Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Aditya Advian Natali NIM: 069114011
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
boleh menyesali resikonya”
v
perkenankanlah aku mengucap syukur kepada-MuTuhan yang memiliki dan
mengendalikan kehidupanku,karena Engkau sungguh baik, menjadi teladan
yang tak tergantikan dalam hidup, menjadi sumber cinta, pengharapan dan kasih.
Terima kasih Tuhan atas berkat-Mu sehingga aku bisa menyelesaikan penulisan
skripsi ini, karenatanpa kasih-Musemua ini hanya akan menjadiselembar
kertas kosong…
vii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keharmonisan keluarga dengan prestasi belajar remaja akhir. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara keharmonisan keluarga dengan prestasi belajar siswa. Penelitian dilaksanakan di SMA N 9 Yogyakarta pada siswa kelas XI IS dan XI IA 5. Subjek penelitian berjumlah 59 siswa yang ditentukan dengan cara purposive samplingdengan karakteristik subyek (1) Siswa – siswi SMA yang berada pada rentang usia remaja akhir yaitu umur 16 sampai 18 tahun, (2) Subyek tinggal bersama dengan kedua orangtua, (3) Subyek memiliki nilai – nilai ujian yang lengkap. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala keharmonisan keluarga yang dibuat dengan model skala likert serta laporan hasil belajar siswa berupa nilai yang diperoleh siswa pada semester satu. Reliabilitas skala keharmonisan keluarga diuji dengan menggunakan metode koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dan diperoleh hasil sebesar 0,962. Berdasarkan analisis korelasiPearson Product Momentdiperoleh hasil koefisien korelasi sebesar r = 0,176 dengan taraf signifikansi sebesar 0,091 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan positif yang signifikan antara keharmonisan keluarga dengan prestasi belajar remaja akhir sehingga hipotesis dalam penelitian ini ditolak.
viii
ABSTRACT
The research was aimed to investigate the relationship between the family harmony with the learning achievement of adolescent. Hypothesis that was proposed in the research was that there was positive relationship between the family harmony with the students’ learning achievement. The research was carried out at SMA N 9 Yogyakarta to the students of grade XI IS and XI IA5. The subjects were 59 students who were determined using purposive sampling technique with the characteristics of the research subject (1) the students of senior high school in the range of adolescent’s ages of 16 to 18 years old, (2) living with both of their parents, (3) subjects had complete value of test. The data collecting in the research used the perception scale towards the family harmony that was made through Likert’s scale and the value of the learning achievement which was achieved by the students in the first semester. The reliability of the family harmony scale was estimated using reliability coefficients method of Alpha Cronbach and provided the value of 0.962. The correlation coefficient between family harmony and achievement was r = 0.176 with significant levels 0.091 (p > 0.05). The result showed that there was not significant positive relationship between family harmony with learning achievement of the students so that the hypothesis in the research was declined.
x
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih
dan penyertaan-Nya yang tak berkesudahan, hingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Antara Keharmonisan Keluarga
dengan Prestasi Belajar.”
Terwujudnya penulisan skripsi ini tidak lepas dari adanya dukungan
berbagai pihak, oleh karena itu penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima
kasih yang tulus kepada:
1. Ibu Dr. Ch. Siwi H, M. Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta,
2. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan banyak waktu, arahan, kesabaran, ketelitian, kritik dan saran
yang sangat membangun dalam penyusunan skripsi ini,
3. Bapak Agung Santoso, MA, Bapak Y. Heri Widodo, M.Psi. dan Ibu Titik
Kristiyani, M.Psi. selaku dosen penguji skripsi. Terima kasih atas segala
masukan, arahan dan saran sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik.
4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah
mendidik dan mengajar dengan baik selama penulis mengikuti kuliah. Terima
kasih atas semua jasa dan ilmu pengetahuan yang diberikan.
5. Seluruh karyawan dan karyawati yang telah memberikan perhatian dan
pelayanan yang tulus dan asertif (mas Muji, mas Gandung, mas Doni, mbak
xi penelitian,
7. Orang tuaku, Bapak Renung Bakirna dan Ibu Tri Hastuti Wahyuningsih, aku
bersyukur kepada Tuhan karena memulai kehidupanku di dunia melalui
kalian. Terima kasih untuk semua cinta, usaha, pengorbanan yang begitu besar
dan kasih yang tak terhapuskan. Terima kasih juga atas semua doa – doa
bapak & ibu sehingga aku bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini,
8. Kakakku Hanung Kriswibowo dan adikku Atmaka Kosala Labdajaya, terima
kasih karena kalian telah menjadi saudara dan sahabat yang menyenangkan
serta selalu mendukung apa yang kukerjakan. Terima kasih juga untuk mbak
Ditya yang selalu memberikan semangat dan dukungannya, serta untuk
keponakanku Radit (RDT) yang ganteng dan lucu terima kasih karena telah
menjadi sumber keceriaan baru dalam keluarga,
9. Seluruh keluarga besarku (eyang, pakde, bude, om, tante, dan seluruh
saudaraku) yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas
segala bentuk dukungan yang diberikan dan rasa persaudaraan yang erat di
antara kita,
10. Margaretha Normanitha Shintya Dewi, dewi kecil yang memberikan perhatian, kasih sayang dan cinta yang menyejukkan. Terima kasih karena
selalu mendukung apa yang kulakukan, memberi motivasi dan selalu
xii keluarga kita,
12. Sahabat – sahabat di Psikologi yang telah memberikan banyak warna dalam
masa – masa belajar di kampus (Satria, Berto, Coro, Agung 05, Noby, Chika,
Viany, Kesed, Mia, Cacha, Lily, Adel 07, Eriza, Liem, Ari, Timmo, Manto,
Liza, Ayuk, Crish, Clare, Vivin, Endy, Guntur) dan seluruh teman – teman
yang pernah berdinamika bersamaku, kalian semua tidak akan pernah
terlupakan,
13. Kedua sahabatku (Rully dan Ayuk), terima kasih banyak atas semua waktu
dan persahabatan tanpa syarat yang kalian berikan selama ini,
14. Teman – teman GIGA band (Mas Boni, Vishnu, Indra, Leo, dan Foo), mari
terus bermusik dan berkarya untuk masa depan kita, terima kasih karena
kalian membuatku mengerti banyak tentang musik, persahabatan dan usaha
untuk terus menjadi lebih baik,
15. Teman – teman GKJ Prambanan yang selalu mendoakanku dan memberikan
motivasi terutama rekan Komunitas Tumbuh Bersama (mas Nug, mbak Ari,
mbak Mim, mbak Nensi, Sia, Dita, Nining, Siska, Agung, Satria, Enggi, Adis,
Yonatan, Yoan, Andre, mas Ian, Wawan, dll). Terima kasih karena
membantuku dalam pertumbuhan iman kepada Tuhan. Tuhan memberkati,
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas
xiii
pihak yang membacanya dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 2 Agustus 2010 Penulis,
HALAMAN JUDUL ………... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… ii
HALAMAN PENGESAHAN ………..
HALAMAN MOTTO ………
HALAMAN PERSEMBAHAN ………
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………
ABSTRAK ……….
ABSTRACT ………...
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………
KATA PENGANTAR ………...
BAB I PENDAHULUAN ……….... 1
A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Rumusan Masalah ………. 4
C. Tujuan Penelitian…...………
D. Manfaat Penelitian ………
4
5
BAB II LANDASAN TEORI………... 6
A. Remaja Akhir ………..………...
1. Definisi Remaja Akhir……….. 6
ii
B. Prestasi Belajar ….………..
1. Pengertian Belajar ………
2. Pengertian Prestasi Belajar………
3. Kriteria Penilaian Prestasi Belajar…..………..
4. Pengukuran Prestasi Belajar………...………...
5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar …………
C. Keharmonisan Keluarga ……….
1. Pengertian Keharmonisan Keluarga………..…………
2. Aspek – Aspek Keharmonisan Keluarga……….. 10
D. Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dengan Prestasi Belajar...
