• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Ajar Agrogeologi Dan Mineralogi Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buku Ajar Agrogeologi Dan Mineralogi Tanah"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

BUKU AJAR

AGROGEOLOGI DAN MINERALOGI TANAH

Oleh:

DR. IR. BACHRUL IBRAHIM, M.Sc. ASMITA AHMAD, ST.MSi.

PROGRAM HIBAH PENULISAN BUKU AJAR TAHUN 2012

UNIVERSITAS HASANUDDIN

(2)

Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah dan inayahnya penulisan buku ajar pembelajaran mata kuliah Agrogeologi dan MIneralogi Tanah dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan buku ajar ini bertujuan untuk membuat pedoman bahan ajar bagi dosen dan mahasiswa sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih baik dan aktif, serta untuk membantu mahasiswa dalam mempelajari dan memahami mata kuliah Agrogeologi dan Mineralogi Tanah yang disampaikan di kelas, dipraktekan di laboratorium dan dalam praktek lapangan. Dalam perkembangannya materi Agrogeologi dan Mineralogi Tanah dapat berubah sejalan dengan informasi terbaru dalam bidang agrogeologi dan mineralogi tanah yang berkaitan dengan manajemen lahan, utamanya tentang kesuburan tanah.

Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. LKPP Universitas Hasanuddin atas bantuan dan kesempatan yang diberikan kepada kami, sehingga kami dapat melaksanakan penulisan buku ajar ini. 2. Bapak Dekan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin

3. Serta semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian penulisan buku ajar ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan buku ajar ini. Untuk itu segala kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan buku ajar ini. Semoga buku ajar ini bermanfaat bagi dunia pendidikan dan masyarakat, Amin.

Makassar, November 2012

(3)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

SENARAI KATA PENTING ... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

Profil Lulusan Program Studi ... 1

Kompetensi Lulusan ... 1

Analisis Kebutuhan Pembelajaran ... 2

Garis Besar Pokok Pengajaran... 4

BAB II PENGANTAR INTERIOR BUMI ... 8

Pendahuluan... 8

Latar Belakang ... 8

Ruang Lingkup Isi... 8

Sasaran Pembelajaran ... 8

Pembahasan... 9

Interior Bumi ... 9

Interior Bagian Dalam... 9

Interior Bagian Luar ... 14

Penutup ... 20

Tugas ... 20

Daftar Pustaka... 20

BAB III MINERALOGI TANAH DAN BATUAN ... 21

Pendahuluan... 21

Latar Belakang ... 21

Ruang Lingkup Isi... 22

Sasaran Pembelajaran ... 22

Pembahasan... 23

Pengertian Mineral ... 23

(4)

Sifat Fisik dan Kimia Mineral ... 28

Penutup ... 34

Tugas ... 34

Daftar Pustaka... 34

BAB IV BATUAN BEKU... 35

Pendahuluan... 35

Latar Belakang ... 35

Ruang Lingkup Isi... 35

Sasaran Pembelajaran ... 35

Pembahasan... 36

Proses dan Mekanisme Pembentukan Batuan Beku... 36

Sifat Fisik Batuan Beku ... 37

Proses Pelapukan Batuan Beku... 39

Potensi Lahan yang Berkembang dari Batuan Beku ... 40

Penutup ... 42

Tugas ... 42

Daftar Pustaka... 42

BAB V BATUAN PIROKLASTIK... 43

Pendahuluan... 43

Latar Belakang ... 43

Ruang Lingkup Isi... 43

Sasaran Pembelajaran ... 43

Pembahasan... 44

Proses dan Mekanisme Pembentukan Batuan Piroklastik .... 44

Sifat Fisik Batuan Piroklastik ... 45

Proses Pelapukan Batuan Piroklastik... 46

Potensi Lahan yang Berkembang dari Batuan Piroklastik ... 47

Penutup ... 49

Tugas ... 49

Daftar Pustaka... 49

(5)

Latar Belakang ... 50

Ruang Lingkup Isi... 50

Sasaran Pembelajaran ... 50

Pembahasan... 51

Proses dan Mekanisme Pembentukan Batuan Sedimen... 51

Sifat Fisik Batuan Sedimen ... 53

Proses Pelapukan Batuan Sedimen ... 55

Potensi Lahan yang Berkembang dari Batuan Sedimen ... 56

Penutup ... 57

Tugas ... 57

Daftar Pustaka... 57

BAB VII BATUAN METAMORF ... 58

Pendahuluan... 58

Latar Belakang ... 58

Ruang Lingkup Isi... 58

Sasaran Pembelajaran ... 58

Pembahasan... 59

Proses dan Mekanisme Pembentukan Batuan Metamorf... 59

Sifat Fisik Batuan Metamorf ... 61

Proses Pelapukan Batuan Metamorf ... 64

Potensi Lahan yang Berkembang dari Batuan Metamorf ... 65

Penutup ... 66

Tugas ... 66

Daftar Pustaka... 66

BAB VIII MINERAL SILIKAT... 67

Pendahuluan... 67

Latar Belakang ... 67

Ruang Lingkup Isi... 67

Sasaran Pembelajaran ... 67

Pembahasan... 68

(6)

Penutup ... 75

Tugas ... 75

Daftar Pustaka... 75

BAB IX PERBEDAAN SILIKAT DAN NON SILIKAT ... 76

Pendahuluan... 76

Latar Belakang ... 76

Ruang Lingkup Isi... 76

Sasaran Pembelajaran ... 76

Pembahasan... 77

Mineral Silikat Sekunder... 77

Mineral Liat... 77

Mineral Silikat Primer... 78

Mineral Oksida-Hidroksida ... 78

Penutup ... 82

Tugas ... 82

Daftar Pustaka... 82

BAB X SIFAT-SIFAT MINERAL LIAT TANAH ... 83

Pendahuluan... 83

Latar Belakang ... 83

Ruang Lingkup Isi... 83

Sasaran Pembelajaran ... 83

Pembahasan... 84

Mineral Liat Kelas Filosilikat ... 84

Mineral Liat Al-Silikat ... 84

Struktur Mineral Liat ... 85

Kelompok Kaolin-Serpentin ... 88

Struktur 2:1... 93

Mineral tanpa Substitusi Isomorfik... 94

Mineral dengan Substitusi Isomorfik... 96

Mineral-mineral Trioktahedral... 100

(7)

Penutup ... 110

Tugas ... 110

Daftar Pustaka... 110

BAB XI IDENTIFIKASI MINERAL LIAT ... 111

Pendahuluan... 111

Latar Belakang ... 111

Ruang Lingkup Isi... 111

Sasaran Pembelajaran ... 111

Pembahasan... 112

Difraktometer Sinar-X (XRD) ... 112

Differential Thermal Analysis (DTA-TGA)... 119

Scanning Elektron Mikroskop ... 125

Penutup ... 127

Tugas ... 127

Daftar Pustaka... 127

EVALUASI PROSES BELAJAR MENGAJAR... 128

Rencana Evaluasi PBM ... 128

Daftar Pertanyaan untuk Mengumpulkan Data ... 131

Kuesioner untuk PBM ... 133

PENUTUP ... 135

Rangkuman ... 135

Pesan dan Motivasi ... 138

(8)

Halaman

1 Komposisi kerak litosphere ... 12

2 Kandungan unsur penyusun atmosfer bumi ... 17

3 Mineral sekunder yang umum didapatkan di tanah ... 25

4 Tingkat kekerasan mineral berdasarkan skala mohs... 30

5 Alat-alat yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat Kekerasan mineral... 30

6 Klasifikasi ukuran butir dan nama batuan piroklastik ... 45

7 Klasifikasi ukuran butir dan nama batuan sedimen... 53

8 Klasifikasi grup silikat... 69

9 Klasifikasi mineral liat ... 87

10 Konversi dari Nilai Sudut 2 Ө ke Dalam d-Spacing Difraksi Sinar-x ... 118

(9)

Halaman

1 Kenampakan tiga dimensi interior dalam bumi ... 10

2 Karateristik lima interior dalam bumi... 10

3 Proses pelepasan energi dari astenosphere... 12

4 Model pergerakan lempeng ... 13

5 Bagian-bagian atmosfer bumi ... 16

6 Siklus hidrologi... 18

7 Perbandingan bentuk morfologi ... 19

8 Mineral galena dengan sistem isometrik... 23

9 Variasi mineral hasil pembekuan magma ... 24

10 Sistem kristal mineral... 32

11 Proses kritalisasi magma, jenis mineral dan batuan beku yang terbentuk ... 36

12 Proses pelapukan batuan beku ... 39

13 Faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan batuan beku... 40

14 Profil tanah yang berkembang dari batuan beku ... 41

15 Aktivitas vulkanisme secara eksplosif dan effusif ... 44

16 Kenampakan fisik batuan piroklastik yang berbutir... 47

17 Kenampakan kristal mineral penyusun batuan piroklastik yang mengalami keretakan dan kehancuran kristal... 47

18 Kenampakan profil tanah yang terbentuk dari batuan piroklastik. 48 19 Jenis-jenis batuan sedimen ... 51

20 Kenampakan bidang perlapisan pada batuan sedimen ... 54

21 Siklus diagenesis batuan sedimen... 56

22 Kenampakan bahan induk tanah yang berkembang dari batuan induk metamorf ... 64

23 Struktur silikat grup nesosilikat, sorosilikat, siklosilikat dan Inosilikat... 70

24 Struktur silikat grup filosilikat dan tektosilikat ... 71

25 Proses pergantian kation dalam struktur silikat primer ... 72

(10)

27 Beberapa kemungkinan terhadap asal dari mineral liat silikat

dan oksida ... 84

28 Proyeksi pada bidang ab dari lembaran tetrahedral ... 86

29 Bagan proyeksi pada bidang b c dari Kaolinit ... 88

30 Struktur kaolin... 89

31 Bagan proyeksi pada bidang bc dari Pyrophyllit ... 95

32 Bagan proyeksi pada bidang bc dari Talk ... 96

33 Bagan proyeksi pada bidang bc dari Muskovit... 98

34 Bagan projeksi pada bidang bc dari Vermikulit ... 104

35 Bagan projeksi pada bidang bc dari Smektit... 105

36 Bagan proyeksi pada bidang bc dari Chlorit ... 108

37 Gambar Secara skematis sinar... 114

38 Interpretasi dan identifikasi mineral liat Kaolinit dengan menggunakan pola difraksi sinar-X... 117

39 Interpretasi dan identifikasi mineral-mineral illit dan Montmorillonit dengan menggunakan pola difraksi sinar-x ... 117

40 Kurva DTA yang ideal... 119

41 Kurva DTA pasir, pasir halus, debu, liat kasar dan liat halus ... 121

42 Ciri kurva DTA dari beberapa mineral liat ... 123

43 Scanning elektron mikroskop mineral Kaolin dan Haloysit ... 125

44 Scanning elektron mikroskop mineral Kaolin, Haloysit, nacrit dan dickit... 126

(11)

Alterasi : Perubahan batuan atau mineral tanpa melibatkan perubahan fisik secara menyeluruh. Perubahan ini dominan diakibatkan oleh aspek kimiawi.

