bahan lawe yang dianggap memiliki kekuatan magis. Untuk mempertahankan kekuatan magisnya, pemain utamanya yang diberi nama warok memiliki seorang anak laki-laki wajah cantik yang

(4)

disebut gemblak, karena dipantangkan bagi seorang warok untuk memakai wanita sebagai penyalur seksnya. Gemblak sering ditempatkan di atas topeng.

Pertunjukan reog yang besar atau lengkap terdapat tiga satuan yang menunjang. Pertama, barongan yang melambangkan harimau dan dhadak merak0F

1

yang merupakan intinya. Warok yang harus memainkan barongan1F 2

dan dhadak

merak yang tingginya mencapai 3 meter mewujudkan kepala harimau dengan ekor

merak yang indah seberat 60 kg. Topeng raksasa tersebut cukup digigit. Dalam permainan yang dinamis yang menggambarkan tikus dan kucing, maka bulu meraknya ditinggalkan, sehingga lebih ringan agar barong mampu menguber tikus yang dimainkan oleh penari bertopeng yang lain. Kedua, penari topeng yang merupakan tikus-tikus yang harus dikejar oleh barong. Penari topeng yang biasanya membawakan tarian yang lucu. Ketiga, kuda lumping yang berfungsi membuka jalan, mengawal reog di kiri-kanannya, pada umumnya pemainnya anak laki-laki manis yang belum menikah2F

3

.

Dalam rombongan reog terdapat beberapa jenis topeng, yang pertama topeng manusia yang disebut topeng kelono berambut panjang yang menggambarkan Prabu Kelono Sewandono,kedua, topeng hewan adalah topeng barong yang berkepala harimau dan dhadak merak yang menggambarkan kedua

1 Dhadak merak adalah seekor burung merak yang bertengger di atas kepala barongan dengan bulu-bulu yang mekar tersusun rapi seolah terlihat sedang mengembangkan ekor nya.

2Barongan terdiri dari kepala harimau (caplokan )yang terbuat dari kerangka kayu dadap, bambu, dan rotan dengan ditutup kulit sapi yang diwarnai menyerupai kulit harimau.

3 Sumber dari buku “Sejarah Seni Rupa Indonesia II.Bab VII-Seni Kria & pertunjukan.hal 104.Kuda lumping & reog .oleh (Supartono Widyosuswoyo, 2008 )

(5)

binatang yang membantu Prabu Sewandono. Ketiga, topeng raksasa melambangkan tokoh Bujangganong yang cirinya dahinya menjorok ke depan3F

4

. Sejarah masuknya kesenian reog Ponorogo di Sumatera Utara pada tahun 1965 yang dibawa oleh mbah Miseni adalah seorang seniman dari Jawa Timur yang pertama sekali membawa masuk kesenian reog Ponorogo ini ke Sumatera Utara tepatnya di kabupaten Deli Serdang. Awal beliau datang ke Sumatera Utara hanya untuk mencari pekerjaan dan beliau datang berdasarkan usahanya sendiri, walaupun beliau berasal dari daerah yang bukan asal sumatera namun beliau tetap melestarikan kesenian tradisionalnya dengan cara memperkenalkan masyarakat, sampai saat ini kesenian reog dapat berkembang di tengah kesenian lain yang ada di sumatera utara4F

5

.

Setelah pada tahap pengenalan kesenian reog Ponorogo, sesuai dengan judul peneliti yaitu “Fungsi Kesenian Reog Ponorogo di desa Kolam”. Peneliti akan mentitik beratkan fungsi pada kesenian reog Ponorogo tersebut khususnya pada masyarakatdesa Kolam, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang, Prov. Sumatera Utara.Pengertian fungsi menurut kamus lengkap bahasa indonesia adalah kegunaan suatu hal, daya guna serta pekerjaan yang dilakukan.

Adapun defenisi fungsi menurut Redcliffe - Brown yang disebut sebagai fungsi sosial yaitu diantaranya5F

6

:

4 Sumber dari buku Reog Ponorogo “ menari diantara Dominasi dan keberagaman” ( Muhammad Zamzam Fauzannafi )

5 Sumber dari internet.http//contoh. Skripsi.reogPonorogo.ac.id//(11-12-2014) 6 Sumber internet.http//fungsi-menurut-redcliffe-brown.wikipedia.co//(12-12-2014)

(6)

1. Agar suatu masyarakat dapat hidup langsung, maka harus ada suatu sentimen dalam jiwa warganya yang merangsang mereka untuk berprilaku sesuai kebutuhan mereka.

