• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGO MULYO DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ANALISA GENDER LISTIA HESTI YUANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGO MULYO DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ANALISA GENDER LISTIA HESTI YUANA"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGO MULYO

DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ANALISA GENDER

LISTIA HESTI YUANA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisa Efektivitas PHBM di LMDH Tlogo Mulyo dengan Menggunakan Teknik Analisa Gender adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2013

Listia Hesti Yuana

(4)

ABSTRAK

LISTIA HESTI YUANA. Analisa Efektivitas PHBM di LMDH Tlogo Mulyo dengan Menggunakan Teknik Analisa Gender. Dibimbing oleh MELANI ABDULKADIR-SUNITO.

PHBM merupakan program Departemen Kehutanan yang menekankan pola kolaborasi antar stakeholder termasuk masyarakat desa hutan. Perempuan juga termasuk ke dalam masyarakat desa hutan. Pelibatan perempuan dalam pengelolaan sumberdaya sangat penting untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan mewujudkan kesetaraan gender di sektor kehutanan yang identik dengan laki-laki. Oleh karena itu teknik analisa gender sangat diperlukan untuk menganalisa efektivitas PHBM. Efektivitas PHBM dapat dianalisis berdasarkan dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dan dimensi sosial. Berdasarkan efektivitas pada dimensi ekonomi, PHBM belum berhasil membuat perubahan pendapatan dan perubahan keragaman sumber pendapatan yang signifikan karena kegiatan PHBM masih terbatas pada kegiatan sadap getah pinus. PHBM menunjukkan hasil yang positif dari dimensi ekologi yang ditunjukkan dengan tidak adanya penjarahan hutan dan optimalisasi pemanfaatan lahan hutan. Sedangkan pada dimensi sosial, PHBM masih belum berhasil mewujudkan kesetaraan gender. Perempuan akses terhadap sumberdaya pertanian baik pertanian hutan maupun nonhutan tetapi kontrol terhadap sumberdaya tersebut berada di tangan laki-laki.

Kata kunci : PHBM, perempuan, teknik analisa gender, efektivitas PHBM

ABSTRACT

LISTIA HESTI YUANA. Effectiveness Analysis of CBFM in LMDH Tlogo Mulyo Using Gender Analysis Techniques. Under the guidance of Melani Abdulkadir-sunito.

CBFM is a program of the Ministry of Forestry that emphasize patterns of collaboration among stakeholders including forest villagers. Women are also included within the village community forest. Involving women in resource management is critical to meet the needs of women and gender equality in the forestry sector are identical to men. Therefore, gender analysis technique is necessary to analyze the effectiveness of CBFM. The effectiveness of CBFM can be analyzed based on the economic, ecological dimension and a social dimension. Based on the effectiveness of the economic dimension, CBFM has not made changes in income and changes in the diversity of sources of significant revenue for CBFM activities are limited to the activities of pine resin tapping. CBFM showed positive results of the ecological dimension indicated by the absence of plunder of forest and forest land use optimization. While the social dimension, CBFM still have not managed to achieve gender equality. Women's access to agricultural resources, agriculture, forests and non-forest but the control of these resources are in the hands of men.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGO MULYO

DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ANALISA GENDER

LISTIA HESTI YUANA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisa Efektivitas PHBM di LMDH Tlogo Mulyo dengan Menggunakan Teknik Analisa Gender

Nama : Listia Hesti Yuana NIM : I34090009 Disetujui oleh Ir Melani Abdulkadir-sunito, M.Sc Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus:

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan ke hadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisa Efektivitas PHBM di LMDH Tlogo Mulyo dengan Menggunakan Teknik Analisa Gender” dengan lancar. Penulisan skripsi ini disusun dalam rangka untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Melani Abdulkadir-sunito, M.Sc yang telah membimbing, mengarahkan, serta memberikan saran dalam proses penyusunan hingga penyelesaian laporan skripsi ini. Terima kasih kepada Dr Ivanovic Agusta sebagai dosen penguji utama, Rina Mardiana SP, M.Si sebagai dosen penguji wakil akademik, dan Sofyan Sjaf, M.Si sebagai dosen penguji petik yang telah memberikan kritik dan saran yang bermanfaat untuk memperbaiki laporan penelitian ini. Terima kasih kepada Pak Kaslam, Pak Tasbin, Pak Ruslani, Pak Jumadi, anggota tani sadap, jajaran KPH dan LMDH, serta seluruh masyarakat Tlogohendro yang telah membantu, mendukung, dan membe\rikan saran dan informasi selama proses penelitian di lapang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ayahanda dan ibunda (Bapak Purwadi dan Ibu Partini), kakak (Siska Agustina), keluarga, Reza Aditya, Hilda Nurul Hidayati, Tri Nuryanti, Septiana Nurhanifah, teman-teman SKPM 46 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, teman-teman alumni SMAN 1 Kediri, dan semua pihak yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki laporan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang terkait.

Bogor, Februari 2013

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 3 Tujuan Penelitian ... 4 Manfaat Penelitian ... 4 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Kerangka Analisa Harvard untuk Menganalisa Kesetaraan Gender dalam PHBM ... 6

Profil Aktivitas ... 7

Profil Akses dan Kontrol ... 8

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akses dan Kontrol terhadap Sumber daya dalam PHBM ... 10

Hubungan Kesetaraan Gender dengan Efektivitas Pelaksanaan PHBM ... 10

Efektivitas Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) ... 11

KERANGKA PEMIKIRAN... 14

HIPOTESIS PENELITIAN ... 17

DEFINISI OPERASIONAL ... 18

PENDEKATAN LAPANG ... 24

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

Teknik Pengumpulan Data ... 24

Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 26

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN ... 28

Kondisi Geografi dan Kependudukan ... 28

(11)

PROFIL LMDH TLOGO MULYO ... 32

Sejarah Berdiri ... 32

Struktur Kepengurusan ... 32

Kegiatan LMDH Tlogo Mulyo ... 34

ANALISIS KESETARAAN GENDER DI LMDH TLOGO MULYO DENGAN MENGGUNAKAN KERANGKA ANALISA HARVARD ... 39

Profil Aktivitas Rumahtangga Anggota LMDH Tlogo Mulyo ... 39

Kegiatan Produktif ... 39

Kegiatan Reproduktif ... 40

Kegiatan Sosial Kemasyarakatan... 41

Profil Akses dan Kontrol Rumahtangga Anggota LMDH Tlogo Mulyo terhadap Sumberdaya dalam PHBM ... 43

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Profil Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya dalam PHBM di LMDH Tlogo Mulyo ... 49

Faktor Internal... 49

Faktor Eksternal ... 51

ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGOMULYO ... 57

Dimensi Ekonomi ... 57

Dimensi Ekologi ... 60

Dimensi Sosial ... 62

Efektivitas PHBM di LMDH Tlogo Mulyo ... 64

SIMPULAN DAN SARAN ... 65

Simpulan ... 66

Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(12)

DAFTAR TABEL

1 Luas wilayah Desa Tlogohendro berdasarkan tata guna lahan pada tahun 2012 ... 29 2 Jumlah penduduk Tlogohendro berdasarkan usia dan jenis kelamin

pada tahun 2012 ... 29 3 Jumlah penduduk Desa Tlogohendro berdasarkan tingkat pendidikan

pada tahun 2012 ... 30 4 Jumlah penduduk Desa Tlogohendro berdasarkan mata pencaharian

pada tahun 2012 ... 31 5 Rincian harga getah pinus tahun 2012 di LMDH Tlogo Mulyo ... 37 6 Curahan waktu (jam per bulan) rumahtangga anggota LMDH Tlogo

Mulyo pada kegiatan produktif berdasarkan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 40 7 Curahan waktu (jam per bulan) rumahtangga anggota LMDH Tlogo

Mulyo pada kegiatan reproduktif berdasarkan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 41 8 Curahan waktu (jam per bulan) rumahtangga anggota LMDH Tlogo

Mulyo pada kegiatan sosial kemasyarakatan berdasarkan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 42 9 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan

akses terhadap sumberdaya hutan dan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 43 10 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan

kontrol terhadap sumberdaya hutan dan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 43 11 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo

berdasarkan tingkat pendidikan dan lapisan sosial tahun 2012 ... 49 12 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo

berdasarkan usia dan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 50 13 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan

jumlah anggota rumahtangga produktif dan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 51 14 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan

kepemilikan barang berharga dan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 52 15 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan

kepemilikan ternak dan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 53 16 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan luas

lahan dan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 53 17 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan

kondisi rumah dan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 54 18 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan

keikutsertaan dalam kelembagaan dan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 55 19 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan

status sosial dan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 55 20 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan

(13)

21 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan

keragaman sumber pendapatan dan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 58

22 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan tingkat pendapatan dan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 59

23 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan efektivitas PHBM pada dimensi ekonomi dan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 60

24 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan efektivitas PHBM pada dimensi ekologi dan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 61

25 Curahan waktu rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo pada kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan berdasarkan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 63

26 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan lapisan sosial serta profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada tahun 2012 ... 63

27 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan lapisan sosial serta efektivitas PHBM pada dimensi sosial pada tahun 2012 ... 64

28 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan efektivitas PHBM dan lapisan sosial pada tahun 2012 ... 64

DAFTAR GAMBAR

1 Hubungan kesetaraan gender dengan efektivitas PHBM ... 11

2 Dimensi untuk mengukur efektivitas PHBM ... 12

3 Kerangka analisa gender dalam PHBM ... 16

4 Teknik pengambilan sampel ... 25

5 Teknik pengambilan sampel setelah direorganisasi ... 26

6 Struktur kepengurusan LMDH Tlogo Mulyo ... 34

7 Struktur kepengurusan LMDH berdasarkan buku panduan dari Perhutani ... 35

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2012-2013 ... 70

2 Sketsa Desa Tlogohendro ... 71

3 Kerangka Sampling ... 72

4 Daftar Nama Responden Penelitian ... 75

5 Tabel curahan waktu (jam/bulan) rumahtangga anggota LMDH untuk kegiatan produktif berdasarkan lapisan sosial ... 77

6 Tabel curahan waktu (jam/bulan) rumahtangga anggota LMDH untuk kegiatan reproduktif berdasarkan lapisan sosial ... 79

7 Tabel curahan waktu (jam/bulan) anggota LMDH untuk kegiatan sosial kemasyarakatan berdasarkan lapisan sosial ... 81

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berbagai kebijakan pemerintah termasuk Departemen Kehutanan, semakin banyak yang menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat. Hal ini tentunya akan meningkatkan pembagian wewenang antara penduduk miskin, elit tradisional, dan birokrat pemerintahan setempat. Bahkan UU Kehutanan tahun 1999 mewajibkan pengelolaan hutan yang dapat memberikan manfaat ganda kepada banyak pihak dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sutopo (2005) mengungkapkan bahwa seiring dengan diterapkannya UU No 32 tahun 2004 mengenai otonomi daerah, kebijakan-kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam terutama di bidang kehutanan juga mengalami pergeseran. Paradigma pembangunan kehutanan harus berjiwa otonomi daerah yaitu, demokrasi, transparansi, dan berorientasi pada kehutanan sosial yang mengakomodasi aspirasi masyarakat lokal. Surat keputusan No.136/Dir/2001 semakin mengakomodasi terwujudnya program pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat sekitar hutan dengan program pemberdayaan masyarakat.

Sejalan dengan terjadinya reformasi di bidang kehutanan, Perum Perhutani menyempurnakan sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan lahirnya Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal. Sistem PHBM memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional dan profesional (Keputusan Direksi Perum Perhutani No: 268/KPTS/DIR/2007).

Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan seharusnya mampu mengurangi kerusakan hutan. Tetapi faktanya, berdasarkan data Departemen Kehutanan (2011) laju degradasi dalam empat tahun terakhir mencapai 2,1 juta Ha per tahun. Penebangan kayu liar dan peredaran kayu illegal mencapai besaran 50,7 juta pertahun, dengan perkiraan kerugian finansial sebesar Rp 30,42 trilyun per tahun. Di samping itu ada kerugian secara ekologi yaitu hilangnya beberapa spesies keanekaragaman hayati. Kerusakan sangat besar terjadi di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia. Kerusakan hutan di perbatasan antara Malaysia dengan Provinsi Kalimantan Timur mempunyai laju kerusakan seluas 150.000 Ha per tahun, dan di perbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat seluas 250.000 Ha per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas program PHBM masih tergolong rendah.

Rendahnya keefektivan PHBM tersebut salah satunya disebabkan oleh rendahnya partisipasi perempuan dalam program PHBM. Shiva (1998) mengungkapkan bahwa perempuan merupakan bagian yang sangat erat dengan alam. Tetapi pekerjaan perempuan yang bersifat melengkapi pekerjaan laki-laki seringkali membuat peran perempuan tidak terlihat (invisible labour). Misalnya mencari kayu bakar, mencari makanan ternak, dan membantu memanen hasil hutan. Aktivitas perempuan yang tidak pernah diupah menyebabkan pekerjaan perempuan tidak pernah tercatat dalam data statistik nasional. Hal ini

(16)

menyebabkan perempuan seringkali dianggap sebagai pengangguran sehingga tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.

Perempuan memproduksi dan mereproduksi kehidupan tidak hanya secara biologis, tetapi juga melalui kehidupannya yang berdasarkan prinsip berkelanjutan. Perempuan tidak hanya mengumpulkan dan mengkonsumsi komoditas yang tumbuh di alam tetapi juga membuat segala sesuatu menjadi tumbuh (bekerja sama dengan alam bukan mendominasi atau memiliki).

Kesuksesan program dan aktivitas kehutanan sangat ditentukan oleh partisipasi dari semua masyarakat sekitar hutan termasuk perempuan. Oleh karena itu program harus dirancang agar lebih peka terhadap kebutuhan perempuan. Perencanaan dan pelaksanaan program harus lebih melihat perempuan (dalam pengamatan komunitas, aktivitas rumahtangga dan komunitas hutan, pendidikan, hukum, kesehatan, dan bidang lainnya), bertanya kepada perempuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya keterlibatan perempuan dalam program-program kehutanan, dan melaksanakan proses pelibatan perempuan sehingga perempuan ikut merasakan manfaat program (FAO 1989).

FAO (1989) menyebutkan bahwa perempuan membutuhkan pertimbangan khusus untuk dilibatkan dalam proyek kehutanan karena :

a) Peran perempuan sebagai pengguna dan pengelola sumberdaya hutan tetapi hutan dianggap sebagai bidangnya laki-laki. Kebutuhan perempuan tidak pernah terlihat dalam pembuatan proyek hingga pengambilan keputusan. b) Laki-laki dan perempuan memiliki pandangan yang berbeda dalam

menggunakan sumberdaya hutan. Laki-laki memandang sumberdaya hutan sebagai komoditas penghasil uang tunai, sedangkan perempuan lebih fokus terhadap fungsi hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga. Hal ini menyebabkan perbedaan motivasi dalam berpartisipasi dalam proyek kehutanan.

c) Perempuan mempunyai budaya yang mengharapkan dapat mempunyai lahan dan sumberdaya hutan (yang sampai saat ini hanya dibalik kepemilikan oleh laki-laki), yang menjadi penghambat berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dan akses terhadap berbagai proyek kehutanan.

d) Faktor keadilan dan kesetaraan.

Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan seharusnya melibatkan semua masyarakat baik laki-laki maupun perempuan. Tetapi berdasarkan hasil penelitian-penelitian terdahulu, ternyata terdapat kesenjangan pemanfaatan sumberdaya hutan antara laki-laki dan perempuan. Salah satunya berdasarkan hasil studi gender pada masyarakat berbasis hutan di Samarinda, Kalimantan Timur yang diadakan oleh Pemerintah Jerman dan Pemerintah Indonesia. Hasil studi tersebut menyebutkan bahwa (1) pengarusutamaan gender di sektor kehutanan masih dianggap sebagai "isu perempuan", (2) peraturan dan pedoman tentang pengarusutamaan gender baru ada di atas kertas, namun belum dilaksanakan, (3) indikator pemberdayaan gender berkualitas rendah dibandingkan dengan indikator Indeks Pembangunan Manusia di Kalimantan Timur, dan (4) kurangnya koordinasi antar sektor untuk isu-isu lintas sektoral.

Hutan Petungkriyono berada di lereng Pegunungan Slamet dan termasuk ke dalam RPH Gumelem, Kesatuan Pemangku Hutan Pekalongan Timur. Sebagian besar wilayah Petungkriyono dikuasai oleh Perhutani, sementara masyarakat

(17)

hanya mempunyai lahan pertanian yang sempit. Kondisi tersebut berdampak terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat yang memaksa masyarakat untuk mencari pekerjaan serabutan selain bertani, termasuk menjarah lahan dan mencuri kayu di hutan negara. Hamparan hutan yang ada di depan mata masyarakat dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tekanan sosial ini berakibat terjadinya kerusakan hutan. Hutan dijadikan sebagai ladang jarahan banyak orang (Murtijo 2009).