Ameliorasi : pemberian bahan/material ke dalam tanah yang

bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah

sehingga menjadi media yang subur untuk

pertumbuhan tanaman.

Diagenesis : Proses perubahan material lepas menjadi bahan yang

padu. Hal ini biasa dikenal dengan proses pembatuan.

Endoterm : reaksi kimia yang menyerap kalor atau energi

Elektronegativitas : Kecenderungan sebuah atom untuk menarik elektron

Exoterm : reaksi kimia yang melepaskan kalor atau energi

Gletser : sebuah bongkahan es yang besar yang terbentuk di

atas permukaan tanah yang merupakan akumulasi endapan salju yang membatu selama kurun waktu yang lama

Gradien geothermal : Gradient geothermal adalah naiknya tempratur bumi

setiap 1 km naik 25oC. Semakin ke bawah, temperatur

bawah permukaan bumi semakin meningkat atau semakin panas. Panas yang berasal dari dalam bumi dihasilkan dari reaksi peluruhan unsur-unsur radioaktif seperti uranium.

Interlocking : Kenampakan tekstur batuan beku dan metamorf,

dimana mineral yang terdapat di dalamnya saling tumbuh.

Kepundan : Mulut gunungapi tempat keluarnya bahan piroklastik

dan lava.

Kerak bumi : adalah nama lain dari litosfer, yaitu bagian terluar bumi

yang kontak dengan atmosfer bumi.

(12)

bidang-Magma : Cairan silikat yang memiliki temperatur >1200oC dan menempati lapisan astenosfer bumi.

Makroskopis : Pengamatan dengan indera mata tanpa menggunakan

bantuan alat.

Masif : Kondisi batuan yang sangat kompak, keras, tidak

berpori dan memiliki berat jenis yang tinggi.

Pedogenetik : Ilmu yang mempelajari tentang proses pembentukan

formasi tanah

Subduksi : Zona tumbukan antara dua lempeng, dimana lempeng

lempeng samudera bergerak kea rah bawah lempeng benua.

Sesquioksida : Persenyawaan antara logam dan oksigen dengan

perbandingan 2:3, contohnya Al2O3dan Fe2O3

Substitusi isomorfik : Pergantian kation yang bervalensi tinggi dengan kation bervalensi rendah yang memiliki jari-jari atom yang relatif sama, sehingga tidak terjadi perubahan morfologi mineral. Contoh substitusi Si4+oleh Al3+.

Topografi : Bentuk morfologi (relief) dipermukaan bumi yang

(13)

Profil Lulusan Program Studi

Program studi Agroteknologi memiliki misi untuk ”Mengembangkan Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian pada masyarakat secara terpadu menuju pertanian tangguh dan berkelanjutan”. Oleh karena itu lulusan yang dihasilkan diharapkan tanggap terhadap perubahan dan kemajuan ilmu dan teknologi pertanian, mampu menghasilkan karya ilmiah, inovasi ilmu dan teknologi pertanian, serta mampu untuk menyebarluaskan informasi dan ide inovatif bidang pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lulusan yang dihasilkan diharapkan dapat bersikap sebagai :

1. PELAKU dibidang pertanian (birokrat;teknorat; pengambil kebijakan) 2. MANAJER (planner, designer, organizer, evaluator, mediator)

3. PENGUSAHA, (entrepre-neur, initiator, adaptor, cooperator) 4. PENELITI, dan

5. PENDIDIK, (fasilitator, motivator, mediator)

Kompetensi Lulusan Kompetensi utama :

1. Memiliki kemampuan dalam manajemen sumber daya lahan dan penggunaan ipteks dalam meningkatkan potensi kesuburan tanah. 2. Kemampuan merancang dan melekasanakan penelitian serta

menginterpretasikan data secara profesional.

3. Kemampuan dalam memberikan rekomendasi penyelesaian masalah secara tepat dalam sistem pertanian yang berkelanjutan 4. Kemampuan berfikir analitis dan sintesis dengan memperhitungkan

dampak penyelesaian masalah di lingkup global dalam berkehidupan bermasyarakat

5. Kemampuan sebagai fasilitator, motivator dan mediator secara sistematik dan efektif.

(14)

2. Kemampuan menerapkan aplikasi teknologi dalam memecahkan permasalahan lahan-lahan marginal.

Kompetensi lainnya :

Kemampuan berkontribusi dalam kehidupan sosial dan tanggap dalam menyelsaikan masalah lingkungan dan pertanian yang bermasalah.

Analisis Kebutuhan Pembelajaran

Mata kuliah agrogeologi dan mineralogi tanah dapat membantu mahasiswa dalam memahami perberbagai gejala alam yang terdapat di lingkungan kita, baik bersifat positif maupun negatif. Pemahaman ini dapat membantu mahasiswa dalam memberikan rekomendasi perbaikan baik yang bersifat sementara maupun yang berkelanjutan (sustainable). Mata kuliah ini merupakan dasar dalam memahami mata kuliah lanjutan.

Dalam bidang survey lahan mahasiswa diharapkan :

• Mampu mencari dan menemukan lahan-lahan yang potensial dan produktif untuk pertanian dan perkebunan

• Mampu mengetahui dan membedakan jenis-jenis batuan induk sebagai sumber hara untuk tanaman.

• Mampu mengetahui sumber air permukaan dan air tanah yang berguna untuk pertanian

• Mampu menginterpretasi faktor pembatas lahan Dalam bidang genesis tanah mahasiswa diharapkan:

• Mengetahui batuan induk

• Menginterpretasi lingkungan pembentukan tanah (utamanya iklim)

• Mengetahui perkembangan mineral primer dan sekunder (mineral liat) yang berguna untuk perkembangan tanah dan pertanian.

(15)

Dalam bidang geomorfologi/bentang alam mahasiswa diharapkan:  Mengetahui batuan induk

 Mengenal bentuk-bentuk lahan/bentang alam dan mengetahui proses terjadinya

Dalam bidang pemupukan mahasiswa diharapkan:

 Mengetahui dan dapat memberikan rekomendasi pemupukan dari sifat tanah dan batuan asalnya.

Dalam bidang konservasi tanah dan air mahasiswa diharapkan:  Mengetahui batuan reservoir

 Mengenal bentuk-bentuk perkembangan sungai.  Air tanah dan air permukaan

Dalam bidang mitigasi bencana alam dan lingkungan  Gerakan massa : longsoran,rayapan (soil creep)  Banjir

(16)

Garis Besar Pokok Pengajaran (GBRP)

MINGGU

KE-SASARAN

PEMBELAJARAN MATERI PEMBELAJARAN

STRATEGI PEMBELAJARAN KRITERIA PENILAIAN BOBOT NILAI (%) 1-2 Menjelaskan permasalahan mineralogi dalam konteks potensinya sebagai bahan induk tanah dan penyusun kulit bumi

 Kontrak Perkuliahan  Menjelaskan sifat fisik dan

kimia mineral

 Menjelaskan perbedaan dan persamaan mineralogi tanah dan batuan

Kuliah Small grup

discussion with case study Praktikum Keaktifan individu Laporan praktikum 7,5 3-4 Mahasiswa mampu memahami dan

menjelaskan perbedaan dan menganalisis jenis dan sifat dari batuan beku, serta potensi pengembangannya.

 Proses dan mekanisme pembentukan batuan beku

 Menjelaskan sifat fisik dan kimia batuan beku

 Proses pelapukan batuan beku  Menjelaskan potensi lahan yang

berkembang dari batuan beku.

Discovery learning Poster Praktikum Keaktifan individu Laporan praktikum 10

(17)

menjelaskan perbedaan dan menganalisis jenis dan sifat dari batuan piroklastik serta potensi

pengembangannya

 Menjelaskan sifat fisik dan kimia batuan piroklastik

 Proses pelapukan batuan piroklastik

 Menjelaskan potensi lahan yang berkembang dari batuan

piroklastik. learning Praktikum dan kelompok Laporan praktikum 7-8 Mahasiswa mampu memahami dan

menjelaskan perbedaan dan menganalisis jenis dan sifat dari batuan sedimen dan metamorf serta potensi pengembangannya.