E. Hipotesis………..
F. Skema Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dengan Prestasi
Belajar………... 26
28
29
BAB III METODE PENELITIAN……….………
A. Jenis Penelitian ………...
B. Identifikasi Variabel Penelitian ………..
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian………
1. Keharmonisan Keluarga…..………..
2. Prestasi Belajar ….………
D. Subyek Penelitian ………...
iii
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ...………...
1. Validitas Alat Pengumpulan Data .………...
2. Reliabilitas Alat Tes ………..………...
G. Uji Coba Alat Tes ………..
1. Proses Uji Coba ………
2. Hasil Uji Coba Alat Tes………
H. Teknik Analisis Data ………..
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………...
A. Persiapan Penelitian ………...
B. Pelaksanaan Penelitian ………...
C. Deskripsi Subyek Penelitian ………..
D. Deskripsi Data Penelitian………
1. Data Keharmonisan Keluarga .……….
2. Data Prestasi Belajar Subyek Penelitian …….……….
E. Hasil Uji Hipotesis ……….………
1. Uji Asumsi………
2. Uji Hipotesis Hubungan ………...
F. Pembahasan ………
v
Tabel 2 Blueprint Skala Keharmonisan Keluarga Sebelum Uji
Coba……… 36
Tabel 3 Blueprint Skala Keharmonisan Keluarga Setelah Uji Korelasi Aitem Total………... 43
Tabel 4 Blueprint Skala Keharmonisan Keluarga Setelah Uji Coba……… 44
Tabel 5 Data Keharmonisan Keluarga... 48
Tabel 6 Data Prestasi Belajar Subyek Penelitian………... 49
Tabel 7 Hasil Uji Normalitas... 50
xv
Lampiran 1 Skala Uji Coba……….. 60
Lampiran 2
Lampiran 3
Reliabilitas Skala Uji Coba………...
Skala Penelitian………. 65
71
Lampiran 4 Data Leger Nilai Semester Satu Tahun Pelajaran 2009/2010 SMA
9 Yogyakarta………. 76
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Analisis Data Skala Penelitian………..
Reliabilitas Skala Penelitian……….
Deskriptif Statistik……… 79
80
85
Lampiran 8 Hasil Uji Normalitas... 86
Lampiran 9 Hasil Uji Linieritas ………... 86
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak
dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan
berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun (Papalia dan
Olds, 2001). Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal
(13 hingga 16 tahun) dan masa remaja akhir (16 hingga 18 tahun). Masa remaja
awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu
telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
Dalam setiap tahap perkembangan kehidupan manusia terdapat tugas
perkembangan yang harus dilalui. Pada remaja akhir, tugas perkembangan utama
bagi individu adalah mencapai kemandirian, namun berfokus pada persiapan diri
untuk benar – benar terlepas dari orang tua, membentuk pribadi yang bertanggung
jawab, mempersiapkan karir ekonomi, dan membentuk ideologi pribadi yang di
dalamnya juga meliputi penerimaan terhadap nilai dan sistem etik (Kimmel,
1995).
Seperti yang telah dijabarkan diatas, salah satu tugas perkembangan
remaja akhir adalah mencapai kemandirian dan mempersiapkan karir ekonomi
untuk masa yang akan datang. Hal tersebut akan dimulai dari keberhasilan remaja
dalam masa studinya. Menurut Santrock (1998), keberhasilan atau kegagalan yang
diperoleh pada masa remaja dapat menjadi prediktor hasil yang akan diperoleh
remaja pada saat dewasa. Terkait dengan pendapat diatas, Gunarsa (2002)
menambahkan bahwa keberhasilan pada remaja sangat terkait dengan
keberhasilannya pada prestasi belajar di sekolah.
Prestasi belajar sangat penting bagi remaja karena selain untuk mencapai
kemandirian dan mempersiapkan karir ekonomi di masa mendatang, prestasi
belajar juga dapat memenuhi kebutuhan remaja untuk memperoleh status sosial
terutama dengan teman – teman sebayanya. Menurut Prayitno (2006), apabila
kebutuhan remaja tidak terpenuhi akan timbul perasaan kecewa, malu dan frustasi
sehingga remaja akan bertindak agresif, egosentris, dan menarik diri. Dewasa ini,
dunia pendidikan dikejutkan dengan banyaknya siswa SMA melakukan aksi
bunuh diri karena tidak lulus Ujian Nasional (UN). Salah satunya adalah seorang
siswi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) Muarojambi, Provinsi Jambi,
Sri Wahyuningsih (18), yang mengakhiri hidupnya dengan menenggak pupuk
tanaman seusai melihat hasil pengumuman UN (Kompas online, 2010).
Fenomena memprihatinkan yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia ini
menunjukkan bahwa prestasi belajar merupakan hal penting dalam kehidupan
remaja akhir.
Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes
atau angka nilai yang diberikan guru (Tu`u, 2004). Prestasi belajar siswa di
sekolah dioperasionalisasikan dalam bentuk indikator berupa nilai raport(Azwar,
2007). Dalamraporttercantum nilai – nilai yang menunjukkan kemampuan siswa
satu kelas sehingga prestasi belajar siswa tersebut dapat dibandingkan dengan
prestasi siswa lainnya.
Keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi belajar dipengaruhi oleh
beberapa faktor baik faktor internal maupun eksternal. Menurut Syah (1995),
secara global faktor – faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan
menjadi tiga macam yaitu faktor internal (faktor dari dalam siswa), yaitu keadaan
atau kondisi jasmani dan rohani; faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu
kondisi di lingkungan sekitar siswa; dan faktor pendekatan belajar (approach to
learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang
digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi – materi
pelajaran.
Lingkungan keluarga termasuk dalam salah satu faktor eksternal yang
dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Ada berbagai macam aspek yang
terdapat di dalam keluarga seperti pola asuh orang tua, interaksi anggota keluarga,
status sosio-ekonomi, dll. Salah satu hal yang menarik bagi peneliti adalah aspek
keharmonisan keluarga karena sejauh ini belum ada penelitian mengenai kaitan
antara keharmonisan keluarga dengan prestasi belajar, sedangkan keharmonisan
keluarga adalah salah satu hal yang sangat dapat dirasakan oleh anggota keluarga.
Menurut Gunarsa (2004), keharmonisan keluarga ialah bilamana seluruh anggota
keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan,
kekecewaan dan puas terhadap seluruh keadaan keberadaan dirinya yang meliputi
Harmonis atau tidaknya keluarga akan memberikan dampak pada setiap
anggota keluarga. Misalnya, seorang anak yang merasa keluarganya harmonis
akan mempersepsi rumah mereka sebagai suatu tempat yang membahagiakan
karena semakin sedikit masalah antara orangtua, maka semakin sedikit masalah
yang dihadapi anak. Hal ini akan menciptakan suasana yang kondusif untuk
proses belajar anak sehingga diharapkan akan membantu anak dalam mencapai
prestasi yang diharapkan. Sebaliknya, jika anak mempersepsi keluarganya
berantakan atau kurang harmonis maka ia akan terbebani dengan masalah yang
sedang dihadapi di dalam keluarganya tersebut. Suasana di dalam rumah menjadi
tidak tenang sehingga rumah menjadi tempat yang kurang menyenangkan untuk
proses belajar anak karena banyaknya konflik dan permasalahan. Hal ini akan
mengganggu konsentrasi anak dalam belajar dan membuat suasana hati anak
menjadi kurang baik untuk belajar, sehingga akan mempengaruhi prestasi
belajarnya di sekolah.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, penulis ingin
mengetahui apakah ada hubungan antara keharmonisan keluarga dengan prestasi
belajar remaja akhir.