2. Tiap unsur dalam sistem sosial dan tiap gejala ataupun benda yang dengan demikian memiliki efek pada solidaritas masyarakat menjadi pokok orientasi pada sentimen tersebut.

3. Sentimen itu ditimbulkan dalam pikiran individu warga masyarakat sebagai pengaruh hidup warga masyarakat.

4. Adat istiadat upacara adalah wahana dengan apa sentimen-sentimen itu dapat diekspresikan secara kolektif dan berulang pada saat tertentu.

5. Ekspresi sentimen dari sentimen memelihara intensitas itu dalam jiwa warga masyarakat dan bertujuan meneruskan kepada warga generasi berikutnya

Ketika peneliti berkunjung ke desa Kolam, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang dalam rangka mengunjungi saudara untuk bersilaturahmi yang memang peneliti juga sering berkunjung kedesa ini hanya untuk sekedar bermain-main dan ataupun menghadiri acara-acara keluarga. Ketika itu peneliti mendapatkan informasi bahwasannya ada pertunjukan reog Ponorogo di desa itu, dari hasil informasi yang didapat bahwa pertunjukan reog Ponorogo ini diadakan apabila ada acara-acara tertentu maupun hari-besar seperti hari 17 agustus yang setiap tahunnya rutin digelar untuk memeriahkan hari kemerdekaan Indonesia,dan juga pada acara-acara lain seperti,khitanan,acara nikah,acara syukuran desa dll. Dan juga tergantung panggilan ketika ada masyarakat yang ingin pertunjukan reog Ponorogo itu sendiri .

(7)

Pada saat berlangsungnya pertunjukan kesenian reog di daerah desa Kolam, peneliti melihat yaitu di antaranya,pemain dari reog tersebut sebagian adalah anak-anak yang kira-kira berumur 10-15 tahun dan juga anak muda berumur 17-20 tahun lebih yang sedang memerankan perannya dan juga orang dewasa dengan tarian khas reog yang diiringi oleh musik gamelan, gong, dan alat-alat musik tradisional jawa lainnya yang dipakai untuk pertunjukan reog Ponorogo. Gerakan tarian anak laki-laki itu sangat begitu mahir dalam gerakan-gerakan tarian tersebut, dan antusias para penonton dari berbagai macam kalangan dari yang muda sampai yang tua juga yang didominasi masyarakat setempat dan sebagian masyarakat desa lain juga begitu menikmati pertunjukan reog tersebut. Ketika peneliti berkunjung dalam melaksanakan survei lokasi di desa Kolam, Kab. Deli serdang, pertama-tama peneliti mendatangi salah satu rumah ketua pendiri reog di desa tersebut yang bernama bapak Supandi, kemudian peneliti mewawancarai perihal mengenai sejarah masuknya kesenian reog di daerah Sumatera Utara, berikut hasil penjelasan dari wawancara peneliti :

“Kesenian reog pada awalnya masuk ke desa ini yaitu pada

tahun 1966, dimana pada waktu itu ada transmigrasi dari jawa ke sumatera utara tepatnya di deli serdang, saya adalah salah satu orang yang termasuk dalam transmigrasi itu, saya asli dari daerah Ponorogo, dulu banyak teman saya juga yang dari Ponorogo, namun sekarang teman saya sudah banyak yang meninggal dan hanya tinggal beberapa orang saja, kalau mengenai masalah reog, di desa ini ada 3 kelompok reog namun reog yang paling tua ya disini, kalau yang dua kelompok lagi terbentuknya sekitar tahun 98 an dan ke dua kelompok reog ini awalnya dari sini juga dan kedua kelompok tersebut belum masuk dan tercatat pada data dinas pemerintahan, saya pengen kesenian reog itu tetap ada makanya saya sampai sekarang berusaha untuk mempertahankannya, walaupun dana dan uang pribadi saya keluar untuk mempertahankan reog, perhatian pemerintah pada kesenian reog disini tidak ada, sudah pernah saya

(8)

ajukan proposal 2 tahun yang lalu namun tidak ada jawaban sampai sekarang”

Kesenian reog Ponorogo yang ada di daerah desa Kolam merupakan suatu seni pertunjukan tradisional yang masih bertahan di tengah realita yang tergolong modern,baik itu dilihat dari infrastruktur desa yang modern, masyarakat desa modern, maupun prilaku masyarakat yang modern pula. Akan tetapi masyarakat atau anggota paguyuban6F

7

tersebut tetap dapat mempertahankan kesenian reog hingga sampai saat sekarang.