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa implementasi PHBM yang bertujuan untuk melestarikan hutan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, dan menyetarakan akses dan kontrol masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan belum berjalan secara optimal. Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisis efektivitas PHBM di Tlogohendro. Dimensi yang akan digunakan untuk menganalisis efektivitas PHBM yaitu dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dan dimensi sosial. Dimensi sosial akan difokuskan pada perbandingan akses dan kontrol antara suami dan istri di dalam suatu rumahtangga terhadap sumberdaya dalam PHBM.

Perumusan Masalah

PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) merupakan salah satu program Departemen Kehutanan yang mengkolaborasikan pengelolaan hutan bersama-sama dengan masyarakat sekitar hutan. Laju degradasi hutan yang semakin bertambah parah menjadi alasan diterapkannya pola co-management dalam pengelolaan hutan. Pengelolaan hutan dengan pola PHBM harus melibatkan semua stakeholder. Masyarakat sekitar hutan sebagai penerima manfaat langsung dari hutan harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan sehingga mempunyai rasa memiliki terhadap hutan dan menjaga hutan secara bersama-sama.

Penerapan PHBM di Desa Tlogohendro diwadahi dengan terbentuknya LMDH Tlogo Mulyo yang menjadi wadah bagi petani sadap dan jembatan antara pemerintah desa dengan Perhutani. LMDH menjadi alat bagi Perhutani untuk mewujudkan efektivitas PHBM. LMDH mempunyai berbagai kegiatan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan menjaga kelestarian hutan. Tetapi kegiatan utama LMDH adalah kegiatan sadap pohon pinus. Analisa efektivitas PHBM seharusnya melihat seluk beluk LMDH dengan berbagai kegiatannya. Hal tersebut akan memberikan gambaran mengenai indikator tercapainya efektivitas PHBM. Oleh karena itu penelitian ini akan mengkaji apa saja kegiatan LMDH

Tlogo Mulyo yang sudah dilaksanakan ?

Dimensi sosial menjadi fokus utama dalam pengkajian efektivitas PHBM dalam penelitian ini. Sektor kehutanan yang identik dengan laki-laki seringkali mengabaikan kebutuhan perempuan. Hal ini mempengaruhi akses dan kontrol perempuan terhadap sumberdaya hutan. Kegiatan LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) Tlogo Mulyo yang didominasi oleh kegiatan penyadapan getah pinus memberikan ruang yang sangat terbatas bagi perempuan untuk berpartisipasi. Sedangkan laki-laki, mempunyai kesempatan besar untuk berpartisipasi dalam kegiatan penyadapan getah pinus. Kegiatan LMDH yang cenderung hanya untuk laki-laki, akan menyebabkan kesenjangan akses dan kontol antara laki-laki dan

(18)

perempuan terhadap sumberdaya hutan. Partisipasi laki-laki dan perempuan dalam kegiatan LMDH akan mempengaruhi akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya hutan. Pola aktivitas laki-laki dan perempuan dalam kegiatan sehari-hari juga akan mempengaruhi tingkat partisipasi laki-laki dan perempuan dalam kegiatan LMDH maupun pengelolaan sumberdaya hutan. Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisa sejauhmanakah kesetaraan akses

dan kontrol suami dan istri rumahtangga anggota LMDH terhadap sumberdaya dalam program PHBM berdasarkan lapisan sosial ?

Efektivitas PHBM dapat dianalisa dari tiga dimensi, yaitu dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dan dimensi sosial. Departemen Kehutanan sangat berkepentingan terhadap tercapainya keberhasilan program dari dimensi ekologi. Sedangkan efektivitas program pada umumya hanya mengutamakan dimensi ekonomi. Efektivitas program pada dimensi sosial seringkali kurang diperhatikan. Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisa sejauhmana efektivitas PHBM

di Desa Tlogohendro berdasarkan lapisan sosial rumahtangga anggota LMDH dengan meninjau ketiga dimensi tersebut ?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan laporan penelitian ini yaitu:

1. Mengkaji profil LMDH Tlogo Mulyo dan kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan.

2. Menganalisa kesetaraan akses dan kontrol rumahtangga anggota LMDH berdasarkan lapisan sosial terhadap sumberdaya dengan menggunakan kerangka analisa Harvard.

3. Menganalisa efektivitas PHBM di LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan lapisan sosial rumahtangga anggota LMDH.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat digunakan oleh beberapa pihak sebagai berikut: 1. Bagi Departemen Kehutanan

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran nyata mengenai kondisi masyarakat peserta PHBM serta kesenjangan yang terjadi antara suami dan istri dalam mengakses dan mengontrol sumberdaya. Pada akhirnya data tersebut dapat bermanfaat bagi Departemen Kehutanan dalam menyusun kebijakan sehingga program pengelolaan hutan lebih menyetarakan akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan dan tidak hanya memfokuskan pada kelestarian hutan (dimensi ekologi).

2. Bagi LSM

LSM sebagai lembaga yang lebih memihak masyarakat dapat menggunakan penelitian ini sebagai data awal untuk meningkatkan pendampingan, sehingga seluruh masyarakat dapat berpartisipasi penuh dalam semua tahapan program.

(19)

3. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melihat kesenjangan akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan hutan sebagai suatu permasalahan penting.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Kerangka Analisa Harvard untuk Menganalisa Kesetaraan Gender dalam PHBM

Handayani dan Sugiarti (2008) mengungkapkan bahwa analisa gender merupakan kerangka kerja yang dipergunakan untuk mempertimbangkan dampak suatu program pembangunan terhadap laki-laki dan perempuan serta hubungan sosial ekonomi di antara mereka. Oleh karena itu perlu digarisbawahi bahwa penelitian berorientasi gender tidak hanya membahas perempuan melainkan membahas relasi diantara laki-laki dan perempuan.

Teknik analisis gender dipergunakan sebagai alat untuk memberikan gambaran mengenai perbedaan maupun kesalingtergantungan antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan serta perbedaan tingkat manfaat yang diperoleh laki-laki dan perempuan (Handayani dan Sugiarti 2008). Sawit Watch dan Solidaritas Perempuan (2011) mengungkapkan bahwa analisa gender harus memperhatikan beberapa komponen yang menjadi indikator kesetaraan gender yang meliputi :

a) Memisahkan data sesuai dengan jenis kelamin untuk melihat peran dan manfaat pembangunan bagi laki-laki dan perempuan.

b) Memahami asal mula relasi subordinat dan dominasi jenis kelamin.

c) Melihat proses pembuatan aturan main tentang peran gender yang berdampak dalam pembagian kerja antar perempuan dan laki-laki.

d) Menekankan pentingnya kepemilikan akses dan kontrol (melalui pengambilan keputusan) terhadap fasilitas hidup.

Overholt et.al dalam Handayani dan Sugiarti (2008) menjelaskan bahwa teknik analisa Harvard melihat tiga komponen yang berhubungan satu sama lain yaitu:

a) Profil aktivitas berdasarkan pada pembagian kerja gender (siapa melakukan apa di dalam rumahtangga dan masyarakat). Aktivitas dikelompokkan menjadi tiga yaitu produktif, reproduktif atau rumahtangga, dan sosial politik keagamaan.

b) Profil akses akan mengkaji pihak-pihak yang mempunyai akses terhadap sumberdaya alam produktif (tanah, hutan, peralatan, pekerja, kapital, dan pendidikan atau pelatihan). Profil akses mencakup pertanyaan siapa memperoleh apa dan siapa menikmati apa.

c) Profil kontrol mengkaji siapa mengambil keputusan apa, manfaat yang diperoleh oleh masing-masing pihak, serta faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian kerja serta adanya profil akses dan kontrol dalam masyarakat.

Akses dan kontrol suami dan istri pada rumahtangga peserta LMDH terhadap sumberdaya dalam PHBM merupakan salah satu variabel untuk mengukur efektivitas PHBM dari dimensi sosial. Pengukuran tingkat akses dan kontrol laki-laki dan perempuan dalam PHBM akan diukur dengan menggunakan kerangka analisa Harvard.

Beberapa penelitian sudah ada yang menggunakan teknik analisa Harvard tetapi paradigma yang digunakan oleh peneliti masih Women in Development

(21)

(WID) padahal paradigma gender sudah bergeser ke arah Gender and

Development (GAD).

Penggunaan teknik analisis Harvard dengan paradigma Gender and

Development (GAD) untuk menganalisis program PHBM, salah satunya muncul

pada tahun 2006 dalam penelitian yang dilakukan oleh Ana Rosidha Tamyis. Penggunaan teknik analisa Harvard dalam penelitian tersebut menganalisa ketiga komponen yaitu profil aktivitas, profil akses dan kontrol, serta faktor-faktor yang mempengaruhi profil aktivitas dan profil akses & kontrol dalam masyarakat.

Profil Aktivitas

Profil aktivitas merupakan daftar kegiatan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat pada waktu tertentu. Profil aktivitas berguna untuk menemukan gambaran pembagian kerja dalam masyarakat. Kegiatan tersebut terbagi ke dalam kegiatan produktif, kegiatan reproduktif, dan kegiatan sosial. Kegiatan produktif yaitu kegiatan yang menyumbang pendapatan keluarga dalam bentuk uang atau barang yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kegiatan reproduktif yaitu kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga seperti melahirkan dan mengasuh anak, serta pekerjaan rumah tangga (Tobing, et al dalam Bahriyah 2006).

Dua dari tujuh penelitian (penelitian Hutauruk 1991 dan Suwardi 2010) menggambarkan profil aktivitas menggunakan deskripsi aktivitas yang dilakukan masyarakat. Sedangkan empat dari tujuh penelitian (Tamyis 2006, Harahap 2006, Bahriyah 2006, dan Saruan 2000) menggambarkan profil aktivitas dengan menggunakan deskripsi aktivitas dan curahan waktu. Satu penelitian (Widiarti dan Hiyama 2007) menggunakan curahan waktu kerja untuk mengambarkan pembagian kerja dalam masyarakat. Bahkan Tamyis (2006), Bahriyah (2006), dan Harahap (2006) mendeskripsikan profil aktivitas berdasarkan jenis kelamin dan lapisan sosial di masyarakat yang dilihat dari luas kepemilikan lahan dan kepemilikan aset.

Pada kegiatan produktif, laki-laki mencurahkan waktu lebih banyak baik untuk kegiatan PHBM maupun non PHBM. Laki-laki bertugas dalam hampir semua kegiatan pertanian dan peternakan. Selain itu laki-laki juga mendominasi di kegiatan nonpertanian seperti buruh proyek. Sedangkan perempuan berperan dalam kegiatan, persiapan lahan, pemeliharaan tanaman, pasca panen, dan berdagang. Bahriyah (2006) mengemukakan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh perempuan tidak bernilai ekonomi karena dianggap membantu suami. Secara umum, laki-laki lebih mendominasi pada kegiatan pertanian hutan maupun nonhutan dan kegiatan peternakan. Tamyis (2006) menunjukkan bahwa semakin tinggi lapisan sosial seseorang maka curahan waktu untuk kegiatan produktif semakin kecil, karena masyarakat mulai menggunakan buruh untuk menggarap lahan.

Pada kegiatan reproduktif perempuan sangat mendominasi. Suwardi (2010) menyatakan bahwa laki-laki tidak mencurahkan waktu sama sekali untuk kegiatan reproduktif. Tetapi Tamyis (2006) mengemukakan bahwa laki-laki pada strata I (kepemilikan lahan kurang dari 0,5 Ha) mencurahkan waktu sebesar 7,7 jam per hari untuk melakukan kegiatan reproduktif berupa memperbaiki rumah dan merawat anak atau cucu. Sedangkan perempuan mencurahkan waktu sebesar 9-10

(22)

jam per hari. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, kegiatan reproduksi yang dilakukan oleh laki-laki adalah mengambil air dan membeli air, mencuci pakaian, memperbaiki rumah, dan merawat anak atau cucu. Sedangkan perempuan mengerjakan semua pekerjaan domestik seperti mengasuh dan merawat anak atau cucu, membersihkan rumah, memasak, mencuci, menyetrika baju, dan berbelanja kebutuhan rumahtangga.

Sedangkan pada kegiatan sosial kemasyarakatan perempuan juga lebih banyak mengalokasikan waktu karena laki-laki sudah mencurahkan sebagian besar waktunya pada kegiatan produktif yang selalu di luar rumah. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian terdahulu, kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan oleh perempuan meliputi pemenuhan kebutuhan dasar (tidur, menonton tv, dan hiburan), pengajian, kerja bakti, menghadiri acara pernikahan, dan pembinaan keluarga. Sedangkan laki-laki melakukan penyuluhan dan pelatihan program-program PHBM dan rehabilitasi lahan, rapat dan pertemuan-pertemuan, pengajian, kerja bakti, menghadiri acara pernikahan, dan hiburan.

Profil Akses dan Kontrol

Handayani dan Sugiarti (2008) mengungkapkan bahwa profil akses dan kontrol mempertimbangkan akses yang dimiliki perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya produktif, kontrol terhadap sumberdaya, serta pihak yang memperoleh keuntungan dari penggunaan sumberdaya tersebut. Akses terhadap sumberdaya produktif meliputi sumberdaya tanah, hutan, peralatan, pekerja, modal, dan pendidikan.

Tamyis (2006) menyatakan bahwa semua laki-laki mempunyai akses dalam kegiatan penyuluhan dan pelatihan (tetapi hanya 90 persen perempuan yang mempunyai akses), pembukaan lahan hutan (tetapi hanya diakses oleh 70 persen perempuan), serta informasi mengenai PHBM. Widiarti dan Hiyama (2007) mengungkapkan bahwa perempuan memiliki akses pada kegiatan gotong-royong serta kegiatan rehabilitasi hutan (hanya diakses oleh 40 persen perempuan). Selanjutnya Widiarti dan Hiyama (2007) menambahkan bahwa pada tahap pelaksanaan PHBM (pembersihan lahan, pengelolaan tanah, penanaman & pemeliharaan tanaman, pemanenan, dan pasca panen) dapat diakses oleh laki-laki dan perempuan. Hal ini membuktikan bahwa akses laki-laki terhadap sumberdaya dan program PHBM lebih besar dibandingkan dengan akses perempuan. Perempuan hanya diberi akses dalam kegiatan-kegiatan yang kurang bernilai ekonomi serta hanya dianggap membantu suami. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh perempuan serta kurangnya kemampuan dalam menyampaikan pendapat di muka umum.

Kontrol terhadap sumberdaya hutan dan kegiatan-kegiatan dalam program PHBM juga didominasi oleh laki. Suwardi (2010) menyatakan bahwa laki-laki mempunyai kontrol dalam pengelolaan hutan (lebih dari 50 persen laki-laki-laki-laki sedangkan jumlah perempuan yang kontrol hanya 33.3 persen). Widiarti dan Hiyama (2007) menambahkan bahwa laki-laki mempunyai kontrol dalam rapat-rapat atau pertemuan desa. Tamyis (2006) melengkapi data bahwa laki-laki juga mempunyai kontrol dalam mengadakan pelatihan dan menjadi panitia pelaksana pelatihan, pembukaan lahan hutan (semua laki-laki dan jumlah perempuan yang kontrol hanya 50 persen), pengetahuan baru dalam pengelolaan hutan (semua

(23)

laki-laki dan hanya 20 persen perempuan yang mempunyai kontrol), pemanfaatan pengetahuan baru oleh LMDH, pemenuhan kebutuhan dari PHBM (semua laki-laki dan 90 persen perempuan memiliki kontrol).

Suwardi (2010) menunjukkan bahwa perempuan mempunyai kontrol dalam hal pengelolaan keuangan, pembelanjaan uang, dan mencari solusi saat terjadi masalah keuangan keluarga. Sedangkan Bahriyah (2006) mengemukakan bahwa perempuan pada strata yang lebih rendah (kepemilikan lahan yang lebih sempit) mendominasi kontrol dalam kegiatan produktif.

Suwardi (2010) menyatakan bahwa kontrol yang dilakukan secara bersama-sama oleh laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga peserta PHBM antara lain masalah keuangan keluarga, urusan domestik keluarga (penentuan jumlah anak, pendidikan anak, pembelian alat rumah tangga, dan pemeliharaan kesehatan). Saruan (2000) menyatakan bahwa keikutsertaan dalam kelembagaan kemasyarakatan ditentukan secara bersama-sama. Begitu juga dengan memanfaatkan pendapatan dari kegiatan PHBM (Tamyis 2006). Sedangkan Bahriyah (2006) mengemukakan bahwa kontrol pada kegiatan produktif didominasi laki-laki dan kegiatan reproduktif dalam rumahtangga (tingkat dan pendidikan anak serta pembagian kerja) juga didominasi laki-laki.

Pemaparan hasil penelitian-penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa perempuan mempunyai akses tetapi jarang diberikan kesempatan untuk mengontrol. Bahkan kegiatan reproduktif yang didominasi oleh perempuan, kontrol tetap didominasi oleh laki-laki. Tetapi dalam strata sosial yang lebih rendah, perempuan mempunyai kontrol yang lebih tinggi pada kegiatan produktif karena perempuan akan membantu suami mencari tambahan pendapatan sehingga perempuan juga berkontribusi dalam menghasilkan pendapatan keluarga. Sebaliknya dalam strata sosial yang lebih tinggi, perempuan mempunyai kontrol yang lebih rendah dalam kegiatan produktif karena kontribusi perempuan dalam pendapatan rumah tangga juga kecil.

Penelitian-penelitian terdahulu menggunakan teknik analisa gender untuk mengetahui peranan perempuan dalam PHBM, menganalisa pembagian kerja rumahtangga peserta PHBM, dan menganalisa profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dalam program PHBM. Teknik analisa gender pada PHBM akan menggambarkan kesetaraan gender pada setiap tahapan program dan berbagai kegiatan yang dilaksanakan dalam program.

Muschett dalam Sutopo (2005) menjelaskan bahwa pembangunan kehutanan harus mempertimbangkan dimensi sosial budaya karena keberhasilan pembangunan kehutanan sangat ditentukan oleh keterlibatan masyarakat sekitar hutan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan kehutanan. Selama ini program-program pembangunan kehutanan kurang memperhatikan kebutuhan perempuan sehingga perempuan menjadi kelompok yang termarginalkan. Pelibatan perempuan dalam pembangunan kehutanan sangat penting agar pembangunan kehutanan memberikan dampak yang setara bagi semua masyarakat sekitar hutan baik laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu kesetaraan gender menjadi salah satu indikator untuk menganalisa efektivitas PHBM dari dimensi sosial.

(24)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya dalam PHBM

Pemecahan masalah yang berhubungan dengan gender harus melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan pembagian kerja di masyarakat serta profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya yang terdapat di masyarakat. Meskipun faktor-faktor tersebut mungkin sulit untuk diubah, tetapi analisa terhadap faktor-faktor, berpengaruh terhadap cara pengambilan kesimpulan data-data penelitian. Selain itu pengkajian terhadap faktor-faktor berperan dalam mengkaji dampak, kesempatan, serta kendala-kendala dalam mewujudkan kesetaraan partisipasi dalam PHBM.

Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berhubungan dengan kemampuan dan kepemilikan sumberdaya oleh individu. Faktor eksternal berhubungan dengan kondisi dan kepemilikan sumberdaya rumahtangga mapun masyarakat.

Tiga penelitian (Tamyis 2006, Saruan 2000, dan Hutauruk 1991) dari lima penelitian yang mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi profil aktivitas dan profil akses dan kontrol di dalam masyarakat. Faktor internal yang mempengaruhi pembagian kerja serta profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya antara lain tingkat pendidikan, umur, keikutsertaan pada program kehutanan, status kepemilikan sumberdaya, dan status pekerjaan. Tamyis (2006), Saruan (2000), dan Hutauruk (1991) mengemukakan bahwa keterlibatan dalam program pengelolaaan sumberdaya mempengaruhi profil aktivitas dan profil akses dan kontrol dalam masyarakat. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pembagian kerja serta profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya antara lain peraturan dalam PHBM, norma pembagian kerja, stereotype peranan laki-laki dan perempuan, luas penggarapan lahan, pengalaman perencanaan program, pemanfaatan modal sosial, kelembagaan, dukungan dari pemerintahan desa dan LSM, serta banyak anak dalam suatu keluarga.

Hubungan Kesetaraan Gender dengan Efektivitas Pelaksanaan PHBM

Berdasarkan Keputusan Direksi Perum Perhutani No: 268/KPTS/DIR/2007, PHBM merupakan sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi antar stakeholder untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal. Sistem PHBM ini dilaksanakan dengan jiwa bersama, berdaya, dan berbagi yang meliputi pemanfaatan lahan atau ruang, waktu, dan hasil pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, memperkuat, dan mendukung serta kesadaran akan tanggung jawab sosial. Oleh karena itu sudah selayaknya jika sistem PHBM melibatkan semua pihak baik laki-laki maupun perempuan serta menguntungkan semua pihak sehingga tercipta keadilan, kesetaraan, dan kemandirian masyarakat desa hutan.

Selain itu PHBM juga bermaksud untuk mewujudkan peningkatan IPM yang bersifat fleksibel, partisipatif dan akomodatif. Fitriyani, Fabian, dan Maryani (2011) juga mengungkapkan bahwa secara konseptual pengelolaan sumberdaya berbasis komunitas harus melibatkan peran aktif semua pihak baik laki-laki maupun perempuan serta menyelaraskan program dengan berbagai aspek dan pihak terkait. Oleh karena itu pelibatan perempuan dalam PHBM akan sangat

(25)

menunjang keefektivan PHBM. Hal ini berkaitan dengan peran perempuan yang lebih dekat dengan alam sehingga akan menjaga kelesarian alam, berhubungan dengan pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan sumberdaya alam, serta berperan penting dalam proses pemeliharaan tanaman dan pasca panen.

Pelibatan perempuan dalam program PHBM akan meningkatkan pendapatan keluarga karena istri juga mendapatkan upah. Selain itu pengolahan komoditas hutan dan kegiatan pasca panen akan lebih berjalan sehingga pendapatan menjadi optimal (aspek ekonomi akan lebih mudah dicapai).

Selain itu perempuan mempunyai pandangan bahwa hutan berguna untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga sehingga akan selalu menjaga kelestarian hutan (dimensi ekologis akan lebih mudah tercapai). Berbeda dengan laki-laki yang memandang hutan untuk mencari nafkah sehingga cenderung mengekspoitasi hutan untuk mendapatkan pendapatan yang maksimal.

Bagan 1 Hubungan kesetaraan gender dengan efektivitas PHBM

Faktor eksternal dan internal dari anggota LMDH mempengaruhi pembagian kerja dalam rumahtangga dan kesetaraan akses dan kontrol terhadap sumberdaya dalam LMDH. Pembagian kerja dalam rumahtangga juga akan mempengaruhi akses dan kontrol suami dan istri dalam rumahtangga peserta LMDH terhadap sumberdaya dalam PHBM. Kesetaraan akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya PHBM akan menjadi indikator untuk menganalisa efektivitas PHBM pada dimensi sosial. Hal ini mengindikasikan bahwa profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya akan mempengaruhi efektivitas PHBM pada dimensi sosial. Selain itu, perspektif gender juga akan digunakan untuk menganalisa efektivitas PHBM pada dimensi ekonomi. Keberhasilan PHBM pada dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial akan mencerminkan efektivitas PHBM secara keseluruhan. PHBM dinilai berhasil jika masyarakat mengalami perubahan yang positif pada ketiga dimensi tersebut.

Efektivitas Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

Khususiyah dan Suyanto (2009) menjelaskan bahwa Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat

Efektivitas PHBM

Dimensi Ekologi

Profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya Profil aktivitas Faktor Eksternal Faktor Internal Dimensi Ekonomi Dimensi Sosial

(26)

desa hutan atau para pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan peningkatan IPM yang bersifat fleksibel, partisipatif, dan akomodatif. PHBM yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bentuk-bentuk pengelolaan sumberdaya hutan yang melibatkan masyakat.

PHBM menghendaki adanya pembagian sebagian wewenang pengelolaan hutan dari Perhutani kepada masyarakat. Bentuk-bentuk PHBM diantaranya Hutan Kemasyarakatan dan Perhutanan sosial. Berdasarkan Keputusan Direksi Perum Perhutani No: 268/KPTS/DIR/2007, PHBM bertujuan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional dan profesional.

Bagan 2 Dimensi untuk mengukur efektivitas PHBM

Selain itu di dalam PHBM juga terdapat kegiatan berbagi. Kegiatan berbagi ditujukan untuk meningkatkan nilai dan keberlanjutan fungsi serta manfaat sumberdaya hutan. Nilai dan proporsi berbagi ditetapkan oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa dengan pihak yang berkepentingan secara partisipatif.

Efektivitas merupakan tingkat keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu efektivitas PHBM dapat ditentukan jika tujuan PHBM sudah diketahui. Hal ini mengindikasikan bahwa efektivitas PHBM dapat diukur dengan mengkaji keberlanjutan manfaat sumberdaya (ekonomi), keberlanjutan fungsi sumberdaya (ekologi), dan kesetaraan akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya PHBM (harus sensitif gender). Sedangkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan model kemitraan dalam PHBM dapat dilihat dari dimensi sosial (kesetaraan hubungan antar stakeholder).

Muschett dalam Sutopo (2005) menjelaskan bahwa pembangunan kehutanan harus melibatkan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Berdasarkan dimensi ekonomi, tidak dapat dipungkiri bahwa kayu hutan mempunyai pasar yang sangat menggiurkan. Oleh karena itu pembangunan kehutanan harus menjamin pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar hutan. Ekologi merupakan hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu pembangunan kehutanan harus menjamin kelangsungan ekosistem, daya dukung lingkungan, dan keanekaragaman hayati. Selain kedua dimensi tersebut, pembangunan kehutanan juga harus mempertimbangkan dimensi sosial budaya karena keberhasilan pembangunan kehutanan sangat ditentukan oleh keterlibatan masyarakat sekitar hutan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan kehutanan. Faktor sosial budaya tentunya juga tidak

EFEKTIVITAS PHBM

Dimensi Ekonomi

Dimensi Ekologi Dimensi Sosial

(27)

terlepas dari kemitraan yang terjadi antara masyarakat dengan Perhutani sehingga tidak terjadi konflik dalam pengelolaan kehutanan.

Penelitian Sutopo (2005) di KPH Ngawi menunjukkan bahwa PHBM berpengaruh positif terhadap perubahan kelestarian dan kesejahteraan masyarakat hutan. Sutopo (2005) menggunakan dua indikator untuk mengukur pengaruh PHBM terhadap kelestarian hutan, yaitu tingkat pencurian kayu dan perubahan lahan nonproduktif. Indikator untuk melihat pengaruh PHBM terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan perubahan harapan hidup.

Pambudiarto (2007) mengungkapkan bahwa pengalaman perencanaan program, pemanfaatan modal sosial, kelembagaan, transparansi kepemimpinan, serta dukungan dari pemerintahan desa dan LSM dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan PHBM. Sedangkan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas PHBM dalam memanfaatkan sumberdaya adalah pelibatan aspiratif dan prakarsa pesanggem, peningkatan ekonomi pesanggem, dan jaringan koalisi dan komunikasi semua stakeholder.

Di lain sisi penelitian Sutopo (2005) menunjukkan bahwa sumberdaya manusia, metode, dan kedekatan dengan lokasi berpengaruh nyata terhadap keberhasilan pelaksanaan PHBM di KPH Ngawi, KPH Saradan, dan KPH Lawu DS. Ada lima indikator yang menandakan keberhasilan pelaksanaan PHBM yaitu penurunan tingkat pencurian kayu, penurunan lahan nonproduktif, meningkatnya pendapatan, meningkatnya harapan hidup, dan meningkatnya tingkat pendidikan.

Lynch dan Harwell (2002) menyebutkan bahwa kepemimpinan lokal mempengaruhi hubungan sosial yang terbentuk pada masyarakat tertentu. Kekuasaan kepemimpinan lokal berbasis keturunan (ascribed status) bukan berbasis keadilan maupun keahlian. Hubungan sosial dapat mempengaruhi konsep masyarakat mengenai siapa yang mempunyai hak dan siapa yang berpartisipasi dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan di masyarakat. Oleh karena itu kesetaraan gender dalam PHBM juga dapat dipengaruhi oleh kepemimpinan lokal dalam masyarakat tersebut.

(28)

KERANGKA PEMIKIRAN

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat merupakan program pengelolaan hutan yang melibatkan partisipasi masyarakat secara penuh dalam setiap tahapan program. Khususiyah dan Suyanto (2009) menjelaskan bahwa PHBM adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau para pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan peningkatan IPM yang bersifat fleksibel, partisipatif, dan akomodatif.

Keputusan Direksi Perum Perhutani No: 268/KPTS/DIR/2007 menyebutkan bahwa PHBM bertujuan untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan, melalui pengelolaan sumberdaya hutan dengan model kemitraan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa analisa efektivitas PHBM dapat dilihat dari dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dan dimensi sosial.

Dimensi ekonomi dapat dikaji berdasarkan perubahan tingkat pendapatan masyarakat dengan adanya program PHBM. Diversifikasi sumber pendapatan masyarakat juga dapat menjadi indikator efektivitas PHBM dari dimensi ekonomi. Misalnya masyarakat menjadi akses terhadap peternakan, simpan pinjam, dan kegiatan PHBM lainnya. Perspektif gender pada dimensi ekonomi dapat dilakukan dengan menganalisa kesetaraan proporsi pendapatan antara suami dan istri terhadap pendapatan rumahtangga. Informasi mengenai perspektif gender pada dimensi ekonomi akan dijelaskan secara kualitatif.

Dimensi ekologi dapat dikaji berdasarkan tingkat penjarahan hutan dan pemanfaatan lahan yang terjadi di hutan Desa Tlogohendro. Tingkat penjarahan hutan akan diukur dengan menggunakan indikator jumlah kasus penjarahan hutan dari tahun ke tahun. Penjarahan hutan meliputi kebakaran hutan, tanah longsor, pencurian kayu, penebangan liar, dan pembukaan hutan. Sedangkan pemanfaatan lahan akan diukur dengan mengkaji cara pemanfaatan lahan petakan sadapan dan lahan telantar oleh rumahtangga anggota LMDH.

Dimensi sosial diukur melalui perbandingan akses dan kontrol laki-laki dan perempuan pada rumahtangga anggota LMDH terhadap sumberdaya dalam program PHBM. Kesetaraan akses dan kontrol terhadap sumberdaya akan dipengaruhi oleh profil aktivitas laki-laki dan perempuan pada rumahtangga peserta LMDH. Oleh karena itu profil aktivitas juga akan dikaji untuk melihat pembagian kerja pada rumahtangga anggota LMDH. Profil aktivitas akan dikaji dengan membandingkan curahan waktu kerja suami dan istri pada kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan.

Akses laki-laki dan perempuan pada lapisan sosial yang berbeda terhadap sumberdaya program PHBM, menimbulkan ketimpangan akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Pembagian jumlah pohon pada rumahtangga anggota LMDH lapisan sosial yang lebih rendah lebih banyak dibandingkan dengan rumahtangga LMDH pada lapisan sosial yang lebih tinggi. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa jumlah anggota keluarga pada rumahtangga dengan lapisan sosial yang lebih rendah lebih banyak, sehingga membutuhkan sumberdaya yang lebih

(29)

banyak dalam memenuhi kebutuhan rumahtangga. Sedangkan akumulasi kepemilikan sumberdaya didominasi oleh rumahtangga dengan lapisan sosial yang lebih tinggi. Hal ini tentu saja menimbulkan kesenjangan sosial di dalam masyarakat.

Jumlah pohon sadapan dan akumulasi kepemilikan terhadap sumberdaya akan mempengaruhi akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kemampuan akses terhadap kegiatan simpan pinjam, penggemukan hewan ternak, dan kegiatan LMDH lainnya. Selain itu jumlah pohon sadapan dan akumulasi kepemilikan terhadap sumberdaya juga akan mempengaruhi pemanfaatan sumberdaya hutan baik kayu maupun nonkayu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akumulasi kepemilikan terhadap sumberdaya dan jumlah pohon sadapan akan mempengaruhi keragaman sumber pendapatan masyarakat dan meningkatkan tambahan pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat (dimensi ekonomi). Rumahtangga dengan akumulasi kepemilikan sumberdaya yang lebih besar akan lebih rendah kemungkinannya dalam menjarah hutan (dimensi ekologi). Kepemilikan terhadap sumberdaya juga akan menentukan pembagian kerja dalam rumahtangga serta akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya (dimensi sosial). Jadi dapat disimpulkan jumlah pohon sadapan dan akumulasi kepemilikan terhadap sumberdaya akan mempengaruhi efektivitas PHBM.

Mekanisme pembagian jumlah pohon dan kepemilikan terhadap sumberdaya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dibedakan menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal berhubungan dengan kondisi dan kepemilikan sumberdaya rumahtangga maupun masyarakat. Faktor eksternal meliputi jumlah tenaga kerja produkif dalam rumahtangga, kesempatan kerja baik di bidang pertanian maupun nonpertanian, dan status sosial kepala keluarga. Faktor internal berhubungan dengan kemampuan dan kepemilikan sumberdaya oleh individu. Faktor internal meliputi jenis kelamin, umur, dan tingkat pendidikan.

(30)

Keterangan :

: diuji secara kualitatif : diuji seara kuantitatif

Bagan 3 Kerangka analisa gender dalam PHBM

Faktor Internal 1.Tingkat pendidikan 2. Umur 3. Jenis Kelamin Faktor Eksternal 1. Jumlah tenaga kerja produktif dalam keluarga. 2.Kesempatan kerja. Dimensi Sosial

Tingkat kesetaraan akses dan kontrol terhadap sumberdaya Lapisan Sosial 1. Kepemilikan sumberdaya 2. Jumlah pohon sadapan 3. Dimensi Ekologi

1. Perubahan jumlah kasus penjarahan hutan 2. Perubahan tingkat pemanfaatan lahan Dimensi Ekonomi 1. Perubahan tingkat pendapatan 2. Tingkat keragaman sumber pendapatan

(31)

HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan lapisan sosial rumahtangga anggota LMDH.

2. Ada hubungan antara umur dengan lapisan sosial rumahtangga anggota LMDH.

3. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan lapisan sosial rumahtangga anggota LMDH.

4. Ada hubungan antara jumlah tenaga kerja produktif dengan lapisan sosial rumahtangga anggota LMDH.

5. Ada hubungan antara kesempatan kerja dengan lapisan sosial rumahtangga anggota LMDH.

6. Ada hubungan antara lapisan sosial dengan efektivitas PHBM :

a) Ada hubungan antara lapisan sosial dengan perubahan tingkat pendapatan.

b) Ada hubungan antara lapisan sosial dengan keragaman sumber pendapatan.

c) Ada hubungan antara lapisan sosial dengan perubahan jumlah kasus penjarahan hutan.

d) Ada hubungan antara lapisan sosial dengan pemaanfaatan lahan nonproduktif desa.

e) Ada hubungan antara lapisan sosial dengan kesetaraan profil aktivitas pada kegiatan produktif antara laki-laki dan perempuan. f) Ada hubungan antara lapisan sosial dengan tingkat kesetaraan

profil aktivitas pada kegiatan reproduktif antara laki-laki dan perempuan.

g) Ada hubungan antara lapisan sosial dengan tingkat kesetaraan profil aktivitas pada kegiatan sosial kemasyarakatan antara laki-laki dan perempuan.

h) Ada hubungan antara lapisan sosial dengan tingkat kesetaraan profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dalam program PHBM.

(32)

DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut:

1. Tingkat pendidikan yaitu pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh responden pada saat penelitian berlangsung. Tingkat pendidikan termasuk data ordinal. Tingkat pendidikan diukur dengan mengklasifikasikan pendidikan formal responden menjadi :

a) Tinggi : tamat SD atau lebih. (diberi skor 2)

b) Rendah : tidak sekolah-belum tamat SD. (diberi skor 1) 2. Jenis kelamin yaitu karakteristik biologis responden dari lahir yang

bersifat permanen. Jenis kelamin merupakan data ordinal karena dalam penelitian ini laki-laki dan perempuan merupakan suatu tingkatan. Variasi nilai dari jenis kelamin yaitu :

a) Perempuan (diberi skor 2) b) Laki-laki (diberi skor 1)

3. Umur yaitu lama responden hidup sejak dilahirkan hingga saat penelitian dilaksanakan. Penggolongan umur responden mengacu kepada sebaran umur responden di lapang. Umur responden dikategorikan menjadi :

a) < 20 tahun b) 20-34 tahun c) 35-49 tahun d) ≥ 50 tahun

4. Jumlah tenaga kerja produktif adalah jumlah anggota keluarga yang berada pada usia kerja yaitu usia 15-64 tahun (Rusli 2010). Ketentuan penggolongan jumlah tenaga kerja produktif disesuaikan dengan sebaran data yang diperoleh di lapang. Jumlah tenaga kerja produktif digolongkan menjadi :

a) Banyak : ≥ 3. (diberi skor 2) b) Sedikit : 0-2. (diberi skor 1)

5. Kesempatan kerja menurut data sensus penduduk dapat dikaji dengan menggunakan data jumlah penduduk yang bekerja. Rusli (2010) mengemukakan bahwa kesempatan kerja, sama dengan tenaga kerja yang bekerja di daerah tertentu. Data kesempatan kerja akan diukur berdasarkan data kuesioner mengenai responden yang memiliki aktivitas yang membantu pemenuhan kebutuhan rumahtanga. Aktivitas yang dimaksud dalam penelitian ini tidak terbatas pada kegiatan yang diupah tetapi juga kegiatan-kegiatan yang tidak diupah tetapi membantu pemenuhan kebutuhan rumahtangga. Data kesempatan kerja akan digolongkan menjadi :

a) Banyak : > 3 sektor pekerjaan. (diberi skor 2) b) Sedikit : 0-3 sektor pekerjaan. (diberi skor 1)

6. Status sosial merupakan sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam masyarakat.1 Status sosial responden akan diukur melalui akumulasi skor dari kepemilikan sumberdaya dan jumlah pohon.

1Mengacu pada definisi status sosial menurut Ralph Linton dalam artikel ”Arti definisi/pengertian status sosial & kelas sosial - stratifikasi/diferensiasi dalam masyarakat” yang dapat diakses di

(33)

Sumberdaya dalam penelitian ini meliputi keikutsertaan pada kelembagaan, penguasaan lahan, kepemilikan ternak, kondisi rumah, dan kepemilikan barang berharga. Data mengenai status sosial akan digolongkan menjadi :

a) Tinggi : jika skor responden antara 8-10. (diberi skor 2) b) Rendah : jika skor responden antara 5-7. (diberi skor 1) 7. Tingkat pendapatan yaitu penerimaan total rumahtangga berupa uang yang

dihitung dari berbagai sumber pendapatan selama satu bulan (Rp/bulan). Pendapatan dirinci menjadi pendapatan dari sektor pertanian (PHBM maupun non PHBM) dan non pertanian. Tingkat pendapatan dinyatakan dalam interval yang disesuaikan dengan sebaran data pendapatan di lapangan. Semakin tinggi golongan pendapatan responden maka skor pada kuesioner semakin tinggi. Hal ini menujukkan bahwa PHBM semakin efektif. Data pendapatan responden akan digolongkan menjadi :

a) Tinggi : jika pendapatan responden lebih dari 500.000. (diberi skor 2)

b) Rendah : jika pendapatan responden antara 100.000 - 500.000. (diberi skor 1)

8. Diversifikasi sumber pendapatan yaitu tingkat keragaman sumber pendapatan responden saat penelitian dilaksanakan. Keragaman sumber pendapatan responden akan diukur melalui jenis sumber pendapatan responden dalam kegiatan PHBM yang berasal dari pertanian hutan, pertanian nonhutan, peternakan, dan nonpertanian. Ukuran mengenai keragaman sumber pendapatan disesuaikan dengan sebaran data yang diperoleh di lapang. Keragaman sumber pendapatan akan digolongkan menjadi :

a) Tinggi : jika sumber pendapatan berasal dari lebih dari dua sektor. (diberi skor 2)

b) Rendah : jika sumber pendapatan berasal dari 1-2 sektor. (diberi skor 1)

9. Efektivitas PHBM pada dimensi ekonomi akan diukur dengan cara mengakumulasikan skor pada variabel diversifikasi sumber pendapatan dan tingkat pendapatan. Efektivitas PHBM dari dimensi ekonomi akan digolongkan menjadi :

a) Tinggi : jika skor responden antara 3-4. b) Rendah : jika skor responden 2.

10. Tingkat penjarahan hutan akan dianalisis dengan cara membandingkan informasi dari Ketua LMDH dan mandor PHBM mengenai kasus penjarahan hutan (pencurian kayu, tanah longsor, pembukaan hutan, kebakaran hutan, dan penebangan liar) dari tahun ke tahun serta perubahan jumlah pohon dari tahun ke tahun. Informasi tersebut akan dicek dengan menggunakan data dari anggota LMDH melalui pertanyaan kuesioner sehingga dapat dibandingkan antara data sekunder dengan kondisi di lapang. Tingkat penjarahan hutan akan dianalisa melalui persentase kejadian penjarahan hutan dari tahun ke tahun dan deskripsi kualitatif berdasarkan informasi dari anggota LMDH dan informan. Data mengenai tingkat penjarahan hutan akan dikompositkan dengan data tingkat pemanfaatan lahan untuk mengukur efektivitas PHBM dari dimensi ekologi.

(34)

11. Tingkat pemanfaatan lahan akan dikaji dengan menganalisa informasi dari Ketua LMDH dan mandor PHBM mengenai data pemanfaatan lahan di daerah tersebut dari tahun ke tahun. Informasi tersebut akan dicek menggunakan data kuesioner dari anggota LMDH mengenai pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh rumahtangga anggota LMDH di petakan sadapan. Analisa data mengenai pemanfaatan lahan dilakukan dengan menghitung persentase rumahtangga anggota LMDH yang memanfaatkan lahan, dan deskripsi kualitatif berdasarkan informasi dari informan dan anggota LMDH mengenai keragaman cara pemanfaatan lahan.

12. Efektivitas PHBM dari dimensi ekologi akan digolongkan menjadi : a) Tinggi : jika skor responden antara 10-12. (diberi skor 2) b) Rendah : jika skor responden antara 6-9.(diberi skor 1)

13. Akses dan kontrol terhadap sumberdaya yaitu keikutsertaan responden dalam memanfaatkan sumberdaya serta pengambilan keputusan mengenai sumberdaya yang digunakan responden. Sumberdaya yang akan diukur meliputi simpan pinjam, ternak, pemasaran pertanian, pemasaran peternakan, LMDH, bibit pohon, getah pinus, rumput gajah, dan petakan sadapan. Akses dan kontrol terhadap sumberdaya akan diukur dengan cara menghitung skor responden pada masing-masing sumberdaya. Penentuan skor responden pada masing-masing sumberdaya adalah sebagai berikut : i. Simpan pinjam

Akses : jika responden menjawab ya pada minimal satu pernyataan dari dua pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 1)

Tidak akses : jika responden menjawab tidak pada dua pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 0)

Kontrol : jika responden menjawab ya pada minimal satu pernyataan dari dua pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 1)

Tidak kontrol : jika responden menjawab tidak, pada dua pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 0)

ii. Ternak

Akses : jika responden menjawab ya sebanyak lebih dari tiga kali pada pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 1)

Tidak akses : jika responden menjawab ya sebanyak 0-3 kali pada pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 0)

Kontrol : jika responden menjawab ya sebanyak lebih dari tiga kali pada penyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 1)

Tidak kontrol : jika responden menjawab ya sebanyak 0-3 kali pada pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 0)

(35)

iii. Pemasaran pertanian

Akses : jika responden menjawab ya pada pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 1) Tidak akses : jika responden menjawab tidak pada pernyataan

mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 0) Kontrol : jika responden menjawab ya sebanyak 2-3 kali

pada penyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 1)

Tidak kontrol : jika responden menjawab ya sebanyak 0-1 kali pada pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 0)

iv. Pemasaran peternakan

Akses : jika responden menjawab ya pada pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 1) Tidak akses : jika responden menjawab tidak pada pernyataan

mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 0) Kontrol : jika responden menjawab ya sebanyak 2-3 kali

pada penyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 1)

Tidak kontrol : jika responden menjawab ya sebanyak 0-1 kali pada pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 0)

v. LMDH

Akses : jika responden menjawab ya pada salah satu pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 1)

Tidak akses : jika responden menjawab tidak pada semua pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 0)

Kontrol : jika responden menjawab ya pada semua penyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 1)

Tidak kontrol : jika responden menjawab ya hanya pada salah satu pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 0)

vi. Bibit pohon

Akses : jika responden menjawab ya pada salah satu pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 1)

Tidak akses : jika responden menjawab tidak pada semua pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 0)

Kontrol : jika responden menjawab ya pada salah satu penyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 1)

Tidak kontrol : jika responden menjawab tidak pada semua pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 0)

(36)

vii. Getah pinus

Akses : jika responden menyadap atau membantu menyadap getah pinus. (diberi skor 1)

Tidak akses : jika responden tidak pernah menyadap atau membantu menyadap getah pinus. (diberi skor 0) Kontrol : jika responden mengatur pemanfaatan uang hasil

penjualan getah pinus. (diberi skor 1)

Tidak kontrol : jika responden tidak ikut serta dalam pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan uang hasil penjualan getah pinus. (diberi skor 0)

viii. Rumput Gajah

Akses : jika responden melakukan aktivitas mencari rumput untuk pakan ternak. (diberi skor 1)

Tidak akses : jika responden tidak pernah mencari rumput untuk pakan ternak. (diberi skor 0)

Kontrol : jika responden menjawab ya pada 2-3 penyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 1) Tidak kontrol : jika responden menjawab ya hanya pada 0-1

pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 0)

ix. Petakan sadapan

Akses : jika responden menjawab ya pada 2-3 pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 1) Tidak akses : jika responden menjawab ya pada 0-1 pernyataan

mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 0) Kontrol : jika responden menjawab ya pada salah satu

penyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 1)

Tidak kontrol : jika responden menjawab tidak pada semua pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 0)

Tingkat akses dan kontrol terhadap sumberdaya akan diukur dengan mengakumulasikan skor responden dari kesembilan sumberdaya dalam LMDH tersebut. Profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya akan digolongkan menjadi setara dan tidak setara. Akses dan kontrol setara jika suami dan istri pada rumahtangga anggota LMDH mempunyai akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Selain itu akses dan kontrol responden terhadap sumberdaya dikelompokkan menjadi :

a) Tinggi : jika skor responden antara 5-9. b) Rendah : jika skor responden antara 0-4.

14. Profil aktivitas yaitu daftar aktivitas responden selama satu hari penuh dan pembagian kerja dalam rumahtangga. Profil aktivitas diukur dengan menghitung curahan waktu responden pada kegiatan produktif 2 ,

2 Kegiatan produktif yaitu kegiatan yang menyumbang pendapatan keluarga dalam bentuk uang atau barang yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Tobing, et al dalam Bahriyah 2006).

(37)

reproduktif3, dan sosial kemasyarakatan4 dengan satuan jam per bulan. Tingkat kesetaraan profil aktivitas akan dilihat dari perbandingan curahan waktu antara kepala keluarga laki-laki dan kepala keluarga perempuan pada kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan.

15. Efektivitas PHBM dari dimensi sosial akan diukur dengan cara mengakumulasikan skor responden pada variabel profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Efektivitas PHBM dari dimensi sosial akan digolongkan menjadi :

a) Tinggi : jika skor responden 10-18. (diberi skor 2) b) Rendah : jika skor reponden 0-9. (diberi skor 1)

16. Efektivitas PHBM akan diukur dengan cara mengakumulasikan skor efektivitas PHBM pada dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial. Efektivitas PHBM akan digolongkan menjadi :

a) Tinggi : jika skor responden 5-6. b) Rendah : jika skor reponden 3-4.

3

Kegiatan reproduktif yaitu pekerjaan demi menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga seperti melahirkan dan mengasuh anak, serta pekerjaan rumah tangga (Tobing, et al dalam Bahriyah 2006).

4 Kegiatan yang ditujukan untuk membantu kesejahteraan dan kepentingan bersama anggota masyarakat (Mitchell et.al. dalam Tamyis 2006)

Gambar

Tabel 1 Luas wilayah Desa Tlogohendro berdasarkan tata guna lahan pada tahun  2012
Tabel 3 Jumlah penduduk Desa Tlogohendro berdasarkan tingkat pendidikan pada  tahun 2012
Tabel 4 Jumlah penduduk  Desa Tlogohendro berdasarkan mata pencaharian pada  tahun 2012
Tabel 5 Rincian harga getah pinus tahun 2012 di LMDH Tlogo Mulyo  Jenis Mutu  Harga getah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, dan Pemerintah Kerajaan Swedia yang diwakili oleh Kementerian

Terdorong dan distimulasi oleh perkumpulan ini , maka timbul perkumpulan dan persatuan se profesi di Ambon dan Lease seperti diuraikan dalam BAB II. Kegiatan

kebutuhannya baik berupa fisik atau mental, spiritual atau pun sosial. Semua anak diberikan hak untuk memperoleh pendidikan untuk mengembangkan dirinya baik

Variabel tunggal yang dimaksud adalah Ergӓnzungsfrage (menggunakan kata tanya) dan Entscheidungsfrage (tanpa kata tanya). Adapun pada kalimat tanya Ergӓnzungsfrage

Drunken Monster: Kumpulan Kisah Tidak Teladan (Cacatan Harian Pidi Baiq) Buku ini adalah buku tentang superman, begitu Pidi Baiq menyebut dirinya ketika sakit flu.. Bolehlah disebut

330.330.700.000, dan 8% dengan hasil peramalan produksi singkong tahun 2019 sebanyak 5.416.624 ton dengan hasil analisis kelayan finansial yang menunjukan angka positif pada nilai

Penggunaan bahan tambahan pangan tidak boleh sembarangan hanya dibenarkan untuk tujuan tertentu saja, misalnya untuk mempertahankan gizi makanan. Pengguanan bahan

Perlakuan BAP dengan dua taraf konsentrasi (1 mg/l dan 2 mg/l) dan media (MS dan KC) dengan empat taraf konsentrasi hara makro dan mikro (1, ¾, ½, dan ¼ konsentrasi hara makro