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis
Sebagai tambahan literatur di bidang psikologi belajar dan psikologi
perkembangan mengenai hubungan antara keharmonisan keluarga dengan
prestasi belajar remaja akhir.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan orangtua, sekolah,
dan remaja akhir mengenai kaitan antara faktor eksternal yaitu keharmonisan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. REMAJA AKHIR
1. Definisi Remaja Akhir
Dalam penelitian ini, peneliti memilih remaja akhir sebagai subyek
penelitian. Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja
awal (13 hingga 16 tahun) dan masa remaja akhir (16 hingga 18 tahun).
Berdasarkan pendapat Hurlock diatas dapat disimpulkan bahwa remaja
akhir berada pada rentang usia antara 16 hingga 18 tahun.
Remaja akhir adalah tahap untuk mencapai kedewasaan karena
pada masa ini kebanyakan remaja telah mampu menentukan suatu kode
moral dan relatif merasa senang dengan hubungan seksual. Walaupun
masih sering timbul keraguan tentang dirinya, perkembangan kognitifnya
akan terus berkembang dengan cara berpikir secara logis dan prihatin akan
masa depan.
2. Karakteristik Remaja Akhir
Makmun, (2003) memerinci karakteristik perilaku dan pribadi pada
masa remaja, yang terbagi ke dalam bagian dua kelompok yaitu remaja
awal (11-13 s.d. 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 s.d. 18-20 tahun)
meliputi aspek: fisik, psikomotor, bahasa, kognitif, sosial, moralitas,
keagamaan, konatif, emosi afektif dan kepribadian. Berikut ini akan
dijelaskan karakteristik pada remaja akhir melalui masing – masing aspek:
a. Aspek Fisik
Laju perkembangan secara umum kembali menurun, sangat
lambat; Proporsi ukuran tinggi dan berat badan lebih seimbang
mendekati kekuatan orang dewasa; Kesiapan berfungsinya
organ-organ reproduktif seperti pada orang dewasa.
b. Aspek Psikomotor
Gerak gerik mulai mantap; Jenis dan jumlah cabang permainan
lebih selektif dan terbatas pada keterampilan yang menunjang kepada
persiapan kerja.
c. Aspek Bahasa
Lebih memantapkan diri pada bahasa asing tertentu yang
dipilihnya; Menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung
nilai-nilai filosofis, etis, religius.
d. Aspek Kognitif
Sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal
disertai kemampuan membuat generalisasi yang lebih bersifat
konklusif dan komprehensif; Tercapainya titik puncak kedewasaan
bahkan mungkin mapan (plateau) yang suatu saat (usia 50-60) menjadi
deklinasi; Kecenderungan bakat tertentu mencapai titik puncak dan
e. Aspek Sosial
Bergaul dengan jumlah teman yang lebih terbatas dan selektif dan
lebih lama (teman dekat); Kebergantungan kepada kelompok sebaya
berangsur fleksibel, kecuali dengan teman dekat pilihannya yang
banyak memiliki kesamaan minat.
f. Aspek Moralitas
Sudah dapat memisahkan antara sistem nilai – nilai atau normatif
yang universal dari para pendukungnya yang mungkin dapat berbuat
keliru atau kesalahan; Sudah berangsur dapat menentukan dan menilai
tindakannya sendiri atas norma atau sistem nilai yang dipilih dan
dianutnya sesuai dengan hati nuraninya; Mulai dapat memelihara jarak
dan batas-batas kebebasannya mana yang harus dirundingkan dengan
orang tuanya
g. Aspek Keagamaan
Eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai
dipahamkan dan dihayati menurut sistem kepercayaan atau agama
yang dianutnya; Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari mulai
dilakukan atas dasar kesadaran dan pertimbangan hati nuraninya
sendiri secara tulus ikhlas; Mulai menemukan pegangan hidup.
h. Aspek Konatif, Emosi, Afektif dan Kepribadian
Sudah menunjukkan arah kecenderungan tertentu yang akan
mewarnai pola dasar kepribadiannya; Reaksi-reaksi dan ekspresi
Kecenderungan titik berat ke arah sikap nilai tertentu sudah mulai jelas
seperti yang akan ditunjukkan oleh kecenderungan minat dan pilihan
karier atau pendidikan lanjutannya; yang juga akan memberi warna
kepada tipe kepribadiannya; Kalau kondisi psikososialnya menunjang
secara positif maka mulai tampak dan ditemukan identitas
kepriba-diannya yang relatif definitif yang akan mewarnai hidupnya sampai
masa dewasa.
3. Tugas Perkembangan Remaja Akhir
Dalam setiap tahap perkembangan kehidupan manusia terdapat
tugas perkembangan yang harus dilalui, begitu pula dalam tahap
perkembangan remaja. Havighurst dalam (Kimmel, 1995) menawarkan
suatu konsep tugas perkembangan yang meliputi pengetahuan,
keterampilan, sikap atau fungsi yang diharapkan dapat dicapai oleh
individu pada setiap tahap perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan
ini harus dicapai sebelum seorang individu melangkah ke tahapan
perkembangan selanjutnya. Apabila seorang individu gagal dalam
memenuhi tugas perkembangannya, maka ia akan sulit untuk memenuhi
tugas perkembangan fase selanjutnya. Atau, apabila ia gagal melaksanakan
tugas perkembangannya pada waktu yang tepat, maka ia akan mengalami
kesulitan untuk menyelesaikannya di waktu yang lain, atau melaksanakan
Pada remaja akhir, tugas perkembangan utama bagi individu adalah
mencapai kemandirian, namun berfokus pada persiapan diri untuk
benar-benar terlepas dari orang tua, membentuk pribadi yang bertanggung jawab,
mempersiapkan karir ekonomi, dan membentuk ideologi pribadi yang di
dalamnya juga meliputi penerimaan terhadap nilai dan sistem etik
(Kimmel, 1995).
B. PRESTASI BELAJAR 1. Pengertian Belajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil
tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada bagaimana proses
belajar yang dialami oleh siswa.
Menurut Winkel (1996) belajar adalah “suatu aktivitas mental/
psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan,
yang menghasilkan perubahan - perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara
relatif konstan.
Selanjutnya menurut Slameto (2003), belajar ialah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa
belajar adalah suatu kegiatan aktif yang dilakukan oleh seseorang untuk
mendapatkan perubahan tingkah laku, pengetahuan, ketrampilan dan sikap
yang bersifat permanen.
2. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah kemampuan siswa untuk mencapai target
yang telah ditetapkan dalam suatu program pendidikan. Prestasi itu dapat
diukur melalui evaluasi belajar terhadap siswa baik melalui ujian maupun
tes (Syah, 2004). Sedangkan menurut Azwar (2007), keberhasilan siswa
dalam belajar ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa melalui tes hasil
belajar yang diberikan dan dinilai oleh guru, baik pada pertengahan
maupun akhir periode belajar.
Sementara menurut Winkel (2007) prestasi belajar merupakan
suatu hasil dari suatu proses belajar yang terjadi pada anak sekolah yang
hasilnya berupa ilmu pengetahuan, ketrampilan dan sikap.
Prestasi belajar siswa terfokus pada nilai atau angka yang dicapai
siswa dalam proses pembelajaran di sekolah. Nilai tersebut terutama
dilihat dari sisi kognitif, karena aspek ini yang sering dinilai oleh guru
untuk melihat penguasaan pengetahuan sebagai ukuran pencapaian hasil
belajar siswa (Arifin, 1991).
Dari berbagai macam pengertian prestasi belajar tersebut dapat
anak didik setelah melalui kegiatan belajar yang ditunjukkan dengan nilai
tes yang diberikan guru.
3. Kriteria Penilaian Prestasi Belajar
Penilaian adalah hasil pengukuran dan penentuan pencapaian hasil
belajar, sementara evaluasi adalah penentuan nilai suatu program dan
penentuan pencapaian tujuan suatu program. Adapun tujuan penilaian
meliputi:
1. Menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu.
2. Menentukan kebutuhan pembelajaran
3. Membantu dan mendorong siswa
4. Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik
5. Menentukan strategi pembelajaran
6. Akuntabilitas lembaga
7. Meningkatkan kualitas pendidikan
Depdiknas (2003) mengemukakan penilaian adalah suatu proses
sistematis yang mengandung pengumpulan informasi, menganalisis dan
menginterpretasi informasi tersebut untuk membuat keputusan keputusan.