Seperti yang dijelaskan oleh Sudarsono yang berpendapat bahwa pada jaman teknologi modern, secara garis besar fungsi seni pertunjukan dalam kehidupan manusia bisa dikelompokan menjadi tiga : (1) Sebagai sarana upacara, (2) Sebagai hiburan pribadi, (3) sebagai tontonan. Meskipun demikian pada jaman yang penuh perubahan ini, fungsi seni pertunjukan yang paling tua masih tetap lestari, ada yang fungsinya bergeser meskipun bentuknya tidak begitu berubah, dan ada yang fungsinya bergeser serta bentuknya berubah. Di samping itu sudah barang tentu terdapat pula bentuk-bentuk baru akibat kebutuhan dan kreativitas manusia.7F

8

Penjelasan seperti di atas dan dari hasil observasi sementara yang peneliti lakukan hal ini juga terjadi pada fungsi dari kesenian reog Ponorogo di desa Kolam, bagaimana peran penting anggota reog dalam melestarikan dan

7 Paguyuban adalah istilah dari perkumpulan orang-orang jawa di daerah perantauan yang menjadi wadah orang-orang yang memiliki kesamaan ide, dan tujuan bersama yang diwujudkan dengan melakukan kegiatan-kegiatan bersama seperti kesenian, bahasa dan ungkapan lain yang mengarah pada aspek ekonomi, sosial budaya, politik dalam menunjang pembinaan dan persatuan ( Sadaah Soepono 2000. Hlm 60 )

8 Soedarsono,Peranan Seni Budaya Dalam Sejarah Kehidupan Manusia Kontinuitas dan perubahannya, Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fak.Sastra UGM (Yogyakarta:UGM, 1985 )hlm.18

(9)

mempertahankan kesenian reog di tengah masyarakat yang mengalami perubahan, dan juga peran masyarakat yang andil dalam melestarikan kesenian tersebut, peneliti juga akan mengkaitkan fungsi kesenian dengan beberapa aspek diantaranya aspek ekonomi, sosial budaya dan nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian reog di desa Kolam, dimana peran kesenian sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat desa Kolam. Dari beberapa aspek tersebut, yang menjadi kajian fokus peneliti yaitu fungsi kesenian pada masyarakat desa Kolam, hal tersebut yang menjadi alasan peneliti untuk meneliti tentang ‘Fungsi kesenian reog Ponorogo di desa Kolam’.

Seperti yang dikemukakan oleh Soedarsono,kesenian sebagai salah satu aspek yang berperan dalam menjaga keseimbangan antar budaya, kesenian juga berperan dalam menjalin rasa solidaritas sesama dan digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia, selain itu juga kesenian memiliki fungsi lain, misalnya makna dan simbol yang berfungsi menentukan norma untuk prilaku yang teratur serta meneruskan adat dan nilai-nilai kebudayaan.

1.2 Tinjauan Pustaka

Kepustakaan merupakan salah satu sarana (sumber data)untuk membantu sebuah penelitian. Walaupun penelitian ini bersifat penelitian lapangan,namun kepustakaan dalam beberapa hal dapat mendukung penelitian ini, baik sebagai sumber data maupun perbandingan dalam penelitian ini.

(10)

M. Fauzannafi dalam bukunya menulis tentang kesenian reog Ponorogo “Menari Diantara Dominasi dan Keragaman” penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Zamzam Fauzannafi pada tahun 1997 bersama 12 orang mahasiswa antropologi dari UGM berkunjung ke Ponorogo dalam rangka menonton pertunjukan reog yang kemudian beliau membuat suatu buku yang dirancang tentang kesenian reog yang dilandasi rasa ketertarikan beliau terhadap kesenian reog. Dari buku ini juga sangat membantu peneliti untuk mengetahui tentang reog Ponorogo di daerah asli terciptanya kesenian reog di Kab.Ponorogo itu sendiri, yang nantinya akan menjadi bahan kajian pembanding peneliti untuk membandingkan antara pertunjukan reog yang ada di Kota Ponorogo seperti yang dijelaskan dalam buku ini dengan pertunjukan reog di desa Kolam, Kec. Percut sei tuan, Kab. Deli Serdang, Prov. Sumatera Utara yang pada dasarnya bukan daerah asli pencipta kesenian reog.