 Proses dan mekanisme pembentukan batuan sedimen dan metamorf

 Menjelaskan sifat fisik dan kimia mineral penyusun batuan

sedimen dan metamorf  Proses pelapukan batuan

sedimen dan metamorf

 Menjelaskan potensi lahan yang berkembang dari batuan sedimen dan metamorf. Cooperative learning Praktikum Praktik Lapang Keaktifan individu dan kelompok Makalah Teknik Presentasi Laporan Praktikum Laporan Praktik Lapang 25

(18)

9-10 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang struktur mineral silikat

 Struktur mineral silikat  Alterasi silikat ke silikat

 Kuliah + Diskusi  Alat peraga / Poster/Foto  Praktikum Keaktifan, kerjasama Laporan Praktikum 7,5 11 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang sifat mineral silikat dan mineral non silikat

 Sifat-sifat mineral silikat  Mineral non silikat

(oksida/hidroksida)

 Discovery learning Keaktifan dan kerjasama

7,5

12-13 Mahasiswa mampu

menjelaskan tentang berbagai sifat-sifat mineral liat/ tanah

 Kristalin Vs non kristalin (amorf)

 Muatan  KTK

 Pertukaran kation dan anion  Kelekatan  Plastisitas  Pemuaian  Kuliah  Cooperative learning Keaktifan dan kerjasama penguasaan materi dan poster 7,5 14-15 Mahasiswa mampu mengidentifikasi mineral liat tanah dengan teknik

 Identifikasi mineral liat (mineral sekunder)  Diffraksi sinar X (XRD)  Diskusi + skill laboratorium + Poster  Kerja individu / Keaktifan dan kerjasama kemampuan identifikasi 7,5

(19)

XRD, bentuk morfologi dan DTA-TGA

 Elektron micrograph mineral liat  Differential thermal analysis

(DTA)-Thermalgravimetric Analysis (TGA)

 Scanning electron microscope (SEM)

penguasaan alat

16 Final test Uji kompetensi &

Remidial

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

entuk bumi yang ada saat ini merupakan sebuah proses yang memakan waktu jutaan tahun hingga sampai pada bentuk yang ada sekarang ini. Proses pengelolaan lahan untuk pemanfaatan dalam bidang pertanian, perkebunan, pertambangan dan perkotaan harus memahami proses-proses yang menyertai pembentukan bumi. Hal ini bertujuan agar pemanfaatan lahan tidak salah posisi dan dapat berkelanjutan. Pemanfaatan lahan tanpa mengetahui sejarah pembentukannya dapat mengakibatkan terjadinya bencana alam, seperti longsor dan lain sebagainya. Untuk ini bab ini akan memberikan penjelasan secara ringkas bagaimana sejarah pembentukan bumi sehingga mahasiswa dapat lebih mudah dalam memahami konsep bumi yang berguna dalam pemanfaatannya dalam bidang pertanian yang berkelanjutan.

Ruang Lingkup Isi

Modul ini membantu mahasiswa dalam memahami proses-proses dinamis yang menyertai pembentukan bumi dari awal hingga keberadaan bumi saat ini.

Sasaran Pembelajaran

Modul ini sebagai pengantar bagi mahasiswa dalam memahami sifat dan karateristik bumi yang bermanfaat dalam bidang pertanian.

(21)

Pembahasan Interior Bumi

Bumi adalah benda langit yang merupakan planet ke tiga dari sistem tata surya. Sejauh ini hanya planet bumi yang merupakan satu-satunya planet yang dapat ditempati oleh mahluk hidup. Proses pembentukan planet bumi telah dijelaskan oleh beberapa ahli terdahulu; seperti teori Kabut oleh Kant-Laplace (1755), teori planetesimal, teori bintang kembar, dan lain sebagainya. Salah satu teori yang paling terkenal adalah teori Big bang. Teori ini menjelaskan proses terbentuknya bumi berawal dari kabut raksasa (yang berisi gas hidrogen, gas helium dan elemen lainnya) yang berputar pada porosnya. Putaran tersebut memungkinkan bagian-bagian kecil dan ringan terlempar ke luar dan bagian besar berkumpul di pusat, membentuk cakram raksasa. Perbedaan massa dan temperatur menyebabkan gumpalan kabut raksasa meledak dengan dahsyat di luar angkasa yang kemudian membentuk galaksi dan nebula-nebula. Selama jangka waktu ±4,6 milyar tahun, nebula-nebula tersebut membeku dan membentuk suatu galaksi yang disebut dengan nama Galaksi Bima Sakti yang membentuk sistem tata surya. Sedangkan bagian ringan yang terlempar ke luar mengalami kondensasi membentuk gumpalan-gumpalan yang mendingin dan memadat, membentuk planet-planet, termasuk planet bumi.

Proses pembentukan planet bumi menghasilkan dua interior, yaitu interior luar dan dalam. Kedua interior ini memberikan interaksi yang membawa keberkahan pada mahluk hidup yang menempati planet bumi.

Interior Bagian Dalam

Kesejukan yang kita rasakan pada kondisi bumi pada saat ini sangat jauh berbeda pada awal pembentukan bumi. Proses pendinginan bumi membuat elemen yang memiliki massa yang besar bergerak ke pusat membentuk inti bumi. sedangkan massa yang kecil semakin menjauhi pusat bumi. Hasil konsolidasi massa bumi membentuk lima lapisan interior bumi (Gambar 1),

(22)

1. Inti bumi bagian dalam (Inner core) 2. Inti bumi bagian luar (Outer core)

3. Mantel bumi bagian bawah (Lower mantle) 4. Mantel bumi bagian luar (Upper mantle) 5. Kerak bumi (Crust)

Sifat dari kelima interior bumi bagian dalam disajikan pada Gambar 2.

Gambar 1 Kenampakan tiga dimensi interior dalam bumi yang terdiri dari lima bagian penting, yaitu inner core, outer core, mantle, upper matle

dan crust.

(23)

Bagian upper mantle terdapat lapisan asthenophere yang bersifat liquid. Bagian ini merupakan bagian yang paling aktif dari interior bumi. Perbedaan temperatur dan massa menyebabkan terjadinya perputaran cairan liquid yang disebut dengan arus konveksi (convention currents). Arus konveksi (Gambar 3) yang timbul akan terus bergerak dan jika energi yang terakumulasi semakin bertambah besar dapat menyebabkan terjadinya pelepasan energi ke arah bagian bumi yang memiliki suhu lebih rendah, yaitu pada bagian crust. Pelepasan energi pada bagian crust menyebabkan ledakan yang maha dahsyat pada kerak bumi (crust), khususnya pada kerak litosfer. Hal ini disebabkan karena kerak litosfer merupakan bagian bumi yang bersifat rigid (kaku). Ledakan yang terjadi pada kerak litosfer menyebabkan terjadinya retakan dan pergeseran pada kerak lithosphere yang berakibat pada keluarnya cairan astenosphere (magma) ke permukaan yang disebut dengan lava. Jika ledakan arus konveksi terjadi pada beberapa titik dibawah kerak lithosphere akan mengakibatkan pergeseran kerak lithosphere ke arah yang saling berlawanan yang mengakibatkan terjadinya tumbukan antar kerak listosphere. Hal ini sesuai dengan teori pergerakan lempeng dari Wegener (1912). Kerak lithosphere tersusun oleh elemen/unsur yang sangat banyak dan penting (Tabel 1). Berdasarkan kandungan unsurnya maka kerak lithosphere terbagi atas dua bagian, yaitu; kerak (lempeng) yang bersusunan silikat-magnesium (SIMA) dan kerak (lempeng) yang bersusunan silikat-aluminium (SIAL). Lempeng SIMA memiliki massa yang lebih besar dibanding lempeng SIAL. Oleh karena itu kedudukan lempeng SIMA lebih rendah dibandingkan lempeng SIAL. Lempeng SIMA dikenal dengan nama lempeng samudera dan lempeng SIAL dikenal dengan nama lempeng benua. Dalam kondisi normal, jika terjadi tumbukan lempeng maka lempeng SIMA akan bergerak ke bawah lempeng SIAL (Gambar 3).

Pada kondisi ekstrim, jika gaya tekan lempeng SIMA lebih besar terhadap lempeng SIAL, dapat menyebabkan lempeng SIMA bergeser ke arah atas dari lempeng SIAL. Hal ini menyebabkan terdapatnya batuan kerak samudera pada kerak benua, seperti terdapatnya batuan ultrabasa yang banyak mengandung unsur nikel dari kerak SIMA di kabupaten Luwu Sulawesi

(24)

Tabel 1 Komposisi kerak lithosphere (Holmes, 1964)

Gambar 3 Memperlihatkan proses yang terjadi pada lempeng pada saat terjadi pelepasan energi dari astenosphere (A dan B). Proses subduksi dan pembentukan gunung api pada pertemuan lempeng benua dan samudera (C) serta pembentukan gunung api pada perpisahan lempeng di kerak samudera (B).

Unsur Oksida

Nama Simbol dan

Valensi % Nama Komposisi %

Oksigen O2- 46.60

Silikon Si4+ 27.72 Silika SiO2 59.26

Aluminium Al3+ 8.13 Alumina Al2O3 15.35

Besi Fe3+ 5.00 Besi (Ferric) Fe2O3 3.14

Fe2+ 5.00 Oksida (Ferrous) FeO 3.74

Kalsium Ca2+ 3.63 Kapur CaO 5.08

Natrium Na2+ 2.83 Natrium Oksida Na2O 3.81

Kalium K+ 2.59 Kalium Oksida K2O 3.12

Magnesium Mg2+ 2.09 Magnesium Oksida MgO 3.46

Titanium Ti4+ 0.44 Titanium Oksida TiO2 0.73

Hidrogen H+ 0.14 Air H2O 1.26

Phospor P5+ 0.12 Phospor pentoksida P2O5 0.28

99.29 99.23

A

B

(25)

Proses pergerakan lempeng akibat arus konveksi dapat menyebabkan lempeng bergerak secara:

1. Divergen, merupakan pergerakan lempeng yang saling menjauh akibat gaya tension (tarikan) (Gambar 4). Proses ini biasanya terjadi pada lempeng samudera dan menghasilkan gunung api bawah laut.

2. Konvergen, merupakan pergerakan lempeng yang saling mendekat akibat gaya compresion (tarikan) (Gambar 4). Proses ini biasanya terjadi pada pertemuan lempeng samudera dan lempeng benua, serta menghasilkan pembentukan gunung api, pegunungan lipatan dan dataran rendah pada kerak benua. Jika gaya yang dihasilkan tidak terlalu besar maka efek yang terjadi hanya dapat terlihat dari pergesaran muka air laut, seperti yang terjadi pada gempa di aceh yang menghasilkan Tsunami.

3. Transform, merupakan pergerakan lempeng yang saling bergeser akibat gaya tekan (Gambar 4). Proses ini mengakibatkan zona depression yang merupakan awal pembentukan danau.

Gambar 4 Model pergerakan lempeng akibat gaya tekan (compression) dan gaya tarik (tension).

