• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KLORAMFENIKOL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KLORAMFENIKOL"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI

PERCOBAAN 3

ANALISIS KLORAMFENIKOL DALAM SEDIAAN TETES TELINGA

KELOMPOK 2

Syntia Apdajuna Putri (G1F012012) Dilla Wendistia (G1F012014) Pramita Putri Mega R. (G1F012016) Rizky Tris Irianto (G1F012018) Novianti Dian Lestari (G1F012020)

LABORATORIUM KIMIA FARMASI JURUSAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO 2014

(2)

ANALISIS KLORAMFENIKOL DALAM SEDIAAN TETES TELINGA

I. Tujuan

Memilih dan menerapkan metode analisis untuk analisis obat sediaan cair.

II. Dasar Teori

Analisis kimia bertujuan untuk mengetahui komposisi suatu zat atau campuran yang merupakan informasi kualitatif mengenai ada atau tidak adanya suatu unsur atau komponen dalam sampel. Selain itu, juga untuk mengukur jumlah atau banyaknya unsur yang diteliti atau untuk mengetahui data kuantitatif suatu zat dalam sampel (Triyati, 1985). Dikenal berbagai metode dan instrumen yang digunakan dalam analisis kimia baik kualitatif maupun kuantitatif. Salah satu metode yang sering digunakan adalah metode spektrofotometri UV (Watson, 2007).

Spektrofotometri UV merupakan suatu metode analisis yang berdasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan pada panjang gelombang 200-380 nm dengan menggunakan monokromator prisma/kisi difraksi dengan detektor fototube (Day dan Underwood, 1989). Instrumen yang digunakan pada metode ini adalah spektrofotometer UV, yaitu alat yang digunakan untuk menganalisa suatu senyawa baik kualitatif maupun kuantitatif dengan cara mengukur absorban suatu cuplikan sebagai fungsi dari konsentrasi (Basset dkk., 1994). Gugus molekul yang dapat mengabsorbsi cahaya dinamakan gugus kromofor, yaitu gugus yang memiliki ikatan rangkap atau ikatan rangkap terkonjugasi. Intensitas absorbsi suatu molekul sebanding dengan jumlah kromofor yan ada pada molekul tersebut (Triyati, 1985). Senyawa-senyawa yang dapat diukur dengan metode ini harus memenuhi hukum Lambert-Beer, yaitu (Basset dkk., 1994):

1. Bila suatu sinar monokromatis dilewatkan pada medium pengabsorpsi, maka berkurangnya intensitas cahaya per unit tebal medium sebanding dengan intensitas cahaya tersebut.

2. Berkurangnya intensitas cahaya per unit konsentrasi akan berbanding lurus dengan intensitas cahaya.

(3)

Analisis kadar obat dalam sediaan cair tentunya melibatkan suatu pelarut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pelarut antara lain:

1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.

2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senywa yang dianalisis. 3. Kemurniannya harus tinggi atau untuk derajat analisis (Pro Analyze).

(Mulja dan Suharman, 1995) Salah satu senyawa obat yang dapat dianalisis kadarnya dengan menggunakan spektrofotometri UV adalah kloramfenikol. Kloramfenikol adalah antibiotik yang merupakan agen bakteriostatik yang diproduksi oleh

Streptomyces venezuelae, diisolasi pertama kali oleh David Gottlieb dan pertama

kali diperkenalkan ke dunia klinik pada tahun 1949. Kloramfenikol merupakan antibiotik pertama yang disintetis dalam skala besar. Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas yang digunakan untuk mengatasi berbagai mikroorganisme. Kloramfenikol memiliki struktur bangun asimetris dengan cincin benzena yang merupakan gugus kromofor (gambar 1). Mekanisme kerja kloramfenikol sebagai antibiotik berifat stereospesifik, karena hanya D(-)treo-isomer yang memiliki aktivitas anti bakteri. Mekanisme kerjanya melalui penghambatan biosintesis protein pada siklus perpanjangan rantai asam amino, yaitu dengan membentuk ikatan peptida. Kloramfenikol biasa digunakan pada tetes mata, salep mata, dan tetes telinga untuk mengatasi infeksi bakteri (Rimawi dan Kharoaf, 2011).

Gambar 1. Struktur bangun kloramfenikol

(4)

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah pipet volume 1 mL, 2 mL, 3 mL, dan 5 mL; 9 buah labu ukur 10 mL; 50 mL; filler; 2 buah beaker glass 500 mL; spektrofotometer UV; kuvet kuarsa.

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah obat tetes telinga kloramfenikol , 50 mL etanol, dan 150 mL aquadest

IV. Cara Kerja

a. Pembuatan Larutan Induk dan Penetapan Panjang Gelombang Maksimum

- Diambil 1 mL

- Ditambah aquadest hingga 10 mL

- Diukur serapannya pada rentang panjang gelombang 200-400 nm Hasil

- Ditimbang 50 mg

- Dilarutkan dalam 50 ml ethanol Larutan induk 1000 ppm

Larutan 100 ppm Kloramfenikol

Larutan 20 ppm

- Diambil 2 mL

(5)

b. Pembuatan Larutan Baku

- Larutan 7,5; 10; 12,5; 15; 20; 25 ppm diukur serapannya pada λ max - Dibuat kurva baku absorbansi vs konsentrasi sehingga diperoleh

persaamaan regresinya

Larutan Induk 1000 ppm

Larutan 100 ppm

Larutan 10 ppm Larutan 20 ppm Larutan 50 ppm - Diambil 5 ml - Ditambah aquadest hingga 10 ml - Diambil 1 ml - Di tambah aquadest hingga 10ml - Diambil 3 ml - Ditambah aquadest hingga 10 ml Larutan 15 ppm Larutan 25 ppm Larutan 7,5 ppm Larutan 12,5 ppm - Diambil 1 ml - Di tambah aquadest hingga 10 ml - Diambil 5 ml - Ditambah aquadest hingga 10 ml - Diambil 5 ml - Ditambah aquadest hingga 10 ml - Diambil 5 ml - Ditambah aquadest hingga 10 ml - Diambil 1 ml - Di tambah aquadest hingga 10ml

(6)

c. Penetapan Kadar Sampel

Sampel tetes telinga kloramfenikol 1%

- Diambil 1 ml

- Ditambah aquadest hingga 10 ml Sampel teoritik 1000

ppm

Sampel teoritik 100 ppm - Diambil 1 ml

- Ditambah aquadest hingga 10 ml -

Sampel teoritik 20 ppm - Diambil 5 ml

- Ditambah aquadest hingga 10 ml - Dibuat 3 kali replikasi

- Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum - Dihitung kadar kloramfenikol dalam tetes telinga - Dibandingkan dengan kadar teoritik

(7)

V. Data Pengamatan dan Perhitungan Data pengamatan 1. Penimbangan Standar W + Z = 448 mg W + S = 398 mg - Z = 50 mg 2. Pembuatan Larutan Stok

Bobot Zat = 50 mg Volume = 50 ml Konsentrasi = 1000 ppm 3. Pengenceran Larutan Baku

No. Cawal Volume Cakhir Volume

1 1000 1 ml 100 10 2 100 1 ml 10 10 3 100 2 ml 20 10 4 100 5 ml 50 10 5 50 3 ml 15 10 6 15 5 ml 7.5 10 7 50 5 ml 25 10 8 25 5 ml 12.5 10

4. Pembuatan Kurva Baku

 Panjang gelombang maksimum = 252 nm No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi (A) 1 7.5 0.220 2 10 0.300 3 12.5 0.359 4 15 0.476 5 20 0.525 6 25 0.761 Persamaan Regresi Y = a+bx r2 = 0.968 = 0.003 + 0.029

5. Penetapan Kadar Sampel

No. Volume Fp Absorbansi %kadar 1 1ml 500 kali 0.686 117.7586 2 1ml 500 kali 0.644 110.5172 3 1ml 500 kali 0.512 87.75862

(8)

% kadar = – b x fp (500) X 100 %

a x 1000 x kadar (mg/ml) Perhitungan

1. Tetes telinga kloramfenikol rentang konsentrasi = 0,2 – 0,8

= 298

Rentang konsentrasi = 0,2 – 0,8 Dimana 1 % = 10000 ppm

x 10.000 = 6,7 ppm

x 10.000 = 26,8 ppm 2. Larutan stok dan larutan baku

- Larutan baku 100 ppm M1 x V1 = M2 x V2 1000 x V1 = 100 x 10 V1=

V1= 1 ml, ditambah aquadest hingga 10 ml

- Larutan baku 10 ppm M1 x V1 = M2 x V2 100 x V1 = 10 x 10 V1=

V1= 1 ml, ditambah aquadest hingga 10 ml

- Larutan baku 20 ppm M1 x V1 = M2 x V2 100 x V1 = 20 x 10 V1=

V1= 2 ml, ditambah aquadest hingga 10 ml

- Larutan baku 50 ppm M1 x V1 = M2 x V2

(9)

100 x V1 = 50 x 10

V1=

V1= 5 ml, ditambah aquadest hingga 10 ml

- Larutan baku 25 ppm M1 x V1 = M2 x V2 50 x V1 = 25 x 10 V1=

V1= 5 ml, ditambah aquadest hingga 10 ml

- Larutan baku 15 ppm M1 x V1 = M2 x V2 50 x V1 = 15 x 10 V1=

V1= 3 ml, ditambah aquadest hingga 10 ml

- Larutan baku 7,5 ppm M1 x V1 = M2 x V2 15 x V1 = 7,5 x 10 V1=

V1= 5 ml, ditambah aquadest hingga 10 ml

- Larutan baku 12,5 ppm M1 x V1 = M2 x V2 25 x V1 = 12,5 x 10 V1=

V1= 5 ml, ditambah aquadest hingga 10 ml

3. Penetapan Kadar Sampel

Sampel tetes telinga kloramfenikol 1 % =

a. Larutan sampel 1000 ppm M1 x V1 = M2 x V2 10000 x V1 = 1000 x 10 V1=

(10)

V1= 1 ml, ditambah aquadest hingga 10 ml b. Larutan sampel 100 ppm M1 x V1 = M2 x V2 1000 x V1 = 100 x 10 V1=

V1= 1 ml, ditambah aquadest hingga 10 ml

c. Larutan sampel 20 ppm M1 x V1 = M2 x V2 100 x V1 = 20 x 10 V1=

V1= 2 ml, ditambah aquadest hingga 10 ml

4. Perhitungan Persen Kadar Sampel sampel 1 : x 100 % = 117.7586 % sampel 2 : % kadar = x 100 % = 110.5172% Sampel 3 : % kadar = x 100 % = 87.7586 % X = 105.3448 SD = 15.65456 Kadar = X ± sd = 105.3448 ± 15.65456 VI. Pembahasan

Cara Kerja dan fungsi perlakuan

Pada praktikum kali ini, sampel yang dianalisis adalah kloramfenikol dalam sediaan tetes telinga dengan menggunakan metode spektrofotometri uv. Alasan pemilihan analisis tetes telinga dengan spektrofotometri UV adalah :

(11)

1. Penggunaan spektrofotometri dapat digunakan secara luas 2. Memiliki kepekaan yang tinggi

3. Keselektifannya cukup baik 4. Tingkat ketelitian tinggi

Kloramfenikol adalah suatu antibiotika berspektrum luas yang aktif terhadap mikroorganisme. Kloramfenikol dijumpai dalam bentuk sediaan kapsul, tetes mata dan tetes telinga baik produk generik maupun bermerek (Sari, 2009). Aktivitas antibakterinya bekerja dengan menghambat sintesis protein dengan jalan meningkatkan ribosom subunit 50 S yang merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob gram positif dan beberapa bakteri aerob gram negatif (Sari, 2009).

Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis yang berdasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan pada panjang gelombang 200-380 nm dengan menggunakan monokromator prisma/kisi difraksi dengan detektor fototube (Day dan Underwood, 1989). Prosedur percobaan meliputi pembuatan larutan induk dan pengukuran panjang gelombang maksimal, pembuatan larutan baku serta penetapan kadar sampel. Pembuatan larutan induk dan penetapan panjang gelombang maksimum

Dalam proses analisis obat dalam sediaan cair diperlukan persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Kemudian membuat larutan stok baku, yaitu larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara pasti dan digunakan sebagai larutan induk. Setelah itu kloramfenikol standar ditimbang sebanyak 50 mg, dilarutkan dalam 50 ml etanol sehingga dihasilkan larutan baku konsentrasi 1000 ppm, kemudian larutan baku 1000 ppm tersebut diambil sebanyak 1 mL dengan menggunakan pipet volume dan di tambahkan 10 mL aquadest sehingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 100 ppm. Pemilihan etanol sebagai pelarut dikarenakan sifat kloramfenikol yang mampu terlarut dalam etanol sebesar 95 % (Dirjen POM, 1979). Kemudian larutan baku 100 ppm diambil sebanyak 2 ml lalu ditambahkan aquadest hingga 10 ml sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 20 ppm. Kemudian dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200 – 400 nm. Pengenceran dilakukan agar konsentrasi tidak terlalu tinggi, karena konsentrasi larutan

(12)

berbanding lurus dengan intensitas cahaya yang diserap. Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan, agar kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (Mathias, 2005). Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu :

 Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.

 Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.

 Jika dilakukan pengukuran berulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal (Gandjar, 2007).

Dari percobaan ini diperoleh panjang gelombang maksimum sebesar 252 nm dimana panjang gelombang ini akan digunakan untuk mengukur absorbansi kadar kloramfenikol selanjutnya. Panjang gelombang maksimum pada sediaan kloramfenikol tetes telinga seharusnya 278 nm dengan absorbansi 0,5-0,6 sehingga hasil yang didapat hampir sesuai dengan literatur

Pembuatan larutan baku

Pembuatan kurva baku kloramfenikol dilakukan dengan cara larutan baku 1000 ppm diambil sebanyak 1 ml lalu ditambahkan aquadest hingga 10 mL sehingga didapatkan konsentrasi 100 ppm setelah itu dibuat 3 larutan dengan konsentrasi masing-masing 10, 20 dan 50 ppm dengan masing – masing larutan diambil sebanyak 1 ml, 1 ml, dan 5 ml setelah itu ditambahkan aquadest hingga 10 ml. Larutan 50 ppm diencerkan menjadi 2 larutan konsentrasi yang pertama yaitu dengan larutan 15 ppm dengan cara diambil larutan sebanyak 3 ml, ditambahkan aquadest hingga 10 ml lalu yang kedua diencerkan dengan larutan 25 ppm dengan cara diambil larutan sebanyak 5 ml, ditambahkan aquadest hingga 10 ml sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 15 ppm. Larutan 15 ppm diencerkan kembali menjadi larutan 7,5 ppm dengan cara diambil

(13)

larutan sebanyak 5 ml, ditambahkan aquades hingga 10 ml. Sedangkan larutan 25 ppm diencerkan menjadi larutan 12,5 ppm dengan cara diambil 5 ml lalu ditambahkan aquades hingga 10 ml sehingga didapatkan hasil yang diinginkan. Kemudian larutan baku diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer. Penggunaan spektrofotometer digunakan kuvet yang terbuat dari kuarsa yang berbentuk persegi panjang. Di dalam proses pengukuran absorbansinya diperlukan pembilasan dengan aquades setelah maupun sebelum digunakan. setelah dibilas dikeringkan dengan tissue dan dimasukkan larutan baku yang akan diukur. Setelah terisi kira-kira 10 cm, cairan yang keluar dibersihkan dengan tissue kering dan jangan sampai tersentuh oleh tangan yang mampu mengganggu proses absorbansi. Larutan baku dibuat dalam beberapa konsentrasi untuk mendeteksi rentang absorbansinya dalam berbagai konsentrasi.

Pembuatan kurva kalibrasi atau kurva standar bertujuan untuk mengetahui linieritas hubungan antara konsentrasi larutan standar dengan absorbansinya. Masing – masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi yang telah diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi (y) dan konsentrasi (x) pada panjang gelombang maksimum 252 nm. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva baku berupa garis lurus (Gandjar, 2007). Selanjutnya ditentukan kelinieritasnya dengan menggunakan koefisien korelasi dimana kurva dikatakan linier apabila nilai koefisien korelasinya mendekati 1.

Gambar 2. Kurva Baku Kloramfenikol y = 0.0291x + 0.0034 R² = 0.968 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0 10 20 30

Kurva Baku Kloramfenikol

Kurva Baku Kloramfenikol

(14)

Hasil yang didapat dari kurva diatas adalah linier dimana nilai koefisien korelasinya mendekati 1 namun, grafik yang terbentuk kurang lurus. Hal ini bisa disebabkan karena adanya kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu, serta reaksi ikutan yang terjadi. Dari kurva baku didapatkan persamaan y = 0,0291x + 0,0034 dengan nilai R² = 0,968. Dimana nilai a= 0,0034 , b= 0,0291. Persamaan ini akan digunakan untuk mengukur kadar larutan sampel.

Penetapan Kadar Kloramfenikol

Penetapan kadar kloramfenikol dilakukan dengan diambilnya larutan sampel tetes telinga kloramfenikol 1 % sebanyak 1 ml lalu ditambahkan aquadest hingga 10 ml sehingga di dapatkan sampel teoritik dengan konsentrasi 1000 ppm. Kemudian diambil 1 ml dari larutan sampel teoritik konsentrasi 1000 ppm dan ditambahkan aquades hingga 10 ml, sehingga didapatkan larutan sampel teoritik sebesar 100 ppm. Kemudian larutan sampel teoritik sebesar 100 ppm diambil sebanyak 2 ml ditambahkan aquadest hingga 10 ml sehingga, didapatkan larutan sampel teoritik dengan konsentrasi 20 ppm dan dibuat replikasi sebanyak 3 kali. Untuk sampel teoritik dengan konsentrasi 20 ppm diukur serapannnya pada panjang gelombang maksimum yaitu 252 nm dengan menggunakan blanko aquades. Setelah itu dihitung kadar kloramfenikol dalam tetes telinga dan dibandingkan dengan kadar teoritik sehingga didapatkan hasil kadar kloramfenikol.

Hasil penetapan kadar sampel kloramfenikol pada replikasi pertama dengan volume 1 ml dan faktor pengenceran 500 kali didapatkan nilai absorbansi sebesar 0,686 A dan persentase kadar sebesar 117,7586 %. Kemudian untuk replikasi kedua dengan volume 1 ml dan faktor pengenceran 500 kali didapatkan nilai absorbansi 0,646 A dan persentase kadar sebesar 110,5172 %. Sedangkan untuk replikasi ketiga dengan volume 1 ml dan faktor pengenceran 500 kali menghasilkan nilai absorbansi 0,512 A dengan persentase kadar 87,75%. Hasil absorbansi yang didapat apabila dibandingkan dengan literatur dari Farmakope Indonesia edisi ketiga (1979) menyatakan bahwa tetes telinga kloramfenikol harus memiliki serapan sekitar 0,58-0,61 diukur pada panjang gelombang ±280 nm. Pengukuran ini akan menghasilkan kadar senyawa kloramfenikol di dalam