Hartono 1980, dalam bukunya menyebutkan kesenian reog Ponorogo selain fungsinya sebagai hiburan juga berfungsi sebagai alat penggerak massa, apabila kesenian reog sedang dipentaskan pada suatu arena pentas, maka darimanapun berkumpulah orang-orang datang untuk melihatnya. Bunyi gamelannya dapat membakar semangat, irama dan lagunya dapat membakar juang.

Djamadil (dalam Hartono, 1980) tentang reog Ponorogo diantaranya yang disebutkan bahwa yang membedakan tarian ini dengan tarian daerah lain adalah adanya semacam ilmu mistik yang mempengaruhinya. Penjelasan di atas akan peneliti kaitkan apakah kesenian reog di desa Kolam memiliki pandangan yang sama seperti di atas.

(11)

Menurut Soedarsono1985, Pada mulanya seni diciptakan oleh manusia melalui penghayatan akan keindahan yang dialaminya. Kemudian diekspresikan melalui berbagai bentuk-bentuknya, karena ingin mengharapkan gema sosial dari manusia di sekitarnya. Soedarsono mendefinisikan seni sebagai bentuk pengalaman bati seorang manusia, yang diekspresikan secara indah atau menarik, sehingga merangsang timbulnya pengalaman batin bagi yang menghayatinya. Pengungkapan ekspresi seni tidak didorong oleh hasrat memenuhi kebutuhan pokok,tetapi merupakan usaha untuk melengkapi dan menyempurnakan derajat kemanusiaannya, memenuhi kebutuhan yang sifatnya spiritual.8F

9

Kesenian tradisional maupun kesenian modern memiliki suatu tujuan yang sama-sama bertujuan untuk senantiasa menunjukan ekspresi maupun nilai yang yang terkandung untuk disalurkan kepada khalayak maupun individu, dan dapat diambil kesimpulan, seni bukan hanya sekedar ekspresi emosi yang dihasilkan di dalam bentuknya, akan tetapi seniman (manusia pencipta seni)mengharapkan respon balik hasil dari penghayatan orang lain yang merupakan respon balik dari masyarakat yang bisa merasakan nilai estetika dalam bentuk karya seni tersebut.

Namun hal tersebut sulit terwujud, apabila nilai dan fungsi tersebut sudah berkurang bagi orang lain, pendapat ini dikemukakan Malinowski dalam teori fungsionalnya, yang berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat mempunyai fungsi atau bermanfaat bagi masyarakat dimanapun unsur itu terdapat (dalam koentjaraningrat, 2002).

(12)

Teori ini sangat berkaitan dengan kajian penelitian yang nantinya peneliti kaji yaitu dilihat dari fungsi kesenian reog Ponorogo pada masyarakat di desa Kolam.Penelitian ini juga tidak hanya mengkaji tentang fungsi kesenian juga melihat dari sisi manusia yang menjadi subjeknya. Untuk itu penelitian ini menggunakan metode kualitatif ataupun etnografer yang memungkinkan peneliti mendapatkan data yang relevan dengan metode wawancara mendalam agar menghasilkan informasi yang dibutuhkan peneliti dalam perumusan masalah fungsi kesenian tradisional.

(Sadaah Soepono, 2000) Dari penjelasan di atas kemudian muncul asosiasi-asosiasi kedaerahan atau memimjam istilah Clifford Geertz sebagai perkumpulan-perkumpulan primordial, yang dikenal dengan istilah paguyuban, di dalamnya antar anggota saling membantu. Anggota yang sudah berhasil beradaptasi dengan kehidupan yang bukan daerah asalnya dapat membantu anggota yang belum beradaptasi. Orang yang terlibat dalam wadah tersebut dapat bernostalgia memalui berbagai macam kegiatan, seperti kesenian, bahasa, makanan, hal ini sekaligus pula dapat menumbuhkan semangat juang mereka menghadapi tantangan hidupnya.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwasanya seseorang berkeinginan masuk menjadi anggota suatu paguyuban tentunya mempunyai tujuan dan harapan-harapan, begitu pula paguyubannya sendiri, haruslah dapat memenuhi gagasan sekaligus harapan anggotanya, disinilah peranan yang jelas dari suatu paguyuban. (Saadah Soepono, 2000 : 47 )

Saadah juga mengatakan bahwa sering melihat dan semakin sering kita mendengar istilah paguyuban atau perkumpulan orang yang dengan sengaja

(13)

bergabung dalam suatu wadah, dan bisa dipastikan sekumpulan orang ini memiliki kesamaan ide, keinginan, dan kebutuhan serta tujuan yang sama, yang diwujudkan dengan melakukan kegiatan-kegiatan bersama. 9F

10

Peneliti akan mengkaitkan apakah dalam kesenian reog yang ada di desa Kolam membentuk suatu perkumpulan atau paguyuban dan bagaimana

paguyuban atau perkumpulan anggota kesenian reog Ponorogo di desa Kolam

dalam mewujudkaan ide, keinginan, dan tujuan bersama.