Selain pengertian diatas ada beberapa pendapat mengenai pengertian
penilaian antara lain :
1. Hamalik (2003) mengemukakan bahwa penilaian adalah suatu proses
menilai (assess) keputusan-keputusan yang dibuat dalam merancang
suatu sistem pengajaran.
2. Arikunto (1997) mengemukakan bahwa penilaian dalam pendidikan
adalah kegiatan menilai yang terjadi dalam kegiatan pendidikan atau
sekolah. Guru ataupun pengelola pengajaran mengadakan penilaian
dengan maksud melihat apakah usaha yang dilakukan melalui
pengajaran sudah mencapai tujuan. Dari beberapa arti penilaian yang di
utarakan di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa penilaian dapat di
lakukan setelah diperoleh informasi proses dan hasil belajar siswa.
Penilaian merupakan salah satu bagian yang penting dalam
rangkaian proses pendidikan dan pengajaran. Dapat dikatakan semua
kegiatan pendidikan dan pengajaran baik tidaknya di tentukan oleh
penilaian, dan tentunya di dalam prakteknya tidak melihat hasil baiknya
saja tetapi juga harus melihat kriteria atau hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam penilaian, antara lain:
1. Penilaian harus mencakup tiga aspek kemampuan, yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotor.
2. Menggunakan berbagai cara penilaian pada waktu kegiatan belajar
sedang berlangsung
3. Pemilihan alat dan jenis penilaian berdasarkan rumusan tujuan
4. Mengacu pada tujuan dan fungsi penilaian,misal pemberian umpan
balik,memberikan laporan pada orang tua,dan pemberian informasi
pada siswa tentang tingkat keberhsilan belajarnya.
5. Alat penilaian harus mendorong kemapuan penalaran dan kreativitas
siswa, misalnya tes tertulis uraian, portofolio, hasil karya siswa,
observasi dan lain-lain.
6. Penilaian dapat dilakukan melalui tes dan non tes.
7. Mengacu pada prinsip diferensiasi,yakni memberikan peluang kepada
siswa untuk menunjukkan apa yang diketahui, yang dipahami, dan
mampu dilakukannya.
8. Tidak bersifat diskriminasi, yakni untuk memilih-milih mana siswa
yang berhasil dan mana yang gagal dalam menerima pembelajaran
(Depdiknas,2003) Sumber : Laporan Penilaian Hasil Belajar
(Depdiknas,2003)
Adapun ketentuan-ketentuan dalam kriteria penilaian adalah sebagai berikut:
1. Nilai Kognitif dan Psikomotor dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat
dengan rentang 0 – 100
3. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk setiap mata pelajaran di setiap
jenjang diputuskan melalui Rapat Kerja Sekolah.
4. Remedial maksimal dapat dilakukan tiga kali, nilai remedial setiap
kompetensi dasar maksimal sama dengan KKM setiap kompetensi dasar.
5. Nilai raport kognitif = rata-rata kumulatif setiap standar kompetensi (SK),
rata-rata SK diperoleh dari rata-rata kompetensi dasar (KD)
6. Nilai raport psikomotor = rata-rata kumulatif setiap standar kompetensi
(SK), sedang rata-rata SK diperoleh dari rata-rata Kompetensi dasar (KD)
7. Nilai raport Afektif = rata-rata kumulatif nilai afektif ( dengan nilai A=
sangat baik, B= baik, C= cukup baik, D= kurang baik, E= tidak baik )
8. Nilai raport semester 1 adalah rerata nilai kumulatif satu semester, nilai
raport semester 2 adalah rerata nilai kumulatif satu tahun.
Nilai ketuntasan standar kompetensi ideal yaitu 100, namun standar
nilai ini disesuaikan dengan tiap sekolah dengan berbagai alasan yang
melatarbelakanginya. Guru dan sekolah dapat menetapkan nilai ketuntasan
minimum secara bertahap dan terencana agar memperoleh nilai ideal.
Siswa yang belum tuntas harus mengikuti program remedial.
4. Pengukuran Prestasi Belajar
Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal
dengan tes prestasi belajar. Azwar (2007) mengemukakan tentang tes
sesorang dalam belajar. Testing pada hakikatnya menggali informasi yang
dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Tes prestasi
belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap
performasi maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan atau materi
yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan formal tes prestasi
belajar dapat berbentuk ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan
ebtanas dan ujian-ujian masuk perguruan tinggi.
Menurut Djamarah (2002) untuk mengukur dan mengevaluasi
tingkat keberhasilan belajar dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar.
Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, tes prestasi belajar dapat
digolongkan ke dalam jenis penilaian sebagai berikut:
a. Tes Formatif
Penilaian ini digunakan untuk mengukur satu atau beberapa
pokok bahasan tertentu dengan bertujuan untuk memperoleh gambaran
tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tertentu
b. Tes Subsumatif
Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah
diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh
gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi
belajar siswa.
c. Tes Sumatif
Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap
semester, satu atau dua tahun pelajaran. Tujuannya adalah untuk
menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan belajar siswa dalam suatu
periode belajar tertentu.
Pengukuran prestasi belajar menurut Mulyana (2002) antara lain
dengan menggunakan kegiatan:
a. Ulangan Umum
Ulangan umum dilaksanakan bersama-sama kelas pararel dan
ulangan umum bersama di tingkat rayon, kecamatan, kodya atau
kabupaten maupun propinsi.
b. Ujian Akhir
Ujian akhir dilakukan pada akhir program pendidikan. Hasil
evaluasi ujian akhir ini dipergunakan untuk menentukan kelulusan bagi
setiap peserta didik.
Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan
siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar (Syah, 1995). Di
antara norma-norma pengukuran tersebut adalah:
1) Norma skala dari 0-10
2) Norma skala dari 0-100
Fudyartanto (2002) mengungkapkan bahwa di sekolah perlu
diadakan pengukuran untuk mengetahui sejauh mana pencapaian dan
pengukuran tersebut dapat dipakai sebagai umpan balik atau bahan
masukan untuk memperbaiki proses belajar mengajar, penyediaan
sarana belajar dan sebagainya. Hasil pengukuran juga dapat
dipergunakan untuk meningkatkan prestasi belajar dan peningkatan
kualitas pendidikan.
5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Syah (1995), secara global faktor – faktor yang
mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam:
a. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan atau kondisi
jasmani dan rohani.
b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi di lingkungan
sekitar siswa.
c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya
belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi – materi pelajaran.
Faktor – faktor diatas dapat saling berkaitan satu sama lain dalam
hubungannya dengan prestasi belajar yang diperoleh seseorang. Berikut ini
akan dijabarkan faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa:
a. Faktor Internal
Faktor yang berasal dari dalam individu sendiri meliputi dua
aspek, yakni: aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) dan aspek
1) Aspek Fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang
menandai tingkat kebugaran organ – organ tubuh dan sendi –
sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa
dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah,
apalagi jika disertai pusing – pusing kepala misalnya, dapat
menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang
dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Kondisi organ –
organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengaran
dan indera penglihatan, juga sangat mempengaruhi kemampuan
siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan.
2) Aspek Psikologis
a) Inteligensi
Inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai
kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat
(Reber, 1988). Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa
tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat
keberhasilan belajar siswa.
b) Sikap
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif
cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, barang, dan
sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa
yang positif maupun negatif terutama kepada guru dan mata
pelajaran yang disajikan dapat mempengaruhi proses belajar
siswa tersebut dan kemudian akan mempengaruhi prestasi
belajarnya.
c) Bakat
Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang
dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa
yang akan datang (Chaplin, 1972; Reber, 1988). Dalam
perkembangan selanjutnya, bakat kemudian diartikan sebagai
kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa
banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Siswa
yang berbakat di suatu bidang, akan jauh lebih mudah
menyerap informasi, pengetahuan, dan ketrampilan yang
berhubungan dengan bidang tersebut. Oleh sebab itu, bakat
akan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar
siswa pada bidang – bidang studi tertentu.
d) Minat
Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang
siswa yang menaruh minat besar terhadap suatu bidang studi
akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa
lainnya. Kemudian, karena pemusatan perhatian yang intensif
terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk
belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang
diinginkan.
e) Motivasi
Pengertian dasar motivasi adalah keadaan internal
organisme (manusia ataupun hewan) yang mendorongnya
untuk berbuat sesuatu. Dalam pengetian ini, motivasi berarti
pemasok daya untuk bertingkah laku secara terarah (Gleitman,
1989; Reber, 1988). Dalam perkembangan selanjutnya,
motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi
intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan
keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat
mendorongnya melakukan tindakan belajar, seperti perasaan
menyenangi materi tertentu. Motivasi eksrinsik adalah hal dan
keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga
mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar, seperti
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal terdiri atas dua macam, yakni: faktor lingkungan
social dan faktor lingkungan nonsosial.
1) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial yang terdapat disekitar individu seperti
keluarga, teman sebaya, masyarakat atau tetangga, dan staff
pengajar dapat mempengaruhi proses belajar seseorang.
Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan
belajar adalah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat – sifat
orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan
demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi
dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil
yang dicapai oleh siswa.
2) Lingkungan Non-Sosial
Faktor – faktor yang termasuk lingkungan non sosial adalah
gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa
dan letaknya, alat – alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar
yang digunakan siswa. Faktor – faktor ini dipandang turut
c. Faktor Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau
strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektifitas dan
efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini
berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian
rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar
tertentu.
C. KEHARMONISAN KELUARGA 1. Pengertian Keharmonisan Keluarga
Menurut Gunarsa (2004), keharmonisan keluarga ialah
bilamana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh
berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan puas terhadap seluruh
keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi dan aktualisasi diri) yang
meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial.
Keharmonisan keluarga adalah keadaan keluarga yang serasi
dan seimbang di dalam keluarga, saling memuaskan kebutuhan
anggota lainnya serta memperoleh pemuasan atas segala kebutuhannya
(Nurzainun, 2006). Sedangkan menurut Hawari (1997), keharmonisan
keluarga itu akan terwujud apabila masing-masing unsur dalam
keluarga itu dapat berfungsi dan berperan sebagaimana mestinya dan
sosial yang harmonis antar unsur dalam keluarga itu akan dapat
diciptakan.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
keharmonisan keluarga adalah keadaan keluarga yang bahagia, serasi
dan seimbang sehingga masing – masing anggota keluarga merasa
puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya yang meliputi
aspek fisik, mental, emosi dan sosial.
2. Aspek-Aspek Keharmonisan Keluarga
Hawari (dalam Murni, 2004) mengemukakan enam aspek sebagai
suatu pegangan hubungan keluarga harmonis adalah:
a. Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.
Sebuah keluarga yang harmonis ditandai dengan terciptanya
kehidupan beragama dalam rumah tersebut. Hal ini penting karena
dalam agama terdapat nilai-nilai moral dan etika kehidupan.
b. Mempunyai waktu bersama keluarga
Keluarga yang harmonis selalu menyediakan waktu untuk
bersama keluarganya, baik itu hanya sekedar berkumpul, makan
bersama, menemani anak bermain dan mendengarkan masalah dan
keluhan-keluhan anak, dalam kebersamaan ini anak akan merasa
dirinya dibutuhkan dan diperhatikan oleh orangtuanya, sehingga anak
c. Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga
Komunikasi yang baik dalam keluarga akan dapat membantu
remaja untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya di luar
rumah, dalam hal ini selain berperan sebagai orangtua, ibu dan ayah
juga harus berperan sebagai teman, agar anak lebih leluasa dan terbuka
dalam menyampaikan semua permasalahannya.
d. Saling menghargai antar sesama anggota keluarga
Furhmann (dalam Murni, 2004) mengatakan bahwa keluarga
yang harmonis adalah keluarga yang memberikan tempat bagi setiap
anggota keluarga menghargai perubahan yang terjadi dan mengajarkan
ketrampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak dengan lingkungan
yang lebih luas.
e. Kualitas dan kuantitas konflik yang minim.
Jika dalam keluarga sering terjadi perselisihan dan
pertengkaran maka suasana dalam keluarga tidak lagi menyenangkan.
Dalam keluarga harmonis setiap anggota keluarga berusaha
menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan mencari
f. Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga.
Hubungan yang erat antar anggota keluarga juga menentukan
harmonisnya sebuah keluarga, apabila dalam suatu keluarga tidak
memiliki hubungan yang erat maka antar anggota keluarga tidak ada
lagi rasa saling memiliki dan rasa kebersamaan akan kurang.
D. HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR
Masa remaja adalah masa yang penting bagi perkembangan prestasi
karena selama masa inilah remaja membuat keputusan – keputusan penting
sehubungan dengan masa depan pendidikan dan pekerjaan. Bagi seorang
remaja, jika ia bisa memiliki prestasi baik di sekolah, pada umumnya akan
meratakan jalan untuk memperoleh sekolah lanjutan yang lebih baik, bahkan
nantinya akan berlanjut kepada pencarian pekerjaan yang lebih baik
(Mahmud, 1989).
Usia remaja merupakan usia kritis karena remaja mulai memikirkan
tentang prestasi yang dihasilkannya dan prestasi tersebut terkait dengan bidang
akademis mereka. Siswa SMA yang tergolong dalam remaja akhir juga mulai
memikirkan tentang masa depannya. Hal ini membuat siswa SMA
memperhatikan dan mengejar prestasi belajar di sekolah karena melalui
prestasi belajar, siswa dapat meraih keinginannya dalam mempersiapkan karir
Keberhasilan siswa dalam meraih prestasi belajar dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain tingkat kecerdasan yang baik, ada minat dan
perhatian yang tinggi dalam pembelajaran, motivasi yang baik dalam belajar,
cara belajar yang baik dan strategi pembelajaran yang dikembangkan guru.
Suasana keluarga yang mendorong anak untuk maju, selain itu lingkungan
sekolah yang tertib, teratur dan disiplin merupakan pendorong dalam proses
pencapaian prestasi belajar (Tu`u, 2004).
Seperti yang telah disebutkan diatas, lingkungan keluarga menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan anak dalam meraih prestasi
belajar di sekolah. Keluarga memberikan pengaruh utama dan pertama bagi
kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Pengaruh - pengaruh
tersebut antara lain banyak sedikitnya perhatian yang diberikan oleh orang tua
pada anak, pola pengasuhan orang tua, hubungan interpersonal dan interaksi
antara orang tua dengan anak. Menurut Tu’u (2004), perjumpaan dan interaksi
tersebut sangat besar pengaruhnya bagi perilaku dan prestasi seseorang.
Selain hal diatas, harmonis atau tidaknya keluarga juga akan
memberikan dampak pada setiap anggota keluarga. Misalnya, seorang anak
yang merasa keluarganya harmonis akan menganggap rumah mereka sebagai
suatu tempat yang membahagiakan karena semakin sedikit masalah antara
orangtua, maka semakin sedikit masalah yang dihadapi anak. Hal ini akan
menciptakan suasana yang kondusif untuk proses belajar anak sehingga
diharapkan akan membantu anak dalam mencapai prestasi yang diharapkan.
harmonis maka ia akan terbebani dengan masalah yang sedang dihadapi di
dalam keluarganya tersebut. Suasana di dalam rumah menjadi tidak tenang
sehingga rumah menjadi tempat yang kurang menyenangkan untuk proses
belajar anak karena banyaknya konflik dan permasalahan. Hal ini akan
mengganggu konsentrasi anak dalam belajar dan membuat suasana hati anak
menjadi kurang baik untuk belajar, sehingga akan mempengaruhi prestasi
belajarnya di sekolah.
E. HIPOTESIS
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori terhadap permasalahan
diatas, maka peneliti dapat menyusun sebuah hipotesis sebagai berikut : “Ada
hubungan yang positif antara keharmonisan keluarga dengan prestasi belajar
siswa.” Hal ini berarti bahwa semakin tinggi keharmonisan keluarga remaja
F. SKEMA HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PRESTASI
merasa aman dan nyaman berada di dalam rumah karena
ada suasana yang hangat, saling menghargai, saling terbuka, saling pengertian, saling menjaga dan diwarnai
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian korelasional. Penelitian
korelasional adalah penelitian yang bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi
pada suatu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain
(Azwar, 1997). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya
korelasi antara dua variabel, yaitu keharmonisan keluarga dan prestasi belajar
siswa.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian atau apa saja yang menjadi perhatian
suatu penelitian (Arikunto, 2002). Penelitian ini menggunakan dua macam
variabel yaitu:
1. Variabel tergantung : Prestasi belajar
2. Variabel bebas : Keharmonisan keluarga
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional adalah penegasan arti dari variabel yang
digunakan dengan cara tertentu untuk mengukurnya, sehingga pada akhirnya
akan menghindari salah pengertian dan penafsiran yang berbeda dalam
penelitian (Kerlinger, 1990). Definisi operasional variabel dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Keharmonisan keluarga
Dalam penelitian ini, keharmonisan keluarga akan diungkap dari
persepsi anak terhadap keharmonisan di dalam keluarganya. Persepsi
terhadap keharmonisan keluarga adalah proses seseorang dalam
menyimpulkan, mengerti dan memahami keadaan keluarga yang bahagia,
serasi dan seimbang sehingga masing – masing anggota keluarga merasa
puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya yang meliputi
aspek fisik, mental, emosi dan sosial.
Dalam mengukur keharmonisan sebuah keluarga, penelitian ini
menggunakan teori Hawari (dalam Murni, 2004) yang terdiri dari enam
aspek sebagai suatu pegangan hubungan keluarga harmonis sebagai
berikut:
a. Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.
b. Mempunyai waktu bersama keluarga
c. Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga
d. Saling menghargai antar sesama anggota keluarga
e. Kualitas dan kuantitas konflik yang minim.
f. Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga.
Persepsi terhadap keharmonisan keluarga akan diukur dengan
menggunakan skala persepsi keharmonisan keluarga (skala KK). Skala
Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak
Sesuai (STS). Skor dalam setiap aitem berkisar dari 4 sampai dengan 1
diberikan untuk aitem yang bersifat favourable, sedangkan untuk
unfavourablebergerak dari 1 sampai 4.
Semakin tinggi skor yang diperoleh subyek dalam skala
keharmonisan keluarga menunjukkan bahwa semakin positif subyek
mempersepsikan keluarganya sebagai keluarga yang harmonis. Sedangkan
jika skor yang diperoleh subyek rendah, maka hal ini menunjukkan bahwa
semakin negatif pula persepsi subyek tentang keharmonisan keluarganya.
2. Prestasi belajar
Prestasi belajar adalah hasil dari suatu proses belajar yang terjadi
pada anak sekolah yang hasilnya berupa nilai yang diberikan oleh guru
sebagai ukuran pencapaian keberhasilan belajar siswa. Prestasi belajar
siswa dalam penelitian ini diukur dengan melihat rata – rata nilai siswa
semester satu dalam leger. Leger merupakan buku yang berisi informasi
pencapaian hasil belajar peserta didik dalam satu kelas, yang memberi
gambaran secara rinci tentang kemampuan prestasi akademik maupun
catatan pribadi dalam kurun waktu satu tahun. Leger ini dimaksudkan
untuk merekam perkembangan kemajuan belajar peserta didik satu kelas
yang berisi:
a) Identitas peserta didik;
c) Total nilai dan ranking yang menunjukkan prestasi belajar
siswa
Melalui leger, informasi tentang keadaan hasil belajar peserta didik
dalam satu kelas dapat diketahui.
D. Subyek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini dipilih dengan cara purposive
sampling, yaitu sampel yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria
subjek yang dipakai dalam penelitian ini antara lain :
1. Siswa – siswi SMA yang berada pada rentang usia remaja akhir yaitu umur
16 hingga 18 tahun.
2. Subyek masih memiliki orang tua (ayah atau ibu atau keduanya) serta
tinggal bersama dengan keluarga (ayah atau ibu atau keduanya dan saudara
jika ada)
3. Subyek memiliki nilai – nilai yang lengkap pada seluruh mata pelajaran di
sekolah. Hal ini penting untuk melihat prestasi belajar siswa.
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua metode
pengumpulan data, yaitu metode skala dan metode dokumentasi. Metode
skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pilihan ganda
menghilangkan jawaban ragu-ragu dengan pertimbangan agar subjek tidak
memberikan jawaban yang mengumpul di tengah (Hadi, 2000). Peneliti
hanya akan menggunakan satu skala yaitu skala persepsi terhadap
keharmonisan keluarga.
Prestasi belajar siswa dilihat dengan menggunakan metode
dokumentasi. Metode dokumentasi adalah mencari data-data mengenai
hal-hal atau variasi yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,
majalah, notulen rapat, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2002). Metode
dokumentasi digunakan untuk mengambil data tentang prestasi belajar
dengan melihat rata - rata nilai semester satu siswa kelas XI SMA 9
Yogyakarta.
2. Alat Pengumpulan Data
Bentuk skala dalam penelitian ini mengacu pada model skala Likert
dimana masing masing item terdiri dari itemfavourabledanunfavourabel.
Pernyataan favorable digunakan untuk mendukung teori yang ingin
diungkap, sedangkan pernyataan unfavorable menunjukkan indikasi tidak
mendukung teori yang diungkap. Skala Likert dimodifikasi dengan 4
alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai
(TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS), sehingga tidak ada alternatif
jawaban netral. Menurut Hadi (1991), pada skala tidak diberikan alternatif
a). Kategori undecided, yaitu mempunyai arti ganda, bisa juga diartikan
sebagai belum memutuskan atau memberi jawaban, bisa juga diartikan
netral, atau bahkan ragu – ragu.
b). Dengan tersedianya jawaban di tengah, menimbulkan kecenderungan
menjawab di tengah (central tendency effect), terutama bagi mereka
yang ragu – ragu atas arah kecenderungan jawabannya.
c). Kategori jawaban SS-S-TS-STS adalah untuk melihat kecenderungan
pendapat responden kearah sesuai atau kearah tidak sesuai, sehingga
dapat mengurangi data penelitian yang hilang akibat jawaban tengah.
Pemberian skor pada pernyataan favorable yaitu 4 untuk SS, 3
untuk S, 2 untuk TS, dan 1 untuk STS. Sedangkan pada pernyataan
unfavorable bergerak dari 1 sampai 4 dimulai dari pernyataan SS, S, TS,
Berikut adalah tabel blueprint dan distribusi aitem dalam skala
persepsi keharmonisan keluarga:
Tabel 2
Blueprint Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga Sebelum Uji Coba
Fav Unf Fav Unf
1. Menciptakan
5. Kualitas dan kuantitas konflik yang minim
6. Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga
Menurut Kartono (1990) teknik pemeriksaan dokumen adalah
pengumpulan informasi dan data secara langsung sebagai hasil
pengumpulan sendiri. Data yang dikumpulkan tersebut adalah bersifat
dokumen ini khusus digunakan untuk melakukan pengumpulan data
prestasi belajar.
Adapun teknik pengumpulan data terhadap prestasi belajar ini
adalah dengan mengambil data yang sudah tersedia, yaitu leger nilai pada
semester satu subyek penelitian yang merupakan hasil penilaian oleh pihak
sekolah. Data dari prestasi belajar ini dikumpulkan dengan cara melihat
hasil rapor semester satu dari seluruh subyek penelitian. Mata pelajaran
kelas XI IS adalah Pendidikan Agama, PKn, Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Matematika, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Pendidikan
Seni, Pendidikan Jasmani, TIK, Bahasa Prancis dan Bahasa Jawa.
Sedangkan mata pelajaran kelas XI IPA terdiri dari Pendidikan Agama,
PKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Biologi,
Kimia, Sejarah, Pendidikan Seni, Pendidikan Jasmani, TIK, Bahasa
Perancis dan Bahasa Jawa.
Penilaian prestasi belajar tersebut merupakan hasil evaluasi dari
suatu proses belajar formal yang dinyatakan dalam bentuk kuantitatif
(angka) yang terdiri antara 10 sampai 100. Hasil ini dapat dilihat dari nilai
rata-rata raport siswa yang diberikan oleh pihak guru dalam setiap masa
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Alat Pengumpulan Data
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
tingkatan-tingkatan kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2002).
Menurut Azwar (1997) validitas berasal dari kata validity yang
mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen
pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Valid tidaknya suatu alat
ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan
pengukuran yang dikehendaki dengan tepat.
Tipe validitas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
validitas isi dan validitas tampang. Validitas isi suatu alat pengukur
ditentukan oleh sejauh mana isi alat pengukur tersebut mewakili semua
aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep (Hadi, 2001).
Sedangkan menurut Azwar (2001), validitas isi yaitu validitas yang
diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau
lewat professional judgment yang dilakukan oleh ahli. Item-item tes
diharapkan dapat mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan
kawasan isi objek yang hendak diukur (aspek representasi) dan sejauh
mana item-item tes mencerminkan perilaku yang hendak diukur (aspek
relevansi). Validitas isi akan dicapai oleh peneliti dengan membuat
item-item yang sesuai dengan indikator atau aspek yang ada di dalam teori
Validitas tampang adalah validitas yang menunjukkan bahwa dari segi
”rupa” suatu alat ukur tampak dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur. Bentuk dan penampilan suatu alat ukur menentukan apakah alat
ukur itu valid atau tidak (Hadi, 2001). Validitas tampang dilakukan dengan
membuat skala dengan bentuk yang baik dan jelas sehingga responden
akan memberikan respon positif pada penelitian ini.
2. Reliabilitas Alat Tes
Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul
data karena instrumen itu sudah baik (Arikunto, 2002).
Reliabilitas merupakan terjemahan dari katareliability yaitu sejauh
mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Reliabilitas juga menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran
dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat pengukur
yang sama. Hasil pengukuran dapat dipercaya hasilnya apabila dalam
beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang
sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam
diri subjek memang belum berubah. Relatif sama berarti tetap adanya
toleransi terhadap perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali
pengukuran. Bila perbedaan itu sangat besar dari waktu ke waktu, maka
hasil pengukuran tersebut tidak dapat dipercaya dan dikatakan tidak
Reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini akan menggunakan
pendekatan konsistensi internal, yaitu koefisiensi Alpha yang didasarkan
pada bentuk final masing-masing skala. Pendekatan ini menurut Azwar
(1999) memiliki nilai praktis dan efisiensi tinggi. Oleh karena itu,
reliabilitas yang akan dihasilkan memiliki nilai praktis dan efisiensi yang
tinggi. Reliabilitas dinyatakan dengan koefisien yang angkanya berada
dalam rentang dari 0 sampai 1.00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas
mendekati 1.00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya, sebaliknya koefisien
yang semakin rendah mendekati 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya.
G. UJI COBA ALAT TES 1. Proses Uji Coba
Dalam melakukan pengambilan data penelitian, skala yang akan
dibagikan kepada subyek penelitian diharapkan dapat memberikan hasil
ukur yang akurat dan objektif. Salah satu upaya untuk mencapainya adalah
alat ukur yang digunakan harus valid atau sahih dan reliabel atau andal
(Hadi, 2000), oleh karena itu sebelum skala diberikan kepada subjek yang
sebenarnya maka sebaiknya dilakukantryoutterlebih dahulu.
Sebelum melakukan uji coba alat ukur, peneliti mengajukan
permohonan ijin penelitian kepada pihak sekolah. Proses permohonan ijin
dilakukan dalam dua tahap yaitu melalui permohonan ijin secara formal
Kelas XI. IA. 5 dan XI. IS. Setelah mendapat ijin dari Kepala Sekolah dan
Wali Kelas, maka penelitian dapat dilakukan pada subyek penelitian.
Uji coba alat ukur diadakan pada hari Jumat, 11 Juni 2010 di SMA
N 9 Yogyakarta. Skala persepsi terhadap keharmonisan keluarga (skala
KK) dibagikan kepada 70 siswa - siswi kelas XI SMA N 9 Yogyakarta.
Kriteria subyek untuk uji coba adalah siswa yang termasuk dalam rentang
remaja akhir yaitu umur 16 sampai 18 tahun dan saat ini tinggal bersama
dengan orang tua. Pelaksanaan uji coba alat ukur dilakukan pada saat jeda
ulangan umum kenaikan kelas sehingga tidak mengganggu kegiatan
sekolah. Pengerjaan alat ukur dilakukan di luar kelas dalam waktu yang
cukup singkat yaitu sekitar 25 menit. Kemudian peneliti meminta subyek
untuk memeriksa skala yang dikerjakannya untuk memastikan bahwa
semua aitem sudah dikerjakan dan memberikan snack sebagai ucapan
terima kasih.
2. Hasil Uji Coba Alat Tes a. Uji Seleksi Aitem Skala
Dari 70 skala yang diujicobakan, hanya ada 60 skala yang
memenuhi syarat karena ada sebanyak 4 skala yang tidak diisi dengan
lengkap dan 6 skala yang tidak memenuhi syarat karena saat ini subyek
tidak tinggal bersama dengan orang tua. Selanjutnya dilakukan uji
seleksi aitem skala dengan menggunakan Corrected Item Total
ada dua alternatif untuk menentukan kriteria pemilihan aitem berdasar
korelasi aitem total, yaitu dengan menggunakan batas 0,30 atau dengan
menggunakan batas 0,25. Sebagai kriteria pemilihan aitem berdasar
korelasi aitem total, peneliti menggunakan batasan 0,30. Kriteria ini
diambil karena semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal
0,30 daya pembedanya sudah dianggap memuaskan.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap 72 aitem, ada tujuh aitem
gugur yaitu item nomor 10, 17, 28, 52, 53, 60, dan 61 sehingga tersisa
65 nomor aitem yang memenuhi syarat dan dapat digunakan dalam
penelitian. Kemudian peneliti menggugurkan beberapa aitem agar
komposisi aspek dalam blueprint skala persepsi terhadap
keharmonisan keluarga seimbang. Pengguguran aitem ini didasarkan
pada aspek yang aitemnya paling banyak gugur, yaitu aspek
menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga. Dalam aspek ini,
aitem yang gugur berjumlah 3 aitem, yaitu 2 aitem pada kolom
favourabel dan 1 aitem pada kolom unfavourabel. Peneliti memilih
beberapa aitem yang mendekati nilai 0,30 atau aitem yang nilai dalam
corrected item total correlationnya tidak terlalu tinggi yaitu aitem
nomor 3, 7, 11, 13, 19, 21, 32, 42, 62, 64, dan 72. Sehingga aitem yang
dianggap gugur menjadi 18 aitem yaitu aitem nomor 3, 7, 10, 11, 13,
17, 19, 21, 28, 32, 42, 52, 53, 60, 61, 62, 64, dan 72. Sehingga jumlah
aitem skala persepsi terhadap keharmonisan keluarga dalam penelitian
Berikut adalah aitem yang gugur setelah uji korelasi aitem total dan
pengguguran aitem:
Tabel 3
Blueprint Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga Setelah Uji Korelasi Aitem Total
Keterangan: (*) aitem yang gugur (7 aitem)
(**) aitem yang digugurkan (11 aitem)
Skala persepsi terhadap keharmonisan keluarga terdiri dari 54
aitem yang telah layak tersebut kemudian disusun ulang oleh peneliti
dan akan digunakan dalam penelitian.
Aspek Nomor item Item
sahih 5. Kualitas dan kuantitas
konflik yang minim
F 11**, 20, 22, 41, 55, 64**
4
UF 5, 28*, 36, 47, 50, 57 5 6. Adanya hubungan atau
ikatan yang erat antar anggota keluarga
F 12, 18, 32**, 42**, 56, 69
4
UF 4, 27, 30, 38, 61*, 70 5
Dibawah ini adalah blueprint skala keharmonisan setelah pengguguran
aitem:
Tabel 4
Blueprint Skala Persepsi terhadap Keharmonisan Keluarga Setelah Uji Coba
Fav Unf Fav Unf
1. Menciptakan
5. Kualitas dan kuantitas konflik yang minim
13, 31 26, 44 14, 42 4, 36, 39 9
6. Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga
12, 52 19, 21, 53 8, 43 3, 28 9
Total 27 27 54
b. Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas pada dasarnya menunjukkan pada konsep sejauh
mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Reliabilitas hasil
pengukuran dalam penelitian ini akan menggunakan pendekatan
konsistensi internal dimana hanya akan dilakukan satu kali pengukuran
(single trial administration) kepada sekelompok individu sebagai
subyek penelitian (Azwar, 1999). Reliabilitas ditunjukkan dengan
tinggi koefisien korelasi (mendekati 1) maka alat tes tersebut semakin
reliabel.
Hasil estimasi reliabilitas skala persepsi terhadap keharmonisan
keluarga yang terdiri dari 54 aitem yang valid diuji reliabilitasnya
menunjukkan hasil yang reliabel. Koefisien reliabilitas adalah sebesar
0,962. Sehingga dapat dikatakan skala persepsi terhadap keharmonisan
keluarga telah memenuhi persyaratan keandalan alat ukur.
H. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis kuantitatif, yaitu
dengan menggunakan analisis statistik koefisien korelasi. Analisis korelasi
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Pearson Product Moment
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PERSIAPAN PENELITIAN
Sebelum melakukan pengambilan data di SMA N 9 Yogyakarta,
peneliti terlebih dahulu meminta ijin penelitian kepada pihak sekolah secara
informal kepada Wali Kelas XI. IA. 5 dan XI. IS. Perijinan secara formal tidak
dilakukan lagi oleh peneliti karena permohonan pengambilan data penelitian
telah disetujui oleh pihak sekolah ketika meminta ijin pelaksanaan uji coba
alat tes.
B. PELAKSANAAN PENELITIAN
Proses pengambilan data penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 Juni
2010 di SMA N 9 Yogyakarta dengan subyek penelitian yang berjumlah 62
siswa. Pelaksanaan penelitian dilakukan di dalam dua kelas yaitu kelas XI IA
5 dengan jumlah subyek sebanyak 30 siswa dan kelas XI IS dengan subyek
yang berjumlah 32 siswa.
Pengambilan data dilakukan pada saat siswa – siswi telah selesai
mengerjakan ulangan umum kenaikan kelas tahun pelajaran 2009/2010.
Prosedur penelitian dilakukan pada dua kelas secara bersamaan dengan
membagikan skala kepada semua subyek dan hasilnya dikumpulkan pada hari
yang sama sehingga tidak ada data penelitian yang hilang.
C. DESKRIPSI SUBYEK PENELITIAN
SMA N 9 Yogyakarta adalah sebuah sekolah yang terletak ditengah
kota Yogyakarta. Pada awalnya sekolah ini bernama SMA ABC Paedagogik,
yang didirikan oleh beberapa tokoh dari Fakultas Sastra Universitas Gajah
Mada Jurusan Paedagogik, yaitu pada tanggal 1 September 1952. Kemudian
sekolah ini berkembang sehingga dapat menempati gedung milik Yayasan
Pancasila di Jalan Sagan No. 1 Yogyakarta. Setelah mengalami beberapa kali
pergantian nama dan kurikulum, pada tanggal 1 Februari 1987 sekolah ini
resmi menggunakan nama SMA Negeri 9 Yogyakarta hingga saat ini. Sekolah
dengan luas bangunan 1.700 m2 ini memiliki visi menjadi institusi
pendidikan yang menjadi idaman dan terpercaya bagi peserta didik maupun
masyarakat untuk menimba ilmu yang berdasar akhlakul kharimah.
Misi sekolah ini adalah membangun generasi muda yang memiliki
keunggulan intelektual, kecerdasan emosional, ketrampilan, budi pekerti
luhur, iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menciptakan dan
mengembangkan masyarakat belajar yang kondusif, kreatif, inovatif dan
agamis dan mewujudkan hubungan harmonis antarwarga sekolah, komite
sekolah, perguruan tinggi, dan masyarakat. Sekolah ini mampu menampung
548 siswa dengan tenaga pengajar sebanyak 71 guru.
Dalam hal prestasi siswa, SMAN 9 Yogyakarta juga telah berhasil
mengantarkan siswa-siswa menuju prestasi yang gemilang baik tingkat
Provinsi, Nasional maupun Internasional. Beberapa prestasi yang
tahun 2008, Medali Perunggu Olympiade Biologi tingkat Internasional (2008)
di Mumbay India dan Medali Perunggu Olympiade Komputer tingkat
Nasional (2009).
D. DESKRIPSI DATA PENELITIAN
1. Data Persepsi Terhadap Keharmonisan Keluarga
Setelah melakukan proses perhitungan pada skala Persepsi terhadap
Keharmonisan Keluarga, maka didapatkan deskripsi statistik data penelitian
seperti yang tertera pada tabel di bawah ini:
Tabel 5
Data Persepsi Terhadap Keharmonisan Keluarga
Persepsi Terhadap Keharmonisan
Keluarga
STATISTIK
N Skor Max Skor Min Mean
Teoritik 59 216 54 135
Empirik 59 210 106 158,58
Tabel diatas menunjukkan jumlah mean keseluruhan dari skala
persepsi terhadap keharmonisan keluarga sebesar 158,58. Nilai tertinggi yang
diperoleh sebesar 210 dan nilai terendahnya sebesar 106. Mean teoritik adalah
rata-rata skor alat penelitian dan diperoleh dari angka yang menjadi titik
tengah alat ukur, sedangkan mean empirik adalah rata-rata skor data penelitian
yang hasilnya diperoleh dari angka yang merupakan rata-rata hasil penelitian.
Skala persepsi terhadap keharmonisan keluarga memiliki mean teoritik
sebesar 135 sedangkan mean empiriknya sebesar 158,58 sehingga mean
sebesar 23,58. Maka melalui data di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi
terhadap keharmonisan keluarga pada subyek penelitian cenderung positif.
2. Data Prestasi Belajar Subyek Penelitian
Berikut ini adalah data hasil analisis deskriptif prestasi belajar subyek penelitian:
Tabel 6
Data Prestasi Belajar Subyek Penelitian
Prestasi Belajar STATISTIK
N Skor Max Skor Min Mean
Teoritik 59 100 0 50
Empirik 59 83.43 69.21 75,33
Dalam tabel tersebut menunjukkan jumlah mean dari keseluruhan nilai
subyek penelitian sebesar 75,33. Nilai tertinggi yang diperoleh pada
keseluruhan subyek penelitian sebesar 83.43 dan nilai terendahnya sebesar
69.21.
Melalui data hasil analisis deskriptif pada prestasi belajar dapat terlihat
bahwa mean empirik (75,33) lebih besar daripada mean teoritik (50). Hal ini
menunjukkan adanya jarak perbedaan mean sebesar 25,33. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar subyek penelitian cenderung tinggi.
E. HASIL UJI HIPOTESIS 1. Uji Asumsi
Sebelum melakukan analisis data penelitian, maka terlebih dahulu
dilakukan uji prasyarat analisis, yaitu berupa uji asumsi yang meliputi uji