Proses pergerakan lempeng ini menghasilkan interior yang sangat indah Arah gaya

(26)

Interior Bagian Luar

Aktivitas bumi bagian dalam menyumbang sekitar 50% pada bentuk interior bumi bagian luar. Proses pendinginan massa membentuk bahan padat dan liquid pada interior dalam bumi sedangkan massa yang berukuran lebih kecil (volatil) membentuk lapisan atmosfer bumi dan sebagian massa yang banyak mengandung partikel hidrogen, helium, karbon, oksigen, nitrogen dan sulfur, berkondensasi membentuk massa cair akibat perbedaan temperatur volatil, yang akhirnya oleh gaya gravitasi bumi (berasal dari inti bumi yang banyak mengandung nikel dan besi) turun sebagai massa cair H2O yang dikenal

dengan nama air. Massa cair ini kemudian mengisi bagian bumi yang cekung dan berpori yang dikenal dengan nama air laut di lempeng samudera, air permukaan dan air tanah pada lempeng benua. Dalam perkembangannya air laut berubah menjadi asin, air permukaan serta air tanah tetap seperti sediakala. Perubahan sifat air laut diakibatkan oleh aktivitas pelapukan oleh media air di daratan (lempeng benua) yang kemudian oleh gaya gravitasi membawa unsur-unsur hasil pencucian (akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya) ke bagian yang lebih rendah yaitu lautan. Di lautan unsur-unsur yang terbawa tadi saling berinteraksi membentuk unsur yang lebih sederhana, yaitu garam-garaman atau golongan halida.

Secara garis besar interior bagian luar dari bumi terdiri dari :

1. Lima puluh persen (50%) bentukan yang dihasilkan oleh interior bumi bagian dalam, seperti pegunungan, perbukitan, lembah, dataran, lautan dan sungai.

2. Mahluk hidup (biosfer) 3. Lapisan atmosfer 4. Lapisan hidrosfer

Pada bab ini akan dibahas secara lebih detail tentang lapisan atmosfer dan hidrosfer. Lapisan atmosfer dan hidrosfer memberikan kontribusi sebesar empat puluh persen (40%) terhadap interior bagian luar bumi. Pembentukan

(27)

aktivitas manusia, hewan dan tanaman (10%) akan disinggung pada mata kuliah lanjutan.

Lapisan volatil (lebih banyak mengandung gas dan berukuran halus/ringan). Lapisan volatil ini terpisah dari lapisan yang lebih liquid-padat pada saat pembentukan bumi. lapisan liquid-padat membentuk interior dalam bumi dan lapisan volatil membentuk lapisan atmosfer bumi (interior luar dari bumi).

Lapisan Atmosfer bumi (Gambar 5) terdiri dari :

1. Lapisan Troposfer; merupakan lapisan terbawah dari atmosfer (lapisan yang terdekat dengan lempeng benua). Lapisan ini mengandung 80% massa gas dari seluruh massa gas yang terdapat di atmosfer bumi. oleh sebab itu lapisan ini memberikan kontribusi yang paling besar terhadap perubahan cuaca dan iklim dipermukaan bumi. Lapisan pembatas antara lapisan Troposfer dan stratosfer adalah lapisan tropopause yang bersuhu relatif konstan.

2. Lapisan Stratosfer; merupakan lapisan kedua setelah troposfer. Pada lapisan ini tidak dijumpai lagi uap air, awan ataupun debu atmosfer. Lapisan ini biasa disebut dengan lapisan isotermis, yaitu; lapisan paling bawah dari stratosfer dimana terdapat lapisan ozon (O3) yang mampu

menyerap sinar ultraviolet yang dipancarkan sinar matahari.

3. Lapisan Mesosfer; merupakan lapisan udara ke tiga. Lapisan ini merupakan lapisan pelindung bumi dari jatuhan meteor atau benda-benda angkasa luar lainnya. Antara lapisan mesosfer dan termosfer terdapat lapisan mesopause yang memiliki temperature berkisar -100oC.

4. Lapisan Termosfer; merupakan lapisan udara ke empat. Lapisan ini disebut juga lapisan ionosfer, yaitu; lapisan tempat terjadinya ionisasi partikel-partikel yang menimbulkan perambatan gelombang panjang maupun pendek.

(28)

5. Lapisan Eksosfer; merupakan lapisan ke lima atau lapisan paling luar dari bumi. Pada lapisan ini terjadi gerakan-gerakan atom secara tidak teratur yang dapat menghancurkan meteor dari angkasa luar.

(29)

Bagian-bagian atmosfer pada bumi memberikan manfaat: 1. Memperkecil perbedaan temperatur siang dan Malam 2. Menjaga stabilitas suhu udara siang dan malam 3. Menyerap radiasi dan sinar ultraviolet

Manfaat ini tidak terlepas dari kandungan unsur/gas yang terkandung dalam setiap lapisan atmosfer bumi (Tabel 2).

Tabel 2 Kandungan unsur penyusun atmosfer bumi

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lapisan hidrosfer merupakan lapisan yang dihasilkan dari aktivitas lapisan atmosfer bumi yang dihasilkan pada 13,7 milyar tahun lalu. Lapisan hidrosfer sejak terbentuk hingga saat ini jumlahnya selalu tetap dan hanya mengalami perubahan bentuk. Lapisan hidrosfer terdiri dari segala bentuk massa cair (air) dipermukaan bumi, yaitu; lautan, sungai, air tanah, salju atau gletser, danau, serta uap air yang terdapat di udara. Perubahan bentuk massa cair, mengalami suatu siklus yang dikenal dengan nama siklus hidrologi (Gambar 6). Massa cair yang dihasilkan dari aktivitas atmosfer bersifat agak masam, sehingga ketika jatuh ke

(30)

di permukaan bumi yang tinggi curah hujannya, umumnya mengalami perombakan bentuk permukaan cukup intensif dibanding daerah kering dan lembab. Hal ini dapat terlihat dari perbedaan musim diseluruh dunia, dimana Indonesia yang merupakan Negara dengan curah hujan tinggi sangat berbeda bentuk landformnya (bentuk morfologi permukaan) dengan negara-negara eropa yang beriklim temperat (Gambar 7). Lapisan hidrosfer merupakan lapisan yang paling aktif merubah bentuk bentang lahan (landform) permukaan bumi dan merupakan sumber kehidupan bagi lingkungan biosfer karena mengandung unsur yang sangat dibutuhkan bagi perkembangan mahluk hidup.

Gambar 6 A dan B adalah contoh siklus hidrologi B

(31)

Gambar 7 Perbandingan bentuk morfologi Indonesia (A) dengan Negara yang beriklim temperat (B) dan beriklim kering (C) C

C B A

(32)

Penutup

Tugas

1. Jelaskan apa yang menyebabkan terjadinya gempa bumi di kepulauan Sumatera, Jawa dan Sulawesi bagian utara dan Papua.

2. Jelaskan apa yang menyebabkan rusaknya lapisan atmosphere bumi.

Daftar Pustaka

Grolier Incorporated. 1984. Popular Science. Grolier Incorporated Publishing. Holmes, A. 1964. Principles of Physical Geology. Nelson’s Australian

(33)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

alah satu aspek penting dalam pembentukan tanah adalah bahan induk tanah. Bahan induk tanah dihasilkan dari proses pelapukan batuan induk. Batuan induk merupakan hasil akumulasi mineral-mineral baik yang saling interlocking (batuan beku dan metamorf) maupun yang tidak

interlocking (batuan sedimen dan piroklastik). Proses lanjutan yang dialami oleh

batuan (dalam hal ini proses pelapukan fisik dan kimia), sangat ditentukan dari sifat fisik dan kimia dari mineral penyusunnya. Batuan yang didominasi oleh mineral yang memiliki tingkat resistensi yang tinggi seperti kuarsa dan orthoklas akan mengalami proses pelapukan yang berjalan sangat lambat, dibandingkan batuan yang tersusun atas mineral olivin dan piroksin. Demikian juga batuan yang komponen mineralnya saling interlocking akan lebih sulit untuk dilapukkan dibandingkan batuan dengan mineral yang tersementasi (proses diagenesis/pembatuan). Perkembangan tanah yang dihasilkan dari bahan induk yang berasal dari batuan induk yang resisten (batuan beku dan metamorf) akan berjalan sangat lambat dibanding yang dihasilkan dari bahan induk yang berasal dari batuan induk yang tidak resisten (batuan sedimen dan piroklastik). Sedangkan tingkat kesuburan tanah yang dihasilkan juga dapat diprediksi dari kandungan mineral bahan induknya. Proses pembentukan dan jenis mineral sekunder yang terbentuk dalam tanah dapat ditentukan berdasarkan suplai elemen dari komponen mineral primer.

Untuk mengetahui sifat dan karateristik tanah yang dihasilkan maka sangat penting untuk mempelajari sifat dan karateristik dari mineral penyusun bahan induk (batuan induk).

(34)

Ruang Lingkup Isi

Modul ini membantu mahasiswa dalam memahami perbedaan mineral dalam tanah dan batuan dengan memahami karateristik sifat fisik dan kimia mineral.

Sasaran Pembelajaran

Modul ini dapat membantu mahasiswa dalam memahami jenis mineral yang terdapat di batuan dan tanah serta memahami perbedaan sifat dan karakteristik mineral yang terdapat dalam batuan dan tanah.

(35)

PEMBAHASAN Pengertian Mineral

Mineral adalah benda padat homogen yang terbentuk secara alami oleh proses anorganik, mempunyai susunan kimia tertentu serta pengaturan ion-ion atau atom yang teratur (Mason, et. al., 1968). Pengaturan ion-ion teratur melalui sebuah bidang rata tergambar melalui bentuk kristal (Gambar 8).

Gambar 8 Mineral Galena dengan sistem kristal isometrik

Asal Usul Mineral

Mineral sebagai penyusun utama batuan dan tanah memiliki karateristik yang unik baik dari segi bentuk kristal maupun susunan kimianya. Semakin rumit susunan kimianya maka bentuk kristal yang dihasilkan dari konfigurasi atom-atom penyusunnya juga semakin rumit. Variasi kandungan senyawa kimia suatu mineral sangat ditentukan oleh materi penyusunnya dan proses pembentukannya.

Mineral primer dihasilkan dari hasil pembekuan magma yang berasal dari lapisan astenosfer bumi (Gambar 3). Mineral ini merupakan penyusun utama batuan beku yang terdapat pada kerak litosfer. Variasi jenis batuan beku dihasilkan dari variasi kristlisasi cairan magma membentuk mineral primer ini dapat terlihat pada seri pembentukan mineral dari Bowen (1900) (Gambar 9).

(36)

Gambar 9 Variasi mineral hasil pembekuan magma pada temperatur yang berbeda.