Penelitian yang dilakukan juga ingin mengetahui bagaimana dan apa saja peran yang dilakukan kelompok reog Ponorogo dalam mempertahankan kesenian tradisional jawa di daerah yang mengalami perubahan atau lebih tepatnya daerah yang modern, sedikit penjelasan di atas peneliti akan mengkaitkan teori yang dikatakan oleh Haris Supratno dalam bukunya terbitan tahun 1996 menjelaskan yaitu antara lain:

Menurut Haris Supratno, faktor kepunahan seni pertunjukan disebabkan, antara lain karena (1) semakin berkembangnya kebudayaan atau kesenian populer, (2) Semakin banyaknya hiburan melalui televisi dan radio (3) Seni pertunjukan tidak dapat beradaptasi dengan kebudayaan modern, (4) Masyarakat sudah semakin maju dan sangat sibuk sehingga tidak sempat menonton seni pertunjukan tradisional, dan (5) Masyarakat jarang mau menanggap seni pertunjukan tradisional karena pada umumnya sudah berpikir secara praktis dan hemat.

(14)

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari penjelasan di latar belakang masalah, maka yang menjadi pokok permasalahan penelitian adalah “Fungsi Kesenian Reog Ponorogo di Desa Kolam”.

Pokok mermasalahan tersebut akan dirumuskan dengan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa saja fungsi kesenian Reog Ponorogo pada masyarakat di desa Kolam?

2. Bagaimana peran kelompok/ paguyuban dan faktor apa saja yang menjadikan kesenian Reog Ponorogo di desa Kolam tetap bertahan?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang fungsi kesenian Reog di desa Kolam,yang selama ini masih banyak masyarakat yang secara tidak sadar bahwa fungsi kesenian reog ini juga sebagai salah satu sarana untuk mempererat rasa solidaritas masyarakat dan menjalin hubungan emosional terhadap kesenian tradisional tersebut dan juga sebagai salah satu sarana dalam mempertahankan identitas masyarakat dan juga adanya nilai keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat melalui kesenian tersebut. Dan juga hasil penelitian ini yang nantinya sangat diharapkan oleh peneliti dapat bermanfaat baik secara praktis maupun akademis. Secara praktis, penelitian ini dapat memberi masukan kepada mahasiswa Universitas Sumatera Utara. Secara Akademis,dapat menambah

(15)

wawasan dan kepustakaan dibidang antropologi ataupun ilmu-ilmu pendidikan yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.5. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang mengumpulkan data dengan cara wawancara mendalam untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat serta dengan cara observasi atau pengamatan, baik itu pengamatan terlibat langsung dengan informan maupun pengamatan tidak

langsung.Pengumpulan data juga dilakukan dengan mencari sumber-sumber dari yang tertulis berupa buku,majalah,artikel maupun skripsi yang terkait tentang kesenian tradisioanal dan juga informasi-informasi yang didapat baik itu dari dosen,kerabat dan juga rekan-rekan yang mengetahui tentang kesenian tradisional reog Ponorogo.

1.5.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di daerah desa Kolam, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang, Prov. Sumatera Utara. Beberapa penjelasan peneliti dan alasan ketertarikan peneliti dalam menentukan lokasi penelitian adalah karena desa Kolam adalah desa yang memiliki mayoritas penduduk etnis jawa, dan keberadaan kesenian jawa di desa tersebut masih bertahan seperti Ludruk, Kuda Lumping, dan Reog Ponorogo, inilah salah satu yang membedakan desa Kolam dengan desa lainnya, dimana hanya desa Kolam sebagai salah satu desa yang masih mempunyai kesenian seperti Reog ataupun Ludruk yang sudah sangat jarang dijumpai khususnya di daerah Sumatera Utara, kemudian dengan letak

(16)

geografis yang berdekatan dan berbatasan antara kota Medan dan Deli Serdang yang memungkinkan lokasi tersebut agak susah dijangkau, namun hal demikian tidak menjadi alasan, desa Kolam sudah begitu banyak dikenal oleh dunia luar karena kesenian jawa yang masih bertahan. Bahkan sering kali daerah di luar desa Kolam, seperti medan, belawan, bahkan Binjai sering menyelenggarakan seni pertunjukan seperti Reog dari desa Kolam. Berikut penjelasan menurut salah seorang sesepuh desa yaitu Mbah Timan:

“seni jaran kepang kan wes akeuh neng Sumatera, medan akeh nek jaran kepang, nek ludruk karo reog ya enek’e nengkene, desa lain ora due, desa Kolam iki terkenal karo wong jobo ya karena due reog karo ludruk, Gatot wae biyen sekitar tahun 2013 pernah merene, uwong medan, binjai, belawan kui sering nanggap reog ko deso iki”

Artinya : kesenian Kuda Lumping di daerah Sumatera utara sudah banyak, bahkan di Medan juga sudah banyak, kalau kesenian reog Ponorogo dan Ludruk hanya ada di desa Kolam, desa lain tidak punya dan desa Kolam terkenal oleh orang luar karena ada kesenian Reog Ponorogo dan Ludruk. Pak Gatot pada tahun 2013 pernah kesini untuk melihat kesenian Reog dan Ludruk. Biasanya orang medan, Belawan, Binjai sering menanggap reog dari desa Kolam.

1.5. 2. Teknik Pengumpulan Data

• Pengumpulan data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dan berkaitan dengan permasalahan yang di hadapi, pengumpulan data yang digunakan adalah :

(17)

a. Observasi partisipasi

Metode ini berupa studi langsung yang akan dilakukan oleh peneliti ke daerahdesa Kolam, Kec. Percut sei tuan, Kab. Deli Serdang, Prov. Sumatera Utara. Observasi berguna bagi peneliti untuk melihat dan mempelajari bagaimana pengaruh dan fungsi kesenian reog Ponorogo pada masyarakat setempat.

b. Wawancara

Wawancara yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara ini dipergunakan untuk memperoleh tingkat kebenaran yang paling mendekati dari data yang diperoleh. Pada praktek penelitian nanti, wawancara mendalam dilakukan kepada semua informan yang peneliti temukan di lapangan dan nantinya peneliti akan membuat beberapa pertanyaan dalam wawancara ini. Teknik wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab secara langsung ,dan terbuka dengan informan. Ada 3 jenis informan dalam penelitian ini yaitu:

a. Informan Biasa

Informan biasa adalah informan yang mengetahui tentang letak, sejarah dan kondisi daerah penelitian, seperti Kepala desa, sesepuh desa, ataupun aparatur desa.

b. Informan Kunci

Informan kunci adalah informan yang paham dengan apa yang menjadi fokus penelitian, informan ini merupakan mereka yang terlibat langsung dalam kesenian reog Ponorogo seperti pendiri reog(pawang) dan para pemain reog di desa Kolam.

(18)

c. Informan biasa merupakan mereka yang dapat memberikan informasi tentang fungsi dan manfaat maupun pengaruh dari adanya pertunjukan reog, untuk informan biasa peneliti memilih masyarakat setempat atau penonton pada pertunjukan reog di desa Kolam.

• Pengumpulan data sekunder

Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh langsung dari objek penelitian.Pengumpulan data yang dilakukan adalah:Penelitian kepustakaan, yaitu dengan cara mengumpulkan data melalui buku-buku ilmiah,tulisan,karangan ilmiah yang berkaitan dengan penelitian.

a. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan atau foto-foto yang ada di lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian

1.5.3. Pengalaman Penelitian

Tujuan utama saya pertama-tama saya akan mendatangi rumah lek Heri, lek Heri adalah saudara sepupu dari ibu saya, dan sekaligus lek Heri yang nantinya akan membantu saya untuk menunjukan tempat lokasi penelitian, jarak tempuh dari kota Medan ke tempat lokasi penelitian jika menggunakan sepeda motor memakan waktu 1 jam, pada kunjungan pertama saya, saat itu saya tiba kemalaman, alih-alih sayapun pastinya tidak akan menyia-nyiakan kunjungan ke desa tersebut, lalu saya berinisiatif memastikan keberadaan kesenian reog pada masyarakat desa Kolam, dan mencari informasi tentang kehidupan masyarakat

(19)

desa Kolam dan juga sedikit menyinggung masalah desa tersebut, dan menurut pengakuan lek Heri yang sudah lama tinggal disini dan lahir di desa ini, dia menceritakan tentang sejarah dan kejadian masa lampau tentang desa Kolam, menurutnya desa Kolam waktu pada jaman pemerintahan Suharto dan jaman G-30SPKI desa Kolam ini dahulunya adalah tempat pembantaian masal dan buktinya masih ada yaitu dalam bentuk tugu yang saat itu saya tidak sempat melihat, setelah asik mengobrol di sebuah warung dengan lek Heri ,karena waktu sudah larut malam, kami pun berpamitan pulang.

Tanggal 27 januari saya kembali berkunjung di desa Kolam, kali ini saya hanya seorang diri, kunjungan saya kali ini adalah ke rumah seorang pendiri reog di desa tersebut, waktu itu menunjukan tepat pukul 03.00 sore, setibanya saya dirumah pendiri reog Ponorogo, terlebih dahulu saya memperkenalkan diri, kebetulan mbah Supandi pada hari itu sedang berada di rumah. Mbah Supandi adalah seorang pendiri reog yang tertua di desa tersebut, kemudian saya pun menjelaskan maksud kedatangan saya, setelah saya menjelaskan tentang maksud kedatangan saya, mbah supandi langsung merespon saya dan dengan senang hati beliau akan membantu penelitian saya terkait mengenai kesenian reog di desa tersebut. Saat kami berbincang-bincang, kemudian datang seorang dengan menggunakan kaos hitam dengan gambar reog Ponorogo dan menggunakan celana gombor dan ikat pinggang yang terbuat dari kain panjang seperti pemain reog, ternyata yang datang adalah anak dari mbah Supandi, namanya adalah Pak Selamet, beliau adalah pelatih tari reog didesa tersebut, menurut cerita yang saya dengar dari mbah supandi, pak selamet adalah pelatih tari yang sudah sangat berpengalaman, bahkan beliau juga sering pergi ke luar negeri dengan tujuan

(20)

dalam melestarikan kesenian reog. Waktu menunjukan pukul 18.00 sore akhirnya sayapun berpamitan, sebelum itu saya diberitahu oleh mereka bahwa tanggal 30 januari ada pertunjukan reog Ponorogo di daerah mabar Kec. Tanjung mulia, karena hanya tinggal beberapa hari lagi, sayapun memutuskan untuk tidak kembali ke medan, untuk sementara saya tinggal tempat lek heri selama 2 hari.

Tanggal 30 januari 2015, saya langsung berkunjung ke daerah mabar untuk melihat pertunjukan kesenian reog Ponorogo, dengan membawa peralatan penelitian dalam mengumpulkan data seperti buku, alat tulis, kamera, dan interview guide yang sudah dipersiapkan untuk wawancara, akhirnya pukul 09.00 saya berangkat, waktu jarak tempuh ke lokasi pertunjukan sekitar 45 menit. Akhirnya saya tiba dilokasi, dan saya melihat pada saat itu lokasi pertunjukan atau tempat pesta masih sepi, sembari menunggu rombongan reog yang masih dijalan, saya kemudian mendatangi rumah yang mengadakan pesta, dan saya kemudian mendekati seorang bapak yang punya rumah, saat itu saya lihat beliau sedang santai mendengarkan musik dangdut dari keyboard di atas panggung yang berada tepat didepan rumahnya, lalu saya menghampiri dan berkenalan perihal maksud saya untuk menanyakan alasan kenapa beliau menanggap pertunjukan reog Ponorogo.

Waktu menunjukan pukul 10.00 Wib, para rombongan reog akhirnya tiba dilokasi, perjalanan mereka menggunakan mobil pik up dengan gerobak terbuka, kemudian saya hampiri Mbah Supandi yang baru saja keluar dari dalam mobil tersebut, tanpa diintruksikan oleh saya, rupanya mbah Supandi sudah paham dengan apa yang saya pikirkan, kemudian mbah Supandi memperkenalkan saya kepada anggota-anggotanya.

(21)

Setelah semua alat musik sudah disusun, dan para pemain sudah didandani dan memakai kostum, pertunjukan akhirnya dimulai dengan memulai memainkan alat musik gendang dan teriakan hokke..hokke..dari pemain reog kemudian disusul dengan memainkan slompret yang dimainkan oleh pak selamet, ketika itu saya lihat mbah supandi sedang memberikan intruksi kepada anak-anak agar tidak terlalu merapat pada arena pertunjukan dan ketika itu saya melihat juga para penonton yang dewasa juga membantu mengamankan arena pertunjukan agar tidak terlalu sempit.

Pertunjukanpun berlangsung secara hikmat, semakin keras pukulan gendang yang dimainkan maka semakin ramai pula orang-orang yang berdatangan untuk melihat pertunjukan, berbagai kalangan ikut meramaikan pertunjukan itu, mulai dari anak-anak hingga yang dewasa turut menikmati pertunjukan itu, bahkan berbagai macam cara mereka untuk menghibur diri sendiri, ada yang berfoto selfie dengan para pemain reog, ada juga berfoto dengan topeng dhadak merak, seolah-olah dihari itu adalah moment yang sangat dinantikan sehingga mereka tidak ingin kehilangan kesempatan untuk menunjukan eksistensinya dengan berbagai macam cara. Begitu juga dengan saya yang tidak ambil diam untuk menyaksikan pertunjukan itu, sayapun kemudian mengabadikan moment itu dengan foto dan rekaman video.

Panasnya terik matahari di hari itu, tidak menyurutkan semangat mereka untuk tetap mempertunjukan keahlian semua pemain reog, alunan musik yang dimainkan semakin memberi irama pembakar semangat, para penari pun tidak mau kalah, mereka sangat begitu menguasai dari setiap gerakan dan begitu lihai lekuk tarian yang mengikuti irama tersebut, begitu juga dengan penari

(22)

baronganyang terlihat begitu semangat dengan gerakan tarian yang dipadukan

pada tarian bela diri ataupun pencak silat.

Setelah acara pembukaan telah selesai, kemudian semua para pemain siap-siap untuk melakukan iring-iringan keliling desa, ketika itu penulis melihat masing-masing para anggota langsung mengambil peran masing-masing, pada iring-iringan tersebut, susunan barisan kelompok reog yaitu untuk barisan depan itu anak empunya hajat yang menunggangi kuda lalu di susul barisan penari jhatil yang sedang menari, kemudian dibelakangnya pemain dhadak merak, dan juga untuk barisan paling belakang yaitu pemain cerawitan .

Waktu sudah menunjukan pukul 12.00 siang, tabuhan gendang tiada henti mengeluarkan suara penggugah semangat, walaupun pada hari ini teriknya sinar matahari yang tepat berada di atas kepala tidak menyurutkan semangat mereka untuk tetap terus memainkan peran mereka masing-masing, bahkan orang-orang semakin ramai ikut serta dalam iring-iringan tersebut.

Pengalaman yang dirasakan saat penelitian, membawa suatu yang berbeda dimana dalam konteks ini peneliti kurang begitu memahami budaya maupun kesenian jawa, karena sampai saat ini peneliti hidup di daerah lingkungan yang bukan daerah jawa, jadi kesan dalam penelitian ini memberikan nilai dan wawasan yang baru bagi peneliti, pengalaman selama dilapangan sangat begitu menyenangkan dan bahkan hampir tidak ditemukan konflik atau masalah saat penelitian. Informan yang dimintai keterangan terkait mengenai penelitian ini semuanya merespon baik dan semua informan yang peneliti jumpai sangat begitu ramah.

Referensi

Dokumen terkait

62 Tahun 2016 Tentang Sistem Penjaminan Mutu, sebagaimana juga tercantum dalam Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal Universitas Sanata Dharma Tahun 2017, yang

Saat ini sebagian operasional pada Biro Manajemen Aset dan Logistik IBI Darmajaya, khususnya pada Bagian Logistik telah didukung dengan teknologi informasi yang

Roda keberanian adalah roda media interaktif tantangan yang di buat sebagai tahapan kampanye yang saling berhubungan dengan buku stiker yang bertujuan untuk meningkatkan

Untuk penulisan buku ini ditambahkan satu hal lagi yakni masalah kewarganegaraan yang merupakan sumbangan Siauw Giok Tjhan dalam sejarah Indonesia dan diakhiri dengan epilog

2. Isolat jamur endofit Trichoderma sp. viride), dan jamur endofit Rhizoctonia spp. isolat ENDO-07 batang Timbenuh dan ENDO-08 batang Selebung dapat meningkatkan ketahanan

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga Petunjuk Teknis Pelaksanaan Seleksi Penerimaan Mahasiswa

Bagi sukan individu kemahiran asas sesuatu permainan amat penting supaya kemahiran asas ini dapat diperkukuhkan lagi dengan teknik yang lebih kompleks.. Oleh itu diperingkat

permintaan (the law of demand), besar kecilnya harga mempengaruhi kuantitas produk yang dibeli konsumen. Semakin besar harga, semakin sedikit jumlah permintaan atas