• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dalam sediaan tetes telinga Colme dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penetapan kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dalam sediaan tetes telinga Colme dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL DAN LIDOKAIN HIDROKLORIDA DALAM SEDIAAN TETES TELINGA COLME®

DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

   

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Efrida Lusia Sari Tambunan NIM: 088114033

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL DAN LIDOKAIN HIDROKLORIDA DALAM SEDIAAN TETES TELINGA COLME®

DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

   

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Efrida Lusia Sari Tambunan NIM: 088114033

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2011

(3)
(4)

iii 

(5)

Amsal 3: 12-14

“Karena TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi. Berbahagialah orang yang mendapat hikmat,

orang yang memperoleh kepandaian, karena keuntungannya melebihi keuntungan perak, dan hasilnya melebihi emas.”

Kupersembahkan karyaku ini untuk:

(6)

(7)
(8)

vii 

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas

segala limpahan berkat dan kasih-Nya sehingga penelitian dan penyusunan skripsi

yang berjudul “Penetapan Kadar Kloramfenikol dan Lidokain Hidroklorida dalam

Sediaan Tetes Telinga Colme® dengan Metode KCKT Fase Terbalik” dapat

diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta.

Dalam pelaksanaan penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini,

penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang

dengan sabar memberikan pengarahan, masukan, kritik dan saran baik

selama penelitian maupun penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan

saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi.

4. Ibu Dra. M.M. Yetty Tjandrawati, M.Si. selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi.

5. Ibu dr. Fenty, M. Kes., Sp.PK, selaku dosen pembimbing akademik atas

bimbingan dan semangat yang telah diberikan selama ini.

(9)

6. Ibu Rini Dwi Astuti, M.Sc, Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah

memberikan ilmu yang bermanfaat demi kemajuan mahasiswa dalam

bidang farmasi.

8. Seluruh staf laboratorium kimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma: Mas Bimo, Mas Parlan, Mas Kunto, Mas Otok, dan Pak Timbul

yang telah banyak membantu selama penelitian di laboratorium.

9. Pak Siswanto selaku manager Research and Development PT. Interbat

yang telah membantu penulis dan tim penelitian dalam memperoleh baku

kloramfenikol dan lidokain hidroklorida serta sampel obat tetes telinga

Colme®.

10.Keluarga kedua sekaligus sahabat-sahabatku Ade Mauryn, Devi Sinaga,

Mariana, Melisa Darmawan, Monika Dika dan Novie Imoliana, Caroline

E. Daat, Eureka G. Letitia, Wiria S. Paiman, Rotua Silitonga, dan

Yoestenia. Terima kasih untuk kebersamaan, canda, tawa, suka, duka yang

telah kita lalui bersama.

11.Theresia Wijayanti dan Winarti H. Wibowo, teman seperjuangan dan

tempat berbagi keluh kesah selama penelitian dan penyusunan skripsi. I’ll

never forget you two, guys.

12.Tim “Kloramfenikol dan Lidokain Hidroklorida” Felicia Putri Hernat,

Regina Clarissa dan Prasilya. Terima kasih untuk diskusi, kebersamaan,

(10)

ix 

13.Anasthasia Mardila, Theresia Wijayanti, Winarti Wibowo, teman

praktikum sejak semester pertama, tidak ada yang dapat menggantikan

posisi kalian.

14.Susi, Susan, Nona, Novi Chairio, Citra, Helena, Amel, Ayesa, dan Dina.

Terima kasih untuk diskusi dan kebersamaannya selama penelitian di

laboratorium.

15.Elya Findawati dan Margareth Henrika Silow sebagai teman bermain yang

selalu memberikan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

16.Kelompok praktikum A2, Sasa, Yessi, Sin Lie, Lele, Tere, Lala, dan Wiwi

yang telah memberikan pengalaman yang berharga selama praktikum serta

telah memberikan semangat dalam penyusunan dan ujian skripsi.

17.Teman-teman kelompok praktikum A FST, dan teman-teman FST B atas

tawa, canda, kebersamaan dan kekompakan yang begitu indah dan tak

terlupakan.

18.Keluarga besar kost “Sari Ayu I”, Ibu Anti, Devi, Morin, Novi, Marjan,

Sasa, Monik, Kak Yanti, Kak Putri, Leza, Rotua, Yoestenia, Iness, Selly,

Kak Ade, Dwi, Jolina atas semangat yang diberikan kepada penulis dalam

penyusunan dan ujian skripsi.

19.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

membantu penulis dalam mewujudkan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini, sehingga segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis

(11)

harapkan. Semoga skripsi ini membantu dan bermanfaat bagi pembaca pada

khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

(12)

xi 

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………. ii

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……….. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. vi

PRAKATA……….. vii

DAFTAR ISI………... xi

DAFTAR TABEL………... xv

DAFTAR GAMBAR……….. xvi

DAFTAR LAMPIRAN………... xviii

INTISARI……… xix

ABSTRACT……….. xx

BAB I. PENGANTAR………

A. Latar Belakang………...

1. Permasalahan………...

2. Keaslian penelitian………..

3. Manfaat penelitian………...

B. Tujuan Penelitian………...

1

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA……….

A. Kloramfenikol………

5

5

(13)

B. Lidokain hidroklorida………

C. Obat tetes telinga………...

D. Obat tetes telinga Colme®……….

E. Spektrofotometri ultraviolet………..

F. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi……….

1. Definisi dan instrumentasi………...

2. Kromatografi partisi fase terbalik………

3. Analisis kualitatif dan kuantitatif………

G. Landasan teori………...

H. Hipotesis………

BAB III. METODE PENELITIAN……….

A. Jenis dan rancangan penelitian………..

B. Variabel penelitian……….

C. Definisi operasional………...

D. Bahan penelitian………

E. Alat penelitian………...

F. Tata cara penelitian………

1. Pemilihan sampel………...

2. Pembuatan fase gerak……….

3. Pembuatan larutan baku kloramfenikol………..

4. Pembuatan larutan baku lidokain hidroklorida………...

5. Penetapan panjang gelombang pengamatan kloramfenikol

dan lidokain hidroklorida dengan spektrofotometer UV…

(14)

xiii 

6. Pembuatan kurva baku kloramfenikol dan lidokain

hidroklorida………

7. Preparasi sampel……….

8. Penetapan kadar campuran kloramfenikol dan lidokain

hidroklorida……….

G. Analisis Hasil………

21

22

22

23

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………

A. Pemilihan Sampel………..

B. Pembuatan Fase Gerak………..

C. Pembuatan Larutan Baku Kloramfenikol dan Lidokain

Hidroklorida………..

D. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Kloramfenikol dan

Lidokain Hidroklorida dengan Spektrofotometer UV………….

E. Analisis Kualitatif Berdasarkan Waktu Retensi (tR)

Kloramfenikol dan Lidokain Hidroklorida………

F. Pembuatan Kurva Baku Kloramfenikol dan Lidokain

Hidroklorida………..

G. Penetapan Kadar Kloramfenikol dan Lidokain Hidroklorida

dalam Sediaan Tetes Telinga Colme® dengan Metode KCKT….

24

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……….

A. Kesimpulan………

B. Saran ……….

44

44

44

DAFTAR PUSTAKA……….. 45

(15)

LAMPIRAN……… 48

(16)

xv 

DAFTAR TABEL

Tabel I. Persyaratan keseragaman volume………... 8

Tabel II. Indeks polaritas beberapa pelarut………... 13

Tabel III. Keseragaman volume obat tetes telinga Colme®……... 25

Tabel IV. Data kurva baku kloramfenikol………. 38

Tabel V. Data kurva baku lidokain hidroklorida………... 39

Tabel VI. Data kurva baku kloramfenikol modifikasi…………... 39

Tabel VII. Data kurva baku lidokain hidroklorida modifikasi…… 39

Tabel VIII. Hasil penetapan kadar campuran kloramfenikol dan

lidokain hidroklorida dalam Colme®………... 42

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rumus struktur kloramfenikol………... 5

Gambar 2. Rumus struktur lidokain hidroklorida……… 6

Gambar 3. Obat tetes telinga Colme®……….. 8

Gambar 4. Diagram tingkat energi elektronik……… 10

Gambar 5. Peralatan KCKT………. 11

Gambar 6. Gugus kromofor dan auksokrom kloramfenikol……… 29

Gambar 7. Gugus kromofor dan auksokrom lidokain hidroklorida……… 29

Gambar 8. Spektra tumpang tindih kloramfenikol 13 ppm dan lidokain hidroklorida 300 ppm ………... 30

Gambar 9. Spektra tumpang tindih kloramfenikol 19,5 ppm dan lidokain hidroklorida 450 ppm……….. 30