Mineral yang terdapat pada gambar 9 di atas merupakan mineral primer sebagai penyusun utama batuan. tidak semua mineral primer tersebut terdapat di tanah sebagai penyusun mineral tanah

primer menyebabkan mineral yang tidak resisten akan terubah menjadi miner sekunder. Hanya mineral resisten yang bisa dijumpai di tanah, yaitu mineral yang terbentuk pada temperatur

yaitu:

1. Perbedaan temperatur pembentukan mineral dengan temperatur bumi saat ini. Mineral yang t

pelapukan.

2. Perbedaan sifat mineral dengan agen pelapukan (ai

air hujan maupun air sungai atau air tanah cenderung memiliki pH sehingga batuan induk ya

iasi mineral hasil pembekuan magma pada temperatur yang

Mineral yang terdapat pada gambar 9 di atas merupakan mineral primer sebagai penyusun utama batuan. tidak semua mineral primer tersebut terdapat sebagai penyusun mineral tanah. Proses pelapukan pada mineral primer menyebabkan mineral yang tidak resisten akan terubah menjadi miner

anya mineral resisten yang bisa dijumpai di tanah, yaitu mineral yang terbentuk pada temperatur ≤900oC. Hal ini disebabkan karena dua faktor,

erbedaan temperatur pembentukan mineral dengan temperatur bumi saat erbentuk pada temperatur tinggi lebih cepat mengalami

Perbedaan sifat mineral dengan agen pelapukan (air). Air yang turun sebagai air hujan maupun air sungai atau air tanah cenderung memiliki pH sehingga batuan induk yang banyak mengandung kation logam

BOWENS REACTION SERIES

iasi mineral hasil pembekuan magma pada temperatur yang

Mineral yang terdapat pada gambar 9 di atas merupakan mineral primer sebagai penyusun utama batuan. tidak semua mineral primer tersebut terdapat ses pelapukan pada mineral primer menyebabkan mineral yang tidak resisten akan terubah menjadi mineral anya mineral resisten yang bisa dijumpai di tanah, yaitu mineral . Hal ini disebabkan karena dua faktor,

erbedaan temperatur pembentukan mineral dengan temperatur bumi saat lebih cepat mengalami

r). Air yang turun sebagai air hujan maupun air sungai atau air tanah cenderung memiliki pH ≤6,

ng banyak mengandung kation logam akan mudah

Temperatur 1500oC

300oC 900oC

(37)

Mineral sekunder (Tabel 3) dihasilkan dari proses pelapukan mineral primer dan hasil ubahan mineral primer. Proses ini meliputi alterasi dan persenyawaan baru. Proses alterasi dapat dilihat pada proses pembentukan mineral liat illit (K,H3O)(Al,Mg,Fe)2(Si,Al)4O10[(OH)2,(H2O)] dari mineral primer muscovit KAl2(Si3Al)O10(OH,F)2. Sedangkan proses persenyawaan baru dapat dilihat pada pembentukan mineral oksida, contoh :

Tabel 3 Mineral sekunder yang umum didapatkan di dalam tanah

Grup/Kelompok Mineral

Liat

 Smektit; monmorillonit, vermikulit

 Kaolinit; kaolin, halloisit, nakrit, dickit.  Klorit Besi-Oksida  Hematit  Goethit  Magnetit  Maghemit  Lepidocrosit  Ferrihydrit Aluminium-Oksida  Gibsit Amorf  Alophan  Imogilit

(38)

Golongan Mineral

Berdasarkan sifat dan unsur pembentuknya, maka mineral dapat dibagi menjadi 8 (delapan) golongan, sebagai berikut :

1. Golongan Unsur (native element)

Golongan ini adalah golongan mineral yang memiliki 8 elektron pada kulit terluarnya, sehingga tidak membutuhkan ikatan dengan unsur lain untuk menstabilkan pengaturan ion-ion kristalnya. Contoh dari golongan ini adalah emas (Au), perak (Ag), dan tembaga (Co).

2. Golongan Sulfida (S)

Kelas Sulfida, hampir serupa dengan Kelas Oksida, pembentuk bijih (ores). Contohnya termasuk pirit (terkenal dengan sebutan emas palsu ‘fools’ gold), chalcopirit (tembaga besi sulfida), pentlandit (nikel besi sulfida), dan galena (timbal sulfida). Termasuk juga selenida, tellurida, arsenida, antimonida, bismuthinida, dan sulfosalts.

3. Golongan Oksida (O2) dan Hidroksida (OH)

Kelas Oksida, Oksida sangatlah penting dalam dunia pertambangan karena bijih (ores) terbentuk dari mineral-mineral dari kelas oksida. Kelas mineral ini juga mempengaruhi perubahan Kutub Magnetik Bumi. Biasanya terbentuk dekat dengan permukaan bumi, teroksidasi dari hasil pelapukan mineral lain dan sebagai mineral asesori pada batuan beku kerak dan mantel bumi. Contoh mineral Oksida; hematit (besi oksida), magnetit (besi oksida), chromit (besi khromium oksida), spinel (magnesium aluminium oksida – mineral pembentuk mantel), ilmenit (besi titanium oksida), rutil (titanium dioksida), dan ice (hidrogen oksida) juga termasuk mineral-mineral hidroksida.

4. Golongan Halida (Grup Halogenida; F, Cl, Br, I)

Halida adalah grup mineral yang membentuk garam alami (salts) dan termasuk flourit (kalsium fluorida), halit (natrium khlorida), silvit (kalium

(39)

khlorida), dan sal amoniak (amonium khlorida). Halida, seperti halnya sulfat, ditemukan juga di daerah evaporitik

5. Golongan Karbonat (CO3), Nitrat (NO3) dan Borat (BO3atau BO4)

Golongan Karbonat, merupakan mineral yang terdiri dari anion (CO3)

2-dan termasuk kalsit 2-dan aragonit (keduanya merupakan kalsium karbonat), dolomit (magnesium/kalsium karbonat) dan siderit (besi karbonat). Karbonat terbentuk pada lingkungan laut oleh endapan sisa organisme laut.

6. Golongan Sulfat (SO4)2-dan Kromat (CrO4)

2-Kelas Sulfat. terdiri dari anion sulfat, SO42-. Biasanya terbentuk di daerah

evaporitik yang tinggi kadar airnya perlahan-lahan menguap sehingga formasi sulfat dan halida berinteraksi. Contoh sulfat: anhydrit (kalsium sulfat), barit (barium sulfat).

7. Golongan Posfat (PO4)

3-Kelas Fosfat, termasuk mineral dengan tetrahedral unit PO4

phosphorus, antimoni, arsenik atau vanadium. Fosfat yang umum adalah apatite yang merupakan mineral biologis yang ditemukan dalam gigi dan tulang hewan. Termasuk juga mineral arsenate, vanadate, dan mineral-mineral antimonat.

8. Golongan Silikat (SiO)

4-Golongan Silikat: merupakan grup terbesar dalam mineral. Sebagian besar batuan yang ada di bumi >95% adalah termasuk kelompok silikat. Silikat terdiri dari silikon dan oksigen dengan ion tambahan seperti aluminium, magnesium, besi dan kalsium. Contoh mineral seperti feldspar, kuarsa, olivin, piroksen, amphibol dan mika. Golongan ini masih terbagi ke dalam beberapa kelompok mineral silikat, yaitu : Nesosilikat, sorosilikat, inosilikat, siklosilikat, tektosilikat dan phylosilikat. Kelompok mineral silikat ini akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya.

(40)

Sifat Fisik dan Kimia Mineral

Setiap mineral memiliki karateristik tertentu. Untuk membedakan mineral satu dengan yang lainnya, dapat dilakukan dengan pengamatan beberapa sifat fisik dan kimia mineral, yaitu:

1. Warna Mineral

Warna merupakan refleksi dari daya serap mineral terhadap cahaya yang mengenainya. Warna adalah sifat fisika mineral yang paling mudah dikenali, tetapi tidak dapat dijadikan dasar untuk menentukan jenis mineralnya, karena ada mineral yang sama tapi warnanya berbeda (contohnya rose kuarsa dan smoky kuarsa) dan ada juga mineral yang berbeda tapi warnanya sama (contohnya mineral piroksin dan amphibol sama-sama berwarna hitam dengan bentuk mineral yang prismatik).

2. Cerat

Adalah warna mineral dalam keadaan bubuk. Warna ini biasanya berbeda dengan warna aslinya, warna bubuk dapat dilihat dengan jalan menggoreskannya pada plat porselen.

3. Kilap

Kilap merupakan kenampakan atau kualitas cahaya yang terefleksi dari permukaan suatu mineral. Kilap ini dibagi dua, yaitu :

– Kilap logam (metallic luster)

– Kilap non logam (non metallic luster)

Kilap logam pada umumnya terdapat pada mineral-mineral yang bersifat logam, sedangkan kilap non logam terdapat pada mineral yang bukan logam dan ini terdiri atas:

• Kilap kaca (gelas), contohnya : Kuarsa

• Kilap sutera, contohnya : Gypsum (CaSO4·2H2O)

• Kilap damar, contonya : Belerang (S) • Kilap lemak, contohnya : Sphalerit (ZnS) • Kilap Intan, contohnya : Anglesit (PbSO4)

(41)

4. Belahan

Adalah sifat mineral yang cenderung pecah sepanjang bidang yang teratur (bidang kristal) atau melalui bidang tertentu dalam bentuk bidang yang rata. Belahan ini dibagi menjadi :

– Sempurna, bila mineral cenderung untuk pecah pada bidang belah yang rata dan sukar untuk terbelah pada bidang lain.

– Tidak sempurna, juga terdapat bidang belah tapi juga dapat pecah arah lain.

– Tidak jelas, kecenderungan untuk pecah pada semua arah sama besarnya.

5. Pecahan

Adalah sifat mineral untuk pecah tidak mengikuti bidang belahnya. sehingga terjadi suatu retakan atau pecahan atau patahan. Berdasarkan bentuk pecahannya, mineral dapat dibedakan: pecahan rata, pecahan tidak rata, dan pecahan kulit kerang (concoidal). Berdasarkan sifat permukaan pecahannya, pecahan dibedakan menjadi pecahan licin, pecahan berbutir kasar, pecahan berbutir halus, pecahan tajam dan pecahan serbuk.

6. Kekerasan

Merupakan daya tahan mineral terhadap tekanan ataupun goresan-goresan dari luar. Mineral yang lunak akan mudah tergores sedang mineral yang keras lebih tahan terhadap goresan. Untuk penentuan tingkat kekerasan suatu mineral, digunakan skala Mohs (Tabel 4) sebagai standart kekerasan suatu mineral.

Tingkat kekerasan suatu mineral dapat juga diukur dengan menggunakan alat-alat seperti yang terdapat pada Tabel 5. Alat ini digunakan dengan cara menggoreskannya pada mineral yang akan diuji tingkat kekerasannya. Jika mineralnya tahan terhadap goresan alat yang diujikan berarti kekerasan di atas alat tersebut demikian juga sebaliknya.

(42)

Tabel 4 Tingkat kekerasan mineral berdasarkan skala mohs (Friedrich Mohs 1822).

MINERAL TINGKAT KEKERASAN

Talk 1 Gypsum 2 Calcite 3 Flourite 4 Apatite 5 Feldspar 6 Quartz 7 Topaz 8 Corundum 9 Diamond 10

Tabel 5. Alat-alat yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kekerasan suatu mineral (Lange,1967).

Nama Tingkat kekerasan

Pensil 1

Garam 2

Kuku jari 2,5 – 3

Kawat 4

Kaca 5 – 7

Pisau baja atau jarum 5,5 – 6

7. Berat Jenis

Berat jenis dipengaruhi oleh kepadatan struktur atom mineral tersebut. Penentuannya dapat dilakukan dengan cara menimbangnya dalam udara atau dalam air.

Untuk penentuan berat jenis digunakan standart : a. ≥ 3 : untuk mineral logam

(43)

Contoh mineral dan berat jenisnya; karbonat dengan berat jenis 2,71, chalcopirit dengan berat jenis 4, intan denan berat jenis 3-5 dan galena dengan berat jenis 5-7.

8. Sistem Kristal

Ada tujuh sistem kristal mineral (Gambar 10), yaitu:

1. Kubus (kubik) adalah sistem kristal yang mempunyai bentuk paling teratur dan tetap dan ketiga sumbunya (sumbu a, b dan c) mempunyai panjang sama dan saling tegak lurus.

2. Tetragonal adalah sistem kristal mempunyai tiga sumbu yang saling tegak lurus, dua diantaranya sama panjang (sumbu a dan b) dan sumbu lainnya lebih panjang (sumbu c)

3. Trigonal adalah sistem kristal yang mempunyai empat sumbu, tiga sumbu sama panjang (sumbu a, b dan d), sedangkan sumbu c lebih panjang atau lebih pendek dari ketiga sumbu lainnya. Sifat kristal yang hampir sama dengan sistem heksagonal menyebabkan sistem ini sering digabungkan ke dalam sistem heksagonal.

4. Heksagonal adalah sistem kristal yang mempunyai empat sumbu. Tiga sumbu saling membentuk sudut 600 dalam satu bidang, mempunyai panjang sama dan sumbu lainnya membentuk sudut tegak lurus terhadap ketiga sumbu itu, panjang berbeda dengan ketiga sumbu lainnya

5. Orthorhombik adalah sistem krital yang mempunyai tiga sumbu yang saling tegak lurus, tetapi ketiga sumbu tersebut memiliki panjang yang berbeda-beda.

6. Triklin adalah sistem kristal yang mempunyai tiga sumbu yang berbeda panjang sumbu dan ketiga sumbu tersebut membentuk sudut miring 7. Monoklin adalah Sistem kristal yang mempunyai panjang sumbu

berbeda, dua diantaranya membentuk sudut miring dan sumbu ketiga tegak lurus terhadap kedua sumbu itu.

(44)

Gambar 10 Sistem kristal mineral

9. Tenacity

Merupakan sifat fisik dari mineral yang berupa kemampuan mineral untuk ditempa atau dengan kata lain ketahanan mineral terhadap pematahan,pengerusan, pembengkokan ataupun pengirisan. Adapun peristilahan yang digunakan untuk menyatakan ketahanan ini, antara lain:

– Brittle (rapuh), bila mudah retak/hancur

– Elastis; suatu mineral bila dibengkokkan akan kembali pada posisi semula bila tekanan dihilangkan.

– Flexible; bila tekanan dihilangkan tidak dapat kembali pada posisi semula.

– Sectile; bila mineral dapat diiris dengan pisau (tipis-tipis). – Ductile; suatu mineral yang dapat dibentuk seperti kawat. – Maleabel; suatu mineral yang dapat ditempa.

(45)

10. Komposisi (susunan) kimia

Komposisi kimia suatu mineral merupakan hal yang sangat mendasar, karena beberapa sifat-sifat mineral sangat tergantung dari susunan kimianya. Selain komposisi kimia, sifat-sifat mineral juga tergantung kepada susunan meruang dari atom-atom penyusun dan ikatan antar atom-atom penyusun mineral. Contoh: unsur Kalsium, Karbon dan Oksigen pada batuan Karbonat (CaCO3), dll.

(46)

PENUTUP Tugas

1. Jelaskan faktor apa saja yang mendasari pembagian kelompok mineral. 2. Apa manfaat mengetahui sifat fisik mineral dalam manajemen

sumberdaya lahan

3. Suatu lahan dengan bentuk morfologi bergelombang lemah (3-8%), bahan induknya adalah batuan yang banyak mengandung mineral plagioklas. Tanahnya mengandung mineral kuarsa sekitar 80%, jelaskan bagaimana potensi pengembangan lahan tersebut dan tindakan apa saja yang dapat diberikan?.

4. Suatu lahan dengan bentuk morfologi bergelombang lemah (3-8%), bahan induknya adalah batuan yang banyak mengandung mineral olivin dan piroksin. Tanahnya mengandung mineral ferromagnesian sekitar 60%, jelaskan bagaimana potensi pengembangan lahan tersebut dan tindakan apa saja yang dapat diberikan?.

Daftar Pustaka

Kerr, P.F. 1959. Optical Mineralogy. McGraw Hill Book Co. Inc, New York. Lange, O., Ivanova, M., Lebedeva. 1967. General Geology. Foreign Languages

Publishing House, Moscow. 83 h.

Miller, J.P. and R. Scholten. 1966. Laboratory Studies in Geology. W.H Freeman and Company. San Fransisco and London.

Putnis A. 1992. Introduction to Mineral Sciences. Cambridge University Press. Tyrrell, G.W. 1958. The Principles of Petrology. E.P. Dutton and Co Publishing.

Inc, New York. http://webmineral.com

(47)

Pendahuluan

Latar Belakang

alah satu bahan induk yang banyak mengandung unsur-unsur hara yang penting bagi tanaman adalah bahan induk yang berasal dari batuan beku. Secara umum batuan beku mengandung unsur magnesium (Mg), kalsium (Ca), natrium (Na), besi (Fe), kalium (K), zink (Zn), dan lain sebagainya. Proses pelepasan hara dari batuan beku berbeda-beda, ada yang mudah melepaskan elemen/hara ke dalam larutan tanah dan ada juga yang sangat lambat. Hal ini disebabkan karena setiap jenis batuan beku mengandung mineral yang berbeda-beda dan memiliki ketahanan yang berbeda pula.

Oleh karena itu sangat penting untuk mempelajari sifat dan karaterstik dari setiap jenis batuan beku. Hal ini berguna dalam memprediksi potensi kesuburan lahan pada suatu wilayah yang tersusun atas batuan beku.

Ruang Lingkup Isi

Modul ini membantu mahasiswa dalam memahami proses dan mekanisme pembentukan batuan beku, jenis dan karateristik berbagai jenis batuan beku, proses pelapukan yang terjadi pada batuan beku serta potensi tanah yang dihasilkan dari pelapukan batuan beku.

Sasaran Pembelajaran

Modul ini dapat membantu mahasiswa dalam memahami manajemen lahan yang berkembang dari batuan beku.

(48)

Pembahasan

Proses dan Mekanisme Pembentukan Batuan Beku

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma atau hasil kristalisasi (Gambar 11) dari mineral-mineral dalam bentuk agregasi yang saling interlocking. Secara umum batuan beku disusun oleh mineral : olivin, piroksin, hornblende (amphibole), biotit, Ca dan Na plagioklas, K-feldspar, muscovit dan kuarsa. Kandungan mineral yang terdapat dalam batuan beku menunjukkan perbedaan jenis batuan beku.

Kristalisasi mineral dan batuan beku yang terbentuk Kristalisasi mineral

olivin, serpentin dan Ca-plagioklas. Batuan beku yang terbentuk adalah batuan beku ultrabasa (ultramafic) dengan kandungan silika <45%. Kristalisasi mineral olivin, piroksin, amphibol dan Ca-plagioklas. Batuan beku yang terbentuk adalah batuan beku basa (basic) dengan kandungan silika 45-55%. Kristalisasi mineral piroksin, amphibol, biotit, Ca-Na Plagioklas dan Orthoklas. Batuan yang terbentuk adalah batuan beku intermediat dengan kandungan silika 55-65%. Kritalisasi mineral piroksin, amphibol, biotit, Na-plagioklas, orthoklas, muscovit dan dominan mineral kuarsa batuan beku yang terbentuk adalah batuan beku masam dengan kandungan silika >65%

(49)

Sifat Fisik Batuan Beku

Berdasarkan proses pembentukan dan tempat keterdapatannya, maka batuan beku terbagi atas tiga, yaitu :

1. Batuan beku plutonik/intrusif (batuan beku dalam), adalah batuan beku yang terdapat pada bagian bawah dari kerak litosfer. Batuan ini tersusun atas kristal-kristal mineral dalam ukuran makroskopis yang cukup besar dengan struktur batuan yang masif (padat).

2. Batuan beku gang (korok), adalah batuan beku yang terdapat diantara batuan beku plutonik dan batuan beku ekstrusif. Batuan ini tersusun atas kumpulan kristal-kristal mineral yang tidak seragam ukurannya, sebagian dapat diamati secara makroskopis dan sebagian lagi harus dengan pengamatan mikroskopis. Struktur batuan beku gang bersifat masif (padat).

3. Batuan beku ekstrusif (batuan beku luar), adalah batuan beku yang terbentuk dekat atau dipermukaan (bagian terluar dari kerak litosfer). Batuan ini sebagian besar tersusun atas kristal-kristal mineral yang berukuran sangat halus dan sebagian besar hanya dapat teramati secara mikroskopis. Struktur batuan ini bersifat vesiculasi (memperlihatkan lubang bekas pelepasan gas), hal ini disebabkan karena magma yang keluar ke permukaan mengalami perubahan temperatur secara tiba-tiba sehingga panas yang terdapat dalam cairan magma berubah menjadi gas.

Perbedaan tempat pembentukan mengakibatkan terjadinya perbedaan fisik pada batuan beku. Perbedaan ciri-ciri fisik dapat terlihat dari :

1. Tekstur batuan, meliputi :

 Kristalinitas adalah tingkat kristalisasi mineral, yaitu; holokristalin (seluruhnya tersusun oleh kristal mineral), hipokristalin (sebagian kristal dan sebagian gelas), dan holohialin (seluruhnya tersusun oleh gelas).  Granularitas adalah kenampakan ukuran kristal mineral, yaitu; fanerik

(kristal mineral dapat teramati dengan jelas secara makroskopis), porfiritik (hanya sebagian kristal mineral yang dapat teramati secara makroskopis),

(50)

 Fabrik adalah hubungan dan susunan antara kristal mineral. Fabrik terbagi dua, yaitu:

a. Bentuk adalah kenampakan dua dimensi

euhedral (bidang batas kristal nampak jelas), subhedral (batas kristal hanya sebagian yang memiliki bidang batas yang jelas) dan anhedral (bidang batas kristal tidak nampak dengan jelas).

b. Relasi adalah hubungan antara butir kri

equigranular (butir kristal mineral relatif seragam), dan inequigranular (butir kristal mineral tidak seragam).

2. Struktur batuan terbagi atas dua bagian, yaitu: a. Struktur massif adalah

kenampakan hubungan menunjukkan pori

b. Struktur vesiculasi adalah struktur batuan yang lubang-lubang akibat pelepasan gas sew

ini terdiri dari;

 Vesicle : struktur berpori, dimana lubang

 Scoria: struktur berpori, dimana lubang

Fabrik adalah hubungan dan susunan antara kristal mineral. Fabrik terbagi

Bentuk adalah kenampakan dua dimensi dari kristal mineral, yaitu; euhedral (bidang batas kristal nampak jelas), subhedral (batas kristal hanya sebagian yang memiliki bidang batas yang jelas) dan anhedral (bidang batas kristal tidak nampak dengan jelas).

Relasi adalah hubungan antara butir kristal mineral, yaitu; equigranular (butir kristal mineral relatif seragam), dan inequigranular (butir kristal mineral tidak seragam).

terbagi atas dua bagian, yaitu:

Struktur massif adalah struktur kompak dari batuan ditunjukkan denga kenampakan hubungan dari mineral-mineral dalam batuan yang tidak menunjukkan pori-pori atau bentuk aliran.

Struktur vesiculasi adalah struktur batuan yang memperlihatkan adanya lubang akibat pelepasan gas sewaktu magma membeku

Vesicle : struktur berpori, dimana lubang-lubangnya menyudut.

Scoria: struktur berpori, dimana lubang-lubangnya relatif membulat

Bentuk kristal subhedral Bentuk kristal subhedral

Relasi equigranular; karena dominan disusun oleh bentuk kristal subhedral

Fabrik adalah hubungan dan susunan antara kristal mineral. Fabrik terbagi

dari kristal mineral, yaitu; euhedral (bidang batas kristal nampak jelas), subhedral (batas kristal hanya sebagian yang memiliki bidang batas yang jelas) dan anhedral

stal mineral, yaitu; equigranular (butir kristal mineral relatif seragam), dan inequigranular

struktur kompak dari batuan ditunjukkan dengan mineral dalam batuan yang tidak

memperlihatkan adanya aktu magma membeku. Struktur

lubangnya menyudut.

lubangnya relatif membulat

Bentuk kristal subhedral Bentuk kristal subhedral

Relasi equigranular; karena dominan disusun oleh bentuk kristal subhedral

(51)

 Pumice; struktur berpori, dimana lubang dan dapat memperlihatkan arah aliran buih.

Proses Pelapukan Batuan Beku

Batuan beku secara fisik merupakan batuan yang sangat masif (kompak). Struktur yang masif menyebabkan pelapukan pada batuan beku berjalan sangat lambat. Lubang bekas pelepasan gas pada permukaan batuan tidak memiliki koneksi pada b

pada bagian luar permukaan batuan (Gambar 12).

beku yang dimulai dari arah luar ke dalam biasanya menunjukkan struktur pengelupasan seperti kulit bawang yang dikenal dengan nama

waethering. Selain struktur, komposisi kimia

dan temperatur pada saat pembekuan pelapukan batuan (Gambar 13)

.

Gambar 12 Proses pelapukan batuan beku yang dimulai dari luar dalam

Pumice; struktur berpori, dimana lubang-lubangnya agak memanjang dan dapat memperlihatkan arah aliran buih.

Pelapukan Batuan Beku

Batuan beku secara fisik merupakan batuan yang sangat masif (kompak). Struktur yang masif menyebabkan pelapukan pada batuan beku berjalan Lubang bekas pelepasan gas pada permukaan batuan tidak da bagian dalam sehingga proses pelapukan harus dimulai pada bagian luar permukaan batuan (Gambar 12). Proses pelapukan batuan beku yang dimulai dari arah luar ke dalam biasanya menunjukkan struktur pengelupasan seperti kulit bawang yang dikenal dengan nama

Selain struktur, komposisi kimia, warna batuan, derajat butir kristal temperatur pada saat pembekuan magma juga mempengaruhi proses

(Gambar 13)

roses pelapukan batuan beku yang dimulai dari luar

lubangnya agak memanjang

Batuan beku secara fisik merupakan batuan yang sangat masif (kompak). Struktur yang masif menyebabkan pelapukan pada batuan beku berjalan Lubang bekas pelepasan gas pada permukaan batuan tidak agian dalam sehingga proses pelapukan harus dimulai Proses pelapukan batuan beku yang dimulai dari arah luar ke dalam biasanya menunjukkan struktur pengelupasan seperti kulit bawang yang dikenal dengan nama spheroidal derajat butir kristal uga mempengaruhi proses

(52)

Gambar 13 Faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan batuan beku. Dari warna dan komposisi kimia; batuan beku A dan C lebih mudah melapuk dibanding batuan beku B dan D. Dari ukuran butir kristal dan temperatur pembekuan maka batuan beku A lebih mudah melapuk dibanding C dan batuan beku B lebih mudah melapuk dibanding D.

Potensi Lahan yang Berkembang dari Batuan Beku

Daerah yang berkembang dari bahan induk yang berasal dari batuan beku, umumnya memiliki bentuk morfologi yang bergelombang kuat (berbukit-bergunung). Hal ini disebabkan karena batuan induknya sulit mengalami pelapukan. Oleh sebab itu perkembangan tanah pada daerah berbahan induk batuan beku umumnya lambat sehingga tanah yang mungkin terbentuk adalah tanah-tanah yang bersolum dangkal (Gambar 14). Hal tersebut akan berbeda jika dibandingkan pada daerah yang berbatuan beku dengan curah hujan yang tinggi. curah hujan yang tinggi akan mempercepat proses pelapukan batuan beku, terutama batuan beku yang bersifat ultrabasa dan basa (Gambar 14). Sifat air hujan yang memiliki pH ≤5,5 akan lebih mudah melepaskan kation-kation logam alkali yang terdapat dalam mineral pada batuan beku ultrabasa

A B

(53)

Selain jenis batuan beku dan curah hujan, potensi lahan yang berkembang dari batuan beku juga dipengaruhi dengan bentuk morfologi yang terbentuk. Topografi bergelombang kuat (berbukit-bergunung) dengan curah hujan yang tinggi mengakibatkan kation/hara yang terlepas dari batuan akan mudah tercuci (leaching) dan hilang dari tanah sehingga tanah menjadi kurang subur dan didominasi oleh mineral oksida besi. Oleh sebab itu pengembangan lahan pada daerah berbatuan beku harus memperhatikan jenis batuan bekunya, curah hujan dan bentuk morfologi (topografi), sehingga manajemen pengelolaan lahan yang berkesinambungan dapat dilakukan dengan baik.

Gambar 14 A. profil tanah yang berkembang dari batuan beku yang bersifat masam di kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan, curah hujan berkisar 1623 mm/thn-2195 mm/thn, topografi berbukit dengan ketebalan tanah (horison A) berkisar 30-50cm. B. profil tanah yang berkembang dari batuan beku yang bersifat ultrabasa di kabupaten Luwu Sulawesi Selatan, curah hujan 2800mm/thn-3980mm/thn, topografi

Batuan induk Horison tanah

(54)

Penutup Tugas

1. Buatlah poster tentang proses pembentukan batuan beku beserta karateritik masing-masing jenis batuan beku dan faktor-faktor yang menyebabkan magma sebagai sumber batuan beku mengalami pembekuan.

2. Presentasikan poster yang dibuat perkelompok.

Daftar Isi

Birkeland PW. 1999. Soils and Geomorphology. 3th Edition. Oxford University Press. New York.

Kerr, P.F. 1959. Optical Mineralogy. McGraw Hill Book Co. Inc, New York. Miller, J.P. and R. Scholten. 1966. Laboratory Studies in Geology. W.H

Freeman and Company. San Fransisco and London.

Raymond LA. 1995. Petrology: The Study of Igneous, Sedimentary, Metamorphic Rocks. WCB Publisher. USA.

Rogers JJW, Adams JAS. 1966. Fundamentals of Geology. Harper and Row Publisher. New York

Tyrrell, G.W. 1958. The Principles of Petrology. E.P. Dutton and Co Publishing. Inc, New York.

Travis, R.B. 1955. Classification of rocks. Quaterly of the Colorado School of Mines, Volume 50, Number 1.

(55)

Pendahuluan

Latar Belakang

ndonesia merupakan daerah vulkanik, baik vulkanik aktif maupun yang tidak aktif lagi. Aktivitas vulkanisme memberikan keuntungan positif selain kerusakan yang diberikan. Keuntungan positif yang diberikan berupa penambahan mineral-mineral yang kaya akan unsur hara ke dalam tanah. Penambahan ini tentu saja akan berdampak pada peningkatan kesuburan tanah.

Dibandingkan batuan beku, batuan piroklastik jauh lebih mudah melapuk, sehingga kecepatan pelepasan hara jauh lebih besar. Padahal ditinjau dari proses pembentukannya, keduanya dihasilkan dari aktivitas tekto-vulkanisme yang sama. Hal ini merupakan sesuatu sangat menarik dan akan kita bahas lebih lanjut pada bab ini.

Ruang Lingkup Isi

Modul ini membantu mahasiswa dalam memahami proses dan mekanisme pembentukan batuan piroklastik, jenis dan karateristik berbagai jenis batuan piroklastik, proses pelapukan yang terjadi pada batuan piroklastik serta potensi tanah yang dihasilkan dari pelapukan batuan piroklastik.

Sasaran Pembelajaran

Modul ini dapat membantu mahasiswa dalam memahami manajemen lahan yang berkembang dari batuan piroklastik.

(56)

Pembahasan

Proses dan Mekanisme Pembentukan Batuan Piroklastik

Aktivitas vulkanisme (erupsi) gunung api terbagi atas dua bagian (Gambar 15). Pada bagian pertama terjadi aktivitas vulkanisme yang bersifat eksplosif, yaitu aktivitas gunung api, dimana bahan piroklsatik (dapat berupa magma, runtuhan kepundan, dan dinding gunung api) dilemparkan keluar dari kepundan dengan tekanan yang tinggi sehingga menjadi hancur di udara akibat perbedaan temperatur yang berubah secara drastis. Material ini sebagian jatuh disekitar lereng gunungapi dan sebagian lagi yang berukuran lebih ringan ditransportasikan oleh angin atau gas (gas yang dihasilkan dari magma pada waktu erupsi) dan dibawa ke tempat tertentu, kemudian terendapkan dengan segera dari udara di atas tanah kering atau dalam tubuh air. Untuk erupsi bawah laut, bahan piroklastik segera terendapkan melalui tubuh air ke dalam dasar laut ke tempat yang jauh dari tubuh gunungapi. Hasil diagenesis material yang dikeluarkan oleh aktivitas vulkanisme yang bersifat eksplosif ini kemudian membentuk batuan piroklastik (WTG, 1954; Heinrich, 1956). Sedangkan bagian kedua dari aktivitas vulkanisme bersifat effusif, yaitu aktivitas gunungapi dimana bahan piroklastik tidak lagi dilemparkan keluar dengan tekanan yang tinggi, tetapi berganti dengan lava yang keluar kepermukaan dengan tekanan yang rendah tetapi dengan temperatur yang tinggi. Lava ini kemudian oleh perbedaan temperatur akhirnya mengalami pembekuan di permukaan membentuk batuan beku ekstrusif.

(57)

Sifat Fisik Batuan Piroklastik

Batuan piroklastik yang dihasilkan dari proses yang berbeda dengan batuan beku memiliki kandungan hara yang tinggi dengan karateristik batuan yang khas. Karateristik yang khas dari batuan piroklastik dapat terlihat dari sifat fisiknya, yaitu :

1. Tekstur; adalah kenampakan ukuran butir mineral atau partikel dalam tubuh batuan. Tekstur batuan piroklastik terbagi dua, yaitu:

a. Klastik kasar; jika ukuran butir dari partikel penyusun batuan piroklastik berukuran >2mm (Tabel 4). Ukuran butir juga digunakan untuk memberikan penamaan pada batuan piroklastik.

b. Klastik halus; jika ukuran butir dari partikel penyusun batuan piroklastik berukuran 2-0,0625mm (Tabel 6).

Tabel 6 Klasifikasi ukuran butir dan nama batuan piroklastik

Ukuran

butir Penamaan Batuan Piroklastik

(mm) Wentworth & William (1932) Twenhofel (1950) Fisher (1963) 256 Blocks (volcanic

breccia) Bombs Coarse Blocks

and 126

Bombs (agglomerate) Bombs

64 Lapilli

32 Lapilli

10 Lapilli (Lapilli tuff) 8

4

2 Coarse ash

(Coarse tuff) Coarse ash

0.5 (Coarse tuff) Coarse ash

0.250 0.125

Fine ash (Fine tuff) Fine ash (Fine tuff)

(58)

Perbedaan ukuran butir partikel mengakibatkan batuan piroklastik memiliki; sortasi, kemas, porositas dan permeabilitas yang berbeda. Sortasi adalah tingkat pemilahan butir batuan, jika ukuran butirnya seragam (berukuran relatif sama) maka sortasi batuan akan bagus dan sebaliknya. Sedangkan kemas adalah hubungan antar butir batuan, jika sortasinya bagus maka kemas batuan akan tertutup jika sortasi jelek maka kemas batuan akan terbuka. Sortasi dan kemas akan mempengaruhi kemampuan menyerap cairan (porositas) dan kemampuan melewatkan cairan (permeabilitas) batuan.

2. Struktur; adalah kenampakan hubungan antara butir partikel di dalam tubuh batuan piroklastik. Hubungan ini terlihat dari gradasi butiran ataupun warna butiran akibat waktu pengendapan. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya perlapisan batuan.

Proses Pelapukan Batuan Piroklastik

Tekstur dan struktur batuan merupakan hal yang paling penting dalam proses pelapukan batuan piroklastik. Butiran partikel yang menyusun batuan piroklastik (Gambar 16) dari ukuran besar hingga sangat halus akan membentuk pori dalam tubuh batuan. Adanya pori membuat cairan, utamanya air mudah masuk ke dalam tubuh batuan sehingga proses pelapukan kimia pada batuan berjalan dua arah, yaitu dari arah luar dan arah dalam tubuh batuan. Hal inilah yang membuat batuan piroklastik lebih mudah mengalami pelapukan dibandingkan batuan beku. Faktor lain yang membuat batuan piroklastik mudah mengalami pelapukan dan melepaskan kation-kation logamnya adalah proses di awal pembentukannya, dimana bahan piroklastik yang terlempar dari kepundan gunungapi ke permukaan mengakibatkan perubahan temperatur yang dratis pada kristal mineral yang berakibat pada retak hingga hancurnya kristal mineral (Gambar 17). Keretakan dan kehancuran kristal mineral pada batuan piroklastik merupakan celah bagi cairan untuk masuk ke dalam kristal dan merusak/melapukkan kristal mineral, sehingga unsur hara lebih mudah untuk dilepaskan.

(59)

Gambar 16 Kenampakan fisik batuan piroklastik yang berbutir

Gambar 17 Kenampakan kristal mineral penyusun batuan piroklastik yang mengalami keretakan dan kehancuran kristal.

Potensi Lahan yang Berkembang dari Batuan Piroklastik

Batuan piroklastik yang dihasilkan dari aktivitas vulkanisme yang eksplosif, mengandung banyak mineral-mineral (olivin, piroksen, Ca-Na plagioklas, bioit, amphibol, orthoklas, muscovit dan kuarsa) yang kaya akan unsur hara (Ca, Mg, Fe, Zn, Na, S dan K) yang sangat bermanfaat bagi tanaman. Tekstur batuan piroklastik yang berbutir membuat batuan ini lebih mudah mengalami pelapukan sehingga proses pembentukan tanah akan berjalan lebih cepat dan

(60)

Bentuk topografi dan iklim (utamanya curah hujan) akan mempengaruhi tingkat kesuburan tanah yang berkembang dari batuan piroklastik. Topografi yang curam dengan curah hujan yang tinggi membuat tanah yang telah terbentuk akan intensif mengalami proses pencucian sehingga kation-kation logamnya dapat hilang dalam larutan tanah sehingga tanah dapat bereaksi masam. untuk itu perlu dilakukan penambahan kapur dan bahan organik untuk menaikkan pH tanah dan mengikat kation-kation logam agar tidak hilang dalam proses pencucian.

Lahan yang berkembang dari batuan piroklastik banyak mengandung hara yang penting untuk tanaman. Oleh sebab itu sesuai untuk pengembangan tanaman pangan dan hortikultura,

Gambar 18 Kenampakan profil tanah yang terbentuk dari batuan piroklastik. Tebal solum tanah berkisar 1-1,5 meter.

Gambar

Gambar 1 Kenampakan tiga dimensi interior dalam bumi yang terdiri dari lima bagian penting, yaitu inner core, outer core, mantle, upper matle dan crust.
Gambar 4 Model pergerakan lempeng akibat gaya tekan (compression) dan gaya tarik (tension).
Gambar 6 A dan B adalah contoh siklus hidrologiB
Gambar 7 Perbandingan bentuk morfologi Indonesia (A) dengan Negara yang beriklim temperat (B) dan beriklim kering (C) C
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mineral yang banyak ditemukan pada tanah tertimbun 2, 3 dan 4 adalah magnetit, batuan hasil lapukan dan batuan lapukan gelas volkan, sedangkan plagioklas,

Mata kuliah ini menjelaskan tentang ruang lingkup mineralogi dan petrologi, susunan mineral, identifikasi sifat fisik mineral, dan mengklasifikasikan batuan

Pendahuluan Geologi Am dan Taburan Batuan Sifat Fiziko Kimia, Sifat Kejueruteraan dan Komposisi Mineralogi Tanah Berlempung Formasi Trusmadi Kesan Penstabilan Terhadap Mineralogi

Tanah merupakan bagian dari kerak Bumi. Kerak Bumi terdiri atas lapisan atas, lapisan tengah, lapisan bawah, dan lapisan batuan induk. Perhatikanlah Gambar 7.2. a) Lapisan

Mineral-mineral batuan mempunyai keragaman dalam ketahanannya terhadap pelapukan, sehingga mineralogi bahan induk akan sangat berpengaruh atas laju perkembangan tanah, selain

Tanah adalah bagian kerak bumi yang tersusun atas mineral dan bahan organik.Tanah sangat berperan dalam kehidupan makhluk hidup di bumi karena tanah membantu pertumbuhan

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui karakteristik mineralogi dari tanah endapan jenis tersebut, selain itu juga bisa untuk mengetahui proses mekanisme

Batuan Metamorf 1 Proses Pembentukan Batuan metamorf terbentuk melalui transformasi fisik dan kimia batuan yang ada akibat tekanan, suhu, dan reaksi dengan fluida di dalam kerak