(15)

sediaan adalah tidak kurang dari 95 % dan tidak lebih dari 105% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Berdasarkan literatur yang ada nilai absorbansi pada replikasi kesatu dan kedua terlalu tinggi, sedangkan nilai absorbansi pada replikasi ketiga terlalu rendah. Persentase kadar yang didapat juga menunjukkan nilai yang sama dengan absorbansi. Perbedaan hasil ini dikarenakan adanya ketidaktepatan dalam pengambilan sampel oleh praktikan yang menyebabkan sampel yang diambil terlalu banyak atau terlalu sedikit. Kesalahan yang lain mungkin dikarenakan ketidaktepatan praktikan dalam mengencerkan sampel sehingga sampel terlalu encer atau terlalu pekat yang mampu mempengaruhi nilai serapan sampel. Faktor lain yang dapat menyebabkan hasil serapan menjadi terlalu besar adalah adanya partikel-partikel halus yang terdispersi dalam larutan. Salah satu persyaratan analisis kadar suatu senyawa dengan menggunakan spektrofotometri UV adalah larutan yang dianalisis harus jernih dan bebas dari partikel-partikel yang tidak larut sebab keadaan tersebut dapat memberikan hasil serapan yang besar tapi palsu (Basset, 1994). Kemungkinan partikel yang mempengaruhi serapan adalah adanya cemaran dari luar serta kurang bersihnya alat-alat yang digunakan sehingga mengganggu proses absorbansinya.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., R.C. Denney, G.H. Jeffrey, dan J. Mendhom, 1994, Buku Ajar Vogel Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Day, R.A. dan J.R. Underwood, 1989, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga,

Jakarta.

Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Gandjar, I.G. dan A. Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Mulja, M. dan Suharman, 1995, Validasi Metode Analisa Instrumental, Airlangga University Press, Surabaya.

Rimawi, F.A. dan Maher K., 2011, Analysis of Chloramphenicol and Its Related Compound 2-Amino-1-(4-nitrophenyl)propane-1,3-diol by Reversed-Phase High Performance Liquid Chromatography with UV Detection, Chromatography Research International, 2011: 1-6.

Sari, Febriyanti D.P., 2009, Penetapan Kadar Kloramfenikol Dalam Tetes Mata Pada Sediaan Generik Dan Merk Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Pharmacy, Vol. 06 : 1-7.

Triyati, E., 1985, Spektrofotometer Ultra-Violet dan Sinar Tampak Serta Aplikasinya Dalam Oseanologi, Oseanografi LIPI, 10 (1): 39-47.

Watson, D.G., 2007, Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Kimia Farmasi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Struktur bangun kloramfenikol
Gambar 2. Kurva Baku Kloramfenikol

Referensi

Dokumen terkait

Penetapan absorbansi 5-HMF dilakukan pada panjang gelombang 284 nm menggunakan Spektrofotometer-UV didapatkan hasil yang tidak melebihi persyaratan absorbansi 5-HMF dalam

Penetapan absorbansi 5-HMF dilakukan pada panjang gelombang 284 nm menggunakan Spektrofotometer-UV didapatkan hasil yang tidak melebihi persyaratan absorbansi 5-HMF dalam

Kadar kloramfenikol yang diperoleh sesuai dengan yang tertera pada label kemasan, namun untuk kadar lidokain tidak sesuai dengan yang tertera pada label kemasan obat tetes

Panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh tersebut (406 nm) digunakan sebagai panjang gelombang dalam pengukuran absorbansi larutan standar zat warna

Judul Skripsi : Penetapan Kadar Campuran Kloramfenikol dan Prednisolon dalam Sediaan Krim secara Spektrofotometri Ultraviolet dengan Aplikasi Metode Panjang Gelombang

Apakah kadar kloramfenikol dan prednisolon dalam sediaan krim yang ditentukan dengan spektrofotometri ultraviolet dengan metode panjang gelombang berganda memenuhi

Apakah kadar kloramfenikol dan prednisolon dalam sediaan krim yang ditetapkan menggunakan spektrofotometri derivatif pada panjang gelombang zero crossing memenuhi persyaratan USP 30

Pewarna dari ekstrak ketan hitam memiliki nilai absorbansi maksimum pada panjang gelombang = 324 nm dan = 477 nm, yang menunjukkan bahwa pewarna tersebut mampu