Gambar 10. Spektra tumpang tindih kloramfenikol 26 ppm dan lidokain hidroklorida 600 ppm ………... 31

Gambar 11. Kromatogram baku kloramfenikol (500 ppm)………... 32

Gambar 12 Kromatogram baku lidokain hidroklorida (500 ppm)... 33

Gambar 13 Kromatogram sampel………. 33

Gambar 14 Kromatogram sampel adisi baku lidokain hidroklorida ………... 33

Gambar 15 Bagian polar dan non polar kloramfenikol……… 35

(18)

xvii 

Gambar 17. Interaksi kloramfenikol dengan fase diam C18

(Oktadesilsilan) melalui interaksi Van Der Waals…… 36

Gambar 18. Interaksi lidokain hidroklorida dengan fase diam C18

(Oktadesilsilan) melalui interaksi Van Der Waals dan

interaksi ion-dipol……….. 36

Gambar 19. Interaksi kloramfenikol dengan fase gerak

metanol:aquabides (95:5)………... 37

Gambar 20. Interaksi lidokain dengan fase gerak

metanol:aquabides (95:5)………... 37

Gambar 21. Kurva hubungan antara jumlah kloramfenikol

vs AUC……….. 40

Gambar 22. Kurva hubungan antara jumlah lidokain hidroklorida

vs AUC……….. 40

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Sertifikat analisis kloramfenikol………... 49

Lampiran 2 Sertifikat analisis lidokain hidroklorida……… 50

Lampiran 3 Perhitungan bobot jenis sampel………. 51

Lampiran 4 Perhitungan keseragaman volume sampel…………. 52

Lampiran 5 Penimbangan baku dan contoh perhitungan kadar

baku……….... 53

Lampiran 6 Kromatogram baku……… 54

Lampiran 7 Kromatogram sampel………. 60

Lampiran 8 Kromatogram baku lidokain hidroklorida

300 ppm………. 65

Lampiran 9 Data kadar kloramfenikol dan lidokain

hidroklorida……… 70

Lampiran 10 Contoh perhitungan kadar kloramfenikol dan

lidokain hidroklorida………. 70

Lampiran 11 Perhitungan CV kloramfenikol dan lidokain

(20)

xix 

INTISARI

Kloramfenikol dan lidokain hidroklorida merupakan kombinasi zat aktif yang terdapat dalam sediaan tetes telinga Colme®. Kombinasi zat aktif ditujukan untuk meningkatkan efek terapi bagi pasien sebagai pengguna obat. Penetapan kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida perlu dilakukan sebagai pengawasan mutu dari jumlah obat karena berkaitan dengan dosis obat dalam sediaan tetes telinga Colme®.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental deskriptif. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik yang digunakan adalah kondisi sistem yang optimal dan memenuhi parameter validasi. Sistem KCKT fase terbalik yang optimal menggunakan fase diam oktadesilsilan (C18), fase gerak

metanol:aquabides (95:5, v/v), kecepatan alir 1,0 ml/menit dengan detektor UV pada panjang gelombang 242 nm.

Kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dalam sediaan yang diteliti yaitu 11,01-12,21% untuk kloramfenikol dan 3,62-4,09% untuk lidokain hidroklorida. Kadar kloramfenikol yang diperoleh sesuai dengan yang tertera pada label kemasan, namun untuk kadar lidokain tidak sesuai dengan yang tertera pada label kemasan obat tetes telinga Colme®.

Kata kunci: kloramfenikol, lidokain hidroklorida, KCKT fase terbalik, penetapan kadar, sediaan tetes telinga Colme®

 

(21)

ABSTRACT

 

Chloramphenicol and lidocaine hydrochloride is a combination of active substances contained in Colme® ear drops. The combination of active substances intended to improve the theraupetic effects for patiens. The determination of chloramphenicol and lidocaine hydrochloride is needed to quality control of the drugs because it is associated with amount of the drug in Colme® ear drops.

This study is a non experimental descriptive. Reversed phase High Performance Liquid Chromatography (HPLC) is used optimum conditions and fulfill the validation parameters. The optimal conditions of HPLC system is used stationary phase octadecylsylane (C18), mobile phase methanol:aquabides (95:5,

v/v), flow rate 1,0 mL/min with UV detector at wavelength 242 nm. 

The amount of chloramphenicol and lidocaine hydrochloride in the whole sample is 11,01%-12,21% for chloramphenicol and 3,62%-4,09% for lidocaine hydrochloride. The amount of cholramphenicol obtained is appropriate on the packaging label but the amount of lidocaine hydrochloride is inappropriate on the packaging label of Colme® ear drops. 

Key words: chloramphenicol, lidocaine hydrochloride, reversed phase HPLC, determination, Colme® ear drops 

(22)

   

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kloramfenikol dan lidokain hidroklorida merupakan salah satu

kombinasi zat aktif yang terdapat di dalam sediaan obat tetes telinga. Kombinasi

zat aktif dalam suatu sediaan bertujuan untuk meningkatkan daya kerja terapeutis

dari sediaan. Sediaan obat tetes telinga yang mengandung zat aktif kloramfenikol

dan lidokain hidroklorida adalah obat tetes telinga Colme®. Obat tetes telinga

adalah obat tetes yang digunakan dengan cara meneteskan cairan obat ke dalam

telinga (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979).

Kloramfenikol merupakan antibiotik bakteriostatik berspektrum luas

yang aktif terhadap organisme-organisme aerob dan anaerob gram positif maupun

gram negatif (Katzung, 2004). Lidokain hidroklorida yang ditambahkan ke dalam

obat tetes telinga diindikasikan sebagai zat pemati rasa lokal pada kulit yang

mampu menghalangi rasa nyeri yang sering menyertai infeksi pada telinga (Tan

dan Rahardja, 2010). Menurut Farmakope Indonesia IV sediaan obat tetes telinga

mengandung tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 130% kloramfenikol dan

untuk lidokain hidroklorida tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 105% dari

jumlah yang tertera pada etiket (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan

Makanan RI, 1995). Pada sediaan obat tetes telinga Colme® tertera jumlah

kloramfenikol sebesar 10% dan lidokain hidroklorida sebesar 4%. Oleh karena itu

perlu dilakukan analisis penetapan kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida

(23)

sebagai pengawasan mutu dari kandungan dalam sediaan obat tetes telinga

tersebut.

Pengawasan mutu dari jumlah obat adalah sangat penting karena

berkaitan dengan dosis obat. Apabila dosisnya lebih rendah dari yang tertera pada

etiket tidak akan menghasilkan efek terapi yang diinginkan sedangkan dosis yang

berlebih akan menyebabkan terjadinya toksisitas pada tubuh pasien sehingga hal

ini dapat merugikan pasien sebagai pengguna obat.

Untuk menetapkan kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dalam

sediaan tersebut diperlukan pemilihan metode analisis yang tepat karena metode

analisis tersebut yang selanjutnya akan digunakan sebagai alat untuk pengawasan

mutu dari jumlah obat apakah sesuai dengan yang tertera pada etiket. Penetapan

kadar kloramfenikol dan benzokain dalam sediaan topikal dengan metode KCKT

fase terbalik pernah dilakukan oleh Sadana dan Ghogare (1990). Kloramfenikol

dan lidokain hidroklorida dapat ditetapkan kadarnya dengan metode Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik karena kloramfenikol dan lidokain

hidroklorida memiliki kepolaran yang berbeda, sehingga dapat dipisahkan karena

adanya perbedaan interaksi antara kloramfenikol dan lidokain hidroklorida

dengan fase diam yang bersifat non polar dan fase gerak yang bersifat polar.

Selain itu KCKT memiliki kelebihan yaitu cepat, sensitif, dan memiliki daya

pisah yang baik (Jhonson and Stevenson, 1978).

Penelitian ini merupakan tahap akhir dari rangkaian penelitian

“Penetapan Kadar Kloramfenikol dan Lidokain Hidroklorida dalam Sediaan Tetes

(24)

3

yang meliputi tahap optimasi, validasi, dan aplikasi. Dari hasil optimasi

didapatkan sistem KCKT yang optimum menggunakan fase gerak campuran

metanol:aquabides dengan komposisi 95:5 (v/v), fase diam oktadesilsilan (C18)

dengan kecepatan alir 1 mL/menit (Wibowo, 2011). Sistem ini juga memenuhi

syarat parameter validitas yang baik, meliputi selektivitas, linearitas, akurasi, dan

presisi (Wijayanti, 2011).

1. Permasalahan

a. Berapakah kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dalam sediaan obat

tetes telinga Colme®?

b. Apakah kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dalam sediaan obat

tetes telinga Colme® sesuai dengan yang tertera pada label kemasan?

2. Keaslian Penelitian

Penetapan kadar dari kloramfenikol dan benzokain secara simultan

dalam sediaan topikal dengan metode KCKT fase terbalik pernah dilakukan oleh

Sadana dan Ghogare (1990). Penetapan kadar kloramfenikol dalam sirup

kloramfenikol dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik dengan

menggunakan kolom oktadesilsilan panjang 15 cm pernah dilakukan oleh

Bernadete Eko R. (2004). Penetapan kadar kloramfenikol dalam suspensi

kloramfenikol yang telah diisolasi menggunakan metode spektrofotometri

ultraviolet dilakukan oleh Fany Octavia (2005). Penerapan metode KCKT pada

penetapan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul dengan nama dagang dan

(25)

generik dilakukan oleh Pasri (2010). Penetapan kadar lidokain HCl dalam sediaan

injeksi secara spektrofotometri serapan atom tidak langsung dilakukan oleh

Octaviana Manuhutu (2009). Penetapan kadar campuran hidrokortison asetat dan

kloramfenikol dalam sediaan krim topikal menggunakan metode KCKT fase

terbalik dilakukan oleh Octavianus Tri Harjanto (2009). Namun untuk penetapan

kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dalam sediaan tetes telinga Colme®

dengan metode KCKT fase terbalik belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Metodologis. Penelitian ini dapat menghasilkan prosedur

penggunaan metode KCKT fase terbalik untuk menetapkan kadar kloramfenikol

dan lidokain hidroklorida dalam sediaan tetes telinga Colme®.

b. Manfaat Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi apakah kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dalam sediaan

tetes telinga Colme® sesuai dengan yang tertera pada label kemasan.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida yang terkandung

dalam sediaan obat tetes telinga Colme® menggunakan metode Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik.

2. Mengetahui kesesuaian kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida yang

ditetapkan kadarnya dengan jumlah yang tertera pada label kemasan sediaan

(26)

   

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan antibiotik dengan spektrum luas yang bersifat

bakteriostatik, mekanisme kerjanya menghambat sintesis protein bakteri dengan

cara berikatan pada ribosom 50s sehingga menghambat pembentukan rantai

peptida (Sukandar et al, 2008).

Kloramfenikol berbentuk serbuk hablur halus yang berbentuk jarum atau

lempeng memanjang, putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan, dan stabil

dalam larutan netral atau larutan agak asam (Direktorat Jenderal Pengawasan

Obat dan Makanan RI, 1995). Kloramfenikol memiliki berat molekul 323

gram/mol; pKa 5,5; kelarutan dalam air 1:400; kelarutan dalam etanol 1:2,5;

λmaks kloramfenikol dalam air yaitu 278 nm ( 176) (Clarke, 1986).

Kloramfenikol termasuk senyawa antibiotik yang paling stabil. Larutan dalam air

pada pH 6 menunjukkan kecenderungan terurai yang paling rendah (Schunack et

al, 1990).

Gambar 1. Rumus struktur kloramfenikol (Hutt dan Graddy, 1996)

(27)

Tetes telinga kloramfenikol mengandung tidak kurang dari 90,0% dan

tidak lebih dari 130,0% kloramfenikol dari jumlah yang tertera pada etiket

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

B. Lidokain Hidroklorida

Lidokain hidroklorida adalah zat pemati rasa lokal yang pada kulit dan

selaput lendir mampu menghalangi rasa nyeri, perasaan terbakar atau gatal (Tan

dan Rahardja, 2010).

Lidokain hidroklorida berbentuk serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa

sedikit pahit. Lidokain sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam

kloroform dan tidak larut dalam eter (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan

Makanan RI, 1995). Lidokain hidroklorida memiliki pKa 7,9. Lidokain

hidroklorida memiliki berat molekul sebesar 288,8 gram/mol. Lidokain dalam

etanol memiliki serapan maksimum pada daerah uv pada panjang gelombang 263

nm (E11cm% 13,5) (Clarke,1986).

Gambar 2. Rumus struktur lidokain hidroklorida (British Pharmacopeia Comission, 2009)

Larutan topikal lidokain hidroklorida mengandung lidokain hidroklorida

tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada

(28)

7

C. Obat Tetes Telinga

Obat tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan dengan cara

meneteskan ke dalam telinga (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

RI, 1979). Tetesan adalah sediaan cair yang mengadung bahan obat atau sediaan

obat atau bahan obat dan sediaan obat terlarut, teremulsi atau tersuspensi, ditakar

berdasar jumlah tetesan. Untuk tetesan tertentu yang digunakan di telinga,

dinamakan tetes telinga (Otoguttae) (Voigt, 1995). Menurut Allen (2002) obat

tetes telinga yang berwujud cair dapat berupa bentuk larutan dan suspensi. Cairan

pembawa yang digunakan harus mempunyai kekentalan yang cocok agar obat

mudah menempel pada dinding telinga; umumnya digunakan gliserol dan

propilenglikol (Direktorat Jenderal Pegawasan Obat dan Makanan RI, 1979).

Pembawa yang kental memungkinkan kontak yang lebih lama antara obat dengan

jaringan telinga. Sifat higroskopis dari cairan pembawa juga memungkinkan

menarik kelembapan dari jaringan telinga sehingga mengurangi peradangan dan

membuang lembab yang tersedia untuk proses kehidupan mikroorganisme yang

ada (Ansel, 2008).

Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi III, untuk sediaan tetes telinga

yang merupakan sediaan steril volume isi netto setiap wadah harus sedikit

berlebih dari volume yang ditetapkan. Kelebihan volume yang danjurkan tertera

dalam tabel berikut:

(29)

Tabel I. Persyaratan keseragaman volume

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979)

Volume pada etiket Volume tambahan yang dianjurkan

cairan encer cairan kental

0,5 ml 0,10 ml 0,12 ml

D. Obat Tetes Telinga Colme®

Gambar 3. Obat tetes telinga Colme® (Anonimb, 2011)

Obat tetes telinga Colme® diproduksi oleh PT. Interbat. Colme®

mengandung kloramfenikol 10%, lidokain HCl 4%, dan propilen glikol. Volume

8 mL untuk tiap kemasan. Obat tetes telinga Colme digunakan untuk indikasi

otitis eksterna, media akut dan kronis, neuro dermatitis, eksema pada meatus,

auditorius, nyeri telinga (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2010). Kloramfenikol

merupakan antimikroba spektrum luas yang aktif terhadap bakteri gram-positif

dan bakteri gram-negatif, mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis

protein sel mikroba. Obat tetes telinga Colme® tidak dapat digunakan untuk

penderita yang hipersensitif terhadap kloramfenikol dan lidokain serta perforasi

(30)

9

terbakar, urtikaria, dermatitis vesikular, dan dermatitis makulopapular.

Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan dari

mikroorganisme yang tidak peka termasuk fungi, bila terjadi superinfeksi

pengobatan dihentikan. Aturan pakai untuk dewasa dan anak-anak yaitu 2-3 tetes,

2-3 kali sehari. Wadah disimpan dalam kondisi tertutup rapat, dihindari terjadinya

kontaminasi dan disimpan di bawah 25ºC terlindung dari cahaya matahari

(Anonimb, 2011).

E. Spektrofotometri Ultraviolet (UV)

Spektrofotometri ultraviolet adalah teknik analisis spektroskopik yang

memakai sumber radiasi elektromagnetik dekat (190-380 nm) dengan memakai

instrument spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995). Spektrofotometer

menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan

fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau

diabsorpsi (Khopkar, 1990). Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan atas

interaksi yang terjadi antara radiasi elektromagnetik dengan atom atau molekul.

Jika suatu molekul dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang

sesuai sehingga energi tersebut ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, maka

terjadi peristiwa penyerapan (absorpsi) energi oleh molekul (Gandjar dan

Rohman, 2007).

Akibat adanya absorpsi radiasi elektromagnetik oleh molekul maka akan

terjadi eksitasi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal sebagai

elektron “anti bonding”. Terdapat empat jenis transisi elektronik yaitu σ→ σ*,

π→π*, n→σ*, dan n→π*. Eksitasi elektron σ→σ* memberikan energi terbesar

(31)

dan terjadi pada daerah ultraviolet jauh yang diberikan oleh ikatan tunggal,

sebagai contoh alkana. Eksitasi π→π* diberikan oleh ikatan rangkap dua dan tiga

(alkena dan alkana) juga terjadi pada daerah ultraviolet jauh. Eksitasi n→ σ*

terjadi pada gugus karbonil (dimetil keton dan asetaldehid) pada daerah ultraviolet

jauh (Mulja dan Suharman, 1995).

Gambar 4. Diagram tingkat energi elektronik (Mulja dan Suharman, 1995)

Transisi yang paling cocok untuk analisis adalah transisi n→π* dan π→

π* karena berada pada panjang gelombang 200-700 nm. Kedua transisi ini

membutuhkan adanya kromofor dalam struktur molekulnya, yaitu gugus

fungsional tidak jenuh yang menyediakan orbital π yang dapat menyerap pada

daerah ultraviolet (Skoog, 1985). Pada senyawa organik, selain kromofor dikenal

pula gugus auksokrom yaitu gugus fungsionil yang mempunyai elektron bebas

seperti -OH, -O, -NH2 dan -OCH3 yang memberikan transisi n→ σ*. Terikatnya

gugus auksokrom oleh gugus kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita

absorpsi menuju ke panjang gelombang yang lebih panjang (batokromik) disertai

(32)

11

F. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

1. Definisi dan Instrumentasi

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode

kromatografi cair yang fase geraknya dialirkan secara cepat dengan bantuan

tekanan, dan hasilnya dideteksi dengan instrumen (Willard et al, 1988). Pada

akhir tahun 1970, perkembangan instrument ini dapat menghasilkan pemisahan

yang baik atau menghasilkan penampilan peak yang baik sehingga sistem ini

lebih dikenal dengan KCKT (Kromidas, 2000). Pemisahan pada KCKT

merupakan hasil dari interaksi yang spesifik antara solut dengan fase diam dan

fase gerak (Dean, 1995). Instrumen KCKT dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Peralatan KCKT (Anonima, 2011)

2. Kromatografi Partisi Fase Terbalik

Konsep pengembangan kromatografi cair partisi yaitu perlakuan sampel

dalam kondisi cair-cair tergantung pada kelarutannya di dalam kedua cairan yang

terlibat. Jika solut ditambahkan ke dalam kondisi yang terdiri atas dua pelarut

yang tidak bercampur dan keseluruhan kondisi dibiarkan seimbang, solut akan

tersebar antara kedua fase itu menurut persamaan:

(33)

K =

K adalah koefisien distribusi, Cs adalah konsentrasi solute dalam fase diam dan

Cm adalah konsentrasi solut dalam fase gerak (Skoog et al, 1998).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan metode kromatografi

partisi fase terbalik yaitu kolom, fase gerak, dan detektor.

a. Kolom. Kolom yang digunakan dalam pemilihan metode

kromatografi ini adalah kemasan fase terikat. Fase diam yang biasa digunakan

pada kromatografi partisi fase terbalik adalah oktadesilsilan (C18). Selain ODS,

dikenal pula silika dengan substitusi oktil (C8) (Munson, 1991). Oktadesilsilan

(C18) merupakan fase diam, yang paling banyak digunakan karena mampu

memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun

tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Fase gerak. Fase gerak pada KCKT sangat berpengaruh pada

tambatan sampel dan pemisahan komponen dalam campuran. Syarat fase gerak

yaitu murni, tidak bereaksi dengan kemasan,sesuai dengan detektor, dan dapat

melarutkan cuplikan (Johnson dan Stevenson, 1978). Pada fase terbalik

kandungan utama fase geraknya adalah air. Pelarut yang dapat campur dengan air

seperti metanol, etanol, asetonitril, dan tetrahidrofuran ditambahkan untuk

mengatur kepolaran fase gerak. Kepolaran dinyatakan dalam indeks polaritas (P’)

yang dapat dihitung dengan persamaan berikut:

(34)

13

Φa  dan Φb adalah fraksi pelarut a dan b dalam campuran, sedangkan P’a

dan P’b adalah angka P’ pelarut murni (Gritter et al., 1991). Berikut adalah nilai

indeks polaritas (P’) dari beberapa pelarut pada KCKT fase terbalik:

Tabel II. Indeks polaritas beberapa pelarut (Snyder et al., 1997)

Solvent Indeks

Polaritas

c. Detektor. Menurut Johnson dan Stevenson (1978), detektor

diperlukan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan yang terdapat dalam

kolom serta untuk mengukur jumlah komponen yang ada dalam cuplikan.

Detektor yang baik adalah detektor yang memenuhi persyaratan sensitivitas yang

tinggi dengan rentang sensitivitas 10-8-10-15 gram solut per detik, kestabilan dan

reprodusibilitas yang sangat baik, respon yang liniear terhadap konsentrasi solut,

dapat bekerja dari temperatur kamar sampai 400ºC, tidak dipengaruhi perubahan

temperatur dan kecepatan pelarut pengembang, mudah didapat, mudah dipakai

operator, selektif terhadap macam-macam linarut dalam pelarut pengembang dan

tidak merusak sampel (Mulja dan Suharman, 1995).

(35)

Secara umum detektor dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1) Bulk property detectors.

Jenis detektor ini mengukur perubahan sifat fisik gerak dan solut. Tipe ini

cenderung relatif tidak sensitive dan menghendaki suhu yang terkendali.

Contoh detektor jenis ini yaitu detektor indeks bias.

2) Solut property detectors.

Detektor tipe ini 100 kali lebih sensitive dan mampu mengukur solut sampai

satuan nanogram atau lebih kecil lagi. Contoh detektor jenis ini yaitu detektor

flurosensi, detektor penyerapan (UV-Vis), dan detektor elektrokimia (Munson,

1991).

3. Analisis kualitatif dan kuantitatif

KCKT dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif dari suatu

sampel atau cuplikan. Hasil dari pemisahan adalah kromatogram yang

memberikan informasi mengenai waktu retensi suatu senyawa (Noegrohati,

1994).

Waktu retensi adalah selang waktu yang diperlukan oleh solut mulai saat

injeksi sampai keluar dari kolom dan sinyalnya ditangkap oleh detektor dan

dinyatakan sebagai tR (Mulja dan Suharman, 1995). Masing-masing senyawa

memiliki waktu retensi yang spesifik pada kondisi kolom, suhu, dan laju tertentu,

sehingga dapat digunakan sebagai salah satu dasar uji kualitatif. Analisis

kuantitatif dilakukan berdasarkan perbandingan tinggi atau luas puncak

(36)

15

G. Landasan Teori

Kloramfenikol dan lidokain hidroklorida merupakan kombinasi zat aktif

yang terdapat dalam sediaan obat tetes telinga. Sediaan obat tetes telinga yang

mengandung kedua zat aktif tersebut adalah Colme®. Kombinasi zat aktif

ditujukan untuk meningkatkan efek terapi bagi pasien sebagai pengguna obat.

Berdasarkan Farmakope Indonesia IV sediaan obat tetes telinga mengandung

tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 130% kloramfenikol dan untuk

lidokain hidroklorida tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 105% dari

jumlah yang tertera pada etiket.

Kloramfenikol dan lidokain hidroklorida memiliki panjang gelombang

pada daerah spektrofotometri UV dan sama-sama larut dalam etanol. Adanya

kromofor dan auksokrom serta gugus polar dan gugus non polar yang terdapat

pada kloramfenikol dan lidokain hidroklorida memungkinkan untuk melakukan

analisis kuantitatif dengan metode KCKT fase terbalik menggunakan detektor

UV.

Kelebihan dari metode KCKT yaitu memiliki sensitifitas dan selektifitas

yang tinggi dalam memisahkan campuran yang memiliki kepolaran yang sama.

Oleh karena itu, metode KCKT mempunyai daya pisah yang tinggi yang bisa

memisahkan kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dari komponen lain yang

terkandung dalam sampel sediaan obat tetes telinga Colme®. Kloramfenikol dan

lidokain hidroklorida dapat dianalisis secara kualitatif dan dapat dilakukan

penetapan kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida secara kuantitatif

dengan metode KCKT fase terbalik.

(37)

H. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori di atas, dapat disusun hipotesis sebagai

berikut:

1. Kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida yang diperoleh dari hasil

penetapan kadar dengan metode KCKT fase terbalik yaitu 10% untuk kadar

kloramfenikol dan 4% untuk kadar lidokain hidroklorida

2. Kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dalam sediaan tetes telinga

(38)

   

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian non eksperimental

dengan rancangan penelitian deskriptif, sebab pada penelitian ini tidak dilakukan

manipulasi pada subjek uji dan hanya mendeskripsikan keadaan yang ada.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sediaan tetes telinga Colme® yang

mengandung kloramfenikol dan lidokain hidroklorida.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar kloramfenikol dan

lidokain hidroklorida dalam sediaan tetes telinga.

3. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kemurnian pelarut

yang digunakan. Untuk mengatasinya digunakan pelarut yang memiliki

kemurnian tinggi yaitu pelarut pro analysis.

(39)

C. Definisi Operasional

1. Obat tetes telinga Colme® merupakan sediaan tetes telinga yang

mencantumkan kandungan kloramfenikol 10 % dan lidokain hidroklorida 4 %

pada labelnya dan memiliki nomor batch yang sama.

2. Lidokain hidroklorida yang digunakan adalah lidokain hidroklorida

monohidrat.

3. Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik yang

digunakan adalah fase diam kolom oktadesilsilan (C18), fase gerak

metanol:aquabides dengan perbandingan komposisi 95:5 (v/v), kecepatan alir

1,0 mL/menit, dan panjang gelombang pada detektor UV yaitu 242 nm.

4. Kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dalam sediaan obat tetes

telinga Colme® ditetapkan dalam % (b/v).

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah baku kloramfenikol dan lidokain

hidroklorida kualitas working standar dengan Certificate of Analysis (CoA) dari

PT. Interbat, metanol (p.a., E. Merck), aquabidestilata (Pharmaceutical

laboratories, PT. Ikapharmindo Putramas), sediaan tetes telinga Colme® yang

diperoleh dari PT. Interbat dengan nomor batch D016102, dengan volume netto 8

(40)

19

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah anorganic dan organic solvent membran

filter (Whatman) ukuran pori 0,45µm; diameter 47 mm, penyaring millipore,

indikator pH, mikropipet Socorex, neraca analitik (Ohaus PAJ1003),

ultrasonicator (Retsch tipe T460 no V935922013 Ey), pompa vakum (Gaast

model DOA-P104-BN), spektrofotometer UV/Vis (Optima SP 3000), sistem

KCKT (gradien, model LC-2010C HT, CAT No.228-46703-38, SERIAL No.

C21254706757 LP, Shimadzu Corporation), kolom oktadesilsilan (C18) berukuran

250 x 4,6 mm merk KNAUER No. 25EE181KSJ (B115Y620), seperangkat

computer (merk Dell B6RDZ1S Connexant System RD01-D850 A03-0382 JP

France S.A.S, printer HP Deskjet D2566 HP-024-000 625 730), dan alat-alat

gelas yang umum digunakan dalam analisis (Pyrex).

F. Tata Cara Penelitian

1. Pemilihan sampel

Sampel yang dipilih adalah sediaan tetes telinga Colme® yang

mencantumkan kloramfenikol dan lidokain hidroklorida pada kemasannya.

Sampel yang digunakan sebanyak 20 kemasan dengan nomor batch yang sama

dan dilakukan 10 kali replikasi.

2. Pembuatan fase gerak

Fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas campuran

metanol:aquabidest dengan perbandingan 95:5 (v/v). Masing-masing komponen

fase gerak disaring menggunakan organic solvent membrane filter (Whatman)

(41)

untuk metanol, dan anorganic solvent membrane filter (Whatman) untuk

aquabides dengan bantuan pompa vakum. Fase gerak tersebut lalu diawaudarakan

selama 15 menit menggunakan ultrasonicator. Pencampuran kedua komponen

fase gerak dilakukan secara gradien di dalam instrument KCKT.

3. Pembuatan larutan baku kloramfenikol

a. Larutan stok kloramfenikol. Lebih kurang 10 mg baku kloramfenikol

ditimbang seksama, kemudian dilarutkan dengan metanol dalam labu takar 10,0

mL hingga tanda sehingga diperoleh konsentrasi 1000 ppm.

b. Larutan intermediet kloramfenikol. Larutan stok kloramfenikol dipipet

sebanyak 5 mL dan diencerkan dengan metanol dalam labu takar 10,0 mL hingga

tanda sehingga diperoleh konsentrasi 500 ppm. Larutan disaring dengan millipore

dan diawaudarakan selama 15 menit dengan ultrasonicator.

4. Pembuatan larutan baku lidokain hidroklorida

a.Larutan stok lidokain hidroklorida. Lebih kurang 10 mg lidokain

hidroklorida baku ditimbang seksama, kemudian dilarutkan dengan metanol

dalam labu takar 10,0 mL hingga tanda sehingga diperoleh konsentrasi 1000 ppm.

b.Larutan intermediet lidokain hidroklorida. Larutan stok lidokain

hidroklorida dipipet sebanyak 5 mL dan diencerkan dengan metanol dalam labu

takar 10,0 mL hingga tanda sehingga diperoleh konsentrasi 500 ppm. Larutan

disaring dengan millipore dan diawaudarakan selama 15 menit dengan

(42)

21

5. Penetapan panjang gelombang pengamatan kloramfenikol dan lidokain

hidroklorida dengan spektrofotometer UV.

Larutan stok kloramfenikol diambil sebanyak 0,130; 0,195; dan 0,260 ml

dan diencerkan dengan metanol dalam labu takar 10,0 mL hingga tanda sehingga

diperoleh konsentrasi sebesar 13; 19,5; dan 26 ppm. Larutan stok lidokain

hidroklorida diambil sebanyak 3; 4,5; dan 6 mL dan diencerkan dengan metanol

dalam labu takar 10,0 mL hingga tanda sehingga diperoleh konsentrasi sebesar

300; 450; dan 600 ppm. Masing-masing kadar kloramfenikol dan lidokain

hidroklorida tersebut dilakukan pengukuran absorbansi pada rentang panjang

gelombang 200-400 nm, sehingga dapat diketahui absorbansi masing-masing

senyawa. Dari spektra kloramfenikol dan lidokain hidroklorida yang dihasilkan

selanjutnya spektra tersebut ditumpangtindihkan untuk mengetahui panjang

gelombang pengamatan yang akan digunakan pada detektor dengan sistem KCKT

fase terbalik.

6. Pembuatan kurva baku kloramfenikol dan lidokain hidroklorida.

a.Pembuatan kurva baku kloramfenikol. Larutan intermediet

kloramfenikol 500 ppm yang telah disaring dengan millipore dan diawaudarakan

dengan ultrasonicator selama 15 menit diinjeksikan ke dalam sistem KCKT fase

terbalik dengan volume injeksi 12, 14, 16, 18, dan 20 µL. Replikasi dilakukan

sebanyak tiga kali.

b.Pembuatan kurva baku lidokain hidroklorida. Larutan intermediet

lidokain hidroklorida 500 ppm yang telah disaring dengan millipore dan

diawaudarakan dengan ultrasonicator diinjeksikan ke dalam sistem KCKT fase

(43)

terbalik dengan volume injeksi 12, 14, 16, 18, dan 20 µL. Replikasi dilakukan

sebanyak tiga kali.

7. Preparasi sampel

Sampel diambil 20 kemasan dari batch yang sama dan dicampur hingga

homogen. Sediaan tetes telinga Colme® diaduk selama 1 menit. Larutan sampel

kemudian dipipet seksama sebanyak 1,0 mL dan diencerkan dengan metanol

dalam labu takar 10,0 mL sehingga diperoleh konsentrasi 10000 ppm untuk

kloramfenikol dan 4000 ppm untuk lidokain hidroklorida. Larutan sampel diambil

sebanyak 0,5 ml kemudian 300 ppm larutan lidokain hidroklorida diadisi dengan

cara mengambil 3 mL larutan stok lidokain hidroklorida baku ke dalam labu takar

10,0 mL dan diencerkan dengan metanol hingga tanda. Larutan disaring dengan

millipore dan diawaudarakan selama 15 menit. Replikasi dilakukan 10 kali.

8. Penetapan kadar campuran kloramfenikol dan lidokain hidroklorida

Larutan sampel adisi dan larutan lidokain hidroklorida 300 ppm

diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dengan fase diam oktadesilsilan (C18), fase

gerak metanol:air dengan komposisi 95:5 (v/v) serta kecepatan alir 1,0 mL/menit.

Volume injeksi 20 µL dan detektor diatur pada panjang gelombang pengamatan

hasil optimasi yaitu 242 nm. Amati kromatogram yang dihasilkan. Nilai AUC

sampel dimasukkan ke dalam persamaan kurva baku kloramfenikol dan lidokain

hidroklorida, maka akan didapatkan kadar kloramfenikol dan lidokain

hidroklorida dalam sampel. Data disajikan dengan satuan % (b/v). Replikasi

(44)

23

G. Analisis Hasil

Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi (tR)

senyawa sampel dengan senyawa baku. Analisis kuantitatif yang dilakukan adalah

penetapan kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida berdasarkan data AUC

sampel serta kurva baku masing-masing senyawa. Kadar kloramfenikol dan

lidokain hidroklorida dalam tetes telinga dinyatakan dalam (x+SD)% (b/v). Kadar yang diperoleh kemudian dibandingkan secara deskriptif dengan kadar yang

tertera pada label kemasan.  

 

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemilihan Sampel

Kloramfenikol dan lidokain hidroklorida merupakan kombinasi zat aktif

yang terdapat dalam sediaan obat tetes telinga. Berdasarkan Informasi Spesialite

Obat Volume 45 2010-2011 sediaan tetes telinga yang mengandung kombinasi zat

aktif kloramfenikol dan lidokain hidroklorida yaitu tetes telinga Colme® (Ikatan

Sarjana Farmasi Indonesia, 2010). Sampel Colme® yang ditetapkan kadarnya

dengan metode KCKT fase terbalik tersebut diperoleh dari PT. Interbat.

Sampel yang diperoleh terdiri dari 20 botol kemasan dengan nomor

batch yang sama. Tujuan pengambilan sampel dari nomor batch yang sama yaitu

untuk mendapatkan kriteria homogenitas karena diasumsikan bahwa sampel

dengan nomor batch sama mengalami satu proses produksi yang sama. Selain itu,

sampel yang digunakan dalam analisis adalah tetes telinga yang berbentuk sediaan

larutan kental, molekul-molekul obat di dalam larutan terdispersi secara merata

sehingga memiliki homogenitas yang tinggi dan dapat memberikan jaminan

keseragaman dosis. Kriteria lainnya yang harus dipenuhi yaitu representatif, yakni

sampel yang dianalisis benar-benar mencerminkan populasi yang diwakilinya,

dengan 20 kemasan dan dilakukan replikasi 10 kali diharapkan telah memenuhi

persyaratan tersebut. Kriteria representatif pengambilan sampel dikendalikan

dengan pengadukan sampel hingga homogen dan pemipetan sampel dari berbagai

(46)

25

Tabel III. Keseragaman volume obat tetes telinga Colme®

No. Volume terukur (mL)

Volume pada label (mL)

Pada etiket obat tetes telinga Colme® tertera kandungan kloramfenikol

10% dan lidokain hidroklorida 4% dalam volume 8 mL. Keseragaman volume

dilakukan pada 20 kemasan obat tetes telinga Colme® sebagai tahap awal

identifikasi untuk mengetahui keseragaman kandungan dari obat tetes telinga

Colme®. Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi III batas volume untuk sediaan

larutan kental adalah tidak lebih dari 0,80 mL dari volume larutan obat. Dari uji

keseragaman volume hasil yang diperoleh tidak ada satu botol kemasan yang

menyimpang dari persyaratan keseragaman volume. Hal ini menunjukkan dari 20

botol kemasan Colme® memiliki keseragaman volume yang baik.

(47)

B. Pembuatan Fase Gerak

Metode KCKT yang digunakan pada penelitian ini merupakan sistem

kromatografi fase terbalik, karena menggunakan fase gerak yang bersifat polar

dan fase diam oktadesilsilan (C18) yang bersifat non polar. Jenis dan komposisi

fase gerak yang digunakan pada penelitian yaitu campuran metanol dan aquabides

dengan perbandingan 95:5 (v/v).

Campuran fase gerak ini digunakan karena kloramfenikol dan lidokain

hidroklorida larut dalam metanol dan aquabides. Menurut Farmakope Indonesia

edisi IV (1995), kloramfenikol larut dalam lebih kurang 400 bagian air dan 2,5

bagian etanol, sedangkan lidokain hidroklorida sangat mudah larut dalam air dan

etanol. Karena kedua senyawa tersebut larut dalam pelarut alkohol, maka pada

penelitian ini digunakan metanol.

Sistem KCKT pada penelitian ini menggunakan metanol sebagai pelarut

maupun sebagai fase gerak dikarenakan viskositas metanol lebih kecil dibanding

viskositas etanol. Viskositas yang terlalu besar dapat meningkatkan tekanan

pompa pada KCKT dan mempengaruhi keawetan kolom yang digunakan. Selain

itu, juga digunakan aquabides untuk mendapatkan indeks polaritas yang sesuai,

sehingga dihasilkan profil kromatogram yang diinginkan dan memenuhi syarat

yang ditetapkan. Pencampuran masing-masing komponen fase gerak dilakukan di

dalam instrumen KCKT (sistem gradien). Pencampuran fase gerak menggunakan

sistem gradien karena dapat meningkatkan efisiensi waktu dalam proses analisis

dan didukung oleh kemampuan istrumen KCKT yang memadai. Pemilihan

(48)

27

pernah memisahkan kloramfenikol dan benzokain dengan fase gerak berupa

campuran metanol dan aquabides.

C. Pembuatan Larutan Baku Kloramfenikol dan Lidokain Hidroklorida

Larutan baku kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dibuat dalam

konsentrasi tertentu dengan menggunakan pelarut metanol. Metanol digunakan

sebagai pelarut karena kedua senyawa tersebut larut dalam pelarut alkohol. Selain

itu digunakan metanol sebagai pelarut dikarenakan metanol merupakan komponen

terbesar fase gerak sehingga mudah terelusi dengan fase gerak. Pemilihan pelarut

sangat penting karena bertujuan untuk melarutkan analit yang akan dianalisis.

Syarat utama dari pelarut yang digunakan yaitu dapat melarutkan analit. Selain itu

pelarut harus murni, inert, dan dapat bercampur dengan fase gerak (Johnson dan

Stevenson, 1978).

Larutan baku kloramfenikol dan lidokain hidroklorida masing-masing

dibuat dengan pelarut metanol p.a. Larutan baku yang dibuat dalam penelitian ini

terdiri dari dua macam, yaitu larutan stok dan larutan intermediet. Larutan stok

kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dibuat dengan konsentrasi

masing-masing sebesar 1000 ppm, sedangkan larutan intermediet dibuat dengan

konsentrasi masing-masing 500 ppm. Larutan seri baku kemudian dibuat dalam

lima volume injeksi yang berbeda, yaitu 12 µL, 14 µL, 16 µL, 18 µL, dan 20 µL

dengan mengambil dari larutan intermediet kloramfenikol 500 ppm dan larutan

intermediet lidokain hidroklorida 500 ppm. Sebelum dianalisis, larutan baku

disaring dengan millipore untuk menjamin bahwa tidak ada senyawa lain yang

(49)

dapat mengganggu pengukuran. Kemudian larutan baku diawaudarakan dengan

ultrasonicator untuk menghilangkan gelembung, karena adanya gelembung udara

dapat mengganggu tekanan pompa instrumen KCKT, akibatnya tekanan pompa

menjadi tidak stabil dan dapat mengganggu proses pembacaan sinyal dalam

instrumen KCKT. Hal yang sama juga dilakukan pada proses preparasi sampel.

D. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Kloramfenikol dan

Lidokain Hidroklorida dengan Spektrofotometer UV

Penentuan panjang gelombang pengamatan bertujuan untuk mengetahui

panjang gelombang dimana kloramfenikol dan lidokain hidroklorida memiliki

serapan yang optimum secara bersamaan pada sistem KCKT. Detektor yang

digunakan pada sistem KCKT adalah spektrofotmeter UV.

Secara teoritis, panjang gelombang serapan maksimum kloramfenikol

dalam air adalah 278 nm dan panjang gelombang serapan maksimum lidokain

hidroklorida dalam etanol adalah 263 nm (Clarke, 1986). Oleh karena itu,

dilakukan pengamatan panjang gelombang pengamatan kloramfenikol dan

lidokain hidroklorida pada rentang panjang gelombang 200-400 nm menggunakan

spektrofotometer UV. Syarat suatu senyawa dapat dianalisis dengan

spektrofotometri UV yaitu memiliki gugus kromofor. Gugus kromofor merupakan

gugus atau atom yang mampu meyerap sinar ultraviolet. Gambar gugus kromofor

(50)

29

Gambar 6. Gugus kromofor dan auksokrom kloramfenikol

Gambar 7. Gugus kromofor dan auksokrom lidokain hidroklorida

Keterangan: gugus krmofor gugus auksokrom

Penentuan panjang gelombang pengamatan ini dilakukan dengan

mengukur absorbansi kedua senyawa masing-masing pada konsentrasi rendah,

sedang, dan tinggi yaitu 13; 19,5; dan 26 ppm untuk kloramfenikol dan 300; 450;

dan 600 ppm untuk lidokain hidroklorida. Penggunaan tiga seri konsentrasi ini

bertujuan untuk meyakinkan bahwa panjang gelombang pengamatan yang

diperoleh merupakan respon yang dihasilkan kloramfenikol dan lidokain

hidroklorida.

Hasil spektra serapan tumpang tindih kloramfenikol dan lidokain

hidroklorida dapat dilihat pada gambar berikut:

(51)

B

 

A

 

Gambar 8. Spektra tumpang tindih kloramfenikol 13 ppm (A) dan lidokain hidroklorida 300 ppm (B)

B

A

 

(52)

31

B

A

 

Gambar 10. Spektra tumpang tindih kloramfenikol 26 ppm(A) dan lidokain hidroklorida 600 ppm (B)

Dari hasil spektra menunjukkan bahwa panjang gelombang maksimum

kloramfenikol adalah 270 nm dan lidokain hidroklorida adalah 265 nm. Menurut

Clarke (1986) serapan maksimal untuk lidokain hidroklorida dalam etanol adalah

263 nm. Pergeseran panjang gelombang yang diijinkan adalah ±2 nm (Direktorat

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Oleh karena itu panjang

gelombang lidokain hidroklorida ini dapat diterima karena bergeser 1 nm dari

panjang gelombang teoritis. Berdasarkan Clarke (1986) serapan maksimal untuk

kloramfenikol dalam air adalah 278 nm, panjang gelombang ini bergeser lebih

dari 2 nm dari panjang gelombang teoritis. Hal ini dikarenakan penggunaan

pelarut yang digunakan berbeda dengan pelarut pada teori. Pada ketiga gambar

spektra di atas menunjukkan serapan antara kloramfenikol dan lidokain

hidroklorida saling tumpang tindih pada panjang gelombang 200 nm sampai 250

nm dan berpotongan pada panjang gelombang 242 nm. Berdasarkan spektra

tumpang tindih tersebut, maka panjang gelombang yang digunakan pada analisis

(53)

dengan sistem KCKT adalah 242 nm karena pada panjang gelombang ini

absorbansi kloramfenikol tidak terlalu besar dan absorbansi lidokain hidroklorida

juga tidak terlalu kecil, sehingga diharapkan pada analisis dengan sistem KCKT

didapatkan respon kloramfenikol dan lidokain hidroklorida yang tidak terlalu

berbeda jauh.

E. Analisis Kualitatif Berdasarkan Waktu Retensi (tR) Kloramfenikol dan

Lidokain Hidroklorida

Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel (tR) dengan waktu retensi (tR) baku pembanding. Analisis kualitatif ini

dilakukan untuk membuktikan bahwa di dalam sampel Colme® yang diuji

terdapat kloramfenikol dan lidokain hidroklorida. Hal tersebut ditunjukkan

dengan adanya kemiripan waktu retensi sampel (tR) dengan waktu retensi (tR)

baku pembanding. Hasil kromatogram yang diperoleh sebagai berikut:

(54)

33

Gambar 12. Kromatogram baku lidokain hidroklorida (500 ppm)

Gambar 13. Kromatogram sampel

(kloramfenikol:lidokain hidroklorida = 500:200 ppm)

Gambar 14. Kromatogram sampel adisi baku lidokain hidroklorida (300 ppm) (kloramfenikol:lidokain hidroklorida = 500:500 ppm)

Dari kromatogram yang dihasilkan, antara baku kloramfenikol dan

lidokain hidroklorida memiliki waktu retensi yang tidak jauh berbeda dengan

(55)

sampel. Waktu retensi baku kloramfenikol adalah 2,576 menit dan waktu retensi

baku lidokain hidroklorida adalah 3,134 menit. Waktu retensi kedua senyawa

pada sampel adalah 2,493 menit untuk kloramfenikol dan lidokain hidroklorida

memiliki waktu retensi 3,338 menit. Namun pada kromatogram sampel (gambar

13) terlihat respon lidokain hidroklorida sangat rendah dan tidak berbentuk peak

kromatogram, sehingga dilakukan standard addition method yaitu dengan

penambahan sejumlah tertentu baku lidokain hidroklorida (300 ppm) ke dalam

sampel. Sesuai dengan rangkaian penelitian mengenai validasi metode KCKT

untuk penetapan kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dalam Colme®

perlu dilakukan standard addition method. Standard addition method dilakukan

bertujuan untuk meningkatkan respon lidokain hidroklorida dalam sistem KCKT

dan untuk mengetahui apakah pada waktu retensi lidokain hidroklorida pada

sampel benar merupakan peak dari lidokain hidroklorida. Pada kromatogram

sampel adisi (gambar 14) waktu retensi kloramfenikol adalah 2,577 menit dan

waktu retensi dari lidokain hidroklorida adalah 3,380 menit. Waktu retensi dari

kedua senyawa pada sampel identik dengan waktu retensi baku kloramfenikol

(gambar 11) dan waktu retensi lidokain hidroklorida (gambar 12) dan waktu

retensi kloramfenikol dan lidokain hidroklorida pada sampel adisi (gambar 14),

sehingga dapat dipastikan bahwa pada sampel terdapat kloramfenikol dan

lidokain hidroklorida.

Waktu retensi kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dipengaruhi oleh

adanya perbedaan interaksi antara kedua senyawa dengan fase diam dan fase

(56)

35

sistem KCKT fase terbalik dimana fase gerak yang digunakan bersifat lebih polar

dibanding dengan fase diamnya. Fase gerak yang digunakan yaitu campuran

metanol dan aquabides dengan komposisi 95:5 (v/v). Sehingga senyawa yang

bersifat lebih polar akan terikut dalam fase gerak sehingga terelusi lebih cepat,

sedangkan senyawa yang bersifat lebih non polar akan tertambat lebih lama di

fase diam dan memiliki waktu retensi yang lebih lama daripada senyawa yang

bersifat lebih polar.

 

Gambar 15. Bagian polar dan non polar kloramfenikol

Gambar 16. Bagian polar dan non polar lidokain hidroklorida Keterangan: = gugus polar, = gugus non polar

Jika dilihat dari strukturnya, kloramfenikol dan lidokain hidroklorida

memiliki gugus non polar dan polar yang akan berinteraksi dengan fase diam dan

fase gerak. Gugus non polar akan berinteraksi dengan fase diam melalui interaksi

Van Der Waals, sedangkan gugus polar akan berinteraksi dengan fase gerak

melalui interaksi hidrogen. Berikut ini adalah gambar interaksi kloramfenikol dan

(57)

lidokain hidroklorida dengan fase diam oktadesilsilan dan fase gerak

Gambar 17. Interaksi kloramfenikol dengan fase diam C18(oktadesilsilan) melalui interaksi Van Der Waals

H3C Oktadesilsilan (C18)

Cl

Keterangan: Interaksi Van Der Waals Interaksi ion-dipol

 

Gambar 18. Interaksi lidokain hidroklorida dengan fase diam C18(Oktadesilsilan) melalui interaksi Van Der Waals dan interaksi ion-dipol

Pada gambar 17 dan 18 menunjukkan interaksi antara gugus non polar

dari kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dengan fase diam oktadesilsilan

(C18). Dari gambar di atas terlihat lidokain hidroklorida lebih banyak memiliki

gugus non polar yang berinteraksi dengan fase diam oktadesisilan daripada

kloramfenikol. Pada kloramfenikol interaksi yang terjadi adalah interaksi Van Der

(58)

37

ion-dipol. Kedua interaksi ini menyebabkan lidokain hiroklorida tertahan lebih

lama di dalam kolom sehingga waktu retensi lidokain hidroklorida lebih lama

dibanding waktu retensi kloramfenikol.

 

Gambar 19. Interaksi kloramfenikol dengan fase gerak metanol:aquabides (95:5)

  

Gambar 20. Interaksi lidokain dengan fase gerak metanol:aquabides (95:5)

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa gugus polar kloramfenikol

(Gambar 19) memiliki kemungkinan interaksi hidrogen yang lebih banyak

(59)

daripada lidokain hidroklorida sehingga kloramfenikol memiliki waktu retensi

yang lebih singkat dibanding lidokain hidroklorida, karena semakin banyak

jumlah ikatan hidrogen maka ikatan antara solut dengan fase gerak akan semakin

kuat sehingga solut akan terelusi terlebih dahulu.

F. Pembuatan Kurva Baku Kloramfenikol dan Lidokain Hidroklorida

Pembuatan kurva baku bertujuan untuk memperoleh persamaan regresi

linear yang selanjutnya akan digunakan untuk menghitung kadar kloramfenikol

dan lidokain hidroklorida dalam sampel Colme®. Persamaan regresi linier yang

diperoleh menyatakan hubungan linier antara konsentrasi (jumlah) analit dengan

respon Area Under Curve (AUC). Parameter yang dilihat untuk menentukan

linearitas adalah keofisien korelasi (r). Koefisien korelasi menyatakan korelasi

antara jumlah analit dengan AUC yang dihasilkan. Pemilihan kurva baku yang

nantinya akan digunakan untuk perhitungan kadar dari kloramfenikol dan lidokain

hidroklorida didasarkan pada nilai koefisien korelasi (r) > 0,999 (Mulja dan

Hanwar, 2003). Persamaan kurva baku yang diperoleh yaitu:

Tabel IV. Data kurva baku kloramfenikol

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Jumlah (µg) AUC Jumlah (µg) AUC Jumlah (µg) AUC

6 4447920 5,9 4114603 6,06 3996431

7 5225652 6,9 4852908 7,07 4593295

8 5957832 7,9 5527894 8,08 5234015

9 6692209 8,9 6235642 9,09 5881656

(60)

39

Tabel V. Data kurva baku lidokain hidroklorida

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Jumlah (µg) AUC Jumlah (µg) AUC Jumlah (µg) AUC

5,9 1732820 6,01 1777099 5,89 2021719

6,9 2026936 7,01 2072133 6,87 2345544

7,9 2315898 8,02 2365937 7,86 2640648

8,9 2606270 9,02 2654677 8,84 3000499

9,9 2895505 10,02 2908162 9,82 3268629

A: 20769,64

Persamaan kurva baku kloramfenikol dan lidokain hidroklorida memiliki

nilai α = 89,990. Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi kurva baku agar

menghasilkan nilai α yang mendekati 450 dan penampilan kurva yang dihasilkan

baik, sehingga dapat dilihat hubungan liniear antara jumlah analit dengan AUC.

Modifikasi dilakukan dengan AUC kloramfenikol dibagi 800000 dan lidokain

hidroklorida dibagi 300000. Hasil modifikasi dapat dilihat pada tabel VI dan VII.

Tabel VI. Data kurva baku kloramfenikol modifikasi

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Jumlah (µg) AUC Jumlah (µg) AUC Jumlah (µg) AUC

Tabel VII. Data kurva baku lidokain hidroklorida modifikasi

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Jumlah (µg) AUC Jumlah (µg) AUC Jumlah (µg) AUC

5,9 5,77607 6,01 5,92366 5,89 6,73906

6,9 6,75645 7,01 6,90711 6,87 7,81848

7,9 7,71966 8,02 7,88646 7,86 8,80216

8,9 8,68757 9,02 8,48892 8,84 10,00166

9,9 9,65168 10,02 9,69387 9,82 10,89543

A: 0,0692

(61)

Dari semua tabel di atas terlihat secara garis besar hampir semua kurva

baku yang dihasilkan memiliki nilai r > 0,999. Persamaan kurva baku yang

memiliki nilai koefisien korelasi terbesar digunakan untuk menetapkan kadar

kloramfenikol dan lidokain hidroklorida. Persamaan kurva baku yang digunakan

untuk menetapkan kadar kloramfenikol yaitu persamaan replikasi I yaitu y =

0,9299x + 1,08x10-4 yang memiliki nilai r = 0,9999. Untuk menetapkan kadar

lidokain hidroklorida digunakan persamaan replikasi I yaitu y= 0,9682x + 0,0692

yang memiliki nilai r = 0,9999.

Gambar 21. Kurva hubungan antara jumlah kloramfenikol vs AUC

Gambar 22. Kurva hubungan antara jumlah lidokain hidroklorida vs AUC

Dari kurva baku kloramfenikol dan lidokain hidroklorida di atas

(62)

41

tersebut menggambarkan terjadinya peningkatan respon AUC proporsional

dengan meningkatnya jumlah analit di dalam sampel.

G. Penetapan Kadar Kloramfenikol dan Lidokain Hidroklorida dalam

Sediaan Tetes Telinga Colme® dengan Metode KCKT

Dua puluh botol kemasan sampel dihomogenkan terlebih dahulu. Proses

homogenisasi dilakukan dengan mencampurkan semua sampel menjadi satu ke

dalam suatu wadah tertentu. Sampel dibuat menjadi larutan stok dengan

konsentrasi 10000 ppm lalu dibuat larutan intermediet yang didalamnya

mengandung 500 ppm kloramfenikol dan 200 ppm lidokain hidroklorida, hal ini

sesuai dengan perbandingan kandungan kloramfenikol dan lidokain hidroklorida

dalam sampel (10% : 4%) yaitu perbandingan 5:2.

Sesuai dengan rangkaian penelitian mengenai validasi metode KCKT

untuk penetapan kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dalam Colme®

untuk standard addition method memiliki akurasi dan presisi pada seri tinggi (10

µg) dengan volume injeksi 20 µL. Dari data yang diperoleh tersebut, maka sampel

diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dengan volume injeksi 20 µL dari larutan

intermediet sampel yang sudah terkandung 500 ppm kloramfenikol, 200 ppm

lidokain hidroklorida, serta 300 ppm larutan baku hidroklorida yang telah

ditambahkan ke dalam sampel.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung kadar tiap zat aktif

dalam obat tetes telinga Colme® yang memiliki komposisi kloramfenikol 10%

(63)

dan lidokain hidroklorida 4%. Larutan sampel diinjeksikan ke dalam sistem

KCKT. Hasil yang diperoleh sebagai berikut:

Tabel VIII. Hasil Penetapan Kadar Campuran Kloramfenikol dan Lidokain Hidroklorida dalam Colme®

Sampel

Kloramfenikol Lidokain Hidroklorida

AUC Kadar %

Di dalam etiket yang tertera pada kemasan obat tetes telinga Colme® ,

tertulis bahwa kandungan kloramfenikol dan lidokain hidroklorida adalah 10%

dan 4%. Rentang yang diperbolehkan untuk kloramfenikol pada obat tetes telinga

adalah 90-130% dan rentang untuk lidokain hidroklorida adalah 95-105%. Jadi

rentang kloramfenikol dalam sampel Colme® adalah 9-13% sedangkan untuk

lidokain hidroklorida adalah 3,8-4,2%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa

untuk kadar kloramfenikol berada pada rentang 11,01-12,21%, rentang ini masuk

dalam rentang persayaratan kadar kloramfenikol yaitu 9-13% dari yang tertera

dalam etiket. Kadar lidokain hidroklorida yang diperoleh berada pada rentang

3,62-4,09%, rentang ini tidak masuk dalam rentang persyaratan kadar lidokain

(64)

43

dari sepuluh replikasi, kadar lidokain hidroklorida untuk tujuh replikasi berada

dibawah batas terendah dari rentang yang dipersyaratkan (x < 3,8). Oleh karena

itu, perlu dilakukan pengawasan continue untuk homogenitas campuran dalam

proses produksi sediaan tetes telinga Colme®.

(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penetapan kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dalam sediaan tetes

telinga Colme® dengan metode KCKT fase terbalik diperoleh hasil yaitu

11,01-12,21% untuk kloramfenikol dan 3,62-4,09% untuk lidokain

hidroklorida. Coefficient of Variation (CV) kadar kloramfenikol yaitu 3,37%

dan CV kadar lidokain hidroklorida yaitu 3,95%

2. Kadar kloramfenikol yang diperoleh sesuai dengan yang tertera pada label

kemasan, namun untuk kadar lidokain tidak sesuai dengan yang tertera pada

label kemasan obat tetes telinga Colme®.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penetapan kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida

dalam sediaan obat tetes telinga Colme® dengan menggunakan sampling yang

Gambar

Tabel I. Persyaratan keseragaman volume…………………......
Gambar 17. Interaksi kloramfenikol dengan fase diam C18
Gambar 1. Rumus struktur kloramfenikol  (Hutt dan Graddy, 1996) 
Gambar 2. Rumus struktur lidokain hidroklorida (British Pharmacopeia Comission, 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek ―X‖ dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik belum pernah dilakukan, sehingga dapat. dilakukan penetapan

Perlu dilakukan analisis untuk mengetahui kebenaran kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dalam tablet merk ”x” yang tertera dalam kemasan tersebut dengan metode Kromatografi

Widjaja, M., 2011, Validasi Metode Penetapan Kadar Kurkumin dalam Sediaan Cair Obat Herbal Terstandar Merk Kiranti Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik, Skripsi

Hasil uji statistik two way anova yang diperoleh pada suhu kamar dan suhu dingin bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar kloramfenikol karena pengaruh suhu

Manfaat yang diperoleh dari uji disolusi dan penetapan kadar pada kapsul. kloramfenikol adalah agar dapat mengetahui zat aktif terlarut dan

dengan tingkat kekeliruan sebesar 5%, maka yang memberikan efek yang signifikan terhadap penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata menggunakan jenis

Panjang gelombang maksimum pada sediaan kloramfenikol tetes telinga seharusnya 278 nm dengan absorbansi 0,5-0,6 sehingga hasil yang didapat hampir sesuai

kloramfenikol yang diperiksa menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi dengan menggunakan fase gerak metanol dan larutan asam asetat glasial 0,1%, didapatkan hasil yang